Prediksi Cuaca Jangka Pendek Menggunakan Weather Research and Forecasting (WRF) Model

PREDIKSI CUACA JANGKA PENDEK MENGGUNAKAN
WEATHER RESEARCH AND FORECASTING (WRF) MODEL

I WAYAN SUMERTA YASA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Prediksi cuaca jangka
pendek menggunakan Weather Research and Forecasting (WRF) model adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
I Wayan Sumerta Yasa
NIM G24090019

ABSTRAK
I WAYAN SUMERTA YASA. Prediksi Cuaca Jangka Pendek menggunakan
Weather Research and Forecasting (WRF) Model. Dibimbing oleh AHMAD
BEY dan YOPI ILHAMSYAH.
Prakiraan cuaca jangka pendek menjadi penting dilakukan untuk
menggambarkan kondisi atmosfer yang kompleks melalui sebuah model. Tujuan
penelitian ini untuk mengkaji potensi luaran WRF dalam melakukan prediksi
cuaca jangka pendek. Metode prakiraan cuaca yang dipergunakan memanfaatkan
luaran WRF. Potensi luaran WRF sebagai model prakiraan cuaca untuk stasiun
validasi Ngurah Rai, Bali dilihat dari RMSE dan nilai koefisien korelasi. Solver
pada Microsoft Excel dipergunakan sebagai solusi untuk mereduksi nilai error
model. Pada penelitian ini hanya dianalisis empat variabel luaran WRF yaitu
curah hujan ( CH ), suhu, angin dan kelembaban relatif (RH). Hasil penelitian
menunjukkan CH dan suhu merupakan variabel luaran model terbaik
dibandingkan angin dan RH. Curah hujan ( CH ) memiliki nilai RMSE sebesar

0.84 dan korelasi 0.62 sedangkan nilai RMSE suhu sebesar 1.09 dan korelasi
0.65. Proses koreksi dengan bantuan Solver ternyata efektif dalam mengurangi
error keempat variabel yaitu suhu 16%, RH 35 %, angin 62% dan CH mencapai
87%.
Kata kunci: Ngurah Rai-Bali, prediksi cuaca jangka pendek, WRF

ABSTRACT
I WAYAN SUMERTA YASA. Short-Range Weather Forecasting Using Weather
Research and Forecasting Model. Supervised by AHMAD BEY and YOPI
ILHAMSYAH.
Short-range forecasting model has become an important tool to describe the
complex atmospheric condition. The purpose of this research is to assess the
potential of WRF output in short-range forecast. Weather forecasting method
utilized in this research is WRF. Outputs of WRF model is compared with
observational data of Ngurah Rai, Bali station. Solver in Microsoft Excel is used
to reduce error generated in the model. This study focuses on only four output
variables of WRF, namely, rainfall (CH), wind, relative humidity (RH) and
temperature. The result shows rainfall and temperature are resulting from model
calculation are better than the wind and relative humidity. Rainfall variable has
an RMSE value of 0.84 and correlation of 0.62 while the RMSE value of the

temperature is 1.09 with a correlation of 0.65. Correction process with the help of
the Solver is effective in reducing the error of the following variables:
temperature by 16%, wind by 62%, RH by 35% and rainfall by 87%.
Keywords: Ngurah Rai-Bali ,short-range forecast,WRF

PREDIKSI CUACA JANGKA PENDEK MENGGUNAKAN WEATHER
RESEARCH AND FORECASTING (WRF) MODEL

I WAYAN SUMERTA YASA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Judul Skripsi : Prediksi Cuaca Jangka Pendek Menggunakan Weather Research
and Forecasting (WRF) Model
Nama
: I Wayan Sumerta Yasa
NIM
: G24090019

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Ahmad Bey
Pembimbing I

Yopi Ilhamsyah, SSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Rini Hidayati, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah prakiraan
cuaca, dengan judul Prediksi cuaca jangka pendek menggunakan Weather
Research and Forecasting (WRF) model.
Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
turut membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini, terutama kepada:
1 Prof. Dr. Ir. Ahmad Bey dan Bapak Yopi Ilhamsyah, S.Si selaku dosen
pembimbing.
2 Bapak Idung Risdiyanto, S.Si M.Sc selaku dosen penguji dan Dr. Ir. Rini
Hidayati, MS yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan
tulisan ini.
3 Kedua orang tua tercinta yang senantiasa memberikan semangat dan
dukungannya dalam penyelesaian tugas akhir ini.
4 Keluarga Besar Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB, staff dan

seluruh dosen serta teman-teman GFM 46. Terimakasih atas bantuan, doa
dan dukungan yang kalian berikan.
5 Terima kasih juga kepada sahabat Cibantengers ( Normi, Lidya, Winda,
Dwi Putri, Ika Farah dan Nita) dan teman satu bimbingan (Frinsa, Dwi
Putra) atas kebersamaan dan dukungannya, serta semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan doa sehingga
tugas akhir ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari tugas akhir ini masih jauh dari sempurna sehingga
diharapkan adanya kritikan dan saran dalam penyempurnaan tulisan ini. Semoga
tugas akhir ini bermanfaat dan dapat memperkaya ilmu pengetahuan di Indonesia.

Bogor, Juni 2013
I Wayan Sumerta Yasa

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR


viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Prakiraan cuaca

2

Model WRF

3

Prinsip Kerja WRF

4

Uji Analisis Kesesuaian


5

METODE

5

Bahan

5

Alat

6

Prosedur Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN


8

Karakteristik Wilayah Kajian

8

Komputasi Parameter Model WRF

9

Luaran Model WRF

10

Potensi Luaran Model WRF Dalam Prediksi Cuaca Jangka Pendek

12

Koreksi Luaran Model


15

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

31

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Parameter fisik yang digunakan padaWRF
Luaran model WRF yang dianalisis
Nilai R2, r dan RMSE luaran WRF untuk suhu ( oC), RH (%), CH (mm)
dan angin (m/s).
Nilai RMSE model suhu (oC), RH (%) , CH (mm) dan angin (m/s)

9
11
12
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5
6
7

Komponen sistem WRF
Langkah kerja pemprosesan data dari WPS dan pentransferan data ke
ARW
Domain wilayah kajian (Provinsi Bali)
Perbandingan pola suhu, angin dan RH Ngurah Rai-Bali luaran model
WRF ( ___ ) dan observasi ( ---- ) (a) domain 1 (4 x 4 km2), (b) domain
2 (1 x 1 km2)
Curah hujan (mm) Ngurah Rai-Bali TRMM dan luaran model WRF
domain 2 (1x1km2)
Curah hujan (mm) Ngurah Rai-Bali luaran model WRF setelah koreksi
dan TRMM untuk domain 2 (1x1 km2)
Perbandingan pola suhu, angin dan RH Ngurah Rai-Bali antara luaran
model WRF setelah dikoreksi ( ___ ) dan observasi ( ---- ) (a) domain 1
(4 x 4 km2), (b) domain 2 (1 x 1 km2)

4
4
9

14
15
17

17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

3

4

5

Diagram alir penelitian
Peta luaran model WRF untuk CH setiap 6 jam untuk domain 2 (1x1
km2) wilayah Provinsi Bali. Dari kiri ke kanan tanggal 26 Januari 2013
pukul 00.00 UTC – 29 Januari 2013 pukul 00.00 UTC.
Peta luaran model WRF untuk RH setiap 6 jam untuk domain 2 (1x1
km2) wilayah Provinsi Bali. Dari kiri ke kanan tanggal 26 Januari 2013
pukul 00.00 UTC – 29 Januari 2013 pukul 00.00 UTC.
Peta luaran model WRF untuk suhu setiap 6 jam untuk domain 2 (1x1
km2) wilayah Provinsi Bali. Dari kiri ke kanan tanggal 26 Januari 2013
pukul 00.00 UTC – 29 Januari 2013 pukul 00.00 UTC.
Peta luaran model WRF untuk angin setiap 6 jam untuk domain 2 (1x1
km2) wilayah Provinsi Bali. Dari kiri ke kanan tanggal 26 Januari 2013
pukul 00.00 UTC – 29 Januari 2013 pukul 00.00 UTC.

20

21

23

26

28

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kehidupan tidak bisa terlepas dari aktivitas atmosfer khususnya cuaca. Segala
kegiatan di luar ruangan akan dipengaruhi oleh kondisi tersebut. Menurut Ahrens
(2007), prakiraan cuaca dilakukan dengan tujuan untuk penyelamatan diberbagai
bidang kehidupan seperti pertanian. Pengetahuan kondisi cuaca sejak dini akan
membantu proses penanggulangan bencana ketika kondisi cuaca ekstrim datang
sehingga korban serta kerugian secara ekonomi dapat diminimalisir.
Prakiraan cuaca merupakan sebuah nilai inisial. Dalam prakiraannya
memerlukan adanya data pengamatan awal yang akan dipergunakan untuk
melakukan prediksi cuaca mendatang. Supaya data hasil prakiraan model
mendekati kenyataan di lapangan maka harus dimulai dengan observasi terhadap
kondisi cuaca sesungguhnya.
Proses prakiraan cuaca mulai perkembang dengan ditemukannya komputer.
Sekitar pertengahan tahun 1950’an proses prakiraan cuaca masih dilakukan secara
manual dalam hal memplotkan dan membuat peta cuaca. Prosesnya meliputi
ekstrapolasi menggunakan persamaan linier dan peta cuaca yang dihasilkan
berdasarkan data cuaca acuan. Keuntungan penggunaan komputer modern dalam
analisis yaitu kapasitas penyimpanan yang lebih besar. Komputer tidak hanya
melakukan pemplotan atau analisis data tetapi juga prediksi cuaca. Pemodelan
prediksi cuaca terus berkembang mulai dari Numerical Weather Prediction
(NWP) merupakan pemodelan yang dilakukan melalui pendekatan numerik untuk
menggambarkan fenomena di atmosfer yang kompleks. Penyempurnaan terus
dilakukan untuk memperoleh hasil luaran yang diharapkan. Pada tahun 2006
dirilislah Weather Research and Forecasting (WRF) yang mampu dimanfaatkan
tidak hanya melakukan prediksi cuaca tetapi juga pemanfaatan dalam analisis
siklon dan fenomena cuaca lainnya.
Hal terpenting dalam prediksi cuaca yaitu keakuratan. Pengujian luaran
model WRF dilakukan melalui pendekatan terhadap nilai inisial. Seperti
penelitian Etherton dan Santos 2008, dilakukan kombinasi dalam hal inisialisasi
dalam proses prakiraan cuaca yaitu menggunakan Prediction system (LAPS) dan
North American Mesoscale model (NAM/Eta model) yang dijalankan pada waktu
yang berbeda 06.00 dan 18.00 UTC. Berdasarkan hasil kombinasi inisialisasi
dengan WRF ternyata kombinasi WRF dengan LAPS memiliki akurasi yang baik
untuk kondisi suhu 2 m, titik embun, angin 10 m dan tekanan permukaan laut
bahkan sangat baik untuk curah hujan. Penelitian yang dilakukan Skok et al.
(2010), menegaskan kembali bahwa hasil luaran curah hujan model WRF mampu
menggambarkan dengan baik kondisi curah hujan ketika hasilnya dibandingkan
dengan luaran TRMM 3B42 untuk wilayah kajian samudera pasifik pada lokasi
rendah dan midlatitude dari tahun 1998-2008. Meskipun terdapat kondisi hasil
luaran model WRF memilki curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan TRMM.

2
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini yaitu mengkaji
potensi keluran model WRF dalam melakukan prediksi cuaca jangka pendek.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu hasil luaran model WRF dapat
dimanfaatkan sebagai terobosan dalam penelitian prediksi cuaca, sehingga
lembaga pendidikan mampu melakukan penelitian dan prediksi cuaca secara
mandiri di lembaganya. Data luaran model tersebut diharapkan dapat membantu
berbagai sektor kehidupan khususnya pertanian.

TINJAUAN PUSTAKA
Prakiraan cuaca
Merujuk pada Ahrens (2007), Berdasarkan periode atau jangka waktu
berlakunya forecast, prakiraan cuaca dapat dikelompokkan menjadi empat
kategori yaitu:
1 Very short-range forecast
Prakiraan cuaca yang dibuat untuk periode yang sangat singkat
tidak lebih dari 6 jam. teknik prakiraannya dilakukan dengan interprestasi
hasil observasi permukaan, hasil data satelit dan informasi dari radar.
Sistem cuaca dilihat dari kecenderungan dan data histroris yang ada dan
dipadukan dengan kemampuan dalam melakukan prakiraan.
2 Short-range forecast
Sistem yang lebih lanjut dari very short-forecast dengan periode
prakiraan mencapai 12 jam (umunya 2.5 hari atau 60 jam). Tipe ini
melibatkan data yang sama dengan prakiraan very short-forecast, ditambah
peta cuaca permukaan, angin pada lapisan udara atas. Proses forecasting
menggabungkan antara sistem pengolahan komputer dan statistik seperti
MOS.
3 Medium-range forecast
Prakiraan ini sepenuhnya memanfaatkan kombinasi antara
komputer dan statistik (MOS) dalam melakukan prakiraan. Hasil prakiraan
dapat dimanfaatkan hingga 3-8.5 hari (200 jam). Seringkali hasil
prakiraannya melebihi 3 hari disebut extended forecast.
4 Long-range forecast
Prakiraan ini menghasilkan ramalan cuaca yang melebihi 8.5 hari.
Seperti yang diketahui semakin panjang periode ramalan maka tingkat
akurasinya akan semakin berkurang. Prakiraan cuaca jangka panjang
hanya akan memberikan gambaran luasan cakupan dan perubahan unsur
cuaca ketika keadaan tidak dalam kondisi normal.
Terdapat tiga langkah dalam proses prakiraan cuaca pertama preprocessing, tahapan ini data hasil pengamatan lapang ditransformasikan
menjadi grid yang mewakili wilayah pengamatan. Kedua, proses pengolahan

3
untuk melakukan prediksi cuaca kedepan menggunakan bantuan komputer
dengan pendekatan secara sistematis. Ketiga post-processing, tahapan ini
merupakan koreksi terhadap data luaran model. Melalui koreksi ini
diharapkan mampu memberikan gambaran kondisi cuaca ke depan yang
hampir mendekati kenyataan di lapangan (Stull 2000).
Model WRF
Proses prakiraan cuaca tidak bisa dilepaskan dari fenomena-fenomena di
atmosfer yang sangat kompleks. Penyederhanaan proses tersebut dilakukan untuk
mempermudah pemahaman dan proses prakiraan kedepan baik dalam skala
pendek maupun panjang, maka disusunlah suatu model prakiraan yang dianggap
mampu mewakili kondisi atmosfer yang terjadi. Menurut Handoko (1994), Model
merupakan penyederhanaan dari sistem yang tersusun dari subsistem. Sistem
tersusun atas proses-proses yang tersusun secara teratur. Berdasarkan hal tersebut
maka model sebenarnya tidak secara sempurna atau pasti menggambarkan
fenomena di atmosfer sebab dilakukan asumsi-asumsi supaya proses di atmosfer
yang kompleks mampu digambarkan dan menghasilkan angka ramalan semirip
mungkin dengan kenyataan di lapangan. Penggunaan asumsi menyebabkan
keseluruhan model yang dibangun pasti memiliki error.
Proses peramalan cuaca di seluruh dunia secara umum menggunakan
model NWP tidak terkecuali Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) di Indonesia yang merupakan lembaga independent yang berwenang
mengeluarkan prediksi cuaca jangka pendek maupun panjang. Kemajuan
teknologi telah mendorong dibangunnya sistem prakiraan cuaca yang lebih simpel,
portebel dan dapat dipergunakan untuk riset serta perkembangan ilmu
pengetahuan di perguruan tinggi. Pada bulan Juni 2006 dirilislah WRF yang
merupakan bagian dari model NWP (Shainer et al. 2009). Model tersebut dibuat
atas kerjasama dari beberapa lembaga di Amerika Serikat dan universitas seperti
National Center for Atmospheric Research’s (NACR) Mesoscale and Microscale
Meteorology (MMM) Division, National Ocenic and Atmospheric
Administration’s (NOAA) National Centers for Enviromental Prediction (NCEP)
dan Earth System Research Laboratory (ESRL) serta melibatkan Center for
Analysis and Prediction of Storms (CAPS) Universitas Oklahoma (Skamarock et
al. 2008).
Sistem WRF digambarkan dalam WRF Software Framework (WSF) yang
membantu dalam memberikan solusi dinamika (multiple dynamics solvers).
Secara umum WSF terbagi menjadi dua penyelesiaan yaitu penyelesaian secara
dinamika (dynamic solvers) yaitu Advanced Research WRF (ARW) dan
Nonhydrostatic Mesoscale Model (NMM). Sifat model WRF yang dirancang
fleksibel, state of the art dan mudah dibawa kemana-mana karena dijalankan pada
PC atau secara klaster (portebel) merupakan solusi model prakiraan yang murah
dan memberikan kemudahan bagi penyedia data prakiraan (Subarna 2008). WRF
menggunakan pendekatan parameter fisik dalam melakukan prakiraan cuaca
dengan sistem tiga dimensi didasarkan persamaan gerak udara, suhu dan
kelembaban. Domain untuk model ini yaitu 1.5 meter di bawah permukaan sampai
20 km di atas permukaan (Prabha dan Hoogenboom 2008).

4
Prinsip Kerja WRF
Model WRF dibangun dari beberapa komponen dalam WSF yang
menyediakan infrastruktur dalam penyelesaian masalah dinamik dan fisik yang
dihadapi, program untuk inisialisasi, WRF-Var dan WRF-Chem. Terdapat dua
penyelesaian dinamik dalam WSF yaitu ARW yang dibuat oleh NCAR dan NMM
yang dikembangkan oleh NCEP.

Gambar 1 Komponen sistem WRF. Sumber: Scamarock et al. (2008)
Proses inisialisasi data dalam WRF berlangsung secara terpisah pada praproses yang disebut WPS (WRF Preprocessing System). Input data WPS pada
ARW merupakan gambaran 3D (tiga dimensi) wilayah kajian yang terdiri atas
suhu, kelembaban relatif (RH) dan gambaran statistik 2D (dua dimensi) yang
terdiri atas albedo, parameter coriolis, elevasi ketinggian, vegetasi/penggunaan
lahan, daratan/air, faktor skala peta, map rotation angle, kategori tekstur tanah,
fraksi kehijauan vegetasi, suhu rata-rata harian serta posisi geografis. Gambaran
2D lainnya dari faktor luar yaitu tekanan permukaan dan laut, suhu lapisan tanah
dan kelembaban tanah, kedalaman salju, suhu permukaan, suhu permukaan laut
dan pembentukan es di lautan (Scamarock et al. 2008).

Gambar 2

Langkah kerja pemprosesan data dari WPS dan
pentransferan data ke ARW. Sumber: Scamarock et
al. (2008).

5
Uji Analisis Kesesuaian
Luaran model perlu dilakukan proses validasi terhadap kondisi observasi
di stasiun pengamatan cuaca. Seperti yang dilakukan Ristanti (2009) dan Muttaqin
(2011) dalam penelitiannya tentang pemanfaatan model NWP sebagai prakiraan
cuaca jangka pendek dilakukan uji statistik dengan Model Output Statistics
(MOS). Hasil akhir MOS merupakan suatu persamaan regresi linier berganda
yang mengkaitkan hubungan antara prediktan (nilai observasi) dengan prediktor
(parameter luaran model). Pemilihan prediktor yang tepat merupakan kunci utama
dalam pemanfaatan MOS.
Hasil prakiraan yang sering dikeluarkan oleh BMKG berfokus pada data
curah hujan (CH), Kelembaban relatif (RH), suhu (T) baik itu suhu maksimum
(Tmax) maupun suhu minimum (Tmin). Penelitian terdahulu yang dilakukan
Muttaqin (2011) yang mengkombinasikan hasil penelitian Cavaros (2002);
Sutikno (2008); Ristanti (2009) di lima wilayah Indonesia dengan tipe hujan
berbeda ( Pontianak, Pekanbaru, Semarang, Surabaya dan Palu) menjelaskan
bahwa prediktor yang memiliki korelasi tinggi terhadap CH yaitu kelembaban
relatif dan komponen angin vertikal. Nilai CH memiliki komponen persamaan
regresi berganda yang lebih kompleks dibandingkan dengan RH , Tmax dan Tmin
yang hanya dipengaruhi oleh satu atau dua prediktor variabel permukaan saja.
Hubungan antara dua peubah dapat dijelaskan melalui suatu nilai yang
disebut koefisien korelasi. Nilainya menggambarkan keterkaitan hubungan antara
dua buah variabel peubah acak atau dengan kata lain memperlihatkan
penggerombolan titik-titik sekitar garis lurus. Korelasi dikatakan positif bila titiktitik sampel menggerombol mengikuti garis lurus dan memiliki kemiringan positif
dan berlaku sebaliknya untuk korelasi negatif.

METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran
Atmosfer, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.
Proses pengumpulan dan pengolahan data berlangsung dari bulan Februari sampai
Mei 2013. Model WRF merupakan model utama yang dipergunakan untuk
melakukan prediksi cuaca jangka pendek dalam penelitian ini dengan wilayah
kajian Provinsi Bali. Domain yang dipergunakan sebanyak 2 buah dengan ukuran
4 x 4 km2 dan 1x1 km2. Potensi luaran model akan dilihat dari nilai koefisien
korelasi dan RMSE terhadap data observasi.
Bahan
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari website NOAA,
dengan alamat nomad.ncep.noaa.gov/pub/data/nccf/com/gfs/prod/ dengan
rentang waktu 6 jam. Format data yang dipergunakan adalah
gfs.t00z.pgrbf00.grib2. Data format grib 2 tersebut merupakan data forecast
global yang dikeluarkan oleh Global Forecasting System (GFS) yang berisi datadata parameter cuaca atau iklim seperti suhu udara, kelembaban udara, radiasi
surya, tekanan dan lainnya. Data tersebut akan dipergunakan dalam melakukan
prediksi cuaca jangka pendek selama 3 hari (72 jam) menggunakan model WRF.

6
Data pembanding diunduh dari www.wunderground.com untuk suhu (T), angin
dan kelembaban relatif (RH) sedangkan data curah hujan (CH) diunduh dari
http://mirador.gsfc.nasa.gov/ untuk data per-tiga jam, selama 3 hari (26 Januari
2013 00.00 UTC sampai 29 Januari 2013 00.00 UTC).
Alat
Peralatan yang dipergunakan untuk menunjang pelaksanaan penelitian ini
yaitu seperangkat komputer atau laptop dengan program Microsoft Office dan
Linux. Perangkat lunak VMwave Player yang dipergunakan untuk menjalankan
program WRF dan perangkat lunak GRADS untuk membuat pemetaan prakiraan
cuaca secara spasial. Perangkat lunak Ferret dipergunakan untuk membaca nilai
TRMM dalam format file nc.

Prosedur Analisis Data
Prosedur analisis data untuk menguji potensi keluran model WRF sebagai
prediksi cuaca jangka pendek dijabarkan sebagai berikut:
1

2

Pengolahan data TRMM 3B42 ( interval 3 jam) bertujuan untuk mendapatkan
data estimasi curah hujan observasi wilayah validasi Ngurah Rai-Bali, selama
3 hari (26 Januari 2013 pukul 00.00 UTC – 29 Januari 2013 pukul 00.00
UTC)
Pengolahan data menggunakan WRF melalui tiga tahapan yaitu preprocessing, processing dan post-processing.
a Pre-processing
Pre-processing adalah tahap persiapan data untuk proses simulasi
WRF yang dilakukan pada WRF Wizard. Prosesnya meliputi
inisialisasi parameter dan pemotongan wilayah kajian. Wilayah kajian
difokuskan kepada Provinsi Bali yang terletak 8o3’40’’- 8o50’48’’ LS
dan 114o25’53’’- 115o42’40’’ BT. Dalam penelitian ini dipergunakan
dua domain masing-masing berukuran 4 x 4 km2 untuk domain 1 dan
1 x 1 km2 untuk domain 2, dengan data geografis 2 menit. Simulasi
dilakukan selama tiga hari (26 Januari 2013 pukul 00.00 UTC – 29
Januari 2013 pukul 00.00 UTC). Merujuk pada Ahrens (2007)
prakiraan cuaca jangka pendek (short-range forecast) biasanya
dilakukan 2.5 hari atau 60 jam. Hasil output tahap ini berupa data
“namelist.input” yang akan dipergunakan sebagai inputan dalam
tahap processing pada model WRF.
b

Processing
Tahapan ini merupakan pemrosesan data “namelist.input” yang
dihasilkan pada pre-processing. Model WRF mengolah file tersebut
menjadi data-data variabel cuaca dan iklim disesuaikan dengan jenis
inisialisasi parameter dan pemotongan wilayah kajian pada tahap preprocessing. Pada tahapan ini, WRF akan menginputkan data cuaca
dan iklim wilayah kajian sesuai dengan letak geografis yang telah

7
dibuat di file “tslist”. Data hasil luaran WRF disimpan dalam file
berformat “ts” yang bisa dibaca pada Wordpad dan file “wrfout”
yang dibaca dengan GRADS untuk pemetaan hasil luaran WRF.
Persamaan yang dipergunakan dalam model WRF itu sendiri meliputi
beberapa persaman utama sebagai berikut (Scamarock et al. 2008)
Persamaan konservasi momentum
= -2Ω x -

+ +

p

r …………………………………

(1)

persamaan 1 mengasumsikan bahwa gaya yang bekerja di
atmosfer hanya gaya gradien tekanan, gravitasi dan gaya friksi
( r ) sedangkan adalah gaya sentrifugal yang digabungkan
dengan gravitasi.
Jika Persamaan 1 dituliskan dalam koordinat spherical maka
persamaannya menjadi seperti berikut:
-

-

-

-

+ Frx………( 1.1 )

-

+ Fry…………………...( 1.2 )

-

+ Frz…………………..( 1.3 )

-

Persamaan energi termodinamik
= -u

-v

+ (γ-γd)w +

………………………….( 2 )

Persamaan konservasi massa
= -u

= -u

-v

-v

-w

-w

–ρ(

+

+

)………………….( 3 )

+ Qv…………………………....( 4 )

Persamaan status
p = ρRdT………………………………………………….( 5 )
persamaan 1.1 - 5 didukung oleh beberapa variabel meteorologi yaitu
komponen (u, v, w) adalah komponen kecepatan pada sumbu (x, y, z),
tekanan ( p ), massa jenis ( ρ ), suhu (T), frekuensi rotasi bumi (Ω),
lintang (ϕ), suhu lapse rate (γ), dry adiabatik lapse rate (γd), panas
udara spesifik pada tekanan konstan (cp), kehilangan panas (H), gaya
friksi ( Fr ), perubahan fase air (Qv) serta kelembaban spesifik (qv).

8
c

3

4

5

6

7

Post-processing
Tahapan ini merupakan tahapan akhir dalam proses pengolahan
data WRF meliputi mengambilan data luaran model WRF untuk
dilakukan pengolahan lebih lanjut yaitu menyesuaikan data luaran
WRF dengan data observasi menjadi interval 3 jam.

Penelitian ini hanya mengkaji 4 variabel cuaca yaitu suhu, angin, CH dan
RH. Model WRF tidak mengeluarkan data RH sehingga perlu dilakukan
pendekatan secara matematis untuk memperoleh nilai RH dengan
memanfaatkan variabel lain yang merupakan luaran model WRF seperti nilai
mixing ratio, tekanan, suhu.
Membandingkan hasil luaran model WRF (Ngurah Rai) dengan data
observasi yang diperoleh dari www.wunderground.com untuk nilai RH, angin
dan T. http://mirador.gsfc.noaa.gov untuk nilai CH yang data observasinya
diolah terlebih dahulu dengan Ferret. Potensi luaran model akan dilihat dari
nilai RMSE dan korelasi.
Meminimalisasi error dengan bantuan solver pada Microsoft Excel . Solusi
yang dipergunakan yaitu dengan membuat persamaan yang mampu
mendekatkan nilai luaran model dengan observasi. Jenis persaman yang
dipilih dilihat dari nilai R2 tertinggi yang dihasilkan. Efektivitas pemanfaatan
solver dilihat dari nilai RMSE yang dihasilkan setelah dilakukan koreksi dan
dibandingkan dengan RMSE sebelum koreksi.
Memplotkan Grafik untuk melihat pola masing-masing variabel (suhu, angin,
CH dan RH) dan dibandingkan dengan pola data observasi. Hal serupa juga
dilakukan untuk variabel tersebut setelah dilakukan koreksi.
Pembuatan peta hasil luaran WRF menggunakan data “wrfout” untuk suhu,
angin, CH dan RH interval 6 jam selama 3 hari (26 Januari 2013 pukul 00.00
UTC – 29 Januari 2013 pukul 00.00 UTC) dengan bantuan GRADS untuk
wilayah Provinsi Bali domain 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Wilayah Kajian
Bali sebagai salah satu dari 33 Provinsi yang terdapat di Indonesia. Secara
geografis terletak 8o3’40’’- 8o50’48’’ LS dan 114o25’53’’- 115o42’40’’ BT.
Provinsi Bali terdiri dari delapan kabupaten dan satu kotamadya, dengan luas
5634,40 ha. Topografinya memiliki keistimewaan pada bagian tengah-tengah
pulau terbentang pengunungan yang memanjang dari barat ke timur. Pegunungan
tersebut merupakan pegunungan berapi yang aktif. Dampak dari hal tersebut
mengakibatkan wilayah Bali Utara memiliki karakteristik wilayah dataran rendah
sempit dari kaki perbukitan dan pengunungan sedangkan Bali Selatan memiliki
dataran rendah luas dan landai. Kemiringan lahan terklasifikasi menjadi tiga
kategori yaitu 0 – 2 %, 15- 40% dan 40 %. Kemiringan lahan bervarisai mengikuti
keistimewaan topografinya dari selatan hingga ke utara ( Pemda Bali 2009).

9

Gambar 3 Domain wilayah kajian (Provinsi Bali)
Penelitian ini mengambil 2 domain untuk wilayah kajian provinsi Bali.
Pemotongan tersebut dilakukan untuk mempermudah analisis dari data global
yang diinputkan ke dalam sistem WRF sehingga kajian menjadi lebih spesifik.
Domain pertama merupakan representasi gambaran pulau Bali dengan ukuran grid
4 x 4 km2 berjumlah 851 grid sedangkan domain kedua ukuran gridnya lebih kecil
yaitu 1 x 1 km2 jumlahnya 12816 grid. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh
hasil luaran model yang lebih baik dan diharapkan mampu mewakili kondisi
sesungguhnya di lapangan (data observasi).
Komputasi Parameter Model WRF
Pemanfaatan WRF sebagai alat bantu dalam melakukan prediksi cuaca tidak
secara keseluruhan mampu menggambarkan kondisi atmosfer. Pada akhirnya akan
terdapat error terhadap luaran model WRF. Pada penelitian ini komputasi
parameter WRF difokuskan pada bagian fisik. Proses ini merupakan pemberian
kategori parameter dalam proses pengolahan pada WRF. Pemberian kategori
parameter akan membantu WRF dalam melakukan pemanggilan fungsi persamaan
untuk merepresentasikan kategori yang dipilih. Hal tersebut akan mempermudah
dalam melakukan penggambaran kondisi atmosfer yang sangat dinamis.
Pemilihan parameter komputasi fisik pada Tabel 1, merupakan hasil poses ujicoba
terhadap beberapa parameter komputasi fisik pada WRF. Pada akhirnya dipilihlah
kombinasi parameter fisik sesuai Tabel 1 yang memiliki luaran model terbaik dan
mampu menggambarkan kondisi wilayah kajian.
Tabel 1 Parameter fisik yang digunakan padaWRF
Parameter
Keterangan
1
mp_physic
WRF single-moments 6-class (WSM6)
cu_physics2
Kain-Fritsch
3
sf_surface_physics
NOAH
sf_sfclay_physics3
MM5 Similarity
bl_pbl_physics4
YSU
ra_lw_physics5
Rapid Radiative Transfer
ra_sw_physics5
Dudhia
1 Microphysics; 2 Cumulus parameterizations; 3 Surface physics; 4 Planetary boundary
layer physics; 5 Atmospheric radiation physics

10
Model parameter fisik pada WRF berjumlah lima. Satu model
menggambarkan kondisi teresterial (surface physics) dan sisanya menggambarkan
kondisi atmosfer. Surface physics melibatkan model permukaan lahan multi-layer
yang terdiri dari model termal dan model kelembaban vegetasi serta tanah
termasuk didalamnya salju dan es di lautan. NOAH dan MM5 similarity adalah
sub parameter yang terdapat pada surface physics. NOAH lebih ditekankan
kepada skema kelembaban dan penutupan kanopi tanah hingga 4 layer sedangkan
MM5 similarity lebih ditekankan kepada fungsi stabilitas untuk menghitung
koefisien pertukaran permukaan untuk panas, kelembaban dan momentum.
Microphysics merupakan skema fisika sederhana yang menunjukkan proses
fase pencampuran. Pemilihan parameter WSM 6 menjelaskan jumlah variabel
kelembaban yang terlibat yaitu uap, hujan, salju, awan es, awan air dan graupel,
yang melibatkan proses fase es dan fase pencampuran. Atmospheric radiation
physics menjelaskan model radiasi yang terjadi di atmosfer baik itu gelombang
panjang maupun gelombang pendek. Parameter fisik radiasi gelombang panjang
dipergunakan Rapid Radiative Transfer, skema ini mewakili proses gelombang
panjang yang mempertimbangkan pengaruh uap air, ozon, CO2, dan jejak gas
serta kedalaman awan. Skema fisik radiasi gelombang pendek menggunakan sub
parameter Dudhia yang menggambarkan keterkaitan radiasi yang jatuh dengan
fluks matahari, hamburan udara, absorbsi uap air dan albedo awan. Planetary
boundary layer physics menggunakan YSU dengan penekanan pada skema K non
lokal dengan lapisan eksplisit entraintment. Model atmosfer yang terakhir yaitu
Cumulus parameterizations adalah skema fluks massa untuk pemodelan skala
meso. Skema konveksi subgrid menggunakan pendekatan fluks massa dan
downdrafts serta menghilangkan pengaruh CAPE.
Pemilihan parameter fisik tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan
sebelumnya seperti Etherton dan Santos (2008) dalam menguji sensivitas forecast
WRF terhadap kondisi di Florida Selatan. Parameter cu_physics yang lain, hasil
penelitian Santriyani et al.[tahun tidak diketahui] menggambarkan bahwa
pemberian parameter Grell Devenyi hanya cukup baik menggambarkan kondisi
hujan ekstrim. Ming Hu et al.(2010) dalam penelitiannya menegaskan planetary
boundary layer YSU menghasilkan bias yang kecil dibandingkan dengan
parameter boundary lainnya. Proses prakiraan cuaca dengan model WRF pada
umumnya melakukan modifikasi pada bagian parameter fisik tersebut dengan
melakukan kombinasi antar parameter fisik atau bahkan langsung menggunakan
salah satu dari sekian pilihan yang terdapat pada bagian parameter fisik. Ihshaish
et al.(2012) menerangkan pemilihan parameter fisik perlu dipertimbangkan sebab
akan mempengaruhi akurasi dari proses prediksi cuaca. Hasil luaran model WRF
tentunya akan dipengaruhi oleh parameter fisik yang dipergunakan.
Luaran Model WRF
Pemanfaatan model WRF sebagai alat yang dipergunakan dalam penelitian
ini tidak hanya dapat digunakan dalam proses prakiraan cuaca jangka pendek saja.
Data hasil luaran model WRF dapat dimanfaatkan dalam berbagai kehidupan
misalnya analisis siklon, kejadian hujan es seperti penelitian yang dilakukan
Prabha dan Hoogenboom (2008).

11
Pengolahan data pada WRF seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
melalui tiga tahapan yaitu yaitu pre-processing, processing dan post-processing.
Ketika pre-processing dihasilkan data inisialisasi grid yang menunjukkan
kombinasi dari masukan data meteorologi yang berformat grib2 dan informasi
data teresterial yang terdapat pada WRF wizard sesuai dengan pemotongan dan
domain wilayah kajian yang dikehendaki. Pengolahan data ini sepenuhnya
dilakukan pada WPS. Scamarock et al. (2008), menerangkan bahwa pada tahapn
ini dihasilkan data 3D (suhu dan kelembaban relatif) dan 2D seperti data albedo,
parameter coriolis, elevasi ketinggian, vegetasi/penggunaan lahan, daratan/air,
faktor skala peta, map rotation angle, kategori tekstur tanah, fraksi kehijauan
vegetasi, suhu rata-rata harian, posisi geografis, tekanan permukaan dan laut, suhu
lapisan tanah dan kelembaban tanah, kedalaman salju, suhu permukaan, suhu
permukaan laut dan sea ice flag. Keseluruhan informasi tersebut dipergunakan
sebagai masukan pada tahapan processing. Tahapan ini memproses dan
memanggil persamaan sesuai dengan parameter komputasi yang telah dibuat
sebelumnya pada tahapan pre-processing. Luaran data langsung dimasukkan ke
dalam file format “ts” dan disesuaikan dengan kota/wilayah yang ingin dikaji
secara spesifik. Data format “ts” sebelum dianalisis lebih lanjut diubah terlebih
dahulu ke Wordpad untuk mempermudah pengolahan pada Microsoft Excel. Postprocessing merupakan tahapan akhir untuk memudahkan penyampaian informasi
prediksi cuaca yang dihasilkan kepada pengguna dalam bentuk gambar/peta.
Tabel 2 Luaran model WRF yang dianalisis
Kode

Keterangan

t
q
u
v
psfc
rainc

Suhu 2 meter (K)
Mixing ratio 2 meter (kg/kg)
Angin zonal 10 meter (m/s)
Angin meridional 10 meter (m/s)
Tekanan Permukaan (Pa)
Curah hujan (mm)

Hasil luaran model WRF merupakan parameter cuaca yang sangat penting
dipergunakan dalam analisis mengenai kondisi atmosfer. Pendekatan secara
matematis dapat dilakukan jika beberapa parameter yang diinginkan dalam
analisis tidak tersedia pada luaran model WRF dengan memanfaatkan nilai luaran
yang telah ada. Misalnya untuk mencari nilai RH yang tidak dikeluarkan WRF
maka dapat dilakukan pendekatan secara matematis dengan memanfaatkan nilai
mixing ratio, suhu dan tekanan yang dikeluarkan oleh WRF, sehingga parameter
yang diharapkan dapat diperoleh.
Penelitian ini tidak memanfaatkan keseluruhan data luaran model WRF.
Data luaran yang dipergunakan terlihat pada Tabel 2. Mixing ratio, suhu dan
tekanan permukaan dipergunakan sebagai pendekatan dalam mencari nilai RH.
Kecepatan angin diperoleh dari informasi angin zonal dan meridional yang
dikeluarkan WRF. Jika mengacu kepada BMKG, data forecast yang biasanya
dikeluarkan kepada publik secara umum adalah data suhu, curah hujan, angin dan
RH untuk setiap harinya dengan memanfaatkan media cetak maupun elektronik.

12
Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini kajian parameter hanya akan
difokuskan kepada keempat parameter tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk
mempermudah dalam melakukan analisis hasil luaran model WRF itu sendiri.
Potensi Luaran Model WRF Dalam Prediksi Cuaca Jangka Pendek
Pengujian kesesuaian luaran Model WRF dengan observasi hanya dilakukan
terhadap lokasi pengamatan Bandara Ngurah Rai Bali yang secara geografis
terletak pada 8.74 LS dan 115.16 BT dengan kode WMO 97230. Alasan
dipergunakan data stasiun ini, terkait peran dari bandara Ngurah Rai sebagai jalur
lalu lintas udara yang sangat padat sehingga prakiraan cuaca sangat diperlukan
terkait keselamatan penerbangan. Pemplotan antara model WRF dan observasi
dilakukan dengan tujuan memperoleh suatu persamaan yang akan dipergunakan
dalam koreksi untuk pendekatan nilai luaran model dengan data observasi.
Diasumsikan jika data luaran model WRF untuk validasi Ngurah Rai telah
menghasilkan data yang baik maka luaran datanya juga dapat menggambarkan
kondisi cuaca kabupaten dan kota yang ada di Bali khususnya dalam jangka
pendek.
Tabel 3 Nilai R2, r dan RMSE luaran WRF untuk suhu (oC), RH (%), CH (mm)
dan angin (m/s).
Domain
R2
1
0.44
Suhu
2
0.43
1
0.29
RH
2
0.32
1
0.39
CH
2
0.39
1
0.28
Angin
2
0.32
*p-value 5% kecuali RH

Variabel

r*
0.65
0.65
0.04
0.04
0.62
0.62
0.49
0.51

RMSE
1.11
1.09
7.52
7.63
0.84
0.84
3.40
3.40

Potensi luaran model dalam prediksi cuaca jangka pendek dilihat dari nilai
korelasi dan RMSE. Nilai determinasi hanya dipergunakan untuk memilih suatu
persamaan yang dapat mendekatkan nilai data model dengan data pembanding.
Setelah dilakukan pemplotan antara data model (sumbu X) dan data pembanding
(sumbu Y) ternyata persamaan polinomial orde tiga yang memiliki nilai
determinasi terbesar dibandingkan dengan model persamaan yang lain. Tabel 3
memperlihatkan bahwa nilai koefisien determinasi antara keempat variabel yang
merupakan luaran WRF ternyata memiliki nilai perbedaan yang cukup besar. Jika
ditinjau dari domain yang lebih spesifik pemberian domain ternyata berpengaruh
cukup signifikan dalam meningkatkan nilai koefisien determinasi variabel
khususnya untuk RH dan angin sedangkan suhu mengalami penurunan. Suhu
memiliki nilai koefisien determinasi yang lebih besar dibandingkan ketiga
variabel yang lain tetapi nilai korelasinya tidak berbeda jauh dengan CH. Walpole
(1993) menerangkan nilai koefisien korelasi menggambarkan keeratan hubungan
antara variabel X dan variabel Y atau dalam penelitian ini keeratan hubungan

13
antara data luaran model dengan observasi. Data luaran model WRF untuk suhu
dan CH memiliki koefisien korelasi terbesar lebih dari 0.6 dibandingkan dengan
variabel yang lain dengan nilai p-value sebesar 5%. Berdasarkan hal tersebut
pengembangan prakiraan suhu dan CH suatu wilayah dengan WRF memiliki
peluang yang sangat besar untuk dikembangkan.
Nilai RMSE untuk keempat variabel ternyata tidak memiliki berbedaan
yang besar antara domain satu dan dua. Penurunan nilai RMSE untuk ukuran
domain yang lebih spesifik hanya mempengaruhi nilai RMSE variabel suhu
sedangkan pemberian domain yang lebih spesifik pada variabel RH meningkat
kan nilai RMSE. Pada variabel angin dan CH domain yang lebih spesifik tidak
mengubah nilai RMSE. Prabha dan Hoogenboom (2008) dalam penelitiannya
memperoleh nilai RMSE untuk suhu 2 m dengan nilai rata-rata lebih dari 2 oC dan
sudah dikatakan baik tetapi nilai koefisien korelasinya melebihi 0.9. Jika
dibandingkan dengan nilai RMSE penelitian ini, berarti akurasi model yang
dihasilkan masih termasuk kategori yang baik khususnya untuk suhu dengan nilai
RMSE dibawah 1.5 oC tetapi nilai korelasi masih rendah sekitar 0.6 untuk suhu
dan CH.
Nilai RMSE menurut Wilks DS (1995) menggambarkan akurasi dari suatu
sistem prakiraan. Nilai RMSE merupakan akar dari nilai MSE ( Mean Square
Error). Suatu forecast dikatakan baik jika memiliki nilai RMSE yang hampir
mendekati nol. Jika nilainya semakin besar mengindikasikan forecast yang
dihasilkan kurang baik. Penggunaan MSE untuk melihat error forecast lebih baik
daripada MAE (Mean Abslote Error) walaupun keduanya sama-sama
dipergunakan dalam proses akurasi forecast pada perhitungan skalar. Hal tersebut
karena penggunaan kuadrat pada persamannya maka MSE lebih sensitif terhadap
error yang besar dibandingkan dengan MAE. Merujuk pada hal tersebut, luaran
model WRF sebenarnya telah mampu menggambarkan kondisi cuaca wilayah
kajian tetapi belum secara sempurna. Untuk meningkatkan akurasi model maka
diperlukan suatu solusi yang mampu mendekati nilai luaran model WRF dengan
data observasi di lapangan yang terukur pada stasiun pengamatan. Diharapkan
melalui pemberian solusi tersebut nilai RMSE dapat dikurangi dan tingkat akurasi
model dapat lebih ditingkatkan.
Jika melihat pola persebaran suhu, angin dan RH antara kedua domain
memiliki pola yang hampir serupa. Hal itu menandakan bahwa pemberian domain
yang lebih spesifik tidak mempengaruhi luaran model WRF. Nilai ketiga variabel
memiliki fluktuasi harian yang sangat besar. Hal tersebut terjadi karena wilayah
kajian berada di wilayah tropis yang memiliki fluktuasi khususnya untuk suhu dan
RH yang besar secara diurnal dibandingkan dengan variasi musimannya. Nilai RH
(kelembaban relatif) tidak menggambarkan jumlah uap air di udara melainkan
rasio antara mixing ratio aktual dan mixing ratio jenuh terhadap air pada suhu dan
tekanan sama. Dapat pula dinyatakan sebagai rasio antara tekanan uap aktual
dengan tekanan uap jenuh. Nilai rasio tersebut mengindikasikan jumlah
maksimum uap air yang diperlukan untuk menjenuhkan udara. Kondisi angin
selama tiga hari mulai dari tanggal 26 Januari 2013 pukul 11.00 LT berdasarkan
data observasi, dominan berasal dari barat daya dengan kecepatan 0-6 m/s
sedangkan data luaran model kecepatan angin berkisar 2-11 m/s dengan arah
dominan yang sama dengan data observasi (Lampiran 5) untuk wilayah validasi

14
Ngurah Rai. Hal tersebut menunjukkan data angin luaran model WRF memiliki
nilai lebih tinggi dibandingkan dengan data observasi.

(a)

(b)

Gambar 4 Perbandingan pola suhu, angin dan RH Ngurah Rai-Bali luaran
model WRF ( ___ ) dan observasi ( ---- ) (a) domain 1 (4 x 4 km2),
(b) domain 2 (1 x 1 km2)
Perlu diketahui bahwa model WRF menghasilkan nilai CH kumulatif
sehingga untuk memperoleh data dengan interval 3 jam maka dilakukan
penyesuaian terlebih dahulu agar data yang diperoleh hanya menggambarkan
kondisi setiap tiga jam tanpa adanya akumulasi CH. Proses validasi menggunakan
data TRMM 3B42 dengan interval waktu per 3 jam. Nilai CH keluran WRF yang
bernilai dibawah 0.5 mm diasumsikan tidak terjadi hujan. Data TRMM yang
dipergunakan memiliki resolusi horizontal 0.25 x 0.25 derajat atau 27.83 x 27.83
km2. TRMM memanfaatkan sensor PR ( Radar Precipitation ) dan TMI ( TRMM
Microwave Imager ) dalam mengambil data hujan (Levina et al. 2008). Juaeni

15

CH (mm)

(2010), menerangkan data TRMM memiliki beberapa keunggulan yaitu cakupan
wilayahnya luas, kemampuan memetakan variasi curah hujan spasial dan temporal
dan resolusi data curah hujan hingga 5 km. Sama seperti hasil luaran RH, angin
dan suhu, model WRF tidak secara sempurna mampu menggambarkan kondisi
CH pada wilayah kajian untuk validasi yaitu Ngurah Rai. Kondisi CH untuk
Ngurah Rai pada 26 Januari 2013 pukul 11.00 LT-29 Januari 2013 pukul 08.00
LT didominasi tidak terjadi hujan terlihat dari data luaran model WRF dan
TRMM walaupun terdapat pengecualian untuk waktu-waktu tertentu dengan
intensitas hujan yang tidak begitu besar. Skok et al. (2010) dalam penelitian
menjelaskan terdapat nilai CH yang lebih besar pada luaran model WRF
dibandingkan dengan data TRMM. Ketika dianalisis ternyata hal tersebut
dikarenakan masa hidup obyek CH pada TRMM lebih pendek dibandingkan
dengan simulasi WRF, pola pergerakan yang berbeda antara TRMM (Timur dan
Barat) dengan WRF (dominan ke Barat) dan pola lintasan yang lebih halus pada
model WRF dibandingkan dengan TRMM. Setelah diamati ternyata nilai CH
untuk domain 1 dan 2 sama sehingga yang ditampilkan ( Gambar 5 ) hanya
domain 2 yang telah mampu mewakilkan kondisi pada domain 1. Jika mengacu
Olson et al.(2012) dalam penelitiannya terhadap prediksi curah hujan di Alaska
menjelaskan bahwa prediksi cuaca untuk curah hujan lebih akurat jika dihitung
akumulasinya dibandingkan secara hari per hari.
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1114172023 2 5 8 1114172023 2 5 8 1114172023 2 5 8
26-Jan-13

27-Jan-13

28-Jan-13

29-Jan13

Time (LT)
model

TRMM

Gambar 5 Curah hujan (mm) Ngurah Rai-Bali TRMM dan luaran model WRF
domain 2 (1x1km2)
Koreksi Luaran Model
Model merupakan penyederhanaan dari sistem. Jika dikaji secara
mendalam keseluruhan dari proses yang terjadi di atmosfer tidak secara sempurna
dapat digambarkan oleh model. Mengingat keterbatasan dari model dengan
berbagai asumsi yang mempermudah dalam tahapan analisis lanjut
mengakibatkan luaran model tidak dapat secara sepenuhnya menghasilkan luaran
yang sangat mirip dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Oleh karena itu,
diperlukan adanya koreksi terhadap hasil luaran model sehingga hasil yang

16
dikeluarkan model memiliki nilai yang hampir mirip dengan kondisi di lapangan
atau data observasi.
Hal yang sama dilakukan dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian
sebelumnya nilai yang dikeluarkan model belum cukup baik menggambarkan
kondisi atmosfer (data observasi). Solusi yang dipergunakan dalam pendekatan
nilai model WRF dengan data observasi yaitu dengan mengubah konstanta yang
dihasilkan ketika melakukan pemplotan antara data model WRF pada sumbu X
dan data observasi pada sumbu Y. Persamaan hasil pemplotan antara data model
WRF dan observasi merupakan persamaan polinomial orde tiga, sehingga
persamaan tersebut memiliki empat konstanta yang akan diubah dengan bantuan
Solver pada Microsoft Excel. Diharapkan dengan mengubah keempat konstanta
tersebut dapat dihasilkan persamaan baru yang mampu mendekati luaran model
dengan data observasi bahkan sama persis dengan nilai observasi.
Tabel 4 Nilai RMSE model suhu (oC), RH (%) , CH (mm) dan angin (m/s)

Model
Suhu
RH
CH
Angin

RMSE
Domain Sebelum Setelah
koreksi
koreksi
1
1.11
0.93
2
1.09
0.93
1
7.52
5.20
2
7.63
4.93
1
0.84
0.11
2
0.84
0.11
1
3.40
1.30
2
3.40
1.30

Solver merupakan tool yang terdapat pada Microsoft Excel yang dapat
dipergunakan secara gratis. Solver dikembangkan oleh Frontline Systems Inc.
Tool ini mampu memberikan perubahan pada beberapa cell (konstanta pada
persamaan) agar memiliki nilai yang nantinya mampu mendekatkan nilai data
model dengan data observasi. Sistem kerjanya yaitu mengevaluasi setiap nilai
hasil persamaan sesuai dengan target cell yang telah ditentukan dan mengubah
nilai konstanta (changing cell). Penggunaan matrik partial derivatives digunakan
untuk menentukan gradien respon inputan dan mengubah nilai-nilai changing cell
(konstanta) mendekati nilai observasi (Billo 2007).
Penggunaan solver sebagai solusi persamaan memiliki peranan yang baik
dalam mendekatkan nilai model dengan data observasi. Nilai RMSE keempat
variabel yang dihasilkan model dapat diperkecil. Pengurangan RMSE suhu
sebesar 16 %, RH 35 %, angin 62% dan CH mencapai 87%. Pemberian domain
yang lebih spesifik berpengaruh terhadap pengurangan RMSE khususnya pada
nilai RH yang dihasilkan oleh WRF setelah dilakukan pemberian solusi pada
solver. Berdasarkan hal tersebut kombinasi antara penggunaan prakiraan cuaca
dengan WRF dan penyelesaian solusi dengan solver merupakan kombinasi yang
baik dalam proses prakiraan cuaca jangka pendek karena meningkatkan akurasi
luaran model.

17

Gambar 6 Curah hujan (mm) Ngurah Rai-Bali luaran model WRF setelah koreksi
dan TRMM untuk domain 2 (1x1 km2)

(a)

(b)

Gambar 7 Perbandingan pola suhu, angin dan RH Ngurah Rai-Bali antara luaran model
WRF setelah dikoreksi ( ___ ) dan observasi ( ---- ) (a) domain 1 (4 x 4
km2), (b) domain 2 (1 x 1 km2)

18

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemanfaatan WRF sebagai alat untuk melakukan prediksi cuaca jangka
pendek memiliki peluang besar untuk dikembangkan. Luaran model WRF yang
memiliki keterkaitan yang besar dengan data observasi yaitu CH dan suhu.
Penggunakan kombinasi solver terbukti mampu menurunkan nilai RMSE luaran
model WRF baik itu untuk nilai CH, RH, angin dan suhu. Pengurangan nilai
RMSE terbesar terjadi pada nilai CH.
Saran
Penelitian ini memiliki potensi untuk dikembangkan kedepannya. Penulis
menyarankan untuk membangun komputer klaster dengan kapasitas penyimpanan
yang lebih besar untuk melakukan penjalanan program dalam prediksi cuaca.
Dalam penelitian ini penjalanan program dilakukan dengan menggunakan PC
umum sehingga memerlukan waktu yang lama dalam penghasilkan nilai luaran.
Pemilihan parameter fisik yang sesuai perlu dipertimbangkan agar dapat
menghasilkan luaran model yang mirip dengan kondisi di lapangan (data
observasi).

DAFTAR PUSTAKA
Ahrens CD. 2007. Meteorology Today. Ed ke-8. USA (US): Thomson
Brooks/Tole.
Billo EJ.2007. Excel for Scientists and Engineers Numerical Method. USA (US):
A John Wiley and Sons Inc.
Cavaros T, Hewitson B.2002. Relative performance of empirical predictors of
daily precipitation. Lugano,Zwietzerland. 2:349-354.
Etherton B,Santos P.2008.Sensivity of WRF forecasts for South Florida to initial
conditions.American
Meteorological
Society.23:725740.doi:10.1175/2007WAF2006115.1.
Handoko.1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk
Pertanian. Bogor (ID): Departemen Geofisika dan Meteorologi, IPB.
Ihshaish H, Cortes A, Senar MA.2012.Towards improving numerical weather
predictions by evolutionary computing techniques. Procedia Computer
Science.9:1056-1063.doi:10.1016/j.procs.2012.04.114.
Juaeni I.2010.Pengembangan Pemanfaatan Data TRMM untuk Menunjang
Ketahanan Pangan. Bandung (ID): LAPAN.
Levina, Fauzi M, Diniyah R, Windatiningsih D.2008. Korelasi data hujan dari
POS hujan dengan citra TRMM. Kolokium Hasil Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Air [Internet]. Bandung (ID): Pusat Litbang
Sumber Daya Air. [diunduh 2013 Jul 6]. Tersedia pada:
http://www.dirgantara-lapan.or.id/moklim/publikasi/2008/full/paper_1__rew-akhir_-penelitian-ariefs-dkk-ultah%20LAPAN.pdf

19
Min Hu X, Gammon JWN, Zhang F. Evaluation of three planetary boundary layer
schemes in the WRF Model.2010. American Meteorologi Society.49:18311844.doi:10.1175/2010JAMc2432.1.
Muttaqin AS. 2011. Potensi pemanfaatan luaran model NWP untuk prediksi cuaca
jangka pendek studi kasus: Pontianak, Pekanbaru, Semarang, Surabaya
dan Palu[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Olsson PQ, Volz KP, Liu H.2012.Forecasting near-surface weather conditions and
precipitation in Alaska’s Prince William Sound with the PWS-WRF modeling system.Continental Shelf Research.doi:10.1016/j.csr.2011.12.012.
Prabha T, Hoogenboom G. 2008. Evaluation of the weather research and
forecasting for two frost events.Computer and Electronic in Agriculture.
64:234-247.
Pemda Provinsi Bali (ID)