Pengujian Price Reversal Jangka Pendek Atas Penurunan Harga Saham Pada Indeks Lq-45 Di Indonesia

(1)

SKRIPSI

PENGUJIAN PRICE REVERSAL JANGKA PENDEK ATAS PENURUNAN HARGA SAHAM PADA INDEKS LQ-45

DI INDONESIA

OLEH

DONARTAULI PERWITA S 110502171

PROGRAM STUDI STRATA 1 MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ABSTRAK

“PENGUJIAN PRICE REVERSAL JANGKA PENDEK ATAS PENURUNAN

HARGA SAHAM PADA INDEKS LQ-45 DI INDONESIA”

Penelitian sebelumnya menemukan adanya fenomena baru dalam pergerakan harga saham yang disebut dengan fenomena price reversal. Fenomena ini berhubungan dengan hipotesis reaksi berlebihan.

Penelitian ini menguji pola pembalikan harga jangka pendek atas penurunan besar harga saham dengan sampel saham yang terdaftar secara konsisten pada LQ-45 di Indonesia. Penelitian ini menguji return saham yang mengikuti satu hari perubahan besar harga saham (-6% )dengan periode 2011 hingga 2013. Penelitian ini menggunakan data harian sedangkan perhitungan abnormal return

menggunakan Market Adjusted Model. Periode pengamatan dalam penelitian ini adalah 5 hari sebelum t=0 dan 20 hari setelah t=0.

Hasil penelitian melalui uji t mengidentifikasikan bahwa pada saham LQ-45 terjadi pembalikan harga dan mendukung overreaction hyphothesis. Akan tetapi terdapat perbedaan pola reversal antar industri. Saham industri jasa mengalami price reversal yang paling besar dan paling kuat diikuti saham industri manufaktur dan ekstraktif. Sementara itu, harga saham cenderung untuk terus mengalami kenaikan harga hingga t+20.

Kata Kunci: Penurunan Harga Saham, Price Reversal, Abnormal Return,


(3)

ABSTRACK

“A TESTING OF SHORT-TERM PRICE REVERSAL ON STOCK-PRICE DECREASES ON LQ-45 AT INDONESIA”

Recent research find a new phenomenon in the fluctiation of stock prices that called price reversal phenomenon. This phenomenon is related to overreaction hypothesis.

This reseacrh examine short-term price reversal of large stock price declines in the sample that consist of stocks listed on LQ-45 at Indonesia. This research test share return following one day big change of share price (-6%) period 2011 to 2013. This research use daily data, while abnormal calculation of return uses Market Adjusted Model. Period of perception in this research is 5 day before t=0 and 20 day after t=0.

The results of research from analysis that used t-test identify at stock listed LQ45 happened price reversal and tend to support the overreaction hypothesis. However, the revelsal patterns difers substantially across industries. Services stocks experience the largest and the strongest reversal patterns followed by manufaturing stocks and extractive industry. While the price of stocks exhibit a clear upward drift at lasts up to twenty days (after large price decreases).

Key Words: Stocks price Decreases, Price Reversal, Abnormal Return, Overreaction Hyphotesis, Market Adjusted Model.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menyertai penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengujian Price Reversal Jangka Pendek atas Penurunan Harga Saham pada Indeks LQ-45 di Indonesia”.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta ( Niel Adrien Sitanggang dan Hotmaita Girsang) yang memberi dukungan materi, motivasi dan inspirasi bagi penulis untuk selalu berusaha memberikan yang terbaik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada :

1. Bapak Prof, Dr. Azhar Maksum, SE. M. Ec, Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, ME dan Marhayanie, SE, Msi, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi dan Ibu Dra. Friska Sipayung MSi, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr, Isfenti Sadalia, ME, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan koreksi dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

5. Ibu Beby Kendida, SE, Msi, selaku dosen pembaca penilai yang banyak membantu dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Adikku (Ima Novita Sari Sitanggang, Thytin Priyanti Sitanggang, Rodo T. Parulian Sitanggang dan Prima Deardo Sitanggang) yang selalu memberikan dukungan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

7. Sahabat-sahabatku (Hermanto Dahulae, Yolanda Agatha T, Adelaide Chatherine Tambunan, Artha Linang Nainggolan, dan Elsa Tambunan) yang banyak memberikan motivasi. Terima kasih atas kebersamaan selama ini dan temen-teman S1 Manajemen stambuk 2011 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dari semua pihak. Semoda skripsi ini bermanfaat bagi yang membaca.

Medan, Maret 2015

Donartauli Perwita Sari Sitanggang NIM. 110502171


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Tinjauan Pustaka ... 9

2.1.1 Efisiensi Pasar Modal ... 9

2.1.2 Tiga Bentuk Efisiensi Pasar ... 10

2.1.3 Implikasi Pasar Modal yang Efisien ... 11

2.1.4 Pengaruh Informasi terhadap Harga Saham ... 12

2.1.5 Overreaction Hypothesis ... 14

2.1.6 Price Reversal (Pembalikan Harga) ... 17

2.2 Penelitian Terdahulu ... 18

2.3 Kerangka Pemikiran ... 26

2.4 Hipotesis Penelitian ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Jenis Penelitian ... 30

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

3.3 Batasan Operasional ... 30

3.4 Defenisi Operasional ... 31

3.4.1 Variabel Abnormal Return ... 31

3.4.2 Variabel Cumulative Abnormal Return ... 32

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

3.5.1 Populasi ... 33

3.5.2 Sampel ... 33

3.6 Jenis Data ... 35

3.7 Metode Pengumpulan Data ... 35

3.8 Teknik Analisis ... 36

3.8.1 Mean-adjusted Returns Model ... 37

3.8.2 Pengujian Hipotesis ... 39

3.8.2.1 Pengujian Hipotesis Pertama... 39


(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 44

4.1.1 Bursa Efek Indonesia ... 44

4.1.1.1 Sejarah ... 44

4.1.1.2 Mekanisme Perdagangan ... 46

4.1.1.2.1 Pesanan Nasabah ... 46

4.1.1.2.2 Satuan Perdagangan... 47

4.1.1.2.3 Biaya Transaksi ... 49

4.1.2 Indeks LQ-45 ... 50

4.2 Hasil Penelitian ... 51

4.2.1 Pengujian Terhadap Seluruh Sampel ... 51

4.2.2 Analisis Data ... 54

4.2.2.1 Analisis AR ... 54

4.2.2.2 Analisis CAR ... 56

4.2.2.2.1 CAR Periode Tiga Hari Setelah Event ... 56

4.2.2.2.2 CAR Periode T+4 hingga T+20 ... 57

4.3 Peranan Industri Terhadap Pola Pembalikan (Pengujian Hipotesis 2) ... 58

4.3.1 Analisis Abnormal Return dan Cumulative Abnormal Return ... 59

4.3.1.1 Industri Ekstraktif... 59

4.3.1.2 Industri Manufaktur ... 62

4.3.1.3 Industri Jasa ... 64

4.3.2 Analisis Cross-sectional Regression ... 67

4.4 Pembahasan ... 70

4.4.1 Pengujian Terhadap Seluruh Sampel ... 70

4.4.2 Peranan Industri Terhadap Pola Pembalikan ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

5.1 Kesimpulan ... 77

5.2 Saran ... 77


(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Penurunan IHSG LQ-45 ... 5

1.2 Penurunan Harga Saham dan Kapitalisasi Pasar ... 6

2.1 Penelitian Terdahulu ... 24

3.1 Jumlah Sampel Penelitian ... 34

3.2 Sampel Penelitian ... 35

4.1 Satuan Perubahan Harga ... 47

4.2 Biaya Transaksi ... 49

4.3 Daftar Perusahaan yang Dikeluarkan (Observasi) ... 51

4.4 Daftar Perusahaan Sampel Penelitian (Event) ... 52

4.5 Daftar Event Observasi Penelitian Seluruh Sampel ... 53

4.6 Hasil Uji Signifikansi AR untuk Seluruh Sampel ... 55

4.7 Hasil Uji Signifikansi CAR1-3 untuk Seluruh Sampel ... 57

4.8 Hasil Uji Signifikansi CAR4-20 untuk Seluruh Sampel ... 57

4.9 Pembagian Klasifikasi Industri dan Jumlah Observasi ... 59

4.10 Hasil Uji Signifikansi AR untuk Industri Ekstraktif ... 60

4.11 Hasil Uji Signifikansi CAR1-3 dan 4-20 untuk Industri Ekstraktif ... 61

4.12 Hasil Uji Signifikansi AR untuk Industri Manufaktur ... 62

4.13 Hasil Uji Signifikansi CAR1-3 dan 4-20 untuk Industri Manufaktur .... 63

4.14 Hasil Uji Signifikansi AR untuk Industri Jasa ... 65

4.15 Hasil Uji Signifikansi CAR1-3 dan 4-20 untuk Industri Jasa ... 66


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran ... 28

4.1 Grafik CAR untuk Seluruh Sampel... 58

4.2 Grafik CAR untuk Industri Ekstraktif ... 61

4.3 Grafik CAR untuk Industri Manufaktur ... 64


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Daftar Event Observasi Penelitian Seluruh Sampel ... 82

2 Daftar Event Observasi Industrial ... 83

3 Hasil Uji Signifikansi AR Tiga Hari Sesudah Event Seluruh Sampel ... 84

4 Hasil Uji Signifikansi AR Tiga Hari Sesudah Event Subsampel Ekstraktif ... 85

5 Hasil Uji Signifikansi AR Tiga Hari Sesudah Event Subsampel Manufaktur .. 86

6 Hasil Uji Signifikansi AR Tiga Hari Sesudah Event Subsampel Jasa ... 87

7 Hasil Uji Signifikansi CAR Tiga Hari Sesudah Event ... 88

8 Hasil Uji Signifikansi CAR T+4 hingga T+20 Sesudah Event ... 91

9 Hasil Regresi untuk Menentukan Perbedaan Tingkat Pembalikan ... 92


(11)

ABSTRAK

“PENGUJIAN PRICE REVERSAL JANGKA PENDEK ATAS PENURUNAN

HARGA SAHAM PADA INDEKS LQ-45 DI INDONESIA”

Penelitian sebelumnya menemukan adanya fenomena baru dalam pergerakan harga saham yang disebut dengan fenomena price reversal. Fenomena ini berhubungan dengan hipotesis reaksi berlebihan.

Penelitian ini menguji pola pembalikan harga jangka pendek atas penurunan besar harga saham dengan sampel saham yang terdaftar secara konsisten pada LQ-45 di Indonesia. Penelitian ini menguji return saham yang mengikuti satu hari perubahan besar harga saham (-6% )dengan periode 2011 hingga 2013. Penelitian ini menggunakan data harian sedangkan perhitungan abnormal return

menggunakan Market Adjusted Model. Periode pengamatan dalam penelitian ini adalah 5 hari sebelum t=0 dan 20 hari setelah t=0.

Hasil penelitian melalui uji t mengidentifikasikan bahwa pada saham LQ-45 terjadi pembalikan harga dan mendukung overreaction hyphothesis. Akan tetapi terdapat perbedaan pola reversal antar industri. Saham industri jasa mengalami price reversal yang paling besar dan paling kuat diikuti saham industri manufaktur dan ekstraktif. Sementara itu, harga saham cenderung untuk terus mengalami kenaikan harga hingga t+20.

Kata Kunci: Penurunan Harga Saham, Price Reversal, Abnormal Return,


(12)

ABSTRACK

“A TESTING OF SHORT-TERM PRICE REVERSAL ON STOCK-PRICE DECREASES ON LQ-45 AT INDONESIA”

Recent research find a new phenomenon in the fluctiation of stock prices that called price reversal phenomenon. This phenomenon is related to overreaction hypothesis.

This reseacrh examine short-term price reversal of large stock price declines in the sample that consist of stocks listed on LQ-45 at Indonesia. This research test share return following one day big change of share price (-6%) period 2011 to 2013. This research use daily data, while abnormal calculation of return uses Market Adjusted Model. Period of perception in this research is 5 day before t=0 and 20 day after t=0.

The results of research from analysis that used t-test identify at stock listed LQ45 happened price reversal and tend to support the overreaction hypothesis. However, the revelsal patterns difers substantially across industries. Services stocks experience the largest and the strongest reversal patterns followed by manufaturing stocks and extractive industry. While the price of stocks exhibit a clear upward drift at lasts up to twenty days (after large price decreases).

Key Words: Stocks price Decreases, Price Reversal, Abnormal Return, Overreaction Hyphotesis, Market Adjusted Model.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang (obligasi), ekuitas (saham), insrument derivatif, maupun instrument lainnya. Pasar modal berfungsi sebagai sarana penghubung antara para investor (pihak yang memiliki kelebihan dana) dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah (pihak yang membutuhkan tambahan dana) (Syahyunan, 2013:143). Investasi yang dilakukan investor pasti mengandung risiko tertentu. Disisi lain, investasi tersebut menjanjikan tingkat

return tertentu.

Para investor memerlukan berbagai informasi sebelum menentukan keputusan investasi. Investor harus mengikuti perkembangan pasar dan informasi karena pada dasarnya keberhasilan dari investasi ialah melakukan keputusan berdasarkan informasi (making well-informed decision), baik informasi yang dipublikasikan maupun informasi yang tidak dipublikasikan. Selain itu, investor juga membutuhkan informasi mengenai kondisi atau arah pergerakan pasar sehingga dapat membuat suatu keputusan yang tepat dalam melakukan pembelian atau penjualan saham. Dalam hal ini, informasi menjadi suatu hal yang sangat penting dalam menentukan keputusan yang akan diambil oleh para pelaku pasar.

Salah satu tema yang dominan dalam literatur keuangan dan juga menjadi acuan bagi para investor adalah konsep pasar modal yang efisien atau efficient


(14)

market hypothesis (EMH). Hipotesis ini menyatakan bahwa dalam pasar modal yang efisien, harga semua sekuritas yang diperdagangkan telah mencerminkan semua informasi yang tersedia sehingga investor tidak akan bisa memanfaatkan informasi yang tersedia tersebut untuk mendapatkan return abnormal di pasar. Dalam hal ini perubahan harga saham mengikuti pola random walks yang tidak tergantung pada perubahan harga yang terjadi di waktu lalu karena informasi baru juga terjadi secara random (tidak dapat diprediksi) (Tandelilin, 2010 : 111).

Elton dan Gruber (2005) dalam Swandewi dan Mertha (2013) yang menyatakan bahwa efisiensi pasar modal ditandai dengan informasi baru yang masuk dan respon secara cepat dan tepat yang langsung tercermin pada pergerakan harga saham. Di dalam pasar modal, jika harga sekuritas-sekuritas mencerminkan semua informasi yang relevan, maka pasar modal dikatakan efisien.

Seiring berjalannya waktu, penelitian mengenai pasar modal yang efisien semakin berkembang sedemikian rupa hingga adanya pendapat yang mengatakan bahwa return saham dapat dihitung dan menyediakan bukti terjadinya pola pembalikan (reversal) yang sistematis pada return saham. Hal ini didasari oleh perilaku investor sebagai individu yang mengambil sikap atau tindakan yang berbeda dalam menyikapi suatu informasi, baik dari segi waktu, frekwensi dan kuantitas pembelian saham. Sebagian para pelaku pasar bisa bereaksi berlebihan terhadap informasi, terlebih lagi jika informasi tersebut adalah informasi buruk, para pelaku pasar akan secara emosional segera menilai saham terlalu rendah. Untuk menghindari kerugian para investor akan berperilaku irrasional dan


(15)

menginginkan menjual saham-saham yang berkinerja buruk dengan cepat. Peristiwa yang dianggap dramatis oleh para investor, dapat menyebabkan para investor bereaksi secara berlebihan (overreaction). Reaksi berlebihan ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham dengan menggunakan return dari sekuritas yang bersangkutan. Fenomena ini disebut fenomena pembalikan harga atau price reversal. Reaksi ini dapat diukur dengan abnormal return dari sekuritas yang ada.

Return saham ini akan menjadi terbalik dalam fenomena reaksi berlebihan. Saham-saham yang biasanya diminati pasar dan mempunyai return tinggi, akan menjadi kurang diminati. Sedangkan saham-saham yang bernilai rendah dan kurang diminati akan mulai dicari oleh pasar. Kondisi ini akan mengakibatkan

return saham yang sebelumnya tinggi menjadi rendah, dan return yang sebelumnya rendah akan menjadi tinggi. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya abnormal return positif dan negatif.

Penelitian ini menggunakan pergerakan harga saham harian (jangka pendek) karena informasi bergerak dengan cepat dan pergerakan informasi tersebut sangat mempengaruhi harga penutupan saham setiap hari. Hasil penelitian mengenai pola perubahan return saham di pasar modal memberikan kesimpulan yang berbeda-beda dan beragam. Mereka menjelaskan fenomena harga saham yang tidak normal ini sebagai bukti bahwa pasar bereaksi secara berlebihan (overreaction) dalam merespon suatu informasi. Kelompok saham yang disebut loser yaitu kelompok saham yang konsisten mengalami penurunan besar harga, sedangkan kelompok saham yang disebut kelompok winner yaitu kelompok saham yang konsisten mengalami kenaikan besar harga . Penyebab


(16)

perubahan besar harga pada saham golongan loser dan saham golongan winner, antara lain disebabkan karena adanya informasi buruk (bad news) dan informasi bagus (good news) yang diterima oleh para pelaku pasar, sehingga para pelaku pasar melakukan reaksi.

Di Indonesia, saham-saham perusahaan besar dan likuid diwakili oleh saham-saham perusahaan yang termasuk dalam perhitungan indeks LQ-45. Indeks LQ-45 merupakan kumpulan 45 saham dengan likuiditas dan kapitalisasi yang tinggi yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Saham- saham yang termasuk dalam LQ-45 umumnya merupakan saham perusahaan besar dengan investor yang dominan adalah investor lembaga yang umumnya memiliki informasi yang lebih unggul dalam hal kecepatan dan kualitas dibandingkan investor individu. Selain itu, investor lembaga juga dikelola oleh profesional sehingga mereka diharapkan tidak menjadi overreaction baik ketika menerima informasi positif maupun informasi positif.

Data awal yang berhasil dikumpulkan dari salah satu perusahaan yang terdaftar pada indeks LQ-45, menunjukkan bahwa perubahan harga saham besar-besaran umumnya diikuti oleh perubahan kembali harga kearah yang berlawanan pada hari berikutnya atau yang dikenal dengan fenomena pembalikan harga saham. Fakta tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1, yang menampilkan hari perdagangan yang mengalami penurunan harga secara besar-besaran, yaitu hari perdagangan yang mengalami perubahan indeks harga saham gabungan (IHSG) diatas 10 poin (penurunan harga saham sesuai kriteria sampel penelitian).


(17)

Penentuan awal penurunan harga ditentukan berdasarkan angka indeks saham gabungan (IHSG) dengan melihat selisih harga pembukaan dan penutupan pada satu hari perdagangan tertentu. Perubahan harga dengan tanda negatif menunjukkan terjadinya penurunan harga. Hari-hari perdagangan yang ditampilkan dalam Tabel 1.1 telah diseleksi dan hanya terdiri dari hari-hari perdagangan yang mengalami perubahan harga besar-besaran pada satu hari tertentu yang diikuti oleh perubahan harga ke arah yang berlawanan pada hari berikutnya.

Tabel 1.1

Penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) LQ-45

Tanggal Harga Pembukaan Harga Penutupan Perubahan

16 Agustus 2013 771,7 758,86 -12,84

19 Agustus 2013 750,12 708,09 -42,03

26 Agustus 2013 691,02 677,89 -13,13

27 Agustus 2013 672,47 651,87 -20,6

2 September 2013 701,48 678,82 -22,66

4 September 2013 686,24 673,61 -12,63

20 September 2013 789,91 773,93 -15,98

24 September 2013 766,34 749,2 -17,14

30 September 2013 729,22 712,9 -16,32

12 November 2013 745,08 731,16 -13,92

13 November 2013 725,5 714,8 -10,7

15 November 2013 734,4 722,07 -12,33

20 November 2013 740,58 727,09 -13,49

26 November 2013 722,25 700,21 -22,04

6 Januari 2014 709,84 699,56 -10,28

Sumber : www.yahoofinance.com (data diolah)

Penurunan harga saham cenderung mempengaruhi kapitalisasi pasar (dalam hal ini mengalami penurunan). Kapitalisasi pasar adalah nilai sebuah perusahaan berdasarkan perhitungan harga pasar saham dikalikan dengan jumlah saham yang beredar. Jika harga saham suatu perusahaan di pasar meningkat dan


(18)

semakin banyak jumlah saham yang beredar di pasar akan membuat kapitalisasi pasar perusahaan itu semakin besar. Demikian sebaliknya, jika harga saham menurun maka kapitalisasi perusahaan tersebut menurun. Fakta tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.2, yang menampilkan penurunan harga saham dan diikuti penurunan kapitalisasi pasar perusahaan. Penentuan nama perusahaan didasarkan pada saham perusahaan yang terdaftar pada indeks LQ-45 (yang merupakan sampel penelitian) dan memiliki kapitalisasi terbesar ( kategori 5 besar) serta mengalami penurunan harga pasar dan diikuti penurunan kapitalisasi pasar. Harga saham dan kapitalisasi pasar perusahaan BMRI, SMGR, GGRM, INTP dan UNTR tahun 2012 mengalami penurunan pada tahun 2013.

Tabel 1.2

Penurunan Harga Saham dan Kapitalisasi Pasar (dalam Rupiah)

Kode Perusahaan

Tahun 2012 Tahun 2013

Harga Penutupan

Kapitalisasi Harga Penutupan

Kapitalisasi

BMRI 8,100.00 187,109,999,991,900.00 7,850.00 181,334,999,992,150.00 SMGR 15,850.00 94,014,592,000,000.00 14,150.00 83,931,008,000,000.00 GGRM 56,300.00 108,326,154,400,000.00 42,000.00 80,811,696,000,000.00 INTP 22,450.00 82,643,651,642,550.00 20,000.00 73,624,633,980,000.00 UNTR 19,700.00 73,483,662,179,200.00 19,000.00 70,872,567,584,000.00

Sumber: www.sahamok.com dan www.idx.co.id (data diolah)

Dengan adanya penurunan harga saham dan perubahan kapitalisasi pasar pada saham-saham LQ-45 peneliti ingin menguji apakah terjadi reversal dalam jangka pendek setelah terjadi penurunan besar (t+1 hingga t+3) dan mengetahui bagaimana pergerakan saham tersebut dalam jangka waktu yang lebih panjang (t+4 hingga t+20). Lebih lanjut, peneliti juga tertarik untuk meneliti apakah terjadi perbedaan dalam pola pergerakan harga saham sesudah event, antar industri yang


(19)

berbeda. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Benou & Richie (2003).

Berdasarkan uraian fenomena, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul : “Pengujian Price Reversal Jangka Pendek atas Penurunan Besar Harga Saham pada Indeks LQ-45 di Indonesia.”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Apakah terjadi price reversal dalam jangka pendek setelah penurunan besar (sama atau lebih dari 6 % dalam satu hari perdagangan) bagi saham-saham yang tercatat dalam indeks LQ-45 ?

2. Apakah terjadi perbedaan pola reversal antar industri yang berbeda?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah, yaitu :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah terjadi price reversal dalam jangka pendek setelah penurunan besar ( sama atau lebih dari 6 % dalam satu hari perdagangan) bagi saham-saham yang tercata dalam indeks LQ-45.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah terjadi perbedaan pola reversal


(20)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi pelaku pasar khususnya investor, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan strategi investasi lebih baik dalam menginvestasikan dananya di pasar modal.

2. Bagi akademis, memberikan bukti empiris yang dapat menambah informasi bagi ilmu pengetahuan manajemen keuangan khususnya mengenai pasar modal serta sebagai referensi bagi peneliti yang akan datang.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Efisiensi Pasar Modal

Pasar efisien adalah pasar dimana harga semua sekuritas yang diperdagangkan telah mencerminkan semua informasi yang tersedia (Tandelilin, 2010). Dalam hal ini, informasi yang tersedia bisa meliputi semua informasi yang tersedia baik informasi di masa lalu (misalkan laba perusahaan tahun lalu), maupun informasi saat ini (misalkan rencana kenaikan dividen tahun ini), serta informasi yang bersifat sebagai pendapat/ opini rasional yang beredar di pasar yang bisa mempengaruhi perubahan harga.

Terdapat beberapa kondisi yang harus terpenuhi untuk tercapainya pasar yang efisien. Menurut Tandelilin (2010 : 113), pasar efisien dapat dicapai dengan beberapa kondisi :

1. Ada banyak investor yang rasional dan berusaha untuk memaksimalkan profit. 2. Semua pelaku pasar dapat memperoleh informasi pada saat yang sama dengan

cara yang murah dan mudah.

3. Informasi yang terjadi bersifat random.

4. Investor bereaksi secara cepat terhadap informasi baru, sehingga harga sekuritas akan berubah sesuai dengan perubahan nilai sebenarnya akibat informasi tersebut.


(22)

2.1.2 Tiga Bentuk Efisiensi Pasar

Berdasarkan informasi-informasi yang tersedia di pasar, Fama (1970) dalam Tandelilin (2010 : 114-115) mengklasifikasikan bentuk pasar yang efisien ke dalam tiga kategori, yaitu :

1. Efisien dalam bentuk lemah (weak form)

Pasar efisien dalam bentuk lemah berarti semua informasi di masa lalu (historis) akan tercermin dalam harga yang terbentuk sekarang. Oleh karena itu, informasi historis tersebut (seperti harga dan volume perdagangan di masa lalu) tidak bisa lagi digunakan untuk memprediksi perubahan harga di masa yang akan datang, karena sudah tercermin pada harga saat ini. Implikasinya adalah bahwa investor tidak akan bisa memprediksi nilai pasar saham di masa yang akan datang dengan menggunakan data historis.

2. Efisien dalam bentuk setengah kuat (semistrong)

Pasar efisien dalam bentuk setengah kuat menyatakan bahwa harga saham di samping dipengaruhi oleh data pasar (harga saham dan volume perdagangan masa lalu), juga dipengaruhi oleh semua informasi yang dipublikasikan (seperti

earning, dividen, pengumuman stock split, penerbitan saham baru, dan kesulitan keuangan yang dialami perusahaan). Pada pasar yang efisien dalam bentuk setengah kuat ini, investor tidak dapat berharap mendapakan return abnormal jika strategi perdagangan yang dilakukan hanya didasari oleh informasi yang telah dipublikasikan. Sebaliknya jika pasar tidak efisien maka akan ada lag dalam proses penyesuaian harga terhadap informasi baru, dan situasi ini dapat digunakan investor untuk mendapatkan return abnormal.


(23)

Dalam situasi adanya lag seperti ini, investor bisa melakukan analisis fundamental (analisis yang mencoba mengestimasi nilai inrinsik sekuritas berdasarkan data-data yang terpublikasi seperti earning dan penjualan) untuk memperoleh return abnormal pada pasar yang tidak efisien dalam bentuk setengah kuat ini.

3. Efisien dalam bentuk kuat (strong form)

Pasar efisien dalam bentuk kuat menyatakan bahwa semua informasi baik yang terpublikasi atau tidak dipublikasikan, sudah tercermin dalam harga sekuritas saat ini. Dalam bentuk efisien kuat ini tidak akan ada seorang investor pun yang bisa memperoleh return abnormal.

2.1.3 Implikasi Pasar Modal yang Efisien

Investor yang percaya bahwa pasar dalam kondisi yang tidak efisien akan menerapkan strategi aktif. Untuk itu mereka akan melakukan analisis-analisis baik analisis teknis maupun analisis fundamental. Sedangkan, bagi investor yang percaya pasar dalam kondisi efisien, akan cenderung menerapkan strategi perdagangan pasif, dengan membentuk portofolio yang bisa mereplikasi indeks pasar. Investor seperti ini percaya bahwa tidak ada satu investor pun yang dapat memperoleh return yang lebih besar dari return pasar.

Implikasi hipotesis pasar efisien terhadap investor yang berinvestasi di pasar modal bisa juga dilihat dari implikasinya terhadap investor yang menerapkan analisis teknikal maupun analisis fundamental dalam penilaian dan pemilihan saham. Bagi investor yang menerapkan analisis teknikal, mereka pada dasarnya percaya bahwa pergerakan harga saham di masa datang bisa diprediksi


(24)

dari data pergerakan harga saham di masa lampau. Dengan demikian, investor yang menerapkan analisis teknikal akan bergantung pada informasi masa lalu (historis) tentang data harga dan volume perdagangan saham, untuk memperkirakan harga saham di masa yang akan datang. Dalam situasi seperti ini, jika hipotesis pasar efisien dalam bentuk telah benar, maka tindakan investor yang melakukan analisis teknikal sudah tidak akan memberi nilai tambah lagi bagi investor, karena harga pasar saham yang terjadi sudah mencerminkan semua informasi pergerakan harga dan volume saham historis.

Sedangkan implikasi hipotesis pasar efisien terhadap investor yang melakukan analisis fundamental. Analisis fundamental merupakan analisis saham yang dilakukan dengan mengestimasi nilai intrinsik saham berdasar informasi fundamental yang telah dipublikasi perusahaan (seperti laporan keuangan, perubahan dividen dan lainnya) untuk menentukan keputusan menjual atau membeli saham. Dalam situasi seperti ini, jika hipotesis pasar efisien dalam bentuk setengah kuat adalah benar, dimana semua informasi fundamental yang dipublikasikan perusahaan sudah tercermin dalam harga pasar, maka tindakan investor yang melakukan analisis fundamental untuk memperoleh abnormal return juga sudah tidak bermanfaat lagi.

2.1.4 Pengaruh Informasi terhadap Harga Saham

Seberapa cepat dan benar informasi ini diserap oleh harga sekuritas ditentukan oleh tingkat efisiensi pasar modal (Kusumawardhani, 2001).Dalam pasar yang kompetitif, keseimbangan harga suatu aset ditentukan oleh penawaran yang tersedia dan permintaan agregat. Keseimbangan harga ini mencerminkan


(25)

konsensus bersama antar semua partisipan pasar tentang nilai dari aktiva tersebut berdasarkan informasi yang tersedia. Jika informasi baru yang relevan masuk ke pasar yang berhubungan dengan suatu aktiva, informasi ini akan digunakan untuk menganalisis dan menginterpretasikan nilai dari aktiva yang bersangkutan. Akibatnya kemungkinan terjadi pergeseran kepada keseimbangan harga yang baru sangat besar keseimbangan harga ini akan terus bertahan sampai suatu informasi baru lainnya merubahnya kembali ke harga ekuilibrium yang baru (Jogiyanto, 2008) dalam Yull dan Kirmizi (2012).

Dalam pasar efisien, perilaku harga sekuritas akan berfluktuasi secara

random disekitar nilai sebenarnya. Hal ini disebabkan karena informasi dapat ditangkap oleh investor secara jelas, sehingga tidak terjadi kesalahan penetapan harga. Apabila estimasi investor terhadap nilai sesungguhnya saham benar dan konsisten antara pembeli dan penjual, maka harga saham akan berfluktuasi dalam batas tertentu dari nilai sesungguhnya. Perbedaan pendapat yang lebih besar terhadap nilai saham sesungguhnya bisa menyebabkan penyimpangan harga yang lebih besar. Di samping itu, harga sekuritas di dalam pasar efisien akan merespon informasi segera setelah informasi diterima.

Informasi merupakan faktor utama terhadap perubahan suatu harga saham. Adanya perubahan informasi yang diterima oleh para pelaku pasar akan mempengaruhi tindakan mereka dalam berinvestasi di pasar modal. Para pelaku pasar cenderung menitikberatkan informasi terkini dan mengabaikan informasi di masa lalu. Sehingga bila ada informasi negatif yang berkaitan dengan saham-saham yang dimiliki investor, investor akan melakukan penjualan besar-besaran


(26)

terhadap saham yang dimiliki. Penjualan tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan harga yang tajam dan dalam waktu yang singkat. Hal ini mengindikasikan pemikiran investor yang tidak rasional. Seiring berjalannya waktu, ketika para investor sadar bahwa reaksi mereka berlebihan dalam menanggapi informasi-informasi tersebut, maka secara perlahan-lahan terjadi

price reversal saham tersebut (Benou dan Richie, 2003).

2.1.5 Overreaction Hypothesis

Market overreaction terjadi karena dalam pengambilan keputusan untuk membeli atau menjual saham, investor mendasarkan pada emosi, pengalaman, dan intuisi mereka. Untuk mendapat keuntungan dari berita-berita yang diinginkan atau untuk mengurangi hasil yang bertentangan dari berita-berita yang tidak diinginkan, para investor harus bereaksi secara cepat terhadap informasi baru. Secara umum investor cenderung untuk bereaksi terlalu berlebihan terhadap peristiwa-peristiwa luar biasa dan informasi baru; dan mereka cenderung untuk mengabaikan informasi yang lebih lama (Jones, 2005) dalam Kusumawardhani (2001) . Investor biasanya akan memasang tarif yang terlalu tinggi terhadap suatu berita yang dianggap bagus dan memasang tarif yang rendah untuk berita-berita yang dianggap kurang bagus.

Overreaction hyphothesis menyatakan agar ketika para investor bereaksi terhadap berita-berita yang tidak diantisipasi yang akan menguntungkan saham suatu perusahaan, peningkatan harga akan lebih besar daripada yang seharusnya diberikan informasi tersebut yang selanjutnya akan menghasilkan penurunan harga saham. Sebaliknya, reaksi yang berlebih terhadap berita-berita yang tidak


(27)

diantisipasi yang diperkirakan berdampak merugikan keberadaan ekonomi perusahaan, akan memaksa harga turun terlalu jauh, diikuti koreksi yang selanjutnya akan menaikkan harga.

Pasar pada umumnya menunjukkan reaksi yang berlebihan terhadap informasi baru, terutama informasi buruk (Kusumawardhani, 2001). Hal ini dapat berarti para investor seharusnya membeli saham-saham yang mempunyai informasi pesimis dan yang mengalami penurunan harga. Anomali ini disebut dengan overreaction hypothesis. Overreaction hypothesis diturunkan dari premis bahwa dalam merespon informasi baru, para pelaku pasar cenderung untuk memberikan bobot yang berlebihan pada informasi terakhir. DeBondt dan Thaler (1985) menyatakan bahwa dalam overreaction hypothesis pada dasarnya pasar telah bereaksi secara berlebihan terhadap informasi. Dalam hal ini, para pelaku pasar cenderung menetapkan harga terlalu tinggi sebagai reaksi terhadap berita

yang dinilai “baik” (good news). Sebaliknya mereka akan memberikan harga terlalu rendah sebagai reaksi terhadap kabar buruk (bad news). Kemudian fenomena ini berbalik ketika pasar menyadari telah bereaksi berlebihan. Pembalikan ini ditunjukkan oleh turunnya (secara drastis) harga saham yang sebelumnya berpredikat winner dan/atau naiknya harga saham yang sebelumnya berpredikat loser.

Return jangka panjang yang dapat diprediksi untuk menunjukkan pasar bereaksi secara berlebihan terhadap informasi, bertentangan dengan pasar efisien yang menyatakan bahwa harga saham menyesuaikan secara cepat dan benar terhadap informasi baru. Maka dapat dikatakan bahwa keberadaan reaksi


(28)

berlebihan menunjukkan bahwa pasar tidak efisien dalam bentuk lemah, setengah kuat, dan kuat (Dissanaike, 1997) (dalam Kusumawardhani, 2001). Namun Atkin dan Dyl (1990) berpendapat bahwa bukti keberadaan reaksi berlebihan adalah belum cukup untuk mengatakan pasar tidak efisien. Uji efisiensi pasar hendaknya dilakukan dengan menguji lebih jauh apakah investor dapat memperoleh keuntungan selama periode pembalikan. Apabila investor tidak dapat memanfaatkan pembalikan untuk memperoleh keuntungan, maka pasar adalah efisien dalam bentuk lemah. Artinya, bahwa investor tidak dapat menggunakan data masa lalu dalam hal ini fenomena pembalikan yang mengikuti perubahan besar harga saham untuk memanfaatkan abnormal return sebagai keuntungan. Hal ini juga berarti bahwa adanya keuntungan selama periode pembalikan memungkinkan diterapkannya suatu strategi investasi tertentu dalam perdagangan saham.

Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa overreaction hypothesis dari investor dalam menilai suatu informasi menyebabkan saham dinilai terlalu tinggi atau rendah, kemudian pada saat investor menyadari kekeliruannya maka akan terjadi pergerakan harga saham yang berlawanan sebagai tindakan koreksi. Kondisi ini menggambarkan suatu pembalikan arah harga saham, dengan demikian dapat dikatakan bahwa overreaction hypothesis dapat diketahui melalui adanya pembalikan arah harga saham setelah munculnya suatu informasi baru. Adanya overreaction di pasar modal menimbulkan beberapa implikasi bagi investor, yaitu :


(29)

1. Memungkinkan investor memperoleh abnormal return, karena dalam market overreaction investor dapat melakukan strategi membeli saham pada waktu menjadi loser dan menjualnya pada saat saham tersebut berbalik menjadi

winner atau disebut juga sebagai strategi kontrarian.

2. Menunjukkan bahwa pasar modal terdiri dari investor yang rasional maupun yang irrasional. Lebih dari itu jika pasar overreact terhadap informasi baru, maka harga dapat diprediksi berdasarkan harga masa lalu, sehingga pasar tidak efisien dalam bentuk setengah kuat dan kuat (Dinawan(2007)).

3. Pasar yang terbukti overreact atau investor yang melakukan strategi kontrarian, akan berdampak kepada investor yang akan memperoleh abnormal return

melalui perdagangan dalam posisi yang tepat baik sebelum maupun sesudah

event.

2.1.6 Price Reversal (Pembalikan Harga)

Pembalikan harga (price reversal) didefinisikan sebagai perubahan arah yang tiba-tiba dari harga suatu saham, indeks, komoditas, atau derivative security. Pembalikan ini terjadi karena adanya permintaan/penawaran yang berlebih sehingga terjadi perubahan terhadap kecenderungan yang selama ini telah terbentuk. Reversal effect adalah efek pembalikan rata-rata return yang merupakan sebutan lain untuk anomali winner-loser yaitu kecenderungan saham yang memiliki kinerja buruk (loser) akan berbalik menjadi saham yang memiliki kinerja baik (winner) pada periode berikutnya dan begitu juga sebaliknya (DeBondt dan Thaler, 1985).


(30)

Pola pembalikan harga semacam ini mendasari anomali di pasar modal yang merupakan penyimpangan dari hipotesis efisiensi pasar modal yang dikenal dengan anomali winner-loser. Dengan kata lain, adanya anomali winner-loser di pasar modal memungkinkan investor melakukan strategi membeli saham pada waktu menjadi loser dan menjualnya pada saat saham tersebut berbalik menjadi

winner. Sehingga investor dapat memperoleh keuntungan abnormal yang signifikan (Kusumawardhani (2001)).

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitan pertama dalam konteks literatur keuangan yang menunjukkan bukti empiris terjadinya pembalikan harga di pasar modal (price reversal) di pasar modal adalah peneliian yang dilakukan oleh De Bondt & Thaler (1985). Penelitian De Bondt & Thaler ini mencoba meyelidiki apakah perilaku memainkan peranan pada tingkat pasar dan dapat mempengaruhi harga saham. Penelitian ini menggunakan data pasar saham Amerika dari tahun 1962-1982. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan membentuk dua portofolio, yaitu yang terdiri atas saham yang berkinerja baik selama tiga sampai lima tahun di masa lalu sebagai saham winner dan saham yang berkinerja buruk selama tiga sampai lima tahun di masa lalu sebagai saham loser. Penelitian ini menemukan bahwa saham-saham yang sebelumnya berkinerja buruk (loser) pada periode selanjutnya berkinerja baik dengan abnormal return positif atau saham-saham yang tadinya berkinerja baik (winner) pada periode selanjutnya mengalami kinerja yang buruk dengan abnormal return negatif, dimana hal ini merupakan fenomena pembalikan (reversal) pada periode selanjutnya.


(31)

Atkins dan Dyl (1990) melakukan pengujian mengenai reaksi berlebihan jangka pendek dan perilaku return saham setelah satu hari perubahan besar harga saham. Langkah pertama mereka memilih 300 hari perdagangan secara acak selama periode Januari 1975 sampai Desember 1984. Dari masing-masing hari perdagangan kemudian dibentuk portofolio winner dan loser dengan memilih masing-masing tiga saham yang mengalami persentase penurunan terbesar (loser)

dan tiga saham yang mengalami persentase kenaikan terbesar (winner), sehingga total enam saham dipilih dalam satu hari dan menghasilkan 1800 observasi. Kemudian mereka menghitung actual return untuk menentukan apakah terdapat

abnormal return selama hari-hari berikutnya. Dalam menentukan abnormal return ini, mereka menggunakan tiga jenis pendekatan, pertama yaitu mean adjusted return, dan kedua serta ketiga adalah dua versi dari metode market & risk adjustment return berdasarkan model pasar. Kesimpulan penelitian tersebut menunjukkan bahwa perubahan harga yang terjadi merupakan suatu bentuk reaksi berlebihan (overreaction). Saham-saham loser menghasilkan abnormal return

yang positif dan signifikan. Total abnormal return selama dua hari berturut-turut setelah penurunan tersebut adalah sebesar 2,26 %. Saham-saham winner

mengalami abnormal return yang negatif, namun besarnya lebih kecil dibandingkan pembalikan yang dialami saham-saham loser.

Bremer dan Sweeney (1991) mencoba menguji bagaimana perilaku saham pada hari-hari berikutnya setelah mengalami penuruna besar dalam satu hari perdagangan (minimal 10%) dengan menggunakan data harian. Dari penelitian tersebut mereka menemukan bahwa saham-saham tersebu mengalami pembalikan


(32)

sehingga menghasilkan return yang positif dan signifikan selama dua hari berturut-turut. Rata-rata pembalikan pada hari pertama sebesar 1,173% dan rata-rata pembalikan pada hari kedua kumulatif pembalikan ± 2,2 %. CAR selama tiga setelah event sebesar 2,6% dan signifikan secara satistik, menunjukan terjadinya

reversal sesudah peristiwa penurunan besar harga saham. Bremer dan Sweeney mencoba membuktikan apakah fenomena pembalikan ini berhubungan dengan anomali lain seperti weekend dan turn-of-the-year effect. Hasil penelitian mereka membuktikan bahwa fenomena pembalikan yang mereka temukan berbeda dari anomali lain tersebut. Bremer dan Sweeney menyatakan bahwa terjadinya

reversal ini mungkin dikarenakan illiquidty.

Cox & Peterson (1994) meneliti lebih lanjut mengenai dugaan Bremer & Sweeney tersebut. Penelitian ini menguji perilaku perilaku return sekuritas yang mengikuti penurunan harga besar ( miminal 10%) dalam satu hari perdagangan. Penelitian ini ingin menguji apakah reversal yang terjadi disebabkan oleh

overreaction atau lebih dikarenakan illiquidty. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bid ask spread dan derajat likuiditas menjelaskan pembalikan harga dalam jangka pendek. Mereka juga membagi fokus perhatian pada pergerakan harga saham selama tiga hari setelah event (t+1 hingga t+3) atau disebut short term dan pergerakan saham selama hari-hari berikutnya hingga hari kedua puluh setelah

event (t+4 hingga t+20), dan disebut longer-term. Mereka menemukan bahwa meskipun sekuritas yang mengalami penurunan harga besar mengalami pembalikan (reversal) dan menghasilkan abnormal return yang positif selama tiga


(33)

hari setelah penurunan tersebut, namun pada hari-hari berikutnya saham-saham tersebut menunjukkan kinerja yang buruk.

Salah satu penelitian yang khusus menguji overreaction pada saham perusahaan besar dan likuid adalah penelitian yang dilakukan oleh Benou & Richie (2003). Benou & Richie menguji pergerakan saham dalam jangka panjang setelah mengalami penurunan besar (>20 %) dalam harganya selama bulan tertentu. Penelitian ini membatasi fokus pada sampel penelitiannya yang berupa saham-saham perusahaan besar yang sangat likuid diperdagangkan di NSYE. Saham- saham perusahaan besar dianggap memiliki tingkat likuiditas yang tinggi dalam perdagangannya. Mengacu pada penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa terjadinya reversal lebih disebabkan oleh iiliquidity. Penelitian Benou & Richie ini menduga bahwa reversal tidak akan terjadi terhadap saham likuid yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, jika pun ada maka tidak akan terlalu kuat atau signifikan.

Hasil penelitian yang mereka temukan ternyata mereka mendapati bahwa setelah penurunan besar tersebut, saham-saham perusahaan besar mengalami

reversal dan memperoleh abnormal return positif dan signifikan selama satu tahun kemudian. Abnormal return yang positif dan signifikan tersebut mengindikasikan bahwa perubahan besar yang terjadi merupakan overreaction

dari sebagian investor.

Lebih lanjut, Benou & Richie menyelidiki apakah terdapat perbedaan pola

reversal antar industri yang berbeda dengan membagi sampel penelitiannya menjadi tiga klasifikasi industri yaitu teknologi, manufaktur dan industri jasa.


(34)

Benou & Richie menemukan bukti bahwa saham-saham perusahaan teknologi mengalami reversal yang paling kuat diantara klasifikasi industri yang ada, sebaliknya saham-saham perusahaan industri jasa cenderung akan terus mengalami penurunan harga yang terjadi secara signifikan. Hal ini mengindikasikan terjadinya underreaction pada sebagian investor yang bergerak di bidang industri jasa.

Di Indonesia penelitian yang menguji keberadaan price reversal telah dilakukan oleh Srihartati Kusumawardhani (2001). Penelitian ini menguji return

saham yang mengikuti satu hari besar harga saham di BEJ mulai tahun 1998 sampai dengan tahun 2000. Menggunakan uji korelasi dan regresi, dengan data harga saham harian, penelitian ini berusaha menemukan bukti bahwa reaksi berlebihan, bid-ask spread, firm size dan likuiditas berpengaruh terhadap fenomena price reversal. Lebih jauh, penelitian ini juga berusaha mencari bukti bahwa investor dapat memperoleh keuntungan abnormal selama hari penyesuaian setelah satu hari besar perubahan harga saham.

Konsisten dengan hasil penelitian terdahulu mengenai fenomena price reversal di BEJ, portofolio saham-saham loser mengalami pembalikan harga yang signifikan selama periode pengamatan, tetapi portofolio saham-saham winner

tidak menunjukkan perilaku yang sama. Hasil penelitian menunjukkan adanya bukti pengaruh reaksi berlebihan investor dalam fenomena price reversal dan hanya terdapat sedikit bukti yang signifikan bagi faktor-faktor bid-ask spread,

firm size, dan likuiditas. Penelitian ini juga menunjukkan bukti adanya keuntungan abnormal investor selama periode penyesuaian. Sehingga dianjurkan


(35)

kepada para investor untuk membeli saham-saham ketika harganya turun pada hari t0 dan t1 danmenjualnya pada saat harga meningkat selama hari penyesuaian. Susanti (2003) dalam Pane (2008) yang mencoba mempelajari fenomena pembalikan di BEJ. Dengan menggunakan data return harian, Susanti menemukan bahwa saham-saham loser mengalami pembalikan yang signifikan, sedangkan saham-saham winner tidak diperoleh pembalikan yang signifikan.

Selanjutnya, Manurung dan Priotomo (2005) dalam Pasaribu (2011) melakukan penelitian untuk membuktikan terjadinya gejala anomali overreaction

atas saham tekstil, retail, dan wholesaler di BEJ periode 2001-2003. Ia menggunakan pendekatan Bondt dan Thaler (portfolio saham winner-looser) dan memodifikasi penentuan kriteria winner dan looser. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa dengan menggunakan periode triwulan tidak membuktikan terjadinya anomali overreaction di Bursa Efek Jakarta, khususnya pada sektor industri tekstil, perdagangan besar produksi dan perdagangan eceran. Secara simultan, gejala anomali overreaction baru terjadi pada periode tahunan (tahun 2001-2002 dan 2002-2003). Dari hasil empiris tersebut mereka menyimpulkan bahwa semakin lama periode pembentukan dan observasi akan menyebabkan hasil yang diperoleh menjadi semakin baik atau signifikan. Lebih lanjut, mereka menyarankan bahwa strategi kontararian sangat berisiko dilakukan oleh investor dalam melakukan kegiatan investasinya terlebih setelah terbukti bahwa anomali

overreaction tidak terjadi di BEJ khususnya pada sektor industri tekstil, perdagangan besar dan perdagangan eceran.


(36)

Pasaribu (2011) meneliti gejala anomali overreaction di Bursa Efek Jakarta, khususnya saham yang tergabung kedalam LQ-45 periode 2003-2007. Dalam melakukan penelitian untuk membuktikan adanya anomali overreaction di BEJ, Pasaribu (2011) menggunakan metode dan cara perhitungan yang dilakukan oleh De Bondt-Thaler dalam melakukan formasi dan observasi atau pengujian perilaku return dari portofolio tersebut. Tidak seperti apa yang dilakukan oleh De Bondt-Thaler, dengan menggunakan lamanya periode formasi dan observasi yang masing-masing selama satu tahun, dua tahun, tiga tahun, dan lima tahun lamanya periode penelitian, disini ia hanya membagi lamanya periode penelitian menjadi 3 periode penelitian (rentang waktu), yaitu satu tahun, 6 bulan dan 3 bulan untuk masing-masing periode, baik itu periode formasi dan observasi portfolio. Berdasarkan hasil pengolahan data dapat disimpulkan bahwa gejala anomali

overreaction tidak terjadi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada seluruh periode (triwulan, semester, dan tahunan) khususnya saham yang tergabung dalam LQ-45. Hasil penelitian sebelumnya secara keseluruhan dapat dirangkum sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Penelitian

Model Analisis

Variabel

Penelitian Hasil Penelitian

1

DeBondt dan Thaler (1985), Journal of Finance

Does the Stock Market Overreact ? Market Adjusted Return Cumulative Abnormal Return Terdapat reaksi berlebihan dar investor dalam fenomena pembalikan harga saham. 2 Atkins dan Dyl (1990), Journal of Financial and Quantitatives Analysis Price Reversals, Bid-Ask Spread, and Market Efficiency Mean Adjusted Return dan Market Adjusted Return

Abnormal Return dan Bid Ask Spread

Perubahan harga yang terjadi merupakan reaksi berlebihan.


(37)

Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Penelitian

Model Analisis

Variabel

Penelitian Hasil Penelitian

3

Bremer dan Sweeney (1991), The Journal of Finace

The Reversal of Large Stock-Price Decreases Market Adjusted Return Cumulative Abnormal Return (CAR)

Hasil penelitian mereka membuktikan bahwa terjadi fenomena reversal. Pembalikan yang terjadi dikarenakan illiquidty.

4

Cox dan Peterson (1994), Journal of Finance Stock Return Following Large One-Day Declines:Eviden ce on Short Term Reversals and Longer Term Performance Mean Adjusted Return, Market Adjusted Return, Selisih harga bid dan selisih harga ask,TVA Cumulative Abnormal Return (CAR), Abnormal Return, Size, dan variabel dummy

Bid ask spread dan likuiditas pasar modal berpengaruh terhadap derajat pembalikan. Tidak ditemukan adanya korelasi antara hipotesis berlebihan dengan pembalikan harga saham.

5

Benou & Richie (2003), Journal of Eonomics and Finance

The Reversal of Large Stock Price Declines: The Case of Large Firms Market Adjusted Return Cumulative Abnormal Return Saham-saham perusahaan besar mengalami reversal dan terdapat perbedaan pola pembalikan antar industri.

6

Srihartati Kusumawardhani (2001), Thesis Universitas Diponegoro

Analisis Reaksi Berlebihan, Efek Bid Ask, Firm Size, dan Likuiditas dalam

Fenomena Price Reversal di BEJ

Regresi dan Korelasi

Abnormal Return, bid-ask spread, firm size, dan likuiditas

Adanya bukti pengaruh Overreaction Hypothesis Investor dalam fenomena price reversal dan hanya terdapat sedikit bukti bagi faktor bid-ask spread, firm size, dan likuiditas

7 Susanti (2003)

Pengujian Short Run Market Overreaction & Price Reversal di Bursa Efek Jakarta Market Adjusted Return Cumulative Abnormal Return

Saham-saham loser

mengalami pembalikan yang signifikan, sedangkan saham-saham winner tidak diperoleh pembalikan yang signifikan.

8 Manurung dan Priotomo (2005). ”Jurnal Keuangan dan Perbankan” Anomali Overreaction di BEJ: Peneliian Saham Tekstil, Retailer dan Wholesaler Market Adjusted Return Cumulative Abnormal Return

Anomali overreaction tidak terjadi di BEJ khususnya pada sektor industri tekstil, perdagangan besar dan perdagangan eceran. 9 Pasaribu (2011), “Journal of Economics and Business” Anomali Overreaction di Bursa Efek Indonesia: Penelitian Saham LQ-45 Market Adjusted Return Cumulative Abnormal Return

Gejala anomali overreaction tidak terjadi di Bursa Efek Indonesia pada seluruh periode khususnya saham yang tergabung dalam LQ-45.


(38)

2.3 Kerangka Pemikiran

Overreacion dapat terjadi pada investor karena dalam pengambilan keputusan untuk membeli atau menjual saham, investor menggunakan emosi, pengalaman, dan instuisi mereka (Dinawan, 2007). Hal-hal seperti ini dapat membuat seseorang menjadi tidak rasional saat dituntut untuk membuat keputusan atas informasi tertentu dalam kondisi yang penuh dengan ketidakpastian.

Pada penelitian ini, penulis mencoba meneliti bagaimana perilaku harga saham-saham yang terdaftar di indeks LQ-45, setelah mengalami penurunan besar dalam satu hari perdagangan. Peneliti meneliti apakah saham-saham tersebut mengalami

price reversal atau tidak. Digunakannya periode pengamatan (t=-5) sebelum peristiwa perubahan besar harga saham adalah untuk menghindari bias akibat

dramatic event lain. Sedangkan alasan digunakan periode (t=20) setelah perubahan besar harga saham adalah untuk mengetahui adanya pembalikan yang terjadi, karena jika periode terlalu pendek akan sulit mengidentifikasi pembalikan. Hal ini juga mempertimbangkan kondisi pasar modal yang masih dalam tahap berkembang .Periode pengamatan ini mengikuti periode pengamatan yang digunakan oleh Bremer Sweeney (1991) dan Pane (2008). Peneliti melakukan pengujian atas pergerakan harga saham dalam jangka pendek (t+1 hingga t+3) dan pergerakan saham dalam jangka yang lebih panjang (t+4 hingga t+20) sesudah penurunan besar terjadi.

Pada penelitian ini, peneliti menghitung abnormal return dari masing-masing saham dengan menggunakan metode Market Adjusted Model seperti yang dikemukakan oleh DeBondt dan Thaler (1985). Jika abnormal return setelah


(39)

perubahan besar harga saham signifikan dan mengalami perubahan kearah yang berlawanan (naik/turun), maka berarti terdapat pembalikan harga (Kusumawardhani, 2001).

Setelah didapat hasil analisis yang membuktikan apakah pasar saham Indonesia, khususnya LQ-45, mengalami price reversal atau tidak, fenomena tersebut akan diuji lebih lanjut berdasarkan klasifikasi industri yang ada dengan mengacu pada penelitian Benou & Richie (2003).

Setelah sampel dikelompokkan berdasarkan klasifikasi industri (ekstraktif, manufaktur, jasa) peneliti menghitung AAR dan CAR masing-masing industri. Selanjutnya dilakukan analisis regresi crosssection menggunakan ordinary least square (OLS).


(40)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, berikut hipotesis yang diajukan :

Pemilihan Sampel

Perhitungan Abnormal Return t-5 hingga t+20 Menggunakan Mean-Adjusted Model

Uji t

Menghitung AAR dan CAR Pengumpulan Data Perdagangan Harian Selama Periode Penelitian (2011-2013)

Tidak Terjadi Price Reversal Terjadi Price Reversal

Membagi sampel berdasarkan klasifikasi industri (ekstraktif,

manufaktur, jasa)

Menghitung AAR dan CAR serta uji t (masing-masing industri)

Analisis regresi cross-section

dengan ordinary least square


(41)

Hipotesis Pertama

Atkins & Dyl (1990) dan Bremer & Sweeney (1991) menemukan bahwa saham-saham yang mengalami penurunan harga besar dalam satu hari perdagangan memperoleh abnormal return yang positif dan signifikan pada hari berikutnya, hal ini menunjukkan adanya pola pembalikan (price reversal) jangka pendek.

H0 : Saham-saham LQ 45 yang mengalami penurunan besar pada harganya tidak mengalami price reversal.

H1 : Saham-saham LQ 45 yang mengalami penurunan besar pada harganya mengalami price reversal.

Hipotesis Kedua

Masing-masing industri memiliki karakteristik tersendiri, begitu juga ekspekstasi investor berbeda untuk masing-masing industri. Hal ini memungkinkan tingkat pembalikan harga yang berbeda antar industri. Benou & Richie (2003) menemukan bukti bahwa saham teknologi mengalami pola pembalikan yang paling besar dan kuat, diikuti saham manufaktur, sementara saham industri jasa menunjukkan penurunan selama tiga tahun.

H0 : Tidak terdapat perbedaan antar indusri dalam pola pembalikan (reversal) yang terjadi.

H1 : Terdapat perbedaan antar indusri dalam pola pembalikan (reversal) yang terjadi.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lainnya (Sugiyono, 2008: 57).

Penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena. Disebut sebagai penelitian deskriptif karena sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu menggambarkan pergerakan abnormal return di sekitar event (penurunan besar harga) yang terjadi dan menggambarkan pola pergerakan abnormal return tersebut antar industri yang berbeda.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui media internet dengan situs seperti www.idx.co.id dan www.yahoofinance.com. Waktu penelitian direncanakan dari Desember 2014 sampai Maret 2015.

3.3 Batasan Operasional

Batasan operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Perusahaan yang secara berturut-turut terdaftar dalam 6 (enam) periode indeks LQ-45, yaitu : periode Februari 2011-Juli 2011, Agustus 2011- Januari 2012, Februari 2012- Juli 2012, Agustus 2012- Januari 2013, Februari 2013-Juli 2013, dan Agustus 2013- Januari 2014.


(43)

2. Variabel yang digunakan dalam menguji perilaku harga saham setelah penurunan besar harga adalah price reversal.

3.4 Defenisi Operasional

Variabel-variabel utama yang digunakan pada penelitian ini adalah price reversal. Pembalikan harga saham (price reversal) merupakan fenomena perubahan arah harga saham setelah terjadinya suatu perubahan besar dalam harga saham dalam satu hari perdagangan tertentu. Price reversal selanjutnya dapat diidentifikasi melalui adanya abnormal return baik melalui perubahan average abnormal return (AAR) maupun cumulative abnormal return (CAR).

3.4.1 Variabel Abnormal Return

Abnormal return adalah perbedaan antara return aktual dengan return yang diharapkan dari saham i pada periode t. Rumus yang digunakan untuk memperoleh AR adalah sebagai berikut :

Ari,t = Ri,t - Eri,t Keterangan :

Ari,t = Abnormal Return Saham i pada periode t

Ri,t = Return sesungguhnya terjadi saham i pada periode t

Eri,t = Expected Return (return yang diharapkan) saham i pada periode t

Sementara itu Ri,t ( daily return) dihitung dengan rumus :


(44)

Pi,t-1 = Harga penutupan saham i pada hari t-1

Sedangkan Eri,t, diestimasi sebagai mean daily return dengan perhitungan sebagai berikut (Atkins dalam Pane (2008)) :

dimana, = expected return

= return saham i pada hari t N = banyaknya observasi

Untuk sejumlah N peristiwa, average abnormal return (AARt) dihitung dengan rumus (Benou & Richie (2003)) :

dimana, = average abnormal return pada hari t = abnormal return saham i pada hari t N = banyaknya observasi

3.4.2 Variabel Cumulative Abnormal Return

Cumulativeabnormal return merupakan penjumlahan abnormal return

hari sebelumnya didalam periode peristiwa untuk masing – masing saham dengan rumus sebagai berikut :

dimana, = Cumulative abnormal return saham i pada hari t Ari,t = Abnormal return saham i pada hari t


(45)

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian 3.5.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan go public di Indonesia yang terdafar dalam indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian.

3.5.2 Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan pendekatan non probability sampling, yaitu dengan metode purposive sampling. Dasar yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah populasi yang memenuhi kriteria tertentu. Adapun kriteria-kriteria tersebut adalah:

1. Saham- saham yang terdaftar dalam indeks LQ-45 selama periode penelitian, yaitu periode Februari 2011- Juli 2011 hingga periode Agustus 2013- Januari 2014.

2. Saham yang dimasukkan dalam sampel penelitian harus mengalami penurunan harga minimal 6 % dalam satu hari perdagangan. Hal ini dilakukan sesuai dengan penelitian sebelumnya yang juga meneliti reversal jangka pendek atas penurunan harga saham( diantaranya Bremer & Sweeney (1991) dan Cox &Peterson (1994)). Penurunan sebesar 6% dianggap penurunan besar atas harga saham yang diakibatkan oleh informasi baru yang tidak terduga sebelumnya, sehingga memberikan kesempatan yang baik untuk meneliti apakah harga menyesuaikan dengan penuh dan cepat terhadap informasi, apakah harga menyesuaikan secara sebagian (lambat) terhadap informasi


(46)

baru, atau apakah harga menyesuaikan secara berlebihan terhadap informasi baru.

3. Harga saham ketika terjadi penurunan adalah seribu rupiah atau lebih. Hal dilakukan sesuai penelitian yang dilakukan oleh Permana (2005) dalam Pane (2011). Beberapa penelitian di luar Indonesia ( seperti Bremer & Sweeney (1991) dan Cox & Peterson (1994)) membatasi penelitiannya pada saham-saham yang memiliki harga minimal $10 sebelum penurunan. Hal ini untuk menghindari reversal yang terjadi disebabkan saham-saham bernilai kecil. 4. Jika butir 2 dan butir 3 terjadi maka hal ini disebut event dan hari saat event

diperoleh disebut event date (t=0).

5. Saham yang terpilih sebagai sampel harus tetap diperdagangkan hingga dua puluh hari setelah event (periode pengamatan).

Tabel 3.1

Ringkasan Perhitungan Sampel Penelitian

No Kriteria Sampel Penelitian Jumlah

Sampel 1 Total Perusahaan yang Terdaftar di Indeks LQ-45 45 2 Tidak terdaftar dalam indeks LQ-45 periode Februari

2011-Juli 2011 sampai periode Agustus 2013-Januari 2014

(20) 3 Perusahaan dengan harga saham di bawah Rp 1.000 (4)

Jumlah Sampel Penelitian 21

Sumber : www.idx.co.id dan www.sahamok.com (data diolah)

Berdasarkan kriteria sampel yang telah dijelaskan sebelumnya maka diperoleh sampel penelitian sebanyak 21 perusahaan. Adapun sampel yang diteliti seperti Tabel 3.2 :


(47)

Tabel 3.2 Sampel Penelitian

Sumber : www.idx.co.id dan www.sahamok.com (data diolah)

3.6 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder kuantitatif yang berasal dari hasil publikasi Bursa Efek Indonesia (BEI), internet, buku-buku referensi, dan literatur-literatur ilmiah yang berkaitan dengan penelitian.

3.7 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi dan metode studi pustaka. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data perusahaan yang tergabung dalam Indeks LQ45

No Kode Nama Perusahaan

1 AALI Astra Agro Lestari Tbk. 2 ASII Astra Internanational Tbk.

3 BBCA Bank Central Asia Tbk.

4 BBNI Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 5 BBRI Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

6 BDMN Bank Danamon Indonesia Tbk.

7 BMRI Bank Mandiri (Persero) Tbk.

8 GGRM Gudang Garam Tbk.

9 INCO Vale Indonesia Tbk.

10 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk. 11 INTP Indocement Tunggal Prakasa Tbk. 12 ITMG Indo Tambangraya Megah Tbk. 13 JSMR Jasa Marga (Persero) Tbk.

14 KLBF Kalbe Farma Tbk.

15 LSIP PP London Sumatra Indonesia Tbk. 16 PGAS Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.

17 PTBA Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk. 18 SMGR Semen Gresik (Persero) Tbk.

19 TLKM Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. 20 UNTR United Tractors Tbk.


(48)

di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode Februari 2011- Juli 2011 hingga periode Agustus 2013- Januari 2014. Data tersebut berasal dari berbagai sumber, antara lain: Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui situs www.idx.co.id, www.yahoofinance.com, www.sahamok.com, literatur yang berhubungan, serta sumber pendukung lainnya.

3.8 Teknik Analisis

Konsep reversal pada hakikatnya adalah suatu peristiwa dimana terjadi suatu pembalikan dari kondisi sebelumnya. Dalam penelitian ini price reversal

yang dimaksud merupakan suatu kondisi dimana return suatu saham yang sebelumnya bernilai positif (negatif) pada suatu periode akan bergerak ke arah sebaliknya menjadi negatif (positif) pada periode selanjutnya dengan signifikan.

Penelitian ini menggunakan kriteria dimana saham yang dimasukkan sampel penelitian mengalami penurunan minimal 6% selama satu hari perdagangan. Beberapa metode telah diterapkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya dalam melakukan penelitian mengenai anomali price reversal. Dalam penelitian ini, peneliti tertarik menguji keberadaan fenomena price reversal sesuai dengan metode yang digunakan Atkins & Dyl (1990), Bremer & Sweeney (1991) serta Cox Peterson (1994). Mereka menguji fenomena price reversal dengan mengamati pergerakan harga saham setelah terjadi perubahan harga besar dalam satu hari perdagangan. Hal ini sesuai dengan argumen Atkins & Dyl dalam penelitiannya bahwa perubahan besar harga saham dalam satu hari perdagangan kemungkinan besar disebabkan oleh informasi baru yang tak terduga yang berhubungan dengan nilai saham tersebut.


(49)

Melalui metode ini, keberadaan price reversal dapat dibuktikan dengan adanya abnormal return yang positif dan signifikan setelah penurunan besar terjadi. Banyak cara yang diajukan peneliti-peneliti sebelumnya dalam menghitung abnormal return. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan mean-adjusted return untuk menghitung abnormal return. Seperti peneliti-peneliti sebelumnya, penelitian ini menggunakan variabel abnormal return dan cumulative abnormal return dalam menguji perilaku harga saham setelah terjadi penurunan besar harga dalam satu hari perdagangan.

3.8.1 Mean-adjusted Returns Model

Menurut Jogiyanto (2008) Mean Adjusted Model atau Model disesuaikan rata-rata menganggap bahwa return ekspektasi bernilai konstan yang sama dengan rata-rata return realisasi sebelumnya selama periode estimasi (estimation period). Besarnya abnormal return dihitung dengan menggunakan Market Adjusted Model

seperti yangdikemukakan oleh DeBondt dan Thaler (1985).

Untuk mengetahui perilaku harga saham, diperlukan perhitungan rata-rata

abnormal return terlebih dahulu. Perhitungan rata-rata abnormal return

dilakukan pada setiap sampel penelitian dari t=-5 hingga t=+20 dengan fokus pengamatan pada tiga hari setelah penurunan besar terjadi (sesuai dengan penelitian Pane (2008)). Hal ini berdasarkan penelitian Bremer & Sweeney (1991) yang menemukan abnormal return dan CAR positif selama tiga hari setelah penurunan terjadi. Pengamatan terhadap pegerakan harga saham diperpanjang dengan memperhatikan AR pada periode sesudahnya, yaitu t+4 hingga t+20. Hal


(50)

ini sesuai dengan penelitian yang ditemukan oleh Cox & Peterson bahwa pada periode tersebut harga saham cenderung terus mengalami penurunan.

Langkah-langkah mengidentifikasi terjadinya price reversal :

1. Identifikasi peristiwa penurunan besar harga saham (t=0) untuk menentukan sampel.

2. Menghitung ( daily return) dengan rumus : Keterangan :

Pi,t = Harga saham sekarang, yaitu harga penutupan hari t. Pi,t-1 = Harga penutupan saham i pada hari t-1

3. Menghitung expected return (ERi,t), diestimasi sebagai mean daily return

dengan perhitungan sebagai berikut (Atkins dalam Pane (2008)) :

dimana, = expected return

= return saham i pada hari t N = banyaknya observasi

4. Abnormal return diperoleh dengan rumus sebagai berikut (Tandelilin, 2010: 127) :

ARi,t = Ri,t - E(Ri,t)

dimana, ARi,t = Abnormal Return Saham i pada periode t

Ri,t = Return sesungguhnya terjadi saham i pada periode t


(51)

periode t

Untuk sejumlah N peristiwa, average abnormal return (AARt) dihitung dengan rumus (Benou & Richie (2003)) :

dimana, = average abnormal return pada hari t = abnormal return saham i pada hari t N = banyaknya observasi

5. Menghitung Cumulative Abnormal Return

CAR dapat dihitung dengan rumus (Dinawan, 2007) :

dimana, = Cumulative abnormal return saham i pada hari t ARi,t = Abnormal return saham i pada hari t

6. Melakukan uji t atas abnormal return harian untuk menguji tingkat signifikansi AR seluruh sampel.

7. Menarik kesimpulan terjadi atau tidaknya price reversal berdasarkan hasil yang diperoleh.

3.8.2 Pengujian Hipotesis

3.8.2.1 Pengujian Hipotesis Pertama

H0 : Saham-saham LQ 45 yang mengalami penurunan besar pada harganya tidak mengalami price reversal.


(52)

H1 : Saham-saham LQ 45 yang mengalami penurunan besar pada harganya mengalami price reversal.

Secara statisik dapat dirumuskan sebagai berikut : :

: µt > 0

dimana , µt adalah average abnormal return saham-saham pada hari t

Pengujian hipotesis pertama dengan menggunakan two-tailed t test, dengan perhitungan (Bremer & Sweeney ) :

̅ dimana, = t-statistik untuk hari t setelah event

̅ = average abnormal return pada hari t

= crossectional sample standard deviation untuk hari t setelah event

Apabila t lebih besar dari tabel dan dan bernilai positif setelah t=0 (antara t+1 hingga t+3), maka dapa disimpulkan pasar mengalami overreaction dan telah terjadi price reversal setelah terjadi peristiwa penurunan harga besar.

3.8.2.2 Pengujian Hipotesis Kedua

H0 : Tidak terdapat perbedaan antar indusri dalam pola pembalikan (reversal) yang terjadi.

H1 : Terdapat perbedaan antar indusri dalam pola pembalikan (reversal) yang terjadi.

Secara statistik dapat dirumuskan sebagai berikut : H0 : = = 0


(53)

H1 : = 0

Pengujian hipotesis kedua akan digunakan dua cara (sesuai dengan penelitian yang dilakukan Pane (2008)). Cara pertama melalui analisis AR dan CAR seperti yang dilakukan untuk menguji hipotesis pertama, perbedaannya

event observasi dibagi menjadi tiga berdasarkan klasifikasi industrinya. Cara kedua melalui analisis regresi crosssection yang diestimasi menggunakan

ordinary least square (OLS). Model persamaannya adalah sebagai berikut :

CARi = + AROi + D1i + D2i + dimana, CARi = cumulative abnormal return

AROi = AR untuk hari yang mengalami penurunan besar harga, t=0

D1i = variabel dummy, dimana nilainya 1 jika perusahaan termasuk dalam industri manufaktur, dan nilai 0 untuk yang lainnya

D2i = variabel dummy, dimana nilainya 1 jika perusahaan termasuk dalam industri ekstraktif, dan nilai 0 untuk yang lainnya

= koefisien regresi OLS = error term

Persamaan yang diperoleh sebagai berikut : 1. Industri Ekstraktif

CARi = + AROi + D2i + 2. Industri Manufaktur

CARi = + AROi + D1i + 3. Industri Jasa


(54)

Di Bursa Efek Indonesia terdapat 9 klasifikasi industri. Mengacu pada Pane (2008) dikarenakan alasan penyederhanaan model, peneliti membagi klasifikasi menjadi tiga klasifikasi. Dalam penelitian ini, klasifikasi industri dibagi menjadi industri manufaktur, industri ekstraktif, dan industri jasa. Menurut Asnawi et al (2006) dalam Pane (2008), perusahaan yang dimasukkan ke dalam industri manufaktur ialah perusahaan yang bergerak sektor industri barang konsumsi, industri dasar & kimia dan aneka industri. Perusahaan yang dimasukkan kedalam industri ekstraktif ialah perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan dan pertanian, sedangkan perusahaan yang dimasukkan kategori industri jasa ialah perusahaan yang bergerak di sektor keuangan, sektor infrastruktur, utilitas & transportasi, sektor perdagangan jasa & investasi serta sektor properti & real estate.

Pembagian sektor industri ini sesuai dengan pembagian sektor yang terdapat di BEI yang terbagi atas sembilan sektor, yaitu:

a. Sektor Primer (Ekstraktif) 1. Pertanian

2. Ekstrakif

b. Sektor Sekunder (Manufaktur) 3. Industri Dasar Kimia

4. Aneka Industri

5. Industri Barang Konsumsi c. Sektor Tersier (Jasa)


(55)

7. Transformasi dan Infrastruktur 8. Keuangan

9. Perdagangan, Jasa dan Investasi

Jika ditemukan nilai dan berbeda signifikan dari nol, maka dapat disimpulkan klasifikasi memainkan peranan dalam menjelaskan fenomena perbedaan pola price reversal.

Selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik yaitu uji heteroskedastisitas yang diestimasi menggunakan ARCH. Masalah pada heteroskedastisitas pada data dapat dihilangkan melalui Generalized Least Square (Nachrowi, et al 2008: 135). Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2006).


(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1 Bursa Efek Indonesia

4.1.1.1 Sejarah

Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.

Pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Pengawasan dan pelaksanaan kegiatan Bursa Efek dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Sampai tahun 1988 perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta relatif sepi karena hanya 24 saham perusahaan yang diperdagangkan.


(1)

88

Hasil Uji Signifikansi CAR Tiga Hari Sesudah Event

a. Seluruh Sampel

Hypothesis Testing for CAR1_3 Date: 03/11/15 Time: 21:18 Sample: 1 3

Included observations: 3

Test of Hypothesis: Mean = 0.000000 Sample Mean = 0.682263

Sample Std. Dev. = 0.397391

Method Value Probability

t-statistic 2.973680 0.0969

b. Subsampel Ekstrakif

Hypothesis Testing for CAR1_3 Date: 03/11/15 Time: 21:20 Sample: 1 3

Included observations: 3

Test of Hypothesis: Mean = 0.000000 Sample Mean = 0.726153

Sample Std. Dev. = 1.116744

Method Value Probability

t-statistic 1.126251 0.3770

c. Subsampel Manufaktur

Hypothesis Testing for CAR1_3 Date: 03/11/15 Time: 21:21 Sample: 1 3

Included observations: 3

Test of Hypothesis: Mean = 0.000000 Sample Mean = 0.973530

Sample Std. Dev. = 1.387448

Method Value Probability

t-statistic 1.215327 0.3482


(2)

Hasil Uji Signifikansi CAR Tiga Hari Sesudah Event

d. Subsampel Jasa

Hypothesis Testing for CAR1_3 Date: 03/11/15 Time: 21:23 Sample: 1 3

Included observations: 3

Test of Hypothesis: Mean = 0.000000 Sample Mean = 0.439897

Sample Std. Dev. = 0.105828

Method Value Probability


(3)

90

Hasil Uji Signifikansi CAR T+4 Hingga T+20

a. Seluruh Sampel

Hypothesis Testing for CAR_4_20 Date: 03/11/15 Time: 21:26 Sample: 1 17

Included observations: 17

Test of Hypothesis: Mean = 0.000000 Sample Mean = 0.359487

Sample Std. Dev. = 0.609085

Method Value Probability

t-statistic 2.433491 0.0271

b. Subsampel Ekstraktif

Hypothesis Testing for CAR4_20 Date: 03/11/15 Time: 21:28 Sample: 1 17

Included observations: 17

Test of Hypothesis: Mean = 0.000000 Sample Mean = 0.203892

Sample Std. Dev. = 1.179885

Method Value Probability

t-statistic 0.712500 0.4864

c. Subsampel Manufaktur

Hypothesis Testing for CAR4_20 Date: 03/11/15 Time: 21:29 Sample: 1 17

Included observations: 17

Test of Hypothesis: Mean = 0.000000 Sample Mean = 0.300409

Sample Std. Dev. = 1.180252

Method Value Probability

t-statistic 1.049452 0.3096


(4)

Hasil Uji Signifikansi CAR T+4 Hingga T+20

d. Subsampel Jasa

Hypothesis Testing for CAR4_20 Date: 03/11/15 Time: 21:30 Sample: 1 17

Included observations: 17

Test of Hypothesis: Mean = 0.000000 Sample Mean = 0.516721

Sample Std. Dev. = 0.831898

Method Value Probability


(5)

92

Hasil Regresi untuk Menentukan Perbedaan Tingkat Pembalikan

Antar Industri

Dependent Variable: CAR1-3 Method: Least Squares Date: 03/10/15 Time: 11:43 Sample: 1 37

Included observations: 37

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.414762 1.705042 0.243256 0.8093 AR0 -0.003317 0.211174 -0.015708 0.9876 D1 0.533145 0.950038 0.561183 0.5785 D2 0.289283 0.942484 0.306936 0.7608 R-squared 0.009759 Mean dependent var 0.669225 Adjusted R-squared -0.080263 S.D. dependent var 2.266298 S.E. of regression 2.355492 Akaike info criterion 4.653182 Sum squared resid 183.0954 Schwarz criterion 4.827336 Log likelihood -82.08388 Hannan-Quinn criter. 4.714580 F-statistic 0.108410 Durbin-Watson stat 1.638484 Prob(F-statistic) 0.954587

Heteroskedasticity Test: ARCH

F-statistic 0.041113 Prob. F(1,34) 0.8405 Obs*R-squared 0.043479 Prob. Chi-Square(1) 0.8348

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/10/15 Time: 12:05 Sample (adjusted): 2 37

Included observations: 36 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 4.699589 1.491107 3.151745 0.0034 RESID^2(-1) 0.034923 0.172236 0.202763 0.8405 R-squared 0.001208 Mean dependent var 4.877112 Adjusted R-squared -0.028168 S.D. dependent var 7.142156 S.E. of regression 7.242049 Akaike info criterion 6.851638 Sum squared resid 1783.207 Schwarz criterion 6.939611 Log likelihood -121.3295 Hannan-Quinn criter. 6.882343 F-statistic 0.041113 Durbin-Watson stat 1.982202 Prob(F-statistic) 0.840528


(6)

Method: Least Squares Date: 03/10/15 Time: 12:00 Sample: 1 37

Included observations: 37

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.567726 0.101805 5.576628 0.0000 AR0 -0.115949 0.029843 -3.885276 0.0005 D1 -0.154437 0.163562 -0.944216 0.3519 D2 -0.279638 0.158396 -1.765433 0.0867 R-squared 0.369756 Mean dependent var 0.365255 Adjusted R-squared 0.312461 S.D. dependent var 0.487010 S.E. of regression 0.403818 Akaike info criterion 1.126103 Sum squared resid 5.381289 Schwarz criterion 1.300257 Log likelihood -16.83291 Hannan-Quinn criter. 1.187500 F-statistic 6.453554 Durbin-Watson stat 1.910747 Prob(F-statistic) 0.001467

Heteroskedasticity Test: ARCH

F-statistic 2.489379 Prob. F(1,34) 0.1239 Obs*R-squared 2.455993 Prob. Chi-Square(1) 0.1171

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/10/15 Time: 12:02 Sample (adjusted): 2 37

Included observations: 36 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.181474 0.042171 4.303264 0.0001 RESID^2(-1) -0.260782 0.165284 -1.577777 0.1239 R-squared 0.068222 Mean dependent var 0.143309 Adjusted R-squared 0.040817 S.D. dependent var 0.211629 S.E. of regression 0.207265 Akaike info criterion -0.255688 Sum squared resid 1.460594 Schwarz criterion -0.167714 Log likelihood 6.602379 Hannan-Quinn criter. -0.224983 F-statistic 2.489379 Durbin-Watson stat 1.910763 Prob(F-statistic) 0.123877