Prediksi Cuaca Ekstrim Dengan Model Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan Program MATLAB

(1)

PREDIKSI CUACA EKSTRIM DENGAN MODEL JARINGAN

SYARAF TIRUAN MENGGUNAKAN PROGRAM MATLAB

TESIS

Oleh

YENI MEGALINA

087026006/FIS

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PREDIKSI CUACA EKSTRIM DENGAN MODEL JARINGAN

SYARAF TIRUAN MENGGUNAKAN PROGRAM MATLAB

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Magister (S2) Ilmu Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YENI MEGALINA

087026006/FIS

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis

:

PREDIKSI CUACA EKSTRIM

DENGAN MODEL JARINGAN

SYARAF TIRUAN

MENGGUNAKAN PROGRAM

MATLAB

Nama Mahasiswa

:

YENI MEGALINA

Nomor Induk Mahasiswa

:

08 70 26 006

Program Studi

:

FISIKA

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc) (Drs. Nasir Saleh,

M.Eng.Sc)

Ketua

Anggota


(4)

(Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc) (Prof. Dr. Eddy Marlianto,

M.Sc)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PREDIKSI CUACA EKSTRIM DENGAN MODEL JARINGAN

SYARAF TIRUAN MENGGUNAKAN PROGRAM MATLAB

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satuannya di jelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, Mei 2010

Yeni Megalina NIM. 08 70 26 006


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Yeni Megalina

NIM : 087026006

Program Studi : Magister Ilmu Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non Excelusive

Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

PREDIKSI CUACA EKSTRIM DENGAN MODEL JARINGAN

SYARAF TIRUAN MENGGUNAKAN PROGRAM MATLAB

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis dan pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Mei 2010

Yeni Megalina NIM. 08 70 26 006


(6)

Telah diujikan pada Tanggal : 20 Mei 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc

2. Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc 3. Prof. Muhammad Syukur, MS 4. DR. Anwar Darma, MS


(7)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut Gelar : Yeni Megalina,SPd

Tempat dan Tanggal Lahir : P. Brandan, 21 Agustus 1984

Alamat Rumah : Jln. Eka Surya Gg. Eka Dewi No.41 Medan Instansi Tempat Bekerja : SMA Panca Budi

Alamat Kantor : Jl. Gatot Subroto Medan Telepon/Faks : 085262181460 E-mail : yenimegalina@yahoo.com

DATA PENDIDIKAN

SD : SD AL-AZHAR MEDAN Tamat : 1996 SMP : SMP AL-AZHAR MEDAN Tamat : 1999 SMA : SMA AL-AZHAR MEDAN Tamat : 2002 Strata-1 : FMIPA Universitas Negeri Medan Tamat : 2007

Pendidikan Fisika

Strata-2 : Program Studi Magister Ilmu Fisika Tamat : 2010

Universitas Sumatera Utara


(8)

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan karena berkat keyakinan, kesehatan dan kesempatan yang telah diberikan-Nya membuat tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan selesainya tesis ini, kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Sains.

Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc, sebagai Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika, Drs. Nasir Saleh, M. Eng,Sc, Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc, selaku Pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian dan telah memberikan dorongan dan bimbingan, demikian juga kepada Bapak Drs. Nasir Saleh, M.Eng, Sc, selaku Pembimbing Lapangan yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing kami serta Kepala dan Staf Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Klas I Sampali Medan atas bimbingan dan arahannya sehingga penelitian ini dapat selesai.


(9)

Kepada Ayahanda Mark Yunan Sirhan, Ibunda Roslina Daulay, Abangku Taufani Yunlinardo, SE, Adikku Reza Prima Kurniawan dan Annisa Yunlinanda, Nenek, Bujing-bujingku dan Tulang-tulangku serta seluruh keluargaku tersayang yang memberikan semangat dan dorongan bagi saya dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara.

Kawan-kawan Program Studi Magister Ilmu Fisika Univesitas Sumatera Utara angkatan 2008 khususnya Mulkan Iskandar Nasution, S.Si, Ika Darsila Warni Situmorang, S.Pd, Fazli Mirwan, S.Pd, Hendri Irwandi, Zainuddin, S.Si yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada kami. Pegawai Administrasi Program Studi Magister Ilmu Fisika USU Medan khususnya Pak Mulkan, Bang Dodi dan Bang Zul yang telah memperlancar administrasi selama penulis menempuh pendidikan, dan berbagai pihak yang banyak membantu kami yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Dengan segala kerendahan hati, tulisan ini masih mempunyai kekurangnya, namun penulis berharap dapat memberikan manfaat sebagai bahan referensi dan untuk keperluan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Mei 2010


(10)

PREDIKSI CUACA EKSTRIM DENGAN MODEL JARINGAN

SYARAF TIRUAN MENGGUNAKAN PROGRAM MATLAB

ABSTRAK

Kota Medan merupakan kota metropolitan dengan jumlah kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Pada saat memasuki masa pancaroba wilayah Kota Medan memiliki kondisi cuaca yang tidak stabil yang disebut dengan cuaca ekstrim. Cuaca ekstrim sangat sulit untuk di prediksi dengan kemajuan teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan kita dapat melakukan pendekatan-pendekatan empiris. Salah satu model yang lagi di kembangkan adalah Jaringan Syaraf Tiruan. Model ini dapat memprediksi suatu kondisi dimasa yang akan datang dengan mempelajari historis data yang sudah terjadi. Dari hasil analisis dua daerah yang mewakili Kota Medan yaitu Stasiun Polonia yang mewakili daerah perkotaan dan Stasiun Belawan yang mewakili daerah pinggiran kota dan daerah kawasan industri serta pemukiman dimana dari hasil analisis prediksi Jaringan Syaraf Tiruan dalam kurun waktu 5 tahun kedepan potensi terjadi kondisi ekstrim cenderung meningkat, sehingga dampak dari aktifitas tersebut perlu kita antisipasi dan waspadai. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan suatu gambaran mengenai potensi terjadinya cuaca ekstrim di wilayah Kota Medan.

Kata Kunci : Cuaca Ekstrim, Jaringan Syaraf Tiruan, Prediksi

               


(11)

EXTREME

 

WEATHER

 

PREDICTION

 

MODEL

 

WITH

 

NEURAL

 

NETWORK

 

USING

 

MATLAB

 

PROGRAMS

 

ABSTRACT

Medan City is a metropolitan city with a total population density is quite high. On entering the transition area of the city of Medan has a weather condition called unstable extreme weather. Extreme weather is very difficult to predict with technological advances and scientific progress we can make empirical approaches. One of the more developed model is neural networks. This model can predict a future condition by studying historical data is already happening. From the analysis of two regions which represent the Stations of Medan Polonia, representing urban and Belawan stations that represent the suburbs and industrial areas and residential areas where the results of predictive analysis of neural networks within the next 5 years the potential occurs under extreme conditions tend to increase , so that the impact of those activities we need to anticipate and be aware. Hope this research will provide an overview of the potential occurrence of extreme weather in the area of Medan.

Key words : Extreme Weather, Neural Network, Predict


(12)

Halaman

KATA PENGANTAR ... ..i

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT……… …iv DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Batasan Masalah ... 4

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Cuaca Ekstrim ... 6

2.1.1. Angin... 7

2.1.1.1. FaktorTerjadinyaAngin... 7

2.1.1.2. Jenis-jenis Angin... 8

2.1.1.3. Alat Ukur Angin ... 9

2.1.2. Curah Hujan ... 10

2.1.2.1. Pengertian Hujan... 10

2.1.2.2. Jenis-jenis Hujan Berdasarkan Terjadinya... 11

2.1.2.3. Jenis-jenis Hujan Berdasarkan Ukuran Butirnya .... 12

2.1.2.4. Jenis Hujan Berdasarkan Besaran Curahnya ... 12

2.1.3. Suhu Udara... 13

2.1.3.1. Definisi Suhu ... 13

2.1.3.2. Dasar Pengukuran Suhu Udara...13

2.1.3.3. Skala Suhu ... 14

2.1.3.4. Variasi Harian Suhu Permukaan ... 14

2.1.4. Kelembaban Udara... 15

2.2. Jaringan Syaraf Tiruan ... 16

2.2.1. Komponen JST... 22

2.2.2. Arsitektur JST ... 23

2.2.3. Fungsi Aktivasi ... 24

2.2.4. Proses Pembelajaran ... 29

2.3. Matlab. ... 33

2.3.1. Pengertian Matlab ... 33

2.3.2. Perbedaan Matlab dengan Sofware Lain ... 34


(13)

2.3.4. Perkembangan Matlab ... 36

2.3. Normalisasi Data... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 38

3.1. Tempat Penelitian ... ... 38

3.2. Alat dan Bahan... 38

3.3. Rancangan Umum Penelitian... 38

3.4. Variabel yang diamati ... 39

3.5. Data... ... 39

3.5.1. Data Input Stasiun Polonia... 39

3.5.2. Data Target Stasiun Polonia... 40

3.5.3. Data Uji Stasiun Polonia ... 40

3.5.4. Data Input Stasiun Belawan... 40

3.5.5. Data Target Stasiun Belawan... 40

3.5.6. Data Uji Stasiun Belawan ... 41

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN...42

4.1. Analisis Data Pengamatan ... 42

4.1.1. Analisis Data Input Stasiun Polonia ... 42

4.1.2. Analisis Data Target Stasiun Polonia... 43

4.1.3. Analisis Data Input Stasiun Belawan... 45

4.1.4. Analisis Data Target Stasiun Belawan... 46

4.2. Analisis Jaringan Syaraf Tiruan... 48

4.2.1. Prediksi Suhu Udara Maksimum Polonia ... 48

4.2.2. Prediksi Curah Hujan Maksimum Polonia ... 49

4.2.3. Prediksi Kecepatan Angin Maksimum Polonia ... 50

4.2.4. Prediksi Suhu Udara Maksimum Belawan ... 51

4.2.5. Prediksi Curah Hujan Maksimum Belawan... 52

4.2.6. Prediksi Kecepatan Angin Maksimum Belawan ... 53

4.3. Analisis Prediksi Cuaca Ekstrim... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 55

5.1 Kesimpulan ... 55

5.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA... 57


(14)

Nomor Judul Halaman Tabel 2.1 Perbedaan Pemograman JST dan Pemograman Tradisional... 20


(15)

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Alat pengukuran arah dan kecepatan angin ... 10

Gambar 2.2 Alat pengukuran curah hujan ... 11

Gambar 2.3 Termometer pengukur suhu udara ... 14

Gambar 2.4 Higrometer pengukur kelembaban udara... 16

Gambar 2.5 Sistematik Tipikal Neuron ... 19

Gambar 2.6 Neuron Buatan Mc Culloch-Pit Sebagai Operator Matematis... 21

Gambar 2.7a Struktur JST ... 22

Gambar 2.7b Arsitektur sistem berbasis JST... 22

Gambar 4.1 Rata-rata Suhu Udara Jam 13.00 wib Polonia ... 42

Gambar 4.2 Rata-rata Kelembaban Udara Jam 13.00 wib Polonia ... 43

Gambar 4.3 Rata-rata Suhu Udara Maksimum Polonia... 44

Gambar 4.4 Rata-rata Curah Hujan Maksimum Polonia ... 44

Gambar 4.5 Rata-rata Kecepatan Angin Maksimum Polonia... 45

Gambar 4.6 Rata-rata Suhu Udara Jam 13.00 wib Belawan ... 45

Gambar 4.7 Rata-rata Kelembaban Udara Jam 13.00 wib Belawan... 46

Gambar 4.8 Rata-rata Suhu Udara Maksimum Belawan... 47

Gambar 4.9 Rata-rata Curah Hujan Maksimum Belawan ... 47

Gambar 4.10 Rata-rata Kecepatan Angin Maksimum Belawan... 48

Gambar 4.11 Prediksi JST untuk Suhu Udara Maksimum di Polonia... 49

Gambar 4.12 Prediksi JST untuk Curah Hujan Maksimum di Polonia ... 50

Gambar 4.13 Prediksi JST untuk Kecepatan Angin Maksimum di Polonia... 51

Gambar 4.14 Prediksi JST untuk Suhu Udara Maksimum di Belawan... 52

Gambar 4.15 Prediksi JST untuk Curah Hujan Maksimum di Belawan ... 53

Gambar 4.16 Prediksi JST untuk Kecepatan Angin Maksimum di Belawan ... 55


(16)

Nomor Judul Halaman

Lampiran A Tabel Normalisasi Data Input Stasiun Polonia ... 59

Lampiran B Tabel Normalisasi Data Target 1 Stasiun Polonia ... 60

Lampiran C Tabel Normalisasi Data Target 2 Stasiun Polonia ... 61

Lampiran D Tabel Normalisasi Data Target 3 Stasiun Polonia ... 62

Lampiran E Tabel Normalisasi Data Uji Stasiun Polonia ... 63

Lampiran F Tabel Normalisasi Data Input Stasiun Belawan ... 64

Lampiran G Tabel Normalisasi Data Target 1 Stasiun Belawan ... 65

Lampiran H Tabel Normalisasi Data Target 2 Stasiun Belawan ... 66

Lampiran I Tabel Normalisasi Data Target 3 Stasiun Belawan ... 67

Lampiran J Tabel Normalisasi Data Uji Stasiun Belawan... 68

Lampiran K Analisis Prediksi Suhu Udara Maksimum Polonia ... 69

Lampiran L Analisis Prediksi Curah Hujan Maksimum Polonia ... 70

Lampiran M Analisis Prediksi Kecepatan Angin Maksimum Polonia ... 71

Lampiran O Analisis Prediksi Suhu Udara Maksimum Belawan ... 72

Lampiran P Analisis Prediksi Curah Hujan Maksimum Belawan ... 73

Lampiran Q Analisis Prediksi Kecepatan Angin Maksimum Belawan ... 74

Lampiran R.a Trend Prediksi JST Suhu Udara Maksimum Polonia ... 75

Lampiran R.b Trend Prediksi JST Curah Hujan Maksimum Polonia ... 75

Lampiran R.c Trend Prediksi JST Kecepatan Angin Maksimum Polonia ... 76

Lampiran R.d Trend Prediksi JST Suhu Udara Maksimum Belawan ... 76

Lampiran R.e Trend Prediksi JST Curah Hujan Maksimum Belawan ... 77

Lampiran R.f Trend Prediksi JST Kecepatan Angin Maksimum Belawan ... 77

Lampiran S Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan ... 78

Lampiran T Proses Pembelajaran Jaringan Syaraf Tiruan ... 82


(17)

PREDIKSI CUACA EKSTRIM DENGAN MODEL JARINGAN

SYARAF TIRUAN MENGGUNAKAN PROGRAM MATLAB

ABSTRAK

Kota Medan merupakan kota metropolitan dengan jumlah kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Pada saat memasuki masa pancaroba wilayah Kota Medan memiliki kondisi cuaca yang tidak stabil yang disebut dengan cuaca ekstrim. Cuaca ekstrim sangat sulit untuk di prediksi dengan kemajuan teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan kita dapat melakukan pendekatan-pendekatan empiris. Salah satu model yang lagi di kembangkan adalah Jaringan Syaraf Tiruan. Model ini dapat memprediksi suatu kondisi dimasa yang akan datang dengan mempelajari historis data yang sudah terjadi. Dari hasil analisis dua daerah yang mewakili Kota Medan yaitu Stasiun Polonia yang mewakili daerah perkotaan dan Stasiun Belawan yang mewakili daerah pinggiran kota dan daerah kawasan industri serta pemukiman dimana dari hasil analisis prediksi Jaringan Syaraf Tiruan dalam kurun waktu 5 tahun kedepan potensi terjadi kondisi ekstrim cenderung meningkat, sehingga dampak dari aktifitas tersebut perlu kita antisipasi dan waspadai. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan suatu gambaran mengenai potensi terjadinya cuaca ekstrim di wilayah Kota Medan.

Kata Kunci : Cuaca Ekstrim, Jaringan Syaraf Tiruan, Prediksi

               


(18)

EXTREME

 

WEATHER

 

PREDICTION

 

MODEL

 

WITH

 

NEURAL

 

NETWORK

 

USING

 

MATLAB

 

PROGRAMS

 

ABSTRACT

Medan City is a metropolitan city with a total population density is quite high. On entering the transition area of the city of Medan has a weather condition called unstable extreme weather. Extreme weather is very difficult to predict with technological advances and scientific progress we can make empirical approaches. One of the more developed model is neural networks. This model can predict a future condition by studying historical data is already happening. From the analysis of two regions which represent the Stations of Medan Polonia, representing urban and Belawan stations that represent the suburbs and industrial areas and residential areas where the results of predictive analysis of neural networks within the next 5 years the potential occurs under extreme conditions tend to increase , so that the impact of those activities we need to anticipate and be aware. Hope this research will provide an overview of the potential occurrence of extreme weather in the area of Medan.

Key words : Extreme Weather, Neural Network, Predict


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota Medan merupakan salah satu kota yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara yang mana secara geografis terletak pada 2˚27’00”- 2˚47’00” Lintang Utara dan 98˚35’00”- 98˚44’00” Bujur Timur dengan ketinggian 37,5 m dari permukaan laut dengan luas wilayah 265,10 km2.

Wilayah Kota Medan pada saat memasuki masa pancaroba akan mengalami masa transisi dari Musim Kemarau ke Musim Hujan umumnya memiliki kondisi cuaca yang tidak stabil. Pola-pola cuaca yang menyimpang atau yang biasa di sebut dengan ekstrim belakangan ini sangat sering terjadi dan frekuensinya cenderung bertambah. Cuaca ekstrim yang biasa terjadi antara lain : Angin kencang, suhu udara yang tinggi dengan periodenya yang singkat kadang-kadang disertai dengan angin puting beliung dan curah hujan dengan intensitas tinggi yang dapat mengakibatkan terjadinya banjir dan longsor. Cuaca ekstrim dapat mengancam manusia dan mengakibatkan kerugian harta benda bahkan korban jiwa.

Cuaca ekstrim adalah keadaan atau fenomena kondisi cuaca di atas normal terjadi di suatu wilayah tertentu berskala jangka pendek, misalnya suhu rata-rata 33° C, kemudian suhu menjadi 33-47° C, curah hujan melebihi 100 mm, angin dengan kecepatan >34 knot. Walaupun Indonesia diuntungkan dengan letaknya yang tepat di khatulistiwa, ternyata menyimpan potensi bencana yang sangat kompleks. Kondisi cuaca ekstrim sangat berdampak terhadap timbulnya bencana sehingga


(20)

perlu diantisipasi. Beberapa studi tentang penerapan jaringan syaraf tiruan untuk peramalan telah dilakukan (Bambang, et. al., 1999), (Pratama, 1999) dan (Resmana dan Dwi Wiyanto,1997).

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) merupakan lembaga resmi pemerintah yang bertugas memberikan layanan informasi kepada masyarakat terkait cuaca dan ekstrim. Itulah sebabnya , BMKG dianggap sebagai lembaga yang paling unggul dalam memprediksi cuaca ekstrim. tidak tanggung-tanggung , BMKG didukung oleh 137 stasiun pemantau cuaca yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan demikian BMKG sangat unggul dengan menyajikan data hasil pengukuran (groundbased). Informasi prakiraan cuaca selama ini disampaikan BMKG melalui berbagai media yaitu website, koran, radio, televisi dan jurnal yang diterbitkan berkala setiap bulan.

Dari tabel informasi cuaca dapat diketahui,BMKG telah menyebarkan informasi cuaca terkini dari skala waktu harian, mingguan, bulanan. Bahkan adapula analisis yang ditulis oleh BMKG mengenai prakiraan awal musim serta berbagai fenomena cuaca ekstrim seperti fenomena El Nino, La Nina dan MJO. Informasi liputan awan juga diberikan BMKG melalui satelit GMS. Tapi, semua model prediksi yang diberikan BMKG merupakan model statistik. BMKG masih belum banyak bereksperimen dengan model numeric atau model dinamik.

Dengan menggunakan model prediksi cuaca secara tepat, akan memiliki skenario perubahan cuaca selama tiga puluh tahun ke depan atau hingga beratus-ratus tahun ke depan. Banyak model prediksi cuaca dikembangkan di Indonesia . Tapi model tersebut kurang mampu merepresentasikan parameter-parameter di


(21)

khatulistiwa yang sangat dinamis seperti Indonesia. Akibatnya model prediksi memiliki banyak sekali kelemahan dan kurang menggambarkan kondisi sebenarnya dari atmosfer Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan Judul “ PREDIKSI CUACA EKSTRIM DENGAN MODEL JARINGAN SYARAF TIRUAN MENGGUNAKAN PROGRAM MATLAB”.

1.2. Rumusan Masalah

Kejadian cuaca ekstrim sangat sulit untuk diprediksi atau diprakirakan sehingga hanya dapat dianalisis setelah kejadian itu terjadi. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi dari berbagai disiplin ilmu sehingga kejadian cuaca eksrim dapat di prediksi dengan melakukan pendekatan-pendekatan empiris salah satunya dengan Model Jaringan Syaraf Tiruan disebut kecerdasan buatan. Diharapkan hasil prediksi dengan model ini dapat memberikan informasi yang berguna sehingga dampak yang ditimbulkan oleh cuaca ekstrim tersebut dapat di antisipasi lebih awal.

Sejauh mana keakuratan hasil prediksi jaringan syaraf tiruan dalam memprediksi cuaca ekstrim di Kota Medan, sehingga model ini dapat kita gunakan sebagai acuan dalam melakukan prediksi dan dapat diterapkan dan dikembangkan untuk wilayah-wilayah lain.


(22)

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian yang dilakukan: 1. Wilayah studi meliputi kota Medan dan sekitarnya.

2. Model yang digunakan adalah Jaringan Syaraf Tiruan dengan metode pembelajaran propagasi balik memakai fungsi aktivasi sigmoid bipolar tangen.

3. Menggunakan program Matlab R2007

4. Menggunakan data Stasiun Meteorologi Polonia dan Stasiun Maritim Belawan selama 22 tahun.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang akan dilakukan antara lain:

1. Mengetahui pola-pola cuaca ekstrim yang terjadi di Kota Medan dengan mengumpulkan data dukung, berupa data-data kejadian ekstrim yang pernah terjadi.

2. Melakukan prediksi kejadian ekstrim dengan Model Jaringa Syaraf Tiruan atau lebih dikenal dengan kecerdasan buatan.

3. Menerapkan Model Jaringan Syaraf Tiruan dalam aplikasinya untuk melakukan pengenalan pola dan melakukan suatu prediksi.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian yang akan dilakukan antara lain:

1. Hasil prediksi diharapkan akan menjadi suatu informasi yang berguna dalam mengantisipasi dampak yang akan ditimbulkan oleh cuaca ekstrim yang di prediksi akan terjadi.


(23)

2. Sebagai sistem informasi dini dalam penanggulangan cuaca ekstrim. 3. Informasi yang dihasilkan diharapkan dapat mengurangi dampak


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cuaca Ekstrim

Cuaca ekstrim adalah keadaan atau fenomena atmosfer di suatu tempat pada waktu tertentu dan berskala jangka pendek. Cuaca ekstrim yang biasanya terjadi diwilayah kita antara lain: suhu udara yang tinggi, angin puting beliung, intensitas curah hujan yang tinggi, longsor dan kebakaran hutan.

Dampak dari timbulnya cuaca eksrim sangat merugikan sehingga perlu diadakan kajian atau penelitian yang dapat mengatisipasi datangnya cuaca ekstrim sehingga bahaya dan bencana yang dapat ditimbulkan dapat diminimalisirkan.

Beberapa peristiwa yang termasuk cuaca ekstrim antara lain:

1. Angin ribut/angin puting beliung adalah angin kencang yang berputar sehingga dasar awan comulunimbus menyentuh daratan dengan kecepatan mencapai 175 km/jam namun intensitasnya masih dibawah Tornado. 2. Hujan lebat yang memiliki curah hujan 1 hari > 50 mm.

3. Tinggi gelombang laut yang mencapai > 2m.

4. Tornado adalah kolom udara yang berputar kencang yang membentuk hubungan antara awan cumulonimbus atau dasar awan cumulus dengan permukaan tanah. Tornado memiliki kecepatan angin mencapai 177 km/jam.


(25)

Perkembangan perkotaan yang pesat akan mendorong terjadinya konversi lahan dalam skala yang besar, sehingga berakibat pada perubahan lahan vegetasi menjadi non vegetasi dan perubahan tata ruang. Perubahan tata ruang apabila tidak direncanakan dengan baik akan sangat berdampak negatif pada makhluk hidup. Dampak tersebut antara lain terjadinya pencemaran udara, tanah, perubahan iklim dan menurunnya tingkat kenyamanan kondisi lingkungan (Tursilowati, et.al. 2006). Dampak yang paling sering dirasakan adalah adanya peningkatan aktifitas cuaca ekstrim akibat dampak adanya perubahan iklim. 2.1.1. Angin

Angin adalah udara yang bergerak yang diakibatkan oleh rotasi bumi dan juga karena adanya perbedaan tekanan udara di sekitarnya. Angin bergerak dari tempat bertekanan udara tinggi ke bertekanan udara rendah. Apabila dipanaskan, udara memuai. Udara yang telah memuai menjadi lebih ringan sehingga naik. Apabila hal ini terjadi, tekanan udara turun kerena udaranya berkurang. Udara dingin di sekitarnya mengalir ke tempat yang bertekanan rendah tadi. Udara menyusut menjadi lebih berat dan turun ke tanah. Di atas tanah udara menjadi panas lagi dan naik kembali. Aliran naiknya udara panas dan turunnya udara dingin ini dinamanakan konveksi.

2.1.1.1. Faktor Terjadinya Angin Faktor terjadinya angin, yaitu:

1. Gradien barometris : Bilangan yang menunjukkan perbedaan tekanan udara dari 2 isobar yang jaraknya 111 km. Makin besar gradien barometrisnya, makin cepat tiupan angin.


(26)

2. Letak tempat : Kecepatan angin di dekat khatulistiwa lebih cepat dari yang jauh dari garis khatulistiwa.

3. Tinggi tempat : Semakin tinggi tempat, semakin kencang pula angin yang bertiup, hal ini disebabkan oleh pengaruh gaya gesekan yang menghambat laju udara. Di permukaan bumi, gunung, pohon, dan topografi yang tidak rata lainnya memberikan gaya gesekan yang besar. Semakin tinggi suatu tempat, gaya gesekan ini semakin kecil.

4. Waktu : Di siang hari angin bergerak lebih cepat daripada di malam hari. 2.1.1.2. Jenis-jenis Angin

Jenis-jenis angin antara lain:

1. Angin laut adalah angin yang bertiup dari arah laut ke arah darat yang umumnya terjadi pada siang hari dari pukul 09.00 sampai dengan pukul 16.00. Angin ini biasa dimanfaatkan para nelayan untuk pulang dari menangkap ikan di laut.

2. Angin darat adalah angin yang bertiup dari arah darat ke arah laut yang umumnya terjadi pada saat malam hari dari jam 20.00 sampai dengan jam 06.00. Angin jenis ini bermanfaat bagi para nelayan untuk berangkat mencari ikan dengan perahu bertenaga angin sederhana.

3. Angin lembah adalah angin yang bertiup dari arah lembah ke arah puncak gunung yang biasa terjadi pada siang hari.

4. Angin gunung adalah angin yang bertiup dari puncak gunung ke lembah gunung yang terjadi pada malam hari.


(27)

5. Angin Fohn adalah angin yang terjadi seusai hujan Orografis. angin yang bertiup pada suatu wilayah dengan temperatur dan kelengasan yang berbeda. Angin Fohn terjadi karena ada gerakan massa udara yang naik pegunungan yang tingginya lebih dari 200 meter di satu sisi lalu turun di sisi lain. Angin Fohn yang jatuh dari puncak gunung bersifat panas dan kering, karena uap air sudah dibuang pada saat hujan Orografis.

6. Angin Munsoon atau muson adalah angin yang berhembus secara periodik (minimal 3 bulan) dan antara periode yang satu dengan yang lain polanya akan berlawanan yang berganti arah secara berlawanan setiap setengah tahun. Umumnya pada setengah tahun pertama bertiup angin darat yang kering dan setengah tahun berikutnya bertiup angin laut yang basah. 7. Angin Musim Barat adalah angin yang mengalir dari Benua Asia (musim

dingin) ke Benua Australia (musim panas) dan mengandung curah hujan yang banyak di Indonesia bagian Barat, hal ini disebabkan karena angin melewati tempat yang luas, seperti perairan dan samudra. Contoh perairan dan samudra yang dilewati adalah Laut China Selatan dan Samudra Hindia. Angin Musim Barat menyebabkan Indonesia mengalami musim hujan.

8. Angin Musim Timur adalah angin yang mengalir dari Benua Australia (musim dingin) ke Benua Asia (musim panas) sedikit curah hujan (kemarau) di Indonesia bagian Timur karena angin melewati celah- celah sempit dan berbagai gurun (Gibson, Australia Besar, dan Victoria). Ini yang menyebabkan Indonesia mengalami musim kemarau. Terjadi pada


(28)

bulan Juni, Juli dan Agustus, dan maksimal pada bulan Juli (…………..2010a).

2.1.1.3. Alat Ukur Angin

Meskipun pada kenyataan angin tidak dapat dilihat bagaimana wujudnya, namun masih dapat diketahui keberadaannya melalui efek yang ditimbulkan pada benda – benda yang mendapat hembusan angin. Seperti ketika kita melihat dahan – dahan pohon bergerak atau bendera yang berkibar kita tahu bahwa ada angin yang berhembus. Dari mana angin bertiup dan berapa kecepatannya dapat diketahui dengan menggunakan alat – alat pengukur angin. Alat–alat pengukur angin tersebut adalah :

a. Anemometer, yaitu alat yang mengukur kecepatan angin. b. Wind vane, yaitu alat untuk mengetahui arah angin.

c. Windsock, yaitu alat untuk mengetahui arah angin dan memperkirakan besar kecepatan angin (…………..2010b).


(29)

2.1.2. Curah Hujan 2.1.2.1. Pengertiah Hujan

Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Presipitasi sendiri dapat berwujud padat (misalnya salju dan hujan es) atau aerosol (seperti

embun dan kabut). Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi

dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering. Hujan jenis ini disebut sebagai virga. Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari laut

menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula (…………..2010c).

Gambar 2.2. Alat Pengukur Curah Hujan

2.1.2.2. Jenis-jenis Hujan Berdasarkan Terjadinya

a. Hujan siklonal yaitu: hujan yang terjadi karena udara panas yang naik disertai dengan angin berputar.

b. Hujan zenithal yaitu: hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator akibat pertemuan Angin Pasat Timur Laut dengan Angin Pasat Tenggara.


(30)

Kemudian angin tersebut naik dan membentuk gumpalan-gumpalan awan di sekitar ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh dan turunlah hujan. c. Hujan orografis yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung uap air yang bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan, suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi kondensasi. Terjadilah hujan di sekitar pegunungan.

d. Hujan frontal yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin bertemu dengan massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua massa itu disebut bidang ''front''. Karena lebih berat massa udara dingin lebih berada di bawah. Di sekitar bidang ''front'' inilah sering terjadi hujan lebat yang disebut hujan frontal.

e. Hujan muson atau hujan musiman, yaitu hujan yang terjadi karena Angin Musim (Angin Muson). Penyebab terjadinya Angin Muson adalah karena adanya pergerakan semu tahunan Matahari antara Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan. Di Indonesia, hujan muson terjadi bulan Oktober sampai April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan Mei sampai Agustus. Siklus muson inilah yang menyebabkan adanya musim penghujan dan musim kemarau.

2.1.2.3. Jenis Hujan berdasarkan Ukuran Butirnya

a. Hujan gerimis / drizzle, diameter butirannya kurang dari 0,5 mm.

b. Hujan salju, terdiri dari kristal-kristal es yang suhunya berada dibawah 0° Celsius.


(31)

c. Hujan batu es, curahan batu es yang turun dalam cuaca panas dari awan yang suhunya dibawah 0° Celsius.

d. Hujan deras / rain, curahan air yang turun dari awan dengan suhu diatas 0° Celsius dengan diameter ±7 mm.

2.1.2.4. Jenis Hujan berdasarkan Besarnya Curah Hujan a. Hujan sedang, 20 - 50 mm per hari.

b. Hujan lebat, 50-100 mm per hari.

c. Hujan sangat lebat, di atas 100 mm per hari (…………..2010c).

2.1.3. Suhu udara 2.1.3.1. Definisi Suhu

Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata – rata dari pergerakan molekul – molekul. Suhu suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan benda tersebut, untuk memindahkan (transfer) panas ke benda – benda lain atau menerima panas dari benda – benda lain tersebut. Dalam sistem dua benda, benda yang kehilangan panas dikatakan benda yang bersuhu lebih rendah.

2.1.3.2.Dasar pengukuran suhu

Alat pengukur suhu disebut termometer. Termometer dibuat dengan mendasarkan sifat – sifat fisik dari suatu zat (bahan), misalnya pengembangan benda padat, benda cair, gas dan juga sifat merubahnya tahanan listrik terhadap suhu. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu – suhu yang tinggi disebut Pyrometer, misalnya Pyrometer radiasi, digunakan untuk mengukur suhu benda


(32)

yang panas dan tidak perlu menempelkan alat tersebut pada benda yang diukur suhunya. Suhu tidak berdimensi sehingga untuk mengukur derajat suhu, pertama – tama ditentukan 2 titik tertentu yang disesuaikan dengan suatu sifat fisik suatu benda tertentu. Kemudian diantara dua buah titik yang telah di tentukan tersebut di bagi – bagi dalam skala – skala, yang menunjukan derajat – derajat suhu. Skala – skala tersebut merupakan pembagian suhu dan bukan satuan daripada suhu.

Gambar 2.3. Termometer Pengukur Suhu Udara

2.1.3.3. Skala Suhu

Titik es adalah suhu dimana es murni mulai mencair di bawah tekanan dari luar 1 atmosfer standar (normal) yaitu tekanan yang dapat menahan berat sekolom air raksa setinggi 76 cm atau 1013,250 mb. Sedangkan yang dimaksud titik uap adalah suhu dimana air murni mulai mendidih dibawah tekanan dari luar 1 atmosfer standar.

Skala suhu yang biasa digunakan yaitu :

1. Skala Celsius, dengan titik es 0°C dan titik uap 100°C dan dibagi menjadi 100 bagian (skala).

2. Skala Fahreinheit, dengan titik es 32°F dan titik uap 212°F, dibagi menjadi 180 bagian (skala).


(33)

2.1.3.4. Variasi Harian Suhu Permukaan

Selama 24 jam, suhu udara selalu mengalami perubahan – perubahan. Di atas lautan perubahan suhu berlangsung lebih banyak perlahan – lahan daripada di atas daratan. Variasi suhu pada permukaan laut kurang dari 1°C, dan dalam keadaan tenang variasi suhu udara dekat laut hampir sama. Sebaliknya diatas daerah pedalaman continental dan padang pasir perubahan suhu udara permukaan antara siang dan malam mencapai 20°C. Sedangkan pada daerah pantai variasinya tergantung dari arah angin yang bertiup. Variasinya besar bila angin bertiup dari atas daratan dan sebaliknya.

2.1.4. Kelembaban udara

Kelembaban udara adalah banyaknya kandungan uap air di atmosfer. Udara atmosfer adalah campuran dari udara kering dan uap air. Beberapa cara untuk menyatakan jumlah uap air yaitu :

1. Tekanan uap adalah tekanan parsial dari uap air. Dalam fase gas maka uap air di dalam atmosfer seperti gas sempurna (ideal).

2. Kelembaban mutlak yaitu massa air yang terkandung dalam satu satuan volume udara lengas.

3. Nisbah percampuran (mixing ratio) yaitu nisbah massa uap air terhadap massa udara kering.

4. Kelembaban spesifik didefinisikan sebagai massa uap air persatuan massa udara basah.


(34)

5. Kelembaban nisbi (RH) ialah perbandingan nisbah percampuran dengan nilai jenuhnya dan dinyatakan dalam %.

6. Suhu virtual.

Besaran yang sering dipakai untuk menyatakan kelembaban udara adalah kelembaban nisbi yang diukur dengan psikrometer atau higrometer. Kelembaban nisbi berubah sesuai tempat dan waktu. Pada siang hari kelembaban nisbi berangsur – angsur turun kemudian pada sore hari sampai menjelang pagi bertambah besar.

Gambar 2.4. Higrometer Pengukur Kelembaban Udara

2.2. Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah model sistem komputasi yang bekerja seperti sistem syaraf biologis pada saat berhubungan dengan 'dunia luar', nama jaringan syaraf tiruan merupakan terjemahan dari "Artificial Neural Network". Terjemahan yang diambil bukan jaringan syaraf buatan seperti dalam menterjemahkan Artificial Inteligent (AI). Penggunaan kata buatan dapat memberikan konotasi, bahwa manusia berusaha membuat jaringan syaraf aslinya.


(35)

Padahal maksud dari JST adalah membuat model sistem komputasi yang dapat menirukan cara kerja jaringan syaraf biologis.

Salah satu model untuk memprakirakan harga di masa datang dengan memakai data deret waktu adalah model jaringan syaraf tiruan (JST). Model ini sudah banyak digunakan diantaranya untuk memprakirakan harga minyak sawit (Salya, 2006), memprakirakan keuntungan saham (Zhang, et al. 2004) dan memprakirakan kebutuhan energi (McMenamin dan Monforte, 1998).

Model jaringan syaraf tiruan (JST) memiliki karakteristik yang menyerupai jaringan syaraf biologi dalam memproses informasi (Marimin, 2005). JST dapat menyimpan pengetahuan pola kejadian di masa lampau melalui proses pelatihan yang kemudian pengetahuan tersebut digunakan untuk memprakirakan kejadian yang akan terjadi dimasa akan datang. Tiga hal yang sangat menentukan keandalan sebuah JST adalah pola rangkaian neuron-neuron dalam jaringan yang disebut dengan arsitektur jaringan, algoritma untuk menentukan bobot penghubung yang disebut dengan algoritma pelatihan, dan persamaan fungsi untuk mengolah masukan yang akan diterima oleh neuron yang disebut dengan fungsi aktivasi (Fausett, 1994).

Model JST yang digunakan dalam penelitian ini adalah arsitektur feedforward (umpan maju). Sedangkan konsep belajar yaitu algoritma belajar backpropagation

momentum yang merupakan perkembangan dari algoritma belajar backpropagation standar.

Suatu jaringan syaraf tiruan memproses sejumlah besar informasi secara paralel dan terdistribusi, hal ini terinspirasi oleh model kerja otak biologis.


(36)

Beberapa definisi tentang jaringan saraf tiruan adalah sebagai berikut (Diyah P., 2006) :

1. Jaringan Syaraf Tiruan adalah suatu struktur pemroses informasi yang terdistribusi dan bekerja secara paralel, terdiri atas elemen pemroses (yang memiliki memori lokal dan beroperasi dengan informasi lokal) yang diinterkoneksi bersama dengan alur sinyal searah yang disebut koneksi. Setiap elemen pemroses memiliki koneksi keluaran tunggal yang bercabang (fan out) ke sejumlah koneksi kolateral yang diinginkan (setiap koneksi membawa sinyal yang sama dari keluaran elemen pemroses tersebut). Keluaran dari elemen pemroses tersebut dapat merupakan sebarang jenis persamaan matematis yang diinginkan. Seluruh proses yang berlangsung pada setiap elemen pemroses harus benar-benar dilakukan secara lokal, yaitu keluaran hanya bergantung pada nilai masukan pada saat itu yang diperoleh melalui koneksi dan nilai yang tersimpan dalam memori lokal. (Hecht-Nielsend, 1988)

2. Haykin, S. (1994), mendefinisikan jaringan saraf sebagai berikut: Sebuah jaringan syaraf adalah sebuah prosesor yang terdistribusi paralel dan mempuyai kecenderungan untuk menyimpan pengetahuan yang didapatkannya dari pengalaman dan membuatnya tetap tersedia untuk

digunakan. Hal ini menyerupai kerja otak dalam dua hal yaitu: (1). Pengetahuan diperoleh oleh jaringan melalui suatu proses belajar ;

(2). Kekuatan hubungan antar sel saraf yang dikenal dengan bobot sinapsis digunakan untuk menyimpan pengetahuan.


(37)

3. Zurada, J.M. (1992), mendefinisikan Jaringan Syaraf Tiruan sebagai sistem saraf tiruan atau jaringan syaraf tiruan adalah sistem selular fisik yang dapat memperoleh, menyimpan dan menggunakan pengetahuan yang didapatkan dari pengalaman.

Neuron adalah unit pemroses informasi yang menjadi dasar dalam pengoperasian Jaringan syaraf tiruan. Neuron terdiri atas tiga elemen pembentuk (Siang, 2005) :

a) Himpunan unit-unit yang dihubungkan dengan jalur koneksi. Jalur-jalur tersebut memiliki bobot / kekuatan yang berbeda-beda. Bobot yang bernilai positif akan memperkuat sinyal dan yang bernilai negatif akan memperlemah sinyal yang dibawanya. Jumlah, Struktur, dan pola hubungan antar unit-unit tersebut akan menentukan arsitektur jaringan (dan juga model jaringan yang terbentuk).

b) Suatu unit penjumlah yang akan menjumlahkan input-input sinyal yang sudah dikalikan dengan bobotnya.

c) Fungsi aktivasi yang akan menentukan apakah sinyal dari input neuron akan diteruskan ke neuron lain ataukah tidak.


(38)

Teknologi Jaringan syaraf tiruan memberikan perubahan epistemologis pada sistem pemrograman dibandingan pemrograman tradisional. Jaringan Syaraf Tiruan memproses informasi dengan cara yang sangat berbeda dengan cara konvensional. Perbedaan pemrograman Jaringan Syaraf Tiruan dan cara konvensional disajikan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1. Perbedaan Pemrograman Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrograman Tradisional

Jaringan Syaraf Tiruan Pemrograman Tradisional Komputasi dilakukan secara paralel dan

terdistribusi dalam unit pemrosesan data dengan jumlah yang banyak

Komputasi dilakukan secara serial

Informasi terdistribusi dalam jaring-Jaringan Syaraf Tiruan

Informasi teralokasi dalam tempat tetentu

disebut teknologi pemroses paralel terdistribusi (Parallel distributed

processing)

Pemrosesan informasi dalam Jaringan Syaraf Tiruan dapat disingkat sebagai berikut : Sinyal (baik berupa aksi ataupun potensial) muncul sebagai masukan unit (sinapsis); efek dari tiap sinyal ini dinyatakan sebagai bentuk perkalian dengan sebuah nilai bobot untuk mengindikasikan kekuatan dari sinapsis. Semua sinyal yang diberi pengali bobot ini kemudian dijumlahkan satu sama lain untuk menghasilkan unit aktivasi. Jika aktivasi ini melampaui sebuah batas ambang tertentu maka unit tersebut akan memberikan keluaran dalam bentuk respon terhadap masukan. Unit aktivasi ini kemudian dibandingkan


(39)

dengan sebuah nilai ambang, dan hasilnya dimasukkan kedalam fungsi transfer (fungsi non-linier) yang akan menghasilkan sebuah keluaran. Secara ringkas proses tersebut dapat digambarkan dalam gambar 2.6

Gambar 2.6. Neuron buatan McCulloch-Pitts sebagai operator matematis

Aktivasi dari unit masukan diatur dan diteruskan melalui jaring hingga nilai dari keluaran dapat ditentukan. Jaringan berperan sebagai fungsi vektor yang mengambil satu vektor pada masukan dan mengeluarkan satu vektor lain pada keluaran. Model Jaringan Syaraf Tiruan dapat memiliki sebuah lapisan bobot, dimana masukan dihubungkan langsung dengan keluaran, atau beberapa lapisan yang didalamnya terdapat beberapa lapisan tersembunyi, karena berada tersembunyi diantara neuron masukan dan keluaran. Jaringan syaraf menggunakan unit tersembunyi untuk menghasilkan representasi pola masukan secara internal didalam jaring syaraf. Fungsi transfer (non-linier) yang digunakan dalam tiap neuron (baik dilapisan masukan, keluaran, atau lapisan tersembunyi) dapat berupa fungsi nilai ambang, fungsi linier, fungsi sigmoid, ataupun fungsi gaussian, tergantung dari karakter neuron sesuai keinginan kita. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.7


(40)

            Sinaptik Lapisan Hidden Input Jaringan Sinaptik Lapisan Output Neuron Lapisan Output Neuron Lapisan Hidden Unit Sensor Output Jaringan Wij neuron i neuron j ΣΦ ΣΦ (a) Neurokontroler Model Inversi   (b)

Gambar 2.7. (a) Struktur JST. (b) Arsitektur sistem berbasis jaringan syaraf tiruan.

2.2.1. Komponen Jaringan Syaraf

Terdapat beberapa tipe jaringan syaraf, hampir semuanya memiliki komponen-komponen yang sama. Seperti halnya otak manusia, jaringan syaraf juga terdiri atas beberapa neuron dan ada hubungan antar neuron tersebut. Neuron-neuron tersebut akan mentransformasikan informasi yang diterima melalui sambungan keluarnya menuju ke neuron-neuron yang lain. Pada jaringan syaraf, hubungan ini dikenal dengan nama bobot.Informasi tersebut disimpan pada suatu nilai tertentu pada bobot tersebut.

Isyarat kontrol

Isyarat latih

Setpoint Plant

Algoritma Belajar Output Plant _ +


(41)

Neuron ini sebenarnya mirip dengan sel neuron biologis. Neuron-neuron buatan tersebut bekerja dengan cara yang sama pula dengan neuron biologis. Informasi (disebut dengan: input) akan dikirim ke neuron dengan bobot kedatangan tertentu. Input ini akan diproses oleh suatu fungsi perambatan yang akan menjumlahkan nilai-nilai semua bobot yang datang. Hasil penjumlahan ini kemudian akan dibandingkan dengan suatu nilai ambang(threshold) tertentu melalui fungsi aktivasi setiap neuron.

Apabila input tersebut melewati suatu nilai ambang tertentu, maka neuron tersebut akan diaktifkan, tapi kalau tidak, maka neuron tersebut tidak akan diaktifkan. Apabila neuron tersebut diaktifkan, maka neuron tersebut akan mengirimkan output melalui bobot-bobot outputnya kesemua neuron yang berhubungan dengannnya.

Pada Jaringan syaraf tiruan, neuron-neuron akan dikumpulkan dalam lapisan (layer) yang disebut dengan lapisan neuron (neuron layer). Neuron-neuron pada satu lapisan akan dihubungkan dengan lapisan-lapisan sebelum dan sesudahnya (kecuali lapisan input dan lapisan output). Informasi yang diberikan pada jaringan syaraf akan dirambatkan lapisan ke lapisan. Mulai dari lapisan input sampai ke lapisan output melalui lapisan lainnya, yang sering disebut sebagai lapisan tersembunyi (hidden layer). (Panjaitan, Lanny W., 2007).

2.2.2. Arsitektur Jaringan Syaraf

Arsitektur jaringan yang sederhana adalah jaringan layar tunggal yang menghubungkan langsung neuron-neuron pada layar input dengan neuron-neuron pada layar output. Sedangkan arsitektur jaringan yang lebih kompleks terdiri dari


(42)

layar input, beberapa layar tersembunyi dan layar output. Arsitektur seperti ini disebut juga jaringan layar jamak (Rumelhart, et al. 1986). Jaringan layar jamak lebih sering digunakan karena dapat menyelesaikan masalah yang lebih kompleks dibandingkan jaringan layar tunggal, meskipun proses pelatihannya lebih komplek dan lebih lama (Haykin, 1999).

Jaringan dengan lapisan tunggal hanya memiliki satu lapisan dengan bobot-bobot terhubung. Jaringan ini hanya menerima input kemudian secara langsung akan mengolahnya menjadi output tanpa harus melalui lapisan tersembunyi.

Jaringan dengan banyak lapisan memiliki 1 atau lebih lapisan yang terletak diantara lapisan input dan lapisan output (memiliki 1 atau lebih lapisan tersembunyi). Umumnya, ada lapisan bobot-bobot yang terletak antara 2 lapisan yang bersebelahan. Jaringan dengan banyak lapisan ini dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih sulit daripada jaringan dengan lapisan tunggal, tentu saja dengan pembelajaran yang lebih rumit. Namun demikian, pada banyak kasus, pembelajaran pada jaringan dengan banyak lapisan ini lebih sukses dalam menyelesaikan masalah.

2.2.3. Fungsi Aktivasi

Ada beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam jaringan syaraf tiruan, antara lain (Suyanto,2008):

a. Fungsi Undak Biner (Hard Limit)

Jaringan dengan lapisan tunggal sering menggunakan fungsi undak (step function) untuk mengkonversikan input dari suatu variabel yang bernilai kontinu ke suatu output biner (0 atau 1)


(43)

Fungsi undak biner (hard limit) dirumuskan sebagai : ⎩ ⎨ ⎧ > ≤ = 0 x jika 1, 0 x jika 0, y

b. Fungsi undak biner (Threshold)

Fungsi undak biner dengan menggunakan nilai ambang sering juga disebut dengan fungsi nilai ambang (Threshold) atau fungsi Heaviside.

Fungsi undak biner (dengan nilai ambang θ) dirumuskan sebagai

⎩ ⎨ ⎧ ≥ < = θθ x jika 1, x jika 0, y

c. Fungsi Bipolar (Symetric Hard Limit)

Fungsi bipolar sebenarnya hampir sama dengan fungsi undak biner, hanya saja output yang dihasilkan berupa 1, 0 atau -1


(44)

Fungsi Symetric Hard Limit dirumuskan sebagai : ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ < − = > = 0 x jika 1, 0 x jika 0, 0 x jika 1, y

d. Fungsi Bipolar (dengan threshold)

Fungsi bipolar sebenarnya hampir sama dengan fungsi undak biner dengan threshold. Hanya saja keluaran yang dihaslkan berupa 1, 0, atau -1.

Fungsi bipolar (dengan nilai ambang θ) dirumuskan sebagai

⎩ ⎨ ⎧ < − ≥ = θ θ x jika 1, x jika , y 1

e. Fungsi Linear (Identitas)

Fungsi linear memiliki nilai output yang sama dengan nilai inputnya. Fungsi ini dirumuskan sebagai :


(45)

y = x

f. Fungsi Saturating Linear

Fungsi ini akan bernilai 0 jika inputnya kurang dari – ½, dan akan bernilai 1 jika inputnya lebih dari ½. Sedangkan jika nilai input terletak antara -1/2 dan ½, maka outputnya akan bernilai sama dengan nilai input ditambah ½

Fungsi saturating linear dirumuskan sebagai :

⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ − ≤ ≤ ≤ − + ≥ = 5 , ; 0 5 , 0 5 , 0 ; 5 , 0 5 , ; 0 x jika x jika x 0 x jika 1 y


(46)

g. Fungsi Symetric Saturating Linear

Fungsi ini akan bernilai -1 jika inputnya kurang dari -1, dan akan bernilai 1 jika inputnya lebih dari 1. Sedangkan jika nilai input terletak antara -1 dan 1, maka outputnya akan bernilai sama dengan nilai inputnya.

Fungsi symetric saturating linear dirumuskan sebagai :

⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ ≤ − ≤ ≤ − ≥ = 1 ; 1 1 1 ; 1 ; 1 jikaX x jika x jikaX y

h. Fungsi Sigmoid Biner

Fungsi ini digunakan untuk jaringan syaraf yang dilatih dengan menggunakan metode backpropagation. Fungsi sigmoid biner memiliki nilai pada range 0 sampai 1. Oleh karena itu, fungsi ini sering digunakan untuk jaringan syaraf yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1. Namun, fungsi ini bisa juga digunakan oleh jaringan syaraf yang nilai outputnya 0 atau 1.

Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai :

e x

x f

y σ

+ = = 1 1 ) (


(47)

i. Fungsi Sigmoid Bipolar

Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, hanya saja output dari fungsi ini memiliki range antara 1 sampai -1

Fungsi sigmoid bipolar dirumuskan sebagai :

x x e e x f y − + − = = 1 1 ) (

Dengan :

[

1 ( )

][

1 ( ) 2

) (

' x f x f x

f =σ + −

]

Fungsi ini sangat dekat dengan fungsi hyperbolic tangent. Keduanya memiliki range antara -1 sampai 1. Untuk fungsi hyperbolic tangent, dirumuskan sebagai : x x x x e e e e x f y − + − = = ( ) Atau : x x e e x f y 2 2 1 1 ) ( − +− = =

Dengan : f'(x)=

[

1+ f(x)

][

1− f(x)

]

2.2.4. Proses Pembelajaran

Terdapat dua tipe pembelajaran dalan Jaringan Syaraf Tiruan, yaitu : a. Pembelajaran terawasi (supervised learning)

Metode pembelajaran pada jaringan syaraf disebut terawasi jika output yang diharapkan telah diketahui sebelumnya. Pada proses pembelajaran, satu pola


(48)

input akan diberikan ke satu neuron pada lapisan input. Pola ini akan dirambatkan

di sepanjang jaringan syaraf hingga sampai ke neuron pada lapisan output. Lapisan output ini akan membangkitkan pola output yang nantinya akan dicocokkan dengan pola output targetnya. Apabila terjadi perbedaan antara pola output hasil pembelajaran dengan pola target, maka disini akan muncul error. Apabila nilai error ini masih cukup besar, mengindikasikan bahwa masih perlu dilakukan lebih banyak pembelajaran lagi. Terdapat berbagai tipe pembelajaran terawasi beberapa diantaranya Hebb Rule, Perceptron, Delta Rule,

Backpropagation, Heteroassociative Memory, Bidirectional Associative Memory

(BAM), Learning Vector Quantization (LVQ).

Penelitian ini akan menggunakan propagasi balik (backpropagation) sebagai metode pembelajaran. Metode propagasi balik merupakan algoritma pembelajaran yang terawasi dan biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk mengubah bobot-bobot yang terhubung dengan neuron-neuron yang ada pada lapisan tersembunyinya. Algoritma propagasi balik menggunakan error

output untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward).

Untuk mendapatkan error ini, tahap perambatan maju (forward propagation) harus dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat perambatan maju, neuron-neuron diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivasi sigmoit. (Siang, 2005).

Algoritma backpropagation :

♦ Masing-masing unit masukan (Xi, i = 1,….n) menerima sinyal masukan Xi

dan sinyal tersebut disebarkan ke unit-unit bagian berikutnya (unit-unit lapisan tersembunyi)


(49)

♦ Masing-masing unit dilapisan tersembunyi dikalikan dengan faktor penimbang dan dijumlahkan serta ditambah dengan biasanya.

= − = + n i n oj

i V X v

in Z

1

1 (2.1)

Kemudian menghitung sesuai dengan fungsi aktifasi yang digunakan:

Z1 = f (Z_in1) (2.2) ♦ Masing-masing unit keluaran (yk., k = 1, 2, 3 …..m) dikalikan dengan faktor

penimbang dan dijumlahkan:

= − = + p p n oj

i W Z W

in Z

11

1 (2.3)

Menghitung kembali sesuai dengan fungsi aktifasi

yk = f (y_in1) (2.4) Back Propgasi dan Galatnya

♦ Masing-masing unit keluaran (Yk, k =1,……m) menerima pola target sesuai

dengan pola masukan saat pelatihan / training dan dihitung galatnya:

δk = ( fk – yk) f (y_ink) (2.5) Karena f’ (y_ink) = yk menggunakan fungsi sigmoid, maka:

F (y_ink) = f (y_ink) ( 1 – f (y_ink) (2.6) Menghitung perbaikan faktor penimbang (kemudian untuk memperbaiki wjk).

Δ Wkj = α.δk. Z1 (2.7)

Menghitung perbaikan koreksi:

Δ Wok = α.δk (2.8)


(50)

♦ Masing-masing penimbang yang menghubungkan unit-unit lapisan keluaran dengan unit-unit pada lapisan tersembunyi (Zj, j = 1…,p)

dikalikan delta dan dijumlahkah sebagaimana masukan ke unit-unit lapisan berikutnya. (2.9)

= ∂ = ∂ n k jk kW in 1 1 _

Selanjutnya dikalikan dengan turunan dari fungsi aktifasinya untuk menghitung galat.

δ1 = δ_ in1 f (y_in1) (2.10) Kemudian menghitung perbaikan penimbang (digunakan untuk memperbaiki Vij).

Δ Vy = αδ1 X1 (2.11)

Kemudian menghitung perbaikan bias (untuk memperbaiki Voj)

Δ Voj = αδ1 (2.12)

Memperbaiki penimbang dan bias

Masing-masing keluaran unit (yk, k = 1,…………m) diperbaiki bias dan penimbangnya (j = 0, ……P).

Wjk (baru) = Vjk (lama) + Δ Vjk (2.13)

Masing-masing unit tersembunyi (Zj, j : 1,…….p) diperbaiki bias dan

penimbangnya ( j=0,…..n).

Vjk (baru) = Vjk (lama) + Δ Vjk (2.14) • Uji kondisi pemberhentian (akhir iterasi)


(51)

b. Pembelajaran tak terawasi (unsupervised learning)

Pembelajaran tak terawasi tidak memerlukan target output. Pada metode ini, tidak dapat ditentukan hasil yang seperti apakah yang diharapkan selama proses pembelajaran. Selama proses pembelajaran, nilai bobot disusun dalam suatu range tertentu tergantung pada nilai input yang diberikan. Tujuan pembelajaran ini adalah mengelompokkan unit-unit yang hampir sama dengan suatu area tertentu. Pembelajaran ini biasanya sangat cocok untuk pengelompokan (klasifikasi) pola.Contoh metode pembelajaran tak terawasi adalah jaringan kohonen (kohonen network). (Suyanto.,2008)

2.3. Matlab

2.3.1. Pengertian Matlab

Matlab adalah suatu software pemrograman perhitungan dan analisis yang banyak digunakan dalam semua area penerapan matematika baik bidang pendidikan maupun penelitian pada universitas dan industri. Dengan matlab, maka perhitungan matematis yang rumit dapat diimplementasikan dalam program dengan lebih mudah.

Matlab merupakan singkatan dari MATriks LABoratory dan berarti software ini dibuat berdasarkan vektor-vektor dan matrik-matrik. Hal ini mengakibatkan software ini pada awalnya banyak digunakan pada studi aljabar linier, serta juga merupakan perangkat yang tepat untuk menyelesaikan persamaan aljabar dan diferensial dan juga untuk integrasi numerik.

Matlab memiliki perangkat grafik yang powerful dan dapat membuat gambar-gambar dalam 2D dan 3D. Dalam hal pemrograman, Matlab serupa dengan


(52)

bahasa C dan bahkan salah satu dari bahasa pemrograman termudah dalam hal penulisan program matematik. Matlab juga memiliki beberapa toolbox yang berguna untuk pengolahan sinyal (signal processing), pengolahan gambar (image

processing), dan lain-lain.

2.3.2. Perbedaan matlab dengan software pemograman lain.

Terdapat perbedaan yang signifikan antara Matlab dengan software pemrograman lainnya (C/C++, Visual Basic, Java, dan lain-lain). Perbedaan yang utama antara keduanya dapat dilihat dari tiga faktor yaitu tujuan penggunaannya, fitur yang disediakan dan orientasi hasil masing-masing.

Ditinjau dari segi penggunaannya, software pemrograman biasanya berfungsi umum untuk berbagai kebutuhan (misalnya sistem informasi dan database), sedangkan Matlab digunakan spesifik sebagai alat bantu komputasi untuk bidang-bidang ilmiah (pendidikan, riset penelitian akademis, riset penelitian industri, dan lain-lain) yang membutuhkan library program perhitungan dan tools disain dan analisis sistem matematis.

Ditinjau dari segi fiturnya, bahasa pemrograman umumnya hanya merupakan alat bantu membuat program, sedangkan Matlab dalam softwarenya selain membuat program juga terdapat fitur lain yang memungkinkan Matlab sebagai tools untuk disain dan analisis matematis dengan mudah.

Ditinjau dari segi orientasi hasilya, software pemrograman lain lebih berorientasi sebagai program untuk menghasilkan solusi program baru yang eksekusinya cepat, reliable dan efektif terhadap berbagai kebutuhan. Sedangkan Matlab lebih berorientasi spesifik untuk memudahkan penuangan rumus perhitungan


(53)

matematis. Dalam hal ini dengan Matlab maka pembuatan program matematis yang kompleks bisa menjadi lebih singkat waktunya namun bisa jadi eksekusi program Matlab ini jauh lebih lambat dibandingkan bila dibuat dengan software pemrograman lainnya.

2.3.3. Aplikasi Matlab

Matlab memiliki ruang lingkup kegiatan penggunaan yaitu:

• Disain matematis

• Pemodelan sistem matematis

• Pengolahan data matematis (sinyal, citra dan lain-lain)

• Simulasi, baik yang real time maupun tidak

• Visualisasi 2D dan 3D

• Tools analisis & testing

Karena kemampuan komputasi matematisnya yang tinggi, library program perhitungan yang lengkap, serta tools disain dan analisis matematis yang sudah tersedia maka Matlab begitu banyak digunakan di bidang-bidang pendidikan dan riset penelitian (akademis maupun industri) di dunia. Matlab digunakan mulai dari mengajarkan siswa tentang matriks, grafik fungsi matematik, sistem kontrol, pengolahan citra, pengolahan sinyal, sampai dengan memprediksi (forecasting) harga saham serta disain persenjataan militer berteknologi tinggi. Terdapat beberapa bidang yang paling sering menggunakan Matlab sebagai software pembantu:


(54)

• Bidang MIPA, terutama matematika termasuk statistik (aljabar linier, diferensial, integrasi numerik, probability, forecasting), fisika (analisis gelombang), dan biologi (computational biology, matematika genetika)

Bidang teknik (engineering), terutama elektro (analisis rangkaian, sistem kontrol, pengolahan citra dan pengolahan sinyal digital), mesin (disain bentuk alat, analisis sistem kalor)

• Bidang ekonomi dan bisnis, terutama dalam hal pemodelan ekonomi, analisis finansial, dan peramalan (forecasting)

2.3.4. Perkembangan Matlab

Karena kebutuhan yang tinggi terhadap program komputer yang menyediakan tools komputasi, pemodelan dan simulasi dengan berbagai fasilitasnya, maka berbagai fitur ditambahkan kepada Matlab dari tahun ke tahun. Matlab kini sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas yaitu Simulink, Toolbox,

Blockset, Stateflow, Real Time Workshop, GUIDE dan lain-lain. Selain itu hasil

dari program Matlab sudah dapat diekspor ke C/C++, Visual Basic, Fortran, COM, Java, Excel, dan web/internet. Dengan demikian hasil dari Matlab dapat dikompilasi dan menjadi program yang waktu eksekusinya lebih cepat, serta bisa diakses dengan berbagai cara.

Selain Matlab sebenarnya sudah ada beberapa software komputasi lain yang sejenis, namun tidak selengkap dan berkembang sebagus Matlab. Selain itu Matlab tersedia untuk berbagai platform komputer dan sistem operasi. Hingga kini Matlab tetap menjadi software terbaik untuk komputasi matematik, baik di


(55)

dunia komputer Macintosh maupun PC, yang sistem operasinya Windows ataupun

Linux/Unix

2.4. Normalisasi Data

Fungsi yang digunakan adalah fungsi hyperbolic tangent. Keduanya memiliki range antara -1 sampai 1. Sehingga data harus di normalisasi pada

rentangan [-1 1]. Poses normalisasi data ditentukan dengan persamaan:

1

min) max

(

min) (

2 −

− − =

X X

X Xn y

(2.15)

Dimana y merupakan data hasil normalisasi, Xn merupaka data asli, Xmax dan


(56)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Klas I Sampali Medan.

3.2. Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain: 1. Komputer/Laptop untuk membantu dalam mengolah data.

2. Software Matlab R2007 sebagai alat untuk memudahkan dalam pengolahan data.

3. Data unsur-unsur cuaca ekstrim sebagai data target yang akan diolah dengan model yang digunakan.

3.3. Rancangan Umum Penelitian

Rancangan umum penelitian yang akan dilakukan antara lain:

1. Melakukan pengumpulan data cuaca ekstrim sebagai data dukung dalam melakukan prediksi.

2. Membangun algoritma Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dengan menggunakan software Matlab R2007


(57)

3. Menjalankan Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan dengan menggunakan data-data yang real dan melakukan prediksi berdasarkan metode yang digunakan.

4. Hasil analisis aplikasi dijadikan suatu informasi peringatan dini terhadap bahaya dan dampak terjadinya cuaca ekstrim.

3.4. Variabel Yang Diamati

Variabel-variabel yang akan diamati adalah unsur-unsur iklim/cuaca yang menjadi penyebab dan memicu terjadinya cuaca ekstrim. Unsur-unsur tersebut antara lain: suhu udara, kecepatan angin, curah hujan dan kelembaban udara.

3.5. Data

Dalam penelitian ini menggunakan data cuaca wilayah Kota Medan dimana digunakan data 2 (dua) stasiun pengamat iklim dan cuaca yaitu Stasiun Meteorologi Polonia yang mewakili daerah perkotaan dan Stasiun Maritim Belawan yang mewakili daerah perairan, pemukiman dan industri, diharapkan dari kedua stasiun tersebut dapat mewakili wilayah Kota Medan secara keseluruhan.

3.5.1. Data Input Stasiun Polonia

Data input yang digunakan dalam penelitian adalah data suhu udara bulanan jam 13.00 WIB dan data kelembaban udara bulanan jam 13.00 WIB, dari tahun 1983 hingga 2004 yang telah dinormalisasi. Data Normalisasi input dapat dilihat pada Lampiran A.


(58)

3.5.2. Data Target Stasiun Polonia

Data target merupakan data yang digunakan untuk mempelajari pola sebelum dilakukannya prediksi sesuai dengan metode yang ada. Data target yang digunakan adalah data suhu udara maksimum bulanan, curah hujan maksimum bulanan dan kecepatan angin maksimum bulanan dari tahun 1988 hingga 2009. Data Normalisasi target dapat dilihat pada Lampiran B,C dan D.

3.5.3. Data Uji Stasiun Polonia

Data uji yang digunakan dalam penelitian adalah data suhu udara bulanan jam 13.00 WIB dan data kelembaban udara bulanan jam 13.00 WIB, dari tahun 2005 hingga 2009 yang telah dinormalisasi. Data Normalisasi input dapat dilihat pada Lampiran E.

3.5.4. Data Input Stasiun Belawan

Data input yang digunakan dalam penelitian adalah data suhu udara bulanan jam 13.00 WIB dan data kelembaban udara bulanan jam 13.00 WIB, dari tahun 1983 hingga 2004 yang telah dinormalisasi. Data Normalisasi input dapat dilihat pada Lampiran F.

3.5.5. Data Target Stasiun Belawan

Data target merupakan data yang digunakan untuk mempelajari pola sebelum dilakukannya prediksi sesuai dengan metode yang ada. Data target yang digunakan adalah data suhu udara maksimum bulanan, curah hujan maksimum bulanan dan kecepatan angin maksimum bulanan dari tahun 1988 hingga 2009. Data Normalisasi target dapat dilihat pada Lampiran G,H dan I.


(59)

3.5.6. Data Uji Stasiun Belawan

Data uji yang digunakan dalam penelitian adalah data suhu udara bulanan jam 13.00 WIB dan data kelembaban udara bulanan jam 13.00 WIB, dari tahun 2005 hingga 2009 yang telah dinormalisasi. Data Normalisasi input dapat dilihat pada Lampiran J.


(60)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Data Pengamatan

Data pengamatan merupakan data aktual yang diamati oleh tiap stasiun iklim dan cuaca yang mana hasil pengamatan ini dijadikan data historis untuk diolah dan dianalisa serta dijadikan acuan dalam mengambil keputusan dalam melakukan prediksi di masa yang akan datang.

4.1.1. Analisis Data Input Stasiun Polonia

Suhu udara jam 13.00 WIB merupakan salah satu parameter input dalam melakukan prediksi cuaca ekstrim. Hasil analisis rata-rata bulanan Suhu Udara Jam 13.00 WIB di Polonia menunjukkan bahwa kecendrungan terjadi peningkatan suhu udara pada bulan Pebruari hingga Agustus yang mana diketahui pada bulan-bulan tersebut ditandai dengan musim kemarau dan pancaroba, sedangkan penurunan suhu udara terjadi pada bulan September hingga Januari yang merupakan kondisi musim penghujan. Terlihat jelas pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Rata-rata Suhu Udara Jam 13.00 wib Polonia


(61)

Kelembaban udara jam 13.00 wib merupakan salah satu parameter input dalam melakukan prediksi cuaca ekstrim. Hasil analisis rata-rata bulanan kelembaban udara Jam 13.00 wib di Polonia menunjukkan bahwa kecendrungan terjadi penurunan kelembaban udara pada bulan Pebruari hingga Agustus, sedangkan peningkatan kelembaban udara terjadi pada bulan September hingga Januari. Terlihat jelas pada gambar 4.2.

Gambar 4.2. Rata-rata Kelembaban Udara Jam 13.00 wib Polonia 4.1.2. Analisis Data Target Stasiun Polonia

Suhu udara maksimum merupakan salah satu parameter target dalam melakukan prediksi cuaca ekstrim. Hasil analisis rata-rata bulanan suhu udara maksimum di Polonia menunjukkan bahwa kecendrungan terjadi peningkatan suhu udara maksimum pada bulan Pebruari hingga Agustus, sedangkan penurunan suhu udara maksimum terjadi pada bulan September hingga Januari. Suhu udara maksimum tertinggi terjadi pada bulan Juni dan Juli. Terlihat jelas pada gambar 4.3.


(62)

Gambar 4.3. Rata-rata Suhu Udara Maksimum Polonia

Curah hujan maksimum merupakan salah satu parameter target dalam melakukan prediksi cuaca ekstrim. Hasil analisis rata-rata bulanan curah hujan maksimum di Polonia menunjukkan bahwa kecendrungan curah hujan maksimum tertinggi terjadi pada bulan September dan terendah pada bulan Pebruari. Terlihat jelas pada gambar 4.4.

Gambar 4.4. Rata-rata Curah hujan Maksimum Polonia

Kecepatan angin maksimum merupakan salah satu parameter target dalam melakukan prediksi cuaca ekstrim. Hasil analisis rata-rata bulanan kecepatan angin maksimum di Polonia menunjukkan bahwa kecendrungan kecepatan angin


(63)

maksimum tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan terendah pada bulan Januari. Terlihat jelas pada gambar 4.5.

Gambar 4.5. Rata-rata Kecepatan Angin Maksimum Polonia 4.1.3. Analisis Data Input Stasiun Belawan

Hasil analisis rata-rata bulanan suhu udara Jam 13.00 wib di Belawan menunjukkan bahwa kecendrungan terjadi peningkatan suhu udara pada bulan Maret hingga Agustus yang mana diketahui pada bulan-bulan tersebut ditandai dengan musim kemarau dan pancaroba, sedangkan penurunan suhu udara terjadi pada bulan September hingga Pebruari yang merupakan kondisi musim penghujan. Terlihat jelas pada gambar 4.6.


(64)

Hasil analisis rata-rata bulanan kelembaban udara Jam 13.00 wib di Belawan menunjukkan bahwa kecendrungan terjadi penurunan kelembaban udara pada bulan Pebruari hingga September, sedangkan peningkatan kelembaban udara terjadi pada bulan Oktober hingga Januari. Terlihat jelas pada gambar 4.2.

Gambar 4.7. Rata-rata Kelembaban Udara Jam 13.00 wib Belawan 4.1.4. Analisis Data Target Stasiun Belawan

Hasil analisis rata-rata bulanan suhu udara maksimum di Belawan menunjukkan bahwa kecendrungan terjadi peningkatan suhu udara maksimum pada bulan Maret hingga Agustus, sedangkan penurunan suhu udara maksimum terjadi pada bulan September hingga Pebruari. suhu udara maksimum tertinggi terjadi pada bulan Juni. Terlihat jelas pada gambar 4.8.


(65)

Gambar 4.8. Rata-rata Suhu Udara Maksimum Belawan

Hasil analisis rata-rata bulanan curah hujan maksimum di Belawan menunjukkan bahwa kecendrungan curah hujan maksimum tertinggi terjadi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Maret. Terlihat jelas pada gambar 4.9.

Gambar 4.9. Rata-rata Curah Hujan Maksimum Belawan

Hasil analisis rata-rata bulanan kecepatan angin maksimum di Belawan menunjukkan bahwa kecendrungan kecepatan angin maksimum tertinggi terjadi pada bulan Mei dan terendah pada bulan Januari. Terlihat jelas pada gambar 4.10.


(66)

Gambar 4.10. Rata-rata Kecepatan Angin Maksimum Belawan 4.2. Analisis Jaringan Syaraf Tiruan

Hasil prediksi Jaringan Syaraf Tiruan terhadap beberapa unsur-unsur cuaca ekstrim yang berpotensi terjadi dalam kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan. Dari hasil analisis tersebut akan kita jadikan suatu informasi yang sangat bermanfaat, yang mana dapat kita jadikan suatu system peringatan dini dalam mengantisipasi terjadinya bahaya cuaca ekstrim.

4.2.1. Prediksi Suhu Udara Maksimum Polonia

Dari hasil prediksi suhu udara maksimum di Stasiun Polonia dengan menggunakan Arsitektur 3 lapisan Jaringan Syaraf Tiruan dengan 24 input dan 12 output menunjukkan bahwa Jaringan Syaraf Tiruan telah dapat mengenali pola target pada iterasi 2157 (lampiran K). Hasil prediksi suhu udara maksimum dalam 5 (lima) tahun kedepan terlihat bahwa suhu udara maksimum tertinggi di prediksi pada bulan Agustus dengan suhu udara berkisar antara 35° C hingga 40° C, pada bulan April, Mei, Juni dan Nopember suhu udara mencapai kisara 35° C hingga 37° C, sedangkan pada bulan Januari, Pebruari, Maret, Juli, September, Oktober


(67)

dan Desember suhu udara maksimum berkisar antara 33° C hingga 36° C. Grafik prediksi suhu udara maksimum dapat dilihat pada gambar 4.11.

Gambar 4.11. Prediksi JST untuk Suhu Udara Maksimum di Polonia tahun 2010-2014

Dari hasil trend prediksi suhu udara maksimum selama 5 (lima) tahun kedepan di Polonia terlihat bahwa trend suhu udara maksimum cenderung mengalami peningkatan atau penurunan. Grafik trend prediksi suhu udara maksimum dapat dilihat pada Lampiran R (a).

4.2.2. Prediksi Curah Hujan Maksimum Polonia

Dari hasil prediksi curah hujan maksimum di Stasiun Polonia dengan menggunakan Arsitektur 3 lapisan Jaringan Syaraf Tiruan dengan 24 input dan 12 output menunjukkan bahwa Jaringan Syaraf Tiruan telah dapat mengenali pola target pada iterasi 1202 (lampiran L). Hasil prediksi curah hujan maksimum dalam 5 (lima) tahun kedepan terlihat bahwa curah hujan maksimum tertinggi di prediksi pada bulan Oktober dengan curah hujan berkisar antara 100 hingga 270 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain curah hujan maksimum di prediksi


(68)

berkisar antara 50 mm hingga 170 mm. Grafik prediksi curah hujan maksimum dapat dilihat pada gambar 4.12.

Gambar 4.12. Prediksi JST untuk Curah Hujan Maksimum di Polonia tahun 2010-2014

Dari hasil trend prediksi curah hujan maksimum selama 5 (lima) tahun kedepan di Polonia terlihat bahwa trend curah hujan maksimum cenderung tidak mengalami peningkatan. Grafik trend prediksi suhu udara maksimum dapat dilihat pada Lampiran R (b).

4.2.3. Prediksi Kecepatan Angin Maksimum Polonia

Dari hasil prediksi kecepatan angin maksimum di Stasiun Polonia dengan menggunakan Arsitektur 3 lapisan Jaringan Syaraf Tiruan dengan 24 input dan 12 output menunjukkan bahwa Jaringan Syaraf Tiruan telah dapat mengenali pola target pada iterasi 2144 (lampiran M). Hasil prediksi kecepatan angin maksimum dalam 5 (lima) tahun kedepan terlihat bahwa kecepatan angin maksimum tertinggi di prediksi pada bulan Agustus dengan kecepatan angin maksimum berkisar antara 50 hingga 120 Knot, sedangkan pada bulan-bulan yang lain prediksi


(69)

Kecepatan Angin Maksimum hanya berkisar dibawah 40 Knot. Grafik prediksi kecepatan angin maksimum dapat dilihat pada gambar 4.13.

Gambar 4.13. Prediksi JST untuk Kecepatan Angin Maksimum di Polonia tahun 2010-2014

Dari hasil prediksi kecepatan angin maksimum selama 5 (lima) tahun kedepan di Polonia terlihat bahwa trend kecepatan angin maksimum cenderung tidak mengalami peningkatan. Grafik trend prediksi kecepatan angin maksimum dapat dilihat pada Lampiran R (c).

4.2.4. Prediksi Suhu Udara Maksimum Belawan

Dari hasil prediksi suhu udara maksimum di Stasiun Belawan dengan menggunakan Arsitektur 3 lapisan Jaringan Syaraf Tiruan dengan 24 input dan 12 output menunjukkan bahwa Jaringan Syaraf Tiruan telah dapat mengenali pola target pada iterasi 3562 (lampiran N). Hasil prediksi suhu udara maksimum dalam 5 (lima) tahun kedepan terlihat bahwa suhu udara maksimum tertinggi di prediksi pada bulan Maret dan Juni dengan suhu udara berkisar antara 36° C hingga 38.5° C, sedangkan pada bulan-bulan yang lain suhu udara maksimum diprediksi


(70)

berkisar antara 33.5° C hingga 36° C. Grafik prediksi suhu udara maksimum dapat dilihat pada gambar 4.14.

Gambar 4.14. Prediksi JST untuk Suhu Udara Maksimum di Belawan tahun 2010-2014

Dari hasil trend prediksi suhu udara maksimum selama 5 (lima) tahun kedepan di Belawan terlihat bahwa trend suhu udara maksimum cenderung mengalami peningkatan. Grafik trend prediksi suhu udara maksimum dapat dilihat pada Lampiran R (d).

4.2.5. Prediksi Curah Hujan Maksimum Belawan

Dari hasil prediksi curah hujan maksimum di Stasiun Belawan dengan menggunakan Arsitektur 3 lapisan Jaringan Syaraf Tiruan dengan 24 input dan 12 output menunjukkan bahwa Jaringan Syaraf Tiruan telah dapat mengenali pola target pada iterasi 1651 (lampiran O). Hasil prediksi curah hujan maksimum dalam 5 (lima) tahun kedepan terlihat bahwa curah hujan maksimum tertinggi di prediksi pada bulan Pebruari, April, Oktober dan Desember dengan curah hujan berkisar antara 340 hingga 430 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain curah


(71)

hujan maksimum di prediksi berkisar kurang dari 300 mm. Grafik prediksi curah hujan maksimum dapat dilihat pada gambar 4.15.

Gambar 4.15. Prediksi JST untuk Curah Hujan Maksimum di Belawan tahun 2010-2014

Dari hasil trend prediksi curah hujan maksimum selama 5 (lima) tahun kedepan di Belawan terlihat bahwa trend curah hujan maksimum cenderung mengalami peningkatan. Grafik trend prediksi suhu udara maksimum dapat dilihat pada Lampiran R (e).

4.2.6. Prediksi Kecepatan Angin Maksimum Belawan

Dari hasil prediksi kecepatan angin maksimum di Stasiun Belawan dengan menggunakan Arsitektur 3 lapisan Jaringan Syaraf Tiruan dengan 24 input dan 12 output menunjukkan bahwa Jaringan Syaraf Tiruan telah dapat mengenali pola target pada iterasi 958 (lampiran P). Hasil prediksi kecepatan angin maksimum dalam 5 (lima) tahun kedepan terlihat bahwa kecepatan Angin maksimum tertinggi di prediksi pada bulan April, Agustus dan Oktober dengan Kecepatan Angin berkisar antara 40 hingga 60 Knot, sedangkan pada bulan-bulan yang lain


(72)

prediksi Kecepatan Angin Maksimum hanya berkisar dibawah 30 Knot. Grafik prediksi kecepatan angin maksimum dapat dilihat pada gambar 4.16.

Gambar 4.16. Prediksi JST untuk Kecepatan Angin Maksimum di Belawan tahun 2010-2014

Dari hasil trend prediksi kecepatan angin maksimum selama 5 (lima) tahun kedepan di Stasiun Belawan terlihat bahwa trend kecepatan angin maksimum cenderung mengalami peningkatan. Grafik trend prediksi kecepatan angin maksimum dapat dilihat pada Lampiran R (f).

4.3. Analisis Prediksi Cuaca Ekstrim

Berasarkan hasil prediksi model Jaringa Syaraf Tiruan menunjukkan bahwa wilayah yang diwakili atas 2 (dua) stasiun pengamatan yang digunakan sebagai perwakilan beberapa wilayah di Kota Medan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan dari hasil prediksi yang dilakukan. Terlihat bahwa terjadinya pebedaan-perbedaan waktu peluang terjadinya cuaca ekstrim dan besaran yang berpeluang akan terjadi dari hasil prediksi cuaca ekstrim tersebut.


(1)

function Network = bbackprop(L,n,m,smse,X,D)

%%%%% FASE VERIFIKASI %%%%%

% tentukan jumlah sample input , output yang diinginkan dan dimensi masing-masing

[P,N] = size(X); [Pd,M] = size(D);

%E=1;

% memastikan tiap-tiap vektor input harus memiliki output yang diinginkan

if P ~= Pd

error('backprop:invalidTrainingAndDesired', ...

'The number of input vectors and desired ouput do not match');

end

% pastikan paling sedikit memiliki tiga lapisan dan pastikan input dan output ini

% dimensi masing-masingnya sama

if length(L) < 3

error('backprop:invalidNetworkStructure','The network must have at least 3 layers');

else

if N ~= L(1) || M ~= L(end)

e = sprintf('Dimensions of input (%d) does not match input layer (%d)',N,L(1));

error('backprop:invalidLayerSize', e); elseif M ~= L(end)

e = sprintf('Dimensions of output (%d) does not match output layer (%d)',M,L(end));

error('backprop:invalidLayerSize', e); end

end

%%%%% FASE INITIALISASI %%%%%

nLayers = length(L); % we'll use the number of layers often

% acak matriks bobot secara seragam yang memiliki nilai antara [-1 1], ada

% satu bobot matrik antara tiap lapisan node

% tiap lapisan ini (eksklusif lapisan output) memiliki node bias yang memiliki aktivasinya selalu bernilai 1

% , itu adalah fungsi node C(net) = 1. selanjutnya , ada link dari % tiap-tiap node pada lapisan i ke node bias pada lapisan j (kolom terakhir

% pada tiap-tiap matriks) karena paling murah secara komputasi. bobot dari

% semua link ke node bias, semuanya tidak relevan dan didefinisikan sebagai

% 0.

w = cell(nLayers-1,1); % matriks bobot antara lapisan

for i=1:nLayers-2

w{i} = [1 - 2.*rand(L(i+1),L(i)+1) ; zeros(1,L(i)+1)]; end


(2)

% initialisasi untuk pemberhentian looping

mse = Inf; % assuming the intial weight matrices are bad

epochs = 0;

%%%%% FASE PREALLOCATION %%%%%

% untuk proses lebih cepat pra-alokasikan activation,net,prev_w dan sum_w

% Aktivasi: ada aktivasi matriks a{i} untuk tiap layer dalam jaringan

% sedemikian rupa sehingga a{1} = jaringan input dan a{end} = jaringan

% output. karena kita menggunakan batch mode, tiap aktivasi matriks a{1}

% adalah matriks P-by-K (P=jumlah samples,K=nodes pada lapisan i) sedemikian

% a{i}(j) melambangakan vektor aktivasi lapisan i untuk input ke j dan

% a{i}(j,k) melambangkan aktivasi output ke kt node pada lapisan i untuk input ke j

% input

a = cell(nLayers,1); % aktivasi matriks untuk tiap lapisan

a{1} = [X ones(P,1)]; % a{1} input + '1' untuk aktivasi bias node % a{1} bernilai tetap selama komputasi

for i=2:nLayers-1

a{i} = ones(P,L(i)+1); % lapisan dalam termasuk node bias (PxNodes+1)

end

a{end} = ones(P,L(end)); % tidak ada bias pada lapisan output

% Net: seperti aktivasi , ada matriks net net{i} untuk tiap lapisan

% eksklusif input sedemikian sehingga net{i} = sum(w(i,j) * a(j)) untu j = i-1

% dan tiap net matriks net{i} adalah matriks P x K sedemikian rupa sehinga net{i}(j) melambangkan

% vektor net pada lapisan i untuk sample ke jth dan net{i}(j,k) % melambangkan input net pada node k dari lapisan i untuk sample j

net = cell(nLayers-1,1); % net matrix untuk tiap lapisan exclusive input

for i=1:nLayers-2;

net{i} = ones(P,L(i+1)+1); % affix bias node

end

net{end} = ones(P,L(end));

% karena kita menggunakan batch mode dan momentum, dua matriks tambahan diperlukan

% yaitu: prev_dw adalah bobot delta matriks pada waktu (t-1) dan sum_dw

% adalah jumlah bobot delta untuk tiap tampilan dari input % notasi disini sama dengan net dan aktivasi, yaitu prev_dw{i} % adalah P-by-K matrix dimana prev_dw{i} adalah delta weight matrix untuk semua sample


(3)

% pada waktu (t-1) dan sum_dw{i} adalah matriks PxK dimana sum_dw{i} adalah

% jumlah matriks bobot pada lapis i untuk semua sample

prev_dw = cell(nLayers-1,1); sum_dw = cell(nLayers-1,1); for i=1:nLayers-1

prev_dw{i} = zeros(size(w{i})); % prev_dw mulai pada 0

sum_dw{i} = zeros(size(w{i})); end

% iterasi akan terus berputar sampai batas akhir (epochs) terlampaui atau eror mse dicapai pada

% algoritma ini kita set nilai epoch pada 30000 epochs, nilai ini bisa

% diubah jika diperlukan

while mse > smse && epochs < 15000

% FASE FEEDFORWARD: hitung input/output tiap-tiap lapisan untuk semua

% sample

for i=1:nLayers-1

net{i} = a{i} * w{i}'; % hitung input-input pada lapisan terkini

% hitung aktivasi(output lapisan terkini, untuk semua lapisan

% terkecuali output, node terakhir adalah node bisa dan

% aktivasinya selalu 1

if i < nLayers-1 % lapisan-lapisan dalam

a{i+1} = [2./(1+exp(-net{i}(:,1:end-1)))-1 ones(P,1)]; else % lapisan output

a{i+1} = 2 ./ (1 + exp(-net{i})) - 1; end

end

% hitung error kuadrat untuk semua samples

err = (D-a{end}); % simpan nilai ini untuk digunakan kemudian

sse = sum(sum(err.^2)); % jumlah error untuk semua samples, dan semua nodes

% save result output

% FASE BACKPROPAGATION: hitung modifikasi error pada lapisan output

% S'(Output) * (D-Output) dalam kasus ini S'(Output) = (1+Output)*(1-Output)

% kemudian mulai pada lapisan output, hitung jumlah matriks bobot untuk semua samples

% :LajuPembelajaran * ModifikasiError * Aktivasi

% kemudian laju mundurkan kesalahan/error sedemikian rupa sehingga

% modifikasi kesalahan untuk lapisan ini adalah

% : S'(Aktivasi) * ModifikasiError * bobot matriks

delta = err .* (1 + a{end}) .* (1 - a{end}); for i=nLayers-1:-1:1


(4)

sum_dw{i} = n * delta' * a{i}; if i > 1

delta = (1+a{i}) .* (1-a{i}) .* (delta*w{i}); end

end

% update prev_w, matriks bobot, hitungan epoch dan mse

for i=1:nLayers-1

% kita memiliki jumlah bobot delta, dibagi dengan jumlah samples dan

% tambahkan bobot momentum * delta pada (t-1)

% terakhir, update bobot matriks

prev_dw{i} = (sum_dw{i} ./ P) + (m * prev_dw{i}); w{i} = w{i} + prev_dw{i};

end

epochs = epochs + 1;

mse = sse/(P*M); % mse = 1/P * 1/M * summed squared error

if epochs==1 E=[mse]; else

E=[E mse]; end

end

O=a{end};

% return the trained network

Network.structure = L; Network.weights = w; Network.epochs = epochs; Network.mse = mse;

Network.output = O; Network.error= E;


(5)

Lampiran T

Proses Pembelajaran JST

input_matriks; target;

Layers=[24 14 12]; N=0.2;

M=0.5;

SatisfactoryMSE=0.001;

Network = bbackprop(Layers,N,M,SatisfactoryMSE,Input,Desired);  


(6)