Analisis Peran Pendidikan Dalam Mengatasi Ketimpangan Distribusi Pendapatan Indonesia
ANALISIS PERAN PENDIDIKAN DALAM MENGATASI
KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN INDONESIA
NADYA ASTRID PUSPITANINGRUM
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Peran
Pendidikan Dalam Mengatasi Ketimpangan Distribusi Pendapatan Indonesia
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Nadya Astrid Puspitaningrum
NIM H14090099
ABSTRAK
NADYA ASTRID PUSPITANINGRUM. Analisis Peran Pendidikan Dalam
Mengatasi Ketimpangan Distribusi Pendapatan Indonesia. Dibimbing oleh
WIWIK RINDAYATI
Ketimpangan distribusi pendapatan adalah salah satu permasalahan utama
pembangunan yang dapat diatasi dengan pengembangan sumberdaya manusia.
Hal itu dilakukan dengan cara perbaikan kualitas modal manusia melalui tingkat
pendidikan. Penelitian ini bertujuan menjelaskan perkembangan ketimpangan
distribusi pendapatan dan pendidikan di Indonesia serta menganalisis peran
pendidikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan dengan menggunakan
metode panel data. Data penelitian ini mencakup 33 provinsi di Indonesia mulai
tahun 2006 hingga 2011 dengan variabel yang digunakan yaitu: indeks gini, ratarata lama sekolah, angka putus sekolah menurut tingkat pendidikan, PDRB per
kapita, rasio anggaran belanja pemerintah sektor pendidikan, serta produktivitas
tenaga kerja Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah,
angka putus sekolah tingkat SMP dan SMA serta PDRB per kapita berpengaruh
positif sedangkan variabel lainnya berpengaruh negatif terhadap ketimpangan
distribusi pendapatan. Pemerintah perlu membuat kurikulum pendidikan yang
dapat meningkatkan keterampilan sehingga kemandirian ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat semakin meningkat.
Kata kunci: pendidikan, ketimpangan distribusi pendapatan, panel data
ABSTRACT
NADYA ASTRID PUSPITANINGRUM. The Role of Education Inequality to
Overcome Income Distribution in Indonesia. Supervised by WIWIK
RINDAYATI
Income inequality is one of the major development problem that can be
solved through development of human resources. It was done by improving the
quality of human capital through education. This study aims to explain the income
inequality and the development of education in Indonesia and also to analize the
role of education towards the reduction of income inequality by using panel data
method. The data of this study includes 33 provinces in Indonesia during the years
2006 until 2011 is using variables : gini index, average length of school, the
number of dropouts by level of education, GDP per capita, the ratio of
government expenditure from education sector, and labor productivity. This study
finds that school enrollment rates, average length of schools, the number of school
dropouts in senior and junior high school, and GDP per capita have positive effect
whereas other variables have negative effect with income inequality. The
government needs to create the educational curriculum that can improve the skills
thus economic independence and social welfare can be increased.
Keywords: education, income inequality, panel data
ANALISIS PERAN PENDIDIKAN DALAM MENGATASI
KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN INDONESIA
NADYA ASTRID PUSPITANINGRUM
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Analisis Peran Pendidikan Dalam Mengatasi Ketimpangan
Distribusi Pendapatan Indonesia
Nama
: Nadya Astrid Puspitaningrum
NIM
: H14090099
Disetujui oleh
Dr. Ir. Wiwik Rindayati
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah Analisis Peran Pendidikan Dalam Mengatasi
Ketimpangan Distribusi Pendapatan Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni
Bapak Didin Syamsuddin dan Ibu Retno Kusumo atas segala doa dan dukungan
yang selalu diberikan. Selain itu ucapan terima kasih juga ditujukan kepada:
1. Ibu Dr Wiwiek Rindayati selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dengan sabar dan
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji utama dan Ibu
Laily Dwi Arsyianti, M.Sc selaku dosen penguji dari komisi pendidikan
atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Staff badan pusat statistik (BPS), staff kementerian keuangan, serta staff
kementerian pendidikan dan kebudayaan yang telah membantu selama
pengumpulan data.
4. Para dosen, staf dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan berbagai bantuan.
5. Teman-teman satu bimbingan, Meilani Putri, Manda Khairatul, dan Alfi
Gusmanandri, yang telah banyak memberikan bantuan, saran, kritik,
motivasi dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Sahabat penulis Farhana, Friska, Nina, Maria, dan Rezka yang telah
membantu dan memberi dukungan atas penyelesaian skripsi ini.
7. Teman-teman kosan putri Sinabung Ines, Nadia, Shelly, Della, Lina, Anin,
dan Ayu atas dukungannya untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman asrama tercinta Riana, Rahma, Liza, Icha, Vita atas
perhatian dan dukungan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Seluruh keluarga Ilmu Ekonomi 46, 47 dan 48 atas doa dan dukungannya
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013
Nadya Astrid Puspitaningrum
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
6
Manfaat Penelitian
6
Ruang Lingkup Penelitian
7
TINJAUAN PUSTAKA
7
METODE PENELITIAN
17
Jenis dan Sumber Data
17
Metode Pengolahan dan Analisis Data
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
Hasil
23
Pembahasan
47
SIMPULAN DAN SARAN
52
Simpulan
52
Saran
52
DAFTAR PUSTAKA
53
LAMPIRAN
55
RIWAYAT HIDUP
61
DAFTAR TABEL
1 Hasil Estimasi Panel Data KBI
2 Hasil Estimasi Panel Data KTI
44
45
DAFTAR GAMBAR
1 Persentase Perkembangan Pembagian Pendapatan Nasional Indonesia
2 Perkembangan rata-rata lama sekolah KBI dan KTI
3 Perkembangan rata-rata rasio alokasi anggaran belanja sektor
pendidikan KBI dan KTI
4 Angka Putus Sekolah Kelompok Usia 7-12 Tahun Menurut Provinsi
Tahun 2007
5 Perkembangan Disparitas APK Perguruan Tinggi
6 Kurva Lorentz
7 Lingkaran Kemiskinan
8 Kurva Kuznets “U-Terbalik”
9 Kerangka Pemikiran
10 Perkembangan Indeks Gini KBI dan KTI Tahun 2006-2011
11 Perkembangan Indeks Gini Provinsi- Provinsi KBI Tahun 2009-2011
12 Perkembangan Indeks Gini Provinsi- Provinsi KTI Tahun 2009-2011
13 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah KBI dan KTI Tahun 2006-2011
14 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah Provinsi-Provinsi KBI Tahun
2009-2011
15 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah Provinsi-Provinsi KTI Tahun
2009-2011
16 Perkembangan Rasio Anggaran Belanja Pendidikan KBI dan KTI
Tahun 2006-2011
17 Perkembangan Rasio Anggaran Belanja Pendidikan Provinsi-Provinsi
KBI Tahun 2009-2011
18 Perkembangan Rasio Anggaran Belanja Pendidikan Provinsi-Provinsi
KTI Tahun 2009-2011
19 Perkembangan PDRB per Kapita ADHK 2000 KBI dan KTI Tahun
2006-2011
20 Perkembangan PDRB per Kapita ADHK 2000 Provinsi-Provinsi KBI
Tahun 2009-2011
21 Perkembangan PDRB per Kapita ADHK 2000 Provinsi-Provinsi KTI
Tahun 2009-2011
22 Perkembangan Produktivitas Tenaga Kerja KBI dan KTI Tahun 20062011
23 Perkembangan Produktivitas Tenaga Kerja Provinsi-Provinsi KBI
Tahun 2009-2011
24 Perkembangan Produktivitas Tenaga Kerja Provinsi-Provinsi KTI
Tahun 2009-2011
25 Perkembangan Angka Putus Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan KBI
Tahun 2006-2011
1
4
4
5
6
8
12
13
16
24
25
25
26
27
28
29
30
30
32
32
33
34
35
36
37
26 Perkembangan Angka Putus Sekolah KTI Menurut Jenjang Pendidikan
Tahun 2006-2011
27 Angka Putus Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan Provinsi-Provinsi
KBI Tahun 2011
28 Angka Putus Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan Provinsi-Provinsi
KTI Tahun 2011
29 Perkembangan Rasio Guru Murid Menurut Jenjang Pendidikan KBI
Tahun 2006-2011
30 Perkembangan Rasio Guru Murid Menurut Jenjang Pendidikan KTI
Tahun 2006-2011
31 Perkembangan Rasio Guru Murid Menurut Jenjang Pendidikan
Provinsi-Provinsi KBI Tahun 2011
32 Perkembangan Rasio Guru Murid Menurut Jenjang Pendidikan
Provinsi-Provinsi KTI Tahun 2011
37
38
39
40
41
42
42
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
Uji Chow pada model KBI
Uji Haussman pada model KBI
Hasil Estimasi dengan model fixed effect pada model KBI
Uji Normalitas-Residual Test-Histogram pada model KBI
Uji Chow pada model KTI
Uji Haussman pada model KTI
Hasil Estimasi dengan model fixed effect pada model KTI
Uji Normalitas-Residual Test-Histogram pada model KTI
55
55
56
57
58
58
59
60
PENDAHULUAN
Latar Belakang
persentase pendapatan
nasional
Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan salah satu tujuan
utama dari suatu negara. Secara luas pembangunan diartikan sebagai proses yang
berkesinambungan dari suatu masyarakat secara keseluruhan menuju kehidupan
yang lebih baik. Saat ini, upaya mewujudkannya tidaklah mudah apalagi untuk
negara berkembang seperti Indonesia karena permasalahan utama yang dihadapi
dari pembangunan adalah masalah kemiskinan dan ketimpangan distribusi
pendapatan. Hal tersebut berkaitan dengan upaya untuk memperbaiki kualitas
kehidupan manusia. Kualitas hidup yang baik memang mensyaratkan adanya
pendapatan yang lebih tinggi namun yang dibutuhkan bukan hanya itu, tetapi juga
pemerataan kesempatan, pemberantasan kemiskinan, peningkatan standar
kesehatan dan nutrisi, peningkatan kebebasan individual, pelestarian ragam
kehidupan budaya, serta pendidikan yang lebih baik (World Bank, 1991).
Ketimpangan distribusi pendapatan terjadi di seluruh negara di dunia, baik
negara maju ataupun negara berkembang. Negara maju mengalami ketimpangan
distribusi pendapatan yang lebih rendah sehingga kesejahteraan penduduk pun
lebih baik sedangkan negara-negara berkembang mengalami ketimpangan
distribusi pendapatan yang lebih tinggi sehingga tingkat kesejahteraan penduduk
lebih rendah. Hal tersebut terlihat dari koefisien gini yang dihasilkan . Pada tahun
2008, berdasarkan data dari Unicef, negara sub-Saharan Afrika memiliki koefisien
gini 0.44 , Asia termasuk Indonesia sebesar 0.41, Middle East dan Afrika Utara
sebesar 0.39, Eropa Timur dan Asia Tengah sebesar 0.35, dan negara
berpendapatan tinggi (High-income Countries) sebesar 0.31.
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
40% terendah
40% menengah
20% tinggi
2008
18.72
36.43
44.45
2009
18.96
36.13
44.91
2010
18.05
36.48
45.47
Sumber : BPS, 2011 (diolah)
Gambar 1. Persentase Perkembangan Pembagian Pendapatan Nasional Indonesia.
2
Kriteria ketimpangan menurut Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan
nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yaitu: 40% berpendapatan
rendah, 40% berpendapatan menengah, dan 20% berpendapatan tinggi. Seperti
yang terlihat pada Gambar 1, berdasarkan kriteria Bank Dunia, ketimpangan
distribusi pendapatan di Indonesia tergolong rendah karena 40% penduduk
berpendapatan terendah menikmati lebih dari 17% pendapatan nasional, akan
tetapi yang menarik adalah porsi terbesar pendapatan nasional tetap dinikmati oleh
20% penduduk berpendapatan tinggi dan 40% penduduk berpendapatan menengah.
Pada tahun 2010, kelompok 20% berpendapatan tinggi mengalami peningkatan
hingga mencapai 45.47% sedangkan 40% penduduk berpendapatan rendah hanya
menikmati 18.05 % pendapatan nasional dan mengalami penurunan dibandingkan
dengan tahun 2009.
Kesenjangan ketimpangan distribusi pendapatan terjadi antara Kawasan
Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Hal ini disebabkan
perbedaan laju pembangunan antar daerah yang ditentukan oleh kemampuan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimilki. Kualitas SDM yang berbeda
disebabkan adanya perbedaan pencapaian pendidikan antara kedua wilayah
tersebut yang dapat terlihat dari kinerja berbagai indikator pendidikan, salah
satunya adalah rata-rata lama sekolah yang dapat mencerminkan tingginya tingkat
pendidikan yang dijalani oleh seseorang. Setiap tahun rata-rata lama sekolah
penduduk Indonesia mengalami peningkatan., akan tetapi dari Gambar 2 dapat
terlihat tidak terjadinya pemerataan pendidikan antara KBI dan KTI. Rata-rata
lama sekolah KBI lebih tinggi dan selalu mengalami peningkatan sedangkan ratarata lama sekolah di KTI sempat mengalami penurunan di tahun 2011.
8
7.8
Tahun
7.6
7.4
KBI
7.2
KTI
7
6.8
6.6
2006
Sumber : BPS, 2011 (diolah)
2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 2 Perkembangan Rata-Rata Lama Sekolah KBI dan KTI
Besarnya anggaran belanja yang dialokasikan pemerintah dalam sektor
pendidikan menunjukkan keseriusan pemerintah untuk memajukan kualitas
pendidikan penduduknya yang tercermin dari kinerja indikator pendidikan.
Keseriusan pemerintah ini dibuktikan dengan adanya Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 yang sekaligus mengganti dan menyempurnakan Undang-Undang No.
2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional (UU Sisdiknas). Undangundang tersebut menyatakan bahwa pemerintah harus mengalokasikan anggaran
3
di sektor pendidikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional
(APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) selain gaji pendidik
dan biaya kedinasan. Pada tingkat nasional, pemerintah mulai dapat memenuhi
UU Sisdiknas sejak tahun 2009 yaitu sebesar 20.8% dari APBN. Akan tetapi,
pelaksanaan pada tingkat provinsi, pendidikan masih belum mendapatkan tempat
yang utama sebagai prioritas program pembangunan provinsi tersebut. Hal ini
ditunjukkan dengan rasio anggaran belanja pendidikan yang masih rendah
12
10
Persen
8
6
KBI
4
KTI
2
0
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Tahun
Sumber : BPS, 2011 (diolah)
Gambar 3 Perkembangan Rasio Alokasi Anggaran Belanja Sektor Pendidikan
KBI dan KTI
Terlihat dari Gambar 2 bahwa kinerja indikator pendidikan KTI lebih
rendah dibandingkan dengan KBI. Kinerja pendidikan yang rendah di wilayah
timur Indonesia mengisyaratkan pemerintah daerah perlu meningkatkan alokasi
anggaran untuk pendidikan akan tetapi faktanya alokasi anggaran pemerintah di
KBI selalu lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah KTI sehingga menyebabkan
semakin timpangnya distribusi pendapatan antara Kawasan Barat dan Timur
Indonesia. Kesenjangan pencapaian pendidikan yang semakin melebar di kedua
kawasan tersebut turut menyebabkan kesenjangan kesejahteraan ekonomi dan
kesenjangan sosial yang semakin tinggi. Hal ini dikarenakan tingkat penguasaan
informasi dan teknologi yang berbeda dari sumber daya manusia yang dimilikinya
sehingga distribusi pendapatan akan semakin timpang. Kualitas SDM KTI yang
masih rendah dibuktikan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
yang dimiliki. Menurut BPS, pada tahun 2010 sebelas diantara dua belas provinsi
di KTI memiliki IPM di bawah rata-rata nasional dengan rata-rata IPM Indonesia
sebesar 72.27.
Kesenjangan kesejahteraan ekonomi terlihat dari perbedaan pendapatan per
kapita kedua wilayah. Pada tahun 2011, penduduk KBI memiliki pendapatan per
kapita sebesar 12.7 juta rupiah sedangkan penduduk KTI hanya sebesar 9.8 juta
rupiah. Begitu pula kesenjangan dalam bidang sosial, 80% penduduk Indonesia
tinggal di KBI dan hanya sekitar 12% dari penduduk KBI yang tergolong miskin,
4
dibandingkan dengan 20% penduduk Indonesia yang tinggal di KTI dan sebanyak
14% penduduk KTI tergolong miskin.
Kesenjangan pencapaian pendidikan merupakan awal dari terjadinya
berbagai kesenjangan tersebut yang mengakibatkan distribusi pendapatan semakin
timpang. Pada tahun 2011, ketimpangan distribusi pendapatan wilayah barat
sebesar 0.37 sedangkan untuk kawasan timur mencapai 0.39. Pemerataan
pendidikan merupakan cara yang dapat digunakan untuk mengurangi ketimpangan
distribusi pendapatan. Dalam laporannya, Bank Dunia juga menyebutkan
pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan cara yang dapat
digunakan untuk mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Pengembangan
SDM dapat dilakukan dengan perbaikan kualitas modal manusia yang mengacu
pada pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang fundamental untuk membentuk
kualitas sumberdaya manusia yang lebih baik dan memainkan peran utama dalam
membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi
modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta
pembangunan yang berkelanjutan (Todaro & Smith, 2006).
Pendidikan diklasifikasikan menjadi barang normal karena semakin
tingginya pendapatan yang dihasilkan maka anggaran yang dialokasikan untuk
pendidikan akan semakin besar tetapi untuk kalangan tidak mampu pendidikan
dianggap sebagai barang mewah sehingga pemerintah wajib untuk membiayai
pendidikan. Pasal 31 Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan bahkan setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan untuk itu pemerintah wajib membiayainya.
Pemerataan pendidikan akan tercapai dan ketimpangan distribusi pendapatan akan
semakin menurun karena semakin tinggi tingkat pendidikan, pendapatan yang
dihasilkan akan lebih baik dan produktivitas yang dihasilkan pun menjadi lebih
besar. Dengan penghasilan yang lebih baik maka kehidupan menjadi lebih
sejahtera.
Perumusan Masalah
Pendidikan merupakan salah satu investasi Sumber Daya Manusia (SDM)
yang penting. Dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi, maka akan
mendapatkan pekerjaan yang lebih layak sehingga pendapatan yang dihasilkan
pun dapat lebih tinggi, Pemerintah menyadari pentingnya pendidikan bagi bangsa
ini sehingga mereka mencanangkan program-program untuk memajukan kualitas
pendidikan, salah satunya adalah program wajib belajar sembilan tahun yang telah
dicanangkan sejak tahun 1994.
Pemerataan pendidikan merupakan strategi lain yang dilakukan oleh
pemerintah untuk mengurangi tingkat ketimpangan distribusi pendapatan.
Semakin tingginya disparitas (kesenjangan) pendidikan maka distribusi
pendapatan akan semakin timpang. Hal ini dapat terlihat dari berbagai indikator
pendidikan, seperti: angka putus sekolah dan angka partisipasi sekolah.
Indikator pendidikan yang mengalami disparitas yaitu angka putus sekolah.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009, setiap tahunnya angka putus
sekolah mengalami penurunan dan pelajar yang mengalami putus sekolah
mayoritas berasal dari golongan miskin (tidak mampu). Dari Gambar 4 dapat
terlihat bahwa angka putus sekolah yang berasal dari golongan miskin pada tiap
5
provinsi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka putus sekolah yang berasal
dari golongan mampu (tidak miskin). Menurut data BPS tahun 2009, angka putus
sekolah yang berasal dari golongan miskin tertinggi berada di provinsi Sulawesi
Barat dan Gorontalo yaitu sebesar 7.20% dan 6.28% sedangkan angka putus
sekolah yang berasal dari golongan mampu hanya sebesar 0.92% dan 0.56%.
Menurut Todaro dan Smith (2006) hal tersebut disebabkan biaya imbangan tenaga
kerja anak yang berasal dari keluarga miskin jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan biaya yang dipikul oleh anak yang berasal dari keluarga mampu. Pelajar
yang berasal dari golongan miskin akan mengalami putus sekolah pada awal tahun
pendidikannya dan sebagian besar lebih banyak putus sekolah berada di tingkat
pendidikan dasar, seperti Sekolah Dasar (SD).
NAD
Sumut
Sumbar
Riau
Jambi
Sumsel
Bengkulu
Lampung
Kep. Babel
Kep. Riau
DKI Jakarta
Jabar
Jateng
DI Yogyakarta
Jatim
Banten
Bali
NTB
NTT
Kalbar
Kalteng
Kalsel
Kaltim
Sulut
Sulteng
Sulsel
Sultengra
Gorontalo
Sulbar
Maluku
Malut
Papua Barat
Papua
Persen
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Provinsi
miskin tidak miskin
Sumber : BPS, 2009
Gambar 4 Angka Putus Sekolah Kelompok Usia 7-12 Tahun Menurut Provinsi
Tahun 2007
Adanya disparitas sistem pendidikan terlihat juga dari angka partisipasi
kasar (APK) baik dari tingkat dasar hingga tingkat perguruan tinggi. Akan tetapi,
disparitas sistem pendidikan lebih terlihat “mencolok” pada tingkat perguruan
tinggi. Pada tingkat tersebut angka partisipasi pelajar dari golongan miskin jauh
lebih kecil dibandingkan dengan pelajar yang berasal dari golongan mampu. Hal
itu terlihat dari Gambar 5.
Angka partisipasi kasar pelajar yang berasal dari golongan miskin jauh lebih
kecil dibandingkan yang berasal dari golongan mampu. Mulai tahun 2007 hingga
tahun 2009, APK dari pelajar miskin mengalami peningkatan yang signifikan. Hal
tersebut membuktikan bahwa setiap tahunnya partisipasi pelajar dari golongan
miskin meningkat sehingga diharapkan suatu hari, mereka akan mendapatkan
penghidupan yang lebih baik melalui tingkat pendidikan yang lebih tinggi yang
mereka telah lalui.
6
35
30
persen
25
20
15
10
5
0
miskin
tidak miskin
2007
0.98
2008
4.19
2009
6.31
35
32.4
32.6
Sumber : Kemendikbud, 2010
Gambar 5 Perkembangan Disparitas APK Perguruan Tinggi
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimanakah perkembangan pendidikan dan ketimpangan distribusi
pendapatan setiap provinsi Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan
Kawasan Timur Indonesia (KTI)?
2. Bagaimanakah peran pendidikan terhadap ketimpangan distribusi
pendapatan setiap provinsi di Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan
Kawasan Timur Indonesia (KTI)?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya
penelitian ini yaitu :
1. Menganalisis perkembangan pendidikan dan ketimpangan distribusi
pendapatan setiap provinsi di Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan
Kawasan Timur Indonesia (KTI).
2. Menganalisis peran pendidikan terhadap ketimpangan distribusi
pendapatan setiap provinsi di Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan
Kawasan Timur Indonesia (KTI)
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai bahan dan masukan informasi bagi pemerintah daerah ataupun
pemerintah pusat dalam mengkaji kebijakan mengenai pendidikan
sehingga sesuai dengan apa yang direncanakan dan tepat pada sasaran
kebijakan tersebut.
2. Sebagai sumber wawasan bagi pembaca mengenai perkembangan
pendidikan dan ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia,serta
pentingnya peran pendidikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan.
7
3. Sebagai sumber referensi bagi penelitian selanjutnya yang akan membahas
terkait dengan pendidikan dan ketimpangan distribusi pendapatan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini untuk mengidentifikasi perkembangan pendidikan dan
ketimpangan distribusi pendapatan serta menganalisis pengaruh pendidikan
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. Penelitian ini difokuskan pada 33
provinsi di Indonesia yaitu 21 provinsi termasuk wilayah barat dan 11 provinsi
termasuk wilayah timur Indonesia mulai tahun 2006 hingga tahun 2011. Ruang
lingkup pendidikan yang akan diteliti meliputi indikator-indikator pendidikan
seperti: angka putus sekolah, rata-rata lama sekolah, selain itu PDRB per kapita,
rasio anggaran belanja pendidikan serta produktivitas tenaga kerja dapat
digunakan untuk melihat peran pendidikan terhadap pembangunan ekonomi.
Ketimpangan distribusi pendapatan dapat dilihat dari koefisien gini 33 provinsi di
Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan mencerminkan merata atau timpangnya pembagian
hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy 1996).
Pendapatan yang diterima individu berasal dari penghasilan yang diterimanya
pada saat bekerja. Pendapatan tersebut mencerminkan tingkat produktivitas
mereka, semakin produktif bekerja maka pendapatan yang dihasilkan akan
semakin besar. Para ekonom umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi
pendapatan yaitu distribusi pendapatan perseorangan dan distribusi pendapatan
fungsional. (Todaro dan Smith 2006 )
Distribusi pendapatan perseorangan merupakan ukuran yang paling sering
digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini menghitung jumlah penghasilan yang
diterima oleh setiap individu tanpa memperhatikan sumber penghasilannya, baik
itu dari hasil bekerja ataupun hanya dari warisan. Selain itu lokasi (desa atau kota)
serta sektor sumber penghasilan (pertanian, manufaktur, jasa, perdagangan) juga
tidak diperhatikan sedangkan distribusi pendapatan fungsional melihat persentase
penghasilan tenaga kerja secara keseluruhan dan membandingkannya dengan
persentase pendapatan total yang dibagikan dalam bentuk sewa, bunga dan laba.
Ukuran lain yang sering digunakan untuk mengukur distribusi pendapatan adalah,
indeks gini, kriteria Bank Dunia, dan indeks theil
Bank Dunia mengelompokkan penduduk menjadi tiga lapisan, yaitu: 40%
penduduk berpendapatan rendah, 40% penduduk berpendapatan menengah serta
20% penduduk berpendapatan tinggi. Kriteria ketidakmerataan Bank Dunia
didasarkan atas porsi pendapatan nasional yaitu :
1. Ketimpangan dinyatakan tinggi apabila 40% penduduk berpendapatan
terendah menikmati kurang dari 12% pendapatan nasional.
8
2. Ketimpangan dinyatakan sedang apabila 40% penduduk berpendapatan
rendah menikmati 12% hingga 17%.
3. Ketimpangan dinyatakan rendah apabila 40% penduduk berpendapatan
terendah menikmati 17% pendapatan nasional.
Indeks gini adalah suatu koefisien yang berkisar antara nol (pemerataan
sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna), semakin besar koefisiennya
(mendekati satu) maka dapat dinyatakan pendapatan semakin timpang begitu pula
sebaliknya apabila koefisien semakin kecil (mendekati nol) maka dapat
dinyatakan pendapatan semakin merata.
Indeks gini dapat dihitung dengan menggunakan kurva Lorentz. Kurva ini
menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di lapisan penduduk
suatu negara. Semakin jauh jarak kurva Lorentz dari garis diagonal (garis
pemerataan sempurna) maka distribusi pendapatan semakin tidak merata.
Ketimpangan distribusi pendapatan yang tinggi dapat terlihat dari bentuk kurva
Lorentz yang akan semakin melengkung mendekati sumbu horizontal seperti yang
terlihat pada gambar sedangkan jika kurva Lorentz semakin mendekati garis
diagonal (garis pemerataan sempurna) maka distribusi pendapatan dinyatakan
semakin merata seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Sumber : Todaro dan Smith, 2006
Gambar 6 Kurva Lorenz
Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa ketimpangan distribusi
pendapatan dinyatakan rendah apabila koefisien gini berada antara 0.20 sampai
0.35, Ketimpangan dinyatakan sedang apabila koefisien gini berada antara 0.36
sampai 0.50, dan ketimpangan dinyatakan tinggi apabila koefisien gini berada
antara 0.51 sampai lebih dari 0.7. Koefisien gini merupakan salah satu ukuran
yang memenuhi empat kriteria yang dibutuhkan, yaitu:
1. Prinsip anonimitas mengemukakan bahwa ukuran ketimpangan seharusnya
tidak tergantung pada siapa yang mendapatkan pendapatan yang lebih
tinggi
2. Independensi skala merupakan ukuran ketimpangan tidak tergantung pada
ukuran perekonomian suatu negara.
9
3. Independensi populasi menyatakan bahwa pengukuran ketimpangan
seharusnya tidak didasarkan pada jumlah pendapatan (jumlah penduduk)
4. Prinsip transfer sering disebut juga dengan prinsip Pigou-Dalton yang
mengasumsikan semua pendapatan yang lain konstan jika mentransfer
sejumlah pendapatan orang kaya ke orang miskin tetapi tidak banyak
hingga mengakibatkan orang miskin itu justru lebih kaya daripada orang
yang awalnya kaya maka akan dihasilkan pendapatan baru yang lebih
merata.
Indeks Theil merupakan salah satu ukuran dalam mengukur ketimpangan
distribusi pendapatan. Nilai indeks Theil berkisar antara 0 dan ∞, semakin
mendekati nilai 0 maka distribusi pendapatan semakin merata dan semakin tinggi
indeks Theil berarti ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi semakin besar.
Peran Pendidikan
Terdapatnya kegagalan-kegagalan dalam mengembangkan berbagai
program di negara-negara berkembang menimbulkan kesadaran ahli-ahli ekonomi
dan berbagai kalangan lainnya bahwa kemampuan suatu masyarakat untuk
merencanakan dan melaksanakan pembangunan tergantung kepada taraf
pendidikan masyarakatnya. Todaro (2006) menyatakan bahwa sumberdaya modal
bukanlah yang sepenuhnya menentukan laju perkembangan ekonomi suatu negara
melainkan sumberdaya manusia. Setiap masyarakat mempunyai kemampuan yang
berbeda untuk menciptakan pembangunan ekonomi dan salah satu cara untuk
mempertinggi kemampuan tersebut adalah dengan mempertinggi taraf pendidikan
masyarakatnya. Kualitas sumberdaya manusia merupakan faktor terpenting dalam
pembangunan ekonomi suatu negara dan untuk meningkatkannya maka
diperlukan mutu pendidikan yang berkualitas. Kualitas pendidikan suatu negara
dapat diukur melalui indikator-indikator pendidikan seperti yang telah dilansir
oleh Badan Pusat Statistik (BPS), antara lain: angka melek huruf, rata-rata lama
sekolah, dan angka partisipasi sekolah.
Kualitas sumber daya manusia juga ditandai oleh semakin tingginya
tingkat pendidikan yang ditempuh. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan
memperluas pengetahuan masyarakat dan mempertinggi rasionalitas mereka
sehingga memungkinkan masyarakat dalam mengambil langkah yang bijaksana
dalam mengambil keputusan selain itu dengan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi ditandai oleh kemampuan seseorang dalam menyerap dan mengembangkan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang dapat memicu penciptaan
teknologi-teknologi terbaru dalam kehidupan masyarakat serta memiliki
keterampilan yang memadai. Malalui penguasaan IPTEK, kemampuan suatu
negara akan lebih maju dan berkembang sehingga dapat meningkatkan daya saing
suatu wilayah baik di tingkat lokal, nasional, ataupun global. Dengan demikian
tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan dapat menjamin perbaikan yang terus
berlangsung dalam tingkat teknologi yang digunakan masyarakat.
Dalam melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas dibutuhkan
pendidikan, terutama di tingkat menengah dan tinggi sehingga penguasaan
pengetahuan, keterampilan, dan teknologi dapat lebih baik. Pendidikan akan
berpengaruh terhadap penawaran tenaga kerja, seseorang dengan tingkat
10
pendapatan yang lebih tinggi akan mendapatkan gaji yang lebih tinggi dengan
kata lain tingkat pendidikan mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan
seseorang. Dengan meningkatkan tingkat pendidikan maka tingkat pengetahuan
dan keterampilan juga akan meningkat. Hal tersebut mengakibatkan produktivitas
kerja seseorang meningkat sehingga akan berpengaruh positif dengan tingkat
pendapatannya. Seseorang yang memiliki tingkat pendapatan yang lebih baik
maka tingkat kesejahteraannya juga akan meningkat.
Tenaga kerja dari kalangan tidak mampu dianggap rendah dalam
produktivitas, hal itu dikarenakan kurangnya kemampuan dalam mengakses
pendidikan. Peran pemerintah sangat dibutuhkan melalui program bantuan
pendidikan, seperti beasiswa sehingga kesempatan memperoleh tingkat
pendidikan dapat diperoleh oleh seluruh kalangan. Pendidikan merupakan satusatunya cara untuk memutus rantai kemiskinan. Tingkat pendidikan yang semakin
tinggi akan memperbaiki kehidupan seseorang sehingga ia menjadi lebih sejahtera
dan dapat terlepas dari tingkat kemiskinan.
Mekanisme Hubungan Kinerja Pendidikan dengan Ketimpangan Distribusi
Pendapatan
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) terkait erat dengan kualitas
pendidikan karena pendidikan merupakan cara terefektif dalam pengembangan
SDM yang dapat menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan. Akan tetapi
yang dibutuhkan bukanlah hanya kualitas pendidikan yang baik melainkan disertai
adanya pemerataan untuk memperoleh pendidikan sehingga semua kalangan dapat
mengenyam pendidikan yang seharusnya.
Menurut Todaro dan Smith (2006) terdapat korelasi yang positif antara
tingkat pendidikan seseorang dengan tingkat penghasilan yang akan diterimanya.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
kemampuan seseorang untuk menyerap dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK). Peningkatan pengetahuan dan keterampilan akan
meningkatkan produktivitas kerja seseorang yang berimplikasi pada peningkatan
pendapatan yang akan diperoleh. Dengan pendapatan yang lebih baik maka akan
mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik sehingga penduduk yang termasuk
golongan kurang mampu dapat memperbaiki kehidupannya dan ketimpangan
distribusi pendapatan semakin lama akan semakin menurun. Schultz (1966) juga
mengemukakan bahwa pendidikan berkontribusi langsung terhadap kesejahteraan
dan berfokus pada kemampuan tidak langsung untuk meningkatkan utilitas
dengan meningkatkan pendapatan.
Teori Human Capital
Konsep antara sumberdaya manusia harus dibedakan dengan konsep
modal manusia. Sumberdaya manusia dapat berubah menjadi modal manusia
melalui nilai-nilai pendidikan, kesehatan, dan moral. Perubahan sumberdaya
manusia yang masih mentah menjadi sumberdaya manusia yang produktif melalui
pendidikan, kesehatan, dan moral merupakan proses pembentukan modal manusia.
11
Modal manusia (human capital) merupakan istilah yang sering digunakan oleh
para ekonom untuk pendidikan, kesehatan, dan kapasitas manusia yang lain yang
dapat meningkatkan produktivitas jika hal-hal tersebut ditingkatkan. Pentingnya
modal manusia dalam pembangunan dimulai pada tahun 1960-an oleh pemikiran
Theodore Schultz mengenai investment in human capital. Schultz menyatakan
bahwa pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi melainkan investasi
dalam pembentukan modal manusia yang sebanding dengan modal fisik dan akan
diikuti dengan pertumbuhan yang signifikan. Pengeluaran konsumsi pendidikan
merupakan investasi dalam modal manusia karena mengharapkan pengembalian
berupa penghasilan yang akan diperoleh masa depan. Pendidikan berkontribusi
langsung terhadap kesejahteraan namum pendekatan pendidikan juga berfokus
pada kemampuan tidak langsung untuk meningkatkan utilitas dengan
meningkatkan pendapatan. investasi tersebut memperhitungkan biaya langsung
dan biaya tidak langsung dalam mengambil sebuah keputusan, biaya langsung
merupakan biaya yang langsung terlihat pada waktu itu juga seperti biaya sekolah,
seragam sekolah, buku-buku, dan sebagainya sedangkan biaya tidak langsung
adalah biaya yang akan terlihat di waktu yang akan datang, yaitu penghasilan
yang hilang apabila ia bekerja.
Schultz (1966) melihat hubungan antara pendidikan dan produktivitas. Ia
memperlihatkan bahwa sumberdaya manusia yang berkualitas dapat diwujudkan
dengan membangun sektor pendidikan. Pembentukkan SDM yang berkualitas
merupakan fokus dalam pembangunan ekonomi yang telah memberikan
kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat tercapai
melalui penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) serta keterampilan
sehingga produktivitas tenaga kerja akan meningkat. Konsep yang dikemukakan
oleh Schultz menganggap pendidikan merupakan faktor penting dalam
mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Semakin produktif masyarakat
melalui penguasaan IPTEK maka pendapatan yang diterima mereka akan
meningkat sehingga mereka dapat hidup lebih sejahtera
Teori Lingkaran Kemiskinan
Gunnar Myrdall merupakan salah satu intelektual peraih nobel bidang
ekonomi karena gagasan utamanya mengenai ketimpangan. Ia menyatakan bahwa
ketimpangan dalam struktur kekuasaan politik dan pembagian kekayaan yang
tidak merata dalam masyarakat merupakan kendala utama bagi terwujudnya
keadilan masyarakat maupun terhadap efisiensi dalam pertumbuhan ekonomi.
Myrdall juga mengemukakan kritik yang ia tulis dalam bukunya berjudul Asian
Drama kepada sebagian negara berkembang yang dianggap sebagai negara yang
berstruktur lembek (soft states). Hal tersebut mengacu kepada sikap pemerintah
dan elite politik yang tidak memiliki niat dan tekad dalam mewujudkan sasaran
kebijaksanaan. Myrdall juga memiliki teori tersendiri mengenai kemiskinan yang
disebut dengan lingkaran setan kemiskinan/keterbelakangan. Teori lingkaran
kemiskinan adalah suatu rangkaian yang saling memengaruhi satu sama lain
sehingga akan menimbulkan keadaan dimana suatu negara akan tetap miskin dan
mengalami kesulitan untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih tinggi.
12
Teori lingkaran kemiskinan terbagi menjadi dua konsep, yaitu teori yang
dicetuskan oleh Gunnar Myrdall dan Nurkse. yang berbeda antara satu dengan
yang lainnya. Teori lingkaran kemiskinan Nurkse mengemukakan bahwa dalam
lingkaran kemiskinan yang terpenting adalah keadaan-keadaan yang
menyebabkan timbulnya hambatan kepada terciptanya tingkat pembentukan
modal yang tinggi. Menurutnya, tingkat produktivitas rendah diakibatkan oleh
tingkat pendapatan masyarakat yang rendah menyebabkan kemampuan
masyarakat untuk menabung juga rendah. Ini akan menyebabkan tingkat
pembentukan modal yang rendah yang akan menyebabkan negara kekurangan
modal dan tingkat produktivitas akan tetap rendah. (Didin Damanhuri 2010)
Teori yang dikemukakan oleh Myrdall yaitu pentingnya basic needs untuk
mengurangi kemiskinan. Menurutnya kemiskinan terjadi bukan karena hanya
modal saja melainkan lebih dipengaruhi oleh pendidikan, kurangnya gizi, dan
basic needs lainnya. Menurut Myrdall, keadaan miskin bermula dari pendapatan
yang rendah sehingga kualitas gizi menjadi kurang. Rendahnya kualitas gizi
tersebut menyebabkan rendahnya kesehatan penduduk yang rendah yang
kemudian menyebabkan rendahnya produktivitas. Produktivitas rendah ini
menyebabkan pendapatan yang rendah sehingga mengakibatkan kemiskinan,
seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 7.
Pendapatan
penduduk rendah
Negara miskin
Pendapatan
daerah
Produktivitas
Penduduk rendah
Kualitas Kesehatan
Penduduk Rendah
Kualitas Gizi
Penduduk Rendah
Sumber : Didin Damanhuri, 2010
Gambar 7 Lingkaran kemiskinan
Pemikirannya telah diterapkan oleh International Labour Organization
(ILO) dalam memecahkan kemiskinan yang terjadi di negara berkembang.
Strategi ini dikenal dengan strategi pemenuhan kebutuhan dasar (basic need
strategy) sebagai strategi pembangunan yang tepat bagi negara berkembang.
Strategi tersebut menjadi inspirasi untuk Indonesia dalam hal mengurangi
kemiskinan melalui strategi yang dikenal dengan strategi delapan jalur pemerataan.
Delapan jalur pemerataan yang dibuat oleh Presiden Soeharto pada tahun 1978
merupakan bagian dari konsep trilogi pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang
13
tinggi tidak akan berarti bagi kesejahteraan masyarakat apabila masih terdapat
ketimpangan distribusi pendapatan di kalangan penduduknya. Oleh karena itu,
pemerintah menetapkan delapan jalur pemerataan, yaitu pemerataan dalam
memenuhi kebutuhan pokok, kesempatan memperoleh pendidikan dan kesehatan,
pembagian pendaptan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, kesempatan
berpatisipasi dalam pembangunan khususnya bagi kaum wanita dan generasi
muda, penyebaran pembangunan di tanah air, dan kesempatan memperoleh
keadilan.
Hipotesis Kuznets
Keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan
telah diteliti oleh Simon Kuznets. Ia menyebutkan bahwa pada tahap awal
pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk namun pada
tahap selanjutnya distribusi pendapatan akan membaik yang kemudian dikenal
sebagai Hipotesis Kurva Kuznets “U-Terbalik” (Inverted U-curve Hypothesis).
Ketimpangan pendapatan yang besar pada fase awal pertumbuhan ekonomi ini
disebabkan proses perubahan menjadi masyarakat industri.
Menurut Todaro dan Smith (2006) Kurva Kuznets dapat dihasilkan oleh
proses pertumbuhan berkesinambungan yang berasal dari perluasan sektor modern,
seiring dengan perkembangan sebuah negara dari perekonomian tradisional ke
perekonomian modern. Perekonomian tradisional dapat dilambangkan dari sektor
pertanian sedangkan perekonomian modern dapat dilambangkan dengan sektor
industri. Ketika peranan sektor industri meningkat maka produktivitas sektor
industri juga akan meningkat yang akan mengakibatkan pendapatan per kapita
sektor industri lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian. Ketimpangan
yang terjadi di kedua sektor tersebut akan semakin tinggi pada fase awal
pertumbuhan dan kemudian akan ada suatu titik balik yang akan membuat
ketimpangan akan terus semakin menurun.
Sumber : Todaro dan Smith (2006)
Gambar 8 Kurva Kuznets “U-Terbalik”
14
Tinjauan Empiris
Penelitian mengenai peran pendidikan telah dilakukan sebelumnya, yaitu
terhadap kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan ketimpangan pendapatan. Dari
penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa terdapat hubungan kausalitas antara
peran pendidikan dengan distribusi pendapatan. Pendidikan akan mempengaruhi
ketimpangan distribusi pendapatan, tanpa adanya pendidikan maka distribusi
pendapatan akan semakin timpang.
Rasidin Karo-Karo Sitepu (2007) menganalisis mengenai dampak
investasi sumberdaya manusia dan transfer pendapatan terhadap distribusi
pendapatan dan kemiskinan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
dampak investasi sumberdaya manusia sektoral dan transfer pendapatan rumah
tangga terhadap indikator makroekonomi, output, penyerapan tenaga kerja, tingkat
harga di sektoral, pendapatan, distribusi pendapatan serta tingkat kemiskinan
kelompok rumah tangga. Penelitian ini menggunakan model computable general
equilibrium (CGE), model ekonometrik, serta metoda FGT dan Beta Distribution
Function. Penelitian ini menggunakan metode Beta Distribution Function untuk
mengevalusai ketimpangan distribusi pendapatan dan untuk mengevaluasi
kemiskinan digunakan model ekonomi keseimbangan umum. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa permintaan tenaga kerja sektoral meningkat sebagai akibat
dari peningkatan investasi sumberdaya manusia untuk pendidikan, distribusi
pendapatan cenderung menjadi lebih merata dan jumlah penduduk yang berada di
bawah garis kemiskinan lebih berkurang karena peningkatan investasi sumberdaya
manusia. Selain itu ia juga mengemukakan bahwa peningkatan investasi
sumberdaya manusia lebih efektif menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan
dan kemiskinan di Indonesia dibandingkan dengan transfer pendapatan yang
dilakukan pemerintah kepada kelompok rumahtangga pedesaan.
Ajid Hajiji (2010) menganalisis mengenai keterkaitan antara pertumbuhan
ekonomi, ketimpangan pendapatan, dan pengentasan kemiskinan di provinsi Riau.
Penelitian ini menggunakan data sekunder mulai tahun 2002 hingga 2008 dengan
analisis regresi data panel Hasil penelitian dengan metode fixed effect
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau ternyata juga
meningkatkan ketimpangan pendapatan. Peningkatan ketimpangan pendapatan
tersebut mengurangi efektivitas pertumbuhan ekonomi dalam pengentasan
kemiskinan.
Rofiq Nur Rizal (2012) menganalisis mengenai peran pendidikan terhadap
pengurangan kemiskinan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
jenjang pendidikan yang berperan dalam mengurangi kemiskinan di Indonesia
serta peran pendidikan dasar dalam mengurangi kemiskinan. Penelitian yang
dilakukannya menggunakan data sekunder dari tahun 2007 hingga 2010 dengan
analisis regresi data panel. Hasil penelitian dengan metode fixed effect
menghasilkan kesimpulan yaitu jenjang pendidikan dasar tidak cukup berperan
dalam mengurangi kemiskinan di Indonesia tetapi justru berperan menambah
tingkat kemiskinan sehingga kebijakan nasional wajib pendidikan dasar sembilan
tahun tidak cukup dalam menanggulangi kemiskinan. selain itu penelitian ini juga
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan respon jenjang pendidikan terhadap
pengurangan kemiskinan dimana jenjang pendidikan tinggi lebih berperan besar
terhadap pengurangan kemiskinan di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sementara
15
jenjang pendidikan menengah masih berperan besar terhadap pengurangan
kemiskinan di Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Kerangka Pemikiran
Pembangunan ekonomi diartikan sebagai proses yang berkesinambungan
dari suatu masyarakat secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik.
Menurut Todaro dan Smith (2006) salah satu tujuan inti yang harus dimiliki dari
proses pembangunan adalah peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa
peningkatan pendapatan tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan
kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai
kultural dan kemanusiaan. Tujuan pembangunan tersebut sulit terpenuhi apalagi
untuk negara berkembang seperti Indonesia, dalam mewujudkan tujuan tersebut
lebih memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dibandingkan
kuantitas Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki oleh suatu negara. Hal tersebut
karena SDA memiliki kuantitas yang terbatas sehingga semakin lama persediaan
yang tersedia akan semakin sedikit sedangkan SDM yang berkualitas tidak
memiliki kuantitas yang terbatas dan akan berkembang sepenjang waktu.
Pendidikan memainkan peran penting dalam membentuk SDM yang
berkualitas melalui penguasaan IPTEK dan keterampilan Hal tersebut dapat
terlihat dari berbagai indikator yang berkaitan dengan pendidikan, seperti: angka
putus sekolah, rata-rata lama sekolah, rasio anggaran belanja pendidikan, PDRB
per kapita, serta produktivitas tenaga kerja.
Pendidikan dianggap sebagai barang mewah untuk penduduk yang
bergolongan tidak mampu (miskin), karena keterbatasan dalam mengakses hal
tersebut serta terkait biaya imbangan yang dikorbankan mereka lebih tinggi
dibandingkan dengan pelajar yang bergolongan mampu. Ketika mereka
bersekolah, mereka tidak dapat bekerja untuk membantu kedua orangtua mereka
dalam meringankan biaya hidup sehingga tidak heran banyak yang mengalami
putus sekolah di awal pendidikan. Apabila pembenahan terhadap hal ini tidak
segera dilakukan maka kesempatan untuk memperoleh pendidikan lanjut hanya
akan didasarkan oleh tinggi rendahnya tingkat pendapatan keluarga sehingga di
masa mendatang pendapatan yang lebih baik akan didapatkan oleh kalangan yang
berpendidikan tinggi yang merupakan golongan orang mampu maka semakin
lama ketimpangan distribusi pendapatan akan semakin melebar. Oleh karena itu
dibutuhkan sikap pemerintah yang serius untuk mencegah semakin melebarnya
ketimpangan distribusi pendapatan tersebut.
16
Pembangunan ekonomi
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas
PENDIDIKAN
Perkembangan kondisi pendidikan dan
ketimpangan distribusi pendapatan 33 provinsi di
KBI dan KTI
Analisis
Data
Panel
Angka putus sekolah menurut jenjang pendidikan
Rata-rata lama sekolah
Rasio anggaran belanja pendidikan
PDRB per kapita
Produktivitas tenaga kerja
KETIMPANGAN DISTRIBUSI
PENDAPATAN
Rekomendasi Kebijakan
Gambar 9 Kerangka Pemikiran
Keterangan
Alur analisis panel data
Alur hubungan
Analisis
Deskriptif
17
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian sebelumnya maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu :
1. Rasio anggaran belanja sektor pendidikan diduga berpengaruh negatif
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan.
2. PDRB per kapita sebagai proksi dari pertumbuhan ekonomi diduga
berpengaruh negatif terhadap ketimpangan distribusi pendapatan
3. Indikator pendidikan seperti rata-rata lama sekolah berpengaruh negatif
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sedangkan angka putus
sekolah menurut jenjang pendidikan diduga berpengaruh positif terhadap
ketimpangan distribusi pendapatan.
4. Peningkatan modal manusia direpresentasikan dengan produktivitas tenaga
kerja yang diduga berpengaruh negatif terhadap ketimpangan distribusi
pendapatan.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang mencakup 33 provinsi di
Indonesia dengan menggunakan data panel yaitu menggabungkan data time series
atau data deret waktu dengan kurun waktu tahunan yaitu periode tahun 2006
hingga tahun 2011 dan data cross section yang didapatkan dari Badan Pusat
Statistik (BPS), Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu), serta
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud).
Data yang digunakan dalam penlitian ini meliputi :
1. Indeks gini 33 provinsi di Indonesia tahun 2006 hingga 2011 yang
bersumber dari badan pusat statistik (BPS).
2. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita 33 provinsi di
Indonesia tahun 2006 hingga 2011 yang bersumber dari BPS.
3. Rata-rata lama sekolah 33 provinsi di Indonesia tahun 2006 hingga 2011
yang bersember dari BPS.
4. Jumlah tenaga kerja dan PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) 2000
yang bersumber dari BPS.
5. Indikator pendidikan berupa angka putus sekolah menurut jenjang
pendidikan 33 provinsi di Indonesia tahun 2006 hingga 2011 yang
bersumber dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia (Kemendikbud).
6. Alokasi anggaran belanja pendidikan 33 provinsi di Indonesia tahun 2006
hingga 2011 yang bersumber dari Kementerian Keuangan Republik
Indonesia (Kemenkeu).
18
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis
deskriptif dan metode analisis kuantitatif berupa regresi data panel . Model regresi
panel diolah dengan menggunakan software Eviews 6.1 yang merupakan program
analisis data dan digunakan dalam bidang ekonometrik.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan
untuk mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang disajikan dalam
bentuk tabel dan grafik. Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk
melihat perkembangan kualitas pendidikan dan ketimpangan distribusi pendapatan
33 provinsi di Indonesia selama periode penelitian yaitu tahun 2006 hingga 2011.
Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dalam penelitian ini digunakan untuk melihat peran
pendidikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan 33 provindi di Indonesia
selama periode penelitian yaitu tahun 2006 hingga 2011. Metode analisis
kuantitatif yang digunakan adalah analisis regresi data panel (pooled data). Data
panel adalah
KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN INDONESIA
NADYA ASTRID PUSPITANINGRUM
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Peran
Pendidikan Dalam Mengatasi Ketimpangan Distribusi Pendapatan Indonesia
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Nadya Astrid Puspitaningrum
NIM H14090099
ABSTRAK
NADYA ASTRID PUSPITANINGRUM. Analisis Peran Pendidikan Dalam
Mengatasi Ketimpangan Distribusi Pendapatan Indonesia. Dibimbing oleh
WIWIK RINDAYATI
Ketimpangan distribusi pendapatan adalah salah satu permasalahan utama
pembangunan yang dapat diatasi dengan pengembangan sumberdaya manusia.
Hal itu dilakukan dengan cara perbaikan kualitas modal manusia melalui tingkat
pendidikan. Penelitian ini bertujuan menjelaskan perkembangan ketimpangan
distribusi pendapatan dan pendidikan di Indonesia serta menganalisis peran
pendidikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan dengan menggunakan
metode panel data. Data penelitian ini mencakup 33 provinsi di Indonesia mulai
tahun 2006 hingga 2011 dengan variabel yang digunakan yaitu: indeks gini, ratarata lama sekolah, angka putus sekolah menurut tingkat pendidikan, PDRB per
kapita, rasio anggaran belanja pemerintah sektor pendidikan, serta produktivitas
tenaga kerja Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah,
angka putus sekolah tingkat SMP dan SMA serta PDRB per kapita berpengaruh
positif sedangkan variabel lainnya berpengaruh negatif terhadap ketimpangan
distribusi pendapatan. Pemerintah perlu membuat kurikulum pendidikan yang
dapat meningkatkan keterampilan sehingga kemandirian ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat semakin meningkat.
Kata kunci: pendidikan, ketimpangan distribusi pendapatan, panel data
ABSTRACT
NADYA ASTRID PUSPITANINGRUM. The Role of Education Inequality to
Overcome Income Distribution in Indonesia. Supervised by WIWIK
RINDAYATI
Income inequality is one of the major development problem that can be
solved through development of human resources. It was done by improving the
quality of human capital through education. This study aims to explain the income
inequality and the development of education in Indonesia and also to analize the
role of education towards the reduction of income inequality by using panel data
method. The data of this study includes 33 provinces in Indonesia during the years
2006 until 2011 is using variables : gini index, average length of school, the
number of dropouts by level of education, GDP per capita, the ratio of
government expenditure from education sector, and labor productivity. This study
finds that school enrollment rates, average length of schools, the number of school
dropouts in senior and junior high school, and GDP per capita have positive effect
whereas other variables have negative effect with income inequality. The
government needs to create the educational curriculum that can improve the skills
thus economic independence and social welfare can be increased.
Keywords: education, income inequality, panel data
ANALISIS PERAN PENDIDIKAN DALAM MENGATASI
KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN INDONESIA
NADYA ASTRID PUSPITANINGRUM
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Analisis Peran Pendidikan Dalam Mengatasi Ketimpangan
Distribusi Pendapatan Indonesia
Nama
: Nadya Astrid Puspitaningrum
NIM
: H14090099
Disetujui oleh
Dr. Ir. Wiwik Rindayati
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah Analisis Peran Pendidikan Dalam Mengatasi
Ketimpangan Distribusi Pendapatan Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni
Bapak Didin Syamsuddin dan Ibu Retno Kusumo atas segala doa dan dukungan
yang selalu diberikan. Selain itu ucapan terima kasih juga ditujukan kepada:
1. Ibu Dr Wiwiek Rindayati selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dengan sabar dan
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji utama dan Ibu
Laily Dwi Arsyianti, M.Sc selaku dosen penguji dari komisi pendidikan
atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Staff badan pusat statistik (BPS), staff kementerian keuangan, serta staff
kementerian pendidikan dan kebudayaan yang telah membantu selama
pengumpulan data.
4. Para dosen, staf dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan berbagai bantuan.
5. Teman-teman satu bimbingan, Meilani Putri, Manda Khairatul, dan Alfi
Gusmanandri, yang telah banyak memberikan bantuan, saran, kritik,
motivasi dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Sahabat penulis Farhana, Friska, Nina, Maria, dan Rezka yang telah
membantu dan memberi dukungan atas penyelesaian skripsi ini.
7. Teman-teman kosan putri Sinabung Ines, Nadia, Shelly, Della, Lina, Anin,
dan Ayu atas dukungannya untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman asrama tercinta Riana, Rahma, Liza, Icha, Vita atas
perhatian dan dukungan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Seluruh keluarga Ilmu Ekonomi 46, 47 dan 48 atas doa dan dukungannya
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013
Nadya Astrid Puspitaningrum
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
6
Manfaat Penelitian
6
Ruang Lingkup Penelitian
7
TINJAUAN PUSTAKA
7
METODE PENELITIAN
17
Jenis dan Sumber Data
17
Metode Pengolahan dan Analisis Data
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
Hasil
23
Pembahasan
47
SIMPULAN DAN SARAN
52
Simpulan
52
Saran
52
DAFTAR PUSTAKA
53
LAMPIRAN
55
RIWAYAT HIDUP
61
DAFTAR TABEL
1 Hasil Estimasi Panel Data KBI
2 Hasil Estimasi Panel Data KTI
44
45
DAFTAR GAMBAR
1 Persentase Perkembangan Pembagian Pendapatan Nasional Indonesia
2 Perkembangan rata-rata lama sekolah KBI dan KTI
3 Perkembangan rata-rata rasio alokasi anggaran belanja sektor
pendidikan KBI dan KTI
4 Angka Putus Sekolah Kelompok Usia 7-12 Tahun Menurut Provinsi
Tahun 2007
5 Perkembangan Disparitas APK Perguruan Tinggi
6 Kurva Lorentz
7 Lingkaran Kemiskinan
8 Kurva Kuznets “U-Terbalik”
9 Kerangka Pemikiran
10 Perkembangan Indeks Gini KBI dan KTI Tahun 2006-2011
11 Perkembangan Indeks Gini Provinsi- Provinsi KBI Tahun 2009-2011
12 Perkembangan Indeks Gini Provinsi- Provinsi KTI Tahun 2009-2011
13 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah KBI dan KTI Tahun 2006-2011
14 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah Provinsi-Provinsi KBI Tahun
2009-2011
15 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah Provinsi-Provinsi KTI Tahun
2009-2011
16 Perkembangan Rasio Anggaran Belanja Pendidikan KBI dan KTI
Tahun 2006-2011
17 Perkembangan Rasio Anggaran Belanja Pendidikan Provinsi-Provinsi
KBI Tahun 2009-2011
18 Perkembangan Rasio Anggaran Belanja Pendidikan Provinsi-Provinsi
KTI Tahun 2009-2011
19 Perkembangan PDRB per Kapita ADHK 2000 KBI dan KTI Tahun
2006-2011
20 Perkembangan PDRB per Kapita ADHK 2000 Provinsi-Provinsi KBI
Tahun 2009-2011
21 Perkembangan PDRB per Kapita ADHK 2000 Provinsi-Provinsi KTI
Tahun 2009-2011
22 Perkembangan Produktivitas Tenaga Kerja KBI dan KTI Tahun 20062011
23 Perkembangan Produktivitas Tenaga Kerja Provinsi-Provinsi KBI
Tahun 2009-2011
24 Perkembangan Produktivitas Tenaga Kerja Provinsi-Provinsi KTI
Tahun 2009-2011
25 Perkembangan Angka Putus Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan KBI
Tahun 2006-2011
1
4
4
5
6
8
12
13
16
24
25
25
26
27
28
29
30
30
32
32
33
34
35
36
37
26 Perkembangan Angka Putus Sekolah KTI Menurut Jenjang Pendidikan
Tahun 2006-2011
27 Angka Putus Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan Provinsi-Provinsi
KBI Tahun 2011
28 Angka Putus Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan Provinsi-Provinsi
KTI Tahun 2011
29 Perkembangan Rasio Guru Murid Menurut Jenjang Pendidikan KBI
Tahun 2006-2011
30 Perkembangan Rasio Guru Murid Menurut Jenjang Pendidikan KTI
Tahun 2006-2011
31 Perkembangan Rasio Guru Murid Menurut Jenjang Pendidikan
Provinsi-Provinsi KBI Tahun 2011
32 Perkembangan Rasio Guru Murid Menurut Jenjang Pendidikan
Provinsi-Provinsi KTI Tahun 2011
37
38
39
40
41
42
42
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
Uji Chow pada model KBI
Uji Haussman pada model KBI
Hasil Estimasi dengan model fixed effect pada model KBI
Uji Normalitas-Residual Test-Histogram pada model KBI
Uji Chow pada model KTI
Uji Haussman pada model KTI
Hasil Estimasi dengan model fixed effect pada model KTI
Uji Normalitas-Residual Test-Histogram pada model KTI
55
55
56
57
58
58
59
60
PENDAHULUAN
Latar Belakang
persentase pendapatan
nasional
Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan salah satu tujuan
utama dari suatu negara. Secara luas pembangunan diartikan sebagai proses yang
berkesinambungan dari suatu masyarakat secara keseluruhan menuju kehidupan
yang lebih baik. Saat ini, upaya mewujudkannya tidaklah mudah apalagi untuk
negara berkembang seperti Indonesia karena permasalahan utama yang dihadapi
dari pembangunan adalah masalah kemiskinan dan ketimpangan distribusi
pendapatan. Hal tersebut berkaitan dengan upaya untuk memperbaiki kualitas
kehidupan manusia. Kualitas hidup yang baik memang mensyaratkan adanya
pendapatan yang lebih tinggi namun yang dibutuhkan bukan hanya itu, tetapi juga
pemerataan kesempatan, pemberantasan kemiskinan, peningkatan standar
kesehatan dan nutrisi, peningkatan kebebasan individual, pelestarian ragam
kehidupan budaya, serta pendidikan yang lebih baik (World Bank, 1991).
Ketimpangan distribusi pendapatan terjadi di seluruh negara di dunia, baik
negara maju ataupun negara berkembang. Negara maju mengalami ketimpangan
distribusi pendapatan yang lebih rendah sehingga kesejahteraan penduduk pun
lebih baik sedangkan negara-negara berkembang mengalami ketimpangan
distribusi pendapatan yang lebih tinggi sehingga tingkat kesejahteraan penduduk
lebih rendah. Hal tersebut terlihat dari koefisien gini yang dihasilkan . Pada tahun
2008, berdasarkan data dari Unicef, negara sub-Saharan Afrika memiliki koefisien
gini 0.44 , Asia termasuk Indonesia sebesar 0.41, Middle East dan Afrika Utara
sebesar 0.39, Eropa Timur dan Asia Tengah sebesar 0.35, dan negara
berpendapatan tinggi (High-income Countries) sebesar 0.31.
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
40% terendah
40% menengah
20% tinggi
2008
18.72
36.43
44.45
2009
18.96
36.13
44.91
2010
18.05
36.48
45.47
Sumber : BPS, 2011 (diolah)
Gambar 1. Persentase Perkembangan Pembagian Pendapatan Nasional Indonesia.
2
Kriteria ketimpangan menurut Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan
nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yaitu: 40% berpendapatan
rendah, 40% berpendapatan menengah, dan 20% berpendapatan tinggi. Seperti
yang terlihat pada Gambar 1, berdasarkan kriteria Bank Dunia, ketimpangan
distribusi pendapatan di Indonesia tergolong rendah karena 40% penduduk
berpendapatan terendah menikmati lebih dari 17% pendapatan nasional, akan
tetapi yang menarik adalah porsi terbesar pendapatan nasional tetap dinikmati oleh
20% penduduk berpendapatan tinggi dan 40% penduduk berpendapatan menengah.
Pada tahun 2010, kelompok 20% berpendapatan tinggi mengalami peningkatan
hingga mencapai 45.47% sedangkan 40% penduduk berpendapatan rendah hanya
menikmati 18.05 % pendapatan nasional dan mengalami penurunan dibandingkan
dengan tahun 2009.
Kesenjangan ketimpangan distribusi pendapatan terjadi antara Kawasan
Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Hal ini disebabkan
perbedaan laju pembangunan antar daerah yang ditentukan oleh kemampuan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimilki. Kualitas SDM yang berbeda
disebabkan adanya perbedaan pencapaian pendidikan antara kedua wilayah
tersebut yang dapat terlihat dari kinerja berbagai indikator pendidikan, salah
satunya adalah rata-rata lama sekolah yang dapat mencerminkan tingginya tingkat
pendidikan yang dijalani oleh seseorang. Setiap tahun rata-rata lama sekolah
penduduk Indonesia mengalami peningkatan., akan tetapi dari Gambar 2 dapat
terlihat tidak terjadinya pemerataan pendidikan antara KBI dan KTI. Rata-rata
lama sekolah KBI lebih tinggi dan selalu mengalami peningkatan sedangkan ratarata lama sekolah di KTI sempat mengalami penurunan di tahun 2011.
8
7.8
Tahun
7.6
7.4
KBI
7.2
KTI
7
6.8
6.6
2006
Sumber : BPS, 2011 (diolah)
2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 2 Perkembangan Rata-Rata Lama Sekolah KBI dan KTI
Besarnya anggaran belanja yang dialokasikan pemerintah dalam sektor
pendidikan menunjukkan keseriusan pemerintah untuk memajukan kualitas
pendidikan penduduknya yang tercermin dari kinerja indikator pendidikan.
Keseriusan pemerintah ini dibuktikan dengan adanya Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 yang sekaligus mengganti dan menyempurnakan Undang-Undang No.
2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional (UU Sisdiknas). Undangundang tersebut menyatakan bahwa pemerintah harus mengalokasikan anggaran
3
di sektor pendidikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional
(APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) selain gaji pendidik
dan biaya kedinasan. Pada tingkat nasional, pemerintah mulai dapat memenuhi
UU Sisdiknas sejak tahun 2009 yaitu sebesar 20.8% dari APBN. Akan tetapi,
pelaksanaan pada tingkat provinsi, pendidikan masih belum mendapatkan tempat
yang utama sebagai prioritas program pembangunan provinsi tersebut. Hal ini
ditunjukkan dengan rasio anggaran belanja pendidikan yang masih rendah
12
10
Persen
8
6
KBI
4
KTI
2
0
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Tahun
Sumber : BPS, 2011 (diolah)
Gambar 3 Perkembangan Rasio Alokasi Anggaran Belanja Sektor Pendidikan
KBI dan KTI
Terlihat dari Gambar 2 bahwa kinerja indikator pendidikan KTI lebih
rendah dibandingkan dengan KBI. Kinerja pendidikan yang rendah di wilayah
timur Indonesia mengisyaratkan pemerintah daerah perlu meningkatkan alokasi
anggaran untuk pendidikan akan tetapi faktanya alokasi anggaran pemerintah di
KBI selalu lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah KTI sehingga menyebabkan
semakin timpangnya distribusi pendapatan antara Kawasan Barat dan Timur
Indonesia. Kesenjangan pencapaian pendidikan yang semakin melebar di kedua
kawasan tersebut turut menyebabkan kesenjangan kesejahteraan ekonomi dan
kesenjangan sosial yang semakin tinggi. Hal ini dikarenakan tingkat penguasaan
informasi dan teknologi yang berbeda dari sumber daya manusia yang dimilikinya
sehingga distribusi pendapatan akan semakin timpang. Kualitas SDM KTI yang
masih rendah dibuktikan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
yang dimiliki. Menurut BPS, pada tahun 2010 sebelas diantara dua belas provinsi
di KTI memiliki IPM di bawah rata-rata nasional dengan rata-rata IPM Indonesia
sebesar 72.27.
Kesenjangan kesejahteraan ekonomi terlihat dari perbedaan pendapatan per
kapita kedua wilayah. Pada tahun 2011, penduduk KBI memiliki pendapatan per
kapita sebesar 12.7 juta rupiah sedangkan penduduk KTI hanya sebesar 9.8 juta
rupiah. Begitu pula kesenjangan dalam bidang sosial, 80% penduduk Indonesia
tinggal di KBI dan hanya sekitar 12% dari penduduk KBI yang tergolong miskin,
4
dibandingkan dengan 20% penduduk Indonesia yang tinggal di KTI dan sebanyak
14% penduduk KTI tergolong miskin.
Kesenjangan pencapaian pendidikan merupakan awal dari terjadinya
berbagai kesenjangan tersebut yang mengakibatkan distribusi pendapatan semakin
timpang. Pada tahun 2011, ketimpangan distribusi pendapatan wilayah barat
sebesar 0.37 sedangkan untuk kawasan timur mencapai 0.39. Pemerataan
pendidikan merupakan cara yang dapat digunakan untuk mengurangi ketimpangan
distribusi pendapatan. Dalam laporannya, Bank Dunia juga menyebutkan
pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan cara yang dapat
digunakan untuk mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Pengembangan
SDM dapat dilakukan dengan perbaikan kualitas modal manusia yang mengacu
pada pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang fundamental untuk membentuk
kualitas sumberdaya manusia yang lebih baik dan memainkan peran utama dalam
membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi
modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta
pembangunan yang berkelanjutan (Todaro & Smith, 2006).
Pendidikan diklasifikasikan menjadi barang normal karena semakin
tingginya pendapatan yang dihasilkan maka anggaran yang dialokasikan untuk
pendidikan akan semakin besar tetapi untuk kalangan tidak mampu pendidikan
dianggap sebagai barang mewah sehingga pemerintah wajib untuk membiayai
pendidikan. Pasal 31 Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan bahkan setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan untuk itu pemerintah wajib membiayainya.
Pemerataan pendidikan akan tercapai dan ketimpangan distribusi pendapatan akan
semakin menurun karena semakin tinggi tingkat pendidikan, pendapatan yang
dihasilkan akan lebih baik dan produktivitas yang dihasilkan pun menjadi lebih
besar. Dengan penghasilan yang lebih baik maka kehidupan menjadi lebih
sejahtera.
Perumusan Masalah
Pendidikan merupakan salah satu investasi Sumber Daya Manusia (SDM)
yang penting. Dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi, maka akan
mendapatkan pekerjaan yang lebih layak sehingga pendapatan yang dihasilkan
pun dapat lebih tinggi, Pemerintah menyadari pentingnya pendidikan bagi bangsa
ini sehingga mereka mencanangkan program-program untuk memajukan kualitas
pendidikan, salah satunya adalah program wajib belajar sembilan tahun yang telah
dicanangkan sejak tahun 1994.
Pemerataan pendidikan merupakan strategi lain yang dilakukan oleh
pemerintah untuk mengurangi tingkat ketimpangan distribusi pendapatan.
Semakin tingginya disparitas (kesenjangan) pendidikan maka distribusi
pendapatan akan semakin timpang. Hal ini dapat terlihat dari berbagai indikator
pendidikan, seperti: angka putus sekolah dan angka partisipasi sekolah.
Indikator pendidikan yang mengalami disparitas yaitu angka putus sekolah.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009, setiap tahunnya angka putus
sekolah mengalami penurunan dan pelajar yang mengalami putus sekolah
mayoritas berasal dari golongan miskin (tidak mampu). Dari Gambar 4 dapat
terlihat bahwa angka putus sekolah yang berasal dari golongan miskin pada tiap
5
provinsi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka putus sekolah yang berasal
dari golongan mampu (tidak miskin). Menurut data BPS tahun 2009, angka putus
sekolah yang berasal dari golongan miskin tertinggi berada di provinsi Sulawesi
Barat dan Gorontalo yaitu sebesar 7.20% dan 6.28% sedangkan angka putus
sekolah yang berasal dari golongan mampu hanya sebesar 0.92% dan 0.56%.
Menurut Todaro dan Smith (2006) hal tersebut disebabkan biaya imbangan tenaga
kerja anak yang berasal dari keluarga miskin jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan biaya yang dipikul oleh anak yang berasal dari keluarga mampu. Pelajar
yang berasal dari golongan miskin akan mengalami putus sekolah pada awal tahun
pendidikannya dan sebagian besar lebih banyak putus sekolah berada di tingkat
pendidikan dasar, seperti Sekolah Dasar (SD).
NAD
Sumut
Sumbar
Riau
Jambi
Sumsel
Bengkulu
Lampung
Kep. Babel
Kep. Riau
DKI Jakarta
Jabar
Jateng
DI Yogyakarta
Jatim
Banten
Bali
NTB
NTT
Kalbar
Kalteng
Kalsel
Kaltim
Sulut
Sulteng
Sulsel
Sultengra
Gorontalo
Sulbar
Maluku
Malut
Papua Barat
Papua
Persen
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Provinsi
miskin tidak miskin
Sumber : BPS, 2009
Gambar 4 Angka Putus Sekolah Kelompok Usia 7-12 Tahun Menurut Provinsi
Tahun 2007
Adanya disparitas sistem pendidikan terlihat juga dari angka partisipasi
kasar (APK) baik dari tingkat dasar hingga tingkat perguruan tinggi. Akan tetapi,
disparitas sistem pendidikan lebih terlihat “mencolok” pada tingkat perguruan
tinggi. Pada tingkat tersebut angka partisipasi pelajar dari golongan miskin jauh
lebih kecil dibandingkan dengan pelajar yang berasal dari golongan mampu. Hal
itu terlihat dari Gambar 5.
Angka partisipasi kasar pelajar yang berasal dari golongan miskin jauh lebih
kecil dibandingkan yang berasal dari golongan mampu. Mulai tahun 2007 hingga
tahun 2009, APK dari pelajar miskin mengalami peningkatan yang signifikan. Hal
tersebut membuktikan bahwa setiap tahunnya partisipasi pelajar dari golongan
miskin meningkat sehingga diharapkan suatu hari, mereka akan mendapatkan
penghidupan yang lebih baik melalui tingkat pendidikan yang lebih tinggi yang
mereka telah lalui.
6
35
30
persen
25
20
15
10
5
0
miskin
tidak miskin
2007
0.98
2008
4.19
2009
6.31
35
32.4
32.6
Sumber : Kemendikbud, 2010
Gambar 5 Perkembangan Disparitas APK Perguruan Tinggi
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimanakah perkembangan pendidikan dan ketimpangan distribusi
pendapatan setiap provinsi Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan
Kawasan Timur Indonesia (KTI)?
2. Bagaimanakah peran pendidikan terhadap ketimpangan distribusi
pendapatan setiap provinsi di Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan
Kawasan Timur Indonesia (KTI)?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya
penelitian ini yaitu :
1. Menganalisis perkembangan pendidikan dan ketimpangan distribusi
pendapatan setiap provinsi di Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan
Kawasan Timur Indonesia (KTI).
2. Menganalisis peran pendidikan terhadap ketimpangan distribusi
pendapatan setiap provinsi di Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan
Kawasan Timur Indonesia (KTI)
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai bahan dan masukan informasi bagi pemerintah daerah ataupun
pemerintah pusat dalam mengkaji kebijakan mengenai pendidikan
sehingga sesuai dengan apa yang direncanakan dan tepat pada sasaran
kebijakan tersebut.
2. Sebagai sumber wawasan bagi pembaca mengenai perkembangan
pendidikan dan ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia,serta
pentingnya peran pendidikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan.
7
3. Sebagai sumber referensi bagi penelitian selanjutnya yang akan membahas
terkait dengan pendidikan dan ketimpangan distribusi pendapatan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini untuk mengidentifikasi perkembangan pendidikan dan
ketimpangan distribusi pendapatan serta menganalisis pengaruh pendidikan
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. Penelitian ini difokuskan pada 33
provinsi di Indonesia yaitu 21 provinsi termasuk wilayah barat dan 11 provinsi
termasuk wilayah timur Indonesia mulai tahun 2006 hingga tahun 2011. Ruang
lingkup pendidikan yang akan diteliti meliputi indikator-indikator pendidikan
seperti: angka putus sekolah, rata-rata lama sekolah, selain itu PDRB per kapita,
rasio anggaran belanja pendidikan serta produktivitas tenaga kerja dapat
digunakan untuk melihat peran pendidikan terhadap pembangunan ekonomi.
Ketimpangan distribusi pendapatan dapat dilihat dari koefisien gini 33 provinsi di
Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan mencerminkan merata atau timpangnya pembagian
hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy 1996).
Pendapatan yang diterima individu berasal dari penghasilan yang diterimanya
pada saat bekerja. Pendapatan tersebut mencerminkan tingkat produktivitas
mereka, semakin produktif bekerja maka pendapatan yang dihasilkan akan
semakin besar. Para ekonom umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi
pendapatan yaitu distribusi pendapatan perseorangan dan distribusi pendapatan
fungsional. (Todaro dan Smith 2006 )
Distribusi pendapatan perseorangan merupakan ukuran yang paling sering
digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini menghitung jumlah penghasilan yang
diterima oleh setiap individu tanpa memperhatikan sumber penghasilannya, baik
itu dari hasil bekerja ataupun hanya dari warisan. Selain itu lokasi (desa atau kota)
serta sektor sumber penghasilan (pertanian, manufaktur, jasa, perdagangan) juga
tidak diperhatikan sedangkan distribusi pendapatan fungsional melihat persentase
penghasilan tenaga kerja secara keseluruhan dan membandingkannya dengan
persentase pendapatan total yang dibagikan dalam bentuk sewa, bunga dan laba.
Ukuran lain yang sering digunakan untuk mengukur distribusi pendapatan adalah,
indeks gini, kriteria Bank Dunia, dan indeks theil
Bank Dunia mengelompokkan penduduk menjadi tiga lapisan, yaitu: 40%
penduduk berpendapatan rendah, 40% penduduk berpendapatan menengah serta
20% penduduk berpendapatan tinggi. Kriteria ketidakmerataan Bank Dunia
didasarkan atas porsi pendapatan nasional yaitu :
1. Ketimpangan dinyatakan tinggi apabila 40% penduduk berpendapatan
terendah menikmati kurang dari 12% pendapatan nasional.
8
2. Ketimpangan dinyatakan sedang apabila 40% penduduk berpendapatan
rendah menikmati 12% hingga 17%.
3. Ketimpangan dinyatakan rendah apabila 40% penduduk berpendapatan
terendah menikmati 17% pendapatan nasional.
Indeks gini adalah suatu koefisien yang berkisar antara nol (pemerataan
sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna), semakin besar koefisiennya
(mendekati satu) maka dapat dinyatakan pendapatan semakin timpang begitu pula
sebaliknya apabila koefisien semakin kecil (mendekati nol) maka dapat
dinyatakan pendapatan semakin merata.
Indeks gini dapat dihitung dengan menggunakan kurva Lorentz. Kurva ini
menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di lapisan penduduk
suatu negara. Semakin jauh jarak kurva Lorentz dari garis diagonal (garis
pemerataan sempurna) maka distribusi pendapatan semakin tidak merata.
Ketimpangan distribusi pendapatan yang tinggi dapat terlihat dari bentuk kurva
Lorentz yang akan semakin melengkung mendekati sumbu horizontal seperti yang
terlihat pada gambar sedangkan jika kurva Lorentz semakin mendekati garis
diagonal (garis pemerataan sempurna) maka distribusi pendapatan dinyatakan
semakin merata seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Sumber : Todaro dan Smith, 2006
Gambar 6 Kurva Lorenz
Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa ketimpangan distribusi
pendapatan dinyatakan rendah apabila koefisien gini berada antara 0.20 sampai
0.35, Ketimpangan dinyatakan sedang apabila koefisien gini berada antara 0.36
sampai 0.50, dan ketimpangan dinyatakan tinggi apabila koefisien gini berada
antara 0.51 sampai lebih dari 0.7. Koefisien gini merupakan salah satu ukuran
yang memenuhi empat kriteria yang dibutuhkan, yaitu:
1. Prinsip anonimitas mengemukakan bahwa ukuran ketimpangan seharusnya
tidak tergantung pada siapa yang mendapatkan pendapatan yang lebih
tinggi
2. Independensi skala merupakan ukuran ketimpangan tidak tergantung pada
ukuran perekonomian suatu negara.
9
3. Independensi populasi menyatakan bahwa pengukuran ketimpangan
seharusnya tidak didasarkan pada jumlah pendapatan (jumlah penduduk)
4. Prinsip transfer sering disebut juga dengan prinsip Pigou-Dalton yang
mengasumsikan semua pendapatan yang lain konstan jika mentransfer
sejumlah pendapatan orang kaya ke orang miskin tetapi tidak banyak
hingga mengakibatkan orang miskin itu justru lebih kaya daripada orang
yang awalnya kaya maka akan dihasilkan pendapatan baru yang lebih
merata.
Indeks Theil merupakan salah satu ukuran dalam mengukur ketimpangan
distribusi pendapatan. Nilai indeks Theil berkisar antara 0 dan ∞, semakin
mendekati nilai 0 maka distribusi pendapatan semakin merata dan semakin tinggi
indeks Theil berarti ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi semakin besar.
Peran Pendidikan
Terdapatnya kegagalan-kegagalan dalam mengembangkan berbagai
program di negara-negara berkembang menimbulkan kesadaran ahli-ahli ekonomi
dan berbagai kalangan lainnya bahwa kemampuan suatu masyarakat untuk
merencanakan dan melaksanakan pembangunan tergantung kepada taraf
pendidikan masyarakatnya. Todaro (2006) menyatakan bahwa sumberdaya modal
bukanlah yang sepenuhnya menentukan laju perkembangan ekonomi suatu negara
melainkan sumberdaya manusia. Setiap masyarakat mempunyai kemampuan yang
berbeda untuk menciptakan pembangunan ekonomi dan salah satu cara untuk
mempertinggi kemampuan tersebut adalah dengan mempertinggi taraf pendidikan
masyarakatnya. Kualitas sumberdaya manusia merupakan faktor terpenting dalam
pembangunan ekonomi suatu negara dan untuk meningkatkannya maka
diperlukan mutu pendidikan yang berkualitas. Kualitas pendidikan suatu negara
dapat diukur melalui indikator-indikator pendidikan seperti yang telah dilansir
oleh Badan Pusat Statistik (BPS), antara lain: angka melek huruf, rata-rata lama
sekolah, dan angka partisipasi sekolah.
Kualitas sumber daya manusia juga ditandai oleh semakin tingginya
tingkat pendidikan yang ditempuh. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan
memperluas pengetahuan masyarakat dan mempertinggi rasionalitas mereka
sehingga memungkinkan masyarakat dalam mengambil langkah yang bijaksana
dalam mengambil keputusan selain itu dengan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi ditandai oleh kemampuan seseorang dalam menyerap dan mengembangkan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang dapat memicu penciptaan
teknologi-teknologi terbaru dalam kehidupan masyarakat serta memiliki
keterampilan yang memadai. Malalui penguasaan IPTEK, kemampuan suatu
negara akan lebih maju dan berkembang sehingga dapat meningkatkan daya saing
suatu wilayah baik di tingkat lokal, nasional, ataupun global. Dengan demikian
tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan dapat menjamin perbaikan yang terus
berlangsung dalam tingkat teknologi yang digunakan masyarakat.
Dalam melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas dibutuhkan
pendidikan, terutama di tingkat menengah dan tinggi sehingga penguasaan
pengetahuan, keterampilan, dan teknologi dapat lebih baik. Pendidikan akan
berpengaruh terhadap penawaran tenaga kerja, seseorang dengan tingkat
10
pendapatan yang lebih tinggi akan mendapatkan gaji yang lebih tinggi dengan
kata lain tingkat pendidikan mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan
seseorang. Dengan meningkatkan tingkat pendidikan maka tingkat pengetahuan
dan keterampilan juga akan meningkat. Hal tersebut mengakibatkan produktivitas
kerja seseorang meningkat sehingga akan berpengaruh positif dengan tingkat
pendapatannya. Seseorang yang memiliki tingkat pendapatan yang lebih baik
maka tingkat kesejahteraannya juga akan meningkat.
Tenaga kerja dari kalangan tidak mampu dianggap rendah dalam
produktivitas, hal itu dikarenakan kurangnya kemampuan dalam mengakses
pendidikan. Peran pemerintah sangat dibutuhkan melalui program bantuan
pendidikan, seperti beasiswa sehingga kesempatan memperoleh tingkat
pendidikan dapat diperoleh oleh seluruh kalangan. Pendidikan merupakan satusatunya cara untuk memutus rantai kemiskinan. Tingkat pendidikan yang semakin
tinggi akan memperbaiki kehidupan seseorang sehingga ia menjadi lebih sejahtera
dan dapat terlepas dari tingkat kemiskinan.
Mekanisme Hubungan Kinerja Pendidikan dengan Ketimpangan Distribusi
Pendapatan
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) terkait erat dengan kualitas
pendidikan karena pendidikan merupakan cara terefektif dalam pengembangan
SDM yang dapat menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan. Akan tetapi
yang dibutuhkan bukanlah hanya kualitas pendidikan yang baik melainkan disertai
adanya pemerataan untuk memperoleh pendidikan sehingga semua kalangan dapat
mengenyam pendidikan yang seharusnya.
Menurut Todaro dan Smith (2006) terdapat korelasi yang positif antara
tingkat pendidikan seseorang dengan tingkat penghasilan yang akan diterimanya.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
kemampuan seseorang untuk menyerap dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK). Peningkatan pengetahuan dan keterampilan akan
meningkatkan produktivitas kerja seseorang yang berimplikasi pada peningkatan
pendapatan yang akan diperoleh. Dengan pendapatan yang lebih baik maka akan
mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik sehingga penduduk yang termasuk
golongan kurang mampu dapat memperbaiki kehidupannya dan ketimpangan
distribusi pendapatan semakin lama akan semakin menurun. Schultz (1966) juga
mengemukakan bahwa pendidikan berkontribusi langsung terhadap kesejahteraan
dan berfokus pada kemampuan tidak langsung untuk meningkatkan utilitas
dengan meningkatkan pendapatan.
Teori Human Capital
Konsep antara sumberdaya manusia harus dibedakan dengan konsep
modal manusia. Sumberdaya manusia dapat berubah menjadi modal manusia
melalui nilai-nilai pendidikan, kesehatan, dan moral. Perubahan sumberdaya
manusia yang masih mentah menjadi sumberdaya manusia yang produktif melalui
pendidikan, kesehatan, dan moral merupakan proses pembentukan modal manusia.
11
Modal manusia (human capital) merupakan istilah yang sering digunakan oleh
para ekonom untuk pendidikan, kesehatan, dan kapasitas manusia yang lain yang
dapat meningkatkan produktivitas jika hal-hal tersebut ditingkatkan. Pentingnya
modal manusia dalam pembangunan dimulai pada tahun 1960-an oleh pemikiran
Theodore Schultz mengenai investment in human capital. Schultz menyatakan
bahwa pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi melainkan investasi
dalam pembentukan modal manusia yang sebanding dengan modal fisik dan akan
diikuti dengan pertumbuhan yang signifikan. Pengeluaran konsumsi pendidikan
merupakan investasi dalam modal manusia karena mengharapkan pengembalian
berupa penghasilan yang akan diperoleh masa depan. Pendidikan berkontribusi
langsung terhadap kesejahteraan namum pendekatan pendidikan juga berfokus
pada kemampuan tidak langsung untuk meningkatkan utilitas dengan
meningkatkan pendapatan. investasi tersebut memperhitungkan biaya langsung
dan biaya tidak langsung dalam mengambil sebuah keputusan, biaya langsung
merupakan biaya yang langsung terlihat pada waktu itu juga seperti biaya sekolah,
seragam sekolah, buku-buku, dan sebagainya sedangkan biaya tidak langsung
adalah biaya yang akan terlihat di waktu yang akan datang, yaitu penghasilan
yang hilang apabila ia bekerja.
Schultz (1966) melihat hubungan antara pendidikan dan produktivitas. Ia
memperlihatkan bahwa sumberdaya manusia yang berkualitas dapat diwujudkan
dengan membangun sektor pendidikan. Pembentukkan SDM yang berkualitas
merupakan fokus dalam pembangunan ekonomi yang telah memberikan
kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat tercapai
melalui penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) serta keterampilan
sehingga produktivitas tenaga kerja akan meningkat. Konsep yang dikemukakan
oleh Schultz menganggap pendidikan merupakan faktor penting dalam
mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Semakin produktif masyarakat
melalui penguasaan IPTEK maka pendapatan yang diterima mereka akan
meningkat sehingga mereka dapat hidup lebih sejahtera
Teori Lingkaran Kemiskinan
Gunnar Myrdall merupakan salah satu intelektual peraih nobel bidang
ekonomi karena gagasan utamanya mengenai ketimpangan. Ia menyatakan bahwa
ketimpangan dalam struktur kekuasaan politik dan pembagian kekayaan yang
tidak merata dalam masyarakat merupakan kendala utama bagi terwujudnya
keadilan masyarakat maupun terhadap efisiensi dalam pertumbuhan ekonomi.
Myrdall juga mengemukakan kritik yang ia tulis dalam bukunya berjudul Asian
Drama kepada sebagian negara berkembang yang dianggap sebagai negara yang
berstruktur lembek (soft states). Hal tersebut mengacu kepada sikap pemerintah
dan elite politik yang tidak memiliki niat dan tekad dalam mewujudkan sasaran
kebijaksanaan. Myrdall juga memiliki teori tersendiri mengenai kemiskinan yang
disebut dengan lingkaran setan kemiskinan/keterbelakangan. Teori lingkaran
kemiskinan adalah suatu rangkaian yang saling memengaruhi satu sama lain
sehingga akan menimbulkan keadaan dimana suatu negara akan tetap miskin dan
mengalami kesulitan untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih tinggi.
12
Teori lingkaran kemiskinan terbagi menjadi dua konsep, yaitu teori yang
dicetuskan oleh Gunnar Myrdall dan Nurkse. yang berbeda antara satu dengan
yang lainnya. Teori lingkaran kemiskinan Nurkse mengemukakan bahwa dalam
lingkaran kemiskinan yang terpenting adalah keadaan-keadaan yang
menyebabkan timbulnya hambatan kepada terciptanya tingkat pembentukan
modal yang tinggi. Menurutnya, tingkat produktivitas rendah diakibatkan oleh
tingkat pendapatan masyarakat yang rendah menyebabkan kemampuan
masyarakat untuk menabung juga rendah. Ini akan menyebabkan tingkat
pembentukan modal yang rendah yang akan menyebabkan negara kekurangan
modal dan tingkat produktivitas akan tetap rendah. (Didin Damanhuri 2010)
Teori yang dikemukakan oleh Myrdall yaitu pentingnya basic needs untuk
mengurangi kemiskinan. Menurutnya kemiskinan terjadi bukan karena hanya
modal saja melainkan lebih dipengaruhi oleh pendidikan, kurangnya gizi, dan
basic needs lainnya. Menurut Myrdall, keadaan miskin bermula dari pendapatan
yang rendah sehingga kualitas gizi menjadi kurang. Rendahnya kualitas gizi
tersebut menyebabkan rendahnya kesehatan penduduk yang rendah yang
kemudian menyebabkan rendahnya produktivitas. Produktivitas rendah ini
menyebabkan pendapatan yang rendah sehingga mengakibatkan kemiskinan,
seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 7.
Pendapatan
penduduk rendah
Negara miskin
Pendapatan
daerah
Produktivitas
Penduduk rendah
Kualitas Kesehatan
Penduduk Rendah
Kualitas Gizi
Penduduk Rendah
Sumber : Didin Damanhuri, 2010
Gambar 7 Lingkaran kemiskinan
Pemikirannya telah diterapkan oleh International Labour Organization
(ILO) dalam memecahkan kemiskinan yang terjadi di negara berkembang.
Strategi ini dikenal dengan strategi pemenuhan kebutuhan dasar (basic need
strategy) sebagai strategi pembangunan yang tepat bagi negara berkembang.
Strategi tersebut menjadi inspirasi untuk Indonesia dalam hal mengurangi
kemiskinan melalui strategi yang dikenal dengan strategi delapan jalur pemerataan.
Delapan jalur pemerataan yang dibuat oleh Presiden Soeharto pada tahun 1978
merupakan bagian dari konsep trilogi pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang
13
tinggi tidak akan berarti bagi kesejahteraan masyarakat apabila masih terdapat
ketimpangan distribusi pendapatan di kalangan penduduknya. Oleh karena itu,
pemerintah menetapkan delapan jalur pemerataan, yaitu pemerataan dalam
memenuhi kebutuhan pokok, kesempatan memperoleh pendidikan dan kesehatan,
pembagian pendaptan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, kesempatan
berpatisipasi dalam pembangunan khususnya bagi kaum wanita dan generasi
muda, penyebaran pembangunan di tanah air, dan kesempatan memperoleh
keadilan.
Hipotesis Kuznets
Keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan
telah diteliti oleh Simon Kuznets. Ia menyebutkan bahwa pada tahap awal
pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk namun pada
tahap selanjutnya distribusi pendapatan akan membaik yang kemudian dikenal
sebagai Hipotesis Kurva Kuznets “U-Terbalik” (Inverted U-curve Hypothesis).
Ketimpangan pendapatan yang besar pada fase awal pertumbuhan ekonomi ini
disebabkan proses perubahan menjadi masyarakat industri.
Menurut Todaro dan Smith (2006) Kurva Kuznets dapat dihasilkan oleh
proses pertumbuhan berkesinambungan yang berasal dari perluasan sektor modern,
seiring dengan perkembangan sebuah negara dari perekonomian tradisional ke
perekonomian modern. Perekonomian tradisional dapat dilambangkan dari sektor
pertanian sedangkan perekonomian modern dapat dilambangkan dengan sektor
industri. Ketika peranan sektor industri meningkat maka produktivitas sektor
industri juga akan meningkat yang akan mengakibatkan pendapatan per kapita
sektor industri lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian. Ketimpangan
yang terjadi di kedua sektor tersebut akan semakin tinggi pada fase awal
pertumbuhan dan kemudian akan ada suatu titik balik yang akan membuat
ketimpangan akan terus semakin menurun.
Sumber : Todaro dan Smith (2006)
Gambar 8 Kurva Kuznets “U-Terbalik”
14
Tinjauan Empiris
Penelitian mengenai peran pendidikan telah dilakukan sebelumnya, yaitu
terhadap kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan ketimpangan pendapatan. Dari
penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa terdapat hubungan kausalitas antara
peran pendidikan dengan distribusi pendapatan. Pendidikan akan mempengaruhi
ketimpangan distribusi pendapatan, tanpa adanya pendidikan maka distribusi
pendapatan akan semakin timpang.
Rasidin Karo-Karo Sitepu (2007) menganalisis mengenai dampak
investasi sumberdaya manusia dan transfer pendapatan terhadap distribusi
pendapatan dan kemiskinan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
dampak investasi sumberdaya manusia sektoral dan transfer pendapatan rumah
tangga terhadap indikator makroekonomi, output, penyerapan tenaga kerja, tingkat
harga di sektoral, pendapatan, distribusi pendapatan serta tingkat kemiskinan
kelompok rumah tangga. Penelitian ini menggunakan model computable general
equilibrium (CGE), model ekonometrik, serta metoda FGT dan Beta Distribution
Function. Penelitian ini menggunakan metode Beta Distribution Function untuk
mengevalusai ketimpangan distribusi pendapatan dan untuk mengevaluasi
kemiskinan digunakan model ekonomi keseimbangan umum. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa permintaan tenaga kerja sektoral meningkat sebagai akibat
dari peningkatan investasi sumberdaya manusia untuk pendidikan, distribusi
pendapatan cenderung menjadi lebih merata dan jumlah penduduk yang berada di
bawah garis kemiskinan lebih berkurang karena peningkatan investasi sumberdaya
manusia. Selain itu ia juga mengemukakan bahwa peningkatan investasi
sumberdaya manusia lebih efektif menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan
dan kemiskinan di Indonesia dibandingkan dengan transfer pendapatan yang
dilakukan pemerintah kepada kelompok rumahtangga pedesaan.
Ajid Hajiji (2010) menganalisis mengenai keterkaitan antara pertumbuhan
ekonomi, ketimpangan pendapatan, dan pengentasan kemiskinan di provinsi Riau.
Penelitian ini menggunakan data sekunder mulai tahun 2002 hingga 2008 dengan
analisis regresi data panel Hasil penelitian dengan metode fixed effect
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau ternyata juga
meningkatkan ketimpangan pendapatan. Peningkatan ketimpangan pendapatan
tersebut mengurangi efektivitas pertumbuhan ekonomi dalam pengentasan
kemiskinan.
Rofiq Nur Rizal (2012) menganalisis mengenai peran pendidikan terhadap
pengurangan kemiskinan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
jenjang pendidikan yang berperan dalam mengurangi kemiskinan di Indonesia
serta peran pendidikan dasar dalam mengurangi kemiskinan. Penelitian yang
dilakukannya menggunakan data sekunder dari tahun 2007 hingga 2010 dengan
analisis regresi data panel. Hasil penelitian dengan metode fixed effect
menghasilkan kesimpulan yaitu jenjang pendidikan dasar tidak cukup berperan
dalam mengurangi kemiskinan di Indonesia tetapi justru berperan menambah
tingkat kemiskinan sehingga kebijakan nasional wajib pendidikan dasar sembilan
tahun tidak cukup dalam menanggulangi kemiskinan. selain itu penelitian ini juga
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan respon jenjang pendidikan terhadap
pengurangan kemiskinan dimana jenjang pendidikan tinggi lebih berperan besar
terhadap pengurangan kemiskinan di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sementara
15
jenjang pendidikan menengah masih berperan besar terhadap pengurangan
kemiskinan di Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Kerangka Pemikiran
Pembangunan ekonomi diartikan sebagai proses yang berkesinambungan
dari suatu masyarakat secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik.
Menurut Todaro dan Smith (2006) salah satu tujuan inti yang harus dimiliki dari
proses pembangunan adalah peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa
peningkatan pendapatan tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan
kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai
kultural dan kemanusiaan. Tujuan pembangunan tersebut sulit terpenuhi apalagi
untuk negara berkembang seperti Indonesia, dalam mewujudkan tujuan tersebut
lebih memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dibandingkan
kuantitas Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki oleh suatu negara. Hal tersebut
karena SDA memiliki kuantitas yang terbatas sehingga semakin lama persediaan
yang tersedia akan semakin sedikit sedangkan SDM yang berkualitas tidak
memiliki kuantitas yang terbatas dan akan berkembang sepenjang waktu.
Pendidikan memainkan peran penting dalam membentuk SDM yang
berkualitas melalui penguasaan IPTEK dan keterampilan Hal tersebut dapat
terlihat dari berbagai indikator yang berkaitan dengan pendidikan, seperti: angka
putus sekolah, rata-rata lama sekolah, rasio anggaran belanja pendidikan, PDRB
per kapita, serta produktivitas tenaga kerja.
Pendidikan dianggap sebagai barang mewah untuk penduduk yang
bergolongan tidak mampu (miskin), karena keterbatasan dalam mengakses hal
tersebut serta terkait biaya imbangan yang dikorbankan mereka lebih tinggi
dibandingkan dengan pelajar yang bergolongan mampu. Ketika mereka
bersekolah, mereka tidak dapat bekerja untuk membantu kedua orangtua mereka
dalam meringankan biaya hidup sehingga tidak heran banyak yang mengalami
putus sekolah di awal pendidikan. Apabila pembenahan terhadap hal ini tidak
segera dilakukan maka kesempatan untuk memperoleh pendidikan lanjut hanya
akan didasarkan oleh tinggi rendahnya tingkat pendapatan keluarga sehingga di
masa mendatang pendapatan yang lebih baik akan didapatkan oleh kalangan yang
berpendidikan tinggi yang merupakan golongan orang mampu maka semakin
lama ketimpangan distribusi pendapatan akan semakin melebar. Oleh karena itu
dibutuhkan sikap pemerintah yang serius untuk mencegah semakin melebarnya
ketimpangan distribusi pendapatan tersebut.
16
Pembangunan ekonomi
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas
PENDIDIKAN
Perkembangan kondisi pendidikan dan
ketimpangan distribusi pendapatan 33 provinsi di
KBI dan KTI
Analisis
Data
Panel
Angka putus sekolah menurut jenjang pendidikan
Rata-rata lama sekolah
Rasio anggaran belanja pendidikan
PDRB per kapita
Produktivitas tenaga kerja
KETIMPANGAN DISTRIBUSI
PENDAPATAN
Rekomendasi Kebijakan
Gambar 9 Kerangka Pemikiran
Keterangan
Alur analisis panel data
Alur hubungan
Analisis
Deskriptif
17
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian sebelumnya maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu :
1. Rasio anggaran belanja sektor pendidikan diduga berpengaruh negatif
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan.
2. PDRB per kapita sebagai proksi dari pertumbuhan ekonomi diduga
berpengaruh negatif terhadap ketimpangan distribusi pendapatan
3. Indikator pendidikan seperti rata-rata lama sekolah berpengaruh negatif
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sedangkan angka putus
sekolah menurut jenjang pendidikan diduga berpengaruh positif terhadap
ketimpangan distribusi pendapatan.
4. Peningkatan modal manusia direpresentasikan dengan produktivitas tenaga
kerja yang diduga berpengaruh negatif terhadap ketimpangan distribusi
pendapatan.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang mencakup 33 provinsi di
Indonesia dengan menggunakan data panel yaitu menggabungkan data time series
atau data deret waktu dengan kurun waktu tahunan yaitu periode tahun 2006
hingga tahun 2011 dan data cross section yang didapatkan dari Badan Pusat
Statistik (BPS), Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu), serta
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud).
Data yang digunakan dalam penlitian ini meliputi :
1. Indeks gini 33 provinsi di Indonesia tahun 2006 hingga 2011 yang
bersumber dari badan pusat statistik (BPS).
2. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita 33 provinsi di
Indonesia tahun 2006 hingga 2011 yang bersumber dari BPS.
3. Rata-rata lama sekolah 33 provinsi di Indonesia tahun 2006 hingga 2011
yang bersember dari BPS.
4. Jumlah tenaga kerja dan PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) 2000
yang bersumber dari BPS.
5. Indikator pendidikan berupa angka putus sekolah menurut jenjang
pendidikan 33 provinsi di Indonesia tahun 2006 hingga 2011 yang
bersumber dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia (Kemendikbud).
6. Alokasi anggaran belanja pendidikan 33 provinsi di Indonesia tahun 2006
hingga 2011 yang bersumber dari Kementerian Keuangan Republik
Indonesia (Kemenkeu).
18
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis
deskriptif dan metode analisis kuantitatif berupa regresi data panel . Model regresi
panel diolah dengan menggunakan software Eviews 6.1 yang merupakan program
analisis data dan digunakan dalam bidang ekonometrik.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan
untuk mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang disajikan dalam
bentuk tabel dan grafik. Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk
melihat perkembangan kualitas pendidikan dan ketimpangan distribusi pendapatan
33 provinsi di Indonesia selama periode penelitian yaitu tahun 2006 hingga 2011.
Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dalam penelitian ini digunakan untuk melihat peran
pendidikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan 33 provindi di Indonesia
selama periode penelitian yaitu tahun 2006 hingga 2011. Metode analisis
kuantitatif yang digunakan adalah analisis regresi data panel (pooled data). Data
panel adalah