Peningkatan Perolehan Logam Emas Melalui Teknik Biooksidasi Bahan Tambang Dengan Menggunakan Acidithiobacullus Sp

PENINGKATAN PEROLEHAN LOGAM EMAS
MELALUI TEKNIK BIOOKSIDASI BAHAN TAMBANG
DENGAN MENGGUNAKAN Acidithiobacillus sp.

AZARIA INDRAWARDHANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peningkatan Perolehan Logam
Emas Melalui Teknik Biooksidasi Bahan Tambang dengan Menggunakan
Acidithiobacullus sp. adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015
Azaria Indrawardhana
NIM A154120101

RINGKASAN
AZARIA INDRAWARDHANA. Peningkatan Perolehan Logam Emas Melalui
Teknik Biooksidasi Bahan Tambang dengan Menggunakan Acidithiobacullus sp.
Dibimbing oleh DWI ANDREAS SANTOSA dan SYAIFUL ANWAR.
Optimalisasi perolehan pada proses pengolahan mineral menjadi tantangan
bagi seluruh Stakeholders. Dalam mengolah bijih, nilai perolehan emas yang dapat
dilakukan oleh pabrik pengolahan di lokasi tambang rata-rata di bawah 80%.
Rendahnya nilai perolehan pada pengolahan mineral berharga salah satunya
disebabkan oleh karakteristik cadangan yang mengandung banyak ikatan sulfida
(pirit). Alternatif solusi yang dapat dilakukan untuk menaikkan nilai perolehan
adalah dengan cara menguraikan ikatan sulfida (pirit) melalui proses oksidasi
dengan memanfaatkan bakteri pengoksidasi pirit yaitu Acidithiobacillus sp. Tujuan
dari penelitian ini adalah: (i) mengkarakterisasi bijih tipe-D, (ii) menguji
kemampuan bakteri Acidithiobacillus sp. untuk menurunkan kadar pirit di dalam
bijih tipe-D, (iii) menguji kemampuan bakteri Acidithiobacillus sp.dalam

meningkatkan perolehan emas dari bijih tipe-D.
Percobaan ini menggunakan Acidithiobacillus sp. yang diisolasi dari air asam
tambang di wilayah penambangan emas terbesar di Indonesia yang berada di
Kabupaten Mimika, Provinsi Papua dan Acidithiobacillus ferooxidans koleksi
kultur Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB-CC) yang diuji
pada 2 jenis bijih Tipe-D 3445 dan 3625. Penelitian ini dilakukan dalam 3 bagian
yaitu: (i) karakterisasi bijih tipe-D dengan menggunakan metode Analisa Butir
Mineral, X-ray diffraction test, Fire assay dan Flotation test, (ii) menguji
kemampuan Acidithiobacillus sp. dan Acidithiobacillus ferrooxidans mengurangi
kandungan pirit yang terdapat dalam bijih Tipe-D 3445 dan 3625, dan (iii) menguji
kemampuan Acidithiobacillus sp. dan Acidithiobacillus ferooxidans meningkatkan
perolehan emas dengan metode flotasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada bijih tipe-D 3445 kandungan pirit
berkurang dari 92% menjadi 72.56% - 74.37% oleh Acidithiobacillus sp. 8N1.8
dan 8N1.9 dari air asam tambang dalam waktu 2-3 hari dan berkurang menjadi
76.5% - 76.66 % oleh Acidithiobacillus ferooxidans ICBB 8793 dan ICBB 8795
dalam waktu 6-7 hari. Pada bijih tipe-D 3625, kandungan pirit berkurang dari
15,7% menjadi 3,65% - 4,62% oleh keempat Acidithiobacillus sp. dari air asam
tambang dan Acidithiobacillus ferooxidans koleksi ICBB-CC dalam waktu 1 hari.
Kandungan emas pada bijih tipe-D 3445 meningkat dari 0,179 g/ton menjadi 0,190

– 0,241 g/ton pada minggu pertama dan 0,199 – 0,253 g/ton pada minggu ke-3.
Pada bijih tipe-D 3625 kandungan emas meningkat dari 0.077 g/ton menjadi 0.110 0.133 g/ton pada minggu pertama dan 0.150 - 0.160 g/ton pada minggu ke-3. Nilai
perolehan (recovery) kumulatif pada bijih tipe-D 3445 meningkat setiap minggunya
dari 8-11% pada minggu ke-0 menjadi 26-35% pada minggu ke-1, menjadi 35-60%
pada minggu ke-3 dan menjadi 44-86% pada minggu ke-8. Nilai perolehan
(recovery) kumulatif pada bijih tipe-D 3625 meningkat setiap minggunya dari 7%
pada minggu ke-0 menjadi 16-24% pada minggu ke-1, menjadi 42-47% pada
minggu ke-3 dan menjadi 67-72% pada minggu ke-8.
Kata Kunci : biooksidasi, degradasi pirit, peningkatan perolehan emas,
Acidithiobacillus sp., Acidithiobacillus ferooxidans

SUMMARY
AZARIA INDRAWARDHANA. Increasing Gold Recovery Through Biooxidation
Ore Materials by Using Acidithiobacullus sp. Supervised by DWI ANDREAS
SANTOSA and SYAIFUL ANWAR.
Recovery optimalization in mineral processing (flotation) is a challenge for all
stakeholders. In the flotation process, recovery can be performed on average below
80%. The low recovery in processing of valuable mineral reserves are defined by
large amount of sulfides material (pyrite). Alternative solutions that can be done to
increase the recovery is to separate the chemical bonds of sulfides material (pyrite)

through oxidation process using pyrite-oxidizing bacteria known as
Acidithiobacillus sp. This research was aimed to: (i) to characterized D-Type ores,
(ii) to test the ability of Acidithiobacillus sp. to decrease pyrite content in D-Type
ores, and (iii) to test the ability of Acidithiobacillus sp. to increase gold recovery
from D-Type ores.
This experiment uses Acidithiobacillus sp. isolated from acid mine drainage
which located in the biggest mining area in Indonesia, Mimika District, Papua
Province and Acidithiobacillus ferooxidans culture collection from Indonesian
Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB-CC) which tested to two D-Type
ores 3445 and 3625. This research was done in three phase: (i) characterizing DType ore by mineral grain analysis, x-ray diffraction test, fire assay and flotation
tests, (ii) testing the ability of Acidithiobacillus sp. and Acidithiobacillus
ferrooxidans reducing the pyrite contain in the type-D ore 3445 and 3625 and (iii)
testing the ability Acidithiobacillus sp. and selected Acidithiobacillus ferooxidans to
increasw recovery of gold in flotation process.
The result showed that at 3445 D-type ore, pyrite content was reduced from
92% to 72.56% - 74.37% by Acidithiobacillus sp. 8N1.8 and 8N1.9 from acid mine
water within 2-3 days and reduced to 76.5% - 76.66% by Acidithiobacillus
ferooxidans ICBB 8793 and 8795 ICBB within 6-7 days. At the 3625 D-type ore,
pyrite content was reduced from 15.7% to 3.65% - 4.62% by all Acidithiobacillus sp.
either from acid mine drainage and Acidithiobacillus ferooxidans from ICBB-CC

within 1 day. Gold content in the 3445 type-D ore increased from 0.179 g/ton to
0.190 to 0.241 g/tonne in the 1st week and 0.199 to 0.253 g/ton on the 3rd week
while in the 3625 type-D ore increased from 0.077 g/ton to 0110-0133 g/tonne in
the 1st week and 0,150-0,160 g/ton on the 3rd week. The cumulative recovery value
at 3445 type-D ore increased from 8-11% to 26-35% at 1st week, 35-60% in the 3rd
week and to 44-86% at 8th week while at 3625 type-D ore increased from 7% to 1624% at 1st week, to 42-47% in 3rd week and to 67-72% in 8th week.

Keywords : Gold Biooxidation, Pyrite degradation, Increasing gold recovery,
Acidithiobacillus sp., Acidithiobacillus ferooxidans

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENINGKATAN PEROLEHAN LOGAM EMAS MELALUI

TEKNIK BIOOKSIDASI BAHAN TAMBANG DENGAN
MENGGUNAKAN Acidithiobacillus sp.

AZARIA INDRAWARDHANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Iskandar

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini adalah biooksidasi, dengan judul
Peningkatan Perolehan Logam Emas Melalui Teknik Biooksidasi Bahan Tambang
dengan Menggunakan Acidithiobacullus ferooxidans.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS
dan Bapak Dr Syaiful Anwar, MSc selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Iskandar
selaku penguji yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Direksi dan
staf PT Freeport Indonesia, Direksi dan staf PT Eksplorasi Nusa Jaya dan seluruh
rekan kerja yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu selama
pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada almarhum papa tercinta, mama,
Okky dan Winny, Andra, mami Nurul Herwindyah dan Callista Almahyra
Indrawardhana serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga
tesis ini bermanfaat.

Bogor, 6 Oktober 2015
Azaria Indrawardhana

i


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
3

2. TINJAUAN PUSTAKA
Emas dan Pirit
Biomining dan Biooksidasi

Bakteri Pengoksidasi Pirit
Mekanisme Oksidasi Mineral
Karakteristik Bijih di Wilayah Pertambangan
Bijih Sulfida (Tipe-D) sebagai Problematic Ores
Pengolahan Bijih

4
4
5
5
7
8
9
9

Kominusi
Flotasi

3. BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat

Waktu dan Tempat Penelitian

9
11

13
13

13

Metode

13

Pengambilan Sampel Bijih Tipe-D dan Air Asam Tambang
Karakterisasi Bijih Tipe-D

13
14


Analisa Butir
X-Ray Diffraction Test
Fire Assay Test
Flotasi

Isolasi Acidithiobacillus sp. dari Air Asam Tambang
Seleksi Acidithiobacillus sp. dari Air Asam Tambang dan Acidithiobacillus
ferooxidans ICBB-CC
Pengujian Bakteri dengan Biooksidasi untuk Penurunan Kandungan Pirit dan
Peningkatan Perolehan Emas

4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Bijih Tipe-D
Isolasi Acidithiobacillus sp. dari Air Asam Tambang
Seleksi Acidithiobacillus sp. dari Air Asam Tambang dan Acidithiobacillus
ferooxidans Koleksi ICBB-CC
Seleksi Acidithiobacillus sp. dari Air Asam Tambang
Seleksi Acidithiobacillus ferooxidans Koleksi ICBB-CC
Biooksidasi Bijih Tipe-D dengan Acidithiobacillus sp. dan Acidithiobacillus
ferooxidans
Hasil Uji Biooksidasi pada Bijih Tipe-D 3445 dan 3625
Pengukuran Kandungan Pirit dengan Metode X-ray Diffraction Test
Pengukuran Kandungan Mineral Teroksidasi dan Kandungan Emas dengan

14
14
15
15

17
17
17
19
19
20
21
21
22
23
25

25
27

Metode Fire Assay
Peningkatan Nilai Perolehan pada Bijih Tipe-D 3445 dan 3625 dengan Metode
Flotasi

28

5. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

31
31
31

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

32

34
45

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Komposisi media Acidithiobacillus ferooxidans cair
Kandungan total di dalam umpan bijih tipe-D
Kandungan total di dalam konsentrat bijih tipe-D
Penurunan kandungan pirit pada bijih tipe-D 3445 selama proses biooksidasi
dengan menggunakan Acidithiobacillus
Penurunan kandungan pirit pada bijih tipe-D 3625 selama proses biooksidasi
dengan menggunakan Acidithiobacillus
Perhitungan recovery kumulatif pada bijih tipe-D 3445
Perhitungan recovery kumulatif pada bijih tipe-D 3625

17
19
19
26
27
29
29

DAFTAR GAMBAR
1. Kandungan emas yang terkunci oleh pirit (kiri) dan kandungan calcopyrit

(CuFeS2) yang terkunci oleh pirit (kanan)
2. Butiran emas (nugget) dari lokasi penambangan
3. Bijih pirit murni (kiri) dan bijih pirit yang berasosiasi dengan emas (kanan)
4. Mikroorganisme acidophilic yang berpartisipasi dalam ekstraksi logam melalui
biomining. (a) sel Acidithiobacillus ferrooxidans. (b) sekelompok sel Metallicus
sulfolobus. (c) biofilm, monolayer sel Acidithiobacillus ferrooxidans yang
tumbuh di permukaan dari butiran sulfur. (d) biofilm Acidithiobacillus
ferrooxidans yang terlihat pada (c) telah dihilangkan dari partikel padat.
5. Skema interaksi bakteri – mineral pirit
6. Cadangan bijih di wilayah pertambangan PTFI
7. Mineral berharga yang berasosiasi dengan pengotornya
8. X-section partikel bijih
9. Skema kominusi 2 tahap
10. Kurva perbandingan recovery-grade
11. Skema pengolahan emas dengan cara flotasi
12. Mikroskop stereo binokuler
13. Mesin X-ray diffraction endeavour D4
14. Proses pengujian dengan api (fire assay) pada bijih
15. Proses flotasi mineral berharga dengan denver flotation machine
16. Skema proses flotasi
17. Analisa butir dan proses flotasi bijih tipe-D 3445 (kiri) dan bijih tipe-D 3625
(kanan) sebelum biooksidasi
18. Hasil isolasi Acidithiobacillus sp. dari sampel air asam tambang PTFI tahap

2
4
5

6
7
8
10
10
11
11
12
14
15
15
16
16
19
20

pertama
19. Hasil isolasi Acidithiobacillus sp. dari sampel air asam tambang PTFI tahap
kedua
20. Hasil iolasi Acidithiobacillus sp. dari sampel air asam tambang PTFI tahap
ketiga
21. Seleksi Acidithiobacillus sp. dari air asam tambang di dalam media tumbuh
yang mengandung bijih pirit
22. Grafik penurunan pH media Acidithiobacillus sp. yang diisolasi dari air asam
tambang PTFI
23. Seleksi Acidithiobacillus ferooxidans ICBB-CC di dalam media tumbuh yang
mengandung bijih pirit
24. Grafik penurunan pH media Acidithiobacillus ferooxidans koleksi ICBB-CC
25. Proses biooksidasi dengan menggunakan botol plastik dan aerator.
26. Perubahan bijih tipe-D 3445 yang belum di oksidasi (kiri) dan sudah teroksidasi
(kanan)
27. a. Bijih tipe-D belum teroksidasi; b. Teroksidasi oleh Acidithiobacillus sp.
8N1.8; c. Teroksidasi oleh Acidithiobacillus sp. 8N1.9; d. Teroksidasi oleh
A.ferooxidans ICBB 8793 dan e. Teroksidasi oleh A.ferooxidans ICBB 8793.
28. Perubahan bijih tipe-D 3625 yang belum teroksidasi (kiri) dan yang sudah
teroksidasi (kanan)
29. a. Bijih tipe-D 3625 belum teroksidasi; b. Teroksidasi oleh Acidithiobacillus sp.
8N1.8; c. Teroksidasi oleh Acidithiobacillus sp. 8N1.9; d. Teroksidasi oleh
A.ferooxidans ICBB 8793 dan e. Teroksidasi oleh A.ferooxidans ICBB 8793.
30. Penurunan kandungan pirit pada bijih Tipe-D 3445 selama proses biooksidasi
dengan menggunakan Acidithiobacillus
31. Penurunan kandungan pirit pada bijih tipe-D 3625 selama proses biooksidasi
dengan menggunakan Acidithiobacillus
32. Kandungan mineral teroksidasi pada bijih tipe-D 3445 (a) dan 3625 (b)
33. Kandungan emas bijih tipe-D 3445 (a) dan 3625 (b)
34. Nilai perolehan (recovery) emas dengan metode flotasi pada bijih tipe-D
3445(a) dan 3625(b)

20
21
21
22
22
23
23
24
24
25
25
25
26
27
28
30

LAMPIRAN
1.
2.
3.

Hasil pengujian x-ray diffraction (XRD) awal pada bijih tipe-D 3445 dan 3625
Hasil pengujian flotasi awal pada bijih tipe-D 3445 dan 3625
Hasil isolasi pertama sampel air asam tambang di lokasi tambang terbuka
grasberg
4. Hasil isolasi sampel air asam tambang di lokasi tambang bawah tanah
5. Hasil isolasi Acidithiobacillus sp. dari air asam tambang dengan media tumbuh
padat
6. Penurunan pH media isolat Acidithiobacillus sp. dari air asam tambang
7. Penurunan pH media isolat Acidithiobacillus ferooxidans koleksi ICBB
8. Jumlah sel masing-masing isolat yang diukur dengan metode most probable
number
9. Kandungan pirit pada bijih tipe-D 3445 dan 3625 setelah bioksidasi
10. Kandungan mineral teroksidasi dan emas pada bijih tipe-D 3445 dan 3625
dengan metode fire assay
11. Recovery kumulatif bijih tipe-D 3445 dan 3625 dengan metode flotasi

34
35
36
37
38
39

39
39
39
40
41

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang kaya dengan bahan
tambang. Bahan tambang tersebut tersebar di seluruh wilayah kepulauan Indonesia
yang terdiri dari berbagai komoditi seperti emas, tembaga, perak dan lainnya.
Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) tahun 2013, cadangan emas di Indonesia mencapai 3,4 milyar ton, terdiri
dari cadangan emas primer sebesar 3,3 milyar ton dan cadangan emas aluvial
sebesar 17 juta ton. Pelaksanaan kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang
profesional ditandai dengan meningkatnya jumlah produksi mineral dan batubara,
meningkatnya kualitas kegiatan pertambangan umum, meningkatnya investasi,
meningkatnya nilai tambah bahan tambang dan lainnya. Indikator keberhasilan dan
target yang ingin dicapai oleh Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral dalam
5 tahun ke depan tercantum di dalam Rencana Strategis (Renstra) ESDM yang salah
satunya adalah peningkatan nilai perolehan pada pengolahan mineral logam sebesar
95% pada tahun 2015. Berdasarkan data Rencana Kerja Tahunan Teknis dan
Lingkungan (RKTTL) Perusahaan Kontrak Karya Tahun 2014, tingkat perolehan
pengolahan di beberapa perusahaan pertambangan mineral masih belum optimal.
Salah satu contoh perusahaan Kontrak Karya generasi pertama, dalam mengolah
mineral sebesar 65 juta ton per tahun dengan kadar 0,8–1 g/ton, nilai perolehan
maksimal yang dapat dilakukan oleh pabrik pengolahan di lokasi tambang rata - rata
sebesar 80%. Kondisi ini menunjukkan bahwa masih terdapat lebih dari 20%
mineral berharga yang terbuang. Selain mengurangi potensi pendapatan, tersisanya
mineral berharga berpotensi menimbulkan masalah sosial yang berkepanjangan.
Salah satu penyebab rendahnya perolehan mineral berharga adalah karakteristik
cadangan yang dikategorikan sebagai bijih tipe-D yang mengandung banyak
mineral sulfida (pengotor) sehingga sulit dipisahkan dengan cara flotasi biasa.
Flotasi adalah suatu proses pemisahan mineral berharga dari mineral tidak
berharga menggunakan perbedaan sifat permukaan partikel dari beragam mineral.
Penambahan bahan kimia yang berfungsi sebagai collector, kapur dan frother
(pembuih) dilakukan agar terjadi perubahan sifat pada permukaan mineral tertentu
yang kemudian mineral ini dapat menempel pada gelembung udara dan
mengapungkannya ke permukaan. Dalam prosesnya, ternyata metode ini terdapat
beberapa kelemahan jika memproses bijih yang kandungan sulfida tinggi (bijih tipeD). Bijih tersebut tidak dapat dipisahkan mineral berharganya karena masih tertutup
oleh pirit (Gambar 1). Akibatnya, hasil flotasi dari bijih berkadar pirit tinggi akan
menyulitkan proses peleburan karena menghasilkan residu besi dan gas sulfur tinggi
yang beracun. Mengantisipasi kondisi tersebut, telah diupayakan untuk
menguraikan ikatan sulfida agar emas dan tembaga dapat terpisah dan proses
pengolahan dengan flotasi menjadi optimal. Upaya peningkatan perolehan dengan
cara memperkecil ukuran butir ini berdampak pada peningkatan kebutuhan energi
untuk memutar mesin penggerus yang secara otomatis akan menaikkan biaya
operasi secara signifikan (Sabirin & Mahler 2008).

2
Emas
Pirit

Pirit

Emas

Gambar 1 Kandungan emas yang terkunci oleh pirit (kiri) dan kandungan
calcopyrit (CuFeS2) yang terkunci oleh pirit (kanan) (PTFI 2013)
Dengan kondisi tersebut, penulis melihat bahwa harus ada alternatif teknologi
lain yang dapat mengakomodasi kelemahan metode pengolahan yang konvensional
agar dapat meningkatkan perolehan mineral berharga pada proses pengolahan bijih
sulfida dan mengurangi mineral berharga yang terbuang. Berbagai teknologi diuji
coba dan diterapkan, salah satu alternatif teknologi yang digunakan adalah
bioteknologi (Schippers et al. 2013). Bioteknologi memiliki potensi untuk
membantu dan memecahkan berbagai persoalan di dunia pertambangan baik
minyak, gas, batubara dan bijih (Nagaoka et al. 1999). Bioteknologi telah mulai
diterapkan pada pertambangan batubara dan mineral (Zammit 2012). Microbial
desulfurization dapat dimanfaatkan untuk menurunkan kandungan sulfur pada
batubara dan kandungan pirit pada logam. Dengan menggunakan bakteri,
kandungan sulfur dalam batubara dapat diturunkan sebanyak 63% hanya dalam
waktu 24 jam (Santosa 2010). Melalui bioteknologi ERM (enhanced recovery of
metals) bahan tambang logam dapat ditingkatkan perolehannya terutama dari
deposit yang kandungan bijihnya rendah. Salah satu teknologi dalam katagori
tersebut yang dapat digunakan adalah biohydrometallurgy atau bioleaching.
Bioleaching menggunakan bakteri untuk mengubah sifat fisik dan kimia bahan
tambang sehingga logam dapat diekstraksi dengan cara yang lebih ekonomis.
Dalam percobaan laboratorium, 97% tembaga asal bahan tambang kualitas rendah
dapat diekstrak (Santosa 2010). Selain dari bioleaching, biooksidasi dapat
digunakan untuk meningkatkan perolehan logam mulia. Dengan biooksidasi,
konsentrasi pirit pada mineral berharga dapat dikurangi antara 77% hingga 95%
(Nagaoka et al. 1999). Pada proses bioleaching dan biooksidasi, beberapa
mikroorganisme termasuk Acidithiobacillus ferooxidans mampu mengakumulasi
logam dalam selnya dengan konsentrasi yang jauh lebih tinggi dibanding di
lingkungan sekitarnya. Salah satu percobaan menunjukkan bahwa 2 tahap
biooksidasi, konsentrat emas meningkat perolehannya menjadi 94,7% dibandingkan
dengan metode konvensional yang hanya menghasilkan perolehan di bawah 70%
(Amankwah et al. 2004).
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, bijih sulfida (Tipe-D)
yang mengandung pirit tinggi menjadi permasalahan utama pengolahan emas
dengan metode flotasi di perusahaan pertambangan khususnya PTFI. Untuk

3
mengatasi permasalahan tersebut, alternatif solusi yang dilakukan adalah
mengoksida bijih sulfida dengan menggunakan bakteri Acidithiobacillus sp. dari air
asam tambang dan Acidithiobacillus ferooxidans koleksi ICBB agar ikatan sulfida
dapat terurai dan bijih emas dapat terbebaskan. Secara garis besar penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Mengkarakterisasi bijih sulfida (Tipe-D).
2. Mengisolasi Acidithiobacillus sp. dari air asam tambang yang berasal dari
wilayah pertambangan PTFI.
3. Menseleksi Acidithiobacillus sp. dari air asam tambang dan Acidithiobacillus
ferooxidans koleksi ICBB-CC.
4. Menguji kemampuan Acidithiobacillus sp. dan Acidithiobacillus ferrooxidans
mengurangi kandungan pirit yang terdapat dalam bijih tipe-D 3445 dan 3625.
5. Menguji kemampuan Acidithiobacillus sp. dan Acidithiobacillus ferooxidans
terseleksi meningkatkan perolehan recovery emas.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap dengan ruang lingkup kegiatan
penelitian sebagai berikut :
1. Menyeleksi bakteri yang berpotensi sebagai pendegradasi pirit yang berasal
dari air asam tambang dari wilayah penambangan PTFI.
2. Menguji efektivitas bakteri terseleksi dalam mendegradasi pirit pada bijih tipeD.
3. Melakukan uji kemampuan bakteri pendegradasi pirit untuk meningkatkan
perolehan pada pengolahan bijih tipe D.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Emas dan Pirit
Emas adalah unsur kimia dengan simbol Au (dari bahasa Latin: aurum)
dengan nomor atom 79 dan titik lebur berada pada 1064,18C. Emas merupakan
logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5 – 3
(skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan logam lain
yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan
mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa,
karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral
pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida. Emas terbentuk dari
proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan
terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal, sedangkan
pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan (placer).
Kelenturan emas yang tinggi, ketahanan terhadap korosi dan sebagian besar
reaksi kimia lainnya serta konduktivitas listrik yang bagus menyebabkan emas terus
digunakan dalam konektor listrik tahan korosi di semua jenis perangkat
komputerisasi.

Gambar 2 Butiran emas (nugget) dari lokasi penambangan
(www.akhmadarqom.com)
Pirit merupakan sulfida besi dengan rumus kimia FeS2 dengan titik lebur pada
1194C. Nama pirit berasal dari Yunani yang berarti api. Pirit biasanya ditemukan
berasosiasi di dalam urat kuarsa, batuan sedimen, batuan metamorf, serta batuan
dasar pada cadangan batubara dan mineral sebagai pengganti fosil. Meskipun
dijuluki emas tiruan, pirit kadang-kadang ditemukan dalam ikatan emas karena
bentuk dan warnanya menyerupai emas dan kuningan.
Pada cadangan emas primer, biasanya emas terintegrasi dengan tembaga,
perak dan pirit. Pada proses pengolahan emas, pirit menjadi senyawa yang
mengganggu karena sifatnya yang mirip dengan emas. Dalam proses flotasi, emas
bersama dengan pirit dapat terflotasi dengan baik, akibatnya akan menurunkan nilai
perolehan (recovery) emasnya. Kondisi ini juga akan merugikan pada proses
peleburan karena akan banyak pengotor besi (Fe) dan menimbulkan bahaya asap
beracun dari Sulfur (S) yang terurai.

2

Gambar 3 Bijih pirit murni (kiri) dan bijih pirit yang berasosiasi dengan emas
(kanan) (www.tankonyvtar.hu)
Biomining dan Biooksidasi
Biomining merupakan pendekatan baru untuk ekstraksi mineral yang
diinginkan dari bijih yang sudah dieksplorasi oleh industri pertambangan dalam
beberapa tahun terakhir. Pada metode biomining, tidak menggunakan bahan kimia
beracun dan suhu yang ekstrim yang dapat merusak tetapi menggunakan bakteri
untuk mengekstraksi mineral (Jerez 2011). Pengembangan industri biomining telah
diterapkan di beberapa negara termasuk Afrika Selatan, Brasil dan Australia (Wang
& Mujumnar 2007). Bakteri akan mengoksidsi besi dan sulfur pada bijih sulfida
kemudian melepaskan tembaga, emas dan uranium yang terikat. Teknologi ini
disebut sebagai teknologi biooksidasi. Industri pabrik pengolahan yang
menggunakan metode biooksidasi pada umumnya menggunakan kultur campuran
bakteri mesofilik dari genus Acidithiobacillus ferooxidans atau Leptospirillum
ferrooxidans (Larsson et al. 1990).
Pada beberapa penelitian, Acidithiobacillus ferrooxidans dapat digunakan
untuk melarutkan pirit dari bijih yang mengandung sulfida tinggi dan dapat
meningkatkan perolehan mineral berharga pada proses pengolahan (Konishi et al.
1990). Selain itu, dimungkinkan juga untuk melakukan ekstraksi dari bijih kadar
rendah. Aplikasi bioteknologi untuk penambangan dan pengolahan sudah tak
terhitung jumlahnya, beberapa contoh yaitu penambangan in-situ, metode
biodegradasi, bioremediasi pasif drainase air asam tambang dan bioleaching dari
bijih dan konsentrat dengan menggunakan bioreaktor (Fernando 2000). Penelitian
ini menghasilkan beberapa penerapan teknologi yang efisien dan solusi terhadap
masalah yang kompleks seperti bioleaching logam dari mineral oksida, biooksidasi
dari bijih sulfida, bioprocessing bijih fosfat, dan lainnya. Semua teknologi mulai
dari penambangan in-situ sampai pengolahan mineral dan teknologi pengolahan,
bioteknologi memberikan alternatif solusi pada industri pengolahan mineral yang
inovatif dan hemat biaya.
Bakteri Pengoksidasi Pirit
Genus Thiobacillus, juga dikenal sebagai Acidithiobacillus, tidak berwarna
dan berbentuk batang. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk memperoleh energi
dari oksidasi senyawa sulfur yang tereduksi. Oleh karena itu persyaratan lingkungan

3
hidupnya memerlukan keberadaan senyawa sulfur anorganik. Bakteri ini bernafas
secara istimewa dengan memanfaatkan oksigen sebagai terminal akseptor elektron.
Acidithiobacillus ferrooxidans adalah bakteri Gram negatif yang memerlukan
suasana autotrophic dan aerob. Bakteri ini motil, dan memiliki flagela polar.
Acidithiobacillus ferrooxidans adalah suatu acidophil, hidup di lingkungan dengan
kisaran pH optimal 1,5 sampai 2,5. Acidithiobacillus ferrooxidans juga termofilik,
dalam suhu 45° - 50°C. Toleransi suhu tinggi dari bakteri mungkin karena
kandungan GC bakteri tersebut tinggi yaitu 55% - 65% (Rawlings & Tomonobu
1994). Energi Acidithiobacillus ferrooxidans berasal dari oksidasi besi ferro ke besi
ferri, dan reduksi sulfur menjadi senyawa asam sulfat. Kandungan sulfur dapat
terkonsentrasi di dinding sel bakteri. Acidithiobacillus ferrooxidans adalah bakteri
yang paling aktif di limbah tambang ketika dalam kondisi asam dan indikasi
pencemaran logam. Drainase air asam tambang yang ekstrim juga dapat
mengekspos kandungan pirit tingkat tinggi, unsur yang mudah teroksidasi oleh
Acidithiobacillus ferrooxidans.
Hal ini diketahui bahwa leaching bacteria kebanyakan tumbuh melekat pada
permukaan substrat padat seperti sulfur dan logam sulfida (Gambar 4). Lampiran ini
terutama dimediasi oleh zat polimer ekstraseluler (extracellular polymeric
substances) yang mengelilingi sel dan dengan komposisi yang disesuaikan dengan
substrat pertumbuhan.

Gambar 4 Mikroorganisme acidophilic yang berpartisipasi dalam ekstraksi logam
melalui biomining. (a) sel Acidithiobacillus ferrooxidans. (b)
sekelompok sel Metallicus sulfolobus. (c) Biofilm, monolayer sel
Acidithiobacillus ferrooxidans yang tumbuh di permukaan dari butiran
sulfur. (d) Biofilm Acidithiobacillus ferrooxidans yang terlihat pada (c)
telah dihilangkan dari partikel padat. (Jerez 2009)
Bakteri membawa Fe+3 terikat eksopolisakarida yang menempel pada
permukaan mineral untuk membentuk biofilm. Besi feri akan mendegradasi

4
logam sulfida secara kimiawi seperti pirit dioxidasi menjadi Fe+3 dan tiosulfat
yang dapat menjadi asam sulfat. Kontak yang dekat antara bakteri dengan
mineral membuat oksidasi sulfida menjadi lebih efisien dan spesifik (Jerez
2013).

Gambar 5 Skema Interaksi Bakteri – Mineral Pirit (Jerez 2013)
Mekanisme Oksidasi Mineral
Oksidasi ion besi (Fe2+) ke ion ferri (Fe3+) merupakan reaksi yang
memproduksi energi untuk beberapa mikroorganisme. Karena hanya sejumlah kecil
energi yang diperoleh, Fe2+ dalam jumlah besar harus teroksidasi. Selanjutnya, Fe3+
akan membentuk larutan Fe(OH)3 yang mengendap dalam H2O. Banyak
mikroorganisme pengoksidasi Fe2+ juga mengoksidasi sulfur. Pada kondisi
demikian, acidophiles lebih mengasamkan lingkungannya dengan memproduksi
H2SO4. Hal ini dibuktikan dengan sebagian fakta bahwa pada pH netral Fe2+ cepat
teroksidasi secara kimia jika terjadi kontak dengan udara. Dalam kondisi ini tidak
ada Fe2+ untuk memungkinkan pertumbuhan yang signifikan. Pada pH rendah,
bagaimanapun, Fe2+ jauh lebih stabil. Hal ini menjelaskan mengapa sebagian besar
mikroorganisme pengoksidasi Fe2+ hanya ditemukan di lingkungan asam dan
obligat acidophiles (Fowler et al. 1999).
Bakteri terbaik pengoksidasi Fe2+ adalah Acidithiobacillus ferrooxidans (Jerez
2009). Mikrobiologi pengoksidasi Fe2+ merupakan aspek penting dari peningkatan
konsentrasi asam dalam proses biooksidasi pada pengolahan mineral sebuah
tambang tetapi juga menjadi masalah ekologi yang serius karena meningkatkan
konsentrasi air asam tambang yang bermasalah bagi lingkungan itu sendiri. Namun,
kondisi ini dapat berguna jika dieksploitasi dengan benar dan dikontrol. Pemisahan
Sulfur yang terkandung di dalam pirit (FeS2) adalah langkah awal pada proses ini.
Pirit adalah struktur cristalline larut yang melimpah pada mineral bijih. Hal ini
dihasilkan oleh reaksi:
S + FeS → FeS2
Biasanya pirit terlindung dari kontak dengan oksigen dan tidak dapat diakses
oleh mikroorganisme. Setelah tambang dieksploitasi, pirit dibawa ke dalam kontak
dengan udara (oksigen) dan mikroorganisme lalu proses oksidasi dimulai. Proses
oksidasi ini bergantung pada kombinasi dari proses katalisis kimia dan mikrobiologi.

5
Dua akseptor elektron dapat mempengaruhi pada proses ini adalah ion O2 dan Fe3+.
Fe3+ hanya akan hadir dalam jumlah yang signifikan dalam kondisi asam (pH < 2,5).
Pertama proses kimia lambat dengan O2 sebagai akseptor elektron akan memulai
oksidasi pirit:
FeS2 + 7/2 O2 + H2O → Fe2+ + 2 SO42- + 2 H+
Reaksi ini mengasamkan lingkungan dan Fe2+ akan terbentuk agak stabil.
Dalam lingkungan seperti ini, Acidithiobacillus ferrooxidans akan dapat tumbuh
dengan cepat. Setelah pengasaman lanjut, ferroplasma akan meningkatkan tingkat
keasaman. Sebagai konsekuensi dari aktivitas mikrob, energi reaksi menghasilkan:
Fe2+ → Fe3+
3+
Fe ini yang tetap larut pada pH rendah dan bereaksi secara spontan dengan
pirit menjadi:
FeS2 + 14 Fe3+ + 8 H2O → 15 Fe2+ + 2 SO42- + 16 H+
Fe2+ dapat diproduksi lagi dan digunakan oleh mikroorganisme lalu dengan
demikian reaksi selanjutnya akan dimulai.
Suhu di dalam dump leach sering meningkat secara spontan sebagai akibat
dari aktivitas mikrob. Dengan demikian, kemolitotrof termofil pengoksidasi besi
seperti spesies Acidithiobacillus dan Leptospirillum pada temperatur yang lebih
tinggi di atas 40°C dapat menjadi hal yang sangat penting dalam proses leaching
(Rawlings 2003).
Karakteristik Bijih di Wilayah Pertambangan
Secara garis besar, kandungan bijih di dalam wilayah pertambangan emas
PTFI adalah sistem mineralisasi porfiri. Distribusi mineral berharga seperti
kalkopirit, bornit dan digenit terkonsentrasi dengan bentuk seperti tapal kuda
menutupi inti (core). Inti ini adalah intrusi terakhir diorite south kali. Dengan
kondisi litologi tersebut, semua material didefinisikan menjadi Stockwork, Dalam
Coarse, Dalam Fine, Hard Zone, Heavy Sulfide Zone, Kali, Pokerchip dan
Sediment (Gambar 6). Berdasarkan perencanaan penambangan ke depannya, akan
diterapkan metode penambangan bawah tanah (underground). Cadangan akan
didominasi oleh material dengan sulfida tinggi (Heavy Sulfide Zone) dengan kadar
pirit tinggi. Pirit akan menjadi masalah pada proses pengolahan karena dapat
menurunkan perolehan (recovery) pada proses pengolahan dengan metode flotasi.

Gambar 6 Cadangan Bijih di Wilayah Pertambangan PTFI (RKTTL PTFI 2014)

6
Bijih Sulfida (Tipe-D) Sebagai Problematic Ores
Pabrik pengolahan (mill) memiliki beberapa parameter metalurgi yang perlu
dicapai ketika melakukan pengolahan bijih yang berasal dari tambang permukaan
dan tambang bawah tanah. Beberapa parameter itu antara lain: ukuran penggerusan,
grade umpan, grade konsentrat, grade pada tailing dan lainnya. Jika area tambang
mengirim banyak bijih sulfida dengan kadar pirit lebih dari 40%, akan berdampak
pada penurunan perolehan emas maupun tembaganya. Mineral pengotor yang
memberikan dampak penurunan perolehan bijih antara lain pirit, oksida-hidrosulfat
(hematit, jarosit, limonit, cuprit), tanah liat dan serisit. Persentase mineral pengotor
tersebut dalam bijih tercermin dalam parameter metalurgi selama tes flotasi yang
dianalia dengan X-Ray Diffraction Test.
Bijih dengan kandungan pirit tinggi (problematic ores) pertama kali
ditemukan pada bulan September 2006 ketika penambangan masuk pada wilayah
Grasberg Igneous Complex (GIC) yang dapat dilihat pada Gambar 6. Dalam
dokumentasi Intermediate Planning Model (IPM) ada dua jenis problematic ores
dan keduanya diklasifikasikan sebagai bijih tipe-D untuk membedakan jenis bijih
bersih tipe A, B, B tinggi dan C. Bijih bermasalah pertama disebut sebagai tipe-D
asli dan yang kedua disebut sebagai tipe-D serisit. Tipe-D asli memiliki kandungan
pirit > 10%, oksida > 5%, tanah liat > 5%, Pb > 0,08% dan Zn > 0,08% dan untuk
tipe-D serisit memiliki kandungan Serisit > 10% (Perdana & Wiwoho 2012).
Pengolahan Bijih
Kominusi
Proses pengolahan bijih emas dimulai dengan tahap operasi kominusi yang
terdiri dari crushing (peremukan) dan grinding (penggilingan). Salah satu tujuan
utama dari kominusi adalah pembebasan (liberasi) atau melepaskan mineral
berharga yang berasosiasi dari pengotornya pada ukuran partikel terkasar yang
memungkinkan. Jika proses ini tercapai, maka tidak hanya menghemat energi
karena pengurangan jumlah partikel halus yang dihasilkan, tetapi setiap tahapan
selanjutnya menjadi lebih mudah dan lebih murah. Jika produk yang dibutuhkan
adalah dengan kadar tinggi, maka pembebasan (liberasi) yang baik menjadi sangat
penting. Dalam prakteknya, pembebasan (liberasi) yang sempurna jarang dicapai,
bahkan sampai dengan ukuran bijih yang diinginkan. Gambar 7 menunjukkan
bongkah bijih yang telah direduksi menjadi sejumlah kubus yang mempresentasikan
volume dan ukuran yang lebih kecil dari sampel bijih aslinya. Hal ini
memperlihatkan bahwa setiap partikel yang dihasilkan mengandung mineral
berharga dan mengandung sebagian pengotor atau dengan kata lain pembebasan
(liberasi) belum tercapai sempurna.
Partikel mineral berharga yang terkunci dengan pengotornya dikenal sebagai
middlings, pembebasan (liberasi) lanjut dari fraksi ini hanya dapat dicapai dengan
proses kominusi tahap berikutnya. Pada ikatan yang kuat antara mineral berharga
dengan pengotornya, biasanya selama proses kominusi menghasilkan banyak
middlings dan derajat pembebasan (liberasi) rendah. Gambar 8 adalah penampang
x-section partikel bijih, menggambarkan secara efektif yang sering dihadapi pada
proses pembebasan (liberasi) bijih. Daerah A merupakan mineral berharga, AA
kaya mineral berharga tetapi sangat banyak mineral pengotor.

7

Gambar 7 Mineral berharga yang berasosiasi dengan pengotornya (Wills & NapierMunn 2005).
Proses kominusi menciptakan berbagai fragmen, mulai dari kaya mineral
berharga sampai dengan pengotornya. Partikel tipe 1 yang kaya mineral
diklasifikasikan sebagai konsentrat karena memiliki derajat penguncian dengan
mineral pengotor yang masih dalam batas toleransi. Partikel tipe 4 akan juga
digolongkan sebagai tailing karena hanya sejumlah kecil mineral yang muncul dan
akan mengurangi nilai perolehan dalam konsentrat. Partikel jenis 2 dan 3
digolongkan sebagai middlings, karena diperlukan proses penghancuran tahap
kedua untuk membebasan mineral berharga dari pengotornya (Gambar 9).

Gambar 8 X-section partikel bijih (Wills & Napier-Munn 2005).
Pada proses kominusi, terbatas pada mineralogi bijihnya, sebagai contoh
dalam bijih yang mengandung tembaga asli secara teoritis mungkin menghasilkan
konsentrat yang mengandung 100% Cu, tetapi jika mineral bijihnya adalah
kalkopirit (CuFeS2), konsentrat terbaik akan hanya berisi 34,5% Cu (Wills &
Napier-Munn 2005). Nilai Perolehan (recovery) pada kasus konsentrasi bijih logam
adalah persentase dari total logam yang terkandung dalam bijih yang dapat diambil.
Nilai perolehan 90% berarti bahwa 90% logam dapat terambil dalam konsentrat dan
10% hilang dalam tailing.

8

Gambar 9 Skema kominusi 2 tahap (Wills & Napier-Munn 2005)
Rasio konsentrat adalah rasio berat umpan dibandingkan dengan berat
konsentrat tersebut yang merupakan ukuran efisiensi proses konsentrasi dan terkait
dengan grade konsentrat. Nilai dari rasio konsentrasi umumnya akan meningkat
bersamaan dengan grade konsentrat. Rasio konsentrat dan recovery pada dasarnya
independen satu sama lain. Sebagai contoh, untuk mendapatkan konsentrat berkadar
tinggi dengan rasio yang tinggi, caranya dengan mengambil bijih galena murni dari
bijih timah, tetapi kondisi ini mengakibatkan recoverynya akan sangat rendah
karena ada kemungkinan terdapat 60% mineral pengotor dalam konsentrat tersebut.
Ada hubungan terbalik antara nilai perolehan (recovery) dengan grade konsentrat
pada semua proses konsentrasi. Jika tujuannya untuk mencapai konsentrat grade
tinggi, nilai perolehannya (recovery) nya rendah. Jika tujuannya untuk recovery
mineral tinggi, akan lebih banyak mineral pengotor dalam konsentrat dan grade
konsentrat akan turun.

Gambar 10 Kurva perbandingan recovery-grade (Wills & Napier-Munn 2005)

9
Grade konsentrat dan nilai perolehan (recovery) merupakan faktor metalurgi,
yaitu efisiensi dari setiap operasi konsentrasi dapat dinyatakan dengan kurva pada
Gambar 10. Kurva menunjukkan karakteristik hubungan kebalikan antara recovery
dan grade konsentrat, proses pengolahan mineral umumnya bergerak sepanjang
kurva tersebut. Tantangan pada pengolahan mineral adalah untuk mengoptimalkan
pergerakan titik tertinggi pada kedua faktor baik recovery maupun grade konsentrat
(optimalisasi).
Flotasi
Pada umumnya emas diekstraksi melalui proses sianidasi, amalgamasi atau
flotasi. Namun, karena masalah lingkungan dan bahaya terhadap kesehatan, maka
proses amalgamasi dan sianidasi menjadi semakin jarang digunakan. Secara umum
pengolahan bijih emas untuk menjadi bullion meliputi operasi pengecilan ukuran
atau kominusi, pelindian (leaching), pemisahan padatan-larutan atau solid-liquid
separation, vacuum deaeration, cementation, filtration, dan smelting. Flotasi adalah
suatu proses pemisahan mineral berharga dari pengotornya menggunakan perbedaan
sifat permukaan partikel dari beragam mineral. Dalam proses flotasi biasanya sifat
permukaan mineral berharga dirubah sehingga mineral berharga dapat menempel
pada gelembung udara dan naik ke permukaan tangki flotasi sebagai lumpur
konsentrat, sedangkan mineral tidak berharga akan tenggelam ke dasar tangki
flotasi menjadi tailing (Lloyd 1981). Ketika buih telah memenuhi permukaan tangki
flotasi, buih dialirkan ke saluran penampung lumpur konsentrat (concentrate
launder) kemudian dialirkan ke tangki penyimpanan konsentrat. Proses flotasi
pemurnian dibagi menjadi 3 tahapan yaitu flotasi cleaner pertama, cleaner kedua
dan flotasi scavanger. Flotasi pertama dan kedua dilakukan dalam tangki yang
berbentuk kolom setinggi 20 – 25 meter yang dilengkapi dengan air pembilas (wash
water) untuk membilas mineral tidak berharga yang masih terperangkap diantara
buih yang mengapung di permukaan tangki. Saluran udara dipasang lebih banyak di
dasar tangki agar gelembung udara mampu membawa mineral berharga lebih
banyak. Kolom setinggi 20 – 25 meter berfungsi untuk menambah waktu tinggal
(resident time) mineral berharga di dalam tangki agar mendapatkan cukup
kesempatan untuk menempel pada gelembung udara. Tangki kolom flotasi cleaner
diisi oleh lumpur konsentrat produk produk dari flotasi rougher dengan kadar
padatan 10% - 16%, sedangkan tangki kolom flotasi cleaner scavenger diisi oleh
lumpur pasir sisa tambang produk dari flotasi cleaner.

Gambar 11 Skema pengolahan emas dengan cara flotasi (PTFI 2012)

3 BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Percobaan ini menggunakan bijih pirit dan bijih tipe-D dengan kandungan
pirit masing-masing 94,5%, 92% dan 15,7% sebanyak 30kg. Bijih tersebut
dihancurkan hingga ukuran 80% lolos 60µm (sesuai dengan ukuran pada pabrik
pengolahan / mill); Air asam tambang sebanyak 108 sampel yang tersebar di
wilayah penambangan terbuka dan penambangan bawah tanah; Isolat ICBB nomor
ICBB 8789, ICBB 8790, ICBB 8793, ICBB 8795, ICBB 8796 dan ICBB 8797;
Media tumbuh Acidithiobacillus ferooxidans padat dan cair.
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: Mikroskop Stereo
Binokuler yang digunakan untuk mengetahui kandungan dalam setiap bijih dan
melihat perubahan struktur bijih akibat dari proses oksidasi; Mesin XRD (X-ray
diffraction) Test Endeavor D4 yang digunakan untuk menganalisis bahan serbuk
polikristalin melalui difraksi sinar-X dan digunakan untuk mengetahui kadar pirit
yang terkandung di dalam bijih; Mesin Flotasi Denver D-12 yang digunakan untuk
memisahkan berbagai macam sulfida, karbonat dan oksida dengan alat alat
pendukungnya seperti flotation cell, filter press, aeration control, flotation reagent,
pH meter, scrapper, botol air, nampan, oven, kertas dan spidol; Tungku Kupelasi,
Atomic Adsorbtion Spectrophotometer dan alat lainnya untuk pengujian dengan api
(Fire Assay Test). Fire Assay Test digunakan untuk mengetahui kandungan emas
dan kandungan mineral teroksidasi di dalam bijih. Botol plastik untuk biooksidasi,
volume 6,75liter dengan diameter 25cm dan tinggi 30cm, aerator (mesin udara),
selang udara, keran udara, pipa aerator dan peralatan yang digunakan untuk
peremajaan isolat bakteri, laminar flow cabinet, pipet mikro, bunsen, timbangan,
pH meter, erlenmeyer, autoklaf, shaker, stirrer, dan botol.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013 - Juni 2015 di
beberapa tempat antara lain: bijih pirit yang diambil pada ketinggian 3445m dpl,
bijih tipe-D pada ketinggian 3445 dpl dan 3625m dpl; sampel air asam tambang
sebanyak 108 titik diambil pada ketinggian 3235m dpl, 4150m dpl dan 4255m dpl
serta pada area penambangan bawah tanah AB Tunnel pada ketinggian 2510m dpl,
Big Gossan pada ketinggian 3046m dpl, Deep Mine Level Zone (DMLZ) pada
ketinggian 2550m dpl dan Wanagon Drainage Drift di ketinggian 3580m dpl
(koordinat pada Lampiran 3 dan 4); Isolasi dan seleksi Acidithiobacillus sp.
dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor; Analisa butir dilakukan di
Laboratorium Pengolahan Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Kementerian
Energi dan Sumberdaya Mineral, Bandung; X-Ray Diffraction Test, Fire Assay dan
Flotasi dilakukan di Laboratorium Metalurgi PTFI, Mile 74, Papua.
Metode
Pengambilan Sampel Bijih Tipe-D dan Air Asam Tambang
Pada percobaan ini digunakan 2 tipe bijih, yaitu bijih tipe-D pada ketinggian
3445 mdpl dan pada ketinggian 3625mdpl (koordinat pada Lampiran 3 dan 4).
Setiap sampel diambil sebanyak 30kg dan diuji di laboratorium untuk mengetahui

2
kandungan mineral di dalamnya. Pengujian sampel setiap bijih meliputi pengujian
fire assay, flotation test dan XRD-test untuk mengetahui kandungan pirit awal,
kandungan emas awal dan nilai perolehan awal pada saat sebelum diperlakukan
dengan Acidithiobacillus sp. yang diperoleh dari air asam tambang.
Air asam tambang diambil dari berbagai sumber di area penambangan terbuka
pada ketinggian 3235 mdpl, ketinggian 4150 mdpl dan pada ketinggian 4255 mdpl
serta pada area penambangan bawah tanah AB Tunnel pada ketinggian 2510 mdpl,
Big Gossan pada ketinggian 3046 mdpl, Deep Mine Level Zone (DMLZ) pada
ketinggian 2550 mdpl dan Wanagon Drainage Drift di ketinggian 3580 mdpl
(koordinat pada Lampiran 3 dan 4).
Karakterisasi Bijih Tipe-D
Karakterisasi bijih dilakukan dengan beberapa metode antara lain : analisa
butir, XRD test, fire assay test dan flotation test. Karakterisasi ini digunakan untuk
mengukur kondisi awal 2 jenis bijih sulfida yang digunakan di dalam percobaan
yang meliputi kandungan pirit, emas, mineral oksida dan nilai perolehan pada
proses pengolahan dengan flotasi. Karakterisasi bijih meliputi pengujian:
Analisa Butir
Pada proses analisa butir, bijih dianalisa dengan mikroskop stereo binokuler
(Gambar 12) dan diidentifikasi mineral yang terdapat di dalam setiap bijih sebelum
dan sesudah dioksidasi. Pada analisa ini akan terlihat perubahan butir mineral di
bawah pemantauan mikroskop dan memantau apakah proses biooksidasi dengan
menggunakan mikrob dapat berjalan atau tidak.

Gambar 12 Mikroskop stereo binokuler
X-Ray Diffraction Test (XRD)
Pengujian X-Ray Diffraction ini ditujukan untuk mengetahui struktur atom
dan molekul kristal, di mana atom kristal ini memantulkan seberkas sinar-X
menyebar ke arah tertentu. Pengujian dilakukan dengan mesin X-Ray Diffraction
Endeavour D4 (Gambar 13). Dalam pengukuran difraksi sinar-X, kristal dipasang

3
pada goniometer dan secara bertahap diputar saat dibombardir dengan sinar-X,
aktivitas ini menghasilkan pola difraksi bintik-bintik jarak teratur yang dikenal
sebagai refleksi (Dinnebier & Friese 2003). Gambar dua dimensi yang diambil pada
rotasi yang berbeda yang diubah menjadi model tiga dimensi. Hasil yang
diharapkan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui kandungan mineral sulfida
yang terdapat di dalam bijih.

Gambar 13 Mesin x-ray diffraction endeavour D4
Fire Assay Test
Fire Assay adalah pengujian untuk mengetahui seberapa besar kandungan
emas pada suatu bijih dengan menggunakan tungku kupelasi dan Atomic Adsorbtion
Spectrophotometri (AAS) (Gambar 14). Jika dilakukan pada bullion dengan standar
internasional, metode ini dapat mengukur secara akurat pada logam emas untuk 1
bagian dalam 10.000. Akurasi pada bahan bijih biasanya terbatas pada 3-5% dari
nilai yang dilaporkan (Clark et al. 1999). Dalam kasus fire assay emas, lamanya
waktu untuk melaksanakan tes diimbangi dengan melakukan sejumlah besar tes
secara bersamaan di laboratorium khusus yang dilengkapi dengan beberapa tungku
fusi dan kupelasi. Keuntungan utama dari fire assay adalah dapat menggunakan
sampel besar dan dapat meningkatkan akurasi dalam menganalisis bijih kadar
rendah pada kisaran ≤ 1 g/ton.

Gambar 14 Proses pengujian dengan api (fire assay) pada bijih
Flotasi

4
Flotasi adalah suatu proses pemisahan mineral berharga (emas) dari mineral
tidak berharga menggunakan perbedaan sifat permukaan partikel dari beragam
mineral. Proses ini menggunakan alat Denver Flotation Machine (Gambar 15).
Rougher Flotation Test adalah pengujian untuk mengetahui seberapa besar mineral
dapat diperoleh dengan sedikit penekanan pada kualitas konsentrat yang dihasilkan.

Gambar 15 Proses flotasi mineral berharga dengan denver flotation machine
Proses flotasi secara umum dideskripsikan pada grafik Gambar 16. Proses ini
dimulai dari umpan masuk yang di-flotasi hingga menghasilkan 2 produk yaitu
concentrate dan tail (sisa). Pada proses flotasi, semakin banyak konsentrat yang
terambil tentunya semakin baik, dengan kata lain nilai perolehan (recovery) nya
tinggi. Perbandingan antara umpan masuk dengan konsentrat ditambah tailing
dikenal dengan istilah Material Balance.

Gambar 16 Skema proses flotasi (Wills 2005)
Untuk mengetahui seberapa besar nilai perolehan (recovery) pada setiap
pengolahan bijih yang dilakukan, digunakan persamaan Material Balance dan
Metalurgical Balance sebagai berikut:
Material Balance
:F=C+T
(1)
Metalurgical Balance : Ff = Cc + Tt
Mass Yield

:

Recovery

:

Dimana: F = Feed ;




��

��

(2)
(3)
(4)

f = Kadar di dalam Feed,

5
C = Concentrate ;
T = Tailing (Sisa) ;

c = Kadar di dalam Concentrate,
t = Kadar di dalam Tailing.

Isolasi Acidithiobacillus sp. dari Air Asam Tambang
Isolasi Acidithiobacillus sp. yang terdapat dalam air asam tambang dilakukan
dalam 3 tahapan dengan media cair dan padat (Priramadani 2008). Sampel air asam
tambang diambil dari lokasi tambang terbuka dan tambang bawah tanah sebanyak
108 sampel. Masing-masing sampel diambil sebanyak 1 ml dan dicampur dengan
10 ml media pertumbuhan Acidithiobacillus ferooxidans Leathen (Widyati & Hazra
2007) untuk diisolasi. Tahap pertama pada proses ini adalah memanaskan media
agar semua bahan terlarut dengan sempurna dan disterilisasi dengan otoklaf pada
suhu 121ºC tekanan 1 ATM selama 15 menit. Setelah selesai, media dimasukkan ke
dalam tabung reaksi steril. Setelah media siap selanjutnya diambil masing-masing 1
ml s