BAHAN GALIAN LOGAM EMAS.

(1)

BAHAN GALIAN


(2)

EMAS

SIFAT EMAS

Emas merupakan logam transisi ( trivalen dan univalen ) yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5 – 3 ( skala Mohs ). Emas dapat dibentuk jadi lembaran sedemikian tipis hingga tembus pandang. Sebanyak 120.000 lembar emas dapat ditempa menjadi satu lapisan yang sedemikian tipisnya sehingga tebalnya tidak lebih dari 1 cm. Dari 1 gram emas dapat diulur menjadi kawat sepanjang 2,5 km.

Emas mempunyai karakteristik sectile ( lunak, elastis, mudah dibentuk ), memiliki warna yang menarik ( kuning, mengkilap, tidak mudah memudar ), berat, tahan lama, tahan pada panas tinggi dan daya konduksi listrik juga sebagai perlawanan terhadap oksidasi ( tahan korosi ) sehingga emas memiliki banyak kegunaan. Namun karena emas sebagai salah satu logam coinage yang keberadaannya di alam sangat langka, menjadikannya sebagai logam yang sangat berharga.

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM


(3)

Emas memberikan sumbangan yang amat besar bagi kehidupan manusia seperti, untuk perhiasan, peralatan elektronik, kedokteran gigi, uang, medali, dll. Sekitar 65 persen dari emas diolah digunakan dalam industri seni, terutama untuk membuat perhiasan. Selain perhiasan, emas juga digunakan di peralatan listrik, elektronik, dan industri keramik. Industri aplikasi ini telah berkembang dalam beberapa tahun dan kini menempati sekitar 25 persen dari pasar emas.

Dalam perdagangan emas, ukuran berat biasanya dipakai troy ouns, kemurnianemas murni dalam karat ditunjukan angka 24 atau dalam kehalusan ditunjukkan angka 1.000. Karena emas merupakan logam yang relatif lunak ( sectile ) menjadi satu halangan untuk digunakan dalam industri. Untuk mengatasi kelemahan ini, emas biasanya dipadukan dengan logam lain ( alloy ) seperti perak, tembaga, platinum, atau nikel. Emas putih adalah alloy emas dengan platinum, iridium, nikel, atau zink. Alloy emas dengan tembaga berwarna merah atau kuning. Alloy emas dengan besi berwarna hijau, dan alloy emas dengan aluminum berwarna ungu. Bagian emas yang terdapat dalam campuran diukur dalam karat atau persen. Karat adalah unit sama dengan 1 / 24 bagian dari emas murni dalam alloy. Dengan demikian, emas 24 Karat( 24K ) adalah emas murni, sedangkan emas 18 Karat adalah 18 bagian emas murni dan 6 bagian logam lainnya, jadi emas 18 karat → 18/24 berarti emas 75 %.

Reaksi Kimia Unsur

Tingginya nilai potensial reduksi emas mengakibatkan logam ini selalu terdapat di alam dalam keadaan bebas. Untuk keperluan ektraksi dari bijihnya, proses dengan melibatkan senyawa sianida dapat diterapkan seperti halnya pada ekstraksi logam perak.


(4)

Emas membentuk berbagai senyawa kompleks, tetapi hanya sedikit senyawa anorganik sederhana. Emas (I) oksida, Au2O, adalah salah satu senyawa yang stabil dengan tingkat oksidasi +1, seperti halnya tembaga, tingkat oksidasi +1 ini hanya stabil dalam senyawa padatan, karena semua larutan garam emas (I) mengalami disproporsionasi menjadi logam emas dan ion emas (III) menurut persamaan reaksi :

3τu+(aq) → 2τu(s) + τu3+(aq)

Secara kimiawi emas tergolong inert sehingga disebut logam mulia. Emas tidak bereaksi dengan oksigen dan tidak terkorosi di udara di bawah kondisi normal. Namun emas terurai dalam larutan sianida dalam tekanan udara. Emas juga tidak bereaksi dengan asam atau basa apapun. Akan tetapi emas bereaksi dengan halogen dan aqua regia.

Reaksi emas dengan halogen

Logam emas bereaksi dengan klorin, Cl2, atau bromin, Br2, untuk membentuk trihalida emas (III) klorida, AuCl3, atau emas (III) bromida, AuBr3.

2τu(s) + 3Cl2(g) → 2τuCl3(s) 2Au(s) + 3Br2(g) → 2τuBr3(s)

AuCl3 dapat larut dalam asam hidroksida pekat menghasilkan ion tetrakloroaurat (III), [AuCl4]-, suatu ion yang merupakan salah satu komponen dalam “emas cair”, yaitu suatu campuran spesies emas dalam larutan yang akan mengendapkan suatu film logam emas jika dipanaskan.Di lain pihak, logam emas bereaksi dengan iodin, I2, untuk membentuk monohalida, emas (I) iodida, AuI.

2τu(s) + I2(g) → 2τuI(s)

Emas dapat larut pada aqua regia, yaitu campuran tiga bagian volum asam klorida pekat dan atau bagian volum asam nitrat pekat ( Jabir ibn-Hayyan, ca. 760-815 ) :

Au(s) + 4HCL (aq) + HNO3(aq) → HτuCl4(aq) + NO (g) + 2H2O(l)

Sejarah Emas

Emas ( Sanskrit jval, Yunani σο = chrysos, Latin aurum, berarti fajar yang cerah, Anglo-Saxon gold, China 金 [jīn], Jepang 金 [kin] ) telah diketahui sebagai sangat berharga sejak zaman prasejarah.


(5)

Emas, merupakan salah satu logam tertua yang digunakan oleh manusia. Emas dikenal antara lain di Mesopotamia dan Mesir. Referensi ke awal mula penemuan emas didasari legendaris atau mitos. Oleh karena itu, beberapa penulis menyebutkan bahwa penemu emas pertama kali adalah Cadmus, bangsa Phoenicia. Sedangkan yang lainnya mengatakan bahwa Thoas, raja Taurian, yang pertama kali menemukan logam berharga dalam legenda Pangaeus Mountains di Thrace. Legenda dan mitos serupa tentang awal penemuan emas juga terdapat dalam sastra kuno dari Hindu ( the Vedas ) serta Cina dan bangsa lainnya.

Emas dari estetika properti fisik dikombinasikan dengan properti sudah lama menjadi logam yang berharga. Sepanjang sejarah, emas telah sering menjadi penyebab konflik : misalnya ada awal tahun 1500-an Raja Ferdinand dari Spanyol menetapkan prioritas kepada para conquistador – penakluk - hambanya yang akan berangkat mencari Dunia Baru, "Bawa pulanglah emas," perintahnya kepada mereka, "kalau bisa, dapatkan semanusiawi mungkin, tapi apapun risikonya, bawalah emas." Titah sang raja tersebut menjadi awal pemusnahan peradaban Aztec dan Inca. Konflik karena perebutan emas juga terjadi pada awal ketika Amerika berburu emas ke Georgia, California, dan Alaska.

Pada abad pertengahan, begitu kuat orang mendambakan emas, sehingga lahir ilmu alkimia, dengan tujuan membuat emas. Manusia modern berhasil mencapai cita-cita itu dengan mengekstrak emas dari air laut dan mengubah timbel atau merkurium menjadi emas dalam mempercepat partikel. Namun emas yang murah tetaplah emas alamiah yang harus ditambang.

Biji emas dikategorikan dalam 4 ( empat ) kategori :

1. Biji tipis dimana kandungannya sebesar 0.5 g/1000 kg atau 0.5 g/ton atau 0.5 ppm ( part per million, per satu juta bagian )

2. Biji rata-rata ( typical ) dengan mudah digali, nilai biji emas khas dalam galian terowongan terbuka yakni kandungan 1-5 g/1000 kg (1 -5 ppm )

3. Biji bawah tanah/harrdrock dengan kandungan 3 g/1000 kg ( 3 ppm )

4. Biji nampak mata ( visible ) dengan kandungan minimal 30 g/1000 kg ( 30 ppm ) Emas di dunia mulai ditambang sejak tahun 2.000 sebelum masehi oleh bangsa-bangsa di dataran Mesir ( bangsa Mesir, Sudan dan Arab Saudi ). Pada sekitar abad ke-19, pencarian emas muncul kapanpun ketika ditemukan adanya deposit emas, termasuk di California, Colorado, Otago, Australia, Black Hills, dan Klondike.


(6)

Sedangkan deposit emas terbesar ditemukan di Precambrian Witwatersrand, Afrika Selatan, dengan luasan ratusan mil dan dengan kedalaman di lebih dari dua mil. Sejak tahun 1880-an, Afrika Selatan telah menjadi sumber untuk sebagian besar sediaan emas dunia. Pada tahun 1970, produksinya mencapai hingga 70 % dari persediaan dunia, yaitu memproduksi sekitar 1000 ton, namun produksi di tahun 2004 hanya 342 ton. Penurunan ini berhubungan dengan bertambahnya kesulitan dalam ektraksi dan faktor ekonomi yang memperngaruhi industri Afrika Selatan. Produsen utama lainnya adalah Kanada, Australia, bekas Uni Soviet, dan Amerika Serikat ( Arizona, Colorado, California, Montana, Nevada, South Dakota, dan Washington ).

Sebelum Perang Dunia II, Indonesia adalah penghasil emas terbesar di Asia Tenggara. Satu-satunya pengelola tambang emas di Indonesia pada awal tahun 1980-an adalah PT Aneka Tambang, sebuah BUMN di bawah Departemen Pertambangan dan Energi.

Tiga penambang emas besar di Indonesia menurut data tahun 1987 adalah:

· PT Freeport Indonesia Inc. yang berlokasi di Tembagapura, Papua dengan jumlah produksi 2,2 ton/tahun ( 1986 ).

· PT Lusang Mining yang berlokasi di Bengkulu dengan jumlah produksi 300 kg/tahun ( 1986 ).

· PT Aneka Tambang ( Persero ) berlokasi di Cikotok, Jawa Barat dengan jumlah produksi 240 kg/tahun ( 1986 ).

Gold Prospecting

Merupakan suatu kegitan eksplorasi Untuk mendeteksi keberadaan vein ( urat ) emas dapat dengan cara mengamati keberadaan batuan yang mengindikasikan adanya Vein, antara lain :

· Batuan Nat :yaitu batuan yang tersusun berbaris. Batuan ini sebelumnya tertanam dalam tanah, akibat erosi yang mengikis tanah membuat batuannya terekspose.


(7)

· Sebaran kerikil kuarsa:sama halnya batuan nat, bebatuan ini sebelumnya tertanam dalam tanah, batuannya terekpose di permukaan akibat erosi yang mengikis tanah.

· Batuan Storing:bagian batuan vein yang nampak dipermukaan. Batuan ini umumnya memiliki ciri-ciri seperti terdapat kuarsa, pyrite, calcopyrite, terlihat urat / jalur, clay, dll.


(8)

Selanjutnya, untuk memastikan potensi kelayakannya untuk ditambang dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Borring

2. Menggunakan Gold Detector.

3. Trenshing, yaitu membuat paritan ( menggunakan bechoe ) untuk melihat keberadaan dan arah sebaran vein.

4. Assaying.

PENAMBANGAN EMAS

Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal, sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan ( placer ). Endapan emas dikatagorikan menjadi dua yaitu :

· Endapan primer / Cebakan Primer; dan · Endapan plaser / Cebakan Sekunder


(9)

Metode penambangan emas sangat dipengaruhi oleh karakteristik cebakan emas primer atau sekunder yang dapat mempengaruhi cara pengelolaan lingkungan yang akan dilakukan untuk meminimalisir dampak kegiatan penambangan tersebut. Cebakan emas primer dapat ditambang secara tambang terbuka ( open pit ) maupun tambang bawah tanah ( underground minning ). Sementara cebakan emas sekunder umumnya ditambang secara tambang terbuka.

Komponen lingkungan yang berpotensi terkena dampak akibat penambangan tergantung pada lokasi dilakukannya penambangan. Kerusakan lahan terjadi akibat dari tergerus/hilangnya lahan yang semula produktif menjadi tidak produktif. Penurunan kualitas tanah dapat terjadi karena tanah subur dipermukaan hilang atau tertutup oleh sedimen yang tidak subur. Sedangkan penurunan kualitas air diakibatkan tingginya kandungan sedimen tersuspensi sebagai akibat pembuangan tailing langsung ke badan air yang juga akan mempengaruhi kehidupan biota air.

Cebakan Primer

Cebakan primer merupakan cebakan yang terbentuk bersamaan dengan proses pembentukan batuan. Salah satu tipe cebakan primer yang biasa dilakukan pada penambangan skala kecil adalah bijih tipe vein ( urat ), yang umumnya dilakukan dengan teknik penambangan bawah tanah terutama metode gophering / coyoting ( di Indonesia disebut lubang tikus ). Terhadap batuan yang ditemukan, dilakukan proses peremukan batuan atau penggerusan, selanjutnya dilakukan sianidasi atau amalgamasi, sedangkan untuk tipe penambangan sekunder umumnya dapat langsung dilakukan sianidasi atau amalgamasi karena sudah dalam bentuk butiran halus.

Beberapa karakteristik dari bijih tipe vein ( urat ) yang mempengaruhi teknik penambangan antara lain :


(10)

1. Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan urat. 2. Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar.

3. Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit sehingga rentan dengan pengotoran ( dilution ).

4. Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan zona geser

(regangan), sehingga pada kondisi ini memungkinkan terjadinya efek dilution pada batuan samping.

5. Perbedaan assay ( kadar ) antara urat dan batuan samping pada umumnya tajam, berhubungan dengan kontak dengan batuan samping, impregnasi pada batuan samping, serta pola urat yang menjari ( bercabang ).

6. Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentang yang terbatas, serta mempunyai kadar yang sangat erratic ( acak / tidak beraturan ) dan sulit diprediksi.

7. Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle.

Dengan memperhatikan karakteristik tersebut, metode penambangan yang umum diterapkan adalah tambang bawah tanah ( underground ) dengan metode Gophering, yaitu suatu cara penambangan yang tidak sistematis, tidak perlu mengadakan persiapan-persiapan penambangan ( development works ) dan arah penggalian hanya mengikuti arah larinya cebakan bijih. Oleh karena itu ukuran lubang ( stope ) juga tidak tentu, tergantung dari ukuran cebakan bijih di tempat itu dan umumnya tanpa penyanggaan yang baik.

Cara penambangan ini umumnya tanpa penyangga yang memadai dan penggalian umumnya dilakukan tanpa alat-alat mekanis. Metode tambang emas seperti ini umum diterapkan di berbagai daerah operasi tambang rakyat di Indonesia, seperti di Pongkor-Bogor, Gn.Peti,Cisolok-Sukabumi, Cikidang-Cikotok, Gn.Subang,Tanggeung-Cianjur, Cikajang-Garut, Cineam-Tasikmalaya, Kokap-Kulonprogo, Selogiri-Wonogiri, Punung-


(11)

Pacitan dan lain-lain. Penambangan dilakukan secara sederhana, tanpa development works, dan langsung menggali cebakan bijih menuruti arah dan bentuk alamiahnya. Bila cebakan bijih tersebut tidak homogen, kadang-kadang terpaksa ditinggalkan pillar yang tak teratur dari bagian-bagian yang miskin.

Proses yang dilakukan dalam penambangan metode Underground :

1. Pembangunan lubang masuk ke tambang.

Lubang masuk dibuat sangat sederhana dengan diameter umumnya hanya dapat untuk akses 1 orang saja.

a. Pembangunan akses menuju badan bijih.

Akses menuju badan bijih dibuat sesuai lokasi badan bijih yang menjadi target. Terdapat 2 cara untuk menuju badan bijih berdasarkan lokasi dari cebakan, yaitu:

· Menggunakan drift ( lubang masuk horizontal, nembak ), jika lokasi badan bijih relatif sejajar dengan jalan masuk utama.

· Menggunakan shaft ( lubang masuk vertikal, nyumur ), jika lokasi badan bijih relatif di bawah jalan masuk utama.

Seperti halnya lubang masuk ke tambang, akses menuju badan bijih dibuat secara sederhana, dengan lokasi kerja yang hanya cukup untuk dipakai satu orang saja dengan diameter sekitar 1 – 1,5 meter. Lubang masuk tersebut dibuat tanpa penyangga atau hanya dengan penyangga sederhana untuk daerah yang diperkirakan rawan runtuh.


(12)

Penggalian bijih emas dilakukan dengan mengikuti arah kemenerusan bijih. Alat yang dipakai untuk keperluan pemberaian batuan berupa alat gali manual, seperti belincong.

2. Pengangkutan bijih emas

Dari dalam tambang menuju ke luar tambang dilakukan secara manual. Jalur pengangkutan menggunakan jalan masuk utama. Khusus untuk akses menggunakan shaft, pengangkutan dibantu dengan sistem katrol.

Penambangan metode gophering yang baik dilakukan dengan ketentuan:

1. Jalan masuk menuju urat bijih emas harus dibuat lebih dari satu buah, dan dapat dibuat datar/horizontal, miring/inclined maupun tegak lurus/vertikal sesuai dengan kebutuhan.

2. Ukuran jalan masuk dapat disesuaikan dengan kebutuhan, disarankan diameter > 100 cm.

3. Lokasi jalan masuk berada pada daerah yang stabil ( kemiringan < 30o ) dan diusahakan tidak membuat jalan masuk pada lereng yang curam.

4. Lubang bukaan harus dijaga dalam kondisi stabil/tidak runtuh, bila diperlukan dapat dipasang suatu sistem penyanggaan yang harus dapat menjamin kestabilan lubang

bukaan ( untuk lubang masuk dengan kemiringan > 60odisarankan untuk selalu memasang penyangga ).

5. Kayu penyangga yang digunakan disarankan kayu kelas 1 ( kayu jati, kihiang, rasamala, dll ). Ukuran diameter/garistengah kayu penyangga yang digunakan disarankan tidak kurang dari 7 cm. Jarak antar penyangga disarankan tidak lebih dari


(13)

0.75 x diameter bukaan ( tergantung kelas kayu penyangga yang digunakan dan kekuatan batuan yang disangga ).

1. Sirkulasi udara harus terjamin sehingga dapat menjamin kebutuhan minimal 2 m3 /menit, bila perlu dapat menggunakan blower / kompresor untuk men-supply kebutuhan oksigen ke dalam lubang

2. Disekitar lubang masuk dibuat paritan untuk mencegah air masuk, dan paritan diarahkan menuju ke kolam pengendap dengan pengendapan dilakukan bertahap, bila perlu dapat menggunakan pompa air submersible untuk membuang genangan air dari dalam lubang.

Mineral-mineral Pembawa Emas

Emas urai merupakan mineral emas yang amat biasa editemukan di alam. Mineral emas yang menempati urutan kedua dalam keberadaannya di alam adalah electrum. Minerl-mineral pembawa emas lainnya sangat jarang dan langka. Mineral-Minerl-mineral emas dapat dilihat pada table dibawah ini.

Table 2. minerl-mineral pembawa emas

Mineral Rumus Kimia Mineral Rumus Kimia

Emas urai Au Emas bismutan Au, Bi)

Elektrum (Au,Ag) Amlgam Au2Hg3

Kuproaurid Au,Cu) Maldonit (Au2Bi)

Porpesit Au, Pd) Aurikuprit AuCu3

Rodit (Au, Rh) Roskovit (Cu, Pd)3Au2


(14)

Platinum (Au, Pd) Krenerit (Au, Ag)Te2

Monbrayit (Au, Sb)2Te3 Nagyagit Pb5Au(Te,Sb)4S5-8

Petsit Ag3AuTe2 Telurat emas ?

Mutamanit (Ag, Au)Te Uyterbogardtit Ag3AuSb2

Silvanit (Au, Ag)Te4 Aurostibnit AuSb2

Kostovit AuCuTe4 Fisceserit Ag3AuSe3

Gambar .(a).elektrum dan (b) maldonit

Emas urai pada dasarnya adalah logam emas walaupun biasanya mengandung perak yang bervariasi sampai sebesar 18% dan kadang-kadang mengandung sedikit tembaga atau besi. Oleh karena itu warna emas urai bervariasi dari kuning emas, kuning muda sampai keperak-perakan sampai berwarna merah orange. Berat jenis emas urai bervariasi dari 19,3 (emas murni) sampai 15,6 bergantung pada kandungan peraknya. Bila berat jenisnya 17,6 maka kandungan peraknya sebesr 9% dan bila beat jenisnya 16,9 kandungan peraknya 13,2 %.

Sementara itu, elektrum adalah variasi emas yang mengandung perak diatas 18%. Dengan kandungan perak yang lebih tinggi lagi maka warna elektrum bevariasi dari kuning pucat sampai warna perak kekuningan. Selanjutnya berat jenis elektrum bervariasi sekitar 15,5-12,5. Bila kandungan emas dan perak berbanding 1:1 berarti kandungan peraknya sebesar 36%, dan bila perbandingannya 21/2:1 berarti kandungan peraknya 18%.

Mineral Induk

Emas berasosiasi dengan kebanyakan mineral yang biasa membentuk batuan. Bila ada sulfida, yaitu mineral yang mengandung sulfur/belerang (S), emas biasanya berasosiasi denagn sulfida. Pirit merupakan mineral induk yang paling biasa untuk em,as. Emas ditemukan dalam pirit sebagai emas urai dan elektrum dalam berbagai bentuk dan ukuran


(15)

yang bergantung pada kadar emas dalam bijih dan karakteristik lainnya. Selain itu emas juga ditemukan dalam arsenopirit dan kalkopirit. Mineral sulfida lainnya (lihat tabel 3) berpotensi juga menjadi mineral induk bagi emas. Bila mineral sulfida tidak terdapat dalm batuan, maka emas berasosiasi dengan oksida besi (magnetit dan oksida besi sekunder), silikat dan karbonat, material berkarbon serta pasir dan krikil (endapan plaser)

Table 3. Mineral induk berupa sulfida

mineral rumus kimia warna berat jenis

kuning-kuningan

pirit FeS2 pucat 4,95-5,10

putih-perak sampai

arsenopirit FeAsS abu baja 5,9-6,2

kuning-kuningan , sering kusam

kalkopirit CuFeS2 ataulembayung 4,1-4,3

kalkosit Cu2S abu-timbal kehitaman 5,5-5,8

kovelit CuS biru indigo 4,6

kuning-perunggu dan

pirhoit FeS2 merah-tembaga 4,58-4,64

Glen PbS abu-timbal kehitaman 7,4-7,5

Sfalerit ZnS kuning-coklat-hitam 3,9-4,1 armonit Sb2S3 abu-timbal kehitaman 4,52-4,62

Ukuran Butiran Mineral Emas

Ukuran butiran mineral-mineral pembawa emas (misalnya emas urai atau elektrum) berkisar dari butiran yang dapat dilihat tanpa lensa (bebnerapa nm) sampai partikel-partikel berukuran fraksi (bagian) dari satu mikron (1 mikron= 0,001 mm= 0,0000001 cm). ukuran butiran biasanya sebanding dengan kadar bijih, kadar emas yang rendah dalam batuan (bijih) menunjukkan butran yang halus.

Asosiasi Mineral

Dari sudut pandang pengolahan/metalurgi ada tiga variasi distribusi emas dalam bijih. Pertama, emas didiostribusikan dalam retakan-retakan atau diberi batas antara butiran-butiran mineral yang sama (misalnya retyakan dalam butiran mineral pirit atau dibatasi antara dua butiran mineral (pirit). Kedua, emas didistribusikan sepanjang batas diantara butiran-butiran dua mineral yang berbeda ( misalnya dibatas butiran pirit dan arsenopirit atau dibatas antara


(16)

butiran mineral kalkopirit dan butiran mineral silikat). Dan yang ketiga emas terselubung dalam mineral induk (misal, emas terbungkus ketat dalam mineral pirit).

Cebakan Sekunder

Cebakan emas sekunder atau yang lebih dikenal sebagai endapan emas aluvial merupakan emas yang diendapkan bersama dengan material sedimen yang terbawa oleh arus sungai atau gelombang laut adalah karakteristik yang umum ditambang oleh rakyat, karena kemudahan penambangannya.

Secara umum penambangan emas aluvial dilakukan berdasarkan atas prinsip : 1. Butir emas sudah terlepas sehingga bijih hasil galian langsung mengalami proses

pengolahan.

2. Berdasarkan lokasi keterdapatan, pada umumnya kegiatan penambangan dilakukan pada lingkungan kerja berair seperti sungai-sungai dan rawa-rawa, sehingga dengan sendirinya akan memanfaatkan air yang ada di tempat sekitarnya.

Karakteristik dari endapan emas aluvial akan menentukan sistem dan peralatan dalam melakukan kegiatan penambangan. Berdasarkan karakteristik endapan emas tersebut, metode penambangan terbuka yang umum diterapkan dengan menggunakan peralatan berupa :

1. Pendulangan ( panning )

Penambangan dengan cara pendulangan banyak dilakukan oleh pertambangan rakyat di sungai atau dekat sungai. Cara ini banyak dilakukan oleh penambang perorangan dengan menggunakan nampan pendulangan untuk memisahkan konsentrat atau butir emas dari mineral pengotornya.


(17)

1. Tambang semprot ( hydraulicking )

Pada tambang semprot digunakan alat semprot ( monitor ) dan pompa untuk memberaikan batuan dan selanjutnya lumpur hasil semprotan dialirkan atau dipompa ke instalasi konsentrasi ( sluicebox / kasbok ). Cara ini banyak dilakukan pada pertambangan skala kecil termasuk tambang rakyat dimana tersedia sumber air yang cukup, umumnya berlokasi di atau dekat sungai.

Beberapa syarat yang menjadikan endapan emas aluvial dapat ditambang menggunakan metode tambang semprot antara lain :

1. Kondisi/jenis material memungkinkan terberaikan oleh semprotan air 2. Ketersediaan air yang cukup


(18)

Metode penambangan ini umum diterapkan diberbagai daerah operasi pertambangan rakyat di Indonesia, seperti di Sungai Kahayan,Bukitrawi,Palangkaraya-Kalimantan Tengah; Tanoyan,Bolaang Mongondow-Sulawesi Utara; Bombana-Sulawesi Tenggara; Tobohon,Kotabunan-Sulawesi Utara, Way Kanan-Lampung, dll.

DIAGRAM ALIR TEHNOLOGI PROSES PENGOLAHAN BIJIH EMAS

Pertambangan emas pertama kali dilakukan di daerah alluvial, dengan metoda pengolahan cara gravitasi atau cara amalgamasi dengan air raksa. Sejak tahun 1860 kegiatan pertambangan bawah tanah dilakukan untuk endapan primer dengan metoda pengolahan emas cara sianidasi. Perkembangan selanjutnya teknologi pengolahan emas dengan cara flotasi dilakukan pada tahun 1930. Dan tahun 1960 metoda pengolahan heap leaching yang dasarnya seperti pengolahan sianidasi diterapkan untuk pengolahan bijih emas kadar rendah.

Pemilihan Teknologi

Teknologi pengolahan emas bervariasi dari yang sederhana dengan modal kecil sampai yang canggih dengan modal besar. Pemilihan teknologi pengolahan emas yang akan dipakai ditentukan oleh lima factor utama, yaitu :

1. komposisi dan kondisi mineralogy dari bijih emas

2. pengaruh setiap komponen mineral terhadap berbagai teknologi pengolahan emas yang tersedia.


(19)

4. biaya investasi ( peralatan, bangunan, dll.)

5. biaya produksi ( bahan kimia, listrik, tenaga kerja, dll).

Tehnologi proses pengolahan emas skala komersial yang umum digunakan terdiri dari tahap :

1. Comminution / Kominusi

Kominusi adalah proses reduksi ukuran dari ore agar mineral berharga yang mengandung emas dengan tujuan untuk membebaskan ( meliberasi ) mineral emas dari mineral-mineral lain yang terkandung dalam batuan induk.

Refractory ore processing Crushing

Milling

2. Concentration / separation

Setelah ukuran bijih diperkecil, proses selanjutnya dilakukan proses konsentrasi dengan memisahkan mineral emas dari mineral pengotornya. Pada endapan emas aluvial, bijih hasil penggalian langsung memasuki tahap ini tanpa tahap kominusi terlebih dahulu.


(20)

Froth Flotation

3. Extraction

Liquation Amalgamasi Sianidasi

4. Refinning / Pemurnian

Refining, yaitu melakukan pengolahan logam kotor melalui proses kimia agar diperoleh tingkat kemurnian tinggi.

Smelting

Size Reduction

Parting

Aqua Regia

Comminution / Kominusi

Kominusi adalah proses reduksi ukuran dari ore agar mineral berharga yang mengandung emas dengan tujuan untuk membebaskan ( meliberasi ) mineral emas dari mineral-mineral lain yang terkandung dalam batuan induk.

Tujuan liberasi bijih ini antara lain agar :

· Mengurangi kehilangan emas yang masih terperangkap dalam batuan induk · Kegiatan konsentrasi dilakukan tanpa kehilangan emas berlebihan


(21)

· Meningkatkan kemampuan ekstraksi emas

Proses kominusi ini terutama diperlukan pada pengolahan bijih emas primer, sedangkan pada bijih emas sekunder bijih emas merupakan emas yang terbebaskan dari batuan induk yang kemudian terendapkan. Derajat liberasi yang diperlukan dari masing-masing bijih untuk mendapatkan perolehan emas yang tinggi pada proses ekstraksinya berbeda-beda bergantung pada ukuran mineral emas dan kondisi keterikatannya pada batuan induk.

Proses kominusi ini dilakukan bertahap bergantung pada ukuran bijih yang akan diolah, dengan menggunakan :

· Refractory ore processing, bijih dipanaskan pada suhu 100 - 110 0C, biasanya sekitar 10 jam sesuai dengan moisture. Proses ini sekaligus mereduksi sulfur pada batuan oksidis.

· Crushing merupakan suatu proses peremukan ore ( bijih ) dari hasil penambangan melalui perlakuan mekanis, dari ukuran batuan tambang <40 cm menjadi <12,5 mm, misalnya dengan menggunakan Roll Crusher, Jaw Crusher, Cone Crusher, Stamp Mill, dll.

· Milling merupakan proses penggerusan lanjutan dari crushing,hingga mencapai ukuran slurry dari hasil milling yang diharapkan yaitu minimal 80% adalah -200#, misalnya dengan menggunakan Hammer Mill, Ball Mill, Rod Mill, Disc Mill , dll.


(22)

Concentration / Konsentrasi

Setelah ukuran bijih diperkecil, proses selanjutnya dilakukan proses konsentrasi / pemekatan dengan memisahkan mineral emas dari mineral pengotornya, sehingga diperoleh kadar bijih tinggi. Pada endapan emas aluvial, bijih hasil penggalian langsung memasuki tahap ini tanpa tahap kominusi terlebih dahulu.

Pemekatan dapat dilakukan melalui dua teknik pemisahan, yaitu pemisahan secara fisis dan pemisahan secara kimia :

1. Gravity Separation / Pemisahan gaya berat.

Pemisahan gaya berat ( gravity separation ), adalah proses pemisahan mineral yang didasarkan atas perbedaan massa jenis antara partikel bijih dan partikel pengotor.

2. Froth Flotation / Pemisahan pengapungan.

Pengapungan buih ( froth flotation ) adalah proses pemisahan mineral menjadi bijihdari pengotor dengan cara mengapungkan bijih ke permukaan melalui pengikatan dengan buih.

1. Gravity separation / Pemisahan gaya berat

Konsentrasi / separasi dengan metode gravitasi memanfaatkan perbedaan massa jenis emas ( 19.3 ton/m3 ) dengan massa jenis mineral lain dalam


(23)

batuan ( yang umumnya berkisar 2.8 ton/m3 ). Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Emas asli mengandungi antara 8% dan 10% perak, tetapi biasanya kandungan tersebut lebih tinggi. Elektrum sebenarnya jenis lain dari emas nativ, hanya kandungan perak di dalamnya >20%. Apabila jumlah perak bertambah, warnanya menjadi lebih putih.

Metode gravitasi akan efektif bila dilakukan pada material dengan diameter yang sama/seragam, karena pada perbedaan diameter yang besar perilaku material ringan (massa jenis kecil) akan sama dengan material berat ( massa jenis besar ) dengan diameter kecil. Oleh karena itu dibutuhkan proses Screening and Classifying :

· Grizzlies, non moved screens · Vibrating screens

· Spiral classifier

Pada proses ini menjadi sangat penting untuk dilakukan dengan baik, sebab dengan memilah ukuran bijih hasil kominusi akan menyeragamkan besaran umpan ( feeding ) ke proses konsentrasi. Sedangkan bijih yang masih belum seragam ( lebih besar ) hasil pemilahan dikembalikan ke proses sebelumnya yaitu kominusi.


(24)

Peralatan konsentrasi yang menggunakan prinsip gravitasi yang umum digunakan pada pertambangan emas skala kecil antara lain adalah :

· Dulang ( panning ), adalah alat konsentrat emas yang menggunakan prinisp gravitasi paling sederhana.

· Palong ( Sluice Box ) lebih banyak digunakan karena mempunyai effisiensi yang sama dengan peralatan konsentrasi yang lain namun mempunyai konstruksi yang lebih sedarhana dari pada spiral konsentrator, meja goyangdan jig, serta dapat memproses lebih banyak bijih per hari daripada dulang.


(25)

· Spiral Concentrator mampu memisahkan logam berat pada kisaran ukuran 3 mm hingga 75 micron ( 6 - 200 mesh ).

· Meja goyang ( shaking table ) efektif memisahkan emas dari batuan oxydis pada 200 micron, batuan sulfidis 400 micron, dan silika 1.000 micron.

· Jigs, merupakan alternatif konsentrator yang mudah dioperasionalkan, Secara umum dapat berjalan efektif pada ukuran terbesar 2 cm dan yang terkecil 10 mesh.

Hasil dari proses ini berupa konsentrat yang mengandung bijih emas dengan kandungan yang besar, dan lumpur pencucian yang terdiri atas mineral-mineral pengotor pada bijih emas. Konsentrat emas selanjutnya diolah dengan proses ekstraksi.

2. Froth Flotation / Pemisahan pengapungan

Froth Flotation /Pengapungan buih yaitu pemisahan bijih emas dari pengotor dengan cara mengapungkan bijih ke permukaan melalui pengikatan dengan buih dengan


(26)

menggunakan bahan kimia tertentu dan udara. Selain pemisahan bijih emas, prosess ini banyak dipakai untuk beberapa bijih seperti Cu, Pb, Zn, Ag, dan Ni.

Teknik pengerjaannya dilakukan dengan cara menghembuskan udara ke dalam butiran mineral halus ( telah mengalami proses crushing ) yang dicampur dengan air dan zat pembuih. Butiran mineral halus akan terbawa gelembung udara ke permukaan, sehingga terpisahkan dengan materi pengotor ( gangue ) yang tinggal dalam air ( tertinggal pada bagian bawah tank penampung ). Pengikatan butiran bijih akan semakin efektif apabila ditambahkan suatu zat collector.

Prinsip dasar pengikatan butiran bijih oleh gelembung udara berbuih melalui molekul collector adalah :

· Butiran zat yang mempunyai permukaan hidrofilik akan terikat air sehingga akan tinggal pada dasar tank penampung.

· Butiran zat yang mempunyai permukaan non-polar atau hidrofob akan ditolak air, jika ukuran butirannya tidak besar, maka akan naik ke permukaan dan terikat gelembung udara.

Kebanyakan mineral terdiri dari ion yang mempunyai permukaan hidrofil, sehinga partikel tersebut dapat diikat air. Dengan penambahan zat collector, permukaan mineral yang terikat molekul air akan terlepas dan akan berubah menjadi hidrofob. Dengan demikian ujung molekul hidrofob dari collector akan terikat molekul hidrofob dari gelembung, sehingga mineral ( bijih ) dapat diapungkan. Molekul collector mempunyai struktur yang mirip dengan detergen.

Metoda ini digunakan di beberapa industri pertambangan dengan menggunakan reagen utama Xanthate sebagai Collector ( misalnya : potassium amyl xanthate, C5H11OCS2K ), Pine Oil sebagai Frother dan campuran bahan kimia organik lainnya sebagai

pH Modifiers. Reagents yang digunakan untuk pengapungan pada umumnya tidak beracun, yang berarti bahwa biaya pembuangan limbah / tailing menjadi rendah.


(27)

Keuntungan lain dari proses pengapungan adalah pada umumnya cukup efektif pada bijih dengan ukuran yang cukup kasar ( 28 mesh ) yang berarti bahwa biaya penggilingan bijih dapat diminimalkan. Froth Flotation sering digunakan mengkonsentrasi emas bersama-sama dengan logam lain seperti tembaga, timah, atau seng. Partikel emas dari batuan oxydis biasanya tidak merespon dengan baik namun efektif terutama bila dikaitkan dengan emas sulfida seperti pyrite.

Extraction / Ekstraksi

Extraksi emas dalam skala industri yang paling umum dilakukan yaitu : · Liquation Separation

· Amalgamasi · Sianidasi

I. Liquation Separation / pencairan

Pemisahan pencairan ( liquation separation ), adalah proses pemisahan yang dilakukan dengan cara memanaskan mineral di atas titik leleh logam, sehingga cairan logam akan terpisahkan dari pengotor. Yang menjadi dasar untuk proses pemisahan metode ini, yaitu :

· Density ( berat jenis )

· Melting point ( titik cair )


(28)

Titik cair emas pada suhu 1064.18 oC, sedangkan titik cair perak pada suhu 961.78oC. Ini artinya perak akan mencair lebih dulu dari pada emas. Namun untuk benar-benar terpisah, maka perak harus menunggu emas mencair 100%.

Kemudian bila dilihat dari berat jenisnya, maka berat jenis emas cair sebesar 17.31 gram per cm3 sedangkan berat jenis perak sebesar 9.32 gram per cm3. Hal ini berarti berat jenis emas lebih besar dari pada berat jenis perak.

Dari hukum alam fisika, maka bila ada dua jenis zat cair yang berbeda dan memiliki berat jenis yang berbeda pula, maka zat cair yang memiliki berat jenis lebih kecil dari zat satunya, ia akan mengapung. Dengan demikian, cairan perak akan terapung diatas lapisan cairan emas, seperti halnya cairan minyak mengambang diatas lapisan air. Dari sana, perak dipisahkan dari emas, sampai tidak ada lagi perak yang terapung. Dengan metode akan dihasilkan Au bullion dan Ag bullion.

II. Amalgamasi

Amalgamasi merupakan proses ekstraksi emas dengan cara mencampur bijih emas dengan merkuri ( Hg ). Produk yang terbentuk adalah ikatan antara emas-perak dan merkuri yang dikenal sebagai amalgam ( Au – Hg ). Merkuri akan membentuk amalgam dengan semua logam kecuali besi dan platina.

Penggunaan raksa alloy atau amalgam pertama kali pada 1828, meskipun


(29)

1895 eksperimen yang dilakukan oleh GV Black menunjukkan bahwa amalgam aman digunakan, meskipun 100 tahun kemudian ilmuwan masih diperdebatkannya.

Amalgam masih merupakan proses ekstraksi emas yang paling sederhana dan murah, namun demikian amalgamasi akan efektif pada emas yang terliberasi sepenuhnya maupun sebagian pada ukuran partikel yang lebih besar dari 200 mesh ( 0.074 mm ) dan dalam membentuk emas murni yang bebas ( free native gold ). Tiga bentuk utama dari amalgam adalah AuHg2, Au2Hg and Au3Hg.

Proses amalgamasi merupakan proses kimia fisika, apabila amalgamnya dipanaskan, maka akan terurai menjadi elemen-elemen yaitu air raksa dan bullion emas. Amalgam dapat terurai dengan pemanasan di dalam sebuah retort, air raksanya akan menguap dan dapat diperoleh kembali dari kondensasi uap air raksa tersebut. Sementara Au-Ag tetap tertinggal di dalam retort sebagai logam.

Tahapan amalgamasi secara sederhana sebagai berikut :

1. Sebelum dilakukan amalgamasi hendaknya dilakukan proses kominusi

dan konsentrasi gravitasi, agar mencapai derajat liberasi yang baik sehingga permukaan emas tersingkap.

Saat penggerusan, kondisi yang perlu diperhatikan adalah jumlah (volume) media penggerus, kecepatan putar barel (gelundung), persentase padatan dalam pulp, dan lamanya penggerusan. Volume media penggerus dapat diatur sehingga media penggers mengisi barel/gelundung sedikit diats setengah isi barel/gelundung. Keceptan putar yang sedemikian rupa menyebabkan media penggerus tidak bergerak di bagian bawah gelundung saja tetappi juga pada suatu posisi sewaktu berputar media penggerus diberikan kesempatan untuk jatuh. Karena ukuran gelundung dapat dihitung dengan rumus:


(30)

N= 54,2S-s

Dimana N= kecepatan putar kritis (putaran permenit), S= diameter gelundung, dan s= diameter media penggerus (S dan sdinyatakan dalam satuan kaki, 1 kaki= 12 inci= 30,48 m). jadi apabila diameter geluindung adalah 12 inci dan diameter media penggerus adalah 2 inci, maka kecepatan putar kritisnya adalah 59 putaran permenit. Dalam penggerusan, pulp sebaiknya terdiri atas 60-70% padatan dan sisanya air. Lamanya penggerusan bergntung pada kekerasan batuan atau bijih. Penggerusanyang telalu lama tidak efisien.

Alat untuk penggerusn dikenal dengan nama ball mill dan rod mill. Alat ini seharusnya memakai liner, pelapisan barel di bagaian dalam yang bergelombang. Permukaan bergelombang ydimaksudkan untuk membantu mengangkat media penggerus sewaktu barel berputar dan untuk mencegah selip diantara media penggerus. Lineer biasanya terbuat dari paduan baj, dan sewaktu-waktu dapat dilepas untuk diganti apabila telah aus. Media penggerus bias berbentuk bola atu batangan. Diameter bola atu batnag penggerus berkisar antara 1-6 inci. Bergantung pada ukuran barel atau gelundung, yang bervariasi antara 18 inci x 24 inci sampai sebesar 4 kakix 6 kaki (dikaitkan dengan ukuran gelundung yang biasa digunakan dalam tahap amalgasi).

2. Pada hasil konsentrat akhir yang diperoleh ditambah merkuri ( amalgamasi

) dilakukan selama + 1 jam

3. Hasil dari proses ini berupa amalgam basah ( pasta ) dan tailing. Amalgam basah kemudian ditampung di dalam suatu tempat yang selanjutnya didulang untuk pemisahan merkuri dengan amalgam

4. Terhadap amalgam yang diperoleh dari kegiatan pendulangan kemudian dilakukan kegiatan pemerasan ( squeezing ) dengan menggunakan kain parasut untuk memisahkan merkuri dari amalgam ( filtrasi ). Merkuri yang diperoleh dapat dipakai untuk proses amalgamasi selanjutnya. Jumlah merkuri yang tersisa dalam amalgan tergantung pada seberapa kuat pemerasan yang dilakukan. Amalgam dengan pemerasan manual akan mengandung 60 – 70 % emas, dan amalgam yang disaring dengan alat sentrifugal dapat mengandung emas sampai lebih dari 80 %.


(31)

1. Retorting yaitu pembakaran amalgam untuk menguapkan merkuri, sehingga yang tertinggal berupa alloy emas.

Ekstraksi Amalgamasi yang baik :


(32)

2. Dilakukan pada lokasi khusus baik untuk amalgamasi untuk meminimalkan

penyebab pencemar bahan berbahaya akibat peresapan kedalam tanah, terbawa aliran air permukaan maupun gas yang terbawa oleh angin.

3. Dilengkapi dengan kolam pengendap yang berfungsi baik untuk mengolah seluruh tailing hasil pengolahan sebelum dialirkan ke perairan bebas.

4. Lokasi pengolahan bijih dan kolam pengendap diusahakan tidak berada pada daerah banjir.

5. Hindari pengolahan dan pembuangan tailing langsung ke sungai.

III. Sianidasi

Leaching Sianida adalah proses pelarutan selektif oleh sianida dimana hanya logam-logam tertentu yang dapat larut, misalnya Au, Ag, Cu, Zn, Cd, Co dan lain-lain.

Ekstraksi emas dengan menggunakan leaching sianida ditemukan pertama kali oleh J. S. Mac Arthur di Glasgow, Scotland tahun 1887, dan sekarang telah dipakai sebagian besar produksi emas dunia. Walau sesungguhnya banyak lixiviants ( leaching agen ) lainnya yang dapat digunakan, antara lain :

· Bromides ( Acid and Alkaline ) · Chlorides

· Thiourrea / Thiocarbamide ( CH4N2S )

· Thiosulphate ( Na2S2O3 )


(33)

Proses Sianidasi terdiri dari dua tahap penting, yaitu proses pelarutan / pelindian ( leaching ) dan proses pemisahan emas ( recovery ) dari larutan kaya. Pelarut yang biasa digunakan dalam proses cyanidasi adalah Sodium Cyanide ( NaCN ),Potassium Cyanide ( KCN ) , Calcium Cyanide [ Ca(CN)2 ], atau Ammonium Cyanide ( NH4CN ). Pelarut yang paling sering digunakan adalah NaCN, karena mampu melarutkan emas lebih baik dari pelarut lainnya.

Ada banyak teori tentang pelarutan emas mulai dari Teori Oksigen Elsner, Teori Hidrogen Janin, Teori Hidrogen Peroksida Bodlanders, Teori korosi Boonstra, sampai Teori Pembuktian Kinetika dari Habashi. Teori yang paling banyak dipakai adalah Teori Oksigen Elsner dan Pembuktian Kinetika Habashi.

Teori Oksigen Elsner, reaksi pelarutan Au dan Ag dengan sianida adalah sebagai berikut : 4Au + 8CN- + O2 + 2 H2O → 4τu(CN)2- + 4NaOH-

4Ag + 8CN- + O2 + 2 H2O → 4τg(CN)2- + 4NaOH-

Teori Pembuktian Kinetika ( Habashi. 1970 ), reaksi pelarutan Au dan Ag adalah sebagai berikut :

2Au + 4CN- + O2 + 2 H2O → 2τu(CN)2- + 2OH- + H2O2

2Ag + 4CN- + O2 + 2 H2O → 2τg(CN)2- + 2OH- + H2O2


(34)

Walaupun penggunaan metode ini sama halnya dengan metode ekstraksi yang lain yang masih memiliki potensi dampak berupa efek beracunnya bagi pekerja dan lingkungan, ekstraksi emas dengan menggunakan metode leaching sianida saat ini telah menjadi proses utama ekstraksi emas dalam skala industri, karena metode ini menawarkan tehnologi yang lebih efektif dan efisien, antara lain adalah :

· Heap leaching ( pelindian tumpukan ) : pelindian emas dengan cara menyiramkan larutan sianida pada tumpukan bijih emas ( diameter bijih < 10 cm ) yang sudah dicampur dengan batu kapur. Air lindian yang mengalir di dasar tumpukkan yang kedap kemudian di kumpulkan untuk kemudian dilakukan proses berikutnya. Efektifitas ekstraksi emas berkisar 35 – 65 %

· VAT leaching ( pelindian rendaman ) : pelindian emas yang dilakukan dengan cara merendam bijih emas ( diameter bijih < 5 cm ) yang sudah dicampur dengan batu kapur dengan larutan sianida pada bak kedap. Air lindianyang dihasilkan kemudian dikumpulkan untuk dilakukan proses berikutnya. Proses pelindian berlangsung antara 3 – 7 hari dan setelah itu tangki dikosongkan untuk pengolahan bijih yang baru. Efektifitas ekstraksi emas berkisar 40 – 70 %

· Agitated tank leaching ( pelindian adukan ) : pelindian emas yang dilakukan dengan cara mengaduk bijih emas yang sudah dicampur dengan batu kapur dengan larutan


(35)

sianida pada suatu tangki dan diaerasi dengan gelembung udara. Lamanya pengadukan biasanya selama 24 jam untuk menghasilkan pelindian yang optimal. Air lindian yang dihasilkan kemudian dikumpulkan untuk kemudian dilakukan proses berikutnya. Efektifitas ekstraksi emas dapat mencapai lebih dari 90 %.

Tank leaching ( tong pengolahan emas ) dapat menggunakan beberapa model, selain model tangki silinder dilengkapi propeler sebagai agitator ( pengaduk ), dapat pula menggunakan tong kerucut dengan menggunakan tenaga angin dari kompresor sebagai aerator sekaligus agitator.

Tong pengolahan emas model kerucut dapat terbuat dari plat besi dengan rangka besi sebagai penyangga sehingga posisi tong menjulang tinggi.

Atau membuat sumur yang dengan konstruksi bata daan semen atau dilapisi terpal plastik agar kedap air.


(36)

GOLD RECOVERY

Yaitu proses pemisahan emas ( gold recovery ) dari larutan kaya / PLS ( Pregnant Liquid Solution ).

Pemisahan logam emas dari larutannya, dilakukan dengan cara

: 1. Zinc precipitation recovery

Metode pengendapan dengan menggunakan serbuk Zn ( Zinc precipitation ) pertama kali dikenalkan oleh Sulman and Teed ( 1895 ). Dasar penggunaan metode ini adalahafinitas elektron logam zinc jauh lebih tinggi dari pada logam emas dan perak, maka logam emas dan perak akan mengendap dan digantikan oleh zinc yang larut.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

2 Zn + 2 NaAu(CN)2 + 4 NaCN +2 H2O → 2 τu + 2 NaOH + 2 Na2Zn(CN)4 + H2

2 Zn + 2 NaAg(CN)2 + 4 NaCN +2 H2O → 2 τg + 2 NaOH + 2 Na2Zn(CN)4 + H2

Penggunaan serbuk seng ( Zinc dust ) merupakan salah satu cara yang efektif untuk larutan yang mengandung konsentrasi emas yang sangat halus mulai dari beberapa micron hingga 50 micron. Serbuk seng -200 mesh yang ditambahkan ke dalam zinc box berisi larutan kaya, akan mengendapkan logam emas dan perak dalam bentuk ikatan seng emas yang berwarna hitam. Selain serbuk seng ( zinc dust ), varian / bentuk seng lainnya yang dapat digunakan yaitu zinc noodle atau zinc foil.


(37)

Prinsip pengendapan ini mendasarkan deret Clenel, yang disusun berdasarkan perbedaan urutan aktivitas elektro kimia dari logam-logam dalam larutan cyanide, yaitu : Li, K, Ba, Ca, Na, Mg, Al, Zn, Cr, Fe, Cd, Co, Ni, Sn, Pb, Sb, Bi, Cu, Hg, Ag, Pt, Au

Setiap logam yang berada disebelah kiri dari ikatan kompleks sianidanya dapat mengendapkan logam yang digantikannya. Jadi sebenarnya tidak hanya Zn yang dapat mendesak Au dan Ag, tetapi Cu maupun Al dapat juga dipakai, tetapi karena harganya lebih mahal maka lebih baik menggunakan Zn.

Proses pengambilan emas-perak dari larutan kaya dengan menggunakan serbuk Zn ini disebut “Proses Merill Crowe”.

Proses selanjutnya dilakukan penambahan asam sulfat ( H2SO4 ) pada endapan

tersebut yang akan melarutkan Seng dan meninggalkan emas sebagai residunya. Untuk meningkatkan perolehan emas dari proses merill crowe dilakukan dengan cara melebur emas yang dicampur dengan borax dan siliceous fluxing agent pada temperatur 1.200 oC.

2. Carbon adsorption recovery

Yaitu proses adsorpsi emas-perak dengan menggunakan karbon aktif.


(38)

dalam larutan sianida. Kemudian ditambahkan karbon aktif untuk mengadsorpsi ion-ion kompleks emas. Reaksinya :

2Au (CN)2- + Ca2++ 2C → Ca[C-Au(CN)2]2

2Ag (CN)2- + Ca 2++ 2C → Ca[C-Ag(CN)2]2

Ada beberapa variasi proses pada karbon adsorption termasuk : · Carbon-In-Pulp ( CIP )

· Carbon-In-Leach ( CIL ) · Carbon-ln-Column ( CIC )

Karbon aktif dapat digunakan pada larutan kaya yang sudah jernih melalui kolom ( Carbon ln Column-CIC ) maupun pada tangki pelindian, baik itu dengan cara menggantungkan karbon yang terletak pada kantong permeable ( Carbon In Leach-CIL ) maupun dengan mencampurkan karbon aktif langsung pada bubur campuran bijih (Carbon In Pulp-CIP ).

Dengan kemampuan ekstraksi emas berkisar 85 – 98 %, pada umumnya metode CIP dan CIL digunakan untuk biji dengan grade tinggi. Namun ada beberapa kelemahan CIL dibandingkan dengan CIP. Proses CIL cenderung kurang efisien, dalam hal pemulihan emas, dibandingkan konvensional ke leach-rute CIP ( Davidson, 1988 ). Karbon akan memuat 20 sampai 30% lebih sedikit dibandingkan dengan CIP, yang berarti CIL yang memerlukan yang lebih besar persediaan karbon dalam proses mengikat emas.


(39)

Proses selanjutnya dilakukan pemisahan emas dari karbon yang dapat dilakukan dengan beberapa cara :

a. Roasting, membakar karbon yang mengandung emas sehingga yang akan tertinggal berupa abu dan logam emas.Cara ini paling sederhana namun bila terdapat kandungan merkuri dalam karbon tersebut akan menghasilkan asap merkuri yang beracun yang akan membayakan penambang dan lingkungan.

b. Elution, merupakan proses desorpsi emas-perak dari karbon.

Setelah dilakukan pencucian dengan asam ( Acid wash ) dengan menggunakan HCL 3% dengan temperatur kamar selama 4-5 menit untuk menghilangkan kotoran dan senyawa inorganik seperti CO3 2- ( karbonat ) yang ikut teradsorpsi pada

permukaan karbon. Reaksi pencucian dengan asam : CaCO3 + 2HCl → Ca 2+ + 2Cl - + CO2 + H2O

2Ca[C-Au(CN)2-]2 + 4H +→ 2Ca 2+ + 2[C-Au(CN)2-]+ 4HCN

Asam lain juga bisa digunakan missal : HNO3 hanya saja karena lebih

oksidatif maka harus di perhatikan benar penggunaannya agar karbon ( C ) tidak teroksidasi menjadi CO2.


(40)

Setelah dicuci dengan air bersih, lalu dengan cara merendam karbon ( carbon stripping ) tersebut pada larutan yang mengandung NaOH 3% dan NaCN 3% dan dipanaskan sampai mendekati temperatur didih air ( 80 – 90 oC ) pada tangki baja ( stainless steel ) selama paling tidak 2 hari untuk melepaskan Au-Ag dari karbon. Reaksi pelepasan Au-Ag :

C-Au(CN)2- + NaCN → Na + +Au (CN)2- +C

C-OH + OH-→ C-O- + H2O

Beberapa alternatif komposisi Stripping Solution lainnya :

Larutan hasil proses ini kemudian diolah dengan proses merill crowe di atas atau dengan cara electrowinning. Sedangkan karbon yang masih kasar ( diameter > 1 mm ) dapat digunakan kembali untuk proses penyerapan sampai 5 kali. Lebih dari itu karbon perlu diaktifkan kembali ( reaktivasi karbon ) dengan cara dicuci dengan asam klorat ( HCl ) panas (85 oC) dan dilanjutkan dengan pemanggangan pada temperatur 650 o s/d 750 oC.


(41)

Electrowinning adalah proses elektrokimia yaitu proses pengendapan logam pada kutub katoda menggunakan arus listrik yang mengalir dalam larutan elektrolit ( hasil dari pelarutan ), hasil yang diperoleh pada kutub katoda adalah lumpur logam emas dan perak yang disebut cake yang dapat langsung dilebur ( smelting ).

Electrowinning adalah cara terbaru dan paling efesien digunakan dalam ekstraksi emas dan perak yang terdapat di air kaya / PLS ( Pregnant Liquid Solution )dengan prinsip elektrolisa ( reaksi redoks ) dalam sebuah kompartemen. Proses ini melibatkan penggunaan larutan alkali sianida sebagai elektrolit dalam suatu sel sebagai anoda dan katoda antara lain dapat menggunakan :

Reaksi sel yang terjadi adalah :

Anoda : 2OH-→ O2 + H2O + 2e-Kotoda :

2Au(CN)2- + 2e-→ 2τu + 4CN-

Overall : 2Au(CN)2- + 2OH-→ 2τu + O2 + H2O + 4CN-

Pada proses electrowinning akan melepaskan gas H+ membuat pH menjadi turun sehingga berisiko mengasilkan gas HCN. Gas ini sangat berbahaya dan bersifat korosif terhadap anoda, untuk itu larutan alkali sianida harus dijaga pada pH 12,5.


(42)

REFINING / Pemurnian

Refining, yaitu melakukan pengolahan logam kotor melalui proses kimia agar diperoleh tingkat kemurnian tinggi dengan tahapan sebagai berikut :

1. SMELTING ( peleburan ) adalah proses reduksi bijih ( abu hasil roasting atau cake hasil electrowinning ) pada suhu tinggi ( 1.200 oC ) hingga mendapatkan material lelehan.

Dengan menambahkan Flux formula, salah satunya Borax - Sodium Borate ( Na2B4O7.

10H2O ) sebagai bahan kimia tambahan untuk proses smelting. Fungsi borax dalam proses

smelting yaitu mengikat kotoran penggangu selain logam ( slag / terak ). Sehingga ketika mencair, matte ( logam lelehan ) akan berada di bawah sedangkan bagian atas disebut slag / terak yang ditangkap oleh silika berupa semacam kaca yang mudah untuk dipecahkan. Produk reduksi selama proses pelelehan disebut Dore bullion (Au-Ag alloy).


(43)

2. SIZE REDUCTION ( Pengecilan ukuran ) yaitu mereduksi dore bullion (Au-Ag alloy) yang masih berukuran besar menjadi butiran-butiran kecil, sebelum diproses ke tahap parting. Idealnya besaran butiran sekitar diameter 2-3 mm dengan kadar emas 25%atau kurang. Bila perlu dilakukan Quartering, yaitu menurunkan kadar emas dengan penambahan yang tepat dari tembaga atau perak agar tercapai kadar emas 25%.

Proses ini dilakukan berdasarkan proses perlakuan kimia untuk bahan fase padat yang umumnya sangat dipengaruhi oleh luas permukaan dari bahan padat tersebut. Semakin luas permukaannya, maka perlakuan kimia akan semakin baik. Dimana luas permukaan dari suatu bahan padat berhubungan erat dengan ukuran dari bahan tersebut, artinya semakin kecil ukuran dari bahan padat, maka permukaannya akan semakin luas.

3. PARTING, yaitu proses untuk memisahkan emas dengan perak dan logam dasar dari dore bullion ( Au-Ag alloy ) dengan larutan asam nitrat ( HNO3 ). Dipasaran kita dapat temukan


(44)

Hasil setelah perebusan terakhir, endapan yang ada sudah halus dan berwarna coklat seperti bubuk kopi. Endapan ini merupakan bullion emas ( High Au Bullion ) dengankadar emas mencapai 98%, untuk hasil lebih baik dapat diproses dengan Aqua Regiaagar dapat diperoleh kadar hingga 99.6%.

Sedangkan air hasil bilasan yang ditampung diember dilanjutkan pada proses hydrometalurgi untuk diambil peraknya.

4. MELTING. Untuk mendapatkan logam emas, endapan bullion emas ( High Au Bullion ) selanjutnya dilebur dengan penambahan borax ( Na2B4O7•10H2O ). Tujuan pemakaian borax

di sini adalah selain untuk mengikat kotoran yang masih ada, juga untuk menahan bullion agar tidak beterbangan saat terkena hembusan dari blander nantinya.


(45)

Setelah bullion dilebur akan tampak menggumpal seperti gumpalan di dasar kowi. Biarkan dingin dahulu beberapa detik hingga membeku sebelum dicongkel.

Bila menginginkan emas berwarna kuning mengkilat, caranya : dimasak dalam panci yang dipanaskan hingga dua kali proses pemasakan dengan larutan yang terdiri dari :

· Salpeter / sendawa, dapat menggunakan kalium nitrat ( KNO3 ) atau kalsium nitrat

( Ca(NO3)2 ) sebanyak 2 %

· Tawas sebanyak 1 %, · NaCl sebanyak 1 %, · Air

Assaying dengan Aqua Regia

Sebelum dilakukan proses pengolahan emas dalam sekala ekonomi tentu diperlukan langkah praproduksi melalui kajian yang mendalam dari berbagai aspek. Salah satu kajian yang perlu dilakukan yaitu menguji kandungan mineral dari bijih / batuan yang akan diolah.


(46)

Ekstraksi emas secara ekonomi dapat diperoleh dari nilai biji emas sekecil 0,5 gr/1.000 kg ( 0,5 ppm ) rata-rata dengan mudah digali, nilai biji emas khas dalam galian terowongan terbuka yakni 1,5 gr/1.000 kg ( 1 – 5 ppm ), nilai biji emas dalam tanah atau galian batu paling tidak 3 gr/1.000 kg ( 3 ppm ). Namun untuk dapat melihat emas dengan mata telanjang biasanya dibutuhkan nilai biji emas 30 gr/1.000 kg ( 30 ppm ), oleh karenanya emas tidak akan terlihat dalam kebanyakan galian emas.

Saat ini, tersedia banyak pilihan yang canggih untuk menganalisa sampel batuan dan mineral. Tergantung pada hasil yang diperlukan, teknik seperti polarized cahaya dan elektron mikroskopi; difraksi x-ray, dan analisis kimia menggunakan berbagai metode spectrometric.

Polarizing mikroskopi adalah metode terbaik untuk mengidentifikasi dan memeriksa mineral. Dengan metode ini dapat diketahui informasi mengenai tekstur, struktur dan mineralogi dari sampel. Ini adalah informasi yang digunakan selama pertambangan dan pencarian. Selain itu dapat pula menggunakan metode assaying, yaitu analisis kimia untuk mengetahui kandungan emas atau mineral dari sampel batuan. Untuk mendapatkan analisa yang detail perlu menggunakan teknik analisis terbaru seperti Fire Assay, Atomic Absorption Spectrometry (AAS) , Induced Coupled Plasma (IC ), dan massa spectrometry.

Di bawah ini dijelaskan metode assaying yang sederhana dan murah, namun memiliki sensifitas yang cukup memadai, yaitu menggunakan Aqua Regia.

Untuk menguji kandungan emas dalam biji / batuan sbb. :

1. Batuan sample dihaluskan hingga #200 mesh, dibutuhkan sample dari pit untuk grade control sebanyak 50 gr sedangkan sample dari process plant yang berupa konsentrat sebanyak 20 gr.


(47)

2. Dengan menggunakan gelas ukur, buat Aqua Regia yaitu campuran 3 bagian HCL ( atau 4 bagian Muriatic Acid ) ditambah 1 bagian HNO3, sebanyak 4 s/d 5

kali volume batuan sample. ( 4 s/d 5 ml Aqua Regia per gram material ). 3. Siapkan aquadest dalam labu erlenmeyer.

4. Tuang dengan hati-hati Agua Regia ke dalam labu erlenmeyer yang berisi aquadest . Komposisi aquadest dengan Aqua Regia adalah 1 : 1, tujuannya agar Aqua Regia tidak terlalu bau namun masih cukup reaktif.

5. Panaskan Aqua Regia dengan suhu antara 85 s/d 90 0C.

1. Masukkan sedikit demi sedikit batuan yang telah dihaluskan tadi ke dalam Aqua Regia sambil amati reaksi yang muncul dan biarkan minimal 30 menit. Reaksi pelarutan emas dengan aqua regia :

Au + 3HNO3 + 4HCl = HAuCl4 + 3NO2 + 3H2O

2. Setelah didinginkan, saring untuk memisahkan larutan Aqua Regia dengan endapan. 3. Untuk menguji ada tidaknya kandungan emas, diteteskan Premixed? ( dapat dibuat

sendiri dengan menggunakan 5% Stannous Chloride / Tin Chloride ( SnCl2 ) yang

dilarutkan dengan 95% HCL ) pada endapan hasil penyaringan, bila berwarna ungu ( disebut Purple of Cassius ) berarti ada emasnya.Stannous Chloride ( SnCl2 )

merupakan reagen untuk mengetes emas yang sangat sensitif, dan mampu mendeteksi hingga 10 ppb.

1. Untuk menetralkan residu HNO, tambahkan Urea [ CO(NH2)2 ] ke dalam Aqua

Regia yang telah disaring, reaksinya :

6 HNO3 + 5CO(NH2 ) 2 = 8N2 + 5CO2 + 13H2O


(48)

habis. Dari reaksi ini akan membuat asam nitrat menjadi netral dan kondisi pH berubah dari 0,1 menjadi pH 1,0.

2. Masukkan Natrium Bisulphite dan amati reaksinya. Secara teori, setiap satu gram emas membutuhkan 1,89 gram Natrium Bisulphite. Namun, harus ditambahkan lebih banyak, sekitar 1,5 kali lagi.

2HAuCl 4 + 2NaHSO3 = 2Au + 4HCl + Na2 SO4 + SO2

Tunggu sekitar 30 menit, bila ada Presipitat ( endapan lumpur ) warna hitam

kecoklatan, buang larutannya hingga tersisa Presipitat saja dengan cara disaring lalu dibilas dengan destilled water. Reagen alternatif untuk mengganti Natrium Bisulphite adalah Sodium Metabisulfide ( SMB ), Oxalic Acid, belerang, dan Sulphur Dioxide atau Copperas ( Ferrous Sulphate ).

3. Selanjutnya tuang larutan amonia ( 30 ml Aqua Amonia dilarutkan dalam 100 ml air ) perlahan-lahan ke Presipitat sampai pH 8. Anda akan mendapatkan endapan yang disebut Gold Fulminating. Hati-hati dengan fulminan, jangan sampai kering karena Highly Explosive, Bahaya!

4. Cuci Presipitat untuk menghilangkan kelebihan amonia. Cuci beberapa kali sampai pH mencapai dekat 7.

5. Presipitat hasil bilasan tinggal dilebur untuk membentuk bullion emas.


(49)

Dewasa ini, penyerapan dengan menggunakan karbon aktif banyak digunakan dalam proses sianidasi pada skala industri pertambangan besar maupun pertambangan rakyat di Indonesia, khususnya pengolahan emas dengan Metode CARBON IN PULP.Pengolahan emas dengan Metode CARBON IN PULP ( CIP ) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1951, namun baru populer pada tahun 1973 setelah metode ini dipakai oleh Homestake Minning Co.'s plant di Lead, Dakota Selatan, USA. Kemudian menyebar luas ke negara-negara Andino ( negara-negara-negara-negara yang terletak di kawasan pegunungan Alpen ) seperti Peru, Chili, Equador, Columbia, Venezuela dan menyebrang ke beberapa negara Afrika.Di Asia, penggunaan metode ini secara kecil dimulai di Filipina awal tahun 1980an yang kemudian diadopsi di Indonesia ( Sulawesi Utara ) sekitar akhir 1999.

Mengolah emas dengan metode CIP didasarkan kenyataaan bahwa emas dapat membentuk senyawa kompleks dengan sianida. Proses tahap awalnya, emas yang masih berupa ore ( bijih ) ditambang pada suatu lokasi penambangan. Ore tersebut selanjutnya dihancurkan hingga halus kemudian dicampur dengan air ( disebut pulp ). Pulp lalu dimasukan ke dalam tangki agitator, dan ditambahkan sianida ke dalamnya. Sianida inilah yang akan membentuk senyawa kompleks emas-sianida yang nantinya akan diserap oleh karbon aktif.

Karbon aktif yang dipergunakan dapat berasal dari arang batok kelapa, maupun arang kayu atau batu bara. Yang paling banyak dipakai adalah karbon aktif granular dari arang batok kelapa. Untuk kualitas baik, setiap kg karbon aktif memiliki daya adsorbsi emas hingga 8 – 16 g, namun kualitas karbon aktif yang tersedia dipasaran rata-rata hanya mampu mengadsorpsi berkisar 2 – 5 g emas untuk setiap kg-nya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Proses C.I.P.

Proses pelindian dengan sianida atau proses carbon in pulp ( CIP ) dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :

1. Sianidasi.

Pelarut yang biasa digunakan dalam proses sianidasi adalah Sodium Cyanide ( NaCN ), Potassium Cyanide ( KCN ) , Calcium Cyanide [Ca(CN)2 ], atau Ammonium Cyanide ( NH4CN ). Namun pelarut yang paling sering digunakan adalah NaCN, karena mampu melarutkan emas lebih baik dari pelarut lainnya.

Konsentrasi sianida jika terlalu rendah reaksinya tidak optimum sehingga emasnya tidak terlarut menjadi emas-sianida. Jika terlalu tinggi akan bereaksi terhadap logam


(50)

lain sehingga emas tidak banyak terserap oleh karbon aktif. Selain itu gunakan jenis sianida yang baik.

Sianida dapat bereaksi dengan unsur selain emas,seperti tembaga, besi, perak, dan merkuri. Ketika sianida bereakasi dengan zat tersebut, maka akan mengurangi sianida yang tersedia untuk melarutkan emas. Sehingga terkadang diperlukan sianida yang lebih banyak untuk melarutkan. Bijih tembaga dengan mineral seperti malachite dan azurite menyebabkan masalah besar karena mineral tersebut bereaksi dengan cepat dengan sianida.

Oleh karenanya, perlu dijaga kebutuhan ideal free cyanide. Free cyanide bukanlah cyanide consumtion ( jumlah sianida yang dipakai ) tetapi sianida yang masih bebas ( belum terikat dengan mineral lain ) dan belum berubah menjadi Sodium Thiocyanate ( NaSCN ). Untuk itu perlu diketahui berapa free cyanide ( CNF ), total cyanide ( CNT ), dan Sodium Thiocyanate-nya ( NaSCN ).

Metode paling umum dipakai adalah dengan menggunakan titrasi AgNO3 di mana reaksi yang terjadi adalah :

2KCN + AgNO3→ τgKCN2 + KNO3

2NaCN + AgNO3→ τgNaCN2 + NaNO3

Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai penggunaan metode titrasi free cyanide ( CNF ), total cyanide ( CNT ), dan Sodium Thiocyanate-nya ( NaSCN ) silahkan klik di sini.


(51)

Kondisi alkalin ( pH tinggi / basa ) saat berlangsungnya proses sianidasisangat menentukan keberhasilan proses sianidasi. Penggunaan alkalies seperti kalsium oksida, akan mencegah dekomposisi dalam larutan sianida untuk membentuk gas hidrogen sianida ( HCN.) Jika pH terlalu rendah / asam dapat menghasilkan gas HCN yang mudah menguap akibat proses hidrolisis, sehingga konsentrasi cyanida berkurang.

CN- (aq) + H+(aq) → HCN(g)

Jika pH terlalu tinggi akan menyebabkan proses sianidasi berlangsung lambat, hal ini dikarenakan sianida menjadi terlalu stabil dalam pulp. Selain itu dengan terlalu rendah atau terlalu tinggi akan menyebabkan logam-logam lain akan larut dalam sianida yang membentuk senyawa kompleks sehingga turut terserap oleh karbon aktif. Untuk membuat kondisi basa dengan pH 10 - 11 gunakan kapur sebagai pHModifier. Kapur aktif / kapur tohor ( CaO ) lebih reaktif menaikan pH sehingga kebutuhannya sedikit. Namun Kapur Hydroksida / kapur sirih ( CaOH ) juga dapat digunakan. Ketika memasukkan kapur hendaknya dilakukan di atas saringan 50 mesh agar

kotoran atau batuan kapur yang besar tidak ikut masuk dalam tong. Selain kapur, pH Modifier lainya adalah Soda Api / Coustic Soda / Sodium Hydroxide ( NaOH ) atau Soda Abu ( Na2CO3 ).

Pastikan pH 10 - 11 untuk mengantisipasi agar NaCN tidak berubah menjadi gas HCN yang sangat berbahaya ( dosis 60 mg HCN dapat membunuh manusia ). Dimana pada kondisi pH 9.3, konsentrasi sianida dapat berkurang hingga 50% karena menguap menjadi gas HCN, bahkan sianida berubah menjadi 99% HCN pada pH 7. Selain gas ini sangat berbahaya tentu mengurangi jumlah NaCN yang larut dalam pulp / slurry sehingga kemampuannya untuk melarutkan emas juga berkurang.

Pengukuran kondisi pH dapat diukur dengan beberapa cara. Secara kualitatif pH dapat diperkirakan dengan kertas Lakmus ( Litmus ) atau kertas indikator pH. Secara


(52)

kuantitatif pengukuran pH dapat digunakan elektroda potensiometrik. Elektroda ini memonitor perubahan voltase yang disebabkan oleh perubahan aktifitas ion hidrogen ( H+ ) dalam larutan. Elektroda pH yang paling modern terdiri dari kombinasi tunggal elektroda referensi ( reference electrode ) dan elektroda sensor ( sensing electrode ) yang lebih mudah dan lebih murah daripada elektroda tepisah. Elektroda kombinasi ini mempunyai fungsi yang sama dengan elektroda pasangan.

1. Dissolved Oxygen ( Oksigen terlarut )

Telah terbukti bahwa tingkat pembubaran emas dalam larutan sianidaberbanding lurus dengan jumlah oksigen hadir. Air normal memiliki oksigen terlarut 8-9 ppm yang ada di dalamnya. Jika oksigen ini digunakan oleh reaksi lainnya, mungkin diperlukan untuk aerate solusi, merangsang oksigen ke dalamnya, untuk mempercepat reaksi. Oksigen dari udara adalah agen pengoksidasi untuk memisahkan emas dalam suatu larutan sianida. Oksigen memainkan peran penting dalam proses leaching. Pada umumnya semakin tinggi oksigen maka reaksi juga semakin cepat.

Tetapi ternyata berdasarkan teori limiting rate didapatkan bahwa perbandingan sianida dan oksigen dalam larutan adalah tetap yaitu 6 ( enam ). Sehingga jika sianida berlebih maka yang menentukan kecepatan reaksi adalah kelarutan oksigen, demikian pula sebaliknya.

Penggunaan Hidrogen peroksida ( H2O2 ) dalam larutan sianida telah dideteksi di

mana emas dapat terpisah secara cepat, dan observasi ini menunjukkan bahwa beberapa emas kemungkinan terpisah melalui sepasang reaksi yang melibatkan pembentukan pertama hidrogen peroksida :

2Au + 4CN- + O2+ H2O → 2[τu(CN)2]- + 2OH- + H2O2

Lalu hidrogen peroksida bereaksi dengan beberapa emas dan sianida. 2Au + 4CN- + H2O2→ 2[τu(CN)2]- + 2OH-


(53)

ANALISIS OKSIGEN TERLARUT ( DO )

Oksigen terlarut dapat dianalisis atau ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu : a. Metoda titrasi dengan cara WINKLER

Metoda titrasi dengan cara WINKLER secara umum banyak digunakan untuk

menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Dengan menggunakan botol winkler, diperlukan air sampel sebanyak 300 ml atau 60 ml. Tidak boleh ada udara yang terperangkap dalam botol, caranya botol sampel harus berada di bawah permukaan air. Agar tidak ada gelembung udara yang terjebak, isi penuh dengan air hingga meluber saat ditutup. Kemudian sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den Na0H - KI, sehingga akan terjadi

endapan Mn02. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi

akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium ( I2 ) yang ekivalen

dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar Natrium Thiosulfat ( Na2S203 ) dan menggunakan indikator larutan

amilum ( kanji ). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut : MnCI2+ NaOH → Mn(OH)2 + 2 NaCI

2 Mn(OH)2 + O2 → 2 MnO2 + 2 H20

MnO2 + 2 KI + 2 H2O → Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH

I2 + 2 Na2S2C3 → Na2S4O6 + 2 NaI

b. Metoda elektrokimia

Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah

menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalarn larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda


(54)

perak ( Ag ) dan anoda timbal ( Pb ). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah :

Katoda : O2 + 2 H2O + 4-→ 4HO-Anoda

: Pb + 2 HO-→ PbO + H2O + 2e-

Aliran reaksi yang terjadi tersebut tergantung dari aliran oksigen pada katoda. Difusi oksigen dari sampel ke elektroda berbanding lurus terhadap konsentrasi oksigen terlarut. Penentuan oksigen terlarut ( DO ) dengan cara titrasi berdasarkan metoda WINKLER lebih analitis apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan Thiosulfate dan pembuatan larutan standar Kalium Bichromate yang tepat. Dengan mengikuti prosedur penimbangan kaliumbikromat dan

standarisasi tiosulfat secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan.

1. Karbon aktif.

Di bawah ini adalah spesifikasi yang perlu diperhatikan dalam memilih karbon aktif untuk adsorbsi emas :

1.Hardness/attrition resistant 2.Activity


(55)

3.Total gold capasity adsorption 4.Shape and size distribution 5.Ash content

6.Bulk Density 7.Moisture 8.Surface area

9.%-Carbon Tetrachloride ( CTC / CCl4 ) 10.%-w/wt Benzene adsorption

Karbon aktif yang berkualitas baik sangat menentukan hasil produksi emasyang diperoleh. Karbon aktif yang baik memiliki : struktur pori-pori yang alami, tingkat ketahanan yang tinggi ( higher resistence ) terhadap gesekan, tingkat kekerasan yang tinggi ( higher hardness ) dan bentuk yang seragam serta memiliki CTC yang cukip tinggi. Sebab jika menggunakan karbon aktif yang memiliki CTC rendah, emas yang terabsopsi dalam karbon aktif akan mudah terlepas lagi saat proses pencucian karbon / botoyong. CTC yang disarankan sebaiknya 50%-60%. Untuk menghasilkan karbon CTC tinggi harus menggunakan kiln yang berputar dan datar serta kontrol temperatur yang akurat. Karbon yang belum melalui proses kiln biasanya hanya memiliki CTC 10 - 20 %. Hendaknya teliti dalam memilih karbon aktif karena secara kasat mata kita tidak dapat membedakan mana karbon aktif yang memiliki CTC rendah dan mana yang CTC nya tinggi, untuk itu disarankan untuk menggunakan karbon aktif yang diketahui jelas asal usul pabriknya dan sistem jaminan kualitasnya untuk menghindari karbon aktif yang memiliki CTC rendah. Biasanya dalam metode CIP menggunakan karbon aktif granular dengan ukuran 6x12 atau 6x16 mesh, sedangkan ukuran 6x16 atau 12x30 mesh digunakan dalam metode CIC. Konsentrasi penggunaan karbon dalam metode CIP adalah 10-25 gram per liter pulp ( 0.5 sampai 1,2% karbon dari volume ).


(56)

1. Ore / rep.

Konsentrasi emas dalam ore sangat menentukan hasil produksi. Ore hasil tambang sangat bervariasi, ada yang berupa pasir, batu keras ( kuarsa ), batu lunak ( domato ), lempung ( clay ), dan lumpur.

Secara umum, agar partikel emas dapat cepat larut, slurry untuk keperluan produksi dibutuhkan ore dari hasil milling 80 - 90% -200 mesh ( -74 micron ) dengan kepadatan 40 - 50%-solid. Partikel emas 45 micron akan larut dalam 10 - 13 jam, sementara partikel emas 150 micron mungkin memakan waktu 20 - 44 jam untuk larut dalam solusi yang sama.


(57)

Untuk mendapatkan hasil optimum, pengolahan emas pada batuan oxydis ( oxide ores ) biasanya cukup efektif dengan penggilingan pada 65 mesh dan leaching dengan 0,05% NaCN selama 4 - 24 jam dengan kepadatan 50% solids. Sedangkan batuan sulfidis ( sulfida ores ) memerlukan penghalusan hingga 325 mesh dan leaching dengan 0,1% NaCN selama 10 - 72 jam dengan kepadatan 40% solids. ( Weiss 1985 ).

1. Bentuk agitator / propeller.

Tangki agitator dan propeller harus seimbang agar pergerakan ore dan karbon aktif tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Karena kalau terlalu cepat senyawa kompleks emas-sianida tidak optimum terserap oleh karbon aktif dan bila terlalu lambat, ore akan mengendap yang menyebabkan sianida dan karbon akan terperangkap ke dalam ore.

Tangki agitator bentuk kerucut dapat menjadi pilihan yang ideal untuk mengatasi masalah di atas. Namun kelemahan model ini memiliki kapasitas yang relatif terbatas ( maksimal kapasitas yang disarankan 10 ton ), karena bentuk tabung yang tinggi dan ramping.


(58)

1. Retention Time ( Waktu Tinggal )

Proses absorpsi emas ke dalam pori-pori karbon aktif bukan melalui proses kimiawi melainkan kontak secara fisik. Semakin lama waktu tinggal untuk reaksi maka recovery bisa meningkat namun kapasitas produksi yang menurun.

2. Temperatur.

Emas akan lebih cepat terserap ke dalam karbon aktif pada suhu yang tinggi. Tetapi pada umumnya, hal ini tidak dipersoalkan dalam proses produksi.

Menurut Vaughan ( 1988 ), proses kelarutan emas menjadi senyawa kompleks emas-sianida dapat terganggu oleh beberapa hal yang berhubungan dengan adanya mineral-mineral pengotor ( gangue ) dan sejumlah masalah yang sering muncul sbb :

1. Cyanides dan oxygen consumers.

Mineral atau senyawa kimia yang dapat bereaksi sehingga mengkonsumsi sianida sehingga dikenal dengan sebutan cyanides. Sesuatu yang bereaksi dengan oxygen di dalam larutan sianida selama proses leaching disebut oxygen consumers. Keduanya sama-sama tidak diharapkan selama proses produksi berlangsung. Unsur-unsur ekstra pengganggu, seperti digambarkan di atas di antaranya :

Mineral tembaga, akan larut dalam larutan sianida dan menyebabkan

peningkatan penggunaan sianida, tembaga-sianida kompleks yang terbentuk akan cenderung menghambat pembubaran emas dalam larutan sianida.

Zink, unsur yang digunakan untuk mengendapkan emas dari solusi, jika hadir dalam bijih, akan bereaksi dengan sianida untuk membentuk senyawa sianida seng.


(59)

Unsur lain adalah nikel, meskipun tidak sampai mengganggu emas masuk ke solusi, melainkan pengendapan emas dari larutan sianida.

Arsenik dan antimon lakukan adalah mempresentasikan masalah yang lebih besar, dengan bereaksi dengan sianida dan menggunakan semua kelebihan oksigen, hanya menyisakan sedikit atau tidak ada oksigen untuk efek pembubaran emas.

2. Adsorbsi larutan emas

Emas dapat juga hilang selama proses sianidasi karena adanya adsorpsi ke dalam bahan carbonaceous ores dan bahan organik seperti kayu, batu bara, dll. Adsorpsi adalah proses dimana molekul komples emas dalam larutan sianida berinteraksi dengan material tersebut yang prosesnya serupa dengan proses penyerapan ke dalam karbon aktif.

3. Halangan selama proses produksi

Mineral-mineral liat ( clay ) karena ukurannya yang sangat kecil terkadang menjadi penghalang ( blockage ) sehingga menghalangi mobilisasi emas selama proses produksi.


(1)

Lead Nitrat [Pb (NO3)2] mencegah terlarutnya sulfida ( S-2 ) dari PbS atau HgS dalam prosses sianidasi, sehingga menjaga permukaan emas bersih. Penggunaan Lead Nitrat dapat meningkatkan kecepatan leaching, mungkin melalui pengembangan sel galvanik lokal antara emas dan timah, khususnya dalam pengolahan sebagian bijih sulfidis yang mengandung pirit dan sedikit pyrrhotite dan chalcopyrite.

Kebutuhan Lead Nitrat (PbNO3)2 sebagai promotor sebanyak sebanyak 0,01% s/d 0,03% untuk jenis batuan oxydis dan 0,05% s/d 0,08% untuk jenis batuan sulfidis. Proses penambahan [Pb (NO3)2] dapat dilakukan di awal maupun bersamaan dengan proses sianidasi. Selain Lead Nitrate, promotor yang sering digunakan adalah Lead Acetate dan Mercury Acetate.Proses Pretreatment dengan mengunakan oksigen dan lead nitrat idealnya berlangsung selama 2 jam.

PENGGUNAAN BAHAN GALIAN EMAS Manfaat emas:

1. Emas juga ternyata mempunyai manfaat fungsional sebagai alat investasi. Emas adalah jenis investasi yang nilainya saat stabil, likuid, dan aman secara riil serta dapat dikelola sendiri. Dengan demikian emas sangat layak menjadisalah satu bagian dari portofolio investasi. Investasi emas cukup diminati karena memang nilai emas cenderung mengalami kenaikan. Investasi emas memiliki karakteristik berbeda dengan investasi pasar modal. Investasi di emas jangan seperti investasi saham yang cenderung untuk jangka pendek. Investasi emas cocok untuk investasi jangka panjang, karena untuk jangka panjang tren harga emas terus naik. Bagi investor yang memiliki karakteristik mengejar marjin jangka pendek kurang cocok main di komoditas emas. Namun untuk jangka panjang, investasi emas sangat menarik karena harga cenderung bertahan namun trennya terus naik.

2. Emas banyak digunakan sebagai standard keuangan di banyak negara dan juga sebagai perhiasan , cadangan devisa. Dan sampai saat ini emas merupakan alat pembayran yang paling utama di dunia.

3. Emas/ gold artinya kuning disebut sebagai standar nilai tukar internasional, alat pembayaran/ mata uang global ke 4 setelah US$, Euro, Yen, alat penyimpan kekayaan suatu negara/bank karena nilainya stabil digunakan lebih dari 6000 tahun dan barang


(2)

dagangan (mega komoditas), ?four in one? . memiliki kadar bervariasi antara 14 - 24 karat (58.33 - 99,98%). Nama latinnya AURUM artinya "Glowing dawn". (simbol atom Au 79) hal ini disebabkan karena Emas tidak akan karatan meskipun satuan kualitasnya disebut dengan karat.

4. Emas digunakan dalam industry modern seperti pergigian dan elektronik. Emas digunakan kerana daya ketahanan yang baik terhadap pengakisan dan konduktor elektrik yang sangat bagus.

5. Emas tulen adalah terlalu lembut untuk kegunaan biasa, oleh itu logam ini ditambahkan kekerasannya dengan mengaloikannya bersama perak (argentum), tembaga (kuprum) dan logam-logam lain. Emas dan pelbagai jenis aloi emas biasanya digunakan dalam pembuatan barangan kemas, duit syiling dan sebagai pertukaran perdagangan dalam banyak negara. Selain itu, emas boleh mengalirkan elektrik dengan amat baik dan tahan hakisan. Ini menjadikan emas muncul sebagai logam industri penting pada akhir abad ke 20.

Kegunaan lain:

· Emas memainkan beberapa peranan penting dalam pembuatan komputer, alat komunikasi, kapal angkasa, enjin pesawat jet, kapal terbang, dan hasil pengeluaran yang lain.

· Daya tahan terhadap pengoksidaan membolehkan emas digunakan secara berleluasa dalam pembuatan lapisan nipis elektroplat pada permukaan penyambung elektrik untuk memastikan penyambungan yang baik.

· Seperti perak, emas boleh membentuk amalgam keras bersama raksa, dan ini kadang kala digunakan sebagai bahan pengisi gigi.

· Emas koloid (nanopartikel emas) ialah larutan berwarna berkeamatan tinggi yang kini sedang dikaji di dalam makmal-makmal untuk kegunaan perubatan dan biologi (kaji hayat). Ia juga merupakan bentuk yang sering digunakan dalam pengecatan emas pada seramik sebelum seramik dibakar.

· Asid kloraurik digunakan dalam fotografi untuk memberi ton kepada imej perak. · Dinatrium aurothiomalate digunakan dalam rawatan artritis rheumatoid (diberikan

secara suntikan intra-otot).

· Isotop emas Au-198, (Separuh hayat: 2.7 hari) digunakan dalam rawatan barah dan rawatan lain-lain penyakit.


(3)

· Emas digunakan sebagai bahan penyalutan untuk membolehkan bahan biologi diperhatikan di bawah mikroskop elektron imbasan.

· Banyak pertandingan dan penganugerahan, seperti Sukan Olimpik dan Hadiah Nobel, pemenangnya akan meraih pingat emas (manakala perak diberikan kepada naib johan, dan gangsa kepada yang ketiga.)

Memandangkan emas merupakan pemantul pancaran inframerah dan cahaya tampak yang baik, logam ini digunakan sebagai lapisan pelindung pada satelit buatan manusia.

REFERENSI

1. MARSDEN J, HOUSE I. The chemistry of gold extraction [M]. London, UK: Ellis Horwood Ltd, 1992: 230−264.

2. HISKEY J B. Current status of U.S. gold and silver heap leaching operations [C]// HISKEY J B. Au & Ag Heap and Dump Leaching Practice. Colorado, US:

τIME, 1983: 1−7.

3. GASPARRINI C. The mineralogy of silver and its significance in metal extraction

[J]. CIM Bulletin, 1984, 77(86): 99−110.

4. CRUELLS M, ROCA A, PATI? F, SALINAS E, RIVERA I. Cyanidation kinetics

of argentian jarosite in alkaline media [J]. Hydrometallurgy, 2000, 55(2): 153−165.

5. LUNA R M, LAPIDUS G T. Cyanidation kinetics of silver sulfide [J].

Hydrometallurgy, 2000, 56(2): 171−188.

6. CRUZ R, LUNA-S?CHEZ R M, LAPIDUS G T, GONZ?EZ I, MONROY M. An experimental strategy to determine galvanic interactions affecting the reactivity of sulfide mineral concentrates [J].Hydrometallurgy, 2005, 78(2): 198−208.

7. LOROESCH J, KNORRE H, GRIFFITHS A. Developments in gold leaching using

hydrogen peroxide [J]. Mining Engineering, 1989, 41(9): 963−965.

8. DUTRIZAC J E. The leaching of silver sulfides in ferric ion media [J]. Hydrometallurgy, 1994, 35(3): 275−292.


(4)

9. NUGENT A, BRACKENBURY K, KINNER J. AuPLUS systems for the

treatment of gold ores using hydrogen peroxide and calcium peroxide [C]// World Gold’91. Queensland: τIMMEM, 1991: 173−176.

10.DESCHENES G, ROUSSEAUB M, TARDIFC J, PRUD'HOMMEA P J H. Effect of the composition of some sulphide minerals on cyanidation and use of lead nitrate and

oxygen to alleviate their impact [J]. Hydrometallurgy, 1998, 50(2): 201−205.

11.XIE F, DREISINGER D. Leaching of silver sulfide with ferricyanide-cyanide solution [J]. Hydrometallurgy, 2007, 88(1/4): 98−108.

12.LEVICH V G. Physicochemical hydrodynamics [M]. Englewood Cliffs, New

Jersey: Prentice Hall, 1962: 688−689.

13.JEFFREY M I, RITCHIE I M. The leaching and electrochemistry of gold in high purity cyanide solutions [J]. Journal of Electrochemical Society, 2001, 148(4):

D29−D36.

14.WADSWORTH M E. Surface processes in silver and gold cyanidation

[J]. International Journal of Minerals Processing, 2000, 58(1/4): 351−368.

15.GUZMAN L, SEGARRA M, CHIMENOS J M, CABOT P L, ESPIELL F. Electrochemistry of conventional gold cyanidation [J]. Electrochimica Acta,

1999, 44(16): 2625−2632.

16.“Cyanide in Mining: Some Observations on the Chemistry, Toxicity, and τnalysis of Mining Related Waters.” Robert Moran, Ph.D. Invited Paper, Presented at the Central Asia Ecology- 99 Meeting, Lake Issyk Kul, Kyrgyzstan. Sponsored by Soros

Foundation. June 1999. Available on the web

at http://www.mpi.org.au/features/esm_background.html (note the underscore) or contact Robert Moran at remoran@aol.com.

17.“Cyanide Spill at Baia Mare Romania.” United Nations Environment Program (UNEP) and Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) Assessment Mission. March 2000.

Available on the web at http://www.unep.ch/roe/baiamare.htm.

18.“Cyanide Uncertainties: Observations on the Chemistry, Toxicity, and τnalysis of Cyanide in Mining Related Waters.” Robert Moran, Ph.D. Mineral Policy Center Issue Paper No. 1. Available on the web


(5)

19.Ahsan 1989. "Detoxification of Cyanide in Heap Leach Piles Using Hydrogen Peroxide", Ahsan, M Q, et al., In World Gold, proceedings of the First Joint SME/Australian Institute of Mining and Metallurgy Meeting, R. Bhappu and R. Ibardin (editors), 1989.

20.Altringer 1991. Altringer, P B, Lien, R H., Gardner, K R, Biological and Chemical Selenium Removal From Precious Metals Solutions, proceedings of the Symposium on Environmental Management for the 1990s, Denver, Colorado, February 25-28, 1991.

21.BOM 1978. US Department of the Interior, Bureau of Mines, Processing Gold Ores Using Heap Leach-Carbon Adsorption Methods, Information Circular No. 8770, Washington, DC, 1978.

22.BOM 1984. US Department of the Interior, Bureau of Mines, Gold and Silver

Leaching Practices in the United States, Information Circular No. 8969, Washington, DC, 1984.

23.BOM 1986. US Department of the Interior, Bureau of Mines, Precious Metals Recovery for Low-Grade Resources, proceedings of the Bureau of Mines Open Industry Briefing Session at the National Western Mining Conference, Denver, Colorado, February 12, 1986. Information Circular No. 9059. Washington, DC. 24.BOM 1978. US Department of the Interior, Bureau of Mines,Processing gold ores

using heap leachsarbon adsorption methods / by H. J. Heinen, D. G. Peterson, and R. E. Lindstrom. [Washington] : U.S. Dept. of the Interior. Bureau of Mines, 1978. 25.J. S. At,. Inst. Min. Metal/., vol. 88, no. 8. Aug. 1988. pp. 257-264. Process options

for the retreatment of gold- bearing material from sand dumps by P.J. VANSTADENt and P.A. LAXEN

26.THE ASSAYING AND REFINING OF GOLD A Guide for the Gold Jewellery Producer by Peter Raw, Publication Date: April 1997 Reprinted 2001 Published by the World Gold Council, Industrial Division, Times Place, 45 Pall Mall, London SW1Y 5JG

Telephone: +44 (0)20 7930 5171. Fax: +44 (0)20 7839 6561 Produced by Peter Raw Editor: Dr Christopher W Corti Originated and Printed by: Trait Design

27.PEDOMAN TEKNIS PENCEGAHAN PENCEMARAN DAN/ATAU


(6)

RAKYAT, Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 23 Tahun 2008 Tanggal : 31 Desember 2008

28. Kimia Anorganik - Unsur Au, Available on the web at http://bagus-rahmat.blogspot.com/2008/06/kimia-anorganik-unsur-au.html