Pola Konsumsi Pangan Masyarakat Papua (Studi Kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua)

POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA
(Studi Kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre,
Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua)

YULIA NURADHA KARTOSIANA WASARAKA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

ABSTRACT
YULIA NURADHA KARTOSIANA WASARAKA. Food Consumption Pattern on
Papua Society (Case Study at Tablanusu Village, Depapre District, Jayapura
Residence, Papua Province). Supervised by Siti Madanijah.
The general objective of this research was to study the food consumption
pattern on Papua society. This research used cross-sectional study design, was
held at Tablanusu Village, Depapre District, Jayapura Residence, Papua
Province from May to June 2011. Total of sample was 48 households which done
by sensus survey from number of population (81 households). The result showed
that Tablanusu society were common to consume cerealia such as rice (83,1

times/month), tuber such as cassava (9,9 times/month), animal food sources
such as aquatic fish (66,8 times/month), plant food sources such as tofu (13,1
times/month), vegetables such as papaya leaves and papaya flower (25,7
times/month), fruits such as banana (10,6 times/month) and dairy product such
as skim milk (17,5 times/month). Most of Tablanusu society processed their food
by frying, steaming, pan-frying as well as without any cooking process. Most of
Tablanusu society acquired their food by purchasing, cultivating and from their
environment. There was perception of food taboos among the Tablanusu society.
The average consumption of energy and protein on Tablanusu society was
1641±433 kkal and 38,9±12,0 g, respectively. While the average of energy and
protein adequacy on Tablanusu society was 75,1±18,1 % and 81±21,5 %,
respectively. Most of the subject in Tablanusu society (45,8%) were categorized
as clear energy deficient (0,05), tidak terdapat
hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan
pendapatan per kapita keluarga (p>0,05) dan tidak terdapat hubungan yang
nyata antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan besar keluarga
(p>0,05).
Mengingat frekuensi konsumsi masyarakat umumnya masih kurang dan
konsumsi pangan kurang beragam, maka untuk memperbaiki tingkat kecukupan
gizi, perlu diberikan pendidikan kepada masyarakat untuk meningkatkan

frekuensi dan keragaman konsumsi pangan.

POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA
(Studi Kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre,
Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua)

YULIA NURADHA KARTOSIANA WASARAKA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

i


Judul

: Pola Konsumsi Pangan Masyarakat Papua (Studi
Kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre,
Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua)

Nama Mahasiswa

: Yulia Nuradha Kartosiana Wasaraka

NRP

: I14070064

Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skipsi

Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS
NIP. 19491130 197603 2 001


Mengetahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
NIP 19621218 198703 1 001

Tanggal lulus :

ii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pola Konsumsi Pangan Masyarakat Papua (Studi Kasus di
Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua)”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Gizi pada
Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor. Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas
bimbingan yang diberikan selama penyelesaian skripsi ini.
2. Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc selaku dosen pemandu seminar dan
penguji ujian skripsi.
3. Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si selaku dosen pembimbing akademik.
4. Papa, Mama dan adik (Iwan) yang telah memberikan kasih sayang,
dukungan dan doa yang tulus.
5. Sahabat yang selalu ada dalam suka dan duka (Merita, Linda Dwi
Jayanti, Nurlaely Fitriana, Stephany, Faiz Nur Hanum, Novi Lusiana).
6. Teman seperjuangan (Luminaire), teman satu kelompok Internship
Dietetik, teman KKP, teman pembahas seminar (Erna, Alda, Yunica, dan
Sri), Reginer’s (Mair, Deka, Ka Rahme, Ka Meyji, Ka Icha, Ka Rida, Ka
Mey, dll), terima kasih atas dukungan dan semangatnya.
7. Mam Eka, kakak Magda, Mba Luki, dan Agusta, terima kasih untuk
bantuannya selama penelitian.
8. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih
banyak telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan memberikan
kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Penulis menyadari masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat membutuhkan kritik

dan saran untuk kesempurnaan penelitian ini.
Bogor, Oktober 2011

Penulis

iii

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jayapura, Provinsi Papua pada tanggal 14 Juli 1989.
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, putri dari pasangan
Zainal Arifin Wasaraka dan Rukmini.
Riwayat pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak Aisiyah
tahun 1994. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Yapis Muhammadiyah
tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan ke SMP Negeri 02 Jayapura dan
lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis meneruskan ke SMA
Negeri 01 Jayapura dan lulus pada tahun 2007.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui Jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selanjutnya diterima di Jurusan Mayor
Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.
Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti organisasi kemahasiwaan

sebagai anggota klub kulinari di Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI) dan
mengikuti organisasi kerohanian islam di Departemen Gizi Masyarakat. Penulis
juga mengikuti kegiatan kepanitiaan seperti 2nd ESPENT Fakultas Ekologi
Manusia dan seminar nasional “SENZASIONAL” Departemen Gizi Masyarakat.
Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di
Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Pada bulan Maret 2011, penulis juga
melaksanakan Internship Dietetik di Rumah Sakit Umum Daerah Cilegon.

iv

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
Latar Belakang ...................................................................................... 1
Tujuan Penelitian .................................................................................... 2
Kegunaan Penelitian............................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 4
Sosial Ekonomi Keluarga ........................................................................ 4

Konsumsi Pangan .................................................................................. 5
Angka Kecukupan Gizi (AKG) ................................................................. 8
Kebiasaan Makan ................................................................................... 8
Pantangan Pangan (Taboo).................................................................... 10
Preferensi Pangan .................................................................................. 12
KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................... 14
METODE PENELITIAN ................................................................................... 17
Desain, Tempat, dan waktu .................................................................... 17
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ....................................................... 17
Jenis dan Cara Pengambilan Data ......................................................... 17
Pengolahan dan Analisis Data ................................................................ 19
Definisi Operasional................................................................................ 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 22
Gambaran Umum Wilayah Penelitian ..................................................... 22
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga ................................................... 24
Pola Konsumsi Pangan .......................................................................... 28
Frekuensi Konsumsi menurut Kelompok Pangan Keluarga .................... 32
Cara Mengolah dan Memperoleh Pangan Keluarga ............................... 36
Pantangan Pangan (Taboo).................................................................... 44
Preferensi Pangan Keluarga ................................................................... 46

Konsumsi Pangan Keluarga ................................................................... 47
Hubungan Antar Variabel........................................................................ 56
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 58
Kesimpulan ............................................................................................. 58
Saran ...................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 60
LAMPIRAN...................................................................................................... 63

v

DAFTAR TABEL
1 Jenis dan cara pengumpulan data ..............................................................18
2 Sebaran orang tua berdasarkan kelompok umur .........................................25
3 Sebaran orang tua berdasarkan tingkat pendidikan .....................................26
4 Sebaran jenis pekerjaan orang tua ..............................................................27
5 Pendapatan per kapita keluarga ..................................................................28
6 Sebaran keluarga berdasarkan frekuensi konsumsi pangan dalam sehari ...29
7 Sebaran Keluarga berdasarkan frekuensi makan bersama dalam sehari.....30
8 Sebaran keluarga berdasarkan anggota keluarga yang menerima
prioritas dalam pembagian pangan..............................................................31

9 Sebaran keluarga berdasarkan kebiasaan sarapan dalam keluarga ............32
10 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan serealia ..........................32
11 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan umbi-umbian ..................33
12 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan hewani ...........................34
13 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan nabati .............................34
14 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan sayuran ..........................35
15 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan buah-buahan ..................35
16 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan susu ...............................36
17 Daftar pangan serealia dan cara mengolah yang diterapkan .....................37
18 Daftar pangan umbi-umbian dan cara mengolah yang diterapkan .............37
19 Daftar pangan hewani dan cara mengolah yang diterapkan.......................38
20 Daftar pangan nabati dan cara mengolah yang diterapkan ........................39
21 Daftar pangan sayuran dan cara mengolah yang diterapkan .....................40
22 Daftar pangan buah-buahan dan cara mengolah yang diterapkan .............41
23 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan serealia yang dikonsumsi .....41
24 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan umbi-umbian yang
dikonsumsi .................................................................................................41
25 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan hewani yang dikonsumsi ......42
26 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan nabati yang dikonsumsi ........43
27 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan sayuran yang dikonsumsi .....43

28 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan buah-buahan yang
dikonsumsi .................................................................................................44
29 Daftar tabu makanan dan alasannya .........................................................45
30 Daftar pangan yang disukai oleh masyarakat Kampung Tablanusu ...........46
31 Rata-rata konsumsi pangan per kapita per hari berdasarkan
kelompok bahan pangan ............................................................................47

vi

32 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein .....................49
33 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan energi ..........................49
34 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan protein .........................50
35 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein individu ........50
36 Sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan energi ...........................51
37 Sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan protein ..........................51
38 Tingkat kecukupan energi berdasarkan jenis kelamin ................................52
39 Tingkat kecukupan protein berdasarkan jenis kelamin ...............................53
40 Rata-rata tingkat kecukupan gizi berdasarkan kelompok umur ..................53
41 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur anak....................54
42 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur remaja ................54
43 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur dewasa ...............54
44 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur anak...................55
45 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur remaja ...............55
46 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur dewasa ..............56

vii

DAFTAR GAMBAR
1 Model studi preferensi pangan .....................................................................13
2 Bagan kerangka konsep faktor-faktor yang mempengaruhi pola
konsumsi pangan ........................................................................................16
3 Cara penarikan contoh.................................................................................17
4 Peta Provinsi Papua ....................................................................................22
5 Jenis pangan sagu yang telah diolah menjadi papeda .................................37
6 Jenis pangan talas/keladi yang telah diolah menjadi kue pandey ................38
7 Jenis ikan laut (bubara) yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat
Kampung Tablanusu ....................................................................................39
8 Jenis sayur yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu .40
9 Keramba yang digunakan masyarakat Kampung Tablanusu untuk
memelihara ikan air tawar ............................................................................42

viii

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner penelitian .................................................................................... 64
2 Rata-rata frekuensi konsumsi berdasarkan kelompok pangan ..................... 72
3 Rata-rata konsumsi pangan per kapita per hari berdasarkan kelompok
bahan makanan............................................................................................ 73

32 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein ...................... 49
33 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan energi .......................... 49
34 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan protein ......................... 50
35 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein individu......... 50
36 Sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan energi ............................ 51
37 Sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan protein ........................... 51
38 Tingkat kecukupan energi berdasarkan jenis kelamin................................. 52
39 Tingkat kecukupan protein berdasarkan jenis kelamin................................ 53
40 Rata-rata tingkat kecukupan gizi berdasarkan kelompok umur................... 53
41 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur anak .................... 54
42 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur remaja ................. 54
43 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur dewasa ............... 54
44 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur anak ................... 55
45 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur remaja ................ 55
46 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur dewasa .............. 56

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan dan gizi memiliki peran yang sangat penting dalam peningkatan
kualitas sumber daya manusia dan ditujukan untuk mencukupi kebutuhan
pangan masyarakat, baik dalam jumlah maupun mutu gizinya. Masalah pangan
dan gizi merupakan masalah yang kompleks dan berkaitan antara satu dengan
yang lain, serta penyebabnya sangat beragam antar daerah dan waktu. Oleh
karena itu, pengkajian mengenai keadaan gizi masyarakat serta faktor-faktor
yang

mempengaruhinya

sangat

penting

untuk

pengembangan

program

perbaikan pangan dan gizi di masyarakat. Penilaian pola konsumsi pangan
merupakan metode yang dapat dilakukan pada kelompok masyarakat di suatu
daerah untuk mengetahui keadaan gizi masyarakatnya.
Pola konsumsi pangan merupakan suatu kebiasaan tentang makan dan
jenis makanan yang dikonsumsi oleh mayoritas masyarakat sebagai refleksi dari
keadaan lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi. Pola makanan masyarakat di
Indonesia pada umumnya diwarnai oleh jenis-jenis bahan makanan yang umum
dan dapat diproduksi setempat. Misalnya pada masyarakat nelayan di daerah
pantai, ikan merupakan makanan sehari-hari yang dipilih karena dapat dihasilkan
sendiri. Daerah-daerah pertanian padi, masyarakatnya berpola pangan beras,
begitu pula dengan daerah-daerah produksi pangan utama jagung seperti
Madura dan Jawa Timur bagian selatan, masyarakatnya berpola pangan pokok
jagung. Di wilayah Provinsi Papua, secara umum masyarakatnya berpola pangan
sagu sebagai bahan pangan pokok, karena sagu merupakan pangan yang
banyak berkembang di daerah tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh
Suhardjo et al. (1988), jenis dan jumlah pangan dalam pola konsumsi pangan di
suatu wilayah biasanya berkembang dari pangan setempat atau pangan yang
ditanam di tempat tersebut dalam jangka waktu yang lama atau panjang. Selain
faktor lingkungan alam, faktor lingkungan budaya juga dapat mempengaruhi
seseorang dalam memilih jenis pangan, pengolahan pangan, dan cara
mengonsumsi pangan (termasuk dengan siapa, kapan, dan dimana) (Baliwati et
al. 2004).
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan masyarakat, kebudayaan,
dan agama yang sangat beragam. Kondisi fisik wilayah antar provinsi juga
sangat beragam. Bahkan di antara wilayah di dalam satu provinsi juga terdapat
keanekaragaman yang besar, baik suku, budaya, agama, dan kondisi fisik

wilayah. Hal ini memungkinkan terdapat pula perbedaan dalam pola konsumsi
pangan masyarakatnya.
Papua merupakan salah satu provinsi yang terletak di wilayah paling timur
Indonesia. Provinsi Papua memiliki keragaman yang tinggi dalam kondisi biofisik
seperti iklim, topografi, dan vegetasi (Petocz dan Tucker 1987 diacu dalam
Kepas 1990). Keragaman ini juga dijumpai dalam kondisi budaya, adat,
kepercayaan, dan bahasa (± 250 bahasa daerah). Mengingat adanya keragaman
biofisik dan sosial budaya, sehingga menimbulkan variasi agroekosistem, maka
hal ini akan mempengaruhi penyebaran jenis dan produktifitas tanaman pangan
di berbagai daerah yang pada akhirnya menimbulkan keragaman pola konsumsi
pangan antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya di Provinsi Papua
(Kepas 1990).
Pola pangan masyarakat Papua pada umumnya berpola pangan pokok
sagu. Hal ini karena jenis tanaman pangan sagu banyak berkembang di wilayah
tersebut. Jenis tanaman pangan yang diusahakan adalah ubi jalar, ubi kayu, dan
keladi. Menurut penelitian Apomfires (2002) yang dilakukan di salah satu
kabupaten di Provinsi Papua yaitu Kabupaten Merauke, sagu (bie) merupakan
makanan pokok yang dikonsumsi masyarakat, biasanya diselingi dengan
makanan lain seperti pisang, talas, dan nasi yang merupakan makanan yang
telah dikenal dan biasa dikonsumsi. Walaupun ada makanan selingan, tetapi
sagu

tetap

diutamakan,

karena

beberapa

orang

menyatakan

bahwa

mengkonsumsi sagu membuat kenyang lebih lama dibandingkan mengonsumsi
pisang, nasi, dan talas.
Oleh karena pola konsumsi pangan masyarakat merupakan hasil
perpaduan berbagai faktor, di antaranya yaitu faktor lingkungan alam dan budaya
masyarakat, maka berdasarkan uraian-uraian di atas, peneliti tertarik untuk
mempelajari pola konsumsi dan konsumsi pangan yang berkaitan dengan tingkat
kecukupan energi dan zat gizi masyarakat Provinsi Papua.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola konsumsi
pangan masyarakat Papua.

Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain :
1.

Mempelajari karakteristik keluarga

2.

Mempelajari frekuensi konsumsi menurut kelompok pangan keluarga

3.

Mempelajari cara mengolah dan memperoleh pangan keluarga

4.

Mempelajari pantangan pangan (taboo) keluarga

5.

Mempelajari preferensi pangan keluarga

6.

Mempelajari jenis dan jumlah konsumsi pangan serta tingkat kecukupan
gizi keluarga dan individu

7.

Menganalisis hubungan antara karakteristik ekonomi dengan tingkat
kecukupan gizi keluarga
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan informasi

dalam upaya memperbaiki konsumsi pangan masyarakat, serta diharapkan dapat
memberikan

tambahan

informasi

tentang

keragaman

sumber

pangan

masyarakat di daerah Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Penelitian ini juga
diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai pola
konsumsi pangan di daerah Provinsi Papua.

TINJAUAN PUSTAKA
Sosial Ekonomi Keluarga
Besar Keluarga
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari
ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan
sumberdaya yang sama. Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang
dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas
maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi
keluarga dan individu. Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan.
Beberapa

penelitian

menunjukkan

bahwa

pendapatan

per

kapita

dan

pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur
1982). Sementara itu, menurut Suhardjo (1989) jumlah anggota keluarga
mempunyai andil dalam permasalahan gizi. Keluarga yang memiliki anggota
keluarga dalam jumlah banyak akan berusaha membagi makanan yang terbatas
sehingga makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan masingmasing anggota keluarga. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga yang
miskin adalah yang paling rawan terhadap kurang gizi di antara seluruh anggota
keluarga dan anak yang paling kecil biasanya terpengaruh oleh kekurangan
pangan, sebab semakin besar keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap
anak berkurang dan banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa anak-anak
yang sangat muda memerlukan pangan relatif lebih banyak daripada anak-anak
yang lebih tua.
Pendidikan
Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan dan status gizi. Umumnya
pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih
mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak
(Rahmawati 2006). Orang yang berpendidikan tinggi juga cenderung memilih
makanan yang murah tetapi memiliki kandungan gizi yang tinggi, sesuai dengan
jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga
kebutuhan gizi dapat terpenuhi dengan baik (Suhardjo 1996).
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat konsumsi pangan
seseorang dalam memilih bahan pangan demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

Orang yang memiliki pendidikan tinggi cenderung memilih bahan pangan yang
lebih baik dalam kuantitas maupun kualitas dibanding dengan orang yang
berpendidikan rendah (Hardinsyah 1985 diacu dalam Jaenudin 2010).
Pekerjaan dan Pendapatan
Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor yang
paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Terdapat hubungan yang
erat antara pendapatan dan gizi yang didorong oleh pengaruh yang
menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan
masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi. Apabila
penghasilan keluarga meningkat, penyediaan lauk pauk pada umumnya juga
meningkat mutunya (Suhardjo 1989). Penduduk dengan tingkat pendapatan
yang rendah cenderung memenuhi kebutuhan protein dari bahan makanan
nabati, begitu pula sebaliknya, penduduk dengan tingkat pendapatan tinggi, akan
memenuhi kebutuhan protein dari bahan makanan hewani. Hal ini karena protein
hewani harganya relatif lebih mahal dibanding dengan protein nabati. Dengan
kata lain, tingkat pendapatan akan menentukan akses dalam memperoleh ragam
bahan makanan yang membentuk suatu pola konsumsi pangan tertentu.
Tingginya tingkat pendapatan cenderung diikuti dengan tingginya jumlah
dan jenis pangan yang dikonsumsi. Tingkat pendapatan akan mencerminkan
kemampuan untuk membeli bahan pangan. Secara teoritis terdapat hubungan
positif antara pendapatan dengan jumlah permintaan pangan. Makin tinggi
pendapatan akan semakin tinggi daya beli keluarga terhadap pangan, sehingga
akan membawa pengaruh terhadap semakin beragam dan banyaknya pangan
yang dikonsumsi (Soekirman 1994).
Konsumsi Pangan
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh
setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan za-zat gizi,
kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk
terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada
berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim, dan aktifitas fisik
(Almatsier 2002).
Konsumsi pangan adalah informasi mengenai jenis dan jumlah pangan
yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang (keluarga atau rumah
tangga) pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa telaahan terhadap
konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan

jumlah pangan yang dikonsumsi. Susunan jenis pangan yang dapat dikonsumsi
berdasarkan kriteria tertentu disebut pola konsumsi pangan (Martianto 1992).
Pola konsumsi pangan adalah jenis dan frekuensi beragam pangan yang
biasa dikonsumsi, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan
yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang
(Suhardjo 1996). Sanjur (1982) menyatakan jumlah pangan yang tersedia di
suatu wilayah akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan.
Pengukuran Konsumsi Pangan
Secara umum, tujuan dari survei konsumsi pangan dimaksudkan untuk
mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan pangan
dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, perorangan serta faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan tersebut, baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Survei konsumsi pangan secara kuantitatif akan diketahui
jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Survei konsumsi pangan secara
kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi
menurut jenis pangan yang dikonsumsi dan menggali informasi tentang
kebiasaan makan (food habit) serta cara memperoleh pangan (Suhardjo 1989).
Informasi mengenai konsumsi pangan dapat diperoleh dengan cara
survei dan akan menghasilkan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif.
Metode-metode pengukuran konsumsi pangan yang bersifat kualitatif antara lain
food frequency questionnaire dan dietary history (Baliwati et al. 2004). Selain itu,
terdapat pula metode telepon dan metode pendaftaran makanan (food list)
(Supariasa et al. 2001). Secara kuantitatif, metode pengumpulan data yang
dapat dilakukan antara lain metode recall 24 jam, food records, dan weighing
method (Baliwati et al. 2004). Metode ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah
makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan
menggunakan daftar konversi bahan makanan (DKBM), atau daftar lain yang
diperlukan seperti daftar ukuran rumah tangga (URT), daftar konversi mentah
masak (DKMM) dan daftar penyerapan minyak (DPM) (Supariasa et al. 2001).
Berikut merupakan penjelasan mengenai metode pengumpulan data
secara kuantitatif (metode recall) dan secara kualitatif (metode frekuensi
makanan) :
1. Metode recall
Metode mengingat-ingat (recall method) merupakan salah satu penilaian
konsumsi pada tingkat individu. Metode ini dilakukan dengan cara mencatat

jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Pengukuran konsumsi pangan diawali
dengan menanyakan jumlah pangan dalam ukuran rumah tangga, setelah itu
dikonversikan dalam ukuran berat (gram). Pada metode ini subjek diminta untuk
mengingat semua makanan yang telah dikonsumsi selama 24 jam atau sehari
yang lalu. Metode ini menaksir asupan gizi pada individu (Gibson 2005).
Menurut Sediaoetama (2006), Metoda recall biasanya dipergunakan recall
tiga hari berturut-turut, yaitu menanyakan semua makanan yang telah
dikonsumsi responden selama tiga hari berturut-turut yang baru lalu. Wawancara
dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih
dahulu. Pewawancara menanyakan dengan lengkap apa yang telah dikonsumsi
ketika makan pagi kemarin, makan siang dan makan malam serta makanan kecil
di luar waktu makan tersebut, dan makanan lain yang didapat di luar rumah.
Metode ini memiliki kelemahan dalam tingkat ketelitiannya karena
keterangan-keterangan

yang

diperoleh

adalah

hasil

ingatan

responden.

Kelebihan dari metode ini adalah murah dan sederhana. Metode ini bisa
digunakan untuk survei konsumsi keluarga bila semua anggota keluarga
diwawancarai atau salah satu anggota keluarga yang mengetahui tentang
konsumsi anggota keluarga lainnya, biasanya ibu rumah tangga (Suhardjo 1989).
2. Metode frekuensi makanan (food frequency)
Metode ini dikenal sebagai metode frekuensi pangan, dimaksudkan untuk
memperoleh informasi pola konsumsi pangan seseorang. Untuk itu, diperlukan
kuesioner yang terdiri dari dua komponen yaitu daftar jenis pangan dan frekuensi
konsumsi pangan (Baliwati et al. 2004). Pada metode ini, dicatat frekuensi atau
banyak kali penggunaan pangan yang biasanya dikonsumsi untuk suatu periode
waktu tertentu (seminggu, sebulan, atau semusim). Data yang diperoleh bersifat
kualitatif. Metode ini berguna untuk mengetahui pola konsumsi pangan
seseorang atau keluarga serta untuk mengetahui konsumsi pangan sumber zat
gizi tertentu seperti konsumsi pangan sumber vitamin A, konsumsi lemak, dan
lain sebagainya (Kusharto dan Sa’diyyah 2008). Kelemahan dari metode ini
antara lain : (1) Tidak dapat menghasilkan data kuantitatif tentang konsumsi
pangan karena pangan yang disantap tidak diukur, (2) Pengisian kuesioner
hanya mengandalkan ingatan. Kelebihan metode ini antara lain (1) Relatif murah,
(2) Cocok jika diterapkan pada penelitian kelompok besar yang konsumsi pangan
setiap hari sangat variatif, dan (3) Pengisian formulir dapat diserahkan pada
responden (mudah didistribusikan) (Arisman 2004).

Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Tingkat kecukupan adalah perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan
angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan
protein menurut Departemen Kesehatan (1996) adalah (1) Defisit tingkat berat
(120% AKG).
Menurut Hardinsyah & D Briawan (1994), untuk menghitung kecukupan
gizi seseorang dapat mengacu pada faktor kecukupan gizi, yaitu daftar yang
memuat angka-angka kecukupan zat gizi rata-rata per orang per hari bagi orang
sehat Indonesia. Angka kecukupan gizi (AKG) tersebut sudah memperhitungkan
variasi kebutuhan individu sehingga kecukupan ini setara dengan kebutuhan
rata-rata ditambah jumlah tertentu untuk mencapai tingkat aman. AKG dapat
digunakan untuk menilai tingkat kecukupan seseorang.
Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan
dan perilaku yang berhubungan dengan makan dan makanan, seperti tata krama
makan, frekuensi makan seseorang, pola makanan yang dimakan, kepercayaan
tentang makanan, distribusi makanan di antara anggota keluarga, penerimaan
terhadap makanan, cara pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan
sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologik, sosial, dan budaya
(Suhardjo 1989).
Menurut

Khumaidi

(1989),

pada

dasarnya

ada

dua

faktor

yang

mempengaruhi kebiasaan makan manusia yaitu faktor intrinsik (yang berasal dari
dalam diri manusia) antara lain asosiasi emosional, keadaan jasmani dan
kejiwaan yang sedang sakit dan penilaian yang lebih terhadap mutu makanan
dan faktor ekstrinsik (yang berasal dari luar diri manusia) yang meliputi
lingkungan alam, lingkungan budaya dan agama, lingkungan sosial dan
lingkungan ekonomi.
Lingkungan Alam
Pola makanan masyarakat pada umumnya berasal dari bahan makanan
yang umum dan dapat diproduksi daerah setempat. Jenis atau jumlah pangan di
suatu wilayah biasanya berkembang dari pangan setempat atau pangan yang
ditanam di tempat tersebut dalam jangka waktu yang lama atau panjang
(Suhardjo 1989). Misalnya pada masyarakat nelayan di daerah pantai, ikan
merupakan makanan sehari-hari yang dipilih karena dapat diproduksi sendiri.

Daerah-daerah pertanian padi, masyarakatnya berpola pangan beras. Daerah
dengan produksi pangan utama jagung seperti Madura dan Jawa Timur bagian
selatan,

masyarakatnya

berpola

pangan

jagung.

Pola

pangan

pokok

menggambarkan salah satu ciri dari kebiasaan makan. Di daerah dengan pola
pangan pokok beras biasanya belum puas atau mengatakan belum makan
apabila belum makan nasi, meskipun sudah kenyang oleh makanan lain non
beras.
Lingkungan Budaya
Setiap masyarakat mengembangkan cara yang turun-temurun untuk
mencari, memilih, menangani, menyiapkan, menyajikan, dan cara-cara makan.
Adat dan tradisi merupakan dasar dari perilaku tersebut, yang biasanya
sekurang-kurangnya dalam beberapa hal berbeda di antara kelompok yang satu
dengan kelompok yang lain. Nilai-nilai, sikap dan kepercayaan yang ditentukan
budaya, merupakan kerangka kerja dimana cara makan, daya terima terhadap
makanan terbentuk, yang dijaga dengan seksama dan diajarkan dengan tekun
kepada setiap generasi berikutnya (Suhardjo 1989).
Lingkungan budaya yang berkaitan dengan kebiasaan makan biasanya
meliputi nilai-nilai kehidupan rohani dan kewajiban-kewajiban sosial. Budaya
menentukan apa yang akan digunakan sebagai makanan, dalam keadaan
bagaimana, kapan seseorang boleh atau tidak memakannya, apa saja yang
dianggap tabu (pantangan). Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu
kebiasaan makan penduduk yang kadang bertentangan dengan prinsip gizi.
Berbagai budaya memberikan peran dan nilai yang berbeda-beda terhadap
pangan atau makanan, misalnya bahan-bahan makanan tertentu karena alasanalasan tertentu, sementara itu ada pangan yang dinilai sangat tinggi baik dari
segi ekonomi maupun sosial (Suhardjo 1989).
Frekuensi Konsumsi Pangan
Khomsan (2003) menyatakan bahwa frekuensi konsumsi pangan per hari
merupakan salah satu aspek kebiasaan makan. Frekuensi konsumsi pangan ada
yang terikat pada pola makan tiga kali per hari, tetapi banyak pula yang
mengonsumsi pangan antara 5-7 kali per hari atau lebih. Frekuensi konsumsi
pangan bisa menjadi penduga tingkat kecukupan gizi, artinya semakin tinggi
frekuensi konsumsi pangan, maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin
besar.

Pembagian Makan dalam keluarga
Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis
makanan tertentu dalam keluarga, jika kebiasaan budaya tersebut diterapkan,
maka setelah kepala keluarga anak pria dilayani, biasanya dimulai dari yang
tertua. Wanita, anak wanita, dan anak yang masih kecil boleh makan bersama
anggota keluarga pria, akan tetapi di beberapa lingkungan budaya, mereka
makan terpisah pada meja lain atau bahkan setelah anggota pria selesai makan.
Pada beberapa kasus, wanita dan anak kecil hanya memperoleh pangan yang
disisakan setelah anggota keluarga pria makan. Jika terjadi kekurangan pangan
yang parah dalam rumah tangga karena sebab-sebab seperti panceklik,
kelaparan, kemiskinan yang khronis atau suatu musibah yang lain, kecukupan
gizi anggota keluarga mungkin terganggu. Bayi, anak-anak yang masih muda,
dan

wanita

selama

tahun-tahun

penyapihan,

pengaruh

tambahan

dari

pembagian makanan yang tidak merata dalam unit keluarga, dapat merupakan
bencana, baik bagi kesehatan maupun kehidupan (Suhardjo 1989).
Pembagian pangan yang tepat kepada setiap anggota keluarga adalah
sangat penting untuk mencapai gizi baik. Pangan harus dibagikan untuk
memenuhi kebutuhan gizi setiap orang di dalam keluarga. Anak, wanita yang
mengandung dan ibu yang menyusui harus memperoleh sebagian besar pangan
yang kaya akan protein. Orang tua memerlukan pangan yang akan membantu
memperbaiki jaringan tubuh yang usang dan robek. Semua anggota keluarga
sesuai dengan kebutuhan perorangan, harus mendapat bagian energi dan zat
makanan yang cukup (Suhardjo 1988).
Pantangan Pangan (Taboo)
Pantangan atau tabu merupakan fungsi dari kebiasaan makan, yaitu
suatu larangan untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu, karena terdapat
ancaman bahaya atau hukuman terhadap barang siapa yang melanggarnya. Ada
pantangan atau tabu makanan yang berdasarkan agama dan bukan berdasarkan
agama atau kepercayaan. Pantangan atau tabu yang berdasarkan agama
bersifat absolut, tidak dapat ditawar bagi penganut agama atau kepercayaan
tersebut, sedangkan pantangan atau tabu lainnya masih dapat diubah atau
dihilangkan. Pantangan atau tabu merupakan sesuatu yang diwariskan dari
leluhur melalui orang tua, terus ke generasi-generasi yang akan datang
(Suhardjo 1989).

Tabu berasal dari polynesia yang berarti suatu larangan yang ditujukan
terhadap mahkluk tertentu atau benda tertentu yang tidak boleh disentuh atau
dimakan. Larangan ini biasanya karena tradisi. Banyak faktor yang mendasari
tabu makanan, misalnya karena magis, kepercayaan, takut berkomunikasi,
kesehatan, dan lain-lain. Masyarakat mengenal bermacam-macam tabu
makanan yang diklasifikasikan sebagai berikut (Suhardjo 1989) :
1. Menurut waktu meliputi tabu yang bersifat permanen dan tabu yang
bersifat sementara.
2. Menurut besarnya kelompok, tabu dapat dibagi dalam :
-

Tabu bagi seluruh anggota masyarakat

-

Tabu bagi kelompok-kelompok tertentu di dalam sistem kekerabatan

-

Tabu bagi kelompok profesi sosial

-

Tabu berdasarkan kelas sosial

-

Tabu menurut jenis kelamin

-

Tabu bagi individu-individu tertentu

3. Menurut periode-periode di dalam lingkaran hidup, meliputi :
-

Tabu pada saat hamil

-

Tabu pada saat menyapih bayi

-

Tabu pada saat sesudah menyapih bayi

-

Tabu pada saat puber

-

Tabu pada saat menderita penyakit

Beberapa jenis bahan makanan dilarang untuk dikonsumsi oleh anakanak, ibu hamil, ibu menyusui, ataupun kaum remaja. Jika ditinjau dari konteks
gizi, bahan makanan tersebut justru mengandung nilai gizi yang tinggi, tetapi
tabu itu tetap dijalankan dengan alasan takut menanggung risiko yang akan
timbul. Sehingga masyarakat yang demikian akan mengkonsumsi bahan
makanan yang bergizi dalam jumlah yang kurang, dengan demikian maka
penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul di masyarakat, terutama anak-anak.
Tabu berkenaan dengan makanan banyaknya bersangkutan dengan
emosi sehingga tidak mengherankan jika sebagian besar tabu makanan
terutama dianut oleh para wanita atau dikenakan pada anak-anak yang masih di
bawah perlindungan dan asuhan wanita tersebut. Praktis semua tabu makanan
berhubungan dengan status kesehatan (Suhardjo 1989).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jaenudin (2010), diketahui bahwa
suku Dayak Hindu-Budha Bumi Segandu Indramayu memiliki pantangan

terhadap pangan hewani karena alasan spiritual, yang dalam ajarannya sesama
makhluk bernyawa (manusia dan hewan) dilarang saling membunuh bahkan
menyakiti.
Preferensi Pangan
Setiap masyarakat mengembangkan cara turun temurun untuk mencari,
memilih dan menangani, menyiapkan, menyajikan dan mengkonsumsi makanan
yang dihidangkan. Hal ini dimulai dari permulaan hidupnya dan menjadi bagian
perilaku yang berakar di antara kelompok penduduk. Bersamaan dengan pangan
yang disajikan dan diterima langsung atau tidak langsung anak-anak menerima
pula informasi yang berkembang menjadi perasaan, sikap, tingkah laku dan
kebiasaan mereka yang berkaitan dengan pangan (Suhardjo 1989). Menurut
Pilgrin

(1957)

diacu

dalam

Suhardjo

(1989),

preferensi

pangan

(food

preferences) adalah tindakan atau ukuran suka atau tidak suka seseorang
terhadap pangan. Fisiologi, perasaan dan sikap integrasi membentuk preferensi
terhadap pangan dan akhirnya membentuk perilaku konsumsi pangan.
Preferensi yang bersifat positif berarti penerimaan terhadap pangan
tersebut. Preferensi ini dapat berubah dan dapat dipelajari sejak kecil. Preferensi
terhadap pangan bersifat plastis terutama pada orang-orang muda dan akan
permanen bila telah memiliki gaya hidup yang kuat (Sanjur 1982).
Suatu makanan memenuhi selera atau tidak bukan hanya ditentukan oleh
fisik pangan, akan tetapi karena pengaruh sosial budaya. Faktor penting dalam
pemilihan pangan adalah flavor yang meliputi bau, tekstur, dan suhu.
Penampilan yang meliputi warna dan bentuk juga akan mempengaruhi sikap
terhadap pangan. Selain pengaruh reaksi indera terhadap pemilihan pangan
(warna atau bentuk), kesukaan pribadi semakin terpengaruh oleh pendekatan
melalui media radio, televisi, pamflet, iklan dan bentuk media massa lain
(Suhardjo 1989). Menurut Elizabeth dan Sanjur (1981) diacu dalam Suhardjo
(1989), ada tiga faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu
karakteristik individu, karakteristik pangan, dan karakteristik lingkungan. Suatu
model atau kerangka pemikiran yang dapat mempelajari konsumsi pangan
kaitannya dengan berbagai karakteristik tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Konsumsi Pangan

Preferensi Pangan

Karakteristik Individu

Karakteristik pangan

Karakteristik Lingkungan



Umur



Rasa



Musim



Jenis kelamin



Rupa



Pekerjaan




Pendidikan
Pendapatan




Tekstur
Harga






Pengetahuan
gizi



Tipe makanan

Mobilitas
Perpindahan
penduduk



Bentuk





Keterampilan
memasak



Bumbu





Kesehatan

Kombinasi
makanan

Tingkat sosial
pada
masyarakat

Gambar 1 Model studi preferensi konsumsi pangan

KERANGKA PEMIKIRAN
Pola konsumsi pangan adalah susunan beragam bahan makanan yang
umum dikonsumsi suatu masyarakat. Pola konsumsi pangan masyarakat
merupakan refleksi dari ketersediaan pangan daerah tersebut, akses, dan
preferensi masyarakat terhadap bahan makanan yang dikonsumsi. Pola
konsumsi masyarakat dapat berbeda antara daerah satu dengan daerah yang
lainnya, karena pola yang terbentuk merupakan hasil perpaduan dari berbagai
faktor

yang

mempengaruhinya.

Pada

dasarnya

ada

dua

faktor

yang

mempengaruhi pola konsumsi pangan yaitu faktor ekstrinsik (yang berasal dari
luar diri manusia) dan faktor intrinsik (yang berasal dari dalam diri manusia).
Yang termasuk faktor ekstrinsik antara lain lingkungan alam, sosial, budaya,
agama, dan ekonomi.
Lingkungan alam dapat mempengaruhi produksi jumlah dan jenis pangan
yang tersedia di suatu daerah. Hal ini karena keragaman kondisi biofisik wilayah
seperti topografi, iklim, dan curah hujan antar daerah akan menimbulkan variasi
agroekosistem, yang akan mempengaruhi penyebaran jumlah dan jenis
produktifitas tanaman pangan. Perbedaan produksi jenis dan jumlah pangan di
suatu

daerah,

akan

menyebabkan

perbedaan

pola

konsumsi

pangan

masyarakatnya. Selain faktor lingkungan alam, faktor lingkungan budaya juga
dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan masyarakat, dimana budaya dapat
menentukan apa yang akan digunakan sebagai makanan, dalam keadaan
bagaimana, kapan seseorang boleh atau tidak memakannya dan apa saja
makanan yang dianggap sebagai pantangan (taboo), serta bagaimana cara
mengolah, menyiapkan, dan mengonsumsi makanan tersebut. Adapun yang
termasuk faktor intrinsik antara lain faktor asosiasi emosional, keadaan jasmani
dan kejiwaan yang sedang sakit dan penilaian yang lebih terhadap mutu
makanan.
Preferensi pangan adalah tindakan atau ukuran suka atau tidak suka
seseorang terhadap makanan. Fisiologi, perasaan, dan sikap integrasi
membentuk preferensi terhadap pangan dan akhirnya membentuk perilaku
konsumsi pangan. Diasumsikan bahwa sikap seseorang terhadap makanan,
suka ataupun tidak suka akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan.
Karakteristik sosial ekonomi seperti tingkat pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, dan besar keluarga juga dapat mempengaruhi konsumsi pangan
seseorang dalam memilih bahan pangan. Seseorang dengan pendidikan tinggi

cenderung memilih bahan pangan yang lebih baik dalam kuantitas maupun
kualitasnya. Pekerjaan yang berhubu