Kajian Patologi Hog Cholera Kasus Outbreak Tahun 2006 Di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua

(1)

KAJIAN PATOLOGI HOG CHOLERA KASUS OUTBREAK

TAHUN 2006 DI KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA

D

SRI UTAMI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Patologi Hog Cholera Kasus

Outbreak Tahun 2006 Di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum di ajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau di kutip dari karya yang di terbitkan maupun tidak di terbitkan dari penulis lain telah di sebutkan dalam teks dan di cantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

Sri Utami NIM. B053050041


(3)

ABSTRACT

SRI UTAMI. Pathological Study of Hog Cholera Outbreak Cases of 2006 In District of Jayapura, Province of Papua. Under direction of Dewi Ratih Agungpriyono and Sri Estuningsih.

Hog cholera is a lethal viral disease on pig. This disease sporadically find in District of Jayapura. The research aims to get a comprehensive understanding on the pathological lesion and hog cholera viral distribution in pig organs. Samples of lung, heart, liver, spleen, kidney and lymphnode of 10 sick pigs were used in this research. Unvaccinated healthy pig organs were used as a control. Tissue samples stain with Hematoxyllin Eosin (HE) were used to observe general changes on the sick pig tissues, Verhoeff van Giesson and Masson Trichrome (MT) staining were used to observe general changes on the blood vessel. Immunohistochemistry stain of hog cholera monoclonal antibody were used to evaluate the distribution of hog cholera antigen on pig organ samples. Histopathology observation showed that there are active chronic broncho interstitial pneumonia, active chronic multifocal milliary necrotic hepatitis, active chronic nephritis, cardiomyopathy, splenitis and lymphadenitis. The lesions are similar with previous reported cases of hog cholera in other part of the world. Spleen and lymphnode are the most severe organs affected with hog cholera virus. Histopathology observation on blood vessel showed that there are hypertrophy and desquamated endothelium, degeneration and necrosis of tunica intima, tunica media and tunica adventisia. The hog cholera antigen distribution by immunohistochemical staning showed a high affinity consecutively in reticulo endothelial, lung leukocytes, liver leukocytes, kidney glomerular and tubular endothelium, kidney tubular epithelium, kidney blood vessel endothelium, lung blood vessel endothelium, hepatocytes, liver blood vessel endothelium and heart blood vessel endothelium.

Keywords : Blood vessel pathology; Classical swine fever; Hog cholera in Indonesia, .


(4)

RINGKASAN

SRI UTAMI. Kajian Patologi Hog Cholera Kasus Outbreak Tahun 2006 Di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua. Dibimbing oleh Dewi Ratih Agungpriyono dan Sri Estuningsih.

Hog cholera merupakan salah satu penyakit viral pada babi yang bersifat fatal, secara sporadik penyakit ini masih di temukan di Kabupaten Jayapura dan di anggap sebagai salah satu penyebab kematian babi. Untuk memperoleh pemahaman komprehensif tentang hog cholera telah di lakukan penelaahan dengan tujuan untuk mengetahui 1). Bagaimana perubahan patologi organ babi yang terinfeksi hog cholera, apakah perubahan ini sama dengan perubahan yang di temukan pada kasus-kasus terdahulu di luar Papua. (2). Distribusi antigen hog cholera (3). Bagaimana gambaran histopatologi organ babi dengan tinjauan khusus perubahan pada buluh darah.

Sampel organ berupa paru-paru, jantung, hati, ginjal, limpa dan limfoglandula dari 10 ekor babi sakit digunakan dalam studi ini, sebagai kontrol digunakan sampel organ babi sehat yang tidak divaksinasi sebanyak 3 ekor. Sampel jaringan di warnai dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) untuk mengamati perubahan jaringan secara umum,

Masson Trichrome (MT) dan Verhoeff van Giesson (VvG) di gunakan untuk mengamati perubahan struktur buluh darah. Pewarnaan imunohistokimia di lakukan untuk mengetahui distribusi antigen hog cholera pada organ sampel.

Hasil yang di peroleh dari penelitian ini ádalah1). Gejala klinis yang di temukan di lapangan dari 10 ekor babi yang terserang penyakit menunjukkan gejala; lemah, kurang aktif, depresi, bergerombol di pojok kandang, diare kekuningan dan berbau. Terjadi konjungtivitis, muntah, demam mencapai 42°C, eritema pada ujung telinga, bawah leher sampai perut dan siku-siku kaki. Dua dari sepuluh ekor babi yang mati di sertai pembesaran skrotum. Gejala klinis yang terjadi pada kasus ini umumnya memperlihatkan gejala yang sama dengan gejala klinis hog cholera sebagaimana yang di laporkan pada kasus-kasus sebelumnya di Inggris, Jerman dan Jepang, 2). Pengamatan makroskopis organ babi pada penelitian ini menunjukkan adanya lesio laringitis dengan perdarahan ptekhie, pneumonia, perdarahan paru-paru dan jantung. Pendarahan dan pembengkakan organ hati, limpa, limfoglandula mesenterika, serosa, mesenterium usus dan pendarahan ptekhie pada permukaan korteks ginjal. Lesio makroskopis yang di temukan pada kasus ini umumnya memperlihatkan adanya kesamaan dengan lesio makroskopis sebagaimana di ungkapkan oleh peneliti terdahulu. 3). Pengamatan mikroskopis organ babi pada


(5)

penelitian ini menunjukkan adanya lesio nekrosis tubuli ginjal, kongesti hati, bronkho interstisialis pneumonia, nekrosis germinal pusat folikel limfoid, deplesi limfosit B, hematopoiesis organ limpa dan limfadenitis dengan derajat keparahan yang berbeda-beda. Lesio mikroskopis yang di temukan pada kasus ini umumnya memperlihatkan adanya kesamaan dengan lesio mikroskopis sebagaimana di ungkapkan oleh peneliti terdahulu.

4). Deteksi distribusi antigen hog cholera menggunakan teknik imunohistokimia

menunjukkan afinitas yang tinggi berturut-turut pada: Sel limfoid limpa dan limfogandula; sel leukosit dalam buluh darah dan sel endotel buluh darah limfogandula; sel leukosit dalam buluh darah paru; sel endotel buluh darah ginjal, sel endotel glomerulus dan tubulus ginjal, sel epitel tubulus ginjal; sel endotel buluh darah paru-paru, makrofag dan sel leukosit dalam buluh darah paru-paru; sel endotel buluh darah hati, makrofag, sel leukosit dalam buluh darah hati dan sel endotel buluh darah jantung. Secara

umum hasil pengamatan distribusi antigen hog cholera pada kasus asal Papua

memberikan hasil yang sama dengan laporan-laporan kasus terdahulu di dunia kecuali organ pankreas dan sel-sel glial karena tidak di lakukan pengamatan organ tersebut pada penelitian ini. 5). Pengamatan mikroskopis pada buluh darah di temukan adanya lesio degeneratif yang di tandai dengan hipertrofi dan deskuamasi sel endotel, vakuolisasi dan degenerasi fibrinoid tunika media dan tunika adventisia buluh darah arteri


(6)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta di lindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


(7)

KAJIAN PATOLOGI HOG CHOLERA KASUS OUTBREAK

TAHUN 2006 DI KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA

SRI UTAMI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magíster Sains pada

Program Studi Sains Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(8)

Judul Tesis : Kajian Patologi Hog Cholera Kasus Outbreak Tahun 2006 Di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua

Nama : Sri Utami

NIM : B.053050041

Disetujui Komisi Pembimbing

drh. Dewi Ratih Agungpriyono, Ph.D Dr. drh. Sri Estuningsih, MSi Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Sains Veteriner

drh.Bambang Pontjo Priyosoeryanto, MS, Ph.D Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS


(9)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas Rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan penelitian dengan judul :

”Kajian Patologi Hog Cholera Kasus Outbreak Tahun 2006 Di Kabupaten Jayapura

Provinsi Papua”. Penulisan ini di lakukan sebagai salah satu syarat penyelesaian tugas akhir Program Magister Sains (S-2) pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Proses penelitian sampai penulisan tesis ini telah mendapatkan bantuan dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, saya patut mengucapkan banyak terimakasih dan penghargaan yang tinggi atas sumbangsih pemikiran, moril, material dan andil kepada mereka antara lain:

1. drh. Dewi Ratih Agungpriyono, Ph.D dan Dr. drh. Sri Estuningsih, MSi

selaku komisi pembimbing atas arahan, bimbingan dan semua kebaikannya dari awal mulai berkonsultasi untuk penulisan proposal sampai tesis ini selesai.

2. Ketua Program Studi Sains Veteriner drh. Bambang Pontjo Priyosoeryanto,

MS, Ph.D, dan drh. Ekowati Handaryani, MS, Ph.D yang selalu memberi semangat untuk menyelesaikan studi.

3. Drh. Hernomoadi Huminto, MVSc selaku penguji pada ujian tesis saya dan

sahabat saya drh.Vetnizah Juniantito yang telah memfasilitasi dan membantu dalam pengadaan monoklonal antibodi hog cholera.

4. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak drh.

Constant Karma, dan Bapak Drs. Abdulah Hamzah, Msi (Kabag Anggran Pemda Provinsi Papua) atas kepedulian dan perhatiannya dalam proses penyelesaian studi saya.

5. Bapak drh. AR. Pintadewa, MMT, Bapak drh. Indarto Sudarsono, MMT dan

Bapak drh. Benny Pantiadi dari Dinas Peternakan Provinsi Papua, yang telah memfasilitasi penulis selama pengumpulan data awal penelitian.

6. Staf dan Teknisi Laboratorium Patologi antara lain Pak Kasnadi, Pak

Endang, Pak Soleh, Bu Mely, Mbak Kiki yang telah banyak membantu penulis.


(10)

7. Sahabat terbaik saya Woro Pujiastuti, Pak Cornelis Tabuni (staf Wagub Papua) dan Mas Karel, Mas Agus (Staf Sekda Papua) yang telah banyak membantu penulis.

Secara khusus, saya sampaikan rasa hormat dan penghargaan kepada Bapak, Ibu, kakak serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Herman teman terbaik dari Papua yang pernah saya miliki, untuk semua alasan yang

masuk akal dan Maura Edgina Jasmine yang telah memberi makna dan semua kebaikan

dalam kehidupan saya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tulisan ini.

Bogor, Januari 2009


(11)

KAJIAN PATOLOGI HOG CHOLERA KASUS OUTBREAK

TAHUN 2006 DI KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA

SRI UTAMI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Patologi Hog Cholera Kasus

Outbreak Tahun 2006 Di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum di ajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau di kutip dari karya yang di terbitkan maupun tidak di terbitkan dari penulis lain telah di sebutkan dalam teks dan di cantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

Sri Utami NIM. B053050041


(13)

ABSTRACT

SRI UTAMI. Pathological Study of Hog Cholera Outbreak Cases of 2006 In District of Jayapura, Province of Papua. Under direction of Dewi Ratih Agungpriyono and Sri Estuningsih.

Hog cholera is a lethal viral disease on pig. This disease sporadically find in District of Jayapura. The research aims to get a comprehensive understanding on the pathological lesion and hog cholera viral distribution in pig organs. Samples of lung, heart, liver, spleen, kidney and lymphnode of 10 sick pigs were used in this research. Unvaccinated healthy pig organs were used as a control. Tissue samples stain with Hematoxyllin Eosin (HE) were used to observe general changes on the sick pig tissues, Verhoeff van Giesson and Masson Trichrome (MT) staining were used to observe general changes on the blood vessel. Immunohistochemistry stain of hog cholera monoclonal antibody were used to evaluate the distribution of hog cholera antigen on pig organ samples. Histopathology observation showed that there are active chronic broncho interstitial pneumonia, active chronic multifocal milliary necrotic hepatitis, active chronic nephritis, cardiomyopathy, splenitis and lymphadenitis. The lesions are similar with previous reported cases of hog cholera in other part of the world. Spleen and lymphnode are the most severe organs affected with hog cholera virus. Histopathology observation on blood vessel showed that there are hypertrophy and desquamated endothelium, degeneration and necrosis of tunica intima, tunica media and tunica adventisia. The hog cholera antigen distribution by immunohistochemical staning showed a high affinity consecutively in reticulo endothelial, lung leukocytes, liver leukocytes, kidney glomerular and tubular endothelium, kidney tubular epithelium, kidney blood vessel endothelium, lung blood vessel endothelium, hepatocytes, liver blood vessel endothelium and heart blood vessel endothelium.

Keywords : Blood vessel pathology; Classical swine fever; Hog cholera in Indonesia, .


(14)

RINGKASAN

SRI UTAMI. Kajian Patologi Hog Cholera Kasus Outbreak Tahun 2006 Di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua. Dibimbing oleh Dewi Ratih Agungpriyono dan Sri Estuningsih.

Hog cholera merupakan salah satu penyakit viral pada babi yang bersifat fatal, secara sporadik penyakit ini masih di temukan di Kabupaten Jayapura dan di anggap sebagai salah satu penyebab kematian babi. Untuk memperoleh pemahaman komprehensif tentang hog cholera telah di lakukan penelaahan dengan tujuan untuk mengetahui 1). Bagaimana perubahan patologi organ babi yang terinfeksi hog cholera, apakah perubahan ini sama dengan perubahan yang di temukan pada kasus-kasus terdahulu di luar Papua. (2). Distribusi antigen hog cholera (3). Bagaimana gambaran histopatologi organ babi dengan tinjauan khusus perubahan pada buluh darah.

Sampel organ berupa paru-paru, jantung, hati, ginjal, limpa dan limfoglandula dari 10 ekor babi sakit digunakan dalam studi ini, sebagai kontrol digunakan sampel organ babi sehat yang tidak divaksinasi sebanyak 3 ekor. Sampel jaringan di warnai dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) untuk mengamati perubahan jaringan secara umum,

Masson Trichrome (MT) dan Verhoeff van Giesson (VvG) di gunakan untuk mengamati perubahan struktur buluh darah. Pewarnaan imunohistokimia di lakukan untuk mengetahui distribusi antigen hog cholera pada organ sampel.

Hasil yang di peroleh dari penelitian ini ádalah1). Gejala klinis yang di temukan di lapangan dari 10 ekor babi yang terserang penyakit menunjukkan gejala; lemah, kurang aktif, depresi, bergerombol di pojok kandang, diare kekuningan dan berbau. Terjadi konjungtivitis, muntah, demam mencapai 42°C, eritema pada ujung telinga, bawah leher sampai perut dan siku-siku kaki. Dua dari sepuluh ekor babi yang mati di sertai pembesaran skrotum. Gejala klinis yang terjadi pada kasus ini umumnya memperlihatkan gejala yang sama dengan gejala klinis hog cholera sebagaimana yang di laporkan pada kasus-kasus sebelumnya di Inggris, Jerman dan Jepang, 2). Pengamatan makroskopis organ babi pada penelitian ini menunjukkan adanya lesio laringitis dengan perdarahan ptekhie, pneumonia, perdarahan paru-paru dan jantung. Pendarahan dan pembengkakan organ hati, limpa, limfoglandula mesenterika, serosa, mesenterium usus dan pendarahan ptekhie pada permukaan korteks ginjal. Lesio makroskopis yang di temukan pada kasus ini umumnya memperlihatkan adanya kesamaan dengan lesio makroskopis sebagaimana di ungkapkan oleh peneliti terdahulu. 3). Pengamatan mikroskopis organ babi pada


(15)

penelitian ini menunjukkan adanya lesio nekrosis tubuli ginjal, kongesti hati, bronkho interstisialis pneumonia, nekrosis germinal pusat folikel limfoid, deplesi limfosit B, hematopoiesis organ limpa dan limfadenitis dengan derajat keparahan yang berbeda-beda. Lesio mikroskopis yang di temukan pada kasus ini umumnya memperlihatkan adanya kesamaan dengan lesio mikroskopis sebagaimana di ungkapkan oleh peneliti terdahulu.

4). Deteksi distribusi antigen hog cholera menggunakan teknik imunohistokimia

menunjukkan afinitas yang tinggi berturut-turut pada: Sel limfoid limpa dan limfogandula; sel leukosit dalam buluh darah dan sel endotel buluh darah limfogandula; sel leukosit dalam buluh darah paru; sel endotel buluh darah ginjal, sel endotel glomerulus dan tubulus ginjal, sel epitel tubulus ginjal; sel endotel buluh darah paru-paru, makrofag dan sel leukosit dalam buluh darah paru-paru; sel endotel buluh darah hati, makrofag, sel leukosit dalam buluh darah hati dan sel endotel buluh darah jantung. Secara

umum hasil pengamatan distribusi antigen hog cholera pada kasus asal Papua

memberikan hasil yang sama dengan laporan-laporan kasus terdahulu di dunia kecuali organ pankreas dan sel-sel glial karena tidak di lakukan pengamatan organ tersebut pada penelitian ini. 5). Pengamatan mikroskopis pada buluh darah di temukan adanya lesio degeneratif yang di tandai dengan hipertrofi dan deskuamasi sel endotel, vakuolisasi dan degenerasi fibrinoid tunika media dan tunika adventisia buluh darah arteri


(16)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta di lindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


(17)

KAJIAN PATOLOGI HOG CHOLERA KASUS OUTBREAK

TAHUN 2006 DI KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA

SRI UTAMI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magíster Sains pada

Program Studi Sains Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(18)

Judul Tesis : Kajian Patologi Hog Cholera Kasus Outbreak Tahun 2006 Di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua

Nama : Sri Utami

NIM : B.053050041

Disetujui Komisi Pembimbing

drh. Dewi Ratih Agungpriyono, Ph.D Dr. drh. Sri Estuningsih, MSi Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Sains Veteriner

drh.Bambang Pontjo Priyosoeryanto, MS, Ph.D Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS


(19)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas Rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan penelitian dengan judul :

”Kajian Patologi Hog Cholera Kasus Outbreak Tahun 2006 Di Kabupaten Jayapura

Provinsi Papua”. Penulisan ini di lakukan sebagai salah satu syarat penyelesaian tugas akhir Program Magister Sains (S-2) pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Proses penelitian sampai penulisan tesis ini telah mendapatkan bantuan dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, saya patut mengucapkan banyak terimakasih dan penghargaan yang tinggi atas sumbangsih pemikiran, moril, material dan andil kepada mereka antara lain:

1. drh. Dewi Ratih Agungpriyono, Ph.D dan Dr. drh. Sri Estuningsih, MSi

selaku komisi pembimbing atas arahan, bimbingan dan semua kebaikannya dari awal mulai berkonsultasi untuk penulisan proposal sampai tesis ini selesai.

2. Ketua Program Studi Sains Veteriner drh. Bambang Pontjo Priyosoeryanto,

MS, Ph.D, dan drh. Ekowati Handaryani, MS, Ph.D yang selalu memberi semangat untuk menyelesaikan studi.

3. Drh. Hernomoadi Huminto, MVSc selaku penguji pada ujian tesis saya dan

sahabat saya drh.Vetnizah Juniantito yang telah memfasilitasi dan membantu dalam pengadaan monoklonal antibodi hog cholera.

4. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak drh.

Constant Karma, dan Bapak Drs. Abdulah Hamzah, Msi (Kabag Anggran Pemda Provinsi Papua) atas kepedulian dan perhatiannya dalam proses penyelesaian studi saya.

5. Bapak drh. AR. Pintadewa, MMT, Bapak drh. Indarto Sudarsono, MMT dan

Bapak drh. Benny Pantiadi dari Dinas Peternakan Provinsi Papua, yang telah memfasilitasi penulis selama pengumpulan data awal penelitian.

6. Staf dan Teknisi Laboratorium Patologi antara lain Pak Kasnadi, Pak

Endang, Pak Soleh, Bu Mely, Mbak Kiki yang telah banyak membantu penulis.


(20)

7. Sahabat terbaik saya Woro Pujiastuti, Pak Cornelis Tabuni (staf Wagub Papua) dan Mas Karel, Mas Agus (Staf Sekda Papua) yang telah banyak membantu penulis.

Secara khusus, saya sampaikan rasa hormat dan penghargaan kepada Bapak, Ibu, kakak serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Herman teman terbaik dari Papua yang pernah saya miliki, untuk semua alasan yang

masuk akal dan Maura Edgina Jasmine yang telah memberi makna dan semua kebaikan

dalam kehidupan saya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tulisan ini.

Bogor, Januari 2009


(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis di lahirkan di Sentani, Kabupaten Jayapura Provini Papua pada tanggal 15 Mei 1975 dari seorang ibu yang bernama Sugiarti dan Bapak M. Sarwan, sebagai anak terakhir dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal yang penulis tempuh sebagai berikut:

1. Sekolah Dasar SD YPKP Sentani lulus tahun 1987

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Sentani lulus tahun 1990

3. Sekolah Menegah Atas Negeri 1 Abepura lulus tahun 1993

4. Pendidikan Sarjana Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor lulus tahun 1997 5. Pendidikan Profesi Dokter Hewan Institut Pertanian Bogor lulus tahun 1999 Penulis melanjutkan pendidikan program pascasarjana di Institut Pertanian Bogor tahun 2005 dengan sponsor biaya pendidikan dari Pemerintah Daerah Provinsi Papua (BUD).


(22)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI

i

DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

vii

I PENDAHULUAN

1

1.1. Latar Belakang ………..

1

1.2. Tujuan ………..

2

1.3. Hipotesa ………

2

1.4. Manfaat ……….

2

II TINJAUAN

PUSTAKA

3

2.1. Hog Cholera ………..

3

2.2. Penyebab ………...

4

2.3. Epidemiologi ………

7

2.4. Patogenesis ………...

8

2.5. Gejala Klinis ……….

8

2.6. Perubahan Patologi Anatomi (PA).………...

9

2.7. Perubahan Histopatologi (HP) ………..

10

2.8. Diagnosis ………..

10

2.9. Pencegahan ………...

11

III METODE

PENELITIAN

12

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ………...

12

3.2. Materi Penelitian ………...

12

3.3. Metode Penelitian ……….

12


(23)

IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

17

4.1. Gejala Klinis ……….

17

4.2. Lesio Makroskopis ………...

21

4.3. Lesio Mikroskopis.………. ……….

32

4.3.1. Organ Paru-paru ...

32

4.3.2. Organ Jantung...

42

4.3.3. Organ Hati.. ...

48

4.3.4. Organ Ginjal.. ...

57

4.3.5. Organ Limpa ...

67

4.3.6. Organ Limfoglandula ………...

75

4.4. Pengamatan Khusus Struktur Histopatologi Buluh Darah ...

4.4.1. Buluh Darah Paru-paru, Jantung, Hati, Ginjal,

Limpa...

86

87

V

KESIMPULAN DAN SARAN

99


(24)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1

Tabel 2

Tabel 3

Tabel 4

Tabel 5

Nilai Skor Lesio Histopatologi Organ...

Nilai Skor Lesio Histopatologi Buluh Darah...

Data Babi Sampel dan Kontrol...

Perubahan Patologi Anatomi organ Babi...

Nilai skor lesio histopatologi pada organ paru-paru...

13

14

17

30

33

Tabel 6

Nilai skor lesio histopatologi organ Jantung ...

43

Tabel 7

Nilai Skor lesio histopatologi organ Hati ...

49

Tabel 8

Nilai Skor lesio histopatologi organ Ginjal ………

58

Tabel 9

Nilai Skor lesio histopatologi organ limpa ………...

75

Tabel 10

Tabel 11

Tabel 12

Tabel 13

Nilai Skor lesio histopatologi organ limfoglandula ………

Rangkuman lesio histopatologi organ jantung,

paru-paru, hati, ginjal, limpa dan limfoglandula ………...

Distribusi dan Skor Antigen

hog cholera

………...

Rangkuman skor lesio histopatologi buluh darah…………...

74

81

84

92


(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Peta Penyebaran Hog Cholera (HC) di Provinsi Papua ... 4 Gambar 2 Struktur virus Hog Cholera ... 5

Gambar 3 Struktur protein virus hog cholera dan fungsi ……….. 5

Gambar 4 Gejala Klinis; Babi lemah, kurang aktif dan depresi ... 18

Gambar 5 Gejala Klinis; Konjungtivitis ………... 18

Gambar 6 Gejala Klinis; Eritema pada kulit bagian ujung telinga………. …….. 19

Gambar 7 Gejala Klinis; Eritema siku-siku kaki ……….. 19

Gambar 8 Gejala Klinis; Kematian yang disertai dengan pembesaran skrotum… 20

Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11

Babi sehat (Kontrol)... Laringitis ... Laring babi Kontrol...

20 22 22 Gambar 12

Gambar 13

Pneumonia dan hemoragi………... Paru-paru babi kontrol………....………...

23 23 Gambar 14 Gambar 15 Gambar 16 Gambar 17 Hemoragi jantung... Jantung babi kontrol... Kongesti dan multifokus perihepatitis hati... Hati babi kontrol...

24 24 25 25 Gambar 18 Gambar 19

Hemoragi usus babi... Usus babi kontrol...

26 26 Gambar 20 Gambar 21 Gambar 22 Gambar 23

Multifokal ptekhi ginjal………. Ginjal babi kontrol……...……….. Kongesti pada limpa……….. Limpa babi kontrol………...

27 27 28 28 Gambar 24 a.

Gambar 24 b. Gambar 25

Hemoragi limfoglandula………... Hemoragi limfoglandula………... Limfoglandula babi kontrol……….………...

29 29 29 Gambar 26 a.

Gambar 26 b.

Eksudat dalam bronkhioli, infiltrasi sel radang limfositik

peribronkhiol……….. Penebalan interstisial………. 34 34 Gambar 27. Gambar 28.

Eksudat dalam bronkioli, infiltrasi sel radang

limfositik peribronkhial……… Deskuamasi epitel bronkioli, infiltrasi sel radang

limfositik peribronkhial……… 35 35 Gambar 29. Gambar 30a. Gambar 30b. Gambar 30c. Gambar 31 Gambar 32 Gambar 33 Bronkhiolitis... Kongesti, udema, hemoragi………... Udema dan pneumonia intersitialis………... Lesio hemoragi dan infiltrasi sel radang limfositik... Emfisema………... Bagian paru dengan lesio minimal………... Septum alveoli normal dari paru-paru babi kontrol .………...

36 36 37 37 38 38 39


(26)

Gambar 35 Kongesti kapiler dan edema diantara serabut otot jantung,

degenerasi berbutir dan atrofi otot jantung………... 44 Gambar 36 Multifokus miopatia otot jantung... 44 Gambar 37 Fokus fibrosis di daerah infark miokardium. ... 45

Gambar 38 Infiltrasi sel radang limfositik pada bagian epikardium. ……….. 45

Gambar 39 Hemoragi diantara serabut otot jantung... 46 Gambar 40 Anastomose antar serabut otot jantung babi kontrol... 46

Gambar 41 Distribusi antigen hog cholera organ jantung………... 48

Gambar 42 Infiltrasi sel radang pada septum interlobularis hati... 50

Gambar 43 Akumulasi sel radang limfositik daerah porta hati……… 50

Gambar 44 Sel radang dalam pembuluh darah sinusoid dan disekitar fokus

nekrosa hepatosit………... 51

Gambar 45 Akumulasi sel radang limfositik pada kapsula Glisson. Multifokus

degenerasi lemak hepatosit pada bagian tepi lobular hepatosit. ... ... 51 Gambar 46 a.

Gambar 46 b. Gambar 47 Gambar 48 Gambar 49 Gambar 50 Gambar 51

Multifokus degenerasi lemak hepatosit... Sebaran Fokus degenerasi lemak hepatosit………... Kronik kongesti sinusoid hati... Kronik kongesti sinusoid hati... Infiltrasi ringan sel radang pada sinusoid hati kontrol... ... Susunan lobularis hati babi kontrol ... Distribusi antigen hog cholera organ hati...

52 52 53 53 54 54 57 Gambar 52 a.

Gambar 52 b.

Kongesti pembuluh darah mesangial dan kapiler pembuluh darah intra tubuli; degenerasi dan nekrosa epitel tubuli... Fokus Hemoragi...

59 59

Gambar 53 Glomerulitis………. 60

Gambar 54 a. Endapan protein dalam lumen tubuli; degenerasi hidropis sel

epitel tubuli……… 60

Gambar 54 b. Degenerasi hidropis sel epitel tubulus………... 61

Gambar 55 Endapan protein dalam lumen tubuli……… 61

Gambar 56 Fokus nekrosa koagulasi dan akumulasi sel radang limfositik pada

jaringan interstisialis……… ……… 62

Gambar 57 Degenerasi hialin pada epitel tubuli, kongesti, infiltrasi sel

radang limfositik pada jaringan interstisialis. ……….. 62

Gambar 58 Endapan protein dalam lumen tubuli ginjal babi kontrol……… 63

Gambar 59.a Gambar 59.b Gambar 60

Distribusi antigen hog cholera organ ginjal……….. Distribusi antigen hog cholera organ ginjal………. Distribusi antigen hog cholera organ ginjal……….

65 66 66 Gambar 61 Kongesti limpa disertai deplesi folikel limfoid. …………...

68

Gambar 62 Splenitis dan peritonitis………...

69

Gambar 63 Fokus nekrosis………...

69

Gambar 64 Nekrosis sel limfoid pada pulpa putih ……….

70

Gambar 65 Infiltrasi makrofag Pulpa merah ……….

70

Gambar 66 Gambar 67.a Gambar 67.b

Deplesi folikel limfoid limpa babi kontrol. ………... Sel megakariosit………... Sel megakariosit………

71

73

73


(27)

Gambar 68. a Gambar 68. b

Distribusi antigen hog cholera organ limpa.……….

Distribusi antigen hog cholera organ limpa. ………..……….

74 74 Gambar 69.

Gambar 70.

Kongesti Korteks limfonodus……….. Udema sinus medularis………

76 77 Gambar 71. a. Proliferasi sel retikulo endothelial di bagian sinus medularis... 77 Gambar 71. b. Proliferasi sel retikulo endothelial di bagian sinus medularis. ... 78 Gambar 72. a. Bagian korteks limfoglandula babi kontrol ... 78 Gambar 72 b.

Gambar 73 Gambar 74. Gambar 75. Gambar 76. Gambar 77. Gambar 78. Gambar 79. Gambar 80. Gambar 81. Gambar 82. Gambar 83 Gambar 84

Bagian korteks limfoglandula babi kontrol ... Distribusi antigen hog cholera organ limfoglandula. ………... Tidak ditemukan antigen hog cholera di organ limfoglandula

Babi kontrol. ………...

Histogram Distribusi dan skor antigen

hog cholera

…………...

Hipertropi sel endotel, nekrosa tunika adventisia arteri pulmonaris…... Hipertropi sel endotel dan infiltrasi sel radang arteri ginjal…………... Deskuamasi tunika intima, nekrosa arteri paru-paru………... Hipertropi sel endotel buluh dan hialinisasi arteri hati... Hialinisasi tunika media dan vakuolisasi tunika media

arteri limpa... ... Deskuamasi sel endotel, dan rusaknya lamina interna arteri paru-paru... Deskuamasi sel endotel, akumulasi lemak di permukaan sel

arteri Jantung………... Trombus dilumen arteri limpa………... Stuktur tunika intima, tunika media dan tunika adventisia normal

buluh darah paru-paru babi kontrol………... 79 80 81 85 88 88 89 89 90 90 91 91 92


(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Pembuatan sediaan histopatologi dengan pewarnaan

Hematoxyllin-Eosin

Hasil Pengujian Lab BBV Maros

Uji

U Mann- Whitney

skor histopatologi organ Babi


(29)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu kebijakan pemerintah dalam pembangunan subsektor peternakan di Indonesia adalah upaya untuk mencukupi kebutuhan akan protein hewani. Salah satu sumber pemenuhan protein hewani ini dapat berasal dari ternak babi.

Ternak babi di Provinsi Papua merupakan salah satu komoditas unggulan dan mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi. Bagi masyarakat Papua ternak babi sangat penting artinya dalam keterkaitannya dengan adat istiadat atau dapat di katakan bahwa ternak babi sudah di pelihara sejak turun temurun. Selain itu, jumlah babi yang di miliki biasanya dijadikan sebagai ukuran kekayaan seseorang (status sosial). Semakin banyak babi yang di miliki, berarti semakin tinggi pula status sosialnya. Karena itu, tidaklah mengherankan sekalipun penduduk setempat memiliki pekerjaan utama yang beragam (pegawai negeri, swasta atau buruh) namun mereka tetap memiliki ternak babi sebagai tambahan sumber pendapatan dan alternatif guna meningkatkan taraf hidup keluarga (Pattiselanno 2005).

Salah satu daerah sumber penghasil ternak babi di Provinsi Papua adalah Kabupaten Jayapura. Jenis babi yang banyak di pelihara oleh penduduk setempat di kabupaten ini adalah jenis babi lokal (Sus scrofa domesticus) yang di pelihara masih secara sederhana atau tradisional, contohnya seperti di beri makan limbah dapur dan ubi-ubian, di kandangkan tetapi kadang-kadang di lepas dengan sistem perkandangan tradisional, sistem pemeliharaannya hanya semata-mata di tujukan kepada kepentingan adat istiadat dan kurang memperhatikan aspek ekonomis (Anonimous 1996).

Populasi ternak babi di Provinsi Papua pada tahun 2006 di perkirakan mengalami penurunan yang cukup besar yaitu sekitar 17.609 (tujuh belas ribu enam ratus sembilan) ekor jika di bandingkan dengan data populasi ternak babi pada tahun 2004, penurunan populasi babi juga terjadi di Kabupaten Jayapura (Anonimous 2006). Penurunan populasi ini sebagian besar di sebabkan oleh adanya wabah penyakit hog cholera yang terjadi mulai bulan Juni tahun 2004 hingga saat ini.

Berdasarkan permasalahan di atas terutama penyakit hog cholera yang terjadi di Propinsi Papua khususnya Kabupaten Jayapura maka perlu di lakukan suatu penelitian atau kajian patologi hog cholera dengan tinjauan khusus mengenai buluh darah.


(30)

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman komprehensif tentang perubahan–perubahan organ babi yang terkena penyakit hog cholera. Penelitian ini di harapkan dapat menjawab pertanyaan mendasar berikut: (1). Bagaimana perubahan patologi organ babi yang terinfeksi hog cholera, apakah perubahan ini sama dengan perubahan yang di temukan pada kasus-kasus terdahulu di luar Papua. (2). Bagaimana gambaran patologi organ babi khususnya perubahan pada buluh darah.

1.3 Hipotesa

Infeksi virus hog cholera menyebabkan perubahan yang khas pada organ-organ dan buluh darah babi.

1.4 Manfaat

Hasil penelitian ini di harapkan dapat melengkapi informasi mengenai penyakit

hog cholera untuk penelitian selanjutnya dan dapat digunakan sebagai acuan bagi petugas lapangan dalam pengambilan keputusan untuk penanganan penyakit.


(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hog Cholera

Hog cholera (HC) memiliki berbagai sinonim yaitu Classical Swine Fever

(CSF), Peste du Pork, Cholera Porcine dan Virus Schweine Pest, merupakan penyakit viral menular yang di sebabkan oleh virus hog cholera, yang termasuk dalam Genus

Pestivirus dan Famili Flaviviridae. Hanya terdapat satu serotipe virus hog cholera

namun gejala yang di timbulkannya sangat bervariasi tergantung dari strain yang menginfeksi (Geering et al. 1995). Virus ini secara antigenik berkerabat dengan Bovine Viral Diarrhea Virus (BVDV), yang menyebabkan timbulnya penyakit BVD pada sapi serta Border Disease Virus (BDV) pada domba (Edwards et al. 1991).

Hog cholera dapat di temukan di berbagai bagian dunia seperti di negara-negara Afrika Timur, Afrika Tengah, Cina, Asia Timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, Mexico dan Amerika Selatan (Edward et al. 2000). Wabah hog cholera terjadi di Prancis pada tahun 1822 sedangkan di Jerman terjadi pada tahun 1833 kemudian penyakit ini menyebar ke Inggris dan Eropa tahun 1862 (Carbery et al. 1984). Kasus hog cholera di kota Luxembourg terjadi pada bulan Oktober 2001 hingga Maret 2002. Penyakit ini tidak di temukan lagi di Prancis sejak 1972, di Australia sejak 1962 dan di New Zealand sejak tahun 1953 (Geering et al. 1995). Penyakit hog cholera pertama kali masuk ke Papua di Kabupaten Timika pada tanggal 25 Juni 2004 menyebabkan kematian ternak babi lokal sebanyak 9.000 ekor, yang kemudian berturut-turut menyebar ke Kabupaten / Kota Sorong pada tanggal 26 Agustus 2005 dengan jumlah kematian babi di perkirakan sebanyak 3.000 ekor, selanjutnya Kabupaten / Kota Jayapura terjadi pada 23 Januari 2006 dengan kematian babi sebanyak 9.500 ekor, Kabupaten Puncak Jaya pada 14 April 2006 dan Kabupaten Jayawijaya pada 5 Mei 2006 dengan jumlah kematian ternak babi di perkirakan di atas 2.000 ekor (Anonimous 2006). Peta penyebaran penyakit hog cholera di Provinsi Papua dapat di lihat pada gambar 1.


(32)

2.2 Penyebab.

Hog cholera di sebabkan oleh virus yang berbentuk bundar, berdiameter 40-50 nm, dengan nukleokapsid kira-kira berukuran 29 nm. Virus hog cholera merupakan suatu virus RNA beramplop dengan inti isometrik yang di kelilingi oleh membran. Nilai koefisien sedimentasinya adalah berkisar 140-180S (Horzinek 1981). Virion terdiri dari RNA utas tunggal berpolaritas positif dengan ukuran panjang 12.3 kb. Struktur virus Hog Cholera dapat di lihat pada gambar 2.

TIMIKA, 25 JUN 2004

Sorong, 25/8/2005

Jayapura, 23/1/2006

Puncak Jaya, 4/4/2006

Jayawijaya, 5/5/2006 01 02 03 17 16 11 10 19 13 14 15 K

KEETT:: 0

011..MMeerraauukkee

0

022..JJaayyaawwiijjaayyaa

0

033..JJaayyaappuurraa 1

100..PPaanniiaaii 1

111..PPuunnccaakkJJaayyaa 1

133..BBoovveennDDiiggooeell 1

144..MMaappppii

1

155..AAssmmaatt

1

166..YYaahhuukkiimmoo 1

177..PPeegg..BBiinnttaanngg 1

188..TToolliikkaarraa 1

199..SSaarrmmii

18

Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Papua

Gambar 1. Peta Penyebaran Hog Cholera (HC) di Provinsi Papua. Panah kuning menunjukan awal perpindahan penyakit HC dari kabupaten Timika ke kabupaten Jayapura. Panah merah menunjukkan alur penyebaran penyakit HC ke kabupaten lain. Daratan dengan warna merah merupakan daerah tempat tejadinya wabah HC, sedangkan daratan dengan warna krem merupakan daerah yang belum tertular HC.


(33)

Gambar 2. Struktur Virus Hog Cholera. Virus Hog Cholera merupakan virus RNA utas tunggal beramplop dengan inti isometrik yang di kelilingi oleh membran. Virus berbentuk bundar, dengan protein nukleokapsid berukuran 29 nm. (Sumber : Journal of virological methods. www.igentaconnect.com/..00000001/art 00162)

Protein E1(gp33) terdapat di dalam envelop atau selubung virus sebagai suatu bentuk heterodimer E1-E2 dan E2 (gp55) yaitu protein yang menyebabkan virus hog cholera bersifat sangat immunogenik. Sementara itu protein p7 di duga tidak berperan di dalam virion dan akan tetap tinggal sebagai bagian dari terminal C pada “Open reading frame” yang berfungsi untuk mengkode protein jenis non struktural (Edwards

et al. 1991). Suatu penanda di gunakan untuk menandai variasi antigen pada masing-masing strain virus hog cholera (Edwards dan Sands 1990), marker ini pun di perkirakan terletak di setengah bagian N terminal pada E2 dan pada E1. Struktur protein virus hog cholera dan fungsi dapat di lihat pada gambar 3.

5’ Structural Proteins

Non-Structural Proteins 3'

Npro C Erns E1 E2 NS2 NS3 NS4A NS4B NS5A NS5B

Gambar 3. Struktur Protein Dan Fungsi Virus Hog Cholera. Protein Struktural C, berfungsi sebagai kapsid internal Protein. Erns, memiliki aktivitas instrinsik RNase, E1-E2, berfungsi sebagai glikoprotein transmembran, E2 merupakan glokoprotein mayor yang sangat penting, sebab E2 merupakan target dari virus netralisasi antibodi,

Protein Non Struktural berfungsi membantu di dalam replikasi virus, NS5A dan

NS5B, keduanya bertanggung jawab di dalam replikasi RNA virus. (Sumber : Parchariyanon et al.2000. Journal of virological methods. www.igentaconnect.com/..00000001/art 00162)


(34)

Vilcek et al. (1996) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa isolat lapangan dengan virulensi yang rendah, memperlihatkan hasil pembacaan yang lebih jelas mengarah pada terbacanya atau terdeteksinya antibodi terhadap BVDV daripada antibodi terhadap virus hog cholera. Meskipun secara genetik dan antigenik virus hog cholera sangat berbeda dengan Virus BVD, namun seringkali memperlihatkan adanya kesamaan dengan penyakit yang di akibatkan oleh pestvirus lainnya. Faktor penting yang dapat membedakan antara virus hog cholera dan virus BVD adalah terletak pada protein E2. Jika antibodi monoklonal (mAb) terhadap virus hog cholera di reaksikan langsung dengan protein E2 maka akan nampak jelas perbedaannya (Edwards et al.

1991). Antigen bersama di antara pestivirus sebagian besar terletak di protein non struktural NS2.3 yang merupakan suatu homolog protein yang terdiri dari 70% asam amino. Diperkirakan 70% asam amino pada virus hog cholera dan virus BVD adalah bersifat homolog. Hasil penelitian yang di lakukan dengan menggunakan antibodi monoklonal (mAb) guna mempelajari keanekaragaman strain virus, di ketahui bahwa berdasarkan pilogeniknya virus hog cholera di kelompokan menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok I (Strain Brescia) mencakup strain virus hog cholera yang berasal dari Benua Asia dan Amerika dan kelompok II mencakup strain virus hog cholera yang berasal dari Benua Eropa dan Negara Jepang (Vilcek et al. 1996).

Strain dengan virulensi yang tinggi menginduksi terjadinya suatu bentuk infeksi yang bersifat akut, dengan tingkat kematian yang tinggi sementara pada strain dengan tingkat virulensi yang sedang atau menengah dapat mengakibatkan suatu bentuk infeksi yang sub akut dan kronis. Infeksi post natal babi oleh virus hog cholera dengan virulensi yang rendah akan menghasilkan penyakit dengan gejala yang ringan atau infeksi yang bersifat subklinis. Namun demikian suatu strain virus dengan virulensi yang rendah juga dapat menyebabkan kematian pada fetus babi dan anak-anak babi yang baru di lahirkan. Faktor-faktor penting yang berperan di dalam suatu infeksi virus

hog cholera antara lain : umur, status gizi dan kompetensi tanggap kebal (Vilcek et al. 1996). Virus hog cholera melakukan replikasi dalam sitoplasma tanpa menyebabkan efek sitopatik. Virus pertama hasil replikasi keluar dari sel pada 5-6 jam setelah sel terinfeksi. Dalam satu siklus perkembangbiakan virus, titer virus akan meningkat berbanding lurus dengan waktu hingga 15 jam pasca infeksi dan kemudian titer virus bertahan tetap tinggi hingga beberapa hari. Dalam kultur sel, hog cholera virus menyebar ke sel lain melalui: cairan medium kultur, jembatan antar sel dan pada sel yang membelah. Virus hog cholera dapat bertahan hidup dengan baik dalam kultur sel.


(35)

Di dalam sel, perkembangan tahap akhir replikasi virus terjadi pada bagian membran sitoplasma sebelah dalam, sehingga keberadaan antigen hog cholera tidak bisa terdeteksi dari bagian luar sel (Van Oirschot et al. 1999).

2.3 Epidemiologi

Daerah wabah hog cholera di Indonesia yang telah ditetapkan berdasarkan SK. Mentan No. 888/ Kpts/TN. 560/9/97 adalah Provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (Anonimous 1998). Secara sporadik penyakit ini masih ditemukan di peternakan babi di Kalimatan Barat ( Sulaxono et al.

2003). Kasus hog cholera yang terjadi di Timor- Timur tahun 1998 menyerang semua jenis babi, yaitu babi Landrace, persilangan dan babi lokal serta menyerang semua kelompok umur. Namun kasus paling banyak terjadi pada babi lokal dari kelompok umur kurang dari 2 bulan (Ketut et al.1998).

Spesies babi adalah satu-satunya spesies yang rentan terhadap virus hog cholera

(HCV), babi yang sakit akan berperan sebagai sumber penularan penyakit ini. Penularan alami terjadi melalui kontak langsung sesama babi. Virus di sebarkan melalui cairan mulut, hidung, mata, urin dan tinja. Babi yang sembuh akan tetapi belum membentuk antibodi protektif yang cukup, masih dapat menjadi sumber penyakit bagi hewan lain (Edwards et al. 1991). Pada penyakit yang berjalan akut, virus virulen disebarkan oleh penderita selama 10-20 hari.

Infeksi virus in-utero atau kongenital pada induk yang bunting dan tertular, menyebabkan embrio atau janin yang di lahirkan mati, lemah, atau cacat. Anak babi yang di lahirkan dalam keadaan sehat akan bertindak sebagai sumber penularan selama berbulan-bulan (carrier). Penularan secara mekanis juga dapat terjadi melalui petugas, alat angkut atau alat-alat lain yang tercemar (Edwards et al. 1991). Pengaruh pH dan suhu terhadap stabilitas strain virus hog cholera sangat bervariasi. Pada sel kultur yang berbentuk cairan kemampuan infeksi virus akan hilang jika di tempatkan pada suhu 60°C setelah 10 menit, pada medium darah yang berfibrin aktifitas virus akan hilang jika di tempatkan pada suhu 68°C setelah 30 menit. Infektifitas virus akan tetap stabil pada pH 5-10, di atas atau dibawah pH tersebut infektivitas virus akan segera hilang atau sangat menurun. Tingkat inaktivasi virus jika berada pada pH dibawah 5, umumnya akan di pengaruhi oleh temperatur. Sebagian virus masih dapat hidup selama 260 jam jika ditempatkan pada pH 4 yang bersuhu 4°C, sementara sebagian virus masih


(36)

dapat hidup selama 11 jam jika di tempatkan pada pH 4 yang bersuhu 21°C (Carbery et al. 1984). Inaktivasi virus dapat berlangsung cepat jika virus di tempatkan pada pelarut lemak seperti; ether, chloroform, deoxycholate, 2% Sodium hydroxide. Virus hog cholera tahan berada dalam daging segar, dan produk daging lainnya dalam bentuk infektif untuk jangka waktu 8 bulan hingga 4 tahun, dengan demikian daging atau produk daging lainnya dapat di gunakan virus sebagai salah satu media dalam penyebarannya (Liess et al. 1992).

2.4 Patogenesis

Infeksi alami umumnya terjadi melalui rute oro-nasal. Virus masuk ke dalam tubuh dapat melalui konjungtiva, mukosa alat genital, atau melalui kulit yang terluka. Dengan afinitas yang tinggi dari virus hog cholera (HC) terhadap sel-sel sistem retikuloendotelial, virus HC akan menginfeksi sel-sel endotel sistem vaskuler (kapiler, vena maupun arteri dan pembuluh limfe) hingga mengalami degenerasi hidropis serta nekrotik (Van Oirschot et al. 1999). Virus yang melakukan replikasi di dalam tonsil, segera meluas ke jaringan limforetikuler di sekitarnya. Dengan perantaraan cairan limfe virus menyebar ke kelenjar limfe. Di dalam kelenjar limfe virus memperbanyak diri dan selanjutnya dengan perantara buluh darah virus terbawa ke perifer untuk kemudian ke jaringan limfoid limpa, sumsum tulang, dan kelenjar limfe viseral. Perkembangan virus yang cepat juga terjadi di dalam sel leukosit, hingga timbul viremia. Pada penyakit yang berjalan akut sering terjadi pendarahan yang di sebabkan gangguan sirkulasi yang akut oleh proses degenerasi sel-sel endotel pembuluh darah dan reaksi imunologis (Vilcek et al. 1996).

2.5 Gejala klinis

Hewan yang terinfeksi virus hog cholera memperlihatkan gejala klinis antara lain: lesu, tidak aktif, malas bergerak dan gemetar. Nafsu makan menurun hingga hilang, suhu tubuh meningkat sampai 41-42°C selama 6 hari. Pada saat viremia, jumlah leukosit turun dari 9000 menjadi 3000/ml dalam darah hewan (leukopenia). Hewan penderita mengalami konjungtivitis, dengan air mata berlebihan. Eksudat bersifat mukous atau muko purulen, nampak di kelopak mata dan menyebabkan kelopak mata lengket (Vilcek et al. 1996). Konstipasi di sertai dengan radang saluran gastrointestinal menyebabkan diare encer, berwarna kekuningan. Rasa dingin mendorong babi-babi berkumpul (piled-up) di sudut kandang. Sebelum babi mati pada kulit daerah perut,


(37)

muka, telinga, dan bagian dalam dari kaki terlihat eritema (Van Oirschot et al. 1999). Pada penyakit yang berjalan akut kematian babi biasanya memakan waktu 10-20 hari. Sedangkan penyakit yang berjalan subakut proses kematian berlangsung selama 1 bulan.

Gomez Villamandos et al. (2001) membedakan manifestasi klinis HC kronik kedalam 3 fase, yaitu 1). fase l atau akut di tandai dengan gejala anoreksia, depresi, suhu badan meningkat dan leukopenia, fase ini berlangsung dalam beberapa minggu. 2). fase 2, atau kronik, di tandai dengan membaiknya kondisi, nafsu makan, suhu tubuh normal atau sedikit meningkat dan leukopenia, dan 3). fase 3, hewan kembali tampak menderita, anoreksia, depresi, suhu meningkat, dan akhirnya mati. Kasus hog cholera

yang berjalan secara perakut kronik dapat bertahan sampai lebih kurang 3 bulan.

Infeksi virus hog cholera yang terjadi pada masa kebuntingan, di kenal sebagai

late-onset HC, kematian dapat terjadi di antara bulan ke-2 sampai dengan bulan ke-11. Gejala klinis pada kolera late-onset ini meliputi depresi dan anoreksia yang terjadi secara lambat, suhu tubuh normal, konjungtivitis, dermatitis dan gangguan saat berjalan (Liess et al. 1992).

2.6 Perubahan patologi anatomi (PA)

Kasus hog cholera yang berjalan secara perakut sering tidak di temukan adanya lesio, sedangkan yang berjalan secara akut dan subakut, di temukan gambaran sepsis berupa perdarahan multifokus. Hal tersebut terkait dengan kerusakan buluh darah (Edwards et al. 2000). Reaksi radang yang bersifat katar, fibrinous dan hemoragi dapat di temukan pada berbagai organ pencernaan, pernafasan dan saluran urogenital. Lesio yang terlihat pada kelenjar limfe adalah bengkak, udema, hemoragi dan berwarna merah kehitaman (Gomez Villamandos et al. 2001). Organ ginjal terutama pada korteks, jantung, mukosa usus dan kulit mengalami perdarahan titik ptekhi sampai ekhimosa (Van Oirschot et al.1990).

Perubahan patologi berupa infark pada limpa bersifat khas (patognomonik) pada kasus hog cholera (Gering et al. 1995). Infark juga di temukan pada berbagai organ, antara lain kantong kemih dan tonsil. Infark yang meluas di buluh darah submukosa usus besar, sekum, dan kolon, memicu terbentuknya lesi yang berbentuk seperti kancing baju, bundar, menonjol di kenal sebagai "button ulcer". Lesio button ulcer

pada usus besar tersebut memiliki arti diagnostikyang sangat penting dalam diagnosa babi penderita HC. Pada kasus hog cholera akut dan subakut paru-paru mengalami


(38)

infark dan perdarahan, yang selanjutnya terbentuk proses radang paru-paru dan pleura. Jantung terlihat pucat di sertai kongesti miokard.

2.7 Perubahan Histopatologi (HP)

Kasus hog cholera yang terjadi di Kalimantan Barat memperlihatkan adanya variasi perubahan histopatologi seperti nekrosis akut tubuli ginjal, enteritis ringan, kongesti pada hati, bronkhopneumonia sub akut, hemoragi pada korteks limfoglandula dan nekrosis pada pusat folikel limfoid limpa (Sulaxono et al. 2003). Pada infeksi bentuk persisten virus hog cholera menginduksi terjadinya hipoplasia korteks adrenal yang di tandai dengan peningkatan luas zona fasciculata dan zona glomerulosa

sementara zona reticulata mengalami atrofi (Van Oirschot et al. 1999). Infeksi buatan virus hog cholera isolat Quillota yang di lakukan oleh Quezada et al. (2000), menunjukkan lesio antara lain: hemoragi alveolar, deskuamasi sel epitel bronkhi dan bronkhioli, leukosit terlihat di sekitar area deskuamasi dan adanya peningkatan jumlah sel-sel mononuklear terutama makrofag di lumen buluh darah. Lesio histopatologi jantung pada kasus hog cholera timbul sebagai akibat adanya infeksi sekunder dari bakteri, lesio yang terjdi antara lain: kongesti miokardium, hemoragi perikardium dan endokardium (Van Oirschot et al. 1999). Penelitian yang dilakukan oleh Ruiz-Villamor

et al. (2001) menggunakan virus hog cholera isolat Quillota membuktikan bahwa akibat infeksi virus hog cholera menyebabkan timbulnya lesio glomerulitis.

2.8 Diagnosis

Diagnosis hog cholera di lapangan dapat di tentukan berdasarkan anamnesa, gambaran klinis, dan pemeriksaan pasca mati. Carbery et al. (1984) menyatakan bahwa pada pemeriksaan pasca mati perlu di perhatikan adanya gambaran terutama perdarahan kelenjar limfe, ginjal dan infark limpa yang (patognomonik) serta adanya button ulcer

di berbagai bagian usus besar. Sebagai diagnosis banding perlu di perhatikan African swine fever (ASF), salmonellosis septik, pasteurellosis (septisemia epizootika, SE), streptokokosis dan erisipelas. Pemeriksaan laboratorium yang perlu di lakukan meliputi deteksi antigen virus, isolasi virus. Antigen virus salah satunya dapat di ketahui dengan teknik antibodi fluoresent metode langsung (direct FAT) (Sasahara 1970).


(39)

2.9 Pencegahan

Negara yang bebas hog cholera tidak boleh mengimpor babi, daging babi dan bahan berasal dari babi, yang berasal dari negara atau daerah tertular hog cholera. Negara yang mengalami enzootik hog cholera harus melaksanakan program vaksinasi dan stamping out. Bila kasus hog cholera sudah menurun cukup di lakukan stamping out (Carbery et al. 1984). Program vaksinasi masal secara rutin telah di lakukan di perusahaan peternakan babi dan peternakan babi rakyat. Vaksin yang di gunakan berupa vaksin galur C (China), atau vaksin galur Japanese GPE dan French Triverval. Vaksin-vaksin tersebut terutama vaksin galur C, memacu kekebalan sejak 1 minggu pasca vaksinasi dan berlangsung selama 2-3 tahun. Program pencegahan

Sejak masuknya penyakit hog cholera ke Papua yang di mulai dari Kabupaten Timika pada tahun 2004, dan kemudian menyebar ke berbagai kabupaten lainnya, telah di lakukan langkah penanganan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Papua melalui Dinas Peternakan Provinsi maupun Kabupaten. Tindakan yang di lakukan mengacu pada Pedoman Teknis Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit Classical Swine Fever

(Hog Cholera) Tahun 1988 yang di keluarkan oleh Direktorat Kesehatan Hewan Jakarta. Tindakan tersebut meliputi: a). Menutup wilayah tertular dengan surat keputusan Bupati. b). Mengisolasi ternak yang sakit. c). Memusnahkan ternak mati. d). Melakukan vaksinasi dengan vaksin hog cholera e). Public awareness (penyuluhan kepada masyarakat). Namun tindakan-tindakan di atas belum sepenuhnya dapat mengatasi laju peningkatan angka morbiditas maupun mortalitas ternak babi.

Beberapa usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah untuk mencegah penularan penyakit pada babi terkait dengan penyakit hog cholera antara lain : 1). Meningkatkan biosecurity kandang dan pengawasan lalu lintas. 2). Pencegahan penyebaran penyakit dapat dilakukan dengan vaksinasi. 3). Meningkatkan kebersihan kandang dan kualitas pakan. 4). Penggunaan antibiotik yang tidak terkontrol dapat menyebabkan beberapa jenis bakteri menjadi resisten, sehingga perlu di konsultasikan dengan dokter hewan setempat (Cicilia et al.2006).


(40)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini terdiri dari penelitian pendahuluan dan lanjutan. Penelitian pendahuluan di lakukan pada bulan Agustus 2006. Penelitian lanjutan di lakukan mulai bulan Februari 2007 sampai September 2007 bertempat di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Tempat pengambilan sampel meliputi Distrik Sentani Timur, Sentani Barat, Distrik Sentani Tengah dan Distrik Abepura.

3.2 Materi Penelitian

Sampel organ yang di gunakan dalam penelitian ini berasal dari 10 ekor babi sakit dan moribun, dengan kisaran umur babi antara 2 bulan hingga 2 tahun. Sampel babi berjenis kelamin jantan dan betina, merupakan babi jenis lokal dan persilangan. Sampel organ babi yang diambil berupa: 1). Paru-paru ; 2). Jantung ; 3). Hati ; 4). Ginjal ; 5). Limpa ; 6). Limfoglandula. Sebagai kontrol di gunakan sampel organ dari 3 ekor babi sehat yang tidak di vaksinasi. Babi kontrol diperoleh dari rumah potong hewan yang tidak sepenuhnya bebas penyakit karena merupakan babi lapangan namun dengan pewarnaan imunohistokimia diperoleh hasil yang negatif terhadap virus hog cholera. Sampel di koleksi dengan cara bekerjasama dengan Laboratorium Tipe B, Dinas Peternakan Provinsi Papua. Sampel serum di kirim ke BBV Maros untuk identifikasi virus.

3.3 Metode Penelitian

Babi sakit maupun yang di duga sakit hog cholera di amati gejala klinisnya. Selanjutnya babi moribun di eksanguinasi dan di nekropsi menurut prosedur standar, saat nekropsi semua kelainan di amati, di catat dan di dokumentasikan dalam bentuk foto patologi anatomi. Sampel organ di proses menjadi preparat histopatologi dan di amati. Metode pengamatan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan skoring lesio pada temuan perubahan histopatologi. Skor lesio di tentukan berdasarkan sebaran lesio (fokus, multifokus, difus). Hasil skoring di gunakan sebagai pendukung dalam menentukan derajat keparahan organ dan status penyakit (akut atau kronis). Skoring perubahan histopatologi organ di lakukan dengan memberi skor di 10 lapangan pandang, menggunakan pembesaran 40 kali. Penentuan nilai skor yang di amati dapat di lihat pada tabel 1 di bawah ini.


(41)

Tabel 1. Nilai Skor Lesio Histopatologi Organ

NO ORGAN

SKOR

0 1 2 3

1 PARU-PARU Tidak ada perubahan Infiltrasi limfositik ringan di peribronkhial Kongesti, udema, hemoragi, penebalan jaringan interstisial oleh sel radang limfositik, hiperplasia,

deskuamasi epitel bronkhioli dan emfisema

Penebalan jaringan interstisial oleh sel radang limfositik, eksudat sel radang polimorf dalam lumen dan emfisema

2 JANTUNG Tidak ada perubahan

Dilatasi buluh darah, infiltrasi ringan sel radang limfositik pada epikardium

Kongesti kapiler, udema di antara serabut otot jantung, infiltarsi dan akumulasi sel radang pada epikardium

Degenerasi berbutir, atrofi, miopatia otot jantung, infiltrasi, akumulasi sel radang yang semakin banyak.

3 HATI Tidak ada perubahan

Infiltrasi ringan sel radang di sinusoid hati

Infiltrasi ringan sel radang limfosit dan makrofag di septum

interlobularis, daerah porta, buluh darah sinusoid

Akumulasi sel radang limfositik di kapsula Glisson dan udema ruang Disse, degenerasi lemak hepatosit

4 GINJAL Tidak ada perubahan

Kongesti, udema, hemoragi buluh darah mesangial dan kapiler buluh darah inter tubuli, infiltrasi sel radang di interstisium

Deposit protein dalam lumen tubuli

Hiperplasia sel endotel anyaman mesangial glomerulus di sertai deposit protein di lumen tubuli dan ruang Bowman, degenerasi hidropis epitel tubulus

5 LIMPA Tidak ada perubahan

Dilatasi buluh darah, infiltrasi ringan sel radang di daerah sub kapsular dan superfisial kapsula, deplesi folikel limfoid Kongesti dan hemoragi pulpa merah, infiltrasi sel radang makrofag, limfosit di subkapsular dan superfisial kapsula, deplesi folikel limfoid

Deplesi folikel limfoid pulpa putih dan fokus nekrosis

6 LIMFO- GLANDULA Tidak ada perubahan Dilatasi buluh darah Kongesti dan udema korteks limfonodus,

infiltrasi sel radang

di sinus subkapsularis

Kongesti dan udema korteks limfonodus, deplesi folikel limfoid dan proliferasi sel retikulo

endotelial di sinus medularis


(42)

Evaluasi imunohistokimia terhadap antigen virus hog cholera di lakukan dengan memberi skor berdasarkan jumlah sel positif per lapangan pandang yang di lakukan dengan menghitung jumlah sel positif pada perbesaran 40 kali di 10 lapangan pandang. Sebagai gambaran skor (+) berarti terdapat 0-50 sel positif, skor (++) berarti terdapat 50-100 sel positif, skor (+++) berarti terdapat lebih dari 100 sel positif

Skoring perubahan histopatologi buluh darah arteri organ paru-paru, jantung, hati, ginjal dan limpa di lakukan dengan memberi skor di 10 lapangan pandang, menggunakan pembesaran 40 kali. Penentuan skor untuk semua buluh darah di lakukan dengan cara yang sama. Nilai skor yang di amati dapat di lihat pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Nilai Skor Lesio Histopatologi Buluh Darah

Skor Deskripsi

0 Tidak ada perubahan

1 Terjadi hipertrofi endotel

2 Terjadi deskuamasi endotel, perubahan degenerasi vakuolar tunika media dan adventisia

3 Terjadi hialinisasi tunika media, perubahan

degenerasi vakuolar dan nekrosa pada tunika media dan adventisia, trombus, vaskulitis.

Analisis data lesio histopatologi organ dan lesio buluh darah arteri menggunakan metode statistik non parametrik U Man-Whitney (Aviva et al. 2006) untuk membedakan 2 sampel independen antara babi sakit dan babi sehat sebagai kontrol sedangkan data distribusi antigen di olah secara deskriptif dan di buat dalam histogram.

3.3.1 Pembuatan Sediaan Histologi

Seluruh organ yang di sampling di fiksasi di dalam buffer netral formalin (BNF) 10%, minimal selama 48 jam. Selanjutnya sampel di proses untuk membuat sedíaan histopatologi, melalui tahapan dehidrasi di dalam larutan alkohol konsentrasi bertingkat (70% hingga 100%), clearing di dalam larutan xilol dengan ulangan


(43)

sebanyak tiga kali. Proses berikutnya adalah infiltrasi parafin cair ke dalam jaringan. Proses pembuatan di lakukan dengan alat automatic tissue processor (Sakura)™.

Pembuatan blok jaringan di lakukan dalam parafin pada tissue embedding console

(Sakura)™. Blok jaringan di iris menggunakan mikrotom dengan ketebalan 3-5 µm. Hasil sayatan di lekatkan diatas gelas objek dan di inkubasi dalam inkubator dengan suhu 37oC selama 1 malam dan siap di warnai. Untuk pewarnaan imunohistokimia (IHK), gelas objek terlebih dahulu di lapisi dengan gelatin 6 %.

3.3.2. Pewarnaan Hematoxyllin-Eosin, Masson Trichrome, Verhoeff Van Giesson

dan Imunohistokimia

Pewarnaan Hematoxyllin Eosin (HE) di lakukan untuk mengamati perubahan jaringan secara umum, Masson Trichrome (MT) dan Verhoeff Van Giesson (VVG) di gunakan untuk mengamati perubahan struktur buluh darah. Hasil pewarnaan diinterpretasikan sebagai berikut: warna merah kekuningan atau kecoklatan pada

Masson Trichrome (MT) menunjukkan struktur kolagen, sedangkan warna biru menunjukan struktur serabut elastik. Warna biru hitam pada Verhoeff Van Giesson

(VVG) menunjukkan serabut elastik. Pewarnaan imunohistokimia di lakukan untuk mengetahui distribusi antigen hog cholera pada organ-organ sampel.

Sebelum pewarnaan, sayatan jaringan pada objek gelas di lakukan deparafinisasi dan rehidrasi (lampiran 1). Selanjutnya di warnai dengan HE metode

Humason (1972) yang di modifikasi, Verhoeff Van Giesson dan Masson Trichrome

modifikasi Goldner (Kiernan 1990). Pewarnaan imunohistokimia di lakukan berdasarkan metoda Avidin Biotin Complex (ABC method) (Hsu et al. 1981). Sebelum di lakukan proses pewarnaan, terlebih dahulu di lakukan proses preinkubasi terhadap jaringan, yang meliputi blocking endogenous peroxidase dengan larutan 0,3% H2O2

dalam metanol selama 30 menit untuk memblokir aktivitas peroksida endogen dan

blocking background dengan 10% normal goat serum selama 30 menit (Vector Laboratories, Inc). Untuk un masking antigen di lakukan dengan cara pemanasan menggunakan microwave 100oC selama 5 menit. Selanjutnya di inkubasi menggunakan antibodi primer yaitu anti-HCV antibody monoclonal (WA303, Central Veterinary Laboratory, New Haw, Addlestone, UK) dengan pengenceran 1:500, diinkubasi di dalam refrigerator selama 24 jam. Antibodi sekunder, di gunakan Histofine code 424021 (Nichirei Corp.) selama 30 menit dalam inkubator 37oC. Sebagai marker di gunakan campuran 10 μl avidin dan 10 μl biotin (Vector Laboratories, Inc.) dalam 1 ml


(44)

PBS dan di inkubasi dalam inkubator dengan suhu 37oC selama 30 menit. Untuk visualisasi hasil pewarnaan, jaringan di inkubasi dengan larutan 0.03%

3.3-diaminobenzidine tetrahydrochloride (DAB) selama 5-10 menit. Pada setiap langkah di atas, jaringan di bilas menggunakan larutan Phosphat buffer saline (PBS). Untuk pewarnaan latar belakang di gunakan pewarna Mayer Hematoxyllin selama 30 detik. Selanjutnya sampel di dehidrasi dan clearing, kemudian di tutup dengan gelas penutup menggunakan bahan perekat entelan.


(45)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gejala Klinis

Gejala klinis yang di temukan di lapangan dari 10 ekor babi yang terserang penyakit hog cholera menunjukkan gejala: lemah atau kurang aktif, depresi (gambar 4), bergerombol di pojok kandang, diare kekuningan atau kecoklatan dan berbau. Umumnya babi mengalami konjungtivitis (gambar 5), muntah, demam dengan suhu badan mencapai 42°C, eritema pada ujung telinga (gambar 6), leher bagian bawah, abdomen dan siku-siku kaki (gambar 7). Kematian yang di sertai dengan pembesaran skrotum (gambar 8). Babi kontrol yang digunakan merupakan babi sehat tanpa di vaksinasi, tidak menunjukkan gejala klinis sakit (gambar 9). Data babi sampel dan kontrol yang di gunakan dalam penelitian dapat di lihat pada tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Data Babi Sampel dan Kontrol Babi Sampel

Nomor

Umur Jenis

Kelamin

Ras Lamanya Sakit

1. 2 bulan Jantan Sus scrofa domesticus 5 hari

2. 2 bulan Jantan Sus scrofa domesticus 7 hari

3. 4 bulan Jantan Sus scrofa domesticus 11 hari

4. 24 bulan Jantan Persilangan 35 hari

5. 6 bulan Betina Persilangan 31 hari

6. 2 bulan Jantan Sus scrofa domesticus 9 hari

7. 3 bulan Betina Sus scrofa domesticus 15 hari

8. 10 bulan Jantan Persilangan 31 hari

9. 7 bulan Jantan Sus scrofa domesticus 33 hari

10. 24 bulan Jantan Persilangan 38 hari

Babi Kontrol Nomor

1. 2 bulan Jantan Sus scrofa domesticus

2. 6 bulan Jantan Persilangan

3. 24 bulan Jantan Persilangan


(46)

Gambar 4. Babi lemah, kurang aktif dan depresi pada babi lokal kasus Sentani

Gambar 5. Konjungtivitis (tanda panah) pada babi lokal kasus Sentani

HC


(47)

Gambar 6. Eritema pada kulit bagian ujung telinga (tanda panah) kasus Sentani

Gambar 7. Eritema siku-siku kaki (tanda panah) kasus Sentani

HC


(48)

Gambar 8. Kematian yang di sertai dengan pembesaran skrotum (tanda panah) kasus Sentani

Gambar 9. Babi sehat daerah Sentani

Pengamatan gejala klinis yang di temukan di lapangan pada kasus ini umumnya ternak babi memperlihatkan gejala berupa depresi, bergerombol, diare, muntah dan eritema pada kulit ujung telinga dan abdomen serta konjungtivitis. Gejala tersebut adalah sesuai dengan gejala klinis hog cholera sebagaimana di ungkapkan oleh

HC


(49)

beberapa peneliti terdahulu yaitu Liess et al. (1992) dan Van Oirschot et al. (1999). Laporan mereka mengemukakan bahwa pada babi yang terinfeksi hog cholera

seringkali memperlihatkan adanya tanda klinis berupa eritema pada kulit ujung telinga, konjungtivitis dan batuk. Infeksi buatan virus hog cholera isolat Quillota terhadap 35 ekor babi yang di lakukan oleh Quezada et al. (2000), menunjukkan gejala klinis antara lain: demam, nafsu makan menurun, konstipasi, diare, eritema pada kulit, konjungtivitis. Infeksi buatan virus hog cholera isolat Alfort 187 terhadap16 ekor babi umur 4 bulan telah di lakukan oleh Nunez et al. (2005), hasilnya di temukan gejala klinis berupa: nafsu makan menurun, gangguan saluran pencernaan dan eritema. Peneliti lain Narita et al. (1996) telah melakukan infeksi buatan virus hog cholera isolat The Kanagawa, yaitu strain virus hog cholera yang di isolasi dari kasus penyakit kronis. Hasil infeksi yang di lakukan terhadap 7 ekor anak babi umur 4 hari tersebut, di temukan gejala menurunnya nafsu makan yang berlangsung pada hari ke 7 hingga ke -11 pasca infeksi namun tidak ada kematian anak babi selama masa observasi.

Pembesaran skrotum pada kasus hog cholera di Jayapura yang di temukan pada babi nomor 4 umur 24 bulan dan babi nomor 8 umur 10 bulan, ini di duga merupakan bentuk infeksi pada testis atau orchitis. Kasus pembesaran skrotum belum pernah di laporkan pada penemuan sebelumnya, pada kasus penelitian ini tidak dilakukan sampling terhadap skrotum sehingga tidak dapat di bahas mengapa hal tersebut terjadi. Jika lesio pembesaran skrotum di kaitkan dengan temuan lesio pada organ lain maka diprediksikan terjadi hidrosel pada skrotum babi. Babi yang sudah menunjukkan gejala-gejala klinis seperti tersebut di atas 90% akan mengalami kematian. Tingginya tingkat viremia terjadi sebagai akibat dari perkembangan virus di dalam jaringan limfoid dan juga leukosit. Sementara pengamatan gejala klinis pada babi kontrol tidak menunjukkan adanya kelainan, hal ini di sebabkan karena babi yang di gunakan sebagai kontrol merupakan babi sehat.

4.2. Lesio Makroskopis

Pengamatan makroskopis organ babi pada penelitian ini menunjukkan adanya lesio laringitis yang di sertai dengan hemoragi ptekhie (gambar 10), sementara tidak di temukan perubahan yang spesifik pada laring babi kontrol (gambar 11).


(50)

Gambar 10. Laringitis di sertai hemoragi ptekhie (tanda panah) pada babi mati kasus Sentani

Gambar 11. Laring babi kontrol dengan multi fokus abses (tanda panah)

Lesio laringitis yang di sertai dengan hemoragi ptekhie di jumpai pada 6 dari 10 ekor babi yaitu babi nomor 1,2,3,4,6,7 (6/10). Lesio pneumonia dan hemoragi paru-paru di temukan pada seluruh babi (10/10) (gambar 12), pada paru-paru babi kontrol ditemukan adanya penumonia (gambar 13).

HC


(51)

Gambar 12. Pneumonia dan hemoragi paru-paru (tanda panah) kasus Sentani.

Gambar 13. Pneumonia (tanda panah) pada paru-paru babi kontrol

Lesio hemoragi jantung di temukan enam dari sepuluh ekor babi yaitu babi nomor 1,2,3,6,7 dan 10 (6/10) (gambar 14), sementara pada jantung babi kontrol tidak di temukan adanya perubahan (gambar 15).

HC


(52)

Gambar 14. Hemoragi jantung (tanda panah) kasus Sentani

Gambar 15. Jantung babi kontrol

Kongesti, multifokus perihepatitis dan multifokus degenerasi hati ditemukan 7 dari 10 ekor (7/10) (gambar 16) pada babi nomor 1 sampai 7, sedangkan pada hati babi kontrol tidak di temukan perubahan yang spesifik (gambar 17).

HC


(53)

Gambar 16. Kongesti (tanda panah), multifokus perihepatitis hati (tanda kepala anak panah) dan multifokus degenerasi hati (asterik) kasus Sentani

Gambar 17. Hati babi kontrol

Lesio kongesti dan hemoragi parah pada mesenterika, serosa usus dan limfoglandula mesenterika di temukan sebanyak 8 dari 10 ekor babi, yaitu pada babi 1,2,3,4,6,7,8 dan

HC

K

*

*


(54)

10 (8/10) (gambar 18). Tidak di temukan perubahan yang spesifik pada serosa dan mesenterium usus babi kontrol (gambar 19).

Gambar 18. Kongesti dan hemoragi pada mesenterika dan serosa usus (tanda panah), limfoglandula mesenterika (tanda kepala anak panah) kasus Sentani

Gambar 19. Usus babi kontrol

K


(55)

Multifokal ptekhie yang menunjukkan pola Turkey egg pada permukaan korteks ginjal di temukan 8 dari 10 ekor babi yaitu pada babi nomor 1,2,3,5,6,7,9,10 (8/10) (gambar 20). Tidak di temukan perubahan yang spesifik pada ginjal babi kontrol (gambar 21).

Gambar 20. Multifokal ptekhie yang menunjukkan pola Turkey egg korteks ginjal kasus Sentani

Gambar 21. Ginjal babi kontrol

HC


(56)

Kongesti limpa di temukan di seluruh babi (10/10) (gambar 22). Tidak di temukan adanya perubahan yang spesifik pada limpa babi kontrol (gambar 23).

Gambar 22. Kongesti pada limpa (tanda panah) kasus Sentani

Gambar 23. Limpa babi kontrol

HC


(57)

Lesio hemoragi limfoglandula mesenterika ditemukan pada 3 ekor babi (3/3) (gambar 24). Tidak di temukan adanya perubahan pada limfoglandula mesenterika babi kontrol (gambar 25).

Gambar 24 a. Hemoragi limfoglandula mesenterika (tanda panah) kasus Sentani. Gambar 24 b. Bagian limfoglandula mesenterika yang diambil dari gambar 24 a.

Gambar 25. Limfoglandula mesenterika babi kontrol

Pengamatan makroskopis organ babi pada penelitian ini menunjukkan adanya: lesio laringitis dengan hemoragi ptekhie, pneumonia, hemoragi paru-paru dan jantung. Hemoragi dan pembengkakan organ hati, limpa, limfoglandula mesenterika. Hemoragi serosa dan mesenterium usus serta hemoragi ptekhie pada permukaan korteks ginjal. Meskipun lesio button ulcer secara makroskopis tidak teramati pada kasus ini namun lesio kongesti dan hemoragi parah yang terjadi di serosa usus dan mesenterium menunjukkan kerusakan mukosa usus yang terlokalisir, keadaan ini mengindikasikan adanya button ulcer. Lesio makroskopis yang di temukan pada kasus ini umumnya memperlihatkan adanya kesamaan dengan lesio makroskopis sebagaimana di

HC

K


(58)

ungkapkan oleh peneliti terdahulu bahwa perubahan makroskopis yang ditemukan pada babi terserang hog cholera antara lain: laringitis, hemoragi ptekhi pada korteks ginjal, hemoragi pada hati, paru-paru, jantung, limfoglandula, serosa dan mesenterium usus, pembengkakan dan kongesti limpa, serta button ulcer di kolon (Geering et al.1995; Edwards et al. 2000; Gomez Villamandos et al. 2001; dan Ruiz Villamor et al. 2001). Menurut Greiser Wilke et al. (2007), bahwa perubahan makroskopis organ babi akibat infeksi virus hog cholera di lapangan menunjukkan adanya: pneumonia, hemoragi ptekhi korteks ginjal, pembengkakan dan hemoragi pada limpa dan ginjal. Kasus penumonia merupakan lesio umum yang bukan hanya terjadi pada penyakit hog cholera (Greiser Wilke et al. 2007). Infeksi buatan virus hog cholera isolat Quillota

yang di lakukan oleh Quezada et al. (2000), menunjukan lesio makroskopis antara lain: pneumonia, hemoragi organ ginjal, limpa dan limfoglandula namun lesio button ulcer

juga tidak di temukan pada kasus ini.

Perubahan patologi anatomi (makroskopis) organ babi akibat infeksi virus hog cholera pada kasus outbreak di Kabupaten Jayapura dapat di lihat pada tabel 4.

Tabel 4. Perubahan Patologi Anatomi Organ Babi

No Lesio Babi Nomor

(Umur-Bulan) 1 (2) 2 (2) 3 (4) 4 (2) 5 (6) 6 (2) 7 (3) 8 (10) 9 (7) 10 (24) K1 (2) K2 (6) K3 (24) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Ptekhial Laringitis Pneumonia Hemoragi Jantung Perihepatitis Hemoragi Serosa, mesenterium Ptekhial Ginjal Kongesti Limpa Hemoragi Limfoglandula mesenterika √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - √ - √ √ X - √ - √ √ √ √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ √ √ √ √ √ √ X - √ - - - - √ X - √ - - √ √ √ X - √ √ - √ √ √ X - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Keterangan : Tanda (√) = Ada; Tanda (-) = Tidak ada; Tanda (TD)= Tidak dilakukan; K= Kontrol

Berdasarkan kejadian penyakit, temuan gejala klinis dan lesio patologi anatomi pada kasus ini, dari 10 ekor babi yang di periksa yang tergolong ke dalam kasus akut di temukan sebanyak 5 ekor babi yaitu pada babi : nomor 1 berumur 2 bulan, nomor 2 berumur 2 bulan, nomor 3 berumur 4 bulan, nomor 6 berumur 2 bulan dan nomor 7 berumur 3 bulan. Kasus kronis di temukan sebanyak 5 ekor yaitu pada babi : nomor 4 berumur 24 bulan, nomor 5 berumur 6 bulan, nomor 8 berumur 10 bulan, nomor 9 berumur 7 bulan dan nomor 10 berumur 24 bulan. Kejadian penyakit hog cholera pada


(1)

juga dapat melarutkan parafin (dari proses infiltrasi). Dengan demikian penggunaan xylol dalam proses ini di maksudkan untuk melarutkan alkohol dan parafin sehingga di peroleh jaringan yang jernih dan bersih tanpa kotoran atau artefak yang dapat mengganggu proses pembacaan. Agar di peroleh jaringan yang benar-benar jernih dan bersih, perendaman dalam xylol juga di lakukan dalam dua tahap, yaitu xylol I dan xylol II dan di lakukan menggunakan automatic tissue processor (Sakura)

4. Infiltrasi

Infiltrasi atau impregnasi adalah proses pengisian parafin ke dalam pori-pori jaringan. Pengisian pori-pori ini di maksudkan untuk mengeraskan jaringan agar mudah di potong setipis mungkin dengan pisau mikrotom. Parafin yang di gunakan adalah parafin berplastik yang mempunyai titik lebur 56ºC (Histoplast, Shandon, England). Proses infiltrasi juga di lakukan dua tahapan, di sebut sebagai tahapan parafin I dan parafin II, masing-masing lamanya 2 jam. Hal ini di maksud agar seluruh pori-pori jaringan benar-benar terisi parafin. Infiltrasi parafin di lakukan menggunakan

automatic tissue processor (Sakura)

5. Embedding atau Blocking

Embedding atau Blocking adalah proses penanaman jaringan dalam parafin dan parafin tersebut di cetak ke dalam wadah khusus berupa ”tissue cassette” atau block

besi, sehingga terbentuk blok-blok parafin. Parafin yang di pakai pada proses ini sama dengan yang di gunakan dalam proses infiltrasi. Embedding di lakukan untuk memudahkan proses pemotongan, karena blok parafin yang terbentuk dapat di letakkan pada holder mikrotom tepat di depan pisaunya. Proses embedding di lakukan menggunakan alat tissue embedding console

6. Pemotongan

Untuk mendapatkan sediaan histologi yang baik, jaringan di potong setebal 4-5µ menggunakan rotary microtome Spencer, USA dan hasilnya berupa ’pita-pita’ jaringan yang saling bersambungan di letakkan di permukaan air dalam penangas dengan suhu 50ºC agar pita jaringan tersebut tidak berkerut dan tidak melekat satu sama lain. Sediaan kemudian di letakan pada gelas objek yang sebelumnya telah diberi Ewitt. Potongan jaringan kemudian di simpan semalam dalam inkubator


(2)

bersuhu 56ºC agar parafin yang melekat pada jaringan mencair dan jaringan benar-benar melekat pada gelas objek.

7. Pewarnaan Hematoxyllin- Eosin (Humason, 1972)

Sebelum melakukan pewarnaan, di lakukan proses deparafinisasi dengan cara merendam sediaan histologi ke dalam xylol sebanyak tiga tahap masing-masing selama dua menit. Kemudian dilakukan proses rehidrasi, yaitu penambahan air ke dalam jaringan dengan cara mencelupkan sediaan ke dalam alkohol bertingkat yang di mulai dengan alkohol 80% satu menit. Kemudian sediaan di cuci dengan air yang mengalir dan di keringkan. Selanjutnya sediaan di warnai dengan pewarnan Mayer’s Haematoxyllin yang di modifikasi dengan tahapan sebagai berikut:

Tahapan Waktu

Pewarnaan dengan Mayer’s Haematoxyllin 8 menit

Cuci dengan air mengalir atau air keran 30 detik Pewarnaan dengan Lithium Carbonat 15-30 detik Cuci dengan air mengalir atau air keran 2 menit

Pewarnaan dengan Eosin 2-3 menit Cuci dengan air mengalir atau air keran 30-60 menit

Setelah di keringkan, sediaan di celupkan kembali ke dalam alkohol 95% sebanyak 10 kali celupan, alkohol absolut I 10 kali celupan, alkohol absolut II selama dua menit, xylol I selama satu menit dan xylol II selama dua menit.

8. Mounting

Setelah tahapan pewarnaan, sediaan di tetesi perekat Permount (Fischer,USA) dan di tutup dengan gelas penutup. Setelah gelas penutup benar-benar melekat dan perekat kering, sediaan siap di baca di bawah mikroskop.


(3)

HASIL UJI LABORATORIUM

BALAI BESAR VETERINER MAROS

Pengujian sampel yang terdiri dari serum dan organ hewan babi di lakukan di Laboratorium Virologi dan Laboratorium Patologi Balai Besar Veteriner Maros, dengan hasil sebagai berikut. Tabel 1. Rekapitulasi jumlah sampel serum dan organ babi dari Kabupaten dan Kodya Jayapura

Bulan Juli s/d Oktober 2006

No. Tanggal terima Spesimen Jumlah Hasi Uji Jumlah Persentase Keterangan 1. 18 Juli 2006 Serum 12 Positif Antibodi

hog cholera

2 16,67% Uji Elisa Ab 2. 23 Agust 2006 Serum 47 Positif Antibodi

hog cholera

22 46,81% Uji Elisa Ab

organ 8 Positif Antigen

hog cholera

7 87,5% Uji Elisa Ag 3. 20 Okt 2006 Serum 28 Positif Antibodi

hog cholera

2 7,14% Uji Elisa Ab

organ 1 Positif Antigen

hog cholera

100% Uji Elisa Ag

Jumlah 94 Positif Antibodi

dan antigen cholera

34 36,17% Uji Elisa ag dan Ab


(4)

Uji U Mann-Whitney Skor Lesio Histopatologi Organ

Ranks

10 8.50 85.00

3 2.00 6.00

13

10 8.50 85.00

3 2.00 6.00

13

10 8.50 85.00

3 2.00 6.00

13

10 8.50 85.00

3 2.00 6.00

13

10 8.50 85.00

3 2.00 6.00

13 perlk Babi Sakit Babi Sehat(kontrol) Total Babi Sakit Babi Sehat(kontrol) Total Babi Sakit Babi Sehat(kontrol) Total Babi Sakit Babi Sehat(kontrol) Total Babi Sakit Babi Sehat(kontrol) Total paru2 jantung Hati Ginjal Limpa

N Mean Rank Sum of Ranks

Interpretasi Keterangan :

Mean Rank = rata-rata ranking Hipotesis

H0 : Msakit = Mkontrol ( antara Babi sakit dengan Babi Kontrol Tidak Berbeda nyata)

H1 : Msakit≠ Mkontrol ( antara Babi sakit dengan Babi Kontrol Berbeda nyata)

Jika nilai-p(significant) dari Mann Whitney < 0.05 maka tolak H0

Kesimpulannya : antara babi sakit dengan babi kontrol untuk semua amatan berbeda nyata.

Test Statisticsb

.000 .000 .000 .000 .000

6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 -2.726 -3.122 -2.793 -2.726 -2.917

.006 .002 .005 .006 .004

.007a .007a .007a .007a .007a Mann-Whitney U

Wilcoxon W Z

Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

paru2 jantung Hati Ginjal Limpa

Not corrected for ties. a.

Grouping Variable: perlk b.


(5)

Uji U Mann-Whitney Skor Lesio Histopatologi Buluh darah arteri Organ

Ranks

10 8.50 85.00

3 2.00 6.00

13

10 8.50 85.00

3 2.00 6.00

13

10 8.35 83.50

3 2.50 7.50

13

10 8.50 85.00

3 2.00 6.00

13

10 8.50 85.00

3 2.00 6.00

13 perlk Babi Sakit Babi Sehat(kontrol) Total Babi Sakit Babi Sehat(kontrol) Total Babi Sakit Babi Sehat(kontrol) Total Babi Sakit Babi Sehat(kontrol) Total Babi Sakit Babi Sehat(kontrol) Total paru2 jantung Hati Ginjal Limpa

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

.000 .000 1.500 .000 .000

6.000 6.000 7.500 6.000 6.000

-2.704 -2.704 -2.453 -2.726 -2.917

.007 .007 .014 .006 .004

.007a .007a .014a .007a .007a Mann-Whitney U

Wilcoxon W Z

Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

paru2 jantung Hati Ginjal Limpa

Not corrected for ties. a.

Grouping Variable: perlk b.

Interpretasi Keterangan :

Mean Rank = rata-rata ranking Hipotesis

H0 : Msakit = Mkontrol ( antara Babi sakit dengan Babi Kontrol Tidak Berbeda nyata)

H1 : Msakit≠ Mkontrol ( antara Babi sakit dengan Babi Kontrol Berbeda nyata)

Jika nilai –p (significant) dari Mann Whitney < 0.05 maka tolak H0

Kesimpulannya : antara babi sakit dengan babi kontrol untuk semua pengamatan berbeda nyata.


(6)

Uji U Mann-Whitney Skor Lesio Histopatologi Organ Limfoglandula

Ranks

3 5.00 15.00

3 2.00 6.00

6 perlk

Babi Sakit

Babi Sehat(Kontrol) Total

Limfoglandula

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

.000 6.000 -2.121 .034 .100a Mann-Whitney U

Wilcoxon W Z

Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

Limfoglan dula

Not corrected for ties. a.

Grouping Variable: perlk b.

Interpretasi Keterangan :

Mean Rank = rata-rata ranking Hipotesis

H0 : Msakit = Mkontrol ( antara Babi sakit dengan Babi Kontrol Tidak Berbeda nyata)

H1 : Msakit≠ Mkontrol ( antara Babi sakit dengan Babi Kontrol Berbeda nyata)

Jika nilai –p (significant) dari Mann Whitney < 0.05 maka tolak H0

Kesimpulannya : antara babi sakit dengan babi kontrol untuk limfoglandula berbeda nyata.