Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Glukosa Oksidase dari Isolat Lokal Aspergillus niger (IPBCC.08.610)

i

PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI ENZIM
GLUKOSA OKSIDASE DARI ISOLAT LOKAL
Aspergillus niger (IPBCC.08.610)

RIAN TRIANA

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

ABSTRAK
RIAN TRIANA. Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Glukosa Oksidase dari
Isolat Lokal Aspergillus niger (IPBCC.08.610). Dibimbing oleh LAKSMI
AMBARSARI dan POPI ASRI KURNIATIN.
Produksi berbagai macam enzim menggunakan mikroorganisme merupakan salah

satu hal yang dapat dikembangkan dari kekayaan mikroorganisme di Indonesia.
Salah satu enzim yang banyak digunakan dan dijual secara komersial adalah
glukosa oksidase (GOD). Penelitian ini bertujuan menentukan waktu inkubasi
optimum untuk produksi GOD dari isolat lokal Aspergillus niger (IPBCC.08.610),
aktivitas spesifik ekstrak kasar dan fraksi hasil pemurnian enzim. Selain itu, untuk
menentukan suhu dan pH optimum dalam penentuan aktivitas GOD serta nilai Km
dan vmaks. Pemurnian yang dilakukan yaitu pengendapan dengan amonium sulfat
dan dialisis. Waktu inkubasi optimum untuk produksi GOD dari A. niger
(IPBCC.08.610) yaitu 48 jam dengan kecepatan awal reaksi 0.80/menit dan
aktivitas spesifik sebesar 3.21 U/mg. Amonium sulfat dengan kejenuhan 80%
optimum untuk mengendapkan protein GOD dengan aktivitas spesifik fraksi yang
didapat sebesar 22.18 U/mg dan tingkat kemurnian 6.92 kali. Aktivitas spesifik
fraksi dialisis yaitu 21.25 U/mg dan tingkat kemurniannya 6.63 kali terhadap
enzim kasar. Nilai KM dan vmaks yang diperoleh dari fraksi dialisis berturut-turut
adalah 46 mM dan 11 U/mg. Suhu dan pH optimum untuk berlangsungnya reaksi
GOD adalah antara 37 - 45oC dan pH 5.5.
Kata kunci: Aspergillus niger, glukosa oksidase, pemurnian enzim

iii


ABSTRACT
RIAN TRIANA. Purification and Characterization of Glucose Oxidase Enzyme
from Local Isolate of Aspergillus niger (IPBCC.08.610). Under direction of
LAKSMI AMBARSARI and POPI ASRI KURNIATIN.
Production of various enzymes using microorganisms is one way of developing
microorganism biodiversity in Indonesia. For this study, glucose oxidase (GOD)
which is widely available for use and purchase in the commercial market was
used. This research intended to determine the optimum incubation time for the
production of GOD from Aspergillus niger local isolate (IPBCC.08.610) and
determine the specific activity of the crude extract and purified enzymes fraction.
In addition, it sought to determine the optimum temperature and pH level in GOD
reaction and establish the values of Km and vmax. Optimum incubation time for
GOD production of A. niger (IPBCC.08.610) was 48 hours with initial velocity of
the reaction and the specific activity at 0.80/minute and 3.21 U/mg. Ammonium
sulfate with 80% saturation was optimum to precipitate the GOD protein with
specific activity of the fraction at 22.18 U/mg and purity levels at 6.92 times.
Specific activity of the fraction of dialysis was 21.25 U/mg and the level of purity
was 6.63 times. Km and vmax values were 46 mM and 11 U/mg with optimal
temperature and pH level for GOD reaction between 37 - 45°C and pH 5.5.
Key words: Aspergillus niger, glucose oxidase, enzyme purification


iv

PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI ENZIM
GLUKOSA OKSIDASE DARI ISOLAT LOKAL
Aspergillus niger (IPBCC.08.610)

RIAN TRIANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


v

Judul Skripsi : Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Glukosa Oksidase dari Isolat
Lokal Aspergillus niger (IPBCC.08.610)
Nama
: Rian Triana
NIM
: G84080004

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Laksmi Ambarsari, MS
Ketua

Popi Asri Kurniatin, S.Si., Apt., M.Si.
Anggota

Diketahui


Dr. Ir. I Made Artika, M.App. Sc.
Ketua Departemen Biokimia

Tanggal Lulus :

vi

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang
berjudul ”Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Glukosa Oksidase dari Isolat Lokal
Aspergillus niger (IPBCC.08.610)”. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan
November 2011 sampai dengan September 2012 di Laboratorium Biokimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing utama Dr. Laksmi
Ambarsari, MS. serta pembimbing kedua Popi Asri Kurniatin, S.Si., Apt., M.Si.,
yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, serta waktunya selama
pelaksanaan penelitian ini. Terima kasih pula untuk kedua orang tua dan temanteman penulis atas doa, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun untuk perbaikan dalam penulisan selanjutnya. Semoga penelitian ini
dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca.

Bogor, Januari 2013

Rian Triana

vii

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Juni 1990 di Karawang. Penulis
merupakan anak tunggal dari pernikahan Mohamad Najib Soleh dan Silvia
Fitriyani. Tahun 2002 penulis lulus dari SDN Mekarmaya I, Jawa Barat kemudian
melanjutkan ke SMPN I Cilamaya, Jawa Barat dan lulus pada tahun 2005.
Penulis menyelesaikan studi di SMAN 1 Karawang, Jawa Barat pada tahun 2008
dan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI). Penulis tercatat sebagai mahasiswa di Departemen Biokimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi kampus.
Penulis menjadi anggota UKM Forces (Forum for Scientific Studies) periode

2008-2010, anggota Badan Eksekutif Mahasiswa FMIPA divisi Komunikasi dan
Informasi pada tahun 2010, dan menjadi ketua Komisi III Dewan Perwakilan
Mahasiswa FMIPA pada tahun 2011. Penulis juga menjadi asisten praktikum pada
mata kuliah Genetika Dasar, Biokimia Umum, Struktur dan Fungsi Biomolekul,
dan Teknologi Asam Nukleat. Penulis pernah melaksanakan magang di
Laboratorium Biokimia, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor selama bulan Januari hingga Februari
2011 dengan judul “Ekstraksi Senyawa Inhibitor dari Bacillus firmus dan
Pseudomonas aeruginosa serta Uji Daya Hambatnya Terhadap Pertumbuhan
Xanthomonas oryzae pv. Oryzae”. Selain itu penulis juga pernah melaksanakan
praktik lapang di laboratorium yang sama selama periode Juli hingga Agustus
2011 dengan judul “Uji Aktivitas Daya hambat Metabolit Bakteri Endofit Padi
Terhadap Cendawan Patogen Tanaman” dan “Identifikasi Gen Ketahanan Padi
Terhadap Tungro dengan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR)”.
Penulis mendapatkan beasiswa Eka Tjipta Foundation selama empat tahun
masa perkuliahan dan pernah meraih beasiswa Indonesian English Language
Study Program (IELSP) pada tahun 2012 untuk belajar bahasa Inggris selama
delapan minggu di Arizona State University, Arizona, Amerika Serikat. Beberapa
karya ilmiah yang pernah ditulis oleh penulis, diantaranya “Fungsionalisasi
Limbah Cangkang Udang Untuk Meningkatkan Kandungan Kalsium Susu

Kedelai sebagai Penambah Gizi Masyarakat” tahun 2010, dan “Pemanfaatan
Ekstrak Kulit Buah Delima (Punica granatum L.) Limbah Pertanian Budidaya
Lokal Bogor sebagai Inhibitor Hepatotoksik” tahun 2011 yang diikutsertakan
pada Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh DIKTI.

viii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

ix


PENDAHULUAN ...........................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
Aspergillus niger .........................................................................................
Glukosa Oksidase ........................................................................................
Pemurnian Enzim ........................................................................................
Aktivitas Enzim ...........................................................................................
Kinetika Enzim ............................................................................................

2
2
2
3
3
4

BAHAN DAN METODE ................................................................................

Alat dan Bahan ............................................................................................
Metode .........................................................................................................

5
5
5

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
Waktu Produksi Optimum Glukosa Oksidase .............................................
Fraksinasi Amonium Sulfat .........................................................................
Dialisis .........................................................................................................
pH dan Suhu Optimum ................................................................................
Konstanta Kinetika ......................................................................................

7
7
8
9
10
11


SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................
Simpulan ......................................................................................................
Saran ............................................................................................................

12
12
12

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

12

LAMPIRAN .....................................................................................................

16

ix

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Selektivitas substrat dari GOD ....................................................................

3

2 Aktivitas GOD berdasarkan waktu produksi ..............................................

7

3 Aktivitas GOD tiap fraksi hasil pemurnian .................................................

9

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Aspergillus niger (Gautam et al. 2011) .......................................................

2

2 Reaksi GOD (Simpson et al. 2007).............................................................

2

3 Kecepatan awal reaksi (vo) ..........................................................................

8

4 Pengaruh pH pada aktivitas GOD ...............................................................

10

5 Pengaruh suhu pada aktivitas GOD ............................................................

10

6 Pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas spesifik enzim ...............

11

7 Kurva Lineweaver-Burk..............................................................................

12

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Diagram alir penelitian ................................................................................

17

2 Penentuan waktu produksi optimum ...........................................................

18

3 Pemurnian dengan amonium sulfat dan dialisis ..........................................

20

4 Pengaruh suhu dan pH ................................................................................

23

5 Penentuan nilai Km dan vmaks .......................................................................

25

6 Contoh perhitungan aktivitas fraksi amonium sulfat 80% ..........................

27

1

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara tropis yang
kaya akan keanekaragaman flora, fauna,
maupun
mikroorganismenya.
Kekayaan
tersebut dapat dijadikan obyek penelitian yang
potensial
untuk
dikembangkan.
Mikroorganisme yang ada di alam Indonesia
hanya sebagian kecil yang telah dimanfaatkan
untuk membuat produk yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi. Potensi alam tersebut hingga
saat ini belum termanfaatkan secara optimal.
Produksi
berbagai
macam
enzim
menggunakan mikroorganisme merupakan
salah satu hal yang dapat dikembangkan.
Penggunaan enzim saat ini sangat luas di
berbagai bidang, seperti bidang pangan,
kesehatan, pertanian, maupun energi. Namun
ironisnya sampai saat ini Indonesia masih
belum dapat memproduksi sendiri dan
sepenuhnya masih bergantung pada produk
impor (Saryono 2008). Salah satu enzim yang
banyak digunakan dan dijual secara komersial
adalah glukosa oksidase (GOD).
Glukosa oksidase merupakan enzim yang
mengatalisis oksidasi dari β-D-glukosa
menjadi D-glukono-δ-lakton dan hidrogen
peroksida menggunakan molekul oksigen
sebagai penerima elektron. D-glukono-δlakton lalu terhidrolisis secara non-enzimatis
menjadi asam glukonat dan FADH2-enzim
yang tereduksi dioksidasi kembali oleh
molekul oksigen (Sabir et al. 2007). Enzim ini
banyak digunakan dalam industri untuk
produksi asam glukonat dan sumber hidrogen
peroksida dalam pengawetan bahan makanan
(Ahmad et al. 2007). GOD
dapat
menghilangkan beberapa bakteri patogen pada
makanan, seperti Salmonella infantis,
Staphylococcus
aureus,
Clostridium
perfringens, Bacillus aureus, Campylobacter
jejuni, dan Listeria monocytogens (Bankar et
al. 2009). Selain itu enzim ini juga digunakan
dalam
biomedis untuk penentuan kadar
glukosa darah. Penetapan kadar glukosa darah
menggunakan enzim GOD baik secara
kolorimetri maupun amperometri lebih unggul
dibandingkan dengan metode non-enzimatik
lainnya karena enzim GOD memiliki
spesifitas substrat yang tinggi terhadap β-Dglukosa (Ahmad et al. 2007). Selain itu,
enzim ini memiliki bilangan putaran dan
kestabilan yang tinggi (Sherbenny et al.
2005).
Penggunaan enzim GOD saat ini
dikembangkan juga di dalam aplikasi
enzymatic fuel cell (EFC) atau sel bahan bakar
enzimatis (Sabir et al. 2007). EFC merupakan

salah satu jenis dari sel biofuel yang
menggunakan enzim sebagai biokatalis yang
dapat mengubah energi biokimia menjadi
energi listrik secara langsung. Pengembangan
EFC dalam bidang medis digunakan sebagai
sumber energi pada alat-alat implan, seperti
pada alat pemacu jantung (Barton et al. 2004).
Pemanfaatan EFC ini dikarenakan dapat
menggunakan substrat yang ada dalam tubuh
sebagai sumber energi, seperti glukosa,
laktosa, dan bilirubin. Selain itu, EFC
memiliki selektivitas reaksi dan spesifitas
substrat yang tinggi. Selektivitas reaksi yang
tinggi
pada
enzim
memungkinkan
perancangan fuel cell yang hanya terdiri atas
sepasang anoda dan katoda dalam larutan
berisi substrat dan oksidan. Selain itu, EFC
juga memiliki angka turnover tinggi dan
aktivitas pada kondisi sedang (Lee et al. 2011;
Neto et al. 2011).
Penggunaan GOD di dalam aplikasi fuel
cell mendorong banyak penelitian dan
pengembangan untuk mengoptimalkan enzim
ini. Fiedurek et al. (1986) menemukan bahwa
Aspergillus niger merupakan sumber GOD
yang paling baik karena enzim yang
dihasilkan bersifat sangat stabil dibandingkan
GOD yang dihasilkan oleh Penicillium sp.
Stabilitas enzim ikut menentukan masa hidup
biofuel cell (Kim et al. 2006; Khurshid et al.
2011). Berdasarkan penelitian Putri (2011)
diketahui bahwa isolat lokal A. Niger
(IPBCC.08.610)
berpotensi
untuk
menghasilkan enzim GOD. Pemanfaatan
GOD dari isolat lokal ini diharapkan mampu
mengembangkan EFC di Indonesia secara
optimal.
Penelitian ini bertujuan menentukan waktu
inkubasi optimum untuk produksi GOD dari
isolat lokal Aspergillus niger (IPBCC.08.610),
menentukan aktivitas spesifik ekstrak kasar
enzim dan fraksi enzim hasil pemurnian,
menentukan suhu dan pH optimum dalam
penentuan aktivitas GOD serta menentukan
nilai konstanta Michaelis Menten (Km) dan
kecepatan reaksi maksimum (vmaks) nya.
Hipotesis penelitian ini adalah enzim GOD
yang dihasilkan melalui waktu inkubasi
produksi optimum memiliki aktivitas spesifik
tinggi yang semakin meningkat setelah
mengalami proses pemurnian. Selain itu
didapatkan juga kondisi pH dan suhu
optimum
bagi
enzim
GOD
untuk
berlangsungnya reaksi enzimatis serta
diperoleh nilai Km dan vmaks nya. Penelitian ini
diharapkan dapat menjadi informasi dasar
untuk penggunaan enzim GOD dalam
pengembangan EFC di Indonesia.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Aspergillus niger
Aspergillus niger merupakan fungi yang
termasuk
genus
Aspergillus,
famili
Trichocomaceae, ordo Eurotiales, dan filum
Ascomycota (Gautam et al. 2011). A. niger
tergolong ascomycetes berfilamen yang
pertumbuhannya cepat dan toleran terhadap
pH. A. niger hidup di daerah tropis dan
subtropis secara aerob, serta mudah diisolasi
dari tanah (Khan et al. 2007), udara dan air
(Versar 1991), pangan (Perrone et al. 2007),
rempah-rempah (Avasthi et al 2010), buahbuahan (Magnoli et al. 2003), dan lain-lain.
Fungi ini dapat hidup pada suhu 6 - 47oC dan
pH 1.4 - 9.8, sedangkan suhu optimumnya
ialah 35 - 37 ºC. Aktivitas air (Aw) minimal
untuk pertumbuhannya adalah 0.88. Pada
larutan garam dan gula dengan konsentrasi
tinggi, A. niger mampu untuk tetap hidup
karena dinding selnya mempunyai tekanan
osmotik sampai 250 atm (Gautam et al. 2011).
Aspergillus niger disebut juga black mold
atau kapang hitam (Gambar 1) karena
memproduksi spora karbon hitam atau
coklat yang sangat gelap yang membuatnya
berbeda dengan spesies Aspergillus lainnya.
Spora A. niger berbentuk globular, konidianya
kasar, dapat berwarna hitam, coklat
kehitaman, atau ungu kecoklatan. Hifa A.
niger berseptat dan sporanya berukuran besar.
Hifa vegetatif berada di bawah permukaan
dan digunakan untuk menyerap unsur hara
sedangkan yang muncul di atas permukaan
umumnya merupakan hifa fertil yang
digunakan sebagai alat reproduksi (Anwar
2006).
Aspergillus niger memiliki peranan
penting terkait dengan kerusakan pasca panen
pada berbagai macam substrat (Perrone et al.
2007). A. niger menyebabkan kerusakan pada
bahan pangan karbohidrat, rempah-rempah,
tekstil, serta kerusakan pada kayu dan bahan
kertas (Gandjar et al. 2006). Fungi ini

Gambar 1 Aspergillus niger (Gautam et al.
2011).

merupakan alergen asma serta penyebab
terjadinya mikosis kuku dan rongga telinga
(Gandjar et al. 2006). Menurut Vondervoort
(2004), A. niger banyak digunakan dalam
bidang industri untuk produksi asam-asam
organik dan protein.
Glukosa Oksidase
Glukosa oksidase (β-D-glukosa:oksigen-1oksidoreduktase, EC 1.1.3.4) merupakan
enzim yang mengatalisis oksidasi dari β-Dglukosa menjadi D-glukono-δ-lakton dan
hidrogen peroksida menggunakan molekul
oksigen sebagai penerima elektron. Dglukono-δ-lakton lalu terhidrolisis secara nonenzimatis menjadi asam glukonat dan FADH2enzim yang tereduksi dioksidasi kembali oleh
molekul oksigen (Sabir et al. 2007). Reaksi
GOD ditunjukkan pada Gambar 2. Glukosa
oksidase
termasuk
golongan
enzim
oksireduktase dan disebut juga sebagai
glukosa aerodehidrogenase (Khurshid 2008).
Glukosa oksidase yang berasal dari A.
niger memiliki bobot molekul 152 kDa dan
mengandung dua rantai subunit polipeptida
identik yang terikat oleh ikatan disulfida
(Simpson 2005). Setiap subunit memiliki
molekul FAD sebagai gugus prostetiknya.
Glukosa oksidase dari A. niger mengandung
lebih banyak heksosamin dan manosa
dibandingkan glukosa, sementara glukosa
oksidase yang dihasilkan Pencillium sp.
mengandung lebih banyak glukosa. Glukosa
oksidase banyak mengandung asam amino
serin, glisin, asam glutamat, asam aspartat,
dan alanin (Sherbeny et al. 2005). Sisi aktif
glukosa oksidase mengandung tiga asam
amino yang berperan dalam proses katalisis,
yaitu His516 dan Glu412, yang berikatan
hidrogen dengan His559 (Lescovac et al.
2005).
Glukosa oksidase yang dihasilkan oleh
A. niger lebih stabil dan sudah banyak tersedia
secara komersial. Namun, glukosa oksidase
yang
berasal
dari
Penicillium
sp.
menunjukkan afinitas dan spesifitas substrat
yang lebih tinggi. Enzim glukosa oksidase

Gambar 2 Reaksi GOD (Simpson et al. 2007).

3

Tabel 1 Selektivitas substrat dari GOD
Laju relatif
oksidasi
(%)
β-D-Glukosa
100
2-Deoksi-D-glukosa
25
6-Deoksi-6-fluoro-D-glukosa
3
6-Metil-D-glukosa
1.85
4,6-Dimetil-D-glukosa
1.22
D-Manosa
0.98
D-Xilosa
0.98
α-D-Glukosa
0.22
Sumber: Mikkelsen & Corton (2004).
Substrat

spesifik terhadap substrat β-D-glukosa,
sementara bentuk anomer α-D-glukosa tidak
sesuai sebagai substrat enzim ini. Tabel 1
menunjukkan selektivitas subtrat dari GOD.
Inhibitor
enzim
ini
meliputi
pkloromerkuribenzoat, As, Ag+, Hg2+, Cu2+, Br, Cl-, F-, NaNO3, D-arabinosa, fruktosa, ribosa,
peroksida,
hidroksilamin,
hidrazin,
fenilhidrazin, natrium bisulfat, natrium kolat,
dan hidroksilamin (Simpson 2005).
Dalam aplikasi farmasi, glukosa oksidase
biasa digunakan sebagai biosensor untuk
penentuan glukosa. Dalam industri makanan,
enzim ini digunakan untuk menghilangkan
glukosa atau oksigen dalam pengolahan
beragam produk dengan tujuan mengubah
warna, rasa, dan tekstur. Saat ini glukosa
oksidase banyak dikembangkan dalam sistem
biofuel cell (Bhatti & Saleem 2009).
Pemurnian Enzim
Struktur, sifat kimia maupun sifat fisika
enzim yang diisolasi dari suatu organisme
dapat ditentukan apabila enzim tersebut
berada dalam keadaan murni. Pemurnian
enzim biasanya terdiri atas beberapa tahapan,
yaitu pengendapan protein dengan amonium
sulfat, dialisis, dan kromatografi (Sherbeny et
al. 2005). Tahap pengendapan protein dengan
amonium
sulfat
dilakukan
dengan
menambahkan garam dalam konsentrasi
tinggi. Konsentrasi garam yang rendah
meningkatkan kelarutan protein karena ionion berinteraksi dengan gugus bermuatan pada
permukaan protein dan mengganggu dengan
kekuatan elektrostatik yang kuat yang disebut
proses “salting in” (Metzler 2003). Pada
konsentrasi garam yang tinggi, garam menarik
air dari protein sehingga menimbulkan
agregasi dan pengendapan dari molekul
protein yang disebut proses “salting out”
(Koolman & Roehm 2005).
Amonium sulfat sering digunakan dalam

pengendapan protein karena memiliki tingkat
kelarutan tinggi (sekitar 3.6 M), kekuatan
ionik tinggi yang setara dengan nilai kuadrat
jumlah ionnya, tidak bersifat toksik, murah,
dan stabil terhadap enzim (Yuningtyas 2008).
Beberapa enzim dapat mengalami kerusakan
apabila ditambahkan amonium sulfat. Untuk
jenis enzim tersebut, pengendapan enzim
biasanya dilakukan dengan penambahan
pelarut organik, seperti metanol, etanol,
propan-2-ol, dan aseton. Perlakuan ini dapat
menurunkan konstanta dielektrik larutan
tersebut sehingga kelarutan protein juga
menurun. Pelarut organik jarang digunakan
dalam skala besar karena mahal, mudah
terbakar, dan lebih mudah mendenaturasi
enzim tersebut apabila suhunya diatas 0oC
(Chaplin 2004).
Tahap pemurnian enzim lebih lanjut yaitu
melalui dialisis. Tahap ini penting untuk
dilakukan setelah pengendapan amonium
sulfat (Nelson & Cox 2008). Dialisis
merupakan cara pemisahan molekul-molekul
kecil dari molekul besar dengan membiarkan
molekul kecil tersebut berdifusi melalui
membran selektif permeabel. Dialisis biasanya
digunakan untuk memisahkan garam dan
molekul kecil dari larutan makromolekul
(Koolman & Roehm 2005). Ekstrak enzim
hasil pemurnian parsial dimasukkan ke dalam
membran dialisis yang terbuat dari membran
semipermeabel dan dicelupkan dalam bufer
dengan volume yang lebih besar. Molekulmolekul kecil akan melewati membran hingga
konsentrasi sampel di dalam dan di luar
membran sama. Seiring dengan pergerakan
molekul kecil melalui membran, pelarut juga
ikut berpindah melalui membran dalam arah
yang berlawanan. Hal ini dapat menyebabkan
terjadinya pengenceran sampel (Nelson &
Cox 2008).
Aktivitas Enzim
Aktivitas enzim didefinisikan sebagai
kecepatan
pengurangan
substrat
atau
kecepatan pembentukkan produk pada kondisi
optimum (Nelson & Cox 2008). Suhu, pH,
konsentrasi substrat, serta keberadaan
aktivator dan inhibitor merupakan hal-hal
yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim.
Aktivitas enzim umumnya dinyatakan sebagai
unit (U). Unit didefinisikan sebagai jumlah
enzim yang diperlukan untuk menggunakan
satu mikromol substrat per menit pada suhu
dan temperatur tertentu. Aktivitas spesifik
didefinisikan sebagai aktivitas enzim per
satuan berat (U/mg) pada suhu dan pH
tertentu. Aktivitas spesifik dapat juga

4

digunakan untuk menentukan kemurnian
enzim. Semakin tinggi aktivitas spesifik
enzim yang digunakan maka semakin tinggi
tingkat kemurniannya (Mikkelsen & Corton
2004).
Aktivitas
enzim
dipengaruhi
oleh
konsentrasi substrat. Konsentrasi substrat
yang rendah menyebabkan sisi aktif enzim
hanya bereaksi dengan sedikit substrat. Jika
konsentrasi substrat diperbesar, maka susbtrat
yang dapat berinteraksi dengan sisi aktif
enzim akan semakin banyak. Hal ini
mengakibatkan aktivitas enzim semakin
meningkat dan reaksi berjalan lebih cepat.
Pada batas konsentrasi substrat tertentu, sisi
aktif enzim telah jenuh oleh substrat, sehingga
penambahan substrat tidak meningkatkan
aktivitas enzim (Nelson & Cox 2008).
Enzim
diketahui
sensitif
terhadap
perubahan suhu. Suhu memiliki pengaruh
yang cukup besar bukan hanya pada aktivitas
enzim melainkan juga pada stabilitas enzim.
Peningkatan suhu meningkatkan laju reaksi
kimia yang dikatalisis dan di sisi lain
meningkatkan juga laju inaktivasi enzim
(Illanes 2008). Suhu mempengaruhi energi
kinetik molekul. Kenaikan energi kinetik
molekul yang terjadi seiring peningkatan suhu
dapat meningkatkan frekuensi tumbukan.
Kombinasi frekuensi tumbukan yang lebih
sering dan lebih berenergi akan meningkatkan
laju reaksi (Murray et al. 2009). Hubungan
antara kecepatan reaksi enzim dan suhu
adalah eksponensial (Simpson 2005). Oleh
karena itu, pada suhu rendah reaksi
berlangsung lambat, sedangkan pada suhu
yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih
cepat. Suhu memiliki pengaruh yang cukup
besar bukan hanya pada aktivitas enzim
melainkan juga pada stabilitas enzim.
Peningkatan suhu meningkatkan laju reaksi
kimia yang dikatalisis dan di sisi lain
meningkatkan juga laju inaktivasi enzim
(Illanes 2008). Enzim menunjukkan aktivitas
maksimumnya pada suhu yang optimum
(Simpson 2005).
Enzim memiliki pH optimum yaitu pH
saat aktivitasnya maksimum. Pada pH lebih
tinggi atau lebih rendah aktivitasnya
berkurang. Enzim merupakan suatu polimer
poliionik sehingga pH sangat mempengaruhi
sifatnya. Perubahan pada pH dapat mengubah
penyebaran muatan pada sisi aktif semua
bagian permukaan dari molekul protein
(Illanes 2008). Rantai samping asam amino
pada sisi aktif dapat berperan sebagai asam
dan basa lemah dengan fungsi kritis yang
bergantung pada keadaan ionisasi tertentu.

Rantai samping tersebut mungkin berperan
penting dalam interaksi yang menjaga struktur
dari protein (Nelson & Cox 2008).
Kinetika Enzim
Pengukuran laju reaksi yang dikatalisis
oleh enzim sebagian besar menggunakan laju
awal (vo), yaitu kondisi singkat saat jumlah
produk masih sedikit, sehingga reaksi
berkebalikan dapat diabaikan. Laju awal
ditentukan selama beberapa menit pertama
dari
reaksi
dengan
melihat
jumlah
pengurangan substrat maupun penambahan
konsentrasi produk. Setelah keadaan ini, laju
reaksi relatif lebih lambat, hingga kemudian
akan berlangsung konstan. Pengukuran laju
awal reaksi merupakan hal penting untuk
memahami mekanisme kerja enzim serta
memperkirakan aktivitas enzim tersebut. Hal
ini disebabkan saat substrat yang digunakan
memiliki konsentrasi molar yang besar, laju
awal setara dengan konsentrasi enzim (Wilson
& Walker 2000).
Peningkatan konsentrasi substrat akan
meningkatkan laju reaksi hingga tercapai nilai
laju maksimal (vmaks). Kecepatan ini dicapai
pada konsentrasi substrat yang sangat tinggi
saat semua enzim terikat pada substrat
(Rogers & Gibon 2009). Jika peningkatan
konsentrasi substrat tidak lagi meningkatkan
laju reaksi maka reaksi tersebut telah
mengalami kejenuhan (Murray et al. 2009).
Nilai Km merupakan parameter yang
menunjukkan kekuatan pengikatan enzim
terhadap substrat. Nilai Km yang tinggi
menandakan bahwa laju disosiasi balik (k-1)
lebih besar dibandingkan dengan laju
pembentukan kompleks enzim substrat (k1)
dan hal ini dapat diartikan bahwa enzim
terikat pada substrat dengan lemah (afinitas
enzim terhadap substrat rendah). Kebalikan
dari hal tersebut, nilai Km yang rendah
menunjukkan afinitas enzim yang tinggi
terhadap substrat. Hubungan Km dengan
dengan afinitas enzim dapat dijelaskan dengan
persamaan berikut:
m

1

cat
1

Berdasarkan persamaan tersebut terlihat
bahwa Km berbanding lurus dengan k-1. Oleh
karena itu, ketika afinitas enzim rendah
terhadap substrat maka kompleks ES akan
sulit terbentuk dan reaksi cenderung mengarah
ke arah penguraian ES menjadi E dan S. Hal
ini menimbulkan laju disosiasi balik atau k-1
menjadi tinggi yang berdampak pada nilai Km

5

yang tinggi pula. Berdasarkan persamaan,
nilai Km yang tinggi dapat juga dikarenakan
tingginya nilai kcat (Rogers & Gibon 2009).
Afinitas enzim yang tinggi mengakibatkan
kompleks ES lebih mudah terbentuk sehingga
laju pembentukan ES atau k1 menjadi tinggi
yang berbanding terbalik dengan nilai K m
yang
rendah.
Berdasarkan
persamaan
Michaelis-Menten,
maks

horseradish
peroksidase
(HRP)
(75
purpurogallin U/mg).
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat
gelas, mortar, kertas saring, membran
selulosa, neraca analitik OHAUS GA 200,
waterbath, pH meter, inkubator, vortex,
magnetic stirrer, spektrofotometer Genesys
10UV, Beckman High Speed Centrifuge,
autoklaf TOMY High Pressure Steam
Sterilizer ES-315, peralatan laboratorium yang
biasa digunakan di laboratorium analitik.

m

saat v mencapai setengah vmaks maka nilai Km
akan sebanding dengan konsentrasi substrat
pada titik tersebut. Oleh karena itu, nilai K m
dapat diartikan sebagai konsentrasi substrat
saat v mencapai setengah vmaks (Rogers &
Gibon 2009).
Turnover number atau bilangan putaran
suatu enzim ialah nilai maksimal aktivitas
katalisis enzim tersebut, atau disebut juga
sebagai kcat. Nilai kcat didefinisikan sebagai
jumlah molekul substrat yang diubah menjadi
produk per satuan waktu pada satu molekul
enzim saat enzim tersebut jenuh oleh substrat
(Nelson & Cox 2008). Nilai ini dapat
diperoleh dengan persamaan:
bilangan putaran

[Et]

maks

Et

g enzim ml
bobot molekul enzim ( g mol)

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan ialah isolat lokal
Aspergillus niger (IPBCC.08.610) koleksi
Departemen Biologi IPB yang merupakan
hasil isolasi dari tanah di daerah Tarakan,
Kalimantan Timur, pasir kuarsa, akuades,
amonium
sulfat,
sukrosa,
pepton,
(NH4)2HPO4, MgSO4, NaNO3, KCl, CaCO3,
(NH4)2SO4, NaOH 2 N, glukosa, bufer
(natrium fosfat 0.1 M pH 6.0; fosfat sitrat 0.1
M pH 5.6; kalium fosfat 0.1 M pH 7.0),
pereaksi Lowry A (Na2CO3 2% dalam NaOH
0.1 N), pereaksi Lowry B (CuSO4.5H2O 0.5%
dalam Na-K-tartrat.5H2O 1%), pereaksi
Lowry C (campuran 50 mL pereaksi Lowry A
dengan 1 mL pereaksi Lowry B), pereaksi
Lowry D (pereaksi Folin-Cioucalteau yang
diencerkan dengan aquades 1:1), standar
Bovine Serum Albumin (BSA), o-dianisidin,

Metode
Optimasi Waktu Produksi Enzim Glukosa
Oksidase (modifikasi Singh & Verma 2010)
Penentuan waktu produksi optimum
dilakukan untuk mengetahui waktu inkubasi
optimum
Aspergillus
niger
dalam
menghasilkan enzim glukosa oksidase dengan
aktivitas yang tinggi. Produksi biomassa
dilakukan di Laboratorium Bioteknologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Cibinong. Sebanyak 500 mL media produksi
disiapkan dalam labu Erlenmeyer. Media
produksi mengandung 0.4 g/L (NH4)2HPO4;
0.2 g/L KH2PO4; 0.2 g/L MgSO4.7H2O; 40
g/L CaCO3; 3.3% sukrosa; dan 0.35%
glukosa. Media diatur sehingga memiliki pH
5.5. Suspensi spora dari isolat lokal
Aspergillus niger yang telah ditumbuhkan
dalam media starter selama 24 jam
dimasukkan ke dalam media tersebut
sebanyak 10% dari volume media produksi.
Komposisi media starter, yaitu 0.4 g/L
(NH4)2HPO4; 0.2 g/L KH2PO4; 0.2 g/L
MgSO4.7H2O; 10 g/L pepton; dan 70 g/L
sukrosa. Kultur tersebut kemudian diinkubasi
dengan kecepatan agitasi 200 rpm pada suhu
30oC dengan dua variasi waktu, yaitu 48 dan
72 jam. Miselium lalu dipisahkan dari media
pertumbuhan
dengan
cara
filtrasi
menggunakan kertas saring dan digunakan
pada proses isolasi enzim. Enzim yang
diperoleh lalu diuji aktivitasnya. Waktu
inkubasi yang menghasilkan enzim dengan
aktivitas total tertinggi ditetapkan sebagai
waktu inkubasi optimum. Produksi GOD
selanjutnya dilakukan pada waktu tersebut.
Isolasi Enzim Glukosa Oksidase dari
Aspergillus niger (modifikasi Firman &
Aryantha 2003)
Miselium hasil penyaringan digerus
sampai halus dengan menggunakan pasir
kuarsa dengan perbandingan 1:1. Sel yang
telah lisis ditambahkan dengan bufer natrium
fosfat 0.1 M pH 6.0 kemudian disentrifugasi
pada kecepatan 17000 x g suhu 4oC selama 20

6

menit. Supernatan yang dihasilkan merupakan
enzim kasar glukosa oksidase. Enzim kasar
diukur kadar protein dan aktivitasnya lalu
dilakukan tahap pemurnian dengan amonium
sulfat dan dialisis.
Pemurnian Enzim Glukosa Oksidase
(modifikasi Sherbeny et al. 2005)
Pemurnian enzim glukosa oksidase
dilakukan melalui pengendapan dengan
amonium sulfat dan dialisis. Tahap pertama
yang dilakukan ialah presipitasi enzim kasar
dengan penambahan amonium sulfat. Ekstrak
kasar enzim diendapkan dengan fraksinasi
amonium sulfat mulai dari kejenuhan 20%
sampai 80% dengan interval 20%. Larutan
didiamkan selama semalam pada suhu 4 oC,
kemudian disentrifus pada kecepatan 17000 x
g dengan suhu 4oC selama 15 menit. Fraksi
yang terendapkan dilarutkan dalam 1 mL
bufer fosfat sitrat 0.1 M pH 5.6. Setiap fraksi
yang diperoleh diukur kadar protein dan
aktivitasnya.
Fraksi amonium sulfat dengan aktivitas
spesifik tertinggi lalu dimasukkan ke dalam
kantong dialisis dan didialisis selama 9 jam
dengan menggunakan larutan bufer fosfat
sitrat 0.001 M pH 5.6. Larutan bufer diganti
setiap 3 jam. Bufer yang telah digunakan diuji
dengan larutan BaCl2 untuk menguji
keberadaan amonium sulfat dalam bufer.
Hasil dialisis tersebut kemudian dianalisis
kadar protein dan aktivitasnya. Fraksi dialisis
digunakan pada analisis pengaruh pH dan
suhu serta penentuan nilai Km dan vmaks.
Pengukuran Laju Awal dan Pengukuran
Aktivitas Enzim (modifikasi Bergmeyer
1988)
Pereaksi pada pengujian aktivitas enzim
terdiri atas 0.5 mL larutan glukosa 10% (b/v)
yang didiamkan selama 1 jam setelah
pembuatan agar terjadi mutarotasi, 2.4 mL odianisidin (6.6 mg o-dianisidin dalam 100 mL
bufer kalium fosfat 0.1 M pH 7), dan 0.1 mL
hidrogen peroksidase 1 mg/mL dicampurkan
dalam kuvet. Campuran tersebut dibiarkan
setimbang
pada
suhu
ruang.
Nilai
absorbannya diukur pada panjang gelombang
436 nm sebagai Ao hingga stabil. Setelah itu
tambahkan 0.1 mL GOD pada campuran dan
diukur peningkatan nilai absorbannya setiap
30 detik selama 5 menit pertama pada panjang
gelombang 436 nm sebagai At. Laju awal
ditentukan saat laju linear maksimum tercapai.
Waktu tercapainya laju awal digunakan
sebagai waktu pengukuran untuk fraksi enzim
lainnya.

Aktivitas GOD setiap fraksi diukur dengan
menggunakan pereaksi yang sama dengan
penentuan laju awal. Nilai absorbannya diukur
pada panjang gelombang 436 nm sebagai Ao
hingga stabil. Setelah itu tambahkan 0.1 mL
GOD pada campuran dan diukur peningkatan
nilai absorbannya sebagai At setiap 10 detik
hingga waktu saat laju linear mencapai
maksimum pada panjang gelombang 436 nm.
Pengukuran dilakukan dengan 2 kali ulangan.
Aktivitas dihitung menggunakan absorban
pada detik ke-30. Nilai yield dan kemurnian
lalu dihitung menggunakan persamaan pada
Lampiran 6.
Analisis Kadar Protein (modifikasi Lowry
et al. 1951)
Pengujian kadar protein dilakukan setelah
pembuatan kurva standar. Kurva standar
dibuat dari standar BSA dengan konsentrasi
50 – 600 µg/mL. Kurva standar yang
digunakan sebanyak dua kurva standar.
Keduanya menggunakan dua bufer yang
berbeda, yaitu bufer natrium fosfat 0.1 M pH
6.0 dan fosfat sitrat 0.1 M pH 5.6. Kurva
standar dengan bufer natrium fosfat digunakan
untuk mengukur kadar protein enzim kasar
sedangkan kurva standar dengan bufer fosfat
sitrat digunakan untuk mengukur kadar
protein fraksi amonium sulfat dan dialisis.
Sebanyak 0.2 mL sampel ditambahkan 1
mL pereaksi Lowry C lalu dikocok dan
dibiarkan selama 10 menit pada suhu ruang.
Setelah itu ditambahkan 0.1 mL pereaksi
Lowry D kemudian dikocok segera dan
dibiarkan selama 30 menit pada suhu ruang.
Absorbannya dibaca pada panjang gelombang
750 nm.
Penentuan pH dan Suhu Optimum
(modifikasi Simpson et al. 2007)
Bufer kalium fosfat 0.1 M dengan
beragam pH (pH 5 - 8) digunakan sebagai
bufer reaksi dalam pengujian GOD.
Campuran pereaksi pengujian dibiarkan
setimbang pada suhu ruang kemudian diukur
nilai Ao nya. Sebanyak 0.1 mL GOD
ditambahkan pada campuran tersebut lalu
diukur peningkatan absorbannya sebagai At.
Pereaksi pengujian aktivitas enzim diukur
nilai Ao nya pada panjang gelombang 436 nm.
pH bufer kalium fosfat yang digunakan
disesuaikan dengan pH yang telah dioptimasi.
Setelah itu diinkubasi selama 10 menit pada
penangas air dengan suhu yang diujikan
(26oC, 37oC, 45 oC, 55 oC, dan 65 oC).
Sebanyak 0.1 mL GOD ditambahkan pada
campuran tersebut lalu diukur peningkatan

7

absorbannya sebagai At setiap 10 detik hingga
waktu saat laju linear mencapai maksimum
pada panjang gelombang 436 nm.
Penentuan Km dan vmaks (modifikasi
Odebunmi & Owalude 2007)
Larutan
glukosa
dengan
beragam
konsentrasi (8 – 100 mM) digunakan sebagai
substrat dalam pengujian GOD lalu dibuat
kurva hubungan antara konsentrasi glukosa
dan aktivitas spesifik enzim. Setelah itu dibuat
persamaan linear Lineweaver-Burk dan
ditentukan nilai Km dan vmaks nya
menggunakan persamaan tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Waktu Produksi Optimum
Optimasi waktu produksi dilakukan untuk
menentukan waktu inkubasi kultur A. niger
(IPBCC.08.610) yang optimum dalam
memproduksi enzim glukosa oksidase. Variasi
waktu inkubasi yang digunakan yaitu 48 dan
72 jam. Enzim GOD yang dihasilkan oleh
isolat lokal ini merupakan enzim intraseluler
(Putri 2011). Biomassa yang dihasilkan oleh
A. niger berupa sel bulat berukuran cukup
besar dan berwarna putih. Pemanenan
biomassa dilakukan dengan penyaringan
menggunakan kain kasa. Enzim diisolasi
dengan cara lisis mekanik terhadap biomassa
yang dihasilkan. Miselia A. niger digerus
menggunakan mortar dengan bantuan pasir
kuarsa untuk mempermudah proses lisis.
Ekstrak kasar yang diperoleh dari masingmasing kultur lalu diukur aktivitas dan
konsentrasi proteinnya.
Pengukuran aktivitas glukosa oksidase
untuk fraksi 48 dan 72 jam dilakukan dengan
menentukan kecepatan reaksi awal (vo)
terlebih
dahulu.
Perubahan
substrat
berdasarkan waktu pada awalnya adalah linear
namun kemudian menurun. Pengukuran
aktivitas biasanya dilakukan segera setelah
reaksi dimulai untuk menghindari terjadinya
pengurangan laju akibat pengurangan substrat
dan penumpukan produk (Metzler 2003). Oleh
karena itu aktivitas enzim (v) ditentukan oleh

vo ketika pengaruh tersebut sangat kecil.
Penentuan vo untuk enzim glukosa oksidase
dilakukan pada fraksi 48 dan 72 jam.
Kecepatan awal reaksi (vo) ditentukan
berdasarkan laju linear maksimum pada kurva
yang menghubungkan antara waktu dan
absorbansi pengujian enzim.
Kecepatan awal reaksi GOD fraksi 48 jam
dan 72 jam diperoleh sebesar 0.80/menit dan
0.69/menit dengan nilai absorbansi setimbang,
yaitu 0.797 dan 0.691. Setelah laju awal reaksi
enzim diketahui, aktivitas masing-masing
sampel diukur dengan waktu pengukuran 1
menit. Waktu ini ditentukan berdasarkan
waktu yang menunjukkan terjadinya laju
linear tertinggi pada reaksi enzim (to) (Gambar
3). Tabel 2 menunjukkan hasil uji aktivitas
dan jumlah protein dari masing-masing
kultur. Kultur 48 jam memiliki aktivitas
total lebih tinggi dibandingkan dengan kultur
72 jam. Kultur 48 jam memiliki aktivitas total
134.21 U sedangkan aktivitas total kultur 72
jam yaitu 103.72 U. Aktivitas total
menunjukkan jumlah total unit enzim yang
terdapat dalam suatu fraksi (Nelson & Cox
2008). Hasil ini sama dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Khurshid et al. (2011)
yaitu waktu fermentasi yang menghasilkan
GOD paling
maksimal adalah 48 jam.
Produksi GOD selanjutnya dilakukan dengan
waktu inkubasi kultur selama 48 jam sebagai
waktu inkubasi optimum.
Prinsip pengujian enzim GOD berdasarkan
oksidasi β-D-glukosa oleh GOD dengan
bantuan oksigen menjadi β-D-glukono-δlakton dan hidrogen peroksida. Hidrogen
peroksida yang terbentuk digunakan untuk
mengoksidasi substrat kromogen pada reaksi
kedua dengan hidrogen peroksidase (HRP)
menghasilkan perubahan warna. Perubahan
warnanya diamati secara spektrofotometri
(Sukhacheva et al. 2004). Pada penelitian ini
menggunakan o-dianisidin sebagai substrat
kromogen. Perubahan warna yang terjadi
diukur pada panjang gelombang 436 nm.
Larutan glukosa yang digunakan didiamkan
terlebih dahulu selama 1 jam agar terjadi
mutarotasi menjadi β-D-glukosa (Bergmeyer
1988 dalam Simpson 2005).

Tabel 2 Aktivitas GOD berdasarkan waktu produksi
Waktu
produksi
(Jam)
48
72

Aktivitas
(U/mL)

[Protein]
(mg/mL)

Volume
(mL)

Aktivitas
total (U)

2.91
2.13

0.94
1.86

46.20
48.80

134.21
103.70

Protein
total
(mg)
43.43
90.77

Aktivitas
spesifik
(U/mg)
3.09
1.14

8

Absorban

436

2
1.5
1
0.5
0
0

60

120 180 240 300 360
Waktu (detik)

Gambar 3 Penentuan kecepatan awal reaksi
(vo) fraksi 48 jam.
Sumber karbon yang digunakan dalam
media produksi berupa sukrosa dan glukosa.
Sukrosa yang digunakan untuk media lebih
banyak dibandingkan glukosa. Hal ini
dikarenakan menurut Bankar et al. (2009)
sukrosa merupakan substrat yang dapat
memproduksi glukosa oksidase dengan lebih
optimal. Konsentrasi glukosa yang tinggi
mengakibatkan penurunan massa miselia, pH
kultur, dan konsentrasi glukosa oksidase
(Simpson 2005). Rogalski et al. (1988) dalam
Simpson
(2005)
menyatakan
bahwa
konsentrasi glukosa optimal untuk produksi
GOD pada A. niger mutant G-13 yaitu 8%
sedangkan konsentrasi yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu 0.35%. Berdasarkan
penelitian Sabir et al. (2007) yang
menggunakan berbagai macam sumber karbon
dalam produksi enzim GOD dari Penicillium
notatum didapat bahwa penggunaan sukrosa
dalam media menunjukkan aktivitas GOD
yang dihasilkan paling tinggi dibandingkan
penggunaan maltosa, glukosa, fruktosa, dan
pati.
Media yang digunakan pada penelitian ini
memiliki konsentrasi CaCO3 4% dan pH 5.5.
Konsentrasi CaCO3 optimum untuk produksi
GOD menurut Hatzinikolaou et al. (1996)
adalah 4%. Hatzinikolaou dan Macris (1995)
dalam Simpson (2005) melaporkan bahwa
CaCO3 merupakan penginduksi yang kuat
dalam pembentukan GOD pada A. niger.
Berdasarkan penelitian Hatzinikolaou et al.
(1996) didapat bahwa aktivitas enzim
glukosa-6-fosfat isomerase sebagai enzim
glikolisis lebih tinggi pada media tanpa
CaCO3 sedangkan aktivitas GOD dan katalase
cukup
rendah.
Penambahan
CaCO3
mengakibatkan peningkatan aktivitas GOD
dan katalase seiring dengan penurunan
aktivitas
glukosa-6-fosfat
isomerase.
Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa
adanya CaCO3 mengubah jalur metabolik A.

niger dari glikolisis menjadi jalur pentosa
fosfat, yang dapat meningkatkan jumlah
glukosa
oksidase
(Simpson
2005).
Berdasarkan penelitian Khurshid et al. (2011),
pH optimum untuk produksi GOD pada A.
niger adalah 5.5. Produksi glukosa oksidase
selama fermentasi dapat berlangsung pada pH
minimal 4 (Simpson 2005).
Konsentrasi KH2PO4 dan MgSO4 yang
digunakan dalam media produksi pada
penelitian ini yaitu 0.02%. Khurshid et al.
(2011) menyatakan bahwa aktivitas GOD
maksimum terjadi pada konsentrasi KH2PO4
0.4% dan kemudian menurun pada
konsentrasi lebih dari itu. Selain itu
peningkatan konsentrasi MgSO4 mulai dari
0.01% mengakibatkan penurunan aktivitas
GOD sehingga penggunaan MgSO4 harus
seminimal mungkin. Yang et al. (1996) dan
Hamid et al. (2003) juga menyatakan bahwa
penambahan Mg2+ pada media merupakan
inhibitor kuat pada produksi GOD.
Fraksinasi Amonium Sulfat
Produksi enzim dilakukan pada 3 liter
media dengan waktu fermentasi selama 48
jam. Ekstrak kasar enzim yang diperoleh lalu
digunakan untuk tahap pemurnian dengan
amonium sulfat. Tahap ini merupakan langkah
awal pemurnian enzim yang berfungsi
meningkatkan konsentrasi protein enzim,
mereduksi volume larutan enzim, dan
memisahkan protein target dari sebagian
kontaminan
yang
tidak
diinginkan
(Yuningtyas 2008).
Protein pada ekstrak kasar enzim
diendapkan dengan fraksinasi amonium sulfat
mulai dari kejenuhan 20% sampai 80%
dengan interval 20%. Fraksinasi ini dilakukan
untuk mengetahui kejenuhan amonium sulfat
yang optimum untuk mengendapkan enzim
GOD. Tabel 3 menunjukkan jumlah protein
dan aktivitas yang dimiliki masing-masing
fraksi hasil pengendapan. Jumlah protein total
dan aktivitas spesifik meningkat seiring
dengan meningkatnya tingkat kejenuhan
amonium sulfat. Protein total terbanyak pada
fraksinasi amonium sulfat terdapat pada fraksi
dengan kejenuhan 80%, yaitu sebanyak 4.19
mg. Protein total dari fraksi 20% dan 40%
sangat rendah. Protein yang terendapkan pada
kedua fraksi ini hanya sedikit. Terjadi
peningkatan aktivitas dan protein total yang
cukup signifikan dari fraksi 40% ke fraksi
60% hingga fraksi 80%. Aktivitas spesifik
tertinggi dimiliki oleh fraksi 80% sebesar
22.18 U/mg dengan yield 32.98% dan tingkat
kemurnian naik hingga 6.92 kali. Peningkatan

9

Tabel 3 Aktivitas GOD tiap fraksi hasil pemurnian
Fraksi

Aktivitas
(U/mL)

[Protein]
(mg/mL)

Volume
(mL)

Aktivitas
total (U)

Protein
total
(mg)

Aktivitas
spesifik
(U/mg)

Yield
(%)

Kemurnian
(kali)

Kasar

2.82

0.88

100.00

281.50

88.00

3.21

100.00

1.00

A.s. 20%

0.91

0.25

1.00

0.91

0.25

3.71

0.32

1.16

A.s 40%

0.97

0.26

1.00

0.97

0.26

3.73

0.35

1.16

A.s. 60%

20.38

2.55

1.50

30.57

3.83

8.00

10.85

2.50

A.s 80%

61.91

2.79

1.50

92.87

4.19

22.18

32.98

6.92

Dialisis

46.13

2.17

1.50

69.20

3.26

21.25

24.57

6.63

kemurnian
yang
cukup
signifikan
menunjukkan bahwa tingkat kejenuhan 80%
amonium
sulfat
optimum
untuk
mengendapkan protein GOD. Sherbeny et al.
(2005) menyatakan hal yang sama, yaitu
amonium sulfat dengan tingkat kejenuhan
80%
optimum
dalam
meningkatkan
kemurnian GOD.
Perbedaan tingkat kejenuhan amonium
sulfat berhubungan dengan jumlah asam
amino hidrofilik dan hidrofobik yang terdapat
pada permukaan protein enzim. Protein enzim
yang memiliki lebih banyak asam amino
hidrofilik membutuhkan konsentrasi garam
yang lebih tinggi untuk mengendapkannya
karena permukaan protein yang hidrofilik
berinteraksi kuat dengan air sehingga
diperlukan ion-ion dari garam dalam jumlah
yang lebih banyak untuk mengganggu
interaksi tersebut. Sebaliknya, jika protein
enzim mengandung lebih banyak asam amino
hidrofobik, jumlah amonium sulfat yang
diperlukan lebih sedikit (Anwar 2006).
Amonium sulfat ditambahkan sedikit demi
sedikit sambil diaduk agar konsentrasi
amonium sulfat dapat merata saat berinteraksi
dengan enzim (Yuningtyas 2008). Aktivitas
enzim dan konsentrasi protein tertinggi pada
fraksi amonium sulfat 80% menunjukkan
bahwa GOD yang dihasilkan memiliki sifat
hidrofilik yang cukup tinggi sehingga
diperlukan kejenuhan amonium sulfat yang
cukup tinggi untuk membuatnya mengendap.
Asam amino pada GOD dari A. niger
mengandung lebih banyak histidin, arginin,
dan tirosin serta lebih sedikit lisin dan
fenilalanin dibandingkan GOD dari P.
Amagasakiense (Simpson 2005). Glukosa
oksidase banyak mengandung asam amino
serin, glisin, asam glutamat, asam aspartat,
dan alanin (Sherbeny et al. 2005). Glisin dan
alanin termasuk asam amino dengan gugus R
yang bersifat hidrofobik. Tirosin termasuk
dalam asam amino dengan gugus-R aromatik
yang bersifat hidrofobik namun masih

mengandung gugus hidroksil yang hidrofilik.
Serin, histidin, asam glutamat, asam aspartat,
dan arginin merupakan asam amino yang
bersifat polar atau hidrofilik (Nelson & Cox
2008).
Dialisis
Dialisis dilakukan terhadap fraksi 80%
amonium sulfat yang memiliki peningkatan
kemurnian paling tinggi. Selain itu, fraksi ini
juga memiliki aktivitas total paling tinggi.
Sebanyak λ00 L fraksi 80% didialisis selama
9 jam dengan penggantian bufer setiap 3 jam.
Penggantian bufer ini dilakukan agar bufer
yang digunakan tidak jenuh oleh amonium
sulfat sehingga menghambat proses dialisis.
Proses ini dilakukan hingga amonium sulfat
tidak lagi ditemukan dalam bufer dialisis. Hal
ini ditandai dengan tidak terbentuknya lagi
endapan putih BaSO4 pada uji terhadap bufer
dialisis
menggunakan
larutan
BaCl2.
Kecepatan dialisis bergantung pada beberapa
faktor, yaitu membran, pelarut, sifat-sifat
fisik, dan kesetimbangan membran Donnan
(Bintang 2010).
Dialisis pada penelitian ini menggunakan
membran selulosa dengan nilai cut off 12 kDa.
Membran tersebut mampu menahan GOD
agar tidak keluar selama proses dialisis. Hal
ini dikarenakan GOD memiliki bobot molekul
berkisar antara 130 - 175 kDa (Simpson
2005). Membran tersebut perlu dididihkan
terlebih dahulu dalam larutan Na2CO3-EDTA
untuk mencegah hilangnya aktivitas molekulmolekul yang didialisis akibat kontaminankontaminan yang ada pada membran (Bintang
2010). Hasil uji aktivitas pada Tabel 3
menunjukkan tidak adanya peningkatan
aktivitas spesifik setelah dilakukannya
dialisis. Aktivitas spesifik menurun sedikit
dibandingkan aktivitas spesifik fraksi 80 %
amonium sulfat, yaitu 21.25 U/mg. Selain itu
tidak terjadi peningkatan kemurnian pada
hasil dialisis dari fraksi 80%, tingkat
kemurnian hasil dialisis yaitu 6.63 kali.

10

Aktivitas total yang dihasilkan adalah 69.20 U
dengan yield 24.57%, relatif terhadap enzim
kasar.
Dialisis dilakukan untuk menghilangkan
molekul-molekul berukuran kecil di dalam
larutan enzim (Koolman & Roehm 2005).
Molekul-molekul seperti ion-ion dan proteinprotein yang tidak diinginkan yang berukuran
lebih kecil dibandingkan molekul enzim dapat
dipisahkan melalui tahap ini. Tahap ini
penting untuk dilakukan setelah pengendapan
amonium sulfat (Nelson &Cox 2008).
Kandungan garam yang tinggi dapat
mempengaruhi
aktivitas
enzim
yang
terkandung di dalam fraksi (Pohl 1990).
pH dan Suhu Optimum
Fraksi hasil dialisis diuji untuk mengetahui
pH dan suhu optimum untuk berjalannya
reaksi. Aktivitas enzim sangat bergantung
pada pH karena adanya hubungan antara
keadaan ionisasi dari asam amino pada enzim
dengan sisi aktifnya. Gambar 4 menunjuk