Pemurnian dan Karakterisasi Glukosa Oksidase dari Isolat Aspergillus niger (IPBCC 08.610)

PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI GLUKOSA OKSIDASE
DARI ISOLAT Aspergillus niger (IPBCC.08610)

EVA SELENIA DESI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemurnian dan
Karakterisasi Glukosa Oksidase dari Isolat Aspergillus niger (IPBCC
08.610) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana
pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Eva Selenia Desi
NIM G84100062

2

ABSTRAK
EVA SELENIA DESI. Pemurnian dan Karakterisasi Glukosa Oksidase dari Isolat
Aspergillus niger (IPBCC 08.610). Dibimbing oleh INDA SETYAWATI dan
POPI ASRI KURNIATIN.
Glukosa oksidase (GOD) sedang banyak dikembangkan dalam berbagai
aplikasi seperti pada industri makanan, obat-obatan, dan elektronik. Sumber GOD
terbaik berasal dari Aspergillus niger karena diketahui memiliki aktivitas spesifik
yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk memurnikan glukosa oksidase dari
A.niger (IPBCC 08.610) dengan menggunakan teknik kromatografi kolom gel
filtrasi dan karakterisasinya. Pemurnian menggunakan kromatografi filtrasi gel
menghasilkan satu fraksi enzim yang memiliki kadar protein lebih tinggi (Fraksi
4) dibandingkan fraksi lainnya. Aktivitas spesifik fraksi hasil kromatografi adalah

31.92 U/mg dengan tingkat kemurnian 8.86 kali dibandingkan dengan ekstrak
enzim kasar yaitu 3.61 U/mg. Estimasi bobot molekul hasil analisis metode SDSPAGE menunjukkan 2 pita protein yang berukuran 161 kDa dan 84 kDa. Adapun
nilai Km dan Vmaks glukosa oksidase dengan substrat glukosa adalah 39 mM dan
3.7 x 10-3 mmol/det.
Kata kunci: Aspergillus niger, glukosa oksidase, Km, Vmaks, kromatografi kolom
filtrasi gel, pemurnian, SDS-PAGE.

ABSTRACT
EVA SELENIA DESI. Purification and Characterization of Glucose Oxidation
from Isolate Aspergillus niger (IPBCC 080610). Supervised by INDA
SETYAWATI and POPI ASRI KURNIATIN.
Glucose oxidase (GOD) is being developed in many fields such as in health,
food industry and electronic devices. A.niger is the best source of GOD because
its higher activity than GOD from other microorganisms. The aimed of this
research was to purify glucose oxidase of A. niger (IPBCC 08.610) conducted by
gel fitration column chromatography and characterize the protein. Purification
with chromatography resulted a fraction of enzyme which had high protein level
(Fraction 4). The spesific activity of this fraction was 31.92 U/mg and the fold of
purification was 8.86 times compared to the spesific activity of crude extract.
Molecular weight estimation by SDS-PAGE method shows that there are two

bands of protein, 161 kDa and 84 kDa. In addition of enzyme kinetics, glucose
oxidase had Km and Vmax value (glucose as a substrate), respectively 39 mM and
3.7 x 10-3 mmol/det.
Keywords: Aspergillus niger, glucose oxidase, Km, Vmax, gel filtration column
chromatographed, purification, SDS-PAGE

3

4

PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI GLUKOSA OKSIDASE
DARI ISOLAT Aspergillus niger (IPBCC.08610)

EVA SELENIA DESI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia


DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

5

Judul Skripsi : Pemurnian dan Karakterisasi Glukosa Oksidase dari Isolat
Aspergillus niger (IPBCC 08.610)
Nama
: Eva Selenia Desi
NIM
: G84100062

Disetujui oleh

Inda Setyawati, STP MSi
Pembimbing I


Popi Asri Kurniatin, SSiApt MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

6

PRAKATA
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian
dari (akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”
(Q.S.Ar Ruum: 41).
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat
serta karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan

judul Pemurnian dan Karakterisasi Glukosa Oksidase dari Isolat Aspergillus niger
(IPBCC 08.610). Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2014 di
Laboratorium Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Inda Setyawati, STP MSi serta
Popi Kurniatin Asri, Ssi Apt MSi yang telah memberikan bimbingan, pengarahan,
saran, serta waktunya selama penelitian ini. Ungkapan terima kasih yang tak
terhingga penulis ucapkan kepada orang tua, keluarga, serta keluarga besar
biokimia 47 atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang telah diberikan.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan
penelitian ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan dalam penulisan selanjutnya. Semoga penelitian ini
dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca.

Bogor, Januari 2015
Eva Selenia Desi

7

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

METODE

2


Bahan dan Alat

2

Metode Penelitian

2

HASIL

5

Fraksi Kasar dan Pemurnian Parsial Glukosa Oksidase

5

Elektroforegram Glukosa Oksidase

6


Kinetika Glukosa Oksidase

7

PEMBAHASAN

7

Fraksi Ekstrak Kasar Glukosa Oksidase

7

Fraksi Pemurnian Glukosa Oksidase secara Parsial

9

Elektroforegram Glukosa Oksidase

11


Kinetika Glukosa Oksidase

13

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

15


LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

26

8

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Kurva kadar protein glukosa oksidase hasil pemurnian dengan
5
kromatografi kolom filtrasi gel
6
Hasil analisis perkiraan bobot molekul glukosa oksidase
7
Kurva Lineweaver-Burk Glukosa Oksidase

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Bagan Alir Proses Penelitian
Kurva standar protein
Kadar protein dan aktivitas enzim glukosa oksidase
Contoh perhitungan kadar protein dan aktivitas enzim
Penentuan Km dan Vmaks

18
20
21
22
724

1

PENDAHULUAN
Glukosa oksidase (GOD) adalah enzim yang mengkatalisis oksidasi β-Dglukosa menjadi glukonolakton dan hidrogen peroksida dengan bantuan molekul
oksigen sebagai akseptor elektron (Sabir et al. 2007). Glukosa oksidase banyak
digunakan dalam aplikasi bidang farmasi, di antaranya sebagai biosensor untuk
penentuan kadar glukosa dalam darah. Pada bidang industri makanan, enzim ini
juga sering dimanfaatkan untuk menghilangkan glukosa dan oksigen dalam
pengolahan suatu produk, sedangkan pada bidang energi terbarukan digunakan
sebagai enzymatic biofuel cell (EFC). Glukosa oksidase juga berperan penting
dalam menghilangkan beberapa bakteri pengganggu pada makanan seperti
Salmonella infantis, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, dan Listeria
monocytogens.
Banyak mikroorganisme yang mampu memproduksi glukosa oksidase, di
antaranya seperti Penicillium notatum, Penicillium chrysosporium, Aspergillus
niger, dan Botrytis cinerea. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bankar et al.
(2009), glukosa oksidase yang paling baik adalah yang dihasilkan oleh
Aspergillus niger. Penapisan terhadap beberapa jenis fungi memperlihatkan
bahwa A.niger merupakan sumber glukosa oksidase yang paling baik dan
menghasilkan glukosa oksidase yang lebih stabil dibandingkan hasil produksi
Penicillium sp (Khurshid et al. 2011).
Iklim tropis menjadikan Indonesia memiliki tingkat kelembapan yang
tinggi, hal ini mendorong pertumbuhan yang sangat aktif dari A.niger sehingga
keberadaannya tidak sulit ditemukan. Keberlimpahan A.niger berbanding lurus
dengan kebutuhan glukosa oksidase untuk pemanfaatannya dalam kemajuan
teknologi. Hal ini yang mendorong para peneliti untuk melakukan eksplorasi lebih
jauh mengenai A.niger sebagai bahan baku pembuatan glukosa oksidase.
Berdasarkan penelitian Triana (2012) diketahui bahwa isolat lokal A. niger IPBCC
(08.610) menghasilkan GOD dengan aktivitas spesifik sebesar 22.18 U/mg yang
terendapkan dengan baik pada pengendapan 80 % ammonium sulfat dan diperoleh
kemurnian enzim sebesar 6.92 kali. Sedangkan pada penelitian Abdullah (2013)
diketahui GOD yang dihasilkan dari isolat yang sama memiliki aktivitas spesifik
sebesar 43.176 U/mg dan kemurnian sebesar 6.17 kali dari hasil dialisis.
Menurut Bhatti dan Madeeha (2005), kemurnian GOD dapat ditingkatkan
dengan menggunakan kromatografi kolom filtrasi gel. Enzim dengan tingkat
kemurnian yang tinggi diketahui akan memiliki tingkat aktivitas yang baik, maka
dari itu pada penelitian ini dilakukan pemurnian GOD dengan menggunakan
kromatografi kolom filtrasi gel. GOD yang sudah melalui tahap pemurnian
diharapkan dapat dimanfaatkan dan mampu dikembangkan di Indonesia secara
optimal. Tujuan penelitian ini adalah memurnikan glukosa oksidase dengan
menggunakan teknik kromatografi kolom filtrasi gel sehingga tingkat kemurnian
enzim yang dihasilkan semakin tinggi. Selayaknya GOD tersebut dapat digunakan
untuk pemurnian selanjutnya serta glukosa oksidase dapat dikarakterisasi lebih
lanjut seperti untuk penentuan struktur protein.

2

METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biakan isolat
Aspergillus niger (IPBCC 08.610) koleksi Departemen Biologi IPB yang
merupakan hasil isolasi dari tanah di daerah Tarakan, Kalimantan Timur, bahan
media NA, sukrosa, pepton, (NH4)2HPO4, MgSO4, NaNO3, KCl, CaCO3,
(NH4)2SO4, NaOH 2 N, glukosa, pasir kuarsa, glassbead, akuades steril, bufer
(natrium fosfat 0.1 M pH 6.0; fosfat sitrat 0.1 M pH 5.6; kalium fosfat 0.1 M pH
7.0), pereaksi Lowry A (Na2CO3 2 % dalam NaOH 0.1 N), pereaksi Lowry B
(CuSO4.5H2O 0.5 % dalam Na-K-tartrat.5H2O 1 %), pereaksi Lowry C (campuran
50 mL pereaksi Lowry A dengan 1 mL pereaksi Lowry B), pereaksi Lowry D
(pereaksi Folin-Cioucalteau yang diencerkan dengan aquades 1:1), standar Bovine
Serum Albumin (BSA), o-dianisidin, horseradish peroksidase, amonium sulfat,
sodium dodecyl sulfate (SDS) 2 % (b/v), ammonium persulfat (APS) 10 % (b/v),
tetramethylethylendiamin (TEMED), gliserol, bromfenol biru 0.1 %, dan
Commasie brilliant blue R-25. Separating gel 10 % terdiri dari akrilamid 30%,
bufer Tris-HCl 1.5 M pH 6.8, sodium dodecyl sulfate 10 % (b/v), H2O,
ammonium persulfat 10 % (b/v) dan tetramethylethylendiamin. Stacking gel 5 %
terdiri atas H2O, akrilamid 30 %, bufer Tris-HCl 1 M pH 8.8, sodium dodecyl
sulfate 10 % (b/v), APS 10 % (b/v) dan tetramethylethylendiamin.
Peralatan yang digunakan adalah alat-alat gelas, mortar, kertas saring,
membran selulosa, neraca analitik OHAUS GA 200, waterbath, pH meter,
inkubator, vortex, magnetic stirrer, spektrofotometer Genesys 10UV, Beckman
High Speed Centrifuge, autoklaf TOMY High Pressure Steam Sterilizer ES-315,
perangkat SDS-PAGE dan beberapa peralatan di laboratorium analitik.
Metode Penelitian
Penyiapan Media Tumbuh dan Media Produksi Glukosa Oksidase
(Modifikasi Singh dan Verma 2010)
Media tumbuh isolat A. niger terdiri atas media penyegaran, media starter
dan media produksi. Bahan untuk media penyegaran adalah 1 gram PDA
dilarutkan dalam 25 mL aquades. Media PDA kemudian dididihkan. Bahan-bahan
untuk membuat media starter dilarutkan dalam 500 mL akuades. Komposisi
media starter, yaitu 0.4 g/L (NH4)2HPO4; 0.2 g/L KH2PO4; 0.2 g/L MgSO4.7H2O;
10 g/L pepton; dan 70 g/L sukrosa. Media starter dibagi dalam sepuluh buah
Erlenmeyer 250 mL masing-masing diisi dengan 50 mL media starter. Media
produksi mengandung 0.4 g/L (NH4)2HPO4; 0.2 g/L KH2PO4; 0.2 g/L
MgSO4.7H2O; 40 g/L CaCO3; 3.3 % sukrosa; dan 0.35 % glukosa. Media diatur
pada pH 5.5 dengan penambahan larutan H3PO4 1 M. Sebanyak sepuluh buah
Erlenmeyer 500 mL disiapkan dan masing-masing diisi dengan 100 mL media
produksi. Setiap media disterilisasi dalam autoklaf 121 0C selama 15 menit.
Produksi Glukosa Oksidase (Singh & Verma 2010)
Sebanyak satu ose isolat A. niger dipindahkan ke dalam agar miring PDA
dengan metode cawan gores. Kemudian, agar miring diinkubasi dalam suhu ruang

3

selama 3 hari. Suspensi spora dari stok media agar miring isolat A. niger
ditumbuhkan dalam media starter diinkubasi pada suhu 30 oC kecepatan 120 rpm
selama 24 jam. Media starter kemudian dimasukkan ke dalam media produksi,
diinkubasi pada suhu 30 0C kecepatan 120 rpm selama 48 jam (Triana 2012).
Setelah inkubasi, miselium dipisahkan dari media pertumbuhan dengan cara
disaring menggunakan kain kasa. Berat miselium yang dihasilkan ditimbang dan
digunakan untuk tahap isolasi.
Isolasi Glukosa Oksidase dari A. niger (Modifikasi Firman & Aryantha 2003)
Enzim dalam sel diisolasi dengan cara penggerusan menggunakan mortar
steril dalam suhu 4 oC. Miselium hasil penyaringan digerus sampai halus dengan
menggunakan pasir kuarsa dengan perbandingan 1:1. Sel yang telah lisis
ditambahkan dengan bufer natrium fosfat 0.1 M pH 6.0, kemudian disentrifugasi
pada kecepatan 12000 rpm suhu 4 oC selama 20 menit. Supernatan yang
dihasilkan merupakan ekstrak kasar glukosa oksidase. Ekstrak kasar diukur kadar
protein dan aktivitasnya lalu dilakukan tahap pemurnian dengan amonium sulfat
dan dialisis.
Pengukuran Kadar Protein Fraksi Enzim (Modifikasi Lowry et al. 1951)
Pengujian kadar protein dilakukan setelah pembuatan kurva standar. Kurva
standar dibuat dari standar BSA dengan konsentrasi 100 – 600 g/mL. Kurva
standar yang digunakan berjumlah dua buah. Keduanya menggunakan dua bufer
yang berbeda, yaitu bufer natrium fosfat 0.1 M pH 6.0 dan fosfat sitrat 0.1 M pH
5.6. Kurva standar dengan bufer natrium fosfat digunakan untuk mengukur kadar
protein enzim kasar sedangkan kurva standar dengan bufer fosfat sitrat digunakan
untuk mengukur kadar protein fraksi amonium sulfat dan dialisis. Sebanyak 0.2
mL sampel ditambahkan 1 mL pereaksi Lowry C lalu dikocok dan diinkubasi
selama 10 menit pada suhu ruang. Setelah itu ditambahkan 0.1 mL pereaksi
Lowry D kemudian dikocok segera dan dibiarkan selama 30 menit pada suhu
ruang. Absorbannya dibaca pada panjang gelombang 750 nm.
Uji Aktivitas Glukosa Oksidase (Modifikasi Bergmeyer 1988)
Pereaksi pada pengujian aktivitas enzim terdiri atas 0.5 mL larutan glukosa
10 % (b/v), 2.4 mL o-dianisidin (6.6 mg o-dianisidin dalam 100 mL bufer kalium
fosfat 0.1 M pH 7), dan 0.1 mL hidrogen peroksidase 1 mg/mL dicampurkan
dalam kuvet. Nilai absorbannya diukur pada panjang gelombang maksimum 436
nm sebagai absorbansi awal (Ao) hingga stabil. Setelah itu tambahkan 0.1 mL
GOD pada campuran dan diukur peningkatan nilai absorbannya setiap 10 detik
selama 5 menit pertama pada panjang gelombang maksimum 436 nm sebagai
absorbansi detik ke-t (At). Laju awal ditentukan saat laju linear maksimum
tercapai. Waktu tercapainya laju awal digunakan sebagai waktu pengukuran
aktivitas enzim untuk fraksi enzim lainnya. Aktivitas GOD setiap fraksi diukur
dengan menggunakan pereaksi yang sama dengan penentuan laju awal. Nilai
absorbannya diukur pada panjang gelombang maksimum 436 nm sebagai Ao
hingga stabil. Setelah itu tambahkan 0.1 mL GOD pada campuran dan diukur
peningkatan nilai absorbannya sebagai At setiap 10 detik hingga waktu saat laju
linear mencapai maksimum. Aktivitas glukosa oksidase ialah nilai mikromol
substrat yang dioksidasi oleh glukosa oksidase. Nilai aktivitas glukosa oksidase

4

dihitung sebagai nilai absorbansi perwaktu (ΔA/Δt) dibagi dengan faktor
ekstingsi.
Aktivitas enzim (Unit/mL)

=

Keterangan:
C (Konsentrasi)
ΔA
Volume total
Koefisien ekstingsi o-dianisidin
Tebal kuvet
Volume enzim

x volume total 3.1 mL x
t x volume enzim

1

= x (ΔA)
b
= (At – A0)
= 3.1 mL
= 8.3 mM-1 cm-1
= 1 cm
= 0.1 mL

Pemurnian Glukosa Oksidase secara Parsial
Pengendapan amonium sulfat dan dialisis (Baehaki 2012). Pemurnian
glukosa oksidase dilakukan melalui pengendapan dengan amonium sulfat, dialisis,
dan pemurnian dengan kromatografi kolom filtrasi gel. Pengendapan glukosa
oksidase dilakukan dengan menambahkan amonium sulfat dengan tingkat
kejenuhan 60 % - 80 %. Konsentrasi amonium sulfat 80 % digunakan berdasarkan
hasil optimasi pengendapan amonium sulfat yang telah dilakukan pada penelitian
sebelumnya (Triana 2012). Pengendapan dilakukan dengan cara menambahkan
garam amonium sulfat sedikit demi sedikit selama 1.5 jam pada suhu 4 oC dan
diaduk pelan dengan stirer kecepatan 250 rpm. Larutan didiamkan selama
semalam penuh pada suhu 4 oC, kemudian disentrifus pada kecepatan 12000 rpm
selama 15 menit untuk memisahkan partikel yang tidak larut. Presipitat kemudian
dilarutkan dalam 1 mL bufer fosfat sitrat 0.1 M pH 5.6.
Setelah pengendapan amonium sulfat, lalu dilakukan dialisis yang memiliki
molecular weight cut off (MWCO) 12 kDa. Sebelum digunakan, membran
diproses untuk menghilangkan kontaminan seperti gliserol, ion logam berat, atau
komponen mikro mengandung sulfur. Persiapan membran dimulai dengan
membran direbus dalam larutan NaHCO3 2 % dan EDTA 1mM selama 10 menit.
Kemudian larutan NaHCO3 2 % dan EDTA 1mM dibuang dan diganti dengan
aquades, setelah itu membran disimpan dalam lemari es (Bryer 1986). Fraksi
amonium sulfat 80 % dimasukkan ke dalam kantong dialisis, dan didialisis selama
9 jam dengan menggunakan larutan bufer fosfat sitrat 0.001 M pH 5.6. Larutan
bufer diganti setiap 3 jam.
Pemurnian dengan kromatografi kolom filtrasi gel (Bhatti et al. 2005).
Dialisat dimurnikan dengan menggunakan metode kromatografi kolom. GOD
dimurnikan dalam kolom yang berisi Sephadex G-150 (2.46’26 cm) yang
disetimbangkan dengan buffer fosfat sitrat 0.1 mmol pH 5.6. Tiap fraksi yang
keluar ditampung sebanyak 2 mL dan dilakukan pengujian kadar protein dengan
menggunakan metode Lowry serta diukur aktivitas enzimnya.
Karakterisasi Glukosa Oksidase
Elektroforesis SDS-PAGE (Sambrook & Russel 2001). Gel yang
digunakan terdiri atas dua bagian, yaitu separating gel konsentrasi 10 % dan
stacking gel konsentrasi 5 %. Sampel ditambahkan dengan loading buffer 6x

5

dengan perbandingan sampel : loading buffer (5:1) dan dipanaskan selama 10
menit pada suhu 100 oC. Gel dielektroforesis dengan tegangan 100 V dan 80 mA
selama 120 menit. Setelah proses running elektroforesis dilakukan, gel diwarnai
dengan larutan pewarna selama 24 jam. Kemudian dicuci dengan akuades dan
direndam kedalam larutan destaining selama semalam untuk hasil yang maksimal.
Kinetika kimia glukosa oksidase (Modifikasi Odebunmi & Owalude
2007). Larutan glukosa beragam konsentrasi (10 – 100 mM) digunakan sebagai
substrat dalam pengujian glukosa oksidase lalu dibuat kurva hubungan antara
konsentrasi glukosa dan aktivitas spesifik enzim. Setelah itu dibuat persamaan
linear Lineweaver-Burk dan ditentukan nilai Km dan Vmaks nya menggunakan
persamaan tersebut.

HASIL
Fraksi Kasar dan Pemurnian Parsial Glukosa Oksidase
Ekstrak kasar glukosa oksidase dari isolat A. niger (IPBCC 08.610)
diketahui memiliki aktivitas spesifik sebesar 3.60 U/mg dengan yield sebesar
100 %. Glukosa oksidase ekstrak kasar diendapkan dengan fraksinasi ammonium
sulfat dengan kejenuhan 60 %-80 %. Fraksi pemurnian dengan ammonium sulfat
80 % memiliki aktivitas spesifik 23.34 U/mg dan yield sebesar 16.19 % dengan
tingkat kemurnian 6.48 kali (Tabel 1). Pemurnian dilanjutkan dengan
menggunakan membran dialisis. Aktivitas spesifik glukosa oksidase hasil dialisis
memiliki nilai sebesar 29.42 U/mg dengan yield 22.87 % dan tingkat kemurnian
hingga 8.17 kali. Hasil dialisis kemudian dimurnikan dengan kromatografi kolom
filtrasi gel. Kromatografi filtrasi gel menggunakan gel Sephadex G-150. Fraksi
yang dihasilkan pada kromatografi sebanyak 25 fraksi dengan 3 fraksi aktif yaitu
fraksi 4, 5, dan 6. Eluen yang digunakan untuk mengelusi sampel adalah bufer
fosfat sitrat pH 5.6 dan memiliki volume elusi sebesar 2 mL/fraksi. Fraksi yang
memiliki kadar protein tertinggi adalah fraksi 4 (Gambar 1), sehingga fraksi 4
digunakan untuk penentuan aktivitas spesifik glukosa oksidase. Aktivitas spesifik
yang diperoleh dari fraksi 4 adalah sebesar 31.92 U/mg dan yield 9.82 % sehingga
kemurnian yang dimiliki sebesar 8.86 kali.

Absorbansi λ280

2.5
2
1.5
1
0.5
0
-0.5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 910111213141516171819202122232425
Fraksi no. (2 mL)

Gambar 1 Kromatogram protein glukosa oksidase hasil pemurnian dengan
kromatografi kolom filtrasi gel

6

Tabel 1 Aktivitas glukosa oksidase pada tiap fraksi pemurnian
Fraksi

Aktivitas
(U/mL)

[Protein]
(mg/mL)

Volume
(mL)

Aktivitas
total (U)

Enzim Kasar
6.43
1.78
200
1286.25
*Fraksi
58.84
2.00
5
294.20
(NH4)2SO4
Kromatografi
63.20
1.98
2
126.41
(fraksi 4)
Keterangan : *Fraksi (NH4)2SO4 60-80% sudah didialisis

Protein
total
(mg)
356

Aktivitas
spesifik
(U/mg)
3.61

10.00
3.96

Yield
(%)

Kemurnian
(kali)

100

1.00

29.42

22.87

8.17

31.92

9.82

8.86

Elektroforegram Glukosa Oksidase
Hasil visualisasi pita protein yang terdapat pada Gambar 2 menunjukkan
bahwa pita yang tampak pada lajur 2 (Fraksi ammonium sulfat 60-80 %) memiliki
5 buah pita yang masing-masing berukuran 85 kDa, 77 kDa, 61 kDa, 52 kDa, dan
36 kDa. Pita yang terdapat pada lajur 3 (Fraksi ammonium sulfat 60-80 % yang
telah didialisis) memiliki 3 buah pita yang berukuran 94 kDa, 78 kDa, 58 kDa.
Pada lajur 4 (Fraksi 4 kromatografi filtrasi gel) memiliki 2 buah pita yang
berukuran 124 kDa dan 80 kDa. Penampakan pita tebal berukuran 80 kDa pada
elektroforegram di lajur 4 (Gambar 2) diduga merupakan subunit glukosa
oksidase. Glukosa oksidase dapat terpecah menjadi subunit enzim yang memiliki
bobot molekul identik saat penambahan merkaptoetanol dan pemanasan.

M
200 kDa
120 kDa
100 kDa
80 kDa
70 kDa
60 kDa

1

2

3

4
~124 kDa

~85 kDa
~77 kDa
~61 kDa
~52 kDa

~94 kDa
~78 kDa

~80 kDa
~58 kDa

50 kDa
40 kDa

~36 kDa

30 kDa

20 kDa

15 kDa

Gambar 2 Elektroforegram hasil pemurnian glukosa oksidase. (M) Marker
molekul protein 200 bp ; (1) Ekstrak kasar ; (2) Fraksi amonium
sulfat 60-80 % ;(3) Fraksi amonium sulfat 60-80 % yang telah
didialisis ; (4) Fraksi 4 kromatografi filtrasi gel

7

Kinetika Glukosa Oksidase
Persamaan Lineweaver-Burk menunjukkan hubungan pengaruh dari
konsentrasi susbstrat dengan aktivitas spesifik enzim. Nilai Vmaks dan Km glukosa
oksidase isolat A. niger (IPBCC 08.610) hasil pemurnian kromatografi filtrasi gel
(fraksi 4) yang diperoleh adalah sebesar 3.7 x 10-3 mmol/det dan 39 mM.
Konsentrasi glukosa sebesar 39 mM merupakan jumlah glukosa yang dibutuhkan
untuk mencapai setengah kecepatan maksimum.

1600
1400
1/V (mmol-1 det)

1200

y = 10.569x + 268.19
R² = 0.9962

1000
800
600
400
200
0

-50

-200 0
-400

50

100

150

1/[S] (M-1)

Gambar 3 Kurva Lineweaver-Burk glukosa oksidase

PEMBAHASAN
Fraksi Ekstrak Kasar Glukosa Oksidase
Produksi Glukosa oksidase dilakukan pada dua media yang berbeda. Media
pertama merupakan media starter yang mengandung pepton, glukosa,
(NH4)2HPO4 ,KH2PO4, MgSO4.7H2O. Media kedua merupakan media produksi
yang terdiri atas sukrosa, glukosa, CaCO3, (NH4)2HPO4 ,KH2PO4, MgSO4.7H2O.
Sumber karbon yang digunakan dalam media produksi berasal dari sukrosa dan
glukosa, sedangkan sumber nitrogen dalam media kultur berasal dari pepton.
Penambahan sukrosa ke dalam media produksi lebih banyak dibandingkan
glukosa, hal ini dilakukan karena sukrosa merupakan substrat yang dapat
memproduksi glukosa oksidase dengan lebih optimal (Bankar et al. 2009).
Menurut Simpson (2005) penambahan glukosa ke dalam media dalam jumlah
berlebih dapat mengakibatkan penurunan massa miselia, pH kultur, serta
konsentrasi glukosa oksidase. Pada pembuatan media, terdapat penambahan
CaCO3. Fungsi penambahan CaCO3 dengan kadar 4 % pada pembuatan media
produksi adalah untuk memaksimalkan pembentukan glukosa oksidase pada A.
niger. Hal tersebut sudah dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh
Hatzinikolaou et al (1996) bahwa media produksi yang tidak terdapat komposisi

8

CaCO3 memiliki aktivitas glukosa oksidase dan katalase yang rendah. Selain itu,
penambahan CaCO3 juga berfungsi untuk mempertahankan pH media
pertumbuhan agar tidak terjadi asidifikasi selama proses kultivasi (Rogalski 1988
dalam Simpson 2005).
Penambahan (NH4)2HPO4 , KH2PO4 dan MgSO4.7H2O pada jumlah tertentu
juga mempengaruhi aktivitas glukosa oksidase. (NH4)2HPO4 dengan kadar 0.2 %
merupakan sumber fosfor yang baik bagi pertumbuhan A. niger karena dapat
meningkatkan aktivitas glukosa oksidase. KH2PO4 dan MgSO4.7H2O memiliki
porsi kebutuhan sebesar 0.02 %. Penambahan kedua bahan yang melebihi persen
kebutuhannya akan mengakibatkan aktivitas glukosa oksidase rendah.
MgSO4.7H2O mengandung ion Mg+2, menurut Hamid et al. (2003) penambahan
Mg+2 yang berlebih akan menghambat produksi glukosa oksidase karena Mg+2
merupakan salah satu faktor inhibitor yang kuat dalam produksi glukosa oksidase.
Ekstrak kasar diperoleh dari hasil isolasi A. niger (IPBCC 08.610) yang
ditumbuhkan dalam media produksi setelah melalui tahap inkubasi selama 48 jam.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Khursid et al. (2011) menyebutkan
bahwa waktu produksi paling maksimal glukosa oksidase dilakukan dalam waktu
48 jam. Optimasi waktu produksi A. niger (IPBCC 08.610) juga dilakukan oleh
Triana (2012), aktivitas total glukosa oksidase yang dihasilkan pada 48 jam lebih
tinggi daripada waktu produksi selama 72 jam, nilai yang diperoleh yaitu sebesar
134.21 U dan 103.72 U. Pada penelitian ini, aktivitas total ekstrak kasar yang
diperoleh lebih tinggi daripada yang diperoleh oleh Triana (2012) yaitu sebesar
1286.25 U. Unit merupakan satuan dari aktivitas enzim. Unit didefinisikan
sebagai jumlah enzim yang diperlukan untuk menggunakan satu mikromol
substrat per menit pada suhu dan temperatur tertentu.
Produksi glukosa oksidase tidak hanya dipengaruhi oleh faktor media dan
waktu produksinya saja, melainkan terdapat faktor lain seperti aerasi dan agitasi,
suhu dan pH produksi. Pada penelitian ini aerasi dan agitasi pada saat produksi
sangat penting diperhatikan karena fungsi aerasi dan agitasi adalah untuk
mensuplai kebutuhan oksigen mikroba (Simpson 2005). Pada produksi glukosa
oksidase dari A. niger isolat lokal (IPBCC 08.610) yang dilakukan pada penelitian
ini, kecepatan agitasi yang digunakan adalah 120 rpm dengan perbandingan aerasi
sebesar 1 : 5, penentuan aerasi dan agitasi tersebut merujuk pada penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya oleh Singh dan Verma (2010) dan Khurshid et al.
(2011). Tingkat aerasi dan agitasi mempengaruhi kecepatan konsumsi oksigen
dan ketersediannya selama proses kultivasi berlangsung. Laju konsumsi O2 oleh
A.niger ketika masa produksi cukup tinggi. Oksigen yang tidak mencukupi
menyebabkan berkurangnya hasil dari produk mikroba seperti enzim (Jafari et al.
2007).
Suhu dan pH merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
mikroorganisme dalam memproduksi enzim. Suhu dan pH terbaik dalam
memproduksi enzim yaitu yang tidak menurunkan aktivitas spesifik dari enzim
yang dihasilkan. Glukosa oksidase dalam penelitian ini diproduksi pada suhu
ruang yaitu sekitar 30 oC dan pH 5,5 yang merupakan pH optimum dari glukosa
oksidase. Penentuan suhu dan pH optimum dalam memproduksi glukosa oksidase
tersebut merujuk pada penelitian yang telah dilakukan oleh Khurshid et al. (2011)
dan Singh dan Verma (2013). Pada penelitian yang dilakukan keduanya
menunjukkan penurunan aktivitas enzim sangat signifikan ketika suhu produksi

9

enzim di atas 45 oC dan pH di bawah 5,0. Enzim dapat mempercepat reaksi
kimiawi dengan sempurna bila berada dalam suhu optimumnya, namun bila suhu
operasi menyimpang dari suhu optimum maka aktivitas enzim akan menurun.
(Bankar et al. 2009). Penyimpangan pH medium juga dapat menimbulkan
pertumbuhan dan metabolisme mikroba terhenti dikarenakan protein dalam
struktur enzim dan sistem transport yang terdapat pada membran sel berubah.
(Bankar et al. 2009).
Fraksi Pemurnian Glukosa Oksidase secara Parsial
Pemurnian parsial yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
pengendapan ammonium sulfat secara bertingkat dan kromatografi kolom filtrasi
gel. Hasil setiap fraksi pemurnian terhadap glukosa oksidase dari isolat A. niger
(IPBCC 08.0610) disajikan pada Tabel 1. Pada masing-masing tahap dilakukan
pengukuran aktivitas dan kadar protein. Aktivitas spesifik menunjukkan unit
aktivitas per mg protein sementara tingkat kemurnian merupakan hasil pembagian
aktivitas spesifik pada suatu tahap pemurnian terhadap aktivitas spesifik ekstrak
enzim kasar. Pengendapan protein dapat terjadi oleh perubahan pH atau kekuatan
ion, adanya penambahan pelarut organik atau senyawa lainnya sehingga molekul
protein berkumpul. Penambahan garam pada konsentrasi tinggi akan
menyebabkan pengendapan protein. Efek salting out ini terjadi karena adanya
kompetisi antara protein dan garam dalam interaksinya dengan molekul air. Pada
konsentrasi garam yang tinggi, mayoritas molekul air berinteraksi lebih kuat
dengan garam dibandingkan dengan protein sehingga membuat kelarutan protein
menjadi rendah dan menyebabkan protein mengendap (Naz 2002).
Fraksinasi ammonium sulfat secara bertingkat yang digunakan pada
penelitian ini berfungsi untuk memisahkan protein enzim dari protein lain, karena
enzim adalah protein maka setelah pengendapan konsentrasi glukosa oksidase
dalam campuran akan meningkat dengan konsentrasi yang lebih besar, aktivitas
enzim terhadap substrat yang sama juga akan meningkat (Rosenberg 2005).
Keuntungan menggunakan garam ammonium sulfat karena memiliki kelarutan
tinggi, pH stabil, relatif lebih murah, bersifat non toksik, dan tidak mempengaruhi
enzim. Penambahan garam dilakukan sedikit demi sedikit pada suhu rendah
sambil diaduk. Pengadukan dengan bantuan stirrer pada kecepatan rendah
bertujuan agar protein tidak terdenaturasi yang ditandai dengan adanya buih pada
larutan (Rosenberg 2005). Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
kemurnian glukosa oksidase fraksi 60-80 % sebesar 6.48 kali dari ekstrak kasar
dan memiliki yield aktivitas sebesar 16.19 %. Dalam fraksi ini masih terdapat
banyak protein selain glukosa oksidase sehingga molekul non protein harus
dihilangkan dengan melakukan tahap pemurnian selanjutnya.
Tahap selanjutnya dalam pemurnian enzim secara parsial adalah dengan
dialisis yang berfungsi untuk menghilangkan molekul garam dan ion pengganggu
lainnya yang dapat mempengaruhi kestabilan enzim. Metode penggunaan kantung
dialisis akan menghilangkan molekul berbobot molekul rendah yang tidak
diinginkan dan menggantikannya dengan bufer (Rosenberg 2005). Proses dialisis
akan berhenti apabila tercapai keadaan yang setimbang, yaitu keadaan konsentrasi
bahan yang dapat mengalami dialisis adalah sama antara di luar dan di dalam
membran. Membran dialisis yang digunakan pada penelitian ini harus

10

memungkinkan pertukaran tersebut namun tetap dapat menghalangi lolosnya
protein dari kantung dialisis (Bollag dan Edelstein 1991). Pada penelitian ini
kantung dialisis yang digunakan memiliki nilai cut off 12 kDa yang mampu
menahan glukosa oksidase agar tidak keluar selama dialisis. Dialisis dilakukan
pada fraksi amonium sulfat 60-80 % karena memiliki nilai kemurnian yang cukup
tinggi. Hasil dialisis menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tingkat kemurnian
enzim sebesar 8.17 kali dari ekstrak kasar dan memiliki yield aktivitas sebesar
22.87 %. Hingga tahap ini terjadi peningkatan kemurnian yang ditandai dengan
peningkatan aktivitas spesifik. Terjadinya pengenceran oleh larutan bufer yang
menggantikan garam di dalam kantong akan memungkinkan terjadinya penurunan
konsentrasi protein.
Tahap selanjutnya dari pemurnian glukosa oksidase adalah kromatografi
kolom filtrasi gel. Pada penelitian ini, pemurnian dilakukan dengan menggunakan
gel Sephadex G-150 dan memiliki daya pengembangan dari 5.000 hingga 300.000
yang berarti gel tersebut dapat digunakan untuk memisahkan protein-protein yang
memiliki berat molekul antara 5.000-300.000. Oleh karena itu, Sephadex G-150
cukup baik digunakan untuk memisahkan bobot molekul glukosa oksidase.
Kromatografi merupakan pemisahan diferensial komponen sampel diantara fase
gerak dan fase diam. Fase diam terdiri atas partikel gel yang dikemas di dalam
kolom, sedangkan fase gerak yang membawa campuran protein terdiri atas bufer
elusi fosfat sitrat. Protein yang memiliki interaksi lebih besar terhadap fase diam
akan terelusi lebih lambat dibandingkan dengan protein yang terikat dengan fase
gerak (Scopes 1987 dalam Seftiono 2008). Protein yang memiliki ukuran
menengah akan terelusi ke bawah dengan kecepatan antara, bergantung pada
tingkat kemampuan menembus butiran. Untuk molekul dengan bentuk yang
globular, lamanya waktu alir berbanding lurus dengan bobot molekul (Seftiono
2008).
Hasil pemurnian dengan kromatografi kolom filtrasi gel menghasilkan 3
fraksi aktif yaitu fraksi 4, 5, dan 6. Fraksi 4 memiliki aktivitas yang tinggi sekitar
63.20 U/mL, namun kedua fraksi yang lain yaitu fraksi 5 dan 6 menunjukkan
aktivitas yang sangat rendah sebesar 1.25 U/mL dan 1.34 U/mL hal ini
menunjukkan pada fraksi tersebut masih terdapat protein lain yang memiliki bobot
molekul relatif sama dengan glukosa oksidase. Hasil pemurnian yang dihasilkan
dari tahap ekstrak kasar, pengendapan amonium sulfat 60-80 %, dan kromatografi
filtrasi gel (Tabel 1) menunjukkan protein total dari tahap ke tahap semakin kecil,
hal ini menunjukkan bahwa terjadi pengurangan pengotor yang terdapat pada
larutan, pengotor dapat berupa protein atau metabolit lain. Aktivitas spesifik
menunjukkan tingkat kemurnian suatu protein, aktivitas spesifik pada setiap
tahapan mengalami kenaikan karena terjadi pengurangan pengotor sehingga dari
aktivitas spesifik ini menunjukkan bahwa hanya glukosa oksidase yang bekerja
dalam bereaksi dengan substrat. Aktivitas spesifik glukosa oksidase fraksi 4 hasil
pemurnian dengan kromatografi memiliki tingkat kemurnian sebesar 8.86 kali
dengan yield 9.82 %.
Terdapatnya fraksi yang belum terpisah secara sempurna menunjukkan
bahwa masih diperlukan tahapan pemurnian lanjutan dengan menggunakan
kromatografi penukar ion (Simpson et al. 2006). Kromatografi penukar ion
diketahui lebih spesifik dalam memisahkan glukosa oksidase dengan protein
pengotor atau metabolit lain yaitu berdasarkan interaksi antara glukosa oksidase

11

dengan gugus penukar ion pada matriks sehingga hasil akhir yang diperoleh
berupa glukosa oksidase murni. Karena pada penelitian ini tidak dilakukan
pemurnian dengan kromatografi penukar ion melainkan hanya menggunakan
kromatografi filtrasi gel, maka glukosa oksidase yang diinginkan belum
seluruhnya terpisah secara sempurna. Hasil yang optimal juga dapat diperoleh jika
pemurnian dilakukan dengan menggunakan gradien garam. Gradien garam
diperlukan untuk mengurangi interaksi elektrostatik yang lemah antara matriks
kromatografi dengan protein, sehingga protein yang menempel pada matriks dapat
terelusi keluar dan terpisah dengan baik (Harvard Apparatus 2013). FPLC (Fast
Performance Liquid Chromatography) juga dapat digunakan untuk mendapatkan
hasil analisis protein yang lebih baik. Laju alir akan teratur dan fraksi yang keluar
tidak melebihi volume yang seharusnya, sehingga fraksi aktif yang diperoleh
adalah fraksi yang murni mengandung protein yang diinginkan serta memiliki
resolusi yang baik (Agilent 2013).
Elektroforegram Glukosa Oksidase
Elektroforesis adalah teknik untuk memisahkan molekul berdasarkan
muatan dan berat molekul (Bintang 2010). Jenis elektroforesis yang digunakan
adalah jenis elektroforesis gel yang tersusun atas poliakrilamid. Berat molekul
glukosa oksidase dari setiap fraksi akan divisualisasikan dengan metode SDSPAGE. Gel penahan yang digunakan untuk analisis SDS-PAGE sebesar 5 %
dengan gel pemisah 10 %. Gel tersebut mengandung akrilamida, TEMED, APS
dan SDS. Gel akrilamid terbentuk akibat terjadinya proses polimerisasi akrilamida
dengan metilenbisakrilamida dan amonium persulfat sebagai katalisator (Janson
dan Ryden 1998). Fungsi penambahan SDS pada pembuatan gel yaitu untuk
mengikat bagian hidrofobik pada protein, sehingga molekul terurai dari lipatannya
dan muatan protein tersebut sama. Muatan yang sama bertujuan agar protein
terpisah berdasarkan perbedaan bobot molekul (Lawati 2013). Selama
elektroforesis digunakan arus sebesar 80 mA selama kurang lebih 2 jam. Pada
proses ini protein yang memiliki bobot molekul lebih kecil akan bermigrasi lebih
cepat daripada protein yang berbobot molekul lebih besar.
Sampel SDS-PAGE yang dianalisis jumlah pita dan bobot molekulnya
adalah sampel dari ekstrak kasar, pengendapan 60-80 % ammonium sulfat,
dialisis, dan kromatografi filtrasi gel. Penggunaan empat sampel ini diharapkan
bobot molekul glukosa oksidase dapat ditentukan secara tepat. Gel diwarnai
dengan pewarna coomassie brilliant blue yang memiliki limit deteksi sebesar 2060 µg. Limit deteksi untuk setiap fraksi protein berbeda, untuk fraksi protein yang
memiliki tingkat kemurnian tinggi maka limit deteksinya sekitar 0.5-5 µg
sedangkan untuk fraksi protein yang masih terdapat banyak pengotor dari protein
atau metabolit lainnya memiliki limit deteksi sekitar 20-60 µg (Harisha 2007).
Pewarnaan dengan coomassie brilliant blue relatif kurang sensitif dibandingkan
dengan pewarnaan dengan silver staining, namun pewarnaan dengan coomassie
brilliant blue sangat umum dan baik digunakan pada semua jenis protein (Wenk
& Fernandis 2007 dalam Seftiono 2008).
Hasil analisis penentuan bobot molekul glukosa oksidase metode SDSPAGE disajikan pada Gambar 2. Gambar 2.1 yang merupakan ekstrak kasar tidak
terdapat visualisasi pita hal ini mungkin dikarenakan masih banyak protein dan

12

metabolit lain yang terkandung di dalam larutan sehingga glukosa oksidase masih
ada yang terpusat di protein atau pengotor lainnya sehingga walaupun kadar
protein yang dihasilkan dari hasil perhitungan memungkinkan pita untuk
tervisualisasi pada elektroforegram namun glukosa oksidase belum
tervisualisasikan dengan baik karena adanya gangguan tersebut. Selain itu untuk
mendapatkan ekstrak kasar yang pekat dalam metode isolasi enzim sebaiknya
penggunaan bufer tidak terlalu banyak sehingga larutan enzim yang dihasilkan
tidak terlalu encer. Fraksi ammonium sulfat 60-80 % yang terdapat pada Gambar
2.2 menunjukkan sekitar lima buah pita dengan perkiraan berat molekul sekitar 85
kDa, 77 kDa, 61 kDa, 52 kDa, dan 36 kDa (Gambar 2.2). Hasil dialisis terdapat
sekitar tiga buah pita dengan perkiraan 94 kDa, 78 kDa, 58 kDa (Gambar 2.3).
Perkiraan pita pada hasil kromatografi filtrasi gel terdapat sekitar dua pita yang
berukuran 124 kDa dan 80 kDa (Gambar 2.4). Menurut Singh dan Verma (2013)
bobot molekul asli dari glukosa oksidase yang diisolasi dari A. niger adalah
sebesar 160 kDa, sementara denaturasi dari SDS terhadap glukosa oksidase pada
elektroforesis SDS-PAGE menunjukkan pita yang berukuran 80 kDa, hal tersebut
mengindikasikan bahwa glukosa oksdiase merupakan protein homodimerik yang
terdiri atas dua subunit yang serupa. Hasil yang diperoleh pada gambar 2 lajur 4
menunjukkan bahwa terdapat protein yang berukuran 80 kDa, hal ini
menunjukkan bahwa pemurniaan dengan menggunakan kromatografi filtrasi gel
berhasil memperoleh subunit glukosa oksidase yang murni walaupun belum
terlalu sempurna karena masih terdapat satu buah pita yang tidak diinginkan yaitu
124 kDa. Terdapatnya pita protein dengan ukuran 124 kDa diperkirakan
merupakan protein yang belum terpecah menjadi subunit glukosa oksidase.
Jumlah pita pada elektroforegram yang muncul akan sama dengan jumlah
puncak yang terdapat pada kromatogram, namun pada penelitian ini jumlah
puncak kromatogramnya tidak sama dengan jumlah pita pada elektroforegram, hal
tersebut dapat terjadi karena faktor laju alir yang terlalu cepat sehingga fraksi
yang tertampung terlalu banyak dan berakibat pada keterpisahan protein yang
menjadi tidak sempurna. Hal tersebut dapat dilihat dari tingginya puncak fraksi 4
dibandingkan dengan fraksi 5 dan 6 yang cenderung belum terpisah sempurna.
Besarnya laju alir dapat disebabkan karena distribusi gel yang tidak merata saat
preparasi kolom sehingga gel yang berada dibawah lebih padat daripada gel yang
berada diatas dan akibatnya laju alir di kolom bagian paling bawah akan lebih
cepat terelusi keluar. Besarnya volume yang tertampung pada tiap fraksi juga
harus diperhatikan, hal ini dapat mengakibatkan terelusinya protein lain yang
berukuran serupa bersamaan dengan protein target dan menyebabkan timbulnya
dua buah pita pada elektroforegram. Hal tersebut dapat disiasati dengan
memperkecil volume elusi sehingga volume yang tertampung tidak terlalu besar
dan memperkecil kemungkinan terelusinya protein non-target bersamaan dengan
protein target (Fathin 2013). Kemungkinan lain dari terdapatnya dua pita pada
elektroforegram hasil kromatografi adalah pita 124 kDa yang tampak, terjadi
akibat adanya akumulasi protein dari sampel amonium sulfat dan dialisis yang
tidak tampak pada Gambar 2.2 dan 2.3 sehingga protein-protein tersebut
terakumulasi dan terlihat pada hasil kromatografi filtrasi gel.
Pemurnian dengan menggunakan kromatografi penukar ion dapat
dilakukan untuk mendapatkan pita protein tunggal pada elektroforegram dan
menghasilkan resolusi kromatogram yang lebih baik. Pada kromatografi penukar

13

ion terjadi proses pemisahan yang didasarkan pada substansi yang berbeda (Walsh
2002). Faktor yang membedakan substansi tersebut salah satunya adalah jenis
muatan. Diketahui jenis muatan glukosa oksidase adalah negatif karena pH yang
dimiliki glukosa oksidase di atas titik isoelektriknya yaitu 4.2 (Pazar dan Kleppe
1964). Jenis muatan mempengaruhi pengikatan protein terhadap matrik, jenis
muatan yang berbeda atau bahkan tidak bermuatan akan menyebabkan protein
yang tidak diinginkan menjadi tidak terikat dan ikut tercuci keluar, sehingga
hanya protein target yang akan tertampung dan bersih dari kontaminan. Hasil
visualisasi pita SDS-PAGE pada kromatografi (Gambar 2.4) menunjukkan pita
yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah ammonium sulfat (Gambar 2.2)
dan dialisis (Gambar 2.3), hal ini menunjukkan bahwa beberapa protein dapat
dipisahkan pada proses pemurnian bertingkat seperti ammonium sulfat dan
kromatografi.
Kinetika Glukosa Oksidase
Karakter utama yang ditentukan dalam mempelajari sifat kinetik enzim
adalah kecepatan katalitik maksimum (Vmaks) dan konsentrasi substrat pada saat
kecepatan kinetik mencapai setengah maksimum (Km). Kecepatan reaksi suatu
enzim pada setiap konsentrasi substrat dapat dihitung jika nilai Km dan Vmaks
enzim tersebut diketahui (Lehninger et al. 2004). Kinetika glukosa oksidase A.
niger isolat lokal dapat ditentukan melalui persamaan Lineweaver-Burk.
Persamaan ini merupakan turunan dari persamaan Michaelis-Menten. Persamaan
garis Lineweaver-Burk merupakan persamaan linear, sehingga lebih mudah
digunakan secara matematis. Menurut Harisha (2007) invers kecepatan reaksi
(1/v) diplot terhadap invers konsentrasi substrat (1/[S]).
Data yang dihasilkan merupakan hasil reaksi pada konsentrasi substrat yang
berbeda yaitu dari 10 – 100 mM. Data yang diperoleh diplot ke dalam kurva
(Gambar 2). Persamaan linear yang diperoleh dari uji kinetika adalah y = 10.569x
+ 268.19 dengan nilai r2 sebesar 0.9962. Persamaan tersebut memiliki variabel x
untuk 1/[S] dan y untuk 1/v. Nilai Vmaks yang diperoleh adalah sebesar 3.7 x 10-3
mmol/det, sedangkan Km diperoleh dari gradien persamaan garis pada persamaan
Lineweaver-Burk Km/Vmaks, sehingga nilai Km yang diperoleh dari perhitungan
adalah 39 mM. Nilai Km adalah konsentrasi susbtrat yang diperlukan untuk
mencapai setengah dari laju reaksi maksimum aktivitas enzim terhadap substrat.
Nilai Km berbanding lurus dengan konsentrasi substrat, artinya jika nilai K m suatu
enzim tinggi maka konsentrasi substrat yang dibutuhkan juga tinggi untuk dapat
mencapai setengah laju reaksi maksimum. Konsentrasi glukosa pada penelitian ini
sebesar 39 mM yang merupakan jumlah glukosa yang dibutuhkan untuk mencapai
setengah kecepatan maksimumnya. Terdapat penelitian lain yang menunjukkan
nilai Km lebih rendah dibandingkan penelitian ini yaitu nilai Km glukosa oksidase
dari A. niger (Sigma tipe VIII) hasil fraksi pemurnian kromatografi kolom yang
memiliki nilai sebesar 30 mM (Kalisz et al. 1991) dan Km glukosa oksidase dari
A. niger hasil penelitian Swoboda dan Vincent pada tahun 1965 yaitu sebesar 33
mM.
Nilai Km yang rendah menunjukkan bahwa glukosa oksidase hasil
pemurnian memiliki afinitas tinggi terhadap substrat maka kompleks ES akan
semakin kuat, sehingga menyebabkan kesetimbangan reaksi kearah kompleks ES.

14

Semakin rendah nilai Km, maka semakin kuat ikatan antara enzim dengan substrat.
Apabila nilai Km besar berarti enzim mempunyai afinitas rendah terhadap substrat,
sehingga kesetimbangan reaksi kearah E+S (Campbell 2004). Nilai Km pada
penelitian ini tergolong masih besar dibandingkan dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Kalisz et al. pada tahun 1991, hal ini menunjukkan bahwa glukosa
oksidase pada penelitian ini masih memiliki afinitas yang rendah terhadap substrat
sehingga masih kurang efisien jika ingin digunakan untuk aplikasi lain, maka dari
itu glukosa oksidase pada penelitian ini harus dimurnikan kembali untuk
menghasilkan nilai Km yang lebih rendah. Perbedaan nilai Km dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, diantaranya adalah penggunaan konsentrasi bufer yang
berbeda ketika meresuspensi glukosa oksidase selama tahap proses pemurnian dan
berbedanya isolat A. niger yang digunakan juga dapat mempengaruhi nilai Km
yang dihasilkan (Gaikwad et al. 2006 dalam Keyhanpour et al. 2012). Afinitas
glukosa oksidase dapat ditingkatkan kembali dengan melakukan pemurnian
lanjutan menggunakan kromatografi penukar ion sehingga nilai Km yang
dihasilkan bisa lebih baik lagi.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemurnian glukosa oksidase dari isolat Aspergillus niger (IPBCC 08610)
dengan menggunakan ammonium sulfat 60-80 % dan kromatografi kolom filtrasi
gel dapat meningkatkan pemurnian sebesar 6.48 kali dan 8.86 kali dibandingkan
dengan ekstrak kasar enzim. Aktivitas spesifik tertinggi diperoleh pada glukosa
oksidase hasil pemurnian dengan kromatografi kolom filtrasi gel yaitu sebesar
31.92 U/mg. Karakterisasi yang dilakukan menghasilkan perkiraan bobot molekul
glukosa oksidase yaitu sebesar 80 kDa. Glukosa oksidase memiliki nilai Km
sebesar 39 mM dengan Vmax sebesar 3.7 x 10-3 mmol/det.
Saran
Perlu dilakukan karakterisasi GOD (Glukosa oksidase) dengan
menggunakan metode zimogram agar bobot molekul glukosa oksidase dapat
ditentukan dengan lebih tepat, Native-PAGE untuk mengetahui bobot molekul
protein asli sehingga dapat dibandingkan dengan metode SDS-PAGE. Pemurnian
lebih lanjut dengan menggunakan kromatografi kolom penukar anion DEAEselulosa atau pemurnian dengan metode FPLC (Fast Performance Liquid
Chromatography) juga perlu dilakukan, sehingga dihasilkan larutan protein murni
yang dapat digunakan untuk karakterisasi GOD lebih lanjut seperti kristalografi
GOD yang diperlukan dalam penentuan struktur protein.

15

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 2013. Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Glukosa Oksidase dari Isolat
Lokal Aspergillus niger (IPBCC.08.610).[skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Agilent. 2013. Size exclusion chromatography for biomolecule analysis. USA:
Agilent Technologies.
Baehaki A. 2012. Kolagenase Bacillus licheniformis F11 asal Palembang dan
aplikasinya pada pembuatan peptida kolagen bioaktif. [tesis]. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor.
Bankar SB, Bule MV, Singhal RS, Ananthanarayan L. 2009. Optimization of
Aspergillus niger fermentation for the production of glucose oxidase. Food
Bioprocess Technol 2: 344-352.
Bennett E. P. Swoboda, Vincent Massey.1965. Purification and properties of the
glucose oxidase from Aspergillus niger. J.Biol.Chem, 240:2209-2215.
Bergmeyer HU. 1988. Methods of enzymatic analysis. 3rd Ed. Vol. II :
Samples,reagents, assesment of result.
Bhatti HN, Saleem N. 2009. Characterization of glucose oxidase from Penicillium
notatum. Food Technol. Biotechnol 47 (3): 331–335.
Bintang M. 2010. Biokimia – Teknik Penelitian. Jakarta. Erlangga.
Bollag DM, Edelstein Sj.1991. Protein Methods. New York: Wiley-Liss.
Campbell ER, Campbell WH, Gullaume G Barbier, Jochi RC. 2004. Purification
and biochemical characterization of simplified eukaryotic nitrate reductase
expressed in Pichia pastoris. Protein Expr Purif. 37(1):61-71.
Fathin M Faris. 2013. emurnian enzim β 1,3-1,4 Glukanase dari Bakteri
Burkholderia cepacia Endofitik Padi.[skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Firman P, Aryantha INP. 2003. Eksplorasi dan isolasi enzim gluksoa oksidase dari
fungi imperfeksti (genus Penicilium dan Aspergillus) indigenus.
Pertemuan Imnial Tahunan (PIT) Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia ;
Bandung 29-30 Agustus 2003.
Gaikwad PD, Shirale DJ, Grade VK, Savale PA, Kharat HJ, Kakde KP, Shirsat
MD. 2006. Immobilization of GOD on electrochemically synthesized
PANI films by cross-linking via glutaraldehyde for determination of
glucose. Int J Elektrochem Sci. 1:425-434.
Hamid M, Khalil-ur-Rehman, Zia MA, Ashgar M. 2003. Optimization of various
parameters for the production of glucose oxidase from rice polishing using
Aspergillus niger. Asian network Sci. Infor. Biotechnoli. 2:1-7.
Harisha S. 2007. Biotechnology procedures and experiments handbook. Infinity
Science Press. New Delhi, India.
Harvard apparatus.2013. Guide to gel filtration or size exclusion chromatography.
USA: Hill Road
Hatzinikolau et al. 1996. A new glucose oxidase from Aspergillus niger
characterization and regulation studies of enzyme and gene. Appl
Microbiol. Biotechnol. 46:371-381.

16

HN Bhatti, M. Madeeha, M. Asgher, N. Batool. Purification and thermodynamic
characterization of glucose oxidase from a newly isolated strain of
Aspergillus niger, Can. J. Microbiol 52. 519-524.
Jafari A.R, Sarrafzadeh M.H, Alemzadeh I, Vosoughi M. 2007. Effect of stirer
speed and aeration rate on the production of glucose oxidase by
Aspergillu