Identifikasi Nematoda Puru Akar Pada Tanaman Padi Di Jawa Barat Dan Pengendaliannya Dengan Bakteri Endofit

i

IDENTIFIKASI NEMATODA PURU AKAR PADA TANAMAN
PADI DI JAWA BARAT DAN PENGENDALIANNYA
DENGAN BAKTERI ENDOFIT

MOCHAMAD YADI NURJAYADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Nematoda
Puru Akar pada Tanaman Padi di Jawa Barat dan Pengendaliannya dengan

Bakteri Endofit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Mochamad Yadi Nurjayadi
NIM A352120121

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

iv

v

RINGKASAN
MOCHAMAD YADI NURJAYADI. Identifikasi Nematoda Puru Akar pada

Tanaman Padi di Jawa Barat dan Pengendaliannya dengan Bakteri Endofit.
Dibimbing oleh ABDUL MUNIF dan GEDE SUASTIKA.
Nematoda puru akar (NPA), Meloidogyne sp. adalah salah satu patogen
penting pada tanaman padi di beberapa wilayah di dunia. Informasi mengenai
NPA pada tanaman padi di Indonesia, khususnya di Jawa Barat sangat penting
mengingat posisinya sebagai salah satu sentra produksi padi nasional. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengidentifikasi nematoda puru akar pada tanaman padi di
beberapa daerah di Jawa Barat secara morfologi dan molekuler dan menguji
peranan bakteri endofit dalam mengendalikan NPA pada tanaman padi.
Identifikasi Meloidogyne sp. terdiri atas pengamatan dan pengambilan sampel di
lapangan, identifikasi morfologi mencakup pengukuran morfometrik dan
pengamatan pola perineal, dan identifikasi molekuler mencakup analisis runutan
untuk menentukan kesamaan susunan nukleotida dan pembuatan pohon
filogenetik. Pengujian pengaruh bakteri endofit meliputi uji kultur filtrat bakteri
endofit terhadap mortalitas larva instar 2 Meloidogyne secara in vitro dan efikasi
bakteri endofit untuk mengendalikan puru akar pada tanaman padi di rumah kaca.
Gejala penyakit yang disebabkan oleh Meloidogyne sp. pada tanaman padi
terlihat pada bagian akar terbentuk puru dan bagian permukaan atas tanah
pertumbuhan tanaman terhambat. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan
bahwa NPA ditemukan menginfeksi tanaman padi di beberapa daerah di wilayah

Jawa Barat yaitu di Bogor, Cirebon dan Sukabumi. Hasil pewarnaan nematoda
membuktikan bahwa semua stadia perkembangan NPA yang meliputi telur, larva
instar 2, 3, 4, betina dewasa dan jantan dewasa ditemukan pada jaringan akar padi
yang terinfeksi. Hasil pengukuran morfometrik terhadap panjang tubuh, panjang
stilet, lebar badan maksimum, dan panjang ekor larva instar 2 maupun identifikasi
morfologi terhadap pola perineal betina dewasa, maka disimpulkan bahwa
Meloidogyne sp. yang ditemukan pada tanaman padi di tiga daerah tersebut adalah
M. graminicola.
Metode PCR dengan menggunakan primer rDNA2 dan rDNA1.58s berhasil
mengamplifikasi DNA nematoda puru akar asal Bogor, Cirebon, Sukabumi, dan
Yogyakarta. Sampel NPA asal Yogyakarta digunakan sebagai konfirmasi ulang
adanya M. graminicola pada padi yang pertama kali dilaporkan di Indonesia pada
tahun 1993. Fragmen DNA hasil amplifikasi berukuran ±450 pb yang kemudian
dilakukan analisis sekuens DNA. Hasil identifikasi molekuler menunjukkan
bahwa NPA asal Jawa Barat dan Yogyakarta merupakan spesies M. graminicola.
Tingkat kesamaan M. graminicola asal Jawa Barat dan Yogyakarta mencapai 99.5
sampai 100% dengan spesies M. graminicola asal Cina, India, Nepal, Bangladesh,
dan Vietnam. Berdasarkan pohon filogenetik M. graminicola asal Cirebon,
Sukabumi, dan Yogyakarta berada dalam satu kelompok dengan Cina, India,
Nepal, Bangladesh, dan Vietnam, sedangkan M. graminicola asal Bogor berada di

luar kelompok tetapi masih dekat kekerabatannya. Setelah dilakukan pensejajaran,
perbedaan runutan nukleotida M. graminicola asal Bogor dengan yang lainnya
terletak pada urutan basa 81 yaitu guanina dan yang lainnya adalah timina.

vi

Lima isolat bakteri endofit asal tanaman padi, yaitu isolat Si33, Si2, Sp24,
GH1, dan G053 diuji untuk melihat pengaruhnya terhadap NPA pada tanaman
padi. Uji in vitro kultur filtrat bakteri endofit terbukti efektif meningkatkan
persentase mortalitas larva instar 2 M. graminicola mencapai 99.35 hingga 100 %.
Isolat bakteri endofit juga mampu menekan jumlah puru akar pada tanaman padi
dengan kisaran 42.75-49.25% pada percobaan di rumah kaca. Hasil penelitian ini
mengindikasikan bahwa isolat bakteri endofit yang digunakan dalam penelitian ini
mempunyai potensi sebagai agens biokontrol untuk mengendalikan M.
graminicola pada tanaman padi.
Kata kunci: Morfologi, molekuler, filogenetik, in vitro, rumah kaca.

vii

SUMMARY

MOCHAMAD YADI NURJAYADI. Identification of Root Knot Nematodes on
Rice in West Java and Its Control with Endophytic Bacteria. Supervised by
ABDUL MUNIF and GEDE SUASTIKA.
Root knot nematodes (RKN), Meloidogyne sp. is one of the important rice
pathogen in some regions in the world. Information of RKN on rice plants in West
Java is very important as one of the national rice production center. The objective
of this study was to identify the root knot nematodes on rice crops in several areas
in West Java based on morphological and molecular and evaluate the effect of
endophytic bacteria in controlling root knot nematodes on rice. Identification of
Meloidogyne spp. consists of observations and sampling in the field,
morphological identification including morphometric measurements and
observations perineal pattern, and molecular identification including sequence
analysis to detemine homology of the nucleotide sequence and reconstruction the
phylogeny tree. The effect of endophytic bacteria consist of bioassay test of
culture fitrate of endophytic bacteria to mortality of second stage juvenile of
Meloidogyne under in vitro condition and efficacy test of bacteria to RKN on rice
in the greenhouse.
Typical symptoms of Meloidogyne sp. infection on rice plant result in the
appearance on roots as root knot root gall and on aboveground primerly as
reduced growth. Based on field symptoms showed that the RKN was found to

infect rice plants in several areas in Bogor, Cirebon, and Sukabumi. According to
nematodes staining technique, all stadia development of the RKN including egg,
second stage juvenile, third stage juvenile, fourth stage jevenile, adult female and
adult male were found in root tissue. Result of morphometric measurements of the
body length, stylet length, maximum body width and length of second stage
juvenile and morphological identification of perineal pattern of adult female,
could be concluded that Meloidogyne spp. was found on rice plants in Bogor,
Cirebon and Sukabumi was M. graminicola.
PCR method using primers rDNA2 dan rDNA1.58s successfully amplify
DNA of root knot nematodes from West Java (Bogor, Cirebon, and Sukabumi)
and Yogyakarta. RKN samples from Yogyakarta was used as reconfirmation of M.
graminicola on rice firstly reported in Indonesia in 1993. DNA fragments of
amplification product are ± 450 bp and then DNA sequence analysis later.
Identification results of molecular identification showed the RKN from West Java
is M. graminicola. Homology of M. graminicola from West Java reached 99.5 to
100% with M. graminicola from China, India, Nepal, Bangladesh, and Vietnam.
Based on philogeny tree of M. graminicola from Cirebon, Sukabumi, and
Yogyakarta are in one group with China, India, Nepal, the United States, and
Vietnam while M. graminicola from Bogor outside the group but still closely
related. After alignment differences in the nucleotide sequences of M. graminicola

from Bogor to others are 81 with nucleotide base is guanine and the others are
thymine.
Five isolates of endophytic bacteria isolated from rice plant, namely Si 33,
Si2, Sp24, GH1, and G053 isolates were tested to know the effect of the RKN on

viii

rice plants. Culture filtrate of endophytic bacteria are able to increase the mortality
of second stage juveniles of M. graminicola from 99.35 up to 100% under in vitro
test. Endophytic bacteria isolates are also able to suppress the numbers of root gall
up to 49.25% on rice plants under greenhouse experiments. Results of this study
indicated that all isolates of endophytic bacteria that are used in this experiment
have potential as biocontrol agents for controlling M. graminicola on rice.
Key word: Morphology, molecular, philogeny, in vitro, greenhouse.

ix

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

x

IDENTIFIKASI NEMATODA PURU AKAR PADA TANAMAN
PADI DI JAWA BARAT DAN PENGENDALIANNYA
DENGAN BAKTERI ENDOFIT

MOCHAMAD YADI NURJAYADI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Fitopatologi


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

xi

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Supramana, MS

xiii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam tesis ini adalah Identifikasi Nematoda Puru Akar pada Tanaman Padi di
Jawa Barat dan Pengendaliannya dengan Bakteri Endofit. Penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Abdul Munif, MScAgr dan Bapak Dr Ir
Gede Suastika, MSc selaku dosen pembimbing yang telah bersedia membimbing
dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan

kepada Kedua orang tua penulis, yaitu Ayahanda Iing Sanjaya (alm) dan Ibunda
Dasih yang senantiasa mendoakan penulis. Ucapan terima kasih disampaikan juga
kepada seluruh kakak tercinta yang selalu membantu secara materi dan moril.
Penulis sampaikan terima kasih kepada seluruh dosen Program Studi
Fitopatologi Departemen Proteksi Tanaman IPB yang telah memberikan ilmu
yang bermanfaat tentang pertanian kepada penulis. Terima kasih juga penulis
ungkapkan kepada rekan-rekan seangkatan kelas Fitopatologi 2012 yang selalu
mendukung dalam kemajuan studi di program studi Fitopatologi, kepada rekanrekan Laboratorium Nematologi Tumbuhan dan Laboratorium Virologi, khusunya
kepada Ibu Fitrianingrum K, SP MSi dan Bapak Gatut Heru Bromo yang banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian, dan kepada semua pihak yang
namanya tidak tercantum yang telah membantu penulis dalam berbagai hal selama
penulis studi.
Penulis menyadari bahwa karya tesis ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran positif yang
membangun dalam mengembangkan karya ini. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.

Bogor, Juni 2015
Mochamad Yadi Nurjayadi


xiv

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xvi

DAFTAR GAMBAR

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

xvii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Hipotesis
Manfaat

1
1
2
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Meloidogyne spp.
Kisaran Inang M. graminicola
Siklus Hidup M. graminicola
Mekanisme Infeksi Meloidogyne spp.
Gejala Penyakit yang Disebabkan oleh Meloidogyne spp.
Identifikasi Morfologi M. graminicola
Identifikasi Molekuler M. graminicola
Pengendalian Hayati Meloidogyne spp.

4
4
4
4
5
6
6
7
8

3 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Pengambilan Sampel Akar Padi di Lapangan
Ekstraksi Nematoda
Pembuatan Preparat Semipermanen
Pengamatan Morfometrik
Pewarnaan Nematoda di Dalam Jaringan Akar
Pengamatan Pola Perineal
Ekstraksi DNA
Amplifikasi DNA
Runutan DNA
Pengaruh Kultur Filtrat Bakteri Endofit terhadap Larva
M. graminicola secara in vitro
Pengaruh Bakteri Endofit terhadap M. graminicola di Rumah Kaca

10
10
10
10
10
11
11
11
12
12
12
13
13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Penyakit
Pengamatan NPA di Dalam Akar
Morfometrik
Pola Perineal
Identifikasi Nematoda Puru Akar Berdasarkan Runutan Nukleotida

14
14
15
17
17
18

xv

Pengaruh Kultur Filtrat Bakteri Endofit terhadap Larva
M. graminicola secara in vitro
Pengaruh Bakteri Endofit terhadap M. graminicola pada
Tanaman Padi di Rumah Kaca
Pengaruh Bakteri Endofit terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi
di Rumah Kaca
Pembahasan Umum

20
22
23
25

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

28
28
28

6 DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

34

RIWAYAT HIDUP

39

xvi

DAFTAR TABEL
1
2

3

4
5
6
7

Lokasi pengambilan sampel nematoda puru akar pada pertanaman padi
di beberapa wilayah Jawa Barat
Morfometrik larva instar 2 M. graminicola dari akar tanaman padi asal
Bogor, Cirebon, dan Sukabumi dibandingkan dengan M. graminicola
asal Nepal
Tingkat homologi runutan nukleotida daerah ITS M. graminicola asal
Bogor, Cirebon, Sukabumi, dan Yogyakarta dengan negara-negara lain
berdasarkan matriks kemiripan identitas
Pengaruh kultur filtrat bakteri endofit terhadap mortalitas larva M.
graminicola pada 24 jam setelah perlakuan
Pengaruh bakteri endofit terhadap jumlah puru akar pada tanaman padi
di rumah kaca
Pengaruh bakteri endofit terhadap jumlah anakan, tinggi tanaman, dan
panjang akar tanaman padi di rumah kaca
Pengaruh bakteri endofit terhadap bobot basah dan bobot kering
tanaman padi di rumah kaca

14

17

21
22
23
24
24

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5
6

7

8

9

Pola perineal nematoda M. graminicola dengan bentuk dorsoventral
bulat (a) dan oval (b) (Hunt dan Handoo 2009).
Lokasi daerah ITS di dalam ribosom DNA (Hillis dan Dixon 1991).
Gejala di atas permukaan tanah tanaman padi yang terinfeksi NPA di
Sukabumi (a) dan gejala pada akar berupa puru (b).
Deteksi nematoda puru akar (NPA) pada akar tanaman padi (perbesaran
40 x): telur (a), larva instar 2 (b), larva instar 3 (c), larva instar 4 (d),
betina dewasa dengan paket telur (e), dan jantan dewasa yang keluar
dari akar padi (f).
Morfologi larva instar 2 Meloidogyne sp. dari akar tanaman padi:
bagian anterior (a) dan bagian posterior (b).
Pola perineal M. graminicola asal Jawa Barat, Indonesia dengan
perbesaran 400x (a) dibandingkan dengan pola perineal M. graminicola
asal Nepal berdasarkan Pokharel et al. (2007) (b) dan sketsa pola
perineal M. graminicola menurut Hunt dan Handoo (2009) (c).
Hasil amplifikasi DNA nematoda puru akar asal Bogor, Cirebon,
Sukabumi, dan Yogyakarta dengan penanda (marker) 100-pb.
Keterangan: Bogor (1); Cirebon (2); Sukabumi (3); dan Yogyakarta (4).
Pohon filogenetik spesies-spesies M. graminicola asal Indonesia (Bogor,
Cirebon, Sukabumi, dan Yogyakarta) dan negara lain berdasarkan
logaritma UPGMA (bootstrap 1000 kali ulangan).
Morfologi larva instar 2 M. graminicola setelah diberi perlakuan
dengan kultur filtrat isolat bakteri endofit G053 terjadi kerusakan organ
di dalam tubuh (a) dan tanpa diberi perlakuan terlihat organ dalam

7
8
15

16
16

18

19

20

xvii

masih utuh
(b). Pengamatan dilakukan dengan menggunakan
mikroskop cahaya dengan perbesaran 1000x.
10 Jalur transduksi systemic acquired resistence (SAR) dan induce
systemic resistance (ISR) di dalam jaringan tanaman (Choudary et al.
2007).

22

27

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Hasil morfometrik larva instar 2 M. graminicola asal Bogor
Hasil morfometrik larva instar 2 M. graminicola asal Cirebon
Hasil morfometrik larva instar 2 M. graminicola asal Sukabumi
Pensejajaran (alignment) runutan nukleotida M. graminicola asal Jawa
Barat dengan negara-negara lain

35
36
37
38

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Meloidogyne sp. yang dikenal sebagai nematoda puru akar (NPA)
merupakan nematoda parasit penting yang memiliki distribusi yang luas dan
mampu menginfeksi berbagai macam tanaman pertanian (Sasser 1977). Salah satu
tanaman budidaya yang dapat terserang oleh nematoda ini adalah padi. Serangan
NPA pada tanaman padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang bervariasi
tergantung tingkat kepadatan populasi nematoda. Beberapa hasil laporan
menyatakan bahwa kehilangan hasil yang disebabkan oleh NPA pada tanaman
padi berkisar 20 sampai 80% di berbagai kawasan Asia Selatan dan Tenggara
(Erlan 1993; Padgham et al. 2004; Pokharel et al. 2007; Jaiswal et al. 2011).
Gejala umum tanaman padi yang terserang nematoda puru akar di antaranya
adalah daun menguning, pertumbuhan tanaman terhambat, tanaman menjadi layu
dan akar padi terbentuk puru (Dutta et al. 2012). Spesies NPA yang mampu
menginfeksi akar padi bukan hanya satu spesies saja melainkan beberapa spesies
Meloidogyne. Beberapa laporan menyatakan bahwa spesies NPA yang dapat
menyerang tanaman padi diantaranya adalah M. graminicola, M. incognita, M.
javanica, M. arenaria, M. oryzae, M. salasi, dan M. triticozae (Bridge et al. 2005;
Pokharel et al. 2007; Nguyen et al. 2014). Di Indonesia, laporan pertama adanya
serangan NPA terjadi pada tahun 1993 di Daerah Istimewa Yogyakarta (Erlan
1993). Rata-rata persentase infeksi NPA yang terjadi di beberapa kabupaten
Yogyakarta mencapai 80%.
Jawa Barat merupakan salah satu propinsi penyumbang produksi padi
terbesar nasional. Berdasarkan laporan dari Kementan (2015) menyebutkan bahwa
Jawa Barat sebagai salah satu sentra produksi padi nasional urutan kedua setelah
Jawa Timur selama kurang lebih 5 tahun dengan rata-rata produksi mencapai 11
juta ton per tahun semenjak tahun 2010 hingga 2014. Penelitian mengenai
keberadaan NPA pada tanaman padi di Jawa Barat sangat perlu dilakukan agar
upaya pencegahan dan pengendalian dapat dilakukan dengan lebih baik. Febriyani
(2003) telah melaporkan M. graminicola merupakan nematoda penyebab puru
akar pada tanaman padi di Bogor. Laporan lain menyebutkan bahwa pertanaman
padi di Kecamatan Terisi Indramayu sudah terinfeksi juga oleh NPA (Sari 2014).
Sejauh ini informasi tentang keberadaan nematoda puru akar di daerah Jawa Barat
yang lain masih belum diketahui.
Salah satu identifikasi yang dapat memperkuat hasil pengamatan secara
morfologi adalah identifikasi molekuler. Identifikasi molekuler dilakukan
berdasarkan analisis asam nukleat (DNA/RNA) nematoda dengan metode PCR
(polymerase chain reaction). Metode ini dapat memberikan hasil yang akurat dan
sensitif dalam mengamplifikasi DNA nematoda. Daerah amplifikasi yang sering
dilakukan dalam identifikasi nematoda adalah daerah ITS (internal transcribed
spacer) rDNA. Daerah ITS terletak di dalam ribosom yang berada di dalam sel
nematoda. Pokharel et al. (2007) telah melakukan identifikasi terhadap nematoda
puru akar pada tanaman padi di beberapa daerah Nepal. Hasil yang diperoleh
adalah M. graminicola merupakan nematoda parasit penting yang dapat
mempengaruhi produktivitas tanaman padi di Nepal.

2
Pengendalian terhadap nematoda dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya adalah penggunaan nematisida sintetik, pengaturan budidaya tanaman,
dan pengendalian hayati. Menurut Sande et al. (2011) penggunaan nematisida
sintetik dapat membunuh nematoda patogen secara efektif namun dapat
mematikan juga mikroorganisme yang bermanfaat. Pemberian nematisida sintetik
yang melebihi dosis yang dianjurkan dapat memberi dampak negatif terhadap
lingkungan sekitar. Pengendalian nematoda melalui budidaya tanaman dapat
dilakukan dengan teknik penggenangan air di lahan hingga panen. Teknik
penggenangan air sangat efektif dalam menekan pertumbuhan NPA di tanaman
padi (Negretti et al. 2014). Selain itu, pemberian bahan organik yang cukup di
dalam lahan mampu mengendalikan nematoda (Dangal et al. 2008).
Metode pengendalian lain dalam menekan pertumbuhan nematoda adalah
penggunaan agens hayati. Bakteri endofit merupakan salah satu alternatif agens
hayati yang mampu mengendalikan NPA. Banyak hasil penelitian yang
melaporkan peranan bakteri endofit mampu menekan serangan nematoda di
tanaman padi. Anita dan Samiyappan (2012) melaporkan bahwa bakteri endofit
Pseudomonas fluorescens dapat menekan NPA dengan menghasilkan enzim di
dalam jaringan akar tanaman padi. Selain itu, P. fluorescens mampu menginduksi
ketahanan terhadap tanaman padi dalam serangan nematoda. Salah satu cara lain
dalam meningkatkan ketahanan tanaman adalah memicu pertumbuhan tanaman
melalui fitohormon (Duangpaeng et al. 2012).
Perumusan Masalah
Informasi mengenai NPA pada tanaman padi di daerah Jawa Barat sangat
perlu diketahui karena Jawa Barat merupakan penghasil padi yang sangat penting
di Indonesia. Identifikasi secara morfologi dan molekuler dapat memberikan
informasi yang lebih akurat dalam mengetahui NPA pada tanaman padi.
Pengamatan morfologi dilakukan berdasarkan pada bentuk tubuh Meloidogyne
spp. yang menyerang akar tanaman padi. Deteksi molekuler sebagai alat untuk
konfirmasi ulang hasil morfologi yang sering memiliki kemiripan bentuk tubuh
antar spesies Meloidogyne dengan melihat kecocokan basa nukleotidanya.
Diketahuinya spesies NPA pada tanaman padi di Jawa Barat maka dapat
memudahkan upaya untuk melakukan pengendalian. Salah satu alternatif
pengendalian nematoda parasit tanaman yang efektif adalah dengan menggunakan
bakteri endofit.
Peranan bakteri endofit dapat meningkatkan ketahanan hidup tanaman padi
terhadap serangan NPA dengan mengkolonisasi relung ekologi (niche) jaringan
akar dengan cepat. Bakteri endofit memberikan manfaat dengan meningkatan
pertahanan terhadap patogen dan merangsang pertumbuhan tanaman di dalam
jaringan tanaman. Aplikasi bakteri endofit yang sering dilakukan agar bakteri
endofit masuk ke dalam jaringan tanaman adalah dengan cara perendaman benih.
Aplikasi lain dalam pemberian suspensi bakteri endofit belum banyak dilakukan
terutama pada tanaman padi. Beberapa hasil penelitian telah melaporkan bahwa
aplikasi ganda dengan cara perendaman benih dan penyiraman suspensi bakteri di
sekitar perakaran mampu memberi pengaruh yang lebih baik dibandingkan hanya
menggunakan aplikasi perendaman benih saja.

3
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi NPA pada tanaman padi di
beberapa daerah di Jawa Barat berdasarkan morfologi dan molekuler dan menguji
pengaruh bakteri endofit dalam mengendalikan nematoda puru akar pada tanaman
padi.
Hipotesis
Nematoda puru akar tanaman padi dapat diidentifikasi secara morfologi dan
molekuler. DNA dari NPA pada tanaman padi dapat diamplifikasi di daerah ITS
rDNA. Bakteri endofit dapat menekan puru akar pada padi yang disebabkan oleh
Meloidogyne.

Manfaat
Dengan adanya identifikasi NPA pada tanaman padi dapat memberi
informasi tentang keberadaan dan persebaran NPA di wilayah Jawa Barat.
Informasi ini sangat penting diketahui agar upaya kewaspadaan terhadap NPA
ditingkatkan dengan dilakukannya pengendalian nematoda secara tepat.
Rekomendasi pengendalian yang dapat diberikan adalah teknik budidaya dan
penggunaan pengendalian hayati. Salah satu agens hayati yang ramah lingkungan
yang dapat digunakan adalah bakteri endofit.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Meloidogyne spp.
Berdasarkan taksonominya Meloidogyne spp. termasuk ke dalam Ordo
Thylenchida, Subordo Tylencina, Famili Heteroderoideae, dan Genus
Meloidogyne (Dropkin 1991). Nematoda ini memiliki sedikitnya 45 spesies yang
diketahui (Eisenback et al. 1981) dan sekarang telah diketahui sebanyak 90
spesies (EPPO 2009). Lima spesies Meloiodgyne spp. yang termasuk nematoda
parasit penting pada tanaman, adalah M. incognita, M. javanica, M. arenaria, M.
hapla, M. chitwoodii (Walters dan Barker 1994). Sebanyak 300 spesies nematoda
yang masuk ke dalam 35 genus dilaporkan mampu menginfeksi tanaman padi. M.
graminicola (Golden dan Birchfield) merupakan nematoda parasit paling penting
pada tanaman padi (Upadhyay et al. 2014).
Kisaran Inang M. graminicola
M. graminicola termasuk nematoda endoparasit menetap (sedentary) yang
bersifat obligat yang memiliki kisaran inang luas pada berbagai tanaman (Abad et
al. 2003). Golden dan Birchfield (1965) melaporkan pertama kali tanaman inang
M. graminicola berasal dari rumput barnyard (Echinochloa colonum (L.).
Tanaman rumput barnyard yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala di bagian
atas tanaman dan disimpulkan keduanya memiliki interaksi yang lama sehingga
tidak terlihat gejala yang terbentuk. Tanaman rumput-rumputan (gulma) lain yang
dapat menjadi inang M. graminicola diantaranya adalah Avena sativa L., Poa
annual L., Eleusine indica (L) Gaertn, Aleopecurus carolianus Walt, Cyperus
compressus L. (Birchfield 1964). Selain terdapat pada tanaman gulma, M.
graminicola mampu menginfeksi berbagai varietas padi sebagai inangnya (Yik
dan Birschfield 1978). Penyebaran nematoda M. graminicola pada tanaman padi
dapat mencapai kawasan Asia Selatan seperti Nepal (Pokharel et al. 2007), India
(Jaiswal et al. 2012), Bangladesh (Padgham et al. 2004) dan kawasan Asia
Tenggara, yaitu di daerah Indonesia (Erlan 1993).
Siklus Hidup M. graminicola
Nematoda M. graminicola memiliki siklus hidup berkisar 26 hingga 51 hari
(Rao dan Israel 1973). Bridge dan Page (1982) melaporkan bahwa kondisi pada
suhu 22 sampai 29 oC siklus hidup M. graminicola terjadi selama 19 hari
sedangkan pada suhu 25 hingga 35 oC mencapai 13 hari. Menurut laporan Dabur
et al. (2004) siklus hidup lengkap M. graminicola terjadi selama 24 hari.
Pembentukan nematoda betina dan jantan terjadi pada hari ke-10 dan
penyimpanan telur pada hari ke 20 dan keluarnya larva instar 2 teramati pada hari
ke-24.
Siklus hidup lengkap M. graminicola terdiri atas 4 siklus, yaitu larva instar
1, larva instar 2, larva instar 3, dan larva instar 4 yang kemudian akan berubah
menjadi fase dewasa. Stadia larva instar 1 terbentuk setelah terjadinya proses

5
embriogenesis yang kemudian terjadi pergantian kulit di dalam telur. Telur akan
menetas dengan keluarnya stadia larva instar 2 yang berbentuk seperti cacing.
Stadia larva instar 2 muncul pada kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai dan
bergerak aktif di dalam tanah menuju akar yang yang mengeluarkan eksudat akar.
Larva instar 2 masuk ke dalam akar dengan stiletnya yang mampu merusak sel-sel
akar dan bergerak secara interseluler. Larva instar 2 bergerak di dalam jaringan
menuju dekat silinder pusat atau berada di daerah pertumbuhan akar lateral.
Selanjutnya larva instar 2 mengalami pertumbuhan dan pergantian kulit hingga
menjadi larva instar 3 dan 4. Tahap pada stadia larva instar 3 dan 4 tidak terbentuk
stilet dan prosesnya hanya berlangsung 4 sampai 6 hari yang kemudian berubah
menjadi nematoda jantan atau betina dewasa. Nematoda jantan dewasa berbentuk
seperti cacing yang keluar dari jaringan akar dan hidup di dalam tanah, sedangkan
nematoda betina dewasa berubah membentuk seperti buah pir dan hidup menetap
(sedentary) di jaringan akar (Dropkin 1991).
Mekanisme Infeksi Meloidogyne spp.
Larva instar 2 merupakan stadia yang bersifat infektif terhadap akar
tanaman. Larva instar 2 akan bergerak di dalam tanah menuju ujung akar tanaman
setelah mendapatkan respon gas CO2 dan eksudat akar yang dikeluarkan oleh akar
tanaman. Pergerakan nematoda di dalam tanah dipengaruhi juga dengan adanya
kelembaban, porositas tekstur tanah, ketersediaan oksigen, dan suhu. Nematoda
memiliki organ amfid di bagian anterior yang berfungsi sebagai kemoreseptor
yang mengeluarkan sekresi kimia. Kemoreseptor yang dikeluarkan ini mampu
melakukan interaksi dengan sinyal kimia akar yang dapat menuntun dan
melindungi nematoda yang menuju akar tanaman (Curtis et al. 2009).
Larva instar 2 melakukan penetrasi melalui stilet dan mensekresi enzim
untuk masuk ke dalam jaringan akar tanaman. Stilet berperan menghancurkan
dinding sel secara mekanik yang bersamaan dengan sekresi enzim yang
dikeluarkan dalam meluruhkan ujung akar tanaman. Nematoda bergerak antar sel
secara interseluler melalui lamela tengah di jaringan korteks (Williamson dan
Hussey 1996). Larva instar 2 bergerak di dalam jaringan akar tanaman dan
membuat giant cell (tempat menyimpan nutrisi).
Mekanisme terbentuknya giant cell di dalam jaringan akar tanaman berasal
dari sekresi kelenjar esofagus ke dalam sel melalui stilet. Sekresi yang
dikeluarkan ke dalam sel tidak mengakibatkan membran plasma rusak akibat
tusukan stilet tetapi hanya terjadi pelekukan (invaginasi) sel saja. Sekresi ini
berupa senyawa biokimia (sinyal transduksi) yang dapat mempengaruhi
transkripsi DNA dan translasi protein di dalam sel inang. Sinyal transduksi NPA
dapat mempengaruhi ekspresi gen menjadi sel yang abnormal. Sel parenkim akar
berdiferensiasi menjadi multinukleat dan terbentuk ukuran sel abnormal
(hipertrofi). Ukuran sel abnormal yang terbentuk dapat mencapai 5 sampai 7 sel
parenkim yang diinduksi oleh larva instar 2 (Williamson dan Hussey 1996).
Pembentukan giant cell di dalam jaringan akar berfungsi sebagai tempat nutrisi
untuk perkembangan stadia nematoda. Stadia nematoda betina dewasa akan
menjadi endoparasit menetap (sedentary) yang berdekatan dengan giant cell untuk
menyerap nutrisi dan hasil fotosintesis tanaman inang. Gejala hiperplasia pada sel

6
mengakibatkan terbentuknya puru akar yang merupakan gejala primer penyakit
yang tampak setelah terjadinya infeksi NPA (Abad et al. 2003).
Gejala Penyakit yang Disebabkan oleh Meloidogyne spp.
Infeksi Meloidogyne spp. terhadap tanaman dapat terlihat dengan adanya
gejala penyakit pada bagian tajuk dan perakaran tanaman. Bagian tajuk ditandai
dengan menguningnya daun sekitar tajuk, layu, dan tanaman menjadi terhambat.
Pertumbuhan tanaman menjadi tidak maksimal akibat adanya gangguan pada
pembuluh floem dan xilem (Agrios 2005). Tanaman yang terinfeksi tidak dapat
tumbuh secara optimal sehingga terlihat berbeda dengan tanaman sehat. Gejala
pada bagian akar dapat terlihat dengan adanya puru akar. Terbentuknya puru akar
disebabkan oleh adanya pembesaran dan pembelahan sel yang berlebihan pada
jaringan perisikel dan juga terjadi perubahan bentuk pada jaringan pembuluh.
Tanaman yang terinfeksi berat dapat mengakibatkan sistem perakaran mengalami
disfungsi secara total (adanya pengurangan jumlah akar). Pembentukan akar baru
hampir tidak terjadi dan fungsi perakaran terhambat dalam menyerap dan
menyalurkan air dan unsur hara ke seluruh bagian tanaman (Singh et al. 2013).
Akar yang terinfeksi biasanya pendek dan mempunyai sedikit akar lateral dan
rambut-rambut akar (Agrios 2005). Pembentukan puru akar yang disebabkan oleh
M. graminicola pada tanaman padi berbentuk kait (hook) di bagian ujung akarnya
(Dutta et al. 2012).
Identifikasi Morfologi M. graminicola
Metode dalam melakukan identifikasi nematoda dapat dilakukan dengan
berbagai macam teknik deteksi, yaitu pengamatan morfologi, uji patogenisitas
terhadap tanaman inang, teknik molekuler (Pokharel et al. 2007) dan teknik
fenotip isozim (Esbenshade dan Triantaphyllou 1990). Berdasarkan bentuk
morfologinya nematoda M. graminicola betina berbentuk memanjang dengan
bagian protuberance terminal ramping. Ukuran panjang stilet mencapai 12 sampai
15 µm, bagian basal knob stilet berbentuk ovoid, dan bagian bibir set off. Pola
perineal dengan bentuk dorsoventral membulat (Gambar 1a) atau dalam bentuk
oval (Gambar 1b), garis striae halus, dan garis lateral tidak ada. Nematoda jantan
dewasa memiliki bagian bibir (labial) yang set off dan terelevasi serta bagian bibir
lateral terlihat. Ukuran stiletnya berkisar 15-20 µm dengan bagian basal knob
berbentuk ovoid dan set off. Panjang tubuh ukuran larva instar 2 mencapai 410
hingga 480 µm dan ukuran ekor sekitar 60 sampai 80 µm. Bagian ujung ekor
meruncing dengan bulat halus (Hunt dan Handoo 2009).

7

Gambar 1 Pola perineal nematoda M. graminicola dengan bentuk dorsoventral
bulat (a) dan oval (b) (Hunt dan Handoo 2009).
Identifikasi Molekuler M. graminicola
Analisis molekuler untuk mendiagnosis nematoda parasit telah banyak
dilakukan para peneliti. Analisis ini dilakukan dengan memperbanyak salinan
basa nukleotida dari suatu organisme secara buatan melalui metode PCR
(polymerase chain reaction). Teknik PCR memiliki prinsip dasar melakukan
replikasi DNA secara in vitro di mesin thermocycler. Hasil produk PCR
ditampilkan dalam bentuk pita setelah dilakukannya proses elektroforesis. Pitapita yang terbentuk dapat menampilkan ukuran jumlah basa nukleotida yang
diamplifikasi dan dengan tampilan pita ini analisis lebih lanjut dapat dilakukan
dengan program bioinformatika.
Identifikasi molekuler pertama kali pada nematoda puru akar dilaporkan
oleh Harris et al. (1990) yang mampu memperbanyak DNA mitokondria
(mtDNA) dari larva instar 2 dan telur. Dalam penelitian ini DNA mitokondria
dari M. arenaria, M javanica, M. hapla, dan M. incognita dapat teramplifikasi di
ukuran 1.8 kb. Penelitian molekuler mengenai Meloidogyne spp. telah dilakukan
pengembangan lebih lanjut. Powers dan Harris (1993) mengembangkan metode
PCR dengan melakukan desain primer yang mampu menempel di gen
mitokondria yang menyandi sitokrom oksidase subunit II dan di gen 16S rRNA.
Hasil yang diperoleh terdapat 3 ukuran fragmen yang berbeda untuk M. arenaria,
M. javanica, M. hapla, M. incognita, dan M. chitwoodi. Teknik PCR untuk
membandingkan keragaman antar spesies Meloidogyne spp. dapat dilakukan
dengan menggunakan RAPD (random amplified polymorphic DNA). Metode ini
dilakukan dengan menggunakan primer tunggal yang memiliki ukuran kurang
lebih 10 pb dan memiliki kemampuan menempel di situs secara acak. Metode ini
pertama kali dilakukan oleh Cenis (1993) untuk melihat kekerabatan spesies
Meloidogyne spp. dengan menggunakan 22 primer tunggal. Perkembangan
selanjutnya, metode PCR telah banyak dimodifikasi secara spesifik, diantaranya
adalah menggunakan primer SCAR (sequence characterised amplified region)
yang mampu mengidentifikasi M. hapla, M. chitwoodi, dan M. falax (Williamson
et al. 1997; Zijlstra 2000). Meng et al. (2004) berhasil mengidentifikasi M.
incognita, M. javanica, dan M. arenaria setelah mengembangkan primer spesifik
SCAR.
Identifikasi organisme eukariot secara molekuler sering dilakukan dengan
menyalin DNA yang berasal dari gen ribosom DNA (rDNA). Analisis runutan

8
dari rDNA dilakukan untuk mengetahui hubungan evolusi dari suatu spesies. Di
dalam rDNA tersusun atas dua daerah gen, yaitu daerah transcribed spacer dan
non trancribed spacer (NTS). Daerah transcribed spacer tersusun atas daerah
ETS (external transcribed spacer) dan ITS (internal transcribed spacer). Daerah
ITS tersusun dari suatu urutan RNA yang memiliki dua daerah ITS, yaitu ITS 1
terletak di antara 18S gen dan 5.8S gen, dan ITS 2 terletak di antara 5.8S dan 28S
gen. Daerah transcribed spacer mempunyai sinyal untuk memproses terjadinya
trankripsi rRNA. Salinan yang berdekatan dari rDNA repeat dipisahkan oleh
daerah NTS (Hillis dan Dixon 1991). Susunan gen dari rDNA ditampilkan pada
Gambar 2. Penentuan identifikasi molekuler dengan menggunakan daerah ITS
pada spesies Meloidogyne telah banyak dilakukan. Qiu et al. (2007) melaporkan
telah membuat protocol dalam identifikasi M. arenaria, M. incognita, dan M.
javanica.

Gambar 2 Lokasi daerah ITS di dalam ribosom DNA (Hillis dan Dixon 1991).
Pengendalian Hayati Meloidogyne spp.
Pengendalian hayati merupakan salah satu cara yang efektif dalam
mengendalikan patogen tanaman. Secara alami tanaman berasosiasi dengan
mikroorganisme mutualisme sebagai agens antagonis di sekitar perakaran
(Whipps 2001). Agens hayati dapat juga berkolonisasi di dalam jaringan tanaman
inang (Schulz dan Boyle 2006). Peranan agens hayati terhadap tanaman memiliki
fungsi sebagai pelindung terhadap patogen dan pemicu pertumbuhan tanaman.
Salah satu agens hayati yang memiliki peranan yang bermanfaat terhadap tanaman
adalah bakteri endofit.
Bakteri endofit merupakan bakteri yang hidup di dalam jaringan tanaman
tanpa menimbulkan gangguan terhadap tanaman inangnya (Hallmann et al. 1997).
Bakteri endofit banyak memberi manfaat di dalam jaringan tanaman inangnya.
Adanya bakteri endofit mampu mengurangi atau mencegah keberadaan patogen di
dalam tanaman. Keberadaan bakteri endofit di dalam jaringan dapat melindungi
dari patogen dengan berbagai cara, yaitu lisis, kompetisi, antibiosis, induksi
pertumbuhan dan induksi ketahanan terhadap tanaman (Berg dan Hallmann 2006).
Peranan bakteri endofit dalam menginduksi pertumbuhan tanaman, yaitu dengan
menghasilkan hormon IAA (indole acetic acid), mampu melarutkan fosfat, dan
menghasilkan siderofor (Lee et al. 2004, Deng et al. 2011, Mbai et al. 2013).
Bakteri endofit mampu berkolonisasi dan berkompetisi dengan nematoda
parasit di dalam jaringan akar yang sama. Mekanisme bakteri endofit dalam
mengendalikan nematoda dapat berupa antagonisme langsung dengan cara
mengeluarkan metabolit sekunder atau mekanisme tidak langsung melalui induksi
ketahanan tanaman berupa ISR (induced systemic resistance) (Siddiqui dan
Shaukat 2003). Menurut Hallmann et al. (2001) bakteri endofit dapat
mengkolonisasi jaringan tanaman secara cepat dan mengurangi kesempatan

9
nematoda untuk invasi di dalam niche yang sama, yaitu di bagian korteks. Bakteri
endofit akan mengeluarkan antibiotik atau menstimulasi induksi ketahanan
tanaman di bagian korteks.
Ketahanan ISR dapat diinduksi oleh bakteri endofit, rizobakteri, atau bakteri
nonpatogenik yang berada di dalam jaringan tanaman. Jalur transduksi
terbentuknya ISR dapat terlihat dengan adanya asam salisilat di dalam jaringan
tanaman inang (Kloepper dan Ryu 2006). Laporan pertama adanya indikasi
terbentuknya ISR dilaporkan oleh Wei et al. (1996) dengan melihat pengaruh
bakteri PGPR yang mampu menurunkan keparahan penyakit bercak daun bersudut
di tanaman mentimun.
Mekanisme terbentuknya ISR yang dihasilkan oleh bakteri endofit dalam
mengendalikan NPA berkaitan dengan berkurangnya puru akar tanaman.
Hallmann et al. (1998) melaporkan bakteri endofit yang berasal dari tanaman
kapas, yaitu Enterobacter asburiae, Brevundimonas vesicularis, Burkholderia
pickettii, Agrobacterium radiobacter, Alcaligenes piechaudii dan pada tanaman
mentimun, yaitu P. fluorescens memiliki potensi menghasilkan ISR dalam
menekan M. incognita. Selain itu, Munif et al. (2013) melaporkan bakteri endofit
Pantoea agglomerans MK-29, P. putida MT-19, Cedecea davisae MK-30,
Enterobacter spp. MK-42 dapat menekan dan mengurangi populasi nematoda M.
incognita di akar tanaman tomat.
Bakteri endofit dapat menghambat perkembangan Meloiodgyne spp. dan
mengurangi keparahan puru akar secara efektif. Padgham dan Sikora (2006)
melaporkan bahwa perlakuan Bacillus megaterium dapat menurunkan 40%
penetrasi nematoda dan puru akar M. graminicola pada padi. Selain itu, kolonisasi
B. megaterium di dalam akar dapat menghambat migrasi M. graminicola
sebanyak 60%. Senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam B.
megaterium memiliki efektivitas menghambat penetasan telur hingga 60%. Pankaj
et al. (2010) melaporkan tentang kemampuan bakteri rizobakteri dapat menekan
populasi M. graminicola. Bakteri yang diperoleh adalah Gluconacetobacter
diazotrophicus Co99-70 mampu secara efektif mencegah penetrasi larva instar 2,
Bacillus spp. RKB-91, G. diazotrophicus Co99-70 dan Pseudomonas spp. RKP33 mampu mengurangi keparahan terbentuknya puru akar lebih dari 80% dan
mengurangi perbanyakan nematoda.

10

3 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Nematologi Tumbuhan dan
Virologi Tumbuhan Departeman Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB.
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Januari 2014 hingga Februari
2015.
Pengambilan Sampel Akar Padi di Lapangan
Sampel akar padi diambil dari pertanaman padi di beberapa daerah di Jawa
Barat, yaitu Bogor, Ciamis, Cirebon, Kuningan, Majalengka, Subang, dan
Sukabumi. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purpossive sampling,
yaitu pada setiap lahan diambil sebanyak 10 tanaman yang terindikasi terinfeksi
oleh NPA. Luas lahan padi yang dijadikan sebagai sampel tanaman berukuran
minimal 100 m2. Sampel tanaman padi dicabut dan dimasukkan ke dalam plastik
yang kemudian disimpan ke dalam cool box dan segera dikerjakan di laboratorium.
Ekstraksi Nematoda
Nematoda diekstraksi dengan menggunakan metode pengabutan (mistifier)
(Hooper et al. 2009). Sampel akar padi dibersihkan dari kotoran dan tanah dengan
air yang mengalir dan dipotong-potong ±1 cm. Potongan akar disimpan di atas
saringan kasar dan diletakkan di atas corong yang di bagian bawahnya terdapat
gelas plastik untuk menampung hasil ekstraksi. Proses ini dilakukan di dalam
ruang pengabutan (mist chamber) dengan kondisi air melalui nozzle dialirkan ke
potongan akar. Proses pengabutan dibiarkan selama 48 jam. Setelah itu, gelas
plastik yang berisi air disaring dengan menggunakan penyaring 500 mesh.
Nematoda yang akan diperoleh adalah larva instar 2. Hasil ekstraksi nematoda ini
digunakan untuk pengamatan morfologi dan morfometrik larva instar 2.
Pembuatan Preparat Semipermanen
Preparat semipermanen dibuat berdasarkan metode Goodey (1973). Bagian
permukaan atas kaca preparat dibuat cincin parafin dengan menggunakan bor
gabus yang dipanaskan. Larutan laktofenol (kandungan: fenol 94 mL, asam laktat
83 mL, gliserin 160 mL, dan akuades 100 mL) diteteskan di tengah lingkaran
parafin sebanyak satu tetes. Nematoda hasil ekstraksi dimatikan terlebih dahulu
dengan cara suspensi nematoda dicampur larutan FAA (kandungan: formalin 10
mL, asam asetat 1 mL, akuades 89 mL) yang telah dipanaskan pada suhu 70 oC
dengan perbandingan volume 1:1. Sebanyak 3 sampai 5 ekor larva instar 2 yang
yang telah mati diambil dengan cara dikait dan dimasukkan ke dalam larutan
laktofenol yang berada di cincin parafin pada preparat gelas objek. Tahap
selanjutnya, bagian atas parafin diberi 3 helai glass woll secara radial untuk

11
menahan cover glass pada saat menutup preparat. Selanjutnya preparat dilakukan
fiksasi sebentar di atas api hingga parafin meleleh. Tahap akhir, bagian tepi cover
glass yang merekat dengan parafin diolesi perekat yang menggunakan kuteks
kuku agar menjadi kedap udara. Pembuatan preparat semipermanen dilakukan
untuk mengamati morfologi dan morfometrik larva instar 2.
Pengamatan Morfometrik
Pengamatan morfometrik mengikuti prosedur Eisenback dan Hunt (2009).
Sebanyak 20 ekor larva instar 2 preparat nematoda semi-permanen diukur dan
diamati dengan menggunakan program komputer Dino Capture 2.0, The Versatile
Digital Microscope yang tersambung dengan mikroskop cahaya pada perbesaran
100 dan 400 kali. Bagian nematoda yang diukur adalah panjang tubuh nematoda,
stilet, ekor, ekor hialin terminus (hyaline tail terminus), h% (ekor hialin
terminus/panjang ekor x 100), diameter tubuh maksimum, nilai a (perbandingan
panjang badan/lebar badan maksimum) dan nilai c (perbandingan panjang
badan/panjang ekor).
Pewarnaan Nematoda di Dalam Jaringan Akar
Metode pewarnaan nematoda pada akar mengikuti metode Hussey (1985).
Akar padi yang menunjukkan gejala puru dibersihkan dan dipotong-potong
dengan ukuran 1-2 cm dan direndam di dalam campuran kloroks 5.25% selama 4
menit. Akar dibilas dengan air mengalir selama 45 detik dan direndam dalam air
selama 15 menit kemudian dibilas hingga aroma kloroks hilang. Akar direbus
dalam larutan fuksin (kandungan: asam fuksin 3.5 g, asam asetat 250 mL, dan
akuades 750 mL) yang mendidih selama 30 detik di atas penangas. Rebusan akar
diangkat dan larutan asam fuksin dibuang, kemudian akar dibilas dengan air
mengalir. Akar dimasukkan ke dalam botol kecil dan ditambahkan dengan gliserin
hingga akar terendam dan ditambah 2 tetes larutan HCl. Selanjutnya akar direbus
kembali hingga mendidih dan warna akar terlarut. Akar yang sudah dingin
disusun di atas kaca preparat dan dilakukan pengamatan dengan mikroskop
cahaya dengan perbesaran 100 kali.
Pengamatan Pola Perineal
Metode pengamatan pola perineal mengikuti prosedur Eisenback et al.
(1981). Akar padi yang menunjukkan gejala terbentuk puru disimpan di dalam
cawan syrracus yang berisi air untuk dibedah dan diambil Meloidogyne dewasa.
Nematoda betina dewasa diletakkan di atas kaca preparat yang berisi tetesan air.
Bagian posterior nematoda dipotong dengan pisau bedah (scalpel blade no. 10)
dan dibersihkan dari kotoran. Bagian pola perineal yang sudah bersih lalu ditutup
dengan cover glass. Pengamatan lalu dilihat dengan menggunakan mikroskop
cahaya pada perbesaran 400 kali.

12
Ekstraksi DNA
Metode ekstraksi DNA dimodifikasi dari Zijlstra (2000). Dua puluh ekor
nematoda betina dimasukkan ke dalam tabung mikro. Sampel tersebut ditambah
ekstrak bufer (200 mM Tris HCl pH 8.0, 25 mM EDTA pH 8.0 dan 0.5% SDS)
sebanyak 150 µL dan digerus hingga halus dengan cornical grinder steril.
Selanjutnya, ditambah chloroform:isoamilalkohol (24:1) sebanyak 150 µL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 11 000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil
sebanyak 100 µL kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro baru, ditambah
larutan sodium asetat (CH3COONa) 3 M, pH 5.2 sebanyak 50 µL kemudian
disimpan pada suhu -20 oC selama 10 menit. Setelah itu, suspensi disentrifugasi
dengan kecepatan 12 000 rpm selama 20 menit. Supernatan diambil sebanyak 100
µL dan dipindahkan ke dalam tabung mikro baru. Isopropanol ditambah 1 volume
ke dalam tabung dan disimpan pada suhu ruang selama 30 menit yang kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 12 000 rpm selama 20 menit. Supernatan dibuang
dan ditambah etanol 80% sebanyak 1 volume yang kemudian disentrifugasi pada
kecepatan 12 000 rpm selama 15 menit dan supernatan dibuang. Endapan DNA
dikeringkan dan ditambah buffer TE pH 8 sebanyak 30-100 µL sesuai dengan
ketebalan endapan DNA. Tahap terakhir DNA nematoda disimpan pada suhu -20
o
C.
Amplifikasi DNA
Hasil ekstraksi DNA dilanjutkan dengan melakukan amplifikasi DNA
dengan metode PCR. Reaksi PCR dilakukan dengan mengambil go tag green
sebanyak 12.5 μL, ddH2O 8.5 μL, primer rDNA2 1 μL, primer rDNA1.58s 1 μL,
dan DNA template 2 μL. Primer yang digunakan berasal dari Powers et al. (1997)
dan Pokharel et al. (2007), yaitu rDNA2 (5’-TTG ATT ACG TCC CTG CCC
TTT-3’) dan rDNA1.58s (5’-ACG AGC CCG AGT GAT CCA CCG-3’). Siklus
PCR terdiri dari tahap inisial pada suhu 94 °C selama 2 menit yang dilanjutkan
oleh 25 siklus dari suhu 94 °C selama 1 menit, 47 °C selama 1 menit dan 72 °C
selama 1 menit dan ekstensi akhir selama 5 meni pada 72 °C (Pokharel et al.
2007). DNA nematoda hasil amplifikasi dianalisis dengan elektroforesis.
Elektroforesis dilakukan pada tegangan 50 V selama 60 menit kemudian
dilanjutkan pada 100 V selama 5 menit. Hasil elektroforesis divisualisasi dengan
UV transiluminator dan diambil foto dengan kamera.
Runutan DNA
Runutan nukleotida nematoda dilakukan oleh 1st Base yang kemudian
dianalisis menggunakan program basic local alignment search tool (BLAST)
dengan program optimasi untuk mendapatkan urutan basa DNA yang terdapat
dalam situs national center for biotechnology information (NCBI). Pembentukan
pohon filogenetik dilakukan dengan menggunakan software Clustal W (Bioedit
version 7.1.3) dan dengan program Mega version 5.1 berdasarkan pendekatan
UPGMA. Analisis bootstrap dilakukan 1 000 kali ulangan untuk merekonstruksi
pohon filogenetik.

13
Pengaruh Kultur Filtrat Bakteri Endofit terhadap Larva M. graminicola
secara in vitro
Pengujian mortalitas larva instar 2 M. graminicola secara in vitro dilakukan
dengan menggunakan isolat bakteri endofit koleksi Laboratorium Nematologi
Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman IPB. Isolat bakteri endofit yang
digunakan adalah Si2, Si33, Sp24, G053, dan GH1. Uji kultur filtrat bakteri
endofit mengikuti prosedur Padgham dan Sikora (2006) yang dimodifikasi. Isolat
bakteri endofit ditumbuhkan di media NB (nutrient broth) dengan menggunakan
alat shaker dengan kecepatan 100 rpm di suhu ruang selama 24-48 jam. Kemudian
suspensi bakteri disentrifugasi dengan kecepatan 5 000 rpm selama 20 menit.
Hasil sentrifugasi akan terbentuk dua bagian, yaitu supernatan dan pelet.
Supernatan bakteri endofit diambil sebanyak 4 mL yang dicampur dengan 0.5 mL
suspensi larva instar 2 (kerapatan 100-200 ekor) di dalam cawan petri kecil steril
dan diinkubasi di dalam kondisi suhu ruang selama 24 jam. Tahap selanjutnya
campuran suspensi bakteri dengan larva instar 2 tersebut disaring dengan
penyaring ukuran 500 mesh. Suspensi nematoda diberi aerasi dengan aerator
selama beberapa menit untuk mengetahui kondisi nematoda hidup atau mati.
Perhitungan mortalitas dilakukan dengan menghitung jumlah larva instar 2 yang
mati dengan menggunakan mikroskop stereo. Data yang diperoleh hasil pengujian
in vitro dianalisis dengan sidik ragam dan uji lanjut DMRT (duncan multiple
range test) pada taraf kepercayaan 95% dengan menggunakan program software
statistical analysis system (SAS versi 9.3).
Pengaruh Bakteri Endofit terhadap M. graminicola di Rumah Kaca
Benih padi yang digunakan dalam pengujian ini adalah varietas ciherang.
Benih padi dilakukan sterilisasi permukaan dengan menggunakan perlakuan air
panas (hot water treatment) selama 30 menit pada suhu 50 oC. Benih padi yang
sudah steril direndam di dalam suspensi bakteri pada media TSB (kerapatan
bakteri mencapai 108-109 cfu/ml) selama 6 jam. Metode perlakuan bakteri endofit
ini mengikuti prosedur Munif et al. (2013) yang dimodifikasi, yaitu perendaman
benih (seed treatment) dan penyiraman suspensi bakteri di perakaran (soil drench).
Perendaman benih dilakukan selama 6 jam dan ditanam ke dalam media tanah di
polybag ukuran 25x10. Media tanah yang digunakan mengandung
tanah:pasir:kotoran sapi matang (v/v = 1:1:1). Setelah benih padi berumur 10 hari,
sebanyak 20 mL suspensi bakteri (kerapatan bakteri mencapai 108-109 cfu/mL)
dituang ke dalam masing masing polybag. Setelah tanaman padi berumur 15-16
hari, masing-masing tanaman diinokulasi dengan suspensi nematoda larva instar 2
M. graminicola sebanyak ±1000 ekor. Enam minggu setelah inokulasi nematoda
dilakukan pengamatan yang diamati adalah jumlah puru akar, persentase
penurunan jumlah puru akar, jumlah anakan, tinggi tanaman, bobot massa akar,
dan bobot massa tajuk. Data yang diperoleh hasil pengujian rum