Potensi Bakteri Endofit Asal Akar Tanaman Nilam untuk Mengendalikan Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) pada Tanaman Tembakau

(1)

POTENSI BAKTERI ENDOFIT ASAL AKAR TANAMAN NILAM UNTUK MENGENDALIKAN NEMATODA PURU AKAR (Meloidogyne spp.) PADA TANAMAN TEMBAKAU

S K R I P S I

Oleh:

R. SURYA MURTHI 100301234

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2 0 1 5


(2)

POTENSI BAKTERI ENDOFIT ASAL AKAR TANAMAN NILAM UNTUK MENGENDALIKAN NEMATODA PURU AKAR (Meloidogyne spp.) PADA TANAMAN TEMBAKAU

S K R I P S I

Oleh:

R. SURYA MURTHI

100301234/ AGROEKOTEKNOLOGI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2 0 1 5


(3)

POTENSI BAKTERI ENDOFIT ASAL AKAR TANAMAN NILAM UNTUK MENGENDALIKAN NEMATODA PURU AKAR (Meloidogyne spp.) PADA TANAMAN TEMBAKAU

S K R I P S I

Oleh:

R. SURYA MURTHI

100301234/ AGROEKOTEKNOLOGI

Skripsi Sebagai Salah Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara,Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2 0 1 5


(4)

Judul : Potensi Bakteri Endofit Asal Akar Tanaman Nilam untuk Mengendalikan Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) pada Tanaman Tembakau

Nama : R. Surya Murthi NIM : 100301234

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Hama dan Penyakit Tumbuhan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Dr. Lisnawita, SP, M.Si Ir. Syahrial Oemry, MS Ketua Anggota

Mengetahui,

Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc Ketua Program Studi


(5)

ABSTRACT

R. Surya Murthi. 2015. ” Potential of Endophytic Bacterial from Patchouli Rroot to Control Root Knot Nematode (Meloidogyne spp.) on Tobacco”. Under direction of Lisnawita and Syahrial Oemry.

Root knot nematode (Meloidogyne spp.) is an important pathogen of tobacco in Indonesia. Some control measures, i.e. nematicide, culturals practice, and organic matter amendment, have not gave satisfactory result in managing nematode population on the field. Biocontrol approach by using endophytic bacteria is a component to control Meloidogyne spp. The objective of this study was to knew potential of endophytic bacteria from patchouli to control Meloidogyne spp. on tobacco. The research was conducted at Plant Disease Laboratory, Agroecotechnology Program Study, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Medan from July to Desember 2014. It was done by using Completely Randomized Design (CRD) Non Factorial with four treatments : Kontrol, Bacillus 1 spp., Pseudomonas spp. dan Bacillus 2 spp. respectively. The result showed: Bacillus spp.1 and Pseudomonas have control the end population of nematode efectivest 72.2336 dan 79.5054 nematode. Bacillus spp. 1 and Pseudomonas spp. efectivest to control reproduction factors 0.144 dan 0.159 nematode. Pseudomonas spp. have increased high rate and quantity of leafes rate on 1-7 week after planting, have frash weightest 19.188 g. Bacillus spp. 1 and Pseudomonas have efectivest potential to control disises severity for 53.6% and 41.4%. Pseudomonas efectivest to use biofertilizer agents more than Bacillus were can to use biocontrol agents


(6)

ABSTRAK

R. Surya Murthi. 2015.”Potensi Bakteri Endofit Asal Akar Tanaman Nilam untuk Mengendalikan Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) pada Tanaman Tembakau”. Dibimbing oleh Lisnawita dan Syahrial Oemry.

Nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) pada tanaman tembakau merupakan penyakit penting yang dihadapi oleh perkebunan tembakau di Indonesia. Beberapa teknik pengendalian telah dilakukan, seperti penggunaan nematisida, kultur teknis dan penambahan bahan organik namun belum efektif mengendalikan patogen ini. Pengendalian biologi dengan bakteri endofit merupakan alternatif pengendalian Meloidogyne spp. sebagai agens biokontrol. Penelitian ini bertujuan mendapatkan bakteri endofit asal akar nilam yang berpotensi sebagai agens biokontrol untuk mengendalikan nematoda puru akar pada tanaman tembakau. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juli – Desember 2014. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap nonfaktorial dengan perlakuan pemberian beberapa jenis bakteri endofit yaitu: Kontrol, Bacillus spp.1,Pseudomonas spp. dan Bacillus spp.2. Hasil penelitian menunjukan Bacillus spp.1 dan Pseudomonas spp. memiliki nilai populasi akhir nematoda terkecil yaitu 72,2336 dan 79,5054 ekor. Bakteri endofit Bacillus spp.1 dan Pseudomonas spp. memiliki nilai faktor reproduksi nematoda terkecil 0,144 dan 0,159 ekor. Bakteri endofit Bacillus spp.1 dan Pseudomonas spp. memiliki nilai keparahan penyakit terkecil yaitu 53,6% dan 41,4%. Pseudomonas spp. meningkatkan laju pertambahan jumlah daun dan tinggi tanaman dari 1-7 mst, memiliki nilai berat basah tertinggi yaitu 19,188 g. Bakteri genus Pseudomonas spp. lebih bermanfaat sebagai agens biofertilizer tanaman sementara genus Bacillus spp. sebagai agens hayati patogen tanaman.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli

Serdang pada tanggal 7 Maret 1993, anak dari Bapak M. Raju Kumar dan Ibu K. Tanuja, putra pertama dari 5 bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar RK. Deli Murni, Diski pada tahun 2004, pendidikan menengah pertama di Sekolah Menengah Pertama RK. Deli Murni, Diski pada tahun 2007, pendidikan menegah atas di Sekolah Menengah Atas Negri I Sunggal. Semenjak tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program Strata I (S1) Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di PTPN III Kebun Ambalutu, Kabupaten Asahan pada Bulan Juli-Agustus 2013. Penulis juga aktif dalam organisasi IMAGROTEK (Ikatan Mahasiswa Agroekoteknologi) periode 2010/2011. Penulis juga menjadi asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman tahun 2015, Asisten Laboratorium Bioteknologi Pertanian Tahun 2014, asisten Laboratorium Nematologi dan Virologi, asisten Laboratorium Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Tahun 2014, asisten Laboratorium Mikrobiologi Pertanian 2014-2015 dan Asisten Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi Tahun 2014-2015.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “ Potensi Bakteri Endofit Asal Akar

Nilam untuk Mengendalikan Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) pada Tanaman Tembakau” yang merupakan salah satu syarat

untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Lisnawita SP, M.Si sebagai dosen ketua dan Bapak Ir. Syahrial Oemry, MS sebagai dosen anggota komisi pembimbing yang telah memberi banyak saran dan bimbingan kepada penulis untuk mempersiapkan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2015


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRACT. ... i

ABSTRAK. ... ii

RIWAYAT HIDUP. ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL. ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) ... 5

Siklus Hidup Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.). ... 7

Gejala Seranagan Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.). . 10

Pengendalian Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.). ... 11

Potensi Bakteri Endofit Asal Akar Nilam. ... 12

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metodologi Penelitian ... 14

Pelaksanaan Penelitian Eksplorasi isolat bakteri endofit. ... 16

Penyediaan biakan murni nematoda. ... 16

Penapisan bakteri endofit. ... 17

Identifikasi bakteri endofit ... 17

Pembuatan media tanam tembakau. ... 17

Inokulasin nematoda pada akar tanaman tembakau ... 17

inokulasian akar tembakau dengan bakteri endofit ... 17

Pemeliharaan tanaman Penyiraman... 18

Pengendalian(Organisme Pengganggu Tanaman)OPT 18 Panen ... 18


(10)

Peubah amatan

Laju pertambahan tinggi tanaman ... 18

Laju pertambahan jumlah daun ... 18

Berat basah akar. ... 19

Berat kering akar. ... 19

Populasi akhir. ... 19

Faktor reproduksi nematoda. ... 19

Perhitungan keparahan penyakit ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh bakteri endofit terhadap laju pertambahan tinggi tanaman tembakau. ... 23

Pengaruh pemberian bakteri endofit terhadap laju pertambahan jumlah daun pada tanaman tembakau... 27

Pengaruh bakteri endofit terhadap bobot basah akar, Bobot kering akar, populasi akhir nematoda, factor reproduksi, dan keparah penyakit pada tanaman tembakau ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 44

Saran ... 44 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

1. Defenisi nilai faktor reproduksi nematoda ... 19 2. Skoring intensitas kerusakan akar akibat nematoda puru akar ... 20

3. Hasil penapisan bakteri endofit yang berpotensi mengendalikan nematoda Meloidogyne spp. pada

uji in vitro ... 21 4. Karakteristik bakteri endofit ... 22 5. Pengaruh pemberian bakteri endofit terhadap laju pertambahan

tinggi (cm) tanaman tembakau 1-7 mst ... 24 6. Pengaruh pemberian bakteri endofit terhadap laju pertambahan

jumlah daun tanaman tembakau 1-7 mst ... 28 7. Pengaruh bakteri endofit terhadap bobot basah akar, bobot

kering akar, populasi akhir nematoda, faktor reproduksi, dan


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman 1. Morfologi dan anatomi organ Meloidogyne incognita

jantan dewasa ... 6

2. Morfologi dan anatomi organ Meloidogyne incognita betina dewasa ... 7

3. Gejala serangan nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) ... 8

4. Siklus hidup Nematoda Meloidogyne ... 9

5. Pengaruh bakteri endofit terhadap tinggi tanaman tembakau... 26

6. Penambahan luas dan panjang daun ke-3 termuda tanaman tembakau yang diberikan bakteri endofit ... 28

7. Pengaruh pemberian bakteri endofit untuk mengendaliakan Nematoda ... 36

8. Kerusakan jaringan akar dan bagian tanaman akibat nematoda ... 36


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1. Jadwal penelitian ... 68

2. Denah lokasi penelitian... 69

3. Ciri-ciri morfologi dan fisiologi bakteri ... 74

4. Karakteristik isolat bakteri ... 74

5. Bentuk sel bakteri ... 77

6. Deskripsi tanaman tembakau ... 79

7. Berat kering akar tanaman tembakau (g) ... 47

8. Berat basah akar tanaman tembakau (g) ... 48

9. Populasi akhir nematoda (ekor) ... 49

10. Faktor reproduksi nematoda pf/pi (ekor) ... 50

11. Keparahan penyakit (%) ... 51

12. Laju pertambahan jumlah daun tanaman tembakau 1 mst (helai) ... 52

13. Laju pertambahan jumlah daun tanaman tembakau 2 mst (helai) ... 53

14. Laju pertambahan jumlah daun tanaman tembakau 3 mst (helai) ... 54

15. Laju pertambahan jumlah daun tanaman tembakau 4 mst (helai) ... 55

16. Laju pertambahan jumlah daun tanaman tembakau 5 mst (helai) ... 56

17. Laju pertambahan jumlah daun tanaman tembakau 6 mst (helai) ... 57

18. Laju pertambahan jumlah daun tanaman tembakau 7 mst (helai) ... 58

19. Rekapitulasi laju pertambahan jumlah daun tanaman tembakau 7 mst (helai)... 59

20. Laju pertambahan tinggi tanaman tembakau 1 mst (cm)... 60

21. Laju pertambahan tinggi tanaman tembakau 2 mst (cm)... 61


(14)

23. Laju pertambahan tinggi tanaman tembakau 4 mst (cm)... 63

24. Laju pertambahan tinggi tanaman tembakau 5 mst (cm)... 64

25. Laju pertambahan tinggi tanaman tembakau 6 mst (cm)... 65

26. Laju pertambahan tinggi tanaman tembakau 7 mst (cm)... 66

27. Rekapitulasi laju pertambahan tinggi tanaman tembakau 7 mst (cm) ... 67


(15)

ABSTRACT

R. Surya Murthi. 2015. ” Potential of Endophytic Bacterial from Patchouli Rroot to Control Root Knot Nematode (Meloidogyne spp.) on Tobacco”. Under direction of Lisnawita and Syahrial Oemry.

Root knot nematode (Meloidogyne spp.) is an important pathogen of tobacco in Indonesia. Some control measures, i.e. nematicide, culturals practice, and organic matter amendment, have not gave satisfactory result in managing nematode population on the field. Biocontrol approach by using endophytic bacteria is a component to control Meloidogyne spp. The objective of this study was to knew potential of endophytic bacteria from patchouli to control Meloidogyne spp. on tobacco. The research was conducted at Plant Disease Laboratory, Agroecotechnology Program Study, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Medan from July to Desember 2014. It was done by using Completely Randomized Design (CRD) Non Factorial with four treatments : Kontrol, Bacillus 1 spp., Pseudomonas spp. dan Bacillus 2 spp. respectively. The result showed: Bacillus spp.1 and Pseudomonas have control the end population of nematode efectivest 72.2336 dan 79.5054 nematode. Bacillus spp. 1 and Pseudomonas spp. efectivest to control reproduction factors 0.144 dan 0.159 nematode. Pseudomonas spp. have increased high rate and quantity of leafes rate on 1-7 week after planting, have frash weightest 19.188 g. Bacillus spp. 1 and Pseudomonas have efectivest potential to control disises severity for 53.6% and 41.4%. Pseudomonas efectivest to use biofertilizer agents more than Bacillus were can to use biocontrol agents


(16)

ABSTRAK

R. Surya Murthi. 2015.”Potensi Bakteri Endofit Asal Akar Tanaman Nilam untuk Mengendalikan Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) pada Tanaman Tembakau”. Dibimbing oleh Lisnawita dan Syahrial Oemry.

Nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) pada tanaman tembakau merupakan penyakit penting yang dihadapi oleh perkebunan tembakau di Indonesia. Beberapa teknik pengendalian telah dilakukan, seperti penggunaan nematisida, kultur teknis dan penambahan bahan organik namun belum efektif mengendalikan patogen ini. Pengendalian biologi dengan bakteri endofit merupakan alternatif pengendalian Meloidogyne spp. sebagai agens biokontrol. Penelitian ini bertujuan mendapatkan bakteri endofit asal akar nilam yang berpotensi sebagai agens biokontrol untuk mengendalikan nematoda puru akar pada tanaman tembakau. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juli – Desember 2014. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap nonfaktorial dengan perlakuan pemberian beberapa jenis bakteri endofit yaitu: Kontrol, Bacillus spp.1,Pseudomonas spp. dan Bacillus spp.2. Hasil penelitian menunjukan Bacillus spp.1 dan Pseudomonas spp. memiliki nilai populasi akhir nematoda terkecil yaitu 72,2336 dan 79,5054 ekor. Bakteri endofit Bacillus spp.1 dan Pseudomonas spp. memiliki nilai faktor reproduksi nematoda terkecil 0,144 dan 0,159 ekor. Bakteri endofit Bacillus spp.1 dan Pseudomonas spp. memiliki nilai keparahan penyakit terkecil yaitu 53,6% dan 41,4%. Pseudomonas spp. meningkatkan laju pertambahan jumlah daun dan tinggi tanaman dari 1-7 mst, memiliki nilai berat basah tertinggi yaitu 19,188 g. Bakteri genus Pseudomonas spp. lebih bermanfaat sebagai agens biofertilizer tanaman sementara genus Bacillus spp. sebagai agens hayati patogen tanaman.


(17)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan bahan baku dalam industri rokok dan pembalut cerutu, komoditi ini juga telah menyumbangkan devisa negara tertinggi di Indonesia. Produksi tembakau Indonesia yang semakin merosot menyebabkan komoditas perkebunan ini juga banyak diimpor. Pada periode Januari - Juni 2013 nilai impor tembakau adalah sebesar US$ 274,75 juta. Negara eksportir tembakau terbesar ke Indonesia adalah China yaitu sebesar 112,72 juta. Negara lainnya yang memasok tembakau adalah Turki, Brazil, Philipina, dan Amerika Serikat. Tembakau merupakan komoditas yang mengalami defisit terbesar dari tahun 2001-2013 yakni mencapai US$ 164,69 juta (Respati et al., 2013).

Salah satu kendala penting dalam upaya meningkatkan produksi tembakau di Indonesia adalah patogen tular tanah. Penyakit tular tanah penting

yang sering menyerang komoditi ini antara lain bakteri Pseudomonas solanacearum, jamur Phytophthora nicotianae, yang

berasosiasi dengan nematoda Meloidogyne spp. Meloidogyne spp. merupakan nematoda puru akar (root – knot nematodes) bersifat polifag dan penyebarannya sangat luas. Nematoda ini umumnya ditemukan di semua pertanaman tembakau di Indonesia dengan kepadatan populasi yang bervariasi. (Dalmadiyo et al., 1998).

Infeksi Meloidogyne spp.pada tanaman tembakau menyebabkan kematian pada umur 30-45 hari, dengan kematian dapat mencapai lebih dari 50% dari populasi tanaman per hektar. Serangan nematoda Meloidogyne spp. telah banyak


(18)

dilaporkan bahwa nematoda merupakan entry point bagi patogen lain dan merupakan vektor penyakit. Selain itu serangan nematoda juga menyebabkan hambatan pertumbuhan, penurunan kandungan klorofil dan pengkerdilan tanaman

serta kematian tanaman sebelum memasuki masa generatif (Dalmadiyo et al., 1998).

Dalam upaya mengendalikan nematoda pada tanaman tembakau, Dalmadiyo et al. (1998), menemukan 6 nomor aksesi varietas tanaman tembakau yang tahan teradap M. incognita yaitu S. 2258/2/1/1, S.1976/ M, S.1032, S.1019, S.1968/M dan S.1012. Keenam aksesi varietas tembakau tersebut sama tahannya dengan galur tembakau NC 2514, tapi lebih tahan dibandingkan dengan galur tembakau NC 95 yang berasal dari Amerika. Galur tembakau S. 2258/2/ 1/1 merupakan galur terbaik, karena selain tahan terhadap nematoda puru akar, juga tahan terhadap P. nicotianae. Namun galur tahan bukan merupakan jawaban dalam pengendalian nematoda, dengan adanya inang

tahan meberikan kesempatan hidup nematoda secara terus menerus (Dalmadiyo et al., 1998).

Pengendalian Meloidogyne incognita juga telah dilakukan dengan menggunakan nematisida berbahan aktif karbofuran dan dazomet dan menanam Tagetes spp.sebagai tanam rotasi namun hanya dapat menekan kepadatan populasi sebesar 25% (Dalmadiyo et al., 1998). Penginokulasikan Pasteuria penetrans (Agrios, 1996; Ownly, 2002; Kerry, 2000) dengan menggunakan campuran kotoran sapi dan urin (Abubakar et al., 2004) telah dilaporkan menurukan populasi puru sebesar 30%. Upaya pengendalian patogen tersebut belum memberikan hasil yang memuaskan karena salah satu kesulitannya patogen


(19)

mempunyai inang yang banyak, sehingga diperlukan banyaknya kombinasi pengendalian yang ramah lingkungan dan berbasis hayati. Saat ini pengendalian secara hayati yang sekarang sangat dikembangkan salah satunya dengan bakteri endofit. Keunggulan bakteri endofit sebagai agens hayati mampu meningkatkan ketersediaan nutrisi, menghasilkan hormon pertumbuhan dan mengendalikan penyakit tanaman (Kloepper et al., 1992).

Bakteri endofit mempunyai kemampuan baik dalam pengendalian patogen lewat tanah yaitu Pseudomonas kelompok fluoresen (Kloepper, 1993), Bacillus spp., dan Streptomyces spp. (Cook & Baker, 1983) yang bersifat bakteriostatik (Arwiyanto, 1997). Isolat Bacillus spp.B46 cenderung mempunyai kemampuan yang sama sebagai pengendali M. incognita dan penyakit layu bakteri (Prihatiningsih et al., 2006). Streptomyces galbus R-5 endofitik efektif mengendalikan beberapa patogen karena mempunyai kemampuan hidup pada permukaan dan masuk jaringan daun sesudah kolonisasi jaringan inang, serta mendegradasi komponen dinding sel dengan enzim hidrolitik (selulase, pektinase, dan xilanase) (Minamiyama et al., 2003). Hallmann (2001) juga melaporkan bakteri endofit dapat menghambat perkembangan nematoda melalui antibiotik dan enzim pendegradasi yang dihasilkan oleh bakteri tersebut.

Penggunaan agens hayati seperti bakteri endofit dari jaringan akar nilam belum ada yang melaporkan berpotensi untuk mengendalikan nematoda puru akar pada tanaman tembakau baik di laboratorium maupun lapangan di wilayah Indonesia. Oleh karena itu penelitian penting dilaksanakan guna melihat potensi bakteri endofit asal akar nilam untuk mengendalikan nematoda puru akar pada tanaman tembakau.


(20)

Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan bakteri endofit asal akar nilam yang berpotensi sebagai agens hayati untuk mengendalikan nematoda puru akar pada tanaman tembakau.

Hipotesis Penelitian

Bakteri endofit asal akar nilam mampu mengendalikan nematoda puru akar pada tanaman tembakau.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu sumbangsih pengetahuan dan informasi bagi para petani tembakau dan perkebunan tembakau Indonesia untuk mengendalikan nematoda puru akar pada tanaman tembakau.


(21)

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) Kingdom : Animalia

Filum : Nematoda Kelas : Anelida Ordo : Tylenchida Famili : Meloidogynidae Genus : Meloidogyne Spesies : Meloidogyne spp.

Nematoda betina berwarna transparan, berbentuk seperti botol bersifat endoparsit yang tidak terpisah (sedentary). Panjangnya lebih dari 0,5 mm dan lebarnya antara 0,3-0,4 mm. Stiletnya lemah, panjang stliet 12-15 µm, melengkung kearah dorsal. Memiliki pangkal knop yang jelas. Nematoda betina dewasa mempunyai leher pendek dan tanpa ekor. Memiliki pola yang jelas pada stiasi yang terdapat di sekitas vulva dan anus disebut pola perineal yang dapat dipergunakan untuk identifikasi jenisnya (Saxena & Mukerji, 2007) (Gambar 2).

Menurut Dropkin (1992) nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang bergerak lambat di dalam tanah. Panjangnya bervariasi maksimum 2 mm, sedangkan perbandingan antara panjang tubuh dan lebarnya mendekati 45. Kepalanya tidak berlekuk, panjang stiletnya hampir dua kali panjang stilet betina. Bagian posterior berputar 180º memiliki 1-2 testis. Morfologi dan anatomi nematoda Meloidogyne spp.disajikan pada (Gambar 1).


(22)

Gambar 1. Morfologi dan anatomi organ Meloidogyne incognita jantan dewasa (Eisenback, 1994)


(23)

Gambar 2. Morfologi dan anatomi organ Meloidogyne incognita betina dewasa (Eisenback, 1994)

Siklus Hidup Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.)

Umumnya perkembangan nematoda parasit tanaman terdiri dari empat fase yaitu juvenil I sampai juvenil IV dan nematoda dewasa. Semua spesies


(24)

nematoda puru akar memiliki siklus hidup yang sama. Lama siklus hidup nematoda puru akar sekitar 18 – 21 hari atau 3 – 4 minggu dan akan menjadi lama pada suhu yang dingin (Agrios, 1996).

Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor betina tergantung pada kondisi lingkungannya. Pada kondisi biasa betina dapat menghasilkan 300- 800 telur dan kadang-kadang dapat menghasilkan lebih dari 2800 telur. Juvenil tingkat II menetas dari telur yang bergerak menuju tanaman inang untuk mencari makanan. Juvenil menuju bagian ujung akar di daerah meristem, kemudian menembus korteks. Akibatnya pada tanaman yang rentan terjadi infeksi dan menyebabkan pembesaran sel-sel. Di dalam akar juvenil menetap dan menyebabkan perubahan sel-sel yang menjadi makanannya. Gejala serangan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Gejala serangan nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) pada akar tembakau menyebabkan pembengkakan sel sehingga membuat akar membentuk puru. Ket: tanda menunjukkan puru akar


(25)

Juvenil menggelembung dan melakukan pergantian kulit dengan cepat untuk kedua dan ketiga kalinya, selanjutnya menjadi jantan atau betina dewasa yeng berbentuk memanjang di dalam kutikula. Stadium ke empat muncul dari jaringan akar dan menghasilkan telur secara terus menerus selama hidupnya sementara nematoda jantan akan meninggalkan akar (Robert, 1999). Siklus nematoda puru akar dapat dilihat pada Gambar 4.


(26)

Gejala Serangan Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.)

Nematoda dewasa terus-menerus bergerak tiap detik, tiap jam, tiap hari dan menetap di sekitar akar, dalam gerakan - gerakan tersebut nematoda menggigit dan menginjeksikan air ludah pada bagian akar tumbuhan. Hal ini menyebabkan sel tumbuhan menjadi rusak. Gejala kerusakan pada akar akibat gigitan nematoda ditandai dengan adanya puru akar (gall) (Nugrohorini, 2000).

Puru akar merupakan ciri khas dari serangan nematoda Meloidogyne. Puru akar tersebut terbentuk karena terjadinya pembelahan sel-sel raksasa pada jaringan tanaman sel-sel ini membesar dua atau tiga kali dari sel-sel normal. Selanjutnya akar yang terserang akan mati dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat. Respon tanaman terhadap nematoda puru akar merupakan respon dari seluruh bagian tanaman dan respon dari sel-sel tanaman, seluruh bagian tanaman memberikan respon terhadap infeksi dan menurunnya laju fotosintesis, pertumbuhan dan hasil (Robert, 1999).

Reaksi biokimia tanaman terhadap serangan nematoda puru akar ini adalah dengan terjadinya hipertropi dan hiperplasia. Hipertropi adalah ukuran sel dalam jaringan bertambah besar. Hiperplasia adalah jumlah sel dalam jaringan bertambah banyak. Contoh : Tanaman tomat yang terserang Meloidogyne hapla. Meloidogyne pada stadium II akan menyerang bagian ujung akar yang bersifat meristematik. Sel-sel ini akan selalu mengadakan pembelahan dan pembelahannya dikendalikan oleh senyawa IAA. Pada saat nematoda menyerang tanaman, dari kelenjar subdorsal dikeluarkan enzim protease. Enzim ini akan memecah protein menjadi asam amino. Salah satu jenis asam amino hasil pemecahan adalah triptofan. Triptofan diketahui sebagai prekursor terbentuknya IAA. Terbentuknya


(27)

IAA mengakibatkan peningkatan pembelahan sel. Oleh karena itu tanaman akan membentuk sel yang berukuran lebih besar (giant sel). Sebenarnya tujuan pembentukan puru ini bagi tanaman adalah untuk menghambat gerakan nematoda dalam jaringan (Nugrohorini, 2000).

Pengendalian Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.)

Pengendalian dengan penggunaan varietas toleran pada lahan yang tanahnya terinfeksi M. incognita. Penggunaan agens hayati termasuk jamur, bakteri, dan nematoda predator (Sayre, 1980; McKenry & Roberts, 1985). Musuh alami dari golongan jamur antara lain adalah Arthrobotrys oligospora, Dactylaria brochopaga, Dactylella spp., Paecilomyces lilacinus, Catenaria spp., dan Nematophthora gynophila, dari golongan bakteri adalah Pasteuria penetrans dan dari golongan nematoda predator di antaranya adalah Mononchus sp., Seinura sp., dan Discolaimus sp.

Mustika (1999) menyatakan bahwa beberapa tanaman penting yang berfungsi sebagai nematisida nabati dan sudah banyak diteliti di Indonesia adalah

mimba (Azadirachta indica), tagetes (Tegetes erecta & T. minuta), srikaya

(Annona squamosa, A. glabra, A. montana, A. reticulata), jarak (Rinus communis), serai wangi (Cymbopogon nardus), serai dapur (C. citratus),

lempuyang pahit (Zingiber americans), lempuyang wangi (Z. aromaticum), dan lempuyang gajah (Z. zerumbet). Diantara tanaman-tanaman tersebut, mimba, jarak, tagetes, dan srikaya paling banyak digunakan. Kandungan bahan aktif mimba terutama adalah azadirachtin. Bungkil jarak mengandung senyawa aktif ricin yang sangat beracun bagi nematoda. Kandungan bahan aktif dalam srikaya


(28)

yang bersifat nematisidal adalah asimisin dan anonin, sedangkan kandungan bahan aktif dalam tagetes adalah senyawa tiopenik (Gommers, 1973).

Potensi Bakteri Endofit

Mikroba endofit merupakan mikroorganisme yang tumbuh dalam jaringan tumbuhan. Mikroba endofit dapat diisolasi dari jaringan akar, batang dan daun. Bakteri dan fungi adalah jenis mikroba yang umum ditemukan sebagai mikroba endofit, akan tetapi yang banyak diisolasi adalah golongan fungi. Hubungan antara mikroba endofit dan inangnya dapat berbentuk simbiosis mutualisma sampai hubungan yang patogenik. Hubungan simbiosis mutualisme ditandai dengan hubungan yang saling menguntungkan antara mikroba endofit dan tumbuhan inangnya. Mikroba endofit dapat melindungi tumbuhan inang dari serangan patogen dengan senyawa yang dikeluarkan oleh mikroba endofit. Senyawa yang dikeluarkan mikroba endofit berupa senyawa metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif dan dapat berfungsi untuk membunuh patogen. Tumbuhan inang menyediakan nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroba endofit untuk melengkapi siklus hidupnya (Strobel, 2003).

Menurut Tan & Zou (2001), mikroba endofit memang dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang karakternya mirip atau sama dengan inangnya. Hal ini disebabkan adanya pertukaran genetik yang terjadi antara inang dan mikroba endofit secara evolusioner. Mikroba endofit mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, terpen, steroid, flavonoid, kuinon, fenoldan lain sebagainya. Senyawa-senyawa ini sebagian besar mempunyai potensi yang besar sebagai senyawa bioaktif.


(29)

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bakteri endofit

yang diisolasi dari mentimun dan kapas seperti Aerococus viridans, Bacillus megaterium, B. subtilis, Pseudomonas chlororaphis, P. vasicularis,

Serratia marcescens dan Spingomonas pancimobilis dapat mengurangi populasi M. incognita pada mentimun sampai 50% (Hallmann et al., 1995).

Bakteri endofit mempunyai keunggulan yaitu mampu meningkatkan ketersediaan nutrisi, menghasilkan hormon pertumbuhan, mengendalikan penyakit tumbuhan (Kloe.er et al., 1992) serta dapat menginduksi ketahanan tanaman (Hallmann, 2001). Sedangkan bakteri endofit Bacillus spp. dapat menghalangi infeksi M. incognita ke dalam akar. Sehingga perlakuan dengan ini dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman nilam (berat tajuk tanaman, berat akar, dan panjang akar) (Mustika et al., 2001).

Berdasarkan hasil penelitian Harni et al. (2007) bakteri endofit mampu menekan populasi nematoda puru akar sebesar 72,1%. Bakteri endofit dapat menghambat perkembangan nematoda melalui antibiotik dan enzim pendegradasi yang dihasilkan oleh bakteri tersebut (Hallmann et al,. 2001). Pemberian bakteri endofit asal akar juga nyata meningkatkan pertumbuhan tanaman karena kemampuan bakteri endofit mampu mensintesis protein protease dan menghasilkan senyawa pelarut fospat sehingga mampu menyediakan unsur P tersedia bagi tanaman (Harni et al., 2007).


(30)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut mulai bulan Juli sampai Desember 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bibit tanaman tembakau varietas Virginia sebanyak 20 tanaman, isolat bakteri endofit asal akar nilam, biakan murni nematoda puru akar (Meloidogyne s..), larutan acid fuchsin, media TSA (Tryptic Soy Agar) sebagai media tumbuh bakteri, media King` B, media NA (Nutrient Agar) dan bahan lain yang akan mendukung penelitian ini.

Alat yang digunakan adalah pot plastik diameter 18cm kedalaman 12 cm, meteran, mikroskop, alat ekstraksi nematoda, timbangan analitik, oven, meteran, cangkul, gembor dan pisau dan alat-alat lain yang akan mendukung penelitian ini. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial yaitu :

Faktor : jenis bakteri endofit asal akar nilam yang terdiri dari 4 taraf, yaitu : B0 = Di inokulasikan nematoda ± 500 ekor/pot

B1 = Bakteri Bacillus spp.1 + nematoda juvenil 2 ± 500 ekor/pot

B2 = Bakteri Pseudomonas + nematoda juvenil 2 ± 500 ekor/pot

B3 = Bakteri Bacillus spp.2 + nematoda juvenil 2 ± 500 ekor/pot

Diperoleh perlakuan sebanyak 4 perlakuan, yaitu : B0 B1 B2 B3


(31)

Jumlah ulangan sebayak 5, yang diperoleh dari: t (r-1) ≥ 15

4 (r-1) ≥ 15

4r- 4 ≥ 15

4r ≥ 19

r ≥ 4,75

r ~ 5

Jumlah tanaman seluruhnya : 20 pot tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan SPSS. Terhadap sidik ragam yang nyata, maka dilanjutkan analisis lanjutan dengan menggunakan UJGD (Uji Jarak Berganda Duncan) dengan taraf 5 % (Steel & Torrie, 1993).


(32)

Pelaksanaan Penelitian

Eksplorasi Isolat Bakteri Endofit

Isolat bakteri endofit asal perakaran nilam diisolasi dengan cara mengambil akar tanaman nilam yang sehat yang berasal dari daerah Tapak Tuan Nanggro Aceh Darusalam. Akar yang diambil dicuci dengan air mengalir selama 15 menit, akar dipotong dan dimasukkan ke dalam beker glass 150 ml. Akar yang telah bersih kemudian direndam dengan NaOCl 5% selama 1 menit kemudian dibilas dengan akuades steril. Selanjutnya akar direndam dengan alkohol 95% selama 1 menit dan dibilas dengan akuades steril setelah itu akar direndam dengan akudes steril selama 15 menit sebanyak dua kali. Akar yang telah di sterilisasi permukaan kemudian ditanam dalam media TSA selama 2 hari untuk mendeteksi kontaminan. Akar yang bebas kontaminan, digunakan untuk eksplorasi bakteri endofit dengan menggerus akar di dalam mortar. Air gerusan akar digoreskan pada media TSA dan diamati pertumbuhan bakteri endofit selama 2 x 24 jam dan dilakukan permurnian isolat (Harni et al., 2007).

Penyediaan Biakan Murni Nematoda

Nematoda di isolasi dari akar tanaman tomat yang terserang nematoda puru akar. Akar yang membengkak dicuci dengan air mengalir dan diamati di bawah mikroskop binokuler untuk mengumpulkan paket telur. Paket telur kemudian diletakkan dalam petri yang berisi air steril selama 1 x 24 jam.

Penapisan Bakteri Endofit

Bakteri endofit yang telah diekplorasi kemudian diuji dengan nematoda di dalam microwell. Bakteri yang berpotensi tertinggi untuk mengendalikan nematoda kemudian digunakan pengujian di rumah kasa.


(33)

Identifikasi Bakteri Endofit

Identifikasi dilakukan untuk bakteri yang akan digunakaan dalam pengujian di rumah kasa yaitu setelah uji penapisan in vitro. Identifikasi bakteri dilakukan dengan panduan buku Bergey's Manual of Determinative Bacteriology (Holt et al., 1994).

Pembuatan Media Tanam Tembakau

Media tanam di buat dari campuran antara top soil, kompos dan pasir (2:1:1/v:v:v). Campuran media kemudian dimasukkan dalam pot bervolume 300 g. Pemupukan dasar NPK 3g per polibeg yang dicampur pada media tanam dilakukan bersaman ketika media tanam dicampurkan. Media tanam dimasukkan kedalam plastik PE dan disterilisasi autoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C. Inokulasi Nematoda pada Akar Tanaman Tembakau

Bibit tembakau yang digunakan berumur 1 bulan dengan varietas Virginia di peroleh dari BPTD PTPN II. Diinokulasikan nematoda sebanyak 500 ekor/ tanaman selama 5 hari berturut-turut (100 ekor/hari) yang telah disuspensikan dalam air 10 ml.

Inokulasi Akar Tembakau dengan Bakteri Endofit

Diinokulasikan bakteri ke dalam 10 ml air, kemudian dihitung kerapatan sel bakteri hingga 1 x 104 cfu. Larutan bakteri kemudian disiram ke sekitar

perakaran radius 2 cm dari batang dalam pot tanaman tembakau (Harni et al., 2007).


(34)

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari, dan jika cuaca sangat panas maka dapat dilakukan penyiraman pagi dan sore hingga tanah benar-benar basah dan dalam kapasitas lapang.

Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara mekanis atau kimia jika gejala serangan berat atau sangat berat.

Panen

Setelah satu bulan panen dilakukan. Panen dilakukan dengan cara mencabut tanaman nilam dan di bersihkan serta cuci akar hingga bersih dengan air yang mengalir.

Peubah Amatan

Identifikasi Bakteri Endofit

Identifikasi bakteri dilakukan dengan panduan buku Bergey's Manual of Determinative Bacteriology (Holt et al., 1994).

Laju Pertambahan Tinggi Tanaman

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan menggunakan meteran dari pangkal batang hingga titik tumbuh tanaman. Diamati 1-7 minggu, diamati mulai 1 minggu setelah tanam (mst) selama 7 minggu dengan interval seminggu sekali. Laju Pertambahan Jumlah Daun

Pengukuran jumlah daun tanaman dilakukan dengan menghitung langsung, diamati mulai 1 minggu setelah tanam (mst) selama 7 minggu dengan interval 1 minggu sekali.


(35)

Berat Basah Akar

Pengukuran berat basah akar dilakukan dengan membongkar tanaman dan menimbang akar setelah dicuci dengan air yang mengalir.

Berat Kering Akar

Pengukuran berat kering akar dihitung dengan menimbang akar setelah dimasukkan kedalam oven selama 48 jam dengan suhu 1000 C.

Populasi Akhir

Perhitungan populasi akhir diamati dengan pengambilan 10 g akar tanaman dan 100 g tanah kemudian diekstraksi. Populasi akhir dihitung dengan menjumlahkan populasi nematoda di akar dan jumlah nematoda di tanah.

Faktor Reproduksi Nematoda

Faktor reproduksi nematoda (Pf/Pi) adalah populasi akhir dibagi populasi awal (Pinochet, 1992):

�= ��

�� Keterangan : R = faktor reproduksi

pf = populasi akhir pi = populasi awal

Tabel 1. Defenisi nilai faktor reproduksi nematoda menurut Taylor & Sasser (1971)

Nilai R Defenisi Nilai R

R ˂1 Tanaman yang diuji bukan inang Meloidogyne

R =1 Tanaman yang diuji inang alternatif Meloidogyne


(36)

Perhitungan Keparahan Penyakit

Keparahan penyakit adalah keparahan serangan nematoda puru akar terhadap jaringan yang dirusaknya.

Tabel 2. Skoring intensitas kerusakan akar akibat nematoda puru akar menurut Zeck (1971) adalah sebagai berikut:

Skor Kerusakan Akar

0 Akar sehat, tidak ada investasi larva M. incognita

1 Ada sedikit sekali puru kecil-kecil, dan dapat

dilihat dengan pengamatan lebih teliti

2 Ada puru kecil seperti pada 1, tapi lebih banyak

dan mudah diamati

3 Banyak puru kecil, dan akar masih berkembang

serta berfungsi dengan baik

4 Banyak puru kecil dan besar mulai terbentuk,

tetapi fungsi akar masih baik

5 Terdapat banyak puru kecil dan cukup banyak

puru besar. Sekitar 25% akar berpuru dan tidak berfungsi

6 Sekitar 50% akar berpuru dan tidak berfungsi

7 Sekitar 75% sitem perakaran berpuru dan tidak

berfungsi

8 Seluruh perakaran berpuru dan rusak berat,

pengangkutan hara terhenti, tanaman mulai layu

9 Seluruh perakaran rusak berat, mulai busuk dan

tanaman layu berat

10 Seluruh perakaran membusuk dan tanaman mati

Keparan penyakit dapat dihitung dengan rumus:

��= ∑ ��

�� ����% KP = keparahan penyakit

n = jumlah akar ke-i yang diamati dalam setiap kategori serangan v = nilai skor kategori serangan

N = jumlah akar yang diamati

Z = nilai skor dari kategori serangan tertinggi (Townsend & Hueberger, 1976).


(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi bakteri endofit

Diperoleh tiga isolat bakteri endofit yang berpotensi untuk menekan mortalitas nematoda secara in vitro. Hal ini dapat dilihat pada Table 3.

Tabel 3. Hasil penapisan bakteri endofit yang berpotensi mengendalikan nematoda Meloidogyne spp.pada uji in vitro.

No. Jenis Bakteri Mikroskopis

1. Bacillus spp.1

2 Pseudomonas spp.

3. Bacillus sp.2

Keterangan: (1). Sel bakteri dan (2).Endospora bakteri

1 2

1

2 1


(38)

Secara in vitro diperoleh tiga isolat bakteri berpotensi mengendalikan Meloidogyne spp. Isolat bakteri diuji fisiologi, morfologi untuk dapat menentukan genus bakteri (Tabel 4.). Dari urutan pengujian diperoleh: (1). Bacillus spp.1. Bentuk selnya batang, diameter koloni berkisar 0,5-2 µm. Koloni muncul di atas permukaan media NA. Warna koloni putih. Termasuk ke dalam gram positif. Motil, katalase positif, dapat tumbuh pada media yang diberi 5 % NaCL, sitrat negatif, glukosa positif. Suhu optimum untuk pertumbuhannya 60-80 0C. dapat tumbuh pada kondisi aerobik dan anaerobik. Hal ini sesui dengan pernyataan Braun (1999) yang menyatakan Bacillus spp. selnya berbentuk basil, ada yang tebal dan tipis. Biasanya bentuk rantai atau terpisah. Sebagian motil dan ada pula yang non motil. Semua membentuk endospora yang berbentuk bulat dan oval. Merupakan jenis kelompok bakteri termofilik yang dapat tumbuh pada kisaran suhu 45 – 55 °C dan mempunyai pertumbuhan suhu optimum pada suhu 60 – 80 °C. Bakteri ini termasuk bakteri gram positif, katalase positif yang umum ditemukan di tanah. Bacillus spp. mempunyai kemampuan untuk membentuk endospora yang protektif yang memberi kemampuan bakteri tersebut mentolerir keadaan yang ekstrim. Bakteri ini diklasifikasikan sebagai obligat anaerob. Sporanya dapat tahan terhadap panas tinggi yang sering digunakan pada makanan dan bertanggung jawab terhadap kerusakan pada roti.

Table 4. Karakteristik bakteri endofit

No Jenis bakteri Bentuk koloni

Tepi koloni Elevasi koloni Warna koloni Bentuk dan penataan sel Pewarnaan gram

1. Bacillus sp.1 bundar Bergelombang rata Putih Batang + 2. Pseudomonas s.. bundar Bergelombang rata Putih Batang - 3. Bacillus sp.2 bundar Bergelombang rata Putih Batang +


(39)

(2). Pseudomonas spp.Bentuk selnya berupa batang lurus. Koloni bakteri berwarna putih, permukaan koloni mengkilat rata dengan tepi bergelombang. Termasuk ke dalam bakteri gram negatif, motil dan katalase positif. Hal ini sesui dengan Braun (1999) yang menyatakan Pseudomonas spp. berbentuk batang

dengan ukuran sekitar 0,6 x 2 μm. Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal atau berpasangan bacill dan terkadang membentuk rantai yang pendek. Termasuk bakteri gram negatif, bersifat aerob, katalase positif, oksidase positif, tidak mampu memfermentasi tetapi dapat mengoksidasi glukosa/karbohidrat lain. Bakteri ini tidak berspora, tidak mempunyai selubung (sheat) dan mempunyai flagel monotrika (flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak.

(3) Bacillus spp. 2 Bentuk selnya batang, diameter koloni berkisar 0,5-2 µm. koloni muncul di atas permukaan media NA. Warna koloni putih. Termasuk ke dalam gram positif. Secara fisiologis bakteri Bacillus spp.2 memiliki panjang sel lebih pendek dengan batang lurus di banding Bacillus spp.1 memiliki batang lebih panjang dan melengkung. Hal ini sesui dengan Frobisher (1997) yang menyatakan genus Bacillus merupakan species anaerob sampai aerob fakultatif . Memperoleh enzim klatalase yang memecah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Termasuk garam positif dan menghasilkan endospora pada suhu 80 0C. menunjukan warna violet pada perwanaan gram dan penataan sel bacill berkelompok atau tunggal serta bentuk sel panjang melengkung maupun pendek. Pengaruh bakteri endofit terhadap laju pertambahan tinggi tanaman tembakau

Bakteri endofit yang diaplikasikan pada perakaran tembakau semuanya signifikan dapat meningkatkan laju pertambahan tinggi tanaman tembakau pada 7 mst. Bakteri Pseudomonas spp. terbukti nyata meningkatkan laju pertambahan


(40)

tinggi tanaman tembakau sebesar 1,270 cm di banding kontrol (Tabel 5). Pseudomonas merupakan bakteri yang berpotensi sebagai PGPR (Plant Growth Promoting Rizobacteria) yang berfungsi dan bertanggung jawab dalam kelarutan hara fosfat, nitrogen, mineral lain dan senyawa fitohormon maupun senyawa ekstra seluler yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bacon & Hinton (2007) menyatakan bakteri endofit dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan menyediakan nutrisi bagi tanaman seperti nitrogen, fosfat, dan mineral lain serta menghasilakan hormon pertumbuhan seperti etilen, auxin dan sitokinin. Tabel 5. Pengaruh pemberian bakteri endofit terhadap laju pertambahan tinggi

(cm) tanaman tembakau 1-7 mst.

Perlakuan Laju pertambahan tinggi tanaman tembakau (cm) 1 mst 2 mst 3 mst 4 mst 5 mst 6 mst 7 mst Kontrol 0,068c 0,950c 1,018c 1,116b 1,132c 1,142c 1,166c

Bacillus spp.1 0,084c 1,006b 1,074bc 1,136b 1,156b 1,174b 1,198b

Pseudomonas s.. 1,022a 1,122a 1,192a 1,214a 1,232a 1,254a 1,270a

Bacillus spp.2 0,882b 0,994b 1,090b 1,120b 1,152bc 1,176b 1,194b

Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada tabel yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5 %.

Bakteri Bacillus spp.1 dan Bacillus spp.2 tidak berbeda nyata dalam meningkatkan laju pertambahan tinggi tanaman tembakau pada 7 mst. Hal ini dikarenakan kesamaan genus dari bakteri endofit, sehingga terjadi banyak kesamaan kegiatan fisiologi bakteri dalam tanaman. Hal yang sama juga dinyatakan Harni et al. (2011) pemberian bakteri endofit yang memiliki genus yang sama tidak menujukkan beda nyata antar perlakuan satu genus. Senyawa yang sama memiliki fungsi yang sama untuk meningkatkan kelarutan hara dan fitohormon yang sama.

Berdasarkan uji statistik bakteri Pseudomonas jauh lebih unggul dibanding Bacillus dalam peningkatan laju pertambahan tinggi tanaman. Hal ini dikarenakan


(41)

bakteri Pseudomonas lebih bertanggung jawab terhadap kelarutan hara dan membebaskan unsuh hara yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman. Pseudomonas dapat membebaskan unsur hara yang terikat seperti fosfat namun kemampuan ini tidak dimiliki oleh Bacillus sehingga bakteri Pseudomonas lebih unggul dibanding Bacillus dalam meninggkatkan laju pertambahan tinggi tanaman tembakau. Bacon & Hinton (2007) menyatakan bahwa bakteri endofit Pseudomonas dapat menginduksi pertumbuhan secara langsung dengan cara melarukan unsur hara tanaman seperti nitrogen, fosfat dan yang lainya yang dibutuhkan tanaman. Berbeda dengan Bacillus Harni et al. (2007) melaporkan penggunaan Bacillus tidak dapat meningkatkan pertumbuhan namun memiliki kemampuan tinggi menekan faktor reproduksi nematoda

Laju pertambahan tinggi terendah terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 1,166 cm pada 7 mst. Hal ini dikarenakan perlakuan kontrol hanya diinokulasikan 500 ekor nematoda tanpa adanya penginokulasian bakteri endofit. Keberadaan nematoda jaringan akar menyebabkan hambatan pada penyerapan unsur hara yang menyebabkan penurunan laju pertumbuhan tanaman. Kerusakan akar seperti nekrotik dan terbentuknya puru menyebabkan terhambatnya perkembangan akar dan daya serap hara oleh akar sehingga berdampak pada perkembangan tajuk,

tinggi tanaman, dan kandungan klorofil tanaman (Gambar 5). Mustika et al. (1995) menyatakan gejala infeksi nematoda pada jaringan tanaman

yaitu rusaknya jaringan dan perubahahan warna daun tanaman. Selain menghambat pertumbuhan tanaman serangan nematoda akan merusak klorofil dan sirkulasi air sehingga tanaman akan terganggu dalam transportasi air dan mengalami layu di siang hari.


(42)

Gambar 5. Pengaruh bakteri endofit terhadap tinggi tanaman tembakau. (a). perlakuan kontrol, (b). pemberian bakteri endofit Bacillus spp.1, (c). pemberian bakteri endofit Pseudomonas spp.dan (d). pemberian bakteri endofit Bacillus s..2.

Pengaruh pemberian bakteri endofit terhadap laju pertambahan jumlah daun pada tanaman tembakau

Bakteri Pseudomonas spp.terbukti dapat meningkatkan laju pertambahan jumlah daun dari 1-7 mst, namun Bacillus spp.1 dan Bacillus spp.2 tidak berbeda nyata terhadap laju pertambahan jumlah daun tanaman tembakau (Tabel 6). Hal ini dikarenakan bakteri golongan Pseudomonas spp.terbukti mampu dalam membantu kelarutan hara seperti nitrogen, fosfat dan kalium. Unsur hara esensial tersebut bertanggung jawab dalam peningkatan pertumbuhan generatif maupun vegetatif tanaman terutama nitrogen.

Pertambahan laju jumlah daun sangat dipengaruhi oleh unsur hara nitrogen yang bertanggung jawab dalam penyusunan klorofil dan turgiditas sel serta penambahan jumlah daun. Tanaman tembakau yang telah diinokulasi dengan bakteri endofit Pseudomonas spp.menunjukkan laju pertambahan jumlah daun lebih tinggi di banding perlakuan dengan bakteri endofit Bacillus. Hal ini sesuai dengan Setiawati et al. (2008) menyatakan dari penelitian yang telah dilakukan


(43)

dari tahun 2002-2007 diperoleh dua jenis bakteri endofitik penambat N2 unggul yaitu Pseudomonas sp. dan Acinetobacter sp. yang mempunyai aktivitas nitrogenase tinggi yaitu sebesar 254,0 dan 263,5 nmol C2H4 g-1 BK jam-1. Bakteri tersebut dapat meningkatkan serapan N, bobot kering, penambahan jumlah daun dan rumpun serta hasil tanaman padi.

Tabel 6. Pengaruh pemberian bakteri endofit terhadap laju pertambahan jumlah daun tanaman tembakau 1-7 mst.

Perlakuan

Laju pertambahan jumlah daun tanaman tembakau (helai)

1 mst 2mst 3mst 4mst 5mst 6mst 7mst

Kontrol 1b 1b 1b 1b 1b 1b 1b

Bacillus spp.1 1b 1b 1b 1b 1b 1b 1b Pseudomonas s.. 2,2a 2,2a 2,2a 2,2a 2,2a 2,2a 2,2a Bacillus spp.2 1b 1b 1b 1b 1b 1b 1b Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada tabel yang sama

tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5 %.

Secara visual bakteri endofit terbukti mampu meningkatkan pertambahan luas daun (Gambar 6). Hal ini dikarenakan kemampuan endofit meningkatkan hormon pertumbuhan seperti auksin dan sitokinin yang berfungsi sebagai perangsang pembentukan tunas dan pemanjangan sel. Hormon sitokinin bertanggungjawab dalam pemanjangan sel, pertambahan sel, dan merangsang pertumbuhan tunas dan tajuk tanaman sedangan auksin berfungsi dalam pembentukkan dan perkembangan akar. Thakuria et al. (2004); Sturz & Nowak, (2000); Surette et al. (2003) menyatakan bakteri endofit dapat menginduksi ketersedian nutrisi dan hormon pertumbuhan seperti auksin dan sitokinin. Bakteri endofit Pseudomonas putida penghasil auksin yang diisolasi dari Brassica dapat meningkatkan tinggi tanaman 56,6%, jumlah daun, diameter batang 11% dan pembentukan cabang 35, 7% dibanding kontrol (Surette et al., 2003).


(44)

Gambar 6. Penambahan luas dan panjang daun ke-3 termuda tanaman tembakau yang diberikan bakteri endofit (a). perlakuan kontrol, (b). pemberian bakteri endofit Bacillus spp.1, (c). pemberian bakteri endofit Pseudomonas spp.dan (d). pemberian bakteri endofit Bacillus s..2. Pengaruh bakteri endofit terhadap bobot basah akar, bobot kering akar, populasi akhir nematoda, faktor reproduksi, dan keparahan penyakit pada tanaman tembakau.

Hasil penelitian potensi bakteri endofit untuk mengendalikan Meloidogyne spp.menunjukan semua isolat bakteri endofit terbukti meningkatkan

berat basah akar, berat kering akar, menurunkan popupasi akhir nematoda, faktor reproduksi nematoda dan keparahan penyakit tanaman tembakau (Tabel 7). Bakteri endofit terbukti dapat mengurangi pengaruh infeksi nemataoda sehingga bobot basah dan bobot kering tanaman tembakau meningkat jika dibandingkan perlakuan kontrol. Penambahan bobot basah terbesar terdapat pada isolat Bacillus spp.1 sebesar 18,614 g dan Pseudomonas spp.sebesar 19,188 g namun keduanya tidak berbeda nyata serta diikuti bakteri endofit Bacillus spp.2 sebesar 15,108 g.

A

C

B


(45)

Bakteri Bacillus s..1 dan Pseudomonas spp.tidak menunjukan beda nyata antar perlakuan diakarenakan kemampuan kedua genus bakteri tersebut memiliki potensi yang sama sebagai PGPR yang dapat meningkatkan kelarutan hara dan peningkatan fitohormon tanaman. Bacillus spp. dan Pseudomonas spp. juga diketahui memacu pertumbuhan tanaman, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit dan akhirnya mampu meningkatkan hasil tanaman (van Loon, 2000; Broadbent et al., 1977).

Aktivitas mikroba sebagai PGPR dapat melalui mekanisme meningkatkan pelarutan dan penyerapan unsur hara dan atau menghasilkan senyawa pengatur pertumbuhan tanaman (Moeinzadeh et al., 2010, Prasanna Reddy & Rao, 2009). Menurut Park et al. (2009), P. fluorescens RAF 15 mampu melarutkan posfat dan menghasilkan IAA, yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Kemampuannya menghasilkan IAA dapat digunakan sebagai kriteria utama dalam memilih PGPR, karena IAA akan mempengaruhi panjang akar, luas permukaan akar dan jumlah ujung akar (Viti et al., 2010).

Penambahan bobot kering terbesar terdapat pada isolat Bacillus spp.1 sebesar 10,370 g, diikuti Pseudomonas spp. sebesar 7,380 g, dan Bacillus spp.2 sebesar 6,310 g (Tabel 7). Hal ini dikarenakan Bacillus spp. merupakan salah satu bakteri endofit yang dapat berperan sebagai PGPR. Bakteri ini dapat menghasilkan senyawa fitohormon dan peningkatan kelarutan hara pada tanaman. Menurut San-Lang et al. (2008), Bacillus juga mampu menghasilkan senyawa fitohormon seperti auksin, sitokinin, etilen, giberelin dan asam absisat yang mampu merangsang pertumbuhan tanaman, dan akhirnya berdampak pula pada peningkatan hasil.


(46)

Tabel 7. Pengaruh bakteri endofit terhadap bobot basah akar, bobot kering akar, populasi akhir nematoda, faktor reproduksi, dan keparahan penyakit pada tanaman tembakau.

Perlakuan Berat basah akar (g) Berat kering akar (g) Populasi akhir nematoda (ekor) Faktor reproduksi nematoda (ekor) Keparahan penyakit (%) Kontrol 11,390c 5,202c 551,8420a 1,09300a 67,2a Bacillus spp.1 18,614a 10,370a 72,2336c 0,14460c 53,6b Pseudomonas spp. 19,188a 7,380b 79,5054c 0,15900c 41,4c Bacillus spp.2 15,108b 6,310bc 132,8072b 0,26560b 44,4c Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada tabel yang sama

tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5 %.

Bakteri endofit bertanggung jawab terhadap peningkatan pertumbuhan seperti tinggi tanaman, berat tajuk dan berat akar serta bobot tanaman. Hal ini disebabakan oleh penekanan populasi nematoda oleh bakteri endofit, sehingga kerusakan akar berkurang. Bakteri endofit dapat merangsang pembentukan akar lateral dan jumlah akar sehingga dapat memperluas penyerapan unsur hara (Vasudevan et al., 2002).

Bacillus spp.1 dan Pseudomonas spp. terbukti menekan populasi akhir nematoda dibanding kontrol, namun kedua perlakuan tidak menunjukan beda nyata. Populasi akhir pada pemberian Bacillus spp.1 sebesar 72,23 ekor dan Pseudomonas spp sebesar 79,50 ekor. Bacillus dan Pseudomonas menghasilkan enzim protease dan kitinase. Enzim protease yang dihasikan bakteri endofit berperan dalam mendegradasi dinding sel patogen. Siddiqui dan Shaukat (2003) melaporkan bahwa filtrat bakteri P. fluorescens yang mengandung protease dapat menurunkan penetasan telur M. javanica. Disamping berfungsi untuk mendegradasi dinding sel patogen, protease dapat digunakan bakteri melakukan penetrasi secara aktif ke dalam jaringan tanaman terutama bakteri yang bersifat endofit. Benhamou et al. (1996) melaporkan enzim selulase dan pektinase yang


(47)

dihasilkan oleh P. fluorescens, dapat digunakan oleh bakteri untuk mengkolonisasi daerah intersellular jaringan korteks akar.

Seluruh isolat bakteri endofit terbukti dapat menekan faktor reproduksi nematoda di banding kontrol. Bacillus spp. 1 memiliki nilai faktor reproduksi 0,144 dan Pseudomonas spp. sebesar 0,159, namun kedua perlakuan ini tidak menunjukan beda nyata diikuti Bacillus spp. 2 sebesar 0,265 ekor. Ketiga isolat bakteri endofit dapat menurukan faktor reproduksi nematoda sampai ˂1, yang didefenisikan tanaman uji bukan inang Meloidogyne. Pada perlakuan control nilai faktor reproduksi ˃1, yang didefenisikan tanaman yang diuji inang Meloidogyne. Hal ini dikarenakan bakteri Bacillus dapat menghasilkan enzim kitinase. Enzim ini dihasilkan bakteri antagonis untuk mengendalikan patogen terutama patogen tular tanah, karena enzim ini dapat mendegradasi dinding sel patogen yang disusun oleh senyawa kitin, seperti dinding sel jamur dan nematoda. Oku (1994) melaporkan bahwa aktifitas kitinase berkorelasi positif terhadap tingkat indiksi ketahanan sitemik. Kitinase berperan dalam ketahanan terhadap serangan patogen dengan menghambat pertumbuhan patogen dengan menghidrolisis dinding sel patogen, pelepasan transmisi endogen yang kemudian memacu reaksi ketahanan sitemik tanaman inang sehingga terjadi hambatan invasi patogen.

Ketiga isolat bakteri endofit terbukti dapat menekan keparahan penyakit Meloidogyne spp. pada tanaman tembakau dibanding kontrol. Bakteri endofit Bacillus spp. 2 dapat menekan keparahan penyakit sebesar 44,4% tidak berbeda nyata dengan bakteri Pseudomonas sebesar 41,4% dan diikuti oleh Bacillus spp. 1 sebesar 53,6% dibanding kontrol sebesar 67,2% . Hal ini karena bakteri endofit Bacillus dan Pseudomonas menghasilkan enzim ekstra seluler seperti HCN yang


(48)

dapat menghambat penetasan dan perkembangan nematoda. Hidrogen cianida (HCN) merupakan senyawa metabolit sekunder yang dihasikan oleh bakteri Pseudomonas dan Bacillus. HCN ini diketahui sebagai senyawa yang berfungsi sebagai badan pertahanan antibiotik tanaman dalam menekan keberadaan patogen. HCN merupakan senyawa nematisidal yang mempunyai korelasi dengan aktifitas antagonis secara in vitro. Senyawa ini berfungsi sebagai penghambat perkembangan maupun penetasan nematoda. Hal ini sesuai dengan Mena dan Pimetel (2002) yang menyatakan HCN yang dihasilkan Pseudomonas kelompok fluorescens maupun klompok Bacillus dapat mengendalikan berbagai patogen, diantaranya Phytium ultimum pada bit gula (Wiyono, 2004), B. subtilis dapat menekan penyakit akar gada pada caisim (Widodo,1993) dan HCN antibiotik yang dihasilkan bakteri Corynebacterium paurometabolu dapat membunuh larva nematoda dan menghambat penetasan telur.

Penekanan keparahan penyakit oleh bakteri antagonis diduga berkaitan dengan berbagai mekanisme yang dimilikinya. Bakteri antagonis P. fluorescens dilaporkan mampu menghasilkan metabolit sekunder antara lain

siderofor, pterin, pirol, dan fenazin. Siderofor dapat berperan sebagai fungistasis dan bakteriostatis maupun nematisidal (Soesanto, 2008), serta menginduksi ketahanan sistemik tanaman (Park et al., 2009).

Neilands dan Leong (1986) menyatakan semua Pseudomonas pendarfluor dapat menghasilkan siderofor sejenis pseudobaktin yang masing-masing berbeda dalam hal jumlah dan susunan asam amino dalam rantai peptide. Pseudomonas pendarfluor yang diisolasi dari tanah yang secara alami menekan pertumbuhan nematoda dengan cara meningkatkan senyawa fenolik sehingga nematoda akan


(49)

sulit melakukan penetrasi. Wong & Baker (1984) menyatakan senyawa ini sangat efektif untuk nematoda yang berpindah. Senyawa ini membuat lingkaran toksik pada nematoda sehingga tidak dapat menyebar. Kemampuan siderofor mengikat besi (III) merupakan pesaing terhadap mikroorganisme lain, banyak bukti-bukti yang menyatakan bahwa siderofor berperan aktif dalam menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen (Fravel, 1988). Senyawa ini dihasilkan oleh Pseudomonas dan Bacillus untuk mengendalikan patogen tular tanah.

Menurut Mehrotra (1980), mekanisme penekanan oleh genus Bacillus spp.adalah antibiosis, dengan menghasilkan antibotika bulbiformin yang beracun terhadap nematoda. Lebih lanjut Braun (1946) mengatakan sejumlah antibiotika yang telah diisolasi dari B. subtilis antara lain basitrasin, subtilin, dan basilin. Mehrotra (1980) mengatakan bahwa B. subtilis mempunyai antibiotika yang disebut bulbiformin yang mampu menghambat pertumbuhan patogen tanah. Suatu tipe B. subtilis yaitu B. nato menghasilkan antibiotika basitrasin yang dapat menghambat pertumbuhan nematoda.

Bakteri Bacillus spp. juga penghasil asam salisilat. yang berfungsi dalam peningkatan pertahanan tanaman. Melalui sinyal trasduksi-independen dari asam salisilat yang terakumulasi di akar, hal ini menjadikan aktifnya ISR pada akar tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasky-Gunther et al. (1998) mempelajari ekspresi protein pada ISR yang diinduksi bakteri pada kentang terserang G. palida. Hasil ekspresi protein ISR pada tanaman kentang yang diinokulasikan bakteri Bacillus B43 memperlihatkan novel band protein (38Kda) sama dengan pola PR-protein. .


(50)

Perlakuan kontrol menujukan gejala kekurangan unsur hara pada tajuk (Gambar 8) dan terjadinya puru dan nekrotik pada akar (Gambar 9). Hal ini dikarenakan perlakuan ini hanya diinokulasikan nematoda saja sebanyak 500 ekor/pot tanpa ada pemberian bakteri endofit, sehingga tanaman yang terserang nematoda akan menunjukan gejala kekurangan hara dan kerusakan berat pada akar terserang. Hal ini sesuai dengan Mustika et al. (1995) yang menyatakan gejala nematoda di atas permukaan tanah terlihat pertumbuhan tanaman terhambat, pinggiran daun menjadi khlorosis pada serangan hebat daun akan kelihatan berwarna merah kekuningan. Selain menghambat pertumbuhan tanaman

nematoda juga menurunkan kandungan klorofil sebesar 5,89%-26,91% (Sriwati, 1999).

Agrios (1997) menyatakan nematoda memperoleh makanan dengan cara mengonsumsi sel akar. Hal ini akan mengurangi kemampuan menyerap hara dan air. Disamping itu tanaman akan kekurangan zat pengatur tumbuh karena serangan nematoda berawal dari ujung akar. Ketika nematoda menyerang tanaman mengeluarkan selulase dan pektinase yang mampu mendegradasi sel sehingga pecah. Hal ini menyebabkan auksin tidak aktif dan memghambat pembentukan dan bobot akar.


(51)

Gambar 8. Pengaruh pemberian bakteri endofit untuk mengendaliakan nematoda (A). perlakuan B0 (kontrol), (B). perlakuan B1 (Bacillus sp 1.), (C). perlakuan B2 (Pseudomonas sp.) dan perlakuan B3 (Bacillus sp. 2).

Gambar 9. Kerusakan jaringan akar dan bagian tanaman akibat nematoda. (A). nematoda dan paket telur nematoda yang muncul pada permukaan tanaman serta gejala nekrotik pada akar yang terserang, (B). Puru akar pada akar tanaman. Ket: tanda menunjukkan nekrotik dan puru pada akar

Gambar 8. Menunjukan kejala kerusakan tanaman akibat serangan nematoda diatas tanah seperti gejala klorosis dan nekrotik, sedangkan gejala dibawah tanah dapat dilihat puru dan luka – luka nekrotik akar akibat stilet nematoda (Gambar 9). Mustika et al. (1995) yang menyatakan gejala infeksi nematoda pada jaringan tanaman yaitu rusaknya jaringan dan perubahahan warna

A

A B

B


(52)

daun tanaman. Selain menghambat pertumbuhan tanaman serangan nematoda akan merusak klorofil dan sirkulasi air sehingga tanaman akan terganggu dalam transportasi air dan mengalami layu di siang hari.

Gambar 10. (A) dan (B) irisan membujur akar terserang nematoda. (a). lubang disebabkan oleh nematoda pada jangan kortek, (b). nekrosis yang disebakan serangan nematoda pada jangan kotreks, (c). nematoda betina dewasa di dalam jaringan koteks dan endodermis, (d). paket telur nematoda yang masih terbungkus massa glatinus menjorok keluar dari epidermis, (e). pembesaran sel akibat terjadinya gal pada

A

a b c

d

e

a c e f B


(53)

jangan endodermis, kortek dan epidermis dan (f). pecahnya epidermis akar karena bekas tusukan nematoda dan lunaknya jangan tanaman akibat serangan bikimia nematoda.

Pada Gambar 10 dapat kita lihat irisan membujur akar yang terinfeksi nematoda jelas dapat terlihat gejala serangan nematoda puru akar secara mikroskopis adalah pembentukan puru akar. Pembentukan puru akar ini terjadi karena belkas tusukan nematoda dan enzim kimiawi yang dihasilkan nematoda yang berbarengan diinjeksikan nematoda ketika menusukkkan stiletnya ke jaringan tanaman. Gejala pembentukan puru ini merupakan gejala hipertropi pada tanaman.

Agrios (1996) menyatakan Meloidogyne pada stadium II akan menyerang bagian ujung akar yang bersifat meristematik. Sel-sel ini akan selalu mengadakan pembelahan dan pembelahannya dikendalikan oleh senyawa IAA. Pada saat nematoda menyerang tanaman, dari kelenjar subdorsal dikeluarkan enzim protease. Ensim ini akan memecah protein menjadi asam amino. Salah satu jenis asam amino hasil pemecahan adalah triptofan. Triptofan diketahui sebagai prekursor terbentuknya IAA. Semakin banyak IAA yang terbentuk mengakibatkan peningkatan pembelahan sel. Oleh karena itu tanaman akan membentuk sel yang berukuran lebih besar (giant sel). Sebenarnya tujuan pembentukan puru ini bagi tanaman adalah untuk menghambat gerakan nematoda dalam jaringan.


(54)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Bacillus spp.1 dan Pseudomonas spp. memiliki nilai populasi akhir nematoda terbesar yaitu 72,2336 dan 79,5054 ekor.

2. Bakteri endofit Bacillus spp.1 dan Pseudomonas spp. memiliki nilai factor reproduksi nematoda terbesar 0,144 dan 0,159 ekor.

3. Bakteri endofit Bacillus spp.1 dan Pseudomonas spp. memiliki nilai keparahan penyakit terbesar yaitu 53,6% dan 41,4%.

4. Pseudomonas spp. meningkatkan laju pertambahan jumlah daun dan tinggi tanaman dari 1-7 mst, memiliki nilai berat basah tertinggi yaitu 19,188 g. 5. Bakteri genus Pseudomonas spp. lebih bermanfaat sebagai agens

biofertilizer tanaman sementara genus Bacillus spp. sebagai agens hayati patogen tanaman.

Saran

Perlu dilakukan uji lapangan guna melihat potensi ketiga jenis bakteri endofit untuk mengendalikan Meloidoygne spp.di lahan pertanian.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Abad P, Gouzy J, Aury JM, Castagnone-Sereno P, Danchin EGJ, Deleury E, Perfus-Barbeoch L, Anthouard V, Artiguenave F & Blok VC. 2008. Genome sequence of the metazoan plant-parasitic nematode Meloidogyne incognita. J.Nat.Biotechnol 26(8):909–915.

Abubakar U, T Adamu & SB Manga. 2004. Control of Meloidogyne incognita (kofoid and white) Chitwood (root-knot nematode) of Lycopersicon esculentus (Tomato) using cowdung and urine. African.J. Biotech. 3: 379-381.

Agrios GN. Diterjemahkan oleh Busnia M & Toekidirjo M. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan Edisi Ke III. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Arwiyanto T. 1997. Pengendalian hayati penyakit layu bakteri tembakau: isolasi

bakteri antagonis. J. Pertan. Indo. 3: 54-60.

Bacon CW & Hinton SS. 2007. Bacterial endophytes: The endophytic nische, its occupants, and its utility. Springer. Berlin. 155-194.

Braun W. 1999. The effect of serum upon dissociation in Brucella abortus: A demonstration of the role of selective environments in bacterial variation. J. Bacteriol. 52: 243-249.

Benhamou N, Belanger RR & Paulitz T. 1996. Ultrastructural and cytocemichal aspects of the intraction between Pseudomonas fluorescens and Ri T-DNA tranformed pea roots: host response to colonisazation by Phytium ultimun Trow. Planta 199:105-117.

Broadbent P, KF Baker, N Franks & J Holland. 1977. Effect of Bacillus spp. on Increased Growth of Seedling in Steamed and in Nontreated Soill. Phytopathology 67 :1027-1034.

Cook RJ & KF Baker. 1983. The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogens. The APS St. Paul, Minnesota.

Dalmadiyo G, BH Adi, Supriyono & A Rachman. 1998. Tingkat ketahanan beberapa aksesi tembakau terhadap nematoda puru akar (Meloidogyne incognita) (Kofoid & White) Chitwood. J.Pertan. Inds. 3(5- 6):163-168.

Dalmadiyo G, S Rahayuningsih, BH Adi & Supriyono. 1998. Ketahanan empat galur tembakau Temanggung terhadap penyakit layu bakteri, puru akar dan lanas. J. Pertan. Inds. 3(5- 6):163-168.

Dropkin VH. 1992. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Gadjah Mada University.Yogyakarta.


(56)

Fravel DR. 1988. Role of antibiosis in the biocontrol of plant dieases. Annu. Rev. Phytopathology. 26: 75-91.

Frobisher. 1997. Fundaments of Microbiology. Seventh edition. W.B. Sounders Company, Philadelphia, London.

Gommers FJ. 1973. Nematicidal Principles in Compositae. Disertation. Wageningan Agric.Univ. the Netherlands. 73 .

Hallmann J. 2001. Plant intraction with endophytic bacteria. Dalam: Jeger MJ. & Spence NJ, editor. Biotic Interaction in Plant-Pathogen Association. CAB International.

Hallmann J, Kloe.er JW, Rodriguez-Kabana R & Sikora RA. 1995. Endopytic rizobacteria as antagonis of Meloidogyne incognita on cucumber. Phytopatology 85: 1136.

Harni R, A Munif, Supramana & I Mustika. 2007. Potensi bakteri endofit mengendalikan nematoda peluka akar (Pratylenchus bracyurus) pada nilam. Hayati.J.Bio.Sci.14(1):1-12.

Harni R, Supramana, MS Sinaga, Giyanto & Supriadi. 2011. Keefektifan bakteri endofit untuk mengendalikan nematoda Pratylenchus brachyurus pada tanaman nilam. J.Pentan.Inds. 17 : 6-10.

Hasky-Günther, KS Hoffmann-Hergarten & RA Sikora. 1998. Resistance against the potato cyst nematode Globodera pallida systemically induced by

the rhizobacteria Agrobacterium radiobacter (G12) and Bacillus sphaericus (B43). Fundam.A.l. Nematol. 21:511-517.

Holt JG, NR Krieg & PHA Sneath. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, 9th. edition. Williams & Wilkins. Baltimore. 230-356. Kloe.er JW, Rodriguez-Kabana, R McInroy JA & Young RW. 1992. Rizosphere

bacteria antagonisistic to soybean cyst (Heterodera glycines) and root knot (Meloidogyne incognita) nematodes: Identification by fatty acid analysis ang foliar diseases. Austr.Pl. Pathol. 28:21-26.

Kloe.er JW. 1993. Plant Growth-Promoting Rhizobacteria as Biological Control Agents. In: FB Mettting (ed.). 255-274.. Soil Microbial Ecology. Marcel Dekker. Inc. New York.

Leong T. 1986. Siderophore : Their biochemistry and possible roling the biocontrol of plant pathogens. Annu. Rev. Phytopathology. 24: 187-209.


(57)

McKenry MV & PA Roberts. 1985. Phytonematology Study Guide. Cooperative Extension Univ. of California. Division of Agriculture and Natural Resources. Publication 4045. 56.

Mehrotra, R.S. 1980. Plant Pathology. Tata Mc. Graw Hill Pub. Co. Ltd. New Delhi. 771.

Mena J & Pimetel E. 2002. Mechanism of action Corynebacterium paurometabola strain C-929 on nematodes. J.Nematol. 4: 287.

Minamiyama H, M. Shimizu, H Kunoh, T Furumai, Y Igarasi, H Onaka & R Yoshida. 2003. Multiplication of isolate R-5 Streptomyces galbus on rhododendron leaves and its production of cell wall- degrading enzymes. J. Gen. Plant Pathol. 69: 65-70.

Moeinzadeh A, Sharif-Zadeh F, Ahmadzadeh M, Heidari & Tajabadi F. 2010. Biopriming of sunflower (Helianthus annuus L.) seed with Pseudomonas fluorescens for improvement of seed invigoration and seedling growth. Australian J. Crop Sci. 4(7):564-570.

Mustika I, Rahmat A & Suyanto. 1995. Pengaruh pupuk, pestisida, dan bahan organik terhadap pH tanah, populasi nematoda, dan produksi nilam. Medkom Penelit Pengembangan Tantri 15:70-74.

Mustika I. 1999. Pestisida nabati untuk mengendalikan nematoda parasit tanaman. Dalam Pemanfaatan Pestisida Nabati. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. 11(2): 47−57.

Mustika, I., R.S. Djiwanti, dan R. Harni. 2001. Peningkatan produktivitas tanaman nilam melalui pengendalian penyakit. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.1−8.

Neilands JB & Leong SA. 1986. Siderophores in relation to plant growth and disease. Ann. Rev. Plant. Physiol. 37: 187-208.

Nugrohorini. 2000. Monograf Nematoda Parasit Tanaman. UPN Press, Surabaya. Ownly BH. 2002. Biological Control of Tobacco Diseases: In Biological Control

of Crop Diseases by Gnanamanickam, SS. Marcel Dekker, New York. 111-130.

Oku H. 1994. Plant Pathogenesis and Disease Control. Lewis Pulb. London.

Park KH, Lee CY & Son HJ. 2009. Mechanism of insoluble phosphate solubilization by Pseudomonas fluorescens RAF15 isolated from ginseng rhizosphere and its plant growth-promoting activities. Letters in A.lied Microbiology. 49: 222–228.


(58)

Pinochet J. 1992. Breeding bananas for resistance against lesion forming nematodes. In: Gome-mers FJ & Mass PWTh. (Eds). Nematology from Molecule to Ecosystem. Proceedings Se-cond International Nematology Congress, Veldhoven, 11 - 17 August 1990. The Nederlands. DHW. 157 – 169.

Prasanna Reddy B & Rao KS. 2009. Biochemical and PCR_PAPD characterization of Pseudomonas fluorescens produced antifungal compounds inhibit the rice fungal pathogens in vitro. Electronic J. Environ. Agric & Food Chem.8(10): 1062-1067.

Prihatiningsih N, Soedarmono, T Arwiyanto & B Hadisutrisno. 2006. Pengendalian hayati penyakit layu bakteri kentang dengan Bacillus s..: 1. Eksplorasi dan Pengujian in vitro dan rumah plastik. Agrosains. 8: 27-31.

Respati E, WB Komalassari, M Manurung & Widyawati. 2013. Buletin Triwulan ekspor impor komoditas pertanian. 5(3):1-20.

Robert PA. Concepts and Consequences of Resistance. 1999. In. Starr. J.L ; R. Cook & J Bridge (eds.). 2002. Plant Resistance to Parasitic Nematodes. CABI Publishing.

San-Lang, WC Shin-Jen & W Chuan-Lu. 2008. Purification and characterization of chitinases and chitosanases from a new species strain Pseudomonas sp. TKU015 using shrimp shells as a substrate. J.Carbohydrate Res. 343(7):1171-1179.

Sayre RM. 1980. Promising organism for biological control of nematodes. J.Plant Dis.64: 527−532.

Saxena G & KG Mukerji. 2007. Management of Nematode and Insect-Borne Plant Deasease. The Haworth Press. New York. 107-120.

Setiawati MR, P Suryatmana & R Hudaya. 2008. Kontribusi Bakteri Endofitik Penambat N2 dalam Mensubstitusi Pupuk N Anorganik untuk Tanaman Padi Gogo pada Lahan Salin. Prosiding Seminar dan Kongres Nasional Masyarakat Konservasi Indonesia (MKTI), Bogor 17-18 Desember 2007.

Siddiqui IA & Shaukat SS. 2003. Endophytic bacteria: prospects and o.ortunities for the biological control of plant prasitics nematodes. Nematogical Mediterranca. 31:111-120.

Soesanto L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman:Suplemen ke Gulma dan Nematoda. Rajawali Pers.Jakarta.574.


(59)

Sriwati R. 1999. Ketahanan beberapa kultivar nilam (Pogostemon cablin Benth.) terhadap Pratylenchus brachyurus (Godfrey)Filipjev. & Stekhoven [Thesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Strobel GA. 2003, Endophytes as Sources of Bioactive Products. Microb. Infect., (5)535–544.

Steel RGD & JH Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan Biometrik) Penerjemah B Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sturz AV & Nowak J. 2000. Endophytic communites of rizobacteria and the strategies required to create yield enchancing associations with crops. A.l. Soil. Ecol. 15:183-190.

Surette MA, Stunz AV, Lara RR & Nowak J. 2003. Bacterial endophytes in processing carrots (Ducus carota L. Var. Satvus): their localization, population density, biodiversity and their effects on plant growth. Pe. Soil. 253:381-390.

Tan RX & Zou WX. 2001. Endophytes: a Rich Source of Functional Metabolites. Nat. Prod. Rep.(18):448–459.

Taylor AL & JN Sasser. 1971. Biology, Identifcation and Control of Root Knot Nematodes (Meloidogyne s..). North Carolina State Univ. Graphics. 111 p. Tan RX., & WX Zou. 2001. Endophytes : a rich source of functional metabolites. Nat. Prod. Rep. 18: 448-459.

Thakuria D, NC Talukdar, C Goswami, S Hazarika & RC Boro. 2004. Characterization and screening of bacteria from rhizosphere of rice grown in acidic soils of Assam. Current Sci. 86 : 978-985.

Townsend & Hueberger. 1948. In Uenterstenhofer, G. 1976. The Basic Principle of Crop Protection Fields Trials. Pflanzenshut z-Nachrichten Bayer AG. Leverkusen.

Van Loon LC. 2000. Systemic Induced Resistance. .: 521-574 In A.J. Slusarenko, R.S.s, Fraser, L.C. van Loon (eds.), Mechanisms of Resistance to Plant Diseases. Kluwer Academic Publisher. London.

Vasudevan, P Kavitha S, Priyadarisini VB, Babujee L & Gnanamanickam SS. 2002. Biological control of rice diseases.11-32 In: S.S. Gnanamanickam (ed.) Biological Control of Crop Diseases. Marcel Dekker Inc. New York, 468.

Viti C, Tatti E, Decorosi F, Lista E, Rea E, Tullio M, Sparvoli E & Giovannetti L. 2010. Compost Effect on Plant Growth-Promoting


(60)

Rhizobacteria and Mycorrhizal Fungi Population in Maize Cultivations. Compost Science & Utilization 18(4):273-281.

Widodo. 1993. Penggunaan Pseudomonas sp. Kelompok fluorescens untuk mengendalikan penyakit akar gada pada caisim. Bull. HPT.62:94-105. Wiyono S. 2004. Optimation of biocontrol of damping off sugar beet caused by

Phytium ultimun Trown by using Pseudomonas Fluorescen B5. [Disertasion]. University Gottigen.

Wong PTW & Baker R. 1984. Su.ression of wheat take-all and Ophiobolus patch by Flourescent pseudomonads from a Fusarium-supressive soil. Soil. Biol. Bichem. 16:397-403.

Zeck WM 1971. A rating scheme for field evaluation of root knot nematode infestation. Bayer. 24:141 -144.


(61)

Table 1. Berat Kering Akar Tanaman Tembakau (g)

Perlakuan

Berat Kering Akar (g)

Total Rata-Rata Ulangan

I II III IV V

B0 5,300 5,100 5,000 5,450 5,160 26,010 5,202 B1 11,750 14,420 9,850 6,570 9,260 51,850 10,370 B2 7,540 7,050 7,560 7,090 7,660 36,900 7,380 B3 6,340 6,370 6,000 6,580 6,260 31,550 6,310 Total 30,930 32,940 28,410 25,690 28,340 146,310 29,262 Rata-Rata 7,733 8,235 7,103 6,423 7,085 36,578 7,316

ANOVA HASIL

Sum of Squares

df Mean Square F Sig. Between

Groups

74,693 3 24,898 11,452 ,000

Within Groups 34,784 16 2,174

Total 109,477 19

HASIL Duncana

PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

B0 5 5,2020 c

B3 5 6,3080 c 6,3080 b

B2 5 7,3800 b

B1 5 10,3900 a

Sig. ,253 ,267 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.


(62)

Table 2. Berat Basah Akar Tanaman Tembakau (g)

Perlakuan

Berat Basah Akar (g)

Total Rata-Rata Ulangan

I II III IV V

B0 11,080 11,080 10,660 11,070 13,060 56,950 11,390 B1 17,910 18,420 20,240 18,340 18,160 93,070 18,614 B2 19,960 19,530 18,770 18,840 18,840 95,940 19,188 B3 14,700 14,130 15,940 15,440 15,330 75,540 15,108 Total 63,650 63,160 65,610 63,690 65,390 321,500 64,300 Rata-Rata 15,913 15,790 16,403 15,923 16,348 80,375 16,075

ANOVA HASIL

Sum of Squares

df Mean Square F Sig.

Between Groups 197,894 3 65,965 106,894 ,000

Within Groups 9,874 16 ,617

Total 207,768 19

HASIL Duncana

PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

B0 5 11,3900 c

B3 5 15,1080 b

B1 5 18,7220 a

B2 5 19,1880 a

Sig. 1,000 1,000 ,362

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.


(63)

Table 3. Populasi Akhir Nematoda Pada Tanah + Akar Tanaman Tembakau (Ekor)

Perlakuan

Populasi Akhir Nematoda (ekor)

Total Rata-Rata Ulangan

I II III IV V

B0 547,360 578,450 550,300 500,560 555,540 2732,210 546,442 B1 80,910 60,840 68,456 81,170 69,792 361,168 72,234 B2 80,952 83,436 73,155 73,260 86,724 397,527 79,505 B3 90,570 99,430 100,450 190,340 183, 246 480,790 120,198 Total 799,792 822,156 792,361 845,330 712,056 3971,695 818,379 Rata-Rata 199,948 205,539 198,090 211,333 237,352 992,924 204,595

ANOVA Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

Between Groups

794099,208 3 264699,736 300,066 ,000 Within Groups 14114,213 16 882,138

Total 808213,421 19

HASIL Duncana

PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

B1 5 72,2336c

B2 5 79,5054c

B3 5 132,8072b

B0 5 551,8420a

Sig. ,704 1,000 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.


(64)

Table 4. Faktor Reproduksi Nematoda pf/pi (Ekor)

Perlakuan

Faktor Reproduksi Nematoda (ekor)

Total Rata-Rata Ulangan

I II III IV V

B0 1,095 1,157 1,101 1,001 1,111 5,464 1,093 B1 0,162 0,122 0,137 0,162 0,140 0,722 0,144 B2 0,162 0,167 0,146 0,147 0,173 0,795 0,159 B3 0,181 0,199 0,201 0,381 0,366 1,328 0,266 Total 1,600 1,644 1,585 1,691 1,791 8,310 1,662 Rata-Rata 0,400 0,411 0,396 0,423 0,448 2,077 0,415

ANOVA Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

Between Groups

3,103 3 1,034 307,108 ,000

Within Groups ,054 16 ,003

Total 3,157 19

HASIL Duncana

PERLAKU AN

N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

B1 5 ,14460c

B2 5 ,15900c

B3 5 ,26560b

B0 5 1,09300a

Sig. ,700 1,000 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.


(1)

Lampiran 4. Karakterisasi Isolat Bakteri

No Jenis Bakteri Bentuk

Koloni

Tepi Koloni

Elevasi Koloni

Warna Koloni

Bentuk Dan Penataan Sel

Pewarnaan Gram 1. Bacillus sp.1 circular entire flat putih bacil + 2. Pseudomonas spp. circular entire flat putih bacil - 3. Bacillus sp.2 circular entire flat putih bacil +

No. Jenis Bakteri Makroskopis

1. Bacillus spp.1

2 Pseudomonas spp.


(2)

Lampiran 5. Bentuk sel bakteri

Bentuk Sel Bakteri Keterangan

Bacillus spp.1 A = Endospora

B = Sel bakteri

Pseudomonas spp. A = Sel bakteri

A

B


(3)

Bacillus spp.2 A = Sel bakteri B = Endospora

A


(4)

Lampiran 6. Deskripsi tanaman tembakau

Botani Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum L.)

Tanaman tembakau Deli adalah jenis tanaman yang solanaceae tetapi merupakan tanaman perkebunan. Adapun sistematika tanaman Tembakau adalah sebagai berikut:

Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Persontae Familia : Solanaceae Subfamilia : Nicotianae Genus : Nicotiana

Spesies : Nicotiana tabacum (Matnawi, 1998).

Tanaman tembakau memiliki akar tunggang, jika tanaman tumbuh bebas pada tanah yang subur dan bukan berasal dari bibit cabutan. Tanaman dari bibit cabutan terkadang mengalami gangguan kerusakan akar. Jenis akar tunggang pada tanaman tembakau yang subur terkadang dapat tumbuh sepanjag 0,75 m. Selain akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut dan bulu-bulu akar. Pertumbuhan akar yang lurus, berlekuk, baik pada akar tunggang maupun pada akar serabut. Banyak sedikitnya perakaran tergantung pada berbagai macam faktor. Bila pengolahan tanah baik, akar adventif terdapat pada kedalaman 1 cm-30 cm. Akar tumbuh terbanyak pada kedalaman lapisan tanah 15-20 cm dari permukaan tanah atas (top soil) (Matnawi, 1998).

Pada pertumbuhan yang normal, batang tembakau dapat tumbuh tegak dengan bantuan ajir (lanjaran). Tembakau bawah naungan dapat mencapai ketinggian 4 m karena tanaman mempunyai sifat etiolasi. Batang ada yang


(5)

bercabang, Biasanya tanaman tembakau akan bercabang apabila bagian titik tumbuhnya terputus (mengalami gangguan saat memasang ajir), sehingga merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru. Apabila bagian batang dibelah di dalamnya terdapat empelur (Matnawi, 1998).

Daun tembakau sangat bervariasi, ada yang berbentuk ovalis, obolongus, orbicularis, dan ovatus. Daun-daun tersebut mempunyai tangkai yang menempel langsung pada bagian batang. Jumlah daun yang dapat dimanfaatkan (dipetik) dalam setiap batangnya dapat mencapai 32 helai daun. Ukuran besar kecilnya daun dan tebal tipisnya berbeda-beda, tergantung jenis daun dan varietas yang ditanam, kesuburan tanh dan pengolahan (Matnawi, 1998).

Bunga tembakau termasuk bunga majemuk yang berbentuk malai, masing-masing seperti terompet dan mempunyai bagian sebagai berikut : (1.) Kelopak bunga, (2.) Mahkota bunga, (3.) Bakal buah dan (4.) Kepala putik

Biji tanaman tembakau mempunyai fungsi generatif, untuk perkembang biakan tanaman. Biji tembakau sangat kecil sehingga dalam 1cm3 dengan berat kurang lebih 0,5 g berisi sekitar 6000 butir biji. Setiap batang dapat menghasilkan 2 g biji.

Syarat Tumbuh Tanah

Tanah adalah suatu benda alami yang terdapat di permukaan kulit bumi, yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil dari pelapukan batuan dan bahan organik sebagai hasil pelapukan sisa-sisa tanaman dan hewan, yang merupakan medium dari pertumbuhan tanaman dengan sifat-sifat


(6)

tertentu yang terjadi akibatgabungan dari faktor iklim, bahan induk, bentuk wilayah dan waktu pembentukan tanah (Hasibuan, 2005).

Tipe tanah yang berstruktur remah, sedikit berpori, pasir halus (tanah ringan)dengan aerasi yang baik lebih cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau. Tekstur tanah alluvial liat berpasir adalah tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman tembakau deli. pH tanah yang baik adalah sekitar 5-6. Tanaman tembakau baik tumbuh pada ketinggian ± 145 m di atas permukaan laut (Matnawi, 1998).

Hingga kini keunggulan tanah untuk tanaman tembakau deli masih satu-satunya di dunia. Belum ada satu penelitian pun yang berhasil menyibak tabir

rahasia keunggulan tanah Deli yang menghasilkan tembakau (Nikotiana tabaccum) terelit di dunia. Sudah banyak percobaan budidaya

tembakau asal Deli ini di negeri asalnya. Namun, hasilnya tak sebaik mutu yang dihasilkan tanah Deli. Hal ini yang membuat varietas Deli 4 dan F1-45 semakin jadi primadona di pasar dunia.

Iklim

Curah hujan yang dibutuhkan untuk tembakau cerutu menghendaki kisaran curah hujan berkisar antara 1500 mm-2000 mm/tahun. Artinya untuk setiap tahunnya, areal yang akan ditanam tembakau tersebut harus mendapat siraman air hujan sebanyak 1500-2000 mm/tahun. Hal ini dapat dimengerti dengan setiap m2 pada areal tersebut mampu memperoleh air hujan sebanyak 1,5 m3- 2m3/tahun (Matnawi, 1998).

Dalam penanaman tembakau cerutu mulai pengolahan tanah sampai pemetikan daun yang diinginkan dibutuhkan ± 4 bulan kering. Jenis tembakau