PERBEDAAN KADAR UREUM ANTARA PENGGIAT BODYBUILDING DENGAN PENGGIAT SENAM AEROBIK

(1)

BODYBUILDING

DENGAN PENGGIAT SENAM AEROBIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh AMI PUSPITASARI

20130310034

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2016aman Samp


(2)

BODYBUILDING

DENGAN PENGGIAT SENAM AEROBIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh AMI PUSPITASARI

20130310034

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2016aman Samp


(3)

i

KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN KADAR UREUM ANTARA PENGGIAT

BODYBUILDING

DENGAN PENGGIAT SENAM AEROBIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh AMI PUSPITASARI

20130310034

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2016a


(4)

ii

HALAMAN PENGESAHAN KTI

PERBEDAAN KADAR UREUM ANTARA PENGGIAT

BODYBUILDING

DAN PENGGIAT SENAM AEROBIK

Disusun oleh: AMI PUSPITASARI

20130310034

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 9 November 2016 :

Dosen pembimbing Dosen penguji

dr. Adang M. Gugun, Sp.PK, M.Kes dr. Suryanto, Sp.PK NIK: 19690118199904173034 NIK:19631202199511173016

Mengetahui

Kaprodi Pendidikan Dokter FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG, M.Kes NIK : 19711028199709173027


(5)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Ami Puspitasari NIM : 20130310034 Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 9 November 2016 Yang membuat pernyataan,

Tanda tangan


(6)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Sang pencipta alam yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta kasih sayang-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Tak lupa pula shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan pengetahuan yang luar biasa seperti saat ini.

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul ”Perbedaan Kadar Ureum antara Penggiat

Bodybuilding dengan Senam Aerobik” ini disusun sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan karya tulis ilmiah ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu pada kesempatan ini, izinkan penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. Ardi Pramono, Sp. An, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. dr. Alfaina Wahyuni, Sp. OG, M.Kes selaku ketua Prodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(7)

v

3. dr. Adang M Gugun, Sp.PK., M.Kes selaku pembimbing KTI kami yang telah meluangkan waktu, membagi ilmu, tenaga, bimbingan, dan pengalaman yang sangat bermanfaat untuk penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan.

4. dr. Suryanto, Sp.PK selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan berupa kritik dan saran yang sangat bermanfaat untuk penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan.

5. Dosen-dosen serta asisten dosen yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

6. Kepala dan staf Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta yang telah membantu dalam kelancaran penelitian.

7. Orang tua tercinta Bapak Agoes Heri Edi Wibowo, S.E dan Ibu dr Emi Demiyanti yang telah memberikan doa, restu, dan dukungannya.

8. dr Dewi Nurvitasari kakak tercinta dan M Rizal Permana adik tercinta yang selalu mendukung dan memberikan semangat.

9. Untuk orang yang spesial dan partner KTI Tommy Akroma, M. Fakhri Wildana, dan Cindra Pramesthi WS, Nadira Nur Kartika, Firdha Kumala I, Irawati Hidayah, Ade Ayuningsih Utami, Roshynta Linggar Andatu dan semua teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

10. Teman-teman seperjuangan Medallion pendidikan dokter angkatan 2013. 11. Serta semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah


(8)

vi

Penulis mohon maaf jika ada kesalahan, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan juga mengharapkan karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah ilmu pengetahuan ilmu kedokteran. Terimakasih.

Yogyakarta, 9 November 2016


(9)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

KARYA TULIS ILMIAH ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

1. Tujuan Umum ... 7

2. Tujuan Khusus ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7


(10)

viii

2. Bagi Klinis ... 8

3. Bagi Institusi Tempat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 8

BAB II ... 10

TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Telaah Pustaka ... 10

1. Latihan Fisik ... 10

a. Definisi Latihan Fisik ... 10

b. Tujuan Latihan Fisik ... 10

c. Prinsip Latihan ... 11

d. Energi Latihan ... 12

2. Latihan Anaerobik (bodybuilding)... 13

a. Definisi Latihan Anaerobik ... 13

b. Volume Latihan ... 14

c. Intensitas Latihan ... 14

d. Frekuensi Latihan ... 15

e. Densitas Latihan atau Interval Istirahat ... 15

f. Perubahan Akibat Latihan ... 16

g. Asupan Gizi Penggiat Bodybuilding ... 17


(11)

ix

3. Latihan Aerobik (Senam Aerobik) ... 18

a. Definisi Senam Aerobik ... 18

b. Klasifikasi Senam Aerobik ... 18

c. Frekuensi, intensitas, time, dan tipe (FITT) ... 19

d. Tahapan Senam Aerobik ... 19

e. Pengaruh Latihan Aerobik ... 21

f. Metabolisme Aerobik ... 22

g. Asupan Protein pada Penggiat Senam Aerobik ... 22

4. Protein ... 24

a. Metabolisme Protein ... 24

b. Reabsorpsi dan Sekresi Protein oleh Tubulus Ginjal ... 29

5. Ureum ... 36

a. Definisi Ureum ... 36

b. Sintesis dan Metabolisme Ureum... 39

6. Hubungan Bodybuilding dan Senam Aerobik dengan Kadar Ureum . 41 7. Olahraga Dalam Islam ... 42

B. Kerangka Teori... 45

C. Kerangka Konsep ... 46

D. Hipotesis ... 46


(12)

x

METODOLOGI PENELITIAN ... 47

A. Desain Penelitian ... 47

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 47

1. Populasi ... 47

2. Sampel ... 47

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 49

D. Instrumen Penelitian... 50

1. Alat... 50

2. Bahan ... 51

3. Metode Pemeriksaan Sampel ... 52

E. Cara Pengumpulan Data ... 53

F. Analisa Data ... 54

G. Etika Penelitian ... 54

BAB IV ... 56

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Hasil Penelitian ... 56

1. Analisis Deskriptif Kadar Ureum Penggiat Bodybuilding dan Penggiat Senam Aerobik ... 56

2. Uji Normalitas Data ... 57


(13)

xi

4. Mann Whitney Test ... 60

B. Pembahasan ... 61

1. Pengaruh Asupan Protein dan Suplemen Terhadap Kadar Ureum ... 61

2. Perbedaan Kadar Ureum Berdasarkan Data Statistik ... 65

C. Kesulitan Penelitian ... 67

BAB V ... 68

KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN ... 74

Lampiran 1. Lembar Informasi Penelitian ... 74

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Responden ... 76

Lampiran 3. Daftar Riwayat Kesehatan ... 77

Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Kadar Ureum Penggiat Bodybuilding ... 79

Lampiran 5. Hasil Pemeriksaan Kadar Ureum Penggiat Senam Aerobik ... 80

Lampiran 6. Analisis Statistik ... 81

Lampiran 7. Dokumentasi ... 86


(14)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Keaslian Penelitian ... 8 Tabel 2. Kecepatan Filtrasi, Reabsorbsi, dan Ekskresi Berbagai Zat Oleh Ginjal. 31 Tabel 3. Penyebab Kenaikan Kadar Ureum ... 38 Tabel 4. Penyebab Penurunan Kadar Ureum ... 38 Tabel 5. Timeline Pengumpulan Data ... 53 Tabel 6. Deskriptif kadar ureum pada penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik ... 56 Tabel 7. Hasil uji normalitas data kadar ureum pada penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik ... 58 Tabel 8. Hasil uji normalitas menggunakan Shapiro Wilk ... 58 Tabel 9. Hasil transformasi data kadar ureum pada penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik ... 59 Tabel 10. Hasil Mann Whitney test penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik ... 60


(15)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Grafik Karbohidrat dan Protein per-gram Selama Latihan Ketahanan Aerobik ... 23 Gambar 2. Grafik kadar ureum penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik ... 57


(16)

xiv

DAFTAR SINGKATAN

BCAA : Branched Chain Amino Acid

ATP : Adenosin Trifosfat

p : Significancy

H0 : Hipotesis 0

s/d : sampai dengan

kgBB/hari : kilogram berat badan per hari gr/hari : gram per hari

mEq/hari : miliequivalent per hari

cc : mililiter

cm : centimeter


(17)

xv

ABSTRACT

Background: Sport is a way to reach a healthy body and fitness. Sport depends on muscle metabolism consist of aerobic sport, like gymnastic, and anaerobic sport, like bodybuilding. Fit lifestyle through bodybuilding or aerobic gymnastic will cause some substantion level alteration inside the body. That substantion alteration can be used as a mark of body metabolism alteration, mainly the function of metabolism organ, like liver and renal. Theoriticaly, protein has function to build muscle, so it is used as guidance for bodybuilding athletes. Ureum is a final product of protein metabolism and it should be excreted out of the body. This research is needed to know the ureum level of bodybuilding enthusiasts and aerobic gymnastic enthusiasts.

Purpose: To know the difference of ureum level between bodybuilding enthusiasts and aerobic gymastic enthusiasts.

Methods: This research is an analytic observational study with cross sectional design. This research is done by collected blood samples of bodybuilding enthusiasts at Adonis Fitness Center and aerobic gymnastic enthusiasts at Sanggar Senam Adinda Yogyakarta in the range of August month in 2016. Ureum levels are examined from the blood sample in Balai Laboratorium Yogyakarta. Total samples is 40 samples consisted of 20 bodybuilding enthusiasts and 20 aerobic gymnastic enthusiasts. Data is analyzed with Mann Whitney Test.

Results and Discussion: Average value of ureum level of bodybuilding enthusiasts is 27,63 and aerobic gymnastic enthusiasts is 22,49. So, it conclude that average value of ureum level of bodybulding enthusiasts is higher than aerobic gymnastic enthusiasts. There is no meaningful difference of ureum level between bodybuilding enthusiasts and aerobic gymnastics enthusiasts. It can be seen from the result of Mann Whitney Test which showed p > 0,05 (p = 0,051).

Conclusion: This research concluded that there is no difference of ureum level between bodybuilding enthusiasts and aeobic gymnastic enthusiasts.


(18)

xvi

INTISARI

Latar belakang: Olahraga merupakan salah satu cara untuk mencapai kesehatan dan kebugaran jasmani. Olahraga berdasarkan metabolisme otot terdiri dari olahraga aerob, seperti senam aerobik dan olahraga anaerob, seperti bodybuilding.

Pola hidup bugar dengan menjalani program bodybuilding atau senam aerobik akan mengakibatkan perubahan kadar substansi dalam tubuh. Perubahan substansi tersebut dapat menandakan adanya perubahan metabolisme tubuh terutama fungsi organ metabolisme, seperti hati dan ginjal. Menurut teori, protein berfungsi sebagai pembentuk otot sehingga dijadikan pedoman bagi atlet bodybuilding. Ureum merupakan produk akhir dari metabolisme protein dan harus dikeluarkan dari tubuh. Penelitian ini diperlukan untuk mengetahui kadar ureum penggiat

bodybuilding dan penggiat senam aerobik.

Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan kadar ureum pada penggiat bodybuilding

dengan penggiat senam aerobik.

Metode penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. Penelitian ini dilakukan pengambilan sampel darah pada penggiat bodybuilding di Adonis Fitness dan penggiat senam aerobik di Sanggar Senam Aerobik Adinda pada bulan Agustus 2016 di kota Yogyakarta. Semua sampel darah diperiksa kadar ureum di Balai Laboratorium Yogyakarta. Besar sampel total yang digunakan adalah sebanyak 40 sampel yang terdiri dari 20 sampel penggiat bodybuilding dan 20 sampel penggiat senam aerobik. Data selanjutnya dianalisis dengan Mann Whitney test.

Hasil Penelitian: Nilai rata-rata kadar ureum pada penggiat bodybuilding, yaitu 27,63 mg/dl dan nilai rata-rata kadar ureum pada penggiat senam aerobik, yaitu 22,49 mg/dl sehingga didapatkan nilai rata-rata kadar ureum pada penggiat

bodybuilding lebih tinggi daripada penggiat senam aerobik. Tidak ada perbedaan bermakna kadar ureum antara penggiat bodybuilding dengan penggiat senam aerobik. Hal ini dapat dilihat dari hasil p > 0,05 ( p = 0,051) dengan menggunakan

Mann Whitney test.

Kesimpulan: Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kadar ureum antara penggiat bodybuilding dengan penggiat senam aerobik.


(19)

(20)

xv

ABSTRACT

Background: Sport is a way to reach a healthy body and fitness. Sport depends on muscle metabolism consist of aerobic sport, like gymnastic, and anaerobic sport, like bodybuilding. Fit lifestyle through bodybuilding or aerobic gymnastic will cause some substantion level alteration inside the body. That substantion alteration can be used as a mark of body metabolism alteration, mainly the function of metabolism organ, like liver and renal. Theoriticaly, protein has function to build muscle, so it is used as guidance for bodybuilding athletes. Ureum is a final product of protein metabolism and it should be excreted out of the body. This research is needed to know the ureum level of bodybuilding enthusiasts and aerobic gymnastic enthusiasts.

Purpose: To know the difference of ureum level between bodybuilding enthusiasts and aerobic gymastic enthusiasts.

Methods: This research is an analytic observational study with cross sectional design. This research is done by collected blood samples of bodybuilding enthusiasts at Adonis Fitness Center and aerobic gymnastic enthusiasts at Sanggar Senam Adinda Yogyakarta in the range of August month in 2016. Ureum levels are examined from the blood sample in Balai Laboratorium Yogyakarta. Total samples is 40 samples consisted of 20 bodybuilding enthusiasts and 20 aerobic gymnastic enthusiasts. Data is analyzed with Mann Whitney Test.

Results and Discussion: Average value of ureum level of bodybuilding enthusiasts is 27,63 and aerobic gymnastic enthusiasts is 22,49. So, it conclude that average value of ureum level of bodybulding enthusiasts is higher than aerobic gymnastic enthusiasts. There is no meaningful difference of ureum level between bodybuilding enthusiasts and aerobic gymnastics enthusiasts. It can be seen from the result of Mann Whitney Test which showed p > 0,05 (p = 0,051).

Conclusion: This research concluded that there is no difference of ureum level between bodybuilding enthusiasts and aeobic gymnastic enthusiasts.


(21)

xvi

INTISARI

Latar belakang: Olahraga merupakan salah satu cara untuk mencapai kesehatan dan kebugaran jasmani. Olahraga berdasarkan metabolisme otot terdiri dari olahraga aerob, seperti senam aerobik dan olahraga anaerob, seperti bodybuilding.

Pola hidup bugar dengan menjalani program bodybuilding atau senam aerobik akan mengakibatkan perubahan kadar substansi dalam tubuh. Perubahan substansi tersebut dapat menandakan adanya perubahan metabolisme tubuh terutama fungsi organ metabolisme, seperti hati dan ginjal. Menurut teori, protein berfungsi sebagai pembentuk otot sehingga dijadikan pedoman bagi atlet bodybuilding. Ureum merupakan produk akhir dari metabolisme protein dan harus dikeluarkan dari tubuh. Penelitian ini diperlukan untuk mengetahui kadar ureum penggiat

bodybuilding dan penggiat senam aerobik.

Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan kadar ureum pada penggiat bodybuilding

dengan penggiat senam aerobik.

Metode penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. Penelitian ini dilakukan pengambilan sampel darah pada penggiat bodybuilding di Adonis Fitness dan penggiat senam aerobik di Sanggar Senam Aerobik Adinda pada bulan Agustus 2016 di kota Yogyakarta. Semua sampel darah diperiksa kadar ureum di Balai Laboratorium Yogyakarta. Besar sampel total yang digunakan adalah sebanyak 40 sampel yang terdiri dari 20 sampel penggiat bodybuilding dan 20 sampel penggiat senam aerobik. Data selanjutnya dianalisis dengan Mann Whitney test.

Hasil Penelitian: Nilai rata-rata kadar ureum pada penggiat bodybuilding, yaitu 27,63 mg/dl dan nilai rata-rata kadar ureum pada penggiat senam aerobik, yaitu 22,49 mg/dl sehingga didapatkan nilai rata-rata kadar ureum pada penggiat

bodybuilding lebih tinggi daripada penggiat senam aerobik. Tidak ada perbedaan bermakna kadar ureum antara penggiat bodybuilding dengan penggiat senam aerobik. Hal ini dapat dilihat dari hasil p > 0,05 ( p = 0,051) dengan menggunakan

Mann Whitney test.

Kesimpulan: Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kadar ureum antara penggiat bodybuilding dengan penggiat senam aerobik.


(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan yang berkualitas adalah tujuan semua insan manusia. Hal ini dapat dicapai salah satunya dengan menjaga tingkat kesehatan dan kebugaran tubuh. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencapai kesehatan dan kebugaran seseorang, salah satunya dengan melakukan olahraga. Olahraga dapat dibagi berdasarkan jenis metabolisme otot, mayoritas olahraga statis adalah olahraga anaerobik, sedangkan mayoritas olahraga dinamis adalah olahraga aerobik (Mitchell et al., 2005).

Olahraga aerobik adalah latihan yang menggunakan energi yang berasal dari pembakaran dengan oksigen. Contoh dari olahraga aerobik adalah senam (Sukmaningtyas & Pudjonarko, 2002). Senam aerobik banyak diminati oleh masyarakat sebagai alternatif kegiatan olahraga dengan tujuan untuk menurunkan berat badan, membentuk tubuh, menjaga kebugaran jasmani, meningkatkan kualitas hidup, dan sebagainya. Senam aerobik adalah sebuah aktifitas yang menyenangkan dan mudah dilakukan. Senam aerobik merupakan latihan yang menggabungkan berbagai macam gerak, berirama, teratur dan terarah, serta pembawaannya yang riang. Senam aerobik mempunyai susunan latihan yang seimbang antara latihan upper body dan lower body. Untuk dapat menguasai gerakan yang seimbang diperlukan adanya berbagai keterampilan yang mendukung, seperti kepekaan terhadap musik, kreatifitas gerak,


(23)

kemampuan menggabungkan gerakan secara dinamis, dan harmonis serta beberapa pendukung materi yang lain. Dengan demikian senam aerobik adalah latihan yang menggerakkan seluruh otot, terutama otot besar dengan gerakan yang terus – menerus (continous), berirama, maju, dan berkelanjutan. Gerakan dipilih yang mudah, menyenangkan, dan bervariasi sehingga memungkinkan seseorang untuk melakukan secara teratur dalam kurun waktu yang lama (Yonkuro, 2006).

Olahraga anaerobik adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang tidak memerlukan oksigen dalam pelaksanaannya (Udiyana, 2014). Latihan anaerobik bertujuan untuk melatih kemampuan anaerobik dengan melibatkan kontraksi otot yang berat dalam melakukan suatu kegiatan. Salah satu ciri dari latihan anaerobik ini adalah adanya beban latihan dengan intensitas yang tinggi, salah satunya adalah bodybuilding (Hermawan, 2012). Bentuk tubuh yang ideal atau atletis akan dapat diperoleh bagi setiap orang apabila orang tersebut mau melakukan latihan beban sesuai dengan program latihan yang tepat. Program latihan bodybuilding ini harus disusun sesuai dengan dosis latihan yang tepat agar tujuan yang diinginkan oleh seseorang dapat tercapai. Selain itu, hendaknya juga menerapkan prinsip-prinsip dasar latihan guna mencapai kinerja fisik yang maksimal bagi seseorang. Adapun prinsip-prinsip latihan tersebut meliputi: (1) individual, (2) adaptasi, (3) beban berlebih (overload), (4) beban bersifat progresif, (5) spesifikasi (kekhususan), (6) bervariasi, (7) pemanasan dan pendinginan (warm-up dan cooling down), (8)


(24)

periodisasi, (9) berkebalikan (reversible), (10) beban moderat (tidak berlebih), dan (11) latihan harus sistematik (Nasrulloh, 2012).

Prevalensi penggiat atlet bodybuilding dengan 1) karakteristik member

fitness mayoritas berusia 20-29 tahun (73,7%), masih aktif sebagai mahasiswa (56,7%), dan sebesar 6,7% sebagai ibu rumah tangga. 2) penggiat sudah memahami tentang definisi suplemen (86,6%), yang bersumber dari iklan, media cetak, media elektronik (63,3%) dalam bentuk amino, susu high protein, dan kreatin (66,6%). 3) mayoritas responden menggunakan tablet (70%), diperoleh dari membeli (96,7%), dikonsumsi 1-3 kali/hari (selalu) sebesar (83,3%) untuk menambah massa otot sebesar (59,9%). 4) sebagian besar responden (73,3%) stamina dan kesehatan tubuhnya meningkat setelah mengkonsumsi suplemen (Hidayah & Sugiarto, 2013).

Menurut teori, protein berfungsi sebagai pembentuk otot sehingga dijadikan pedoman bagi atlet bodybuilding. Hasil penilitian mutakhir membuktikan bahwa bukan ekstra protein yang membentuk dan memperkuat otot, melainkan latihan intensif dan asupan yang cukup (Husaini, 2000). Para ahli gizi olahraga juga pernah mengeluarkan suatu pernyataan sikap atas pemakaian suplemen bahwa atlet bodybuilding tidak perlu mengkonsumsi suplemen bila cukup zat gizi secara kualitas dan kuantitas (Joint Position Statement: nutrition and athletic Performance, 2011). Asupan protein yang berlebihan tidak dapat disimpan dalam tubuh. Penambahan dari suplementasi protein akan dibakar menjadi energi atau disimpan dalam bentuk lemak tubuh (Husaini, 2000).


(25)

Konsumsi protein yang berlebih dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Dampak yang dapat ditimbulkan, yaitu seseorang akan lebih sering buang air kecil karena protein didalam tubuh dicerna menjadi urea, suatu senyawa dalam bentuk sisa yang harus dibuang melalui urine. Terlalu banyak buang air kecil merupakan beban berat pada ginjal dan dapat meningkatkan resiko terjadinya dehidrasi (Whitney et al., 2006).

Ureum merupakan produk akhir dari metabolisme protein dan harus dikeluarkan dari tubuh. Peningkatan konsentrasi zat-zat tersebut kira-kira sebanding dengan jumlah penurunan nefron fungsional sehingga menjadi alat penting untuk menilai tingkat kegagalan ginjal. Tingginya kadar ureum dalam darah yang tidak dapat dikeluarkan dari dalam tubuh karena menurunnya fungsi ginjal dapat menjadi toksik bagi tubuh. Tingginya kadar ureum dalam darah merupakan akibat asupan protein yang tinggi karena ureum merupakan produk nitrogen terbesar yang dikeluarkan melalui ginjal yang berasal dari diit (Husaini, 2000).

Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan kadar ureum pada pre renal, yaitu hipovolemia, luka bakar, dehidrasi, gagal jantung kongestif, infark myokardakut, perdarahan saluran cerna, asupan protein berlebih, katabolisme protein berlebih, kelaparan, dan sepsis (Pagana KD, 2002).

Dari sudut Islam sendiri, olahraga akan bermanfaat jika dilakukan secara cukup, tidak kurang maupun lebih. Dalam melakukan hal yang mendukung olahraga, seperti asupan gizinya tidak diperbolehkan berlebihan sesuai dengan Al-Quran surat Al-A'raf ayat 31yang berbunyi :


(26)

نيفرْس ْلا بحي ا هنإ اوفرْست ا اوبرْشا اولك

Artinya : "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.".

Islam fokus terhadap kebaikan jasmani dan rohani dengan mendukung semua bentuk olahraga yang dapat menguatkan dan mempertahankan kesehatan, seperti berenang, memanah, berkuda, dan gulat. Suatu olahraga diperbolehkan oleh Islam jika mempunyai tujuan untuk relaksasi dan menjaga kesehatan dimana hal tersebut dapat berguna dalam melakukan perjuangan di jalan Allah SWT. Hal tersebut tercantum dalam Al- Quran yang berbunyi :

آ ْمك دع َا دع هب و ه ْرت لْيخْلا طابر ْنم وق ْنم ْمتْعطتْسا ام ْم ل ا دعأ ْم ن ُ ْنم نيرَ

َا لي س يف ءْيش ْنم اوقفْنت ام

و لْظت ا ْمتْنأ ْمكْيلإ فوي ْم لْعي َا م نو لْعت ا

Artinya : "Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berpegang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya.” (Al-Anfal:80).

Tetapi jika terdapat sesuatu hal yang haram, seperti membuat lalai beribadah, membuka aurat dan juga bercampur antara laki-laki dan perempuan maka olahraga tersebut dilarang oleh Islam. Bagi laki-laki bodybuilding juga


(27)

merupakan suatu olahraga yang dapat menguatkan dan menjaga kesehatan tubuh maka dari itu maka bodybuilding juga termasuk olahraga yang diperbolehkan oleh Islam. Mayoritas penggiat bodybuilding terlalu berlebihan dalam membentuk tubuh agar terlihat bagus, hal inilah yang tidak diperbolehkan (Islamqa.info, 2003).

Perubahan kecenderungan masyarakat terhadap pola hidup bugar dengan menjalani program bodybuilding atau senam aerobik tentu juga mengkibatkan perubahan kadar substansi dalam tubuh. Perubahan substansi tersebut dapat menandakan adanya perubahan metabolisme tubuh terutama fungsi organ metabolisme, seperti hati dan ginjal (Guyton and Hall, 2008). Hal inilah yang membuat peneliti tertarik ingin meneliti apakah ada perbedaan kadar substansi ureum dalam darah antara penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik untuk menilai perbandingan tingkat metabolisme ureum yang kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor selama objek melakukan

bodybuilding atau senam aerobik.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah : “Apakah

terdapat perbedaan kadar ureum antara penggiat bodybuilding dengan penggiat


(28)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

untuk mengetahui “Perbedaan kadar ureum pada penggiat bodybuilding

dengan penggiat senam aerobik”. 2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui rerata kadar ureum pada penggiat bodybuilding.

b. Untuk mengetahui rerata kadar ureum pada penggiat senam aerobik. c. Untuk mengetahui perbedaan rerata kadar ureum antara penggiat

bodybuilding dengan penggiat senam aerobik.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat bagi peneliti dan dunia pendidikan, bagi masyarakat umum penggiat olahraga serta bagi institusi tempat penelitian dilakukan. Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti dan Dunia Pendidikan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti lain untuk mengetahui perbedaan kadar ureum pada penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik.


(29)

2. Bagi Klinis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk klinis dalam menerapkan edukasi dalam pemilihan jenis olahraga yang baik. 3. Bagi Institusi Tempat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan pengetahuan mengenai pengaruh bodybuilding dan senam aerobik yang diberikan secara rutin terhadap kadar ureum.

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Keaslian penelitian

N O

Judul Penelitian & Penulis

Variabel Jenis Penelitian

Hasil Perbedaan Dengan Penelitian yang Akan Dilakukan

1. Hubungan Asupan Protein Dengan Kadar Ureum Dan Kreatinin Pada Bodybuilder

(Nabella, 2011)

-Variabel bebas : asupan protein -Variabel tergantung : kadar ureum dan kreatinin Desain penelitian cross sectional Asupan protein memiliki pengaruh terhadap kenaikan kadar ureum dan kreatinin pada

bodybuilder

Subjek penelitian pada penggiat

bodybuilding dan penggiat senam aerobik

2. Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi Dengan Asupan Gizi Pada Bodybuilder

(Putri, 2011)

-Variabel bebas : pengetahua n gizi -Variabel tergantung : asupan gizi

Desain penelitian

cross sectional

Tidak ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan asupan energi, suplemen, dan cairan pada

bodybuilder

baik sebelum maupun

Subjek penelitian pada penggiat

bodybuilding dan penggiat senam aerobik


(30)

sesudah dikontrol dengan pendapatan. 3. Hubungan Asupan

Gizi, Aktifitas Fisik Dengan Status Gizi Pada Peserta Senam Aerobik (Fitriah, 2007)

-Variabel bebas : asupan gizi dan aktifitas fisik -Variabel tergantung : status gizi

Desain penelitian Deskriptif Analitik dengan pendekatan Cross Sectional

Ada hubungan negatif antara asupan gizi dengan status gizi

Subjek penelitian pada penggiat

bodybuilding dan penggiat senam aerobik


(31)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Latihan Fisik

a. Definisi Latihan Fisik

Latihan fisik adalah aktivitas olahraga yang dilakukan secara sistematis dalam mempersiapkan olahragawan atau atlet pada tingkat tertinggi dalam penampilannya dan untuk menjaga kebugaran dan kesehatan tubuh. Intensitas latihan ditingkatkan secara progresif serta dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (repetitive) dalam jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan masing-masing individu dengan tujuan mencapai peningkatan kemampuan atau prestasi olahraga (Ariani, 2011). Sedangkan latihan beban (weight training) adalah olahraga yang menggunakan beban sebagai sarana untuk memberikan rangsang gerak pada tubuh yang bertujuan untuk melatih otot, meningatkan kekuatan otot, daya tahan otot, serta hipertrofi otot (Djoko, 2009).

b. Tujuan Latihan Fisik

Tujuan latihan fisik adalah memperbaiki kemampuan skill atau penampilan (performance) individu sesuai dengan kebutuhan olahraga yang digeluti, serta bertujuan untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan menjaga kesehatan. Latihan yang dilakukan berulang-ulang dapat meningkatkan skill, keterampilan (kemampuan teknik),


(32)

dan penampilan individu sesuai dengan kebutuhan dalam olahraga yang digeluti sehingga akan muncul penampilan yang maksimal. Selain itu, juga dapat meningkatkan kekuatan daya tahan otot dan sistem kardiorespirasi (Ariani, 2011).

c. Prinsip Latihan

Prinsip latihan sesungguhnya adalah memberikan tekanan atau stres fisik secara teratur, sistematis, berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan kemampuan individu (Ariani, 2011). Spesifisitas atau kekhususan adalah prinsip yang penting dalam latihan fisik, dimana latihan yang dilakukan harus sesuai atau spesifik terhadap tipe kekuatan yang diinginkan sehingga berhubungan dengan hasil yang diinginkan (Mackenzie, 2000).

Otot hanya akan menguat jika tekanan yang dilakukan melebihi intensitas yang biasa dilakukan. Beban yang diberikan harus meningkat secara bertahap dalam rangka meningkatkan respon adaptasi dalam latihan dan menaikkan secara bertahap rangsangan dalam latihan (Mackenzie, 2000). Istirahat diperlukan dalam rangka memulihkan tubuh dari kelelahan paska latihan dan memberikan kesempatan bagi tubuh untuk melakukan adaptasi. Adaptasi yang dimaksud, yaitu reaksi yang timbul dari tubuh setelah pembebanan dari latihan fisik yang diterima sehingga kemampuannya untuk menerima beban yang diberikan bertambah (Mackenzie, 2000).


(33)

Efek yang paling terlihat dari latihan beban berat pada serabut otot adalah efek pembesaran dan penguatan sehingga otot menjadi hipertrofi. Tingkat adaptasi akan bergantung pada volume, intensitas, dan frekuensi dari sesi latihan. Dalam penelitian terbaru dilaporkan bahwa latihan sprint selama 6 minggu dengan volume rendah, intensitas tinggi menghasilkan perubahan adaptasi bagian tubuh tertentu dan otot rangka yang hampir sama dengan latihan ketahanan tradisional dengan volume tinggi dan intensitas rendah dalam periode intervensi yang sama. Sedangkan penelitian lain mengatakan bahwa waktu adaptasi dari latihan sprint intensitas tinggi akan lebih cepat terjadi dibandingkan dengan latihan ketahanan intensitas rendah, namun setelah waktu yang lama, dua regimen latihan ini akan menghasilkan adaptasi yang hampir sama (Mackenzie, 2000).

Untuk memberikan tekanan atau stres fisik yang tepat pada individu perlu disusun suatu program yang akan mengembangkan sistem energi yang lebih dominan atau utama untuk melakukan aktivitas tertentu (Ariani, 2011).

d. Energi Latihan

Sumber energi untuk kontraksi otot adalah komponen fosfat energi tinggi yaitu adenosin trifosfat (ATP). Meskipun ATP bukan satu-satunya molekul pembawa energi, namun molekul ini merupakan yang terpenting dan tanpa jumlah ATP yang adekuat, sebagian besar sel akan mati dengan cepat (Powers, 2001).


(34)

Sel-sel otot menyimpan ATP dalam jumlah yang terbatas, namun karena latihan otot membutuhkan ketersediaan ATP secara konstan untuk memproduksi energi yang dibutuhkan untuk kontraksi maka berbagai jalur metabolik harus tersedia di dalam sel dengan kemampuan untuk dapat memproduksi ATP secara cepat. Sel-sel otot dapat memproduksi ATP dengan salah satu atau kombinasi dari ketiga jalur metabolik yang tersedia, yaitu: (1) pembentukan ATP dari pemecahan phosphocreatine (PC), (2) pembentukan ATP melalui degradasi dari glukosa atau glikogen atau bisa disebut sebagai proses glikolisis, dan (3) pembentukan oksidatif dari ATP (Powers, 2001). Pembentukan ATP melalui jalur PC dan glikolisis tidak melibatkan penggunaan oksigen sehingga kedua jalur ini disebut jalur anaerobik (tanpa oksigen). Sedangkan pembentukan oksidatif dari ATP dengan penggunaan oksigen disebut sebagai metabolisme aerobik (Powers, 2001).

2. Latihan Anaerobik (bodybuilding) a. Definisi Latihan Anaerobik

Latihan anaerobik merupakan kemampuan tubuh untuk bertahan dengan kebutuhan oksigen yang kurang terpenuhi oleh tubuh (Udiyana, 2014). Latihan anaerobik bertujuan untuk melatih kemampuan anaerobik dengan melibatkan kontraksi otot yang berat dalam melakukan suatu kegiatan. Salah satu ciri dari latihan anaerobik


(35)

ini adalah adanya beban latihan dengan intensitas yang tinggi, salah satunya adalah bodybuilding. Dalam melakukan latihan anaerobik dan aerobik yang perlu diperhatikan adalah pelaksanaan latihan dan takaran latihan. Pada latihan yang cepat dan singkat, latihan anaerobik lebih penting daripada latihan aerobik. Prosedur latihan harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar latihan, meliputi: pemanasan, latihan inti, dan latihan penutup atau pendinginan. Sedangkan takaran latihan harus memperhatikan intensitas, durasi, dan frekuensi latihan (Hermawan, 2012).

b. Volume Latihan

Volume latihan merupakan jangka waktu yang dipakai selama sesi latihan yang termasuk dalam volume latihan adalah waktu atau jangka waktu yang dipakai dalam latihan, jumlah beban yang dapat diterima, dan jumlah pengulangan variasi latihan yang dilakukan dalam waktu tertentu. Volume latihan terdiri atas lama waktu latihan (dalam detik, menit, jam, minggu, bulan atau tahun), jumlah beban dalam satuan waktu, jumlah repetisi atau set dalam satuan waktu (Ariani, 2011).

c. Intensitas Latihan

Intensitas latihan merupakan dosis latihan yang harus dilakukan seseorang menurut program yang telah ditentukan. Tingkatan intensitas beban latihan yang dianjurkan untuk tahanan


(36)

beban 40-80% kemampuan maksimal, dengan kontraksi dan repetisi yang cepat (Ariani, 2011).

d. Frekuensi Latihan

Frekuensi latihan merupakan jumlah latihan yang dilakukan dalam periode waktu tertentu. Menetapkan frekuensi latihan akan bergantung pada jenis olahraga yang dikembangkan. Peningkatan kekuatan otot (bodybuilding) dengan frekuensi latihan baik bila dilakukan sebanyak 2-3 kali seminggu (Ariani, 2011).

e. Densitas Latihan atau Interval Istirahat

Densitas latihan berhubungan dengan waktu latihan dan waktu pemulihan latihan. Padat atau tidaknya densitas ini sangat bergantung oleh lamanya pemulihan yang diberikan. Semakin pendek waktu pemulihan maka densitas latihan semakin tinggi, sebaliknya semakin lama waktu pemulihan maka densitas latihan semakin rendah (Ariani, 2011). Densitas latihan antara waktu latihan dan waktu istirahat yang optimal untuk membangun komponen biomotorik dan daya tahan otot berkisar antara 1:0,5 atau 1:1, sedangkan untuk rangsangan yang intensif, perbandingannya antara 1:3 hingga 1:6. Latihan untuk kekuatan otot (bodybuilding), waktu istirahat yang diperlukan berkisar antara 2-5 menit, bukan 0,5-1 menit, sebab untuk meningkatkan kekuatan otot waktu istirahat akan bergantung pada berat ringannya beban, jumlah repetisi, banyak variasi dan kecepatan dalam melakukan latihan (Ariani, 2011).


(37)

f. Perubahan Akibat Latihan

Latihan fisik yang teratur, sistematik, dan berkesinambungan akan meningkatkan kemampuan fisik seorang individu secara nyata. Sedangkan kemampuan fisik seseorang akan menurun bila latihan tidak dikerjakan secara teratur (Ariani, 2011). Selain itu, latihan olahraga yang dilakukan secara teratur dan kontinyu dengan intensitas yang cukup lama dan dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan perubahan fisiologi serta dapat memperbaiki penampilan fisik (Hermawan, 2012). Rangsangan latihan yang optimal untuk membangun kekuatan otot dan daya ledak otot adalah latihan dengan intensitas tinggi dan repetisi yang cepat. Proses terjadinya kontraksi pada otot dikarenakan adanya rangsangan menyebabkan aktifnya filamen aktin dan filamen miosin. Semakin cepat rangsangan yang diterima dan semakin cepat reaksi yang diberikan oleh kedua filamen tersebut maka kontraksi otot menjadi lebih cepat sehingga kekuatan dan daya ledak otot yang dihasilkan menjadi lebih besar (Umasugi, 2012). Efek yang terjadi dengan latihan secara bertahap adalah terjadinya peningkatan presentasi massa otot sehingga otot mengalami hipertrofi, bertambah sebanyak 30-60% (Guyton & Hall, 2008). Hipertrofi disebabkan oleh perubahan otot rangka, peningkatan jumlah filamen aktin dan miosin dalam setiap serabut otot sehingga menyebabkan pembesaran masing-masing otot (Umasugi, 2012). Peningkatan jumlah dan ukuran mitokondria pada sel-sel otot


(38)

sehingga secara fisiologis akan merangsang perbaikan pengambilan oksigen (Umasugi, 2012).

g. Asupan Gizi Penggiat bodybuilding

Makanan untuk seorang penggiat bodybuilding harus mengandung zat gizi sesuai dengan kebutuhan tubuh. Makanan harus mengandung zat gizi penghasil energi dalam jumlah yang telah ditentukan (Putri, 2011). Asupan gizi pada penggiat bodybuilding, antara lain makanan yang mengandung sumber protein tinggi untuk meningkatkan massa otot, tidak hanya protein yang dibutuhkan, tetapi juga karbohidrat dalam jumlah cukup untuk cadangan energi didalam otot (Husaini, 2000). Contoh makanan sumber protein yang dikonsumsi pada penggiat bodybuilding adalah dada ayam 1-2 kg/hari, putih telur ayam 1 kg/hari, dan daging sapi tanpa lemak ½-1 kg/hari. Penambahan suplemen tidak diperlukan karena tingkat asupan protein yang berasal dari makanan sudah diatas cukup, tetapi dalam praktiknya konsumsi suplemen dianggap wajib bagi penggiat

bodybuilding. Suplemen yang dikonsumsi yaitu whey protein, whey gainer, amino, BCAA (Branched-Chain Amino Acid), fat burner, dan

creatine. Tidak semua suplemen mengandung energi atau protein yang termasuk sumber energi dan protein adalah whey protein, whey gainer, dan amino. Whey protein dan amino merupakan suplemen paling banyak dikonsumsi (Putri, 2011).


(39)

h. Fungsi Asupan Tinggi Protein pada Bodybuilding

Protein berfungsi sebagai pembentuk otot sehingga dijadikan pedoman bagi penggiat bodybuilding (Husaini, 2000). Para ahli gizi olahraga menilai bahwa penggiat bodybuilding tidak perlu mengkonsumsi suplemen bila memiliki cukup zat gizi secara kualitas dan kuantitas (American college of sport medicine, 2009). Asupan protein yang berlebih tidak dapat disimpan dalam tubuh, penambahan protein dari suplemen akan dibakar menjadi energi atau disimpan sebagai lemak tubuh. Asupan protein yang lebih, berdampak buruk bagi tubuh. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa individu akan lebih sering buang air kecil karena protein di dalam tubuh dicerna menjadi urea (zat sisa yang harus dibuang melalui urin) dan akan membuat kerja ginjal lebih berat (Whitney, 2006).

3. Latihan Aerobik (Senam Aerobik) a. Definisi Senam Aerobik

Senam aerobik adalah serangkaian gerak yang dipilih secara sengaja dengan cara mengikuti irama musik yang dipilih sehingga melahirkan ketentuan ritmis, continue dan durasi tertentu (Dinata, 2007).

b. Klasifikasi Senam Aerobik

Menurut Lynne Brick (2001), secara garis besar latihan aerobik dibagi menjadi 3, yaitu:


(40)

1) Senam aerobik low impact (benturan ringan), yaitu latihan senam aerobik yang dilakukan dengan benturan ringan. Contoh gerakannya adalah cha-cha, grapevine, dan mambo.

2) Senam aerobik mix impact adalah gerakan gabungan dari high impact dan low impact. Contoh gerakannya adalah twist, menekan, dan sentakan.

3) Senam aerobik high impact, yaitu latihan senam aerobik yang dilaksanakan dimana kedua kaki pada saat tertentu tidak menyentuh lantai. Contoh gerakannya adalah melompat terus-menerus, dan lompat sergap.

Latihan aerobik dapat memberikan hasil yang diinginkan apabila didasarkan pada resep FITT yaitu frekuensi, intensitas, time, dan tipe (model).

c. Frekuensi, intensitas, time, dan tipe (FITT)

Frekuensi adalah jumlah latihan perminggu, intensitas adalah seberapa berat badan bekerja atau latihan dilakukan, time (durasi) adalah lama setiap kali latihan, dan tipe (model) aerobik yang dipilih dan disesuaikan dengan fasilitas dan kesenangan (Giam & Teh, 1993). d. Tahapan Senam Aerobik

Menurut Karen S. Mazzeo, M. Ed. (2007) dalam bukunya yang berjudul Fitness! Fifth Edition tahapan senam aerobik, terdiri dari:


(41)

1) Pemanasan, dilakukan kurang lebih selama 15 menit, pada sesi ini mencakup latihan-latihan:

a) solation, pada tahap latihan ini biasanya posisi kita tidak berpindah kemana-mana, misalnya posisi half squat (kaki dibuka selebar satu setengah bahu lutut agak ditekuk) gerakan yang dilakukan hanya terbatas pada persendian dan otot lokal saja. Pada sesi ini latihan bertujuan untuk menaikkan suhu, dengan menyiapkan otot-otot lokal dan persendian untuk mampu melakukan latihan berikutnya.

b) Full body movement, menggerakkan keseluruhan bagian otot tubuh gerakan bounching menekuk dan meluruskan tungkai dengan kombinasi gerakan yang bertujuan untuk melatih semua otot dan persendian.

c) Stretching, usahakan agar tetap menjaga gerakan yang ditampilkan baik secara teknik, tujuan, dan intensitas karena pada tahap ini peregangan yang dilakukan adalah peregangan dinamis (dynamic stretch).Secara umum ada beberapa bagian tubuh yang harus diregangkan yaitu : paha depan, paha belakang, betis, pantat, dan punggung.

2) Latihan Inti I (cardiorespiratory), latihan ini ditujukan untuk membakar lemak, melatih pernafasan serta daya tahan otot tubuh, dilakukan selama 20 menit, terdiri dari latihan:


(42)

a) Pre aerobik (low impact), latihan ini untuk mengantarkan kita ke dalam tujuan kelas senam aerobik yang kita targetkan. b) Peak aerobik, pada sesi inilah target yang kita capai harus dipertahankan untuk beberapa saat, misalnya tujuan yang hendak dicapai adalah latihan untuk melatih sistem peredaran darah dan pernafasan lewat kelas mix impact.

c) Post aerobik (low impact), pemilihan gerakan yang paling tidak menguras konsentrasi, kita menggunakan gerakan-gerakan yang ada pada sesi pre aerobik, kita harus mengatur intensitas, dan menurunkan intensitas secara perlahan. 3) Latihan Inti II (challestenic), dilakukan 15 menit, terdiri dari

latihan:

a) Pengencangan b) Penguatan (strength) c) Kelenturan (flexibility)

4) Pendinginan (cooling down), dilakukan selama 10 menit, terdiri dari latihan:

a) Dynamic stretching b) Static stretching

e. Pengaruh Latihan Aerobik

Pengaruh latihan aerobik dapat berupa pengaruh seketika yang disebut respon dan pengaruh jangka panjang akibat latihan yang disebut dengan adaptasi. Respon adalah bertambahnya frekuensi


(43)

denyut jantung, peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan tekanan darah dan peningkatan suhu badan. Contoh dari adaptasi, antara lain berupa perubahan komposisi badan karena jumah lemak total turun, peningkatan massa otot, dan bertambahnya massa tulang (Soekarno et al., 1996).

f. Metabolisme Aerobik

Metabolisme aerobik menurut Anwari (2007) proses metabolisme energi secara aerobik merupakan proses metabolisme yang membutuhkan oksigen (O2 ) agar prosesnya dapat berjalan dengan sempurna untuk menghasilkan ATP. Pada saat berolahraga, kedua simpanan energi tubuh yaitu simpanan karbohidrat (glukosa darah, glikogen otot dan hati), serta simpanan lemak dalam bentuk trigeliserida akan memberikan kontribusi terhadap laju produksi energi secara aerobik di dalam tubuh. Namun, bergantung terhadap intensitas olahraga yang dilakukan, kedua simpanan energi ini dapat memberikan jumlah kontribusi yang berbeda.

g. Asupan Protein pada Penggiat Senam Aerobik

Olahraga yang intensitas rendah memiliki dampak yang kecil terhadap kebutuhan protein (1 gram/kg/hari). Namun, sebagian besar orang yang melakukan olahraga intensitas sedang sampai tinggi, seperti aerobik dan bodybuilding. Membutuhkan asupan protein yang lebih tinggi. Kebutuhan energi saat olahraga meningkat 10 kali lipat dibandingkan saat istirahat. Penelitian menunjukkan bahwa latihan


(44)

ketahanan dan kekuatan meningkatkan sintesis protein otot rangka (1,2-1,4/ kgBB/hari) (Fielding RA. et al., 2002).

Gambar 1. Grafik karbohidrat dan protein per-gram selama latihan ketahanan aerobik (4 kalori = 1 gram)

Menurut William Misner, Ph D (2006) olahraga membutuhkan energy lebih dibandingkan saat istirahat sehingga otot melepaskan sebagian besar asam amino non-essensial, glutamin, dan alanine. Proses pembakaran protein disebut glukoneogenesis. Jika glukosa darah dari karbohidrat sudah habis maka kebutuhan energi diambil dari cadangan glikogen di hepar dan otot. Penelitian menunjukan bahwa oksidasi leusin meningkat sampai 240%. Konsumsi branched chain amino acid yang rendah dapat menurunkan massa otot.

Branched chain amino acid terdapat di 1/3 semua simpanan asam amino. Kebutuhan protein setelah olahraga adalah untuk untuk meningkatkan branched chain amino acid dari sirkulasi, untuk sintesis protein otot, dan mengganti asam amino otot yang telah digunakan.


(45)

4. Protein

a. Metabolisme Protein

Protein merupakan salah satu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh karena berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat pembangun, dan pengatur. Protein adalah sumber asam amino yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Departemen FKM UI, 2008). Protein merupakan zat gizi penghasil energi juga berfungsi untuk mengganti jaringan dan sel tubuh yang rusak (Soekirman, 2000).

Protein dapat digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Winarno, 1997). Kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada asupan dan transportasi zat-zat gizi. Asupan protein yang lebih maka protein akan mengalami deaminase, kemudian nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh. Oleh karena itu, konsumsi protein secara berlebihan dapat menyebabkan kegemukan (Almatsier, 2004).

Sumber-sumber protein diperoleh dari bahan makanan berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan (Sediaoetama, 1996). Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutunya, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang (Almatsier, 2004).


(46)

Protein dibuat dari banyak sekali asam amino yang dirangkai menjadi rantai-rantai oleh ikatan peptida yang menghubungkan gugus asam amino pada satu asam amino dengan gugus karboksil pada asam amino berikutnya. Di samping itu, beberapa protein mengandung karbohidrat (glikoprotein) dan lipid (lipoprotein). Rantai-rantai asam amino yang lebih kecil disebut peptida atau polipeptida. Rantai yang mengandung dua sampai sepuluh residu asam amino disebut peptida, rantai yang mengandung lebih dari sepuluh, tetapi lebih kecil dari 100 residu asam amino disebut polipeptida, dan rantai yang mengandung 100 atau lebih residu asam amino disebut protein (Ganong, 2008).

1) Pencernaan dan penyerapan protein

Pencernaan protein dimulai di dalam lambung, disitu pepsin menguraikan beberapa ikatan peptida. Pepsin disekresi dalam bentuk precursor inaktif (proenzim) dan diaktifkan dalam saluran cerna. Prekursor pepsin dinamakan pepsinogen dan diaktifkan oleh asam hidroklorida lambung. Mukosa lambung manusia mengandung sejumlah pepsinogen yang saling berhubungan yang dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pepsinogen I dan pepsinogen II. Pepsinogen I hanya ditemukan didaerah yang menyekresi asam, sedangkan pepsinogen II ditemukan di daerah pylorus. Pepsin menghidrolisis ikatan-ikatan asam amino aromatik, seperti fenilalanin atau tirosin dan asam amino kedua


(47)

sehingga hasil pencernaan peptik adalah berbagai polipeptida dengan ukuran yang berbeda (Ganong, 2008).

Oleh karena pH optimum untuk pepsin adalah 1,6-3,2, kerjanya terhenti bila isi lambung bercampur dengan getah pankreas yang bersifat alkali di duodenum dan jejenum, pH usus halus dibagian superior duodenum adalah 2,0-4,0, tetapi dibagian lain kira-kira 6,5. Di usus halus, polipeptida yang terbentuk melalui pencernaan di lambung dicerna lebih lanjut oleh enzim-enzim proteolitik kuat yang berasal dari pankreas dan mukosa usus halus. Tripsin, kemotripsin, dan elastase bekerja pada ikatan peptida inferior pada molekul-molekul peptide yang disebut endopeptidase. Karboksipeptidase pankreas merupakan eksopeptidase yang menghidrolisis asam amino pada ujung karboksi dan amino polipeptida (Ganong, 2008).

Beberapa asam amino bebas dilepaskan di dalam lumen usus halus, tetapi yang lain dilepaskan dipermukaan sel oleh aminopeptidase, karboksipeptidase, endopeptidase, dan dipeptidase oleh brush border sel-sel mukosa. Beberapa dipeptidase dan tripeptidase ditransport secara aktif ke dalam sel-sel usus halus. Jadi, pencernaan akhir asam amino terjadi di tiga tempat: lumen usus halus, brush border, dan sitoplasma sel-sel mukosa (Ganong, 2008).


(48)

Penyerapan asam-asam amino di duodenum dan jejunum beralangsung cepat tetapi didalam ileum lambat. Hampir 50% protein yang dicerna berasal dari makanan yang dimakan, 25% berasal dari protein getah pencernaan, dan 25% dari deskuamasi sel-sel mukosa. Hanya 2-5% protein dalam usus halus lolos dari pencernaan dan penyerapan. Sebagian protein yang dimakan masuk kemudian dicerna oleh kuman (Ganong, 2008).

Konsentrasi normal asam amino di dalam darah bernilai antara 35-65 mg/dl. Konsentrasi ini adalah nilai rata-rata dari sekitar 2 mg untuk setiap 20 asam amino. Karena asam amino adalah asam yang relatif kuat, asam amino terdapat dalam darah terutama dalam bentuk terionisasi, akibat pemindahan satu atom hydrogen dari radikal NH2. Konsentrasi beberapa asam amino diatur oleh

sistesis yang selektif di berbagai sel (Guyton & Hall, 2008). Hasil pencernaan protein dan absorpsi protein hampir seluruhnya berupa asam amino. Dengan segera setelah makan, konsentrasi asam amino dalam darah akan meningkat, peningkatan yang terjadi hanya sekitar beberapa milligram perdesiliter. Pencernaan dan absorpsi protein berlangsung lebih dari 2 jam. Setelah memasuki darah, kelebihan asam amino diabsorpsi dalam waktu 5-10 menit oleh sel diseluruh tubuh, terutama di hati (Guyton & Hall, 2008).


(49)

Hati merupakan organ yang memiliki banyak fungsi dengan laju metabolisme yang tinggi, saling memberikan subtrat energi dari satu system metabolisme ke system yang lain. Hati juga berperan dalam mengolah, mensintesis, dan memetabolisme berbagai zat, salah satu zat yang dimetabolisme adalah protein. Fungsi hati sebagai metabolisme protein diantaranya adalah deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan ammonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma, dan sintesis senyawa lain dari asam amino. Deaminasi asam amino dibutuhkan sebelum asam amino dapat dipergunakan untuk energi. Pembentukan ureum oleh hati diperlukan untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, amonia sebagian besar dibentuk dari proses deaminasi, oleh karena itu, bila hati tidak bisa membentuk ureum, konsentrasi amonia plasma meningkat dan akan menimbulkan kerusakan pada hati. Sel hati menghasilkan kira-kira 90% dari semua protein plasma, kecuali gamma globulin. Gamma globulin adalah antibodi yang dibentuk terutama oleh sel plasma dalam jaringan limfe tubuh. Diantara fungsi hati yang paling penting adalah kemampuan hati untuk membentuk asam amino tertentu, misalnya asam amino non esensial (Guyton & Hall, 2008).


(50)

Protein yang terisimpan di tubuh akan dipecah dan digunakan untuk energi atau disimpan terutama sebagai lemak atau sebagai glikogen. Pemecahan ini hampir seluruhnya terjadi di hati, dimulai dari proses deaminasi. Deaminasi adalah pengeluaran gugus amino dari asam amino, melalui proses transaminase. Transaminasi adalah proses katabolisme asam amino yang melibatkan pemindahan gugus amino dari satu asam amino ke asam amino lainnya. Setelah asam amino dideaminasi akan menghasilkan asam keto yang akan dioksidasi untuk melepaskan energy yang berguna untuk keperluan metabolisme (Guyton & Hall, 2008).

4) Pengaturan hormonal dalam metabolisme protein

Ada beberapa hormon yang juga ikut berperan dalam metabolisme protein diantaranya yaitu hormon pertumbuhan yang akan menyebabkan penambahan protein jaringan, insulin diperlukan untuk sintesis protein, glukokortikoid meningkatkan pemecahan sebagian besar protein jaringan, testosteron menambah deposit protein di jaringan, dan tiroksin yang berguna untuk meningkatkan kecepatan metabolisme seluruh sel (Guyton & Hall, 2008).

b. Reabsorpsi dan Sekresi Protein oleh Tubulus Ginjal

Sewaktu filtrat glomerulus memasuki tubulus ginjal, filtrat ini melalui bagian-bagian tubulus dimulai dari tubulus proksimalis, ansa


(51)

Henle, tubulus distalis, tubulus koligentes, dan akhirnya duktus koligentes sebelum diekskresikan sebagai urin. Di sepanjang jalan yang dilaluinya, beberapa zat direabsorpsi kembali secara selektif dari tubulus dan kembali ke dalam darah, sedangkan yang lain disekresikan dari darah ke dalam lumen tubulus. Pada akhirnya, urin yang terbentuk dan semua zat di dalam urin akan menggambarkan penjumlahan dari tiga proses dasar ginjal, yaitu filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus. Ekskresi urin didefinisikan sebagai filtrasi glomerulus yang dikurangi reabsorpsi tubulus, kemudian ditambahkan dengan sekresi tubulus. Untuk kebanyakan zat, dalam menentukan kecepatan akhir sekresi urin, reabsorpsi memegang peranan lebih penting daripada sekresi. Namun ion-ion kalium, ion-ion hidrogen, dan sebagian kecil zat-zat lain yang dijumpai dalam urin cukup banyak disekresikan (Guyton & Hall, 2008).

Beberapa zat, seperti glukosa dan asam-asam amino, direabsorpsi hampir sempurna dari tubulus sehingga nilai ekskresi dalam urin adalah nol. Beberapa produk buangan, seperti ureum dan kreatinin, sebaliknya, sulit direabsorpsi dari tubulus dan diekskresi dalam jumlah besar. Oleh karena itu, dengan mengontrol besarnya reabsorpsi berbagai zat, ginjal mengatur ekskresi zat terlarut secara terpisah satu sama lain, yaitu suatu kemampuan yang penting untuk pengaturan komposisi cairan tubuh yang tepat (Guyton & Hall, 2008).


(52)

Tabel 2. Kecepatan Filtrasi, Reabsorpsi, dan Ekskresi Berbagai Zat Oleh Ginjal

Jumlah yang Difiltrasi

Jumlah yang Direabsorpsi

Jumlah yang Diekskresi

% Beban

Filtrasi yang Direabsorpsi Glukosa

(gr/hari)

180 180 0 100

Bikarbonat (mEq/hari)

4.320 4.318 2 >99,9

Natrium (mEq/hari)

25.560 25.410 150 99,4

Klorida (mEq/hari)

19.440 19.260 180 99,1

Ureum (gr/hari)

46,8 23,4 23,41 50

Kreatinin (gr/hari)

1,8 0 1,8 0

Reabsorpsi tubulus termasuk mekanisme pasif dan aktif. Bila suatu zat akan direabsorpsi, pertama zat tersebut harus ditransport melintasi membran epitel tubulus ke dalam cairan interstisial ginjal dan kemudian melalui membran kapiler peritubulus kembali ke dalam darah. Transport aktif dapat mendorong suatu zat terlarut melawan gradien elektrokimia dan membutuhkan energi yang berasal dari metabolisme. Transport yang berhubungan langsung dengan suatu sumber energi, seperti hidrolisis adenosin trifosfat (ATP) disebut sebagai transport aktif primer. Sedangkan transport yang tidak berhubungan secara langsung dengan suatu sumber energi, seperti yang diakibatkan oleh gradien ion disebut sebagai transport aktif sekunder (Guyton & Hall, 2008).

Reabsorpsi glukosa dan protein oleh tubulus ginjal adalah suatu contoh dari transport aktif sekunder. Pada tubulus proksimal


(53)

terjadi suatu mekanisme transport aktif sekunder dari glukosa dan asam-asam amino. Pada kedua zat ini, protein pengangkut khusus di dalam brush border bergabung dengan ion natrium dan satu molekul asam amino atau glukosa pada waktu bersamaan. Mekanisme-mekanisme transport ini begitu efisien sehingga mereka betul-betul mengangkut semua glukosa dan asam amino dari lumen tubulus. Setelah masuk ke dalam sel, glukosa dan asam-asam amino keluar melalui membran basolateral dengan cara difusi pasif, didorong oleh konsentrasi yang tinggi dari glukosa dan asam-asam amino dalam sel (Guyton & Hall, 2008).

Selain melalui transport sekunder, protein juga direabsorpsi melalui mekanisme transport primer dengan mekanisme pinositosis. Beberapa bagian dari tubulus, terutama tubulus proksimal, mereabsorpsi molekul-molekul besar, seperti protein dengan cara pinositosis. Dalam proses ini, protein melekat ke brush border membran luminal, dan kemudian bagian membran ini berinvaginasi ke bagian dalam sel sampai protein mencekung dengan sempurna dan terbentukah suatu vesikel yang mengandung protein tersebut. Segera setelah berada di dalam sel, protein itu dicerna menjadi asam amino-asam amino penyusunnya yang direabsorpsi melewati membran basolateral ke dalam cairan interstisial. Karena pinositosis membutuhkan energi maka diduga merupakan suatu bentuk transport aktif (Guyton & Hall, 2008).


(54)

Ureum direabsorpsi secara pasif dari tubulus tetapi jauh lebih sedikit daripada ion klorida. Ketika air direabsorpsi dari tubulus (melalui osmosis bersama dengan reabsorpsi natrium), konsentrasi ureum dalam lumen tubulus meningkat. Hal ini menimbulkan gradien konsentrasi yang menyebabkan reabsorpsi urea. Akan tetapi, ureum tidak dapat memasuki tubulus sebanyak air. Oleh karena itu, kira-kira satu setengah ureum yang yang difiltrasi melalui kapiler-kapiler glomerulus akan direabsorpsi secara pasif dari tubulus. Ureum yang masih tertinggal akan masuk ke dalam urin, menyebabkan ginjal mengekskresikan sejumlah besar produk buangan metabolisme ini. Produk buangan metabolisme lainnya, yaitu kreatinin, adalah molekul yang bahkan lebih besar dari ureum dan pada dasarnya tidak permeabel terhadap membran tubulus. Oleh karena itu, kreatinin yang telah difiltrasi hampir tidak ada yang direabsorpsi sehingga sebenarnya semua kreatinin yang difiltrasi oleh glomerulus akan diekskresikan ke dalam urin (Guyton & Hall, 2008).

Reabsorpsi pada tubulus proksimal mempunyai kapasitas yang besar untuk reabsorpsi aktif dan pasif. Sel-sel epitel tubulus proksimal bersifat sangat metabolik dan mempunyai sejumlah besar mitokondria untuk mendukung proses transpor aktif yang kuat. Di samping itu, sel-sel tubulus proksimal mempunyai banyak sekali brush border pada sisi lumen (apikal) membran, juga labirin interselular dan saluran basal yang luas, semuanya ini bersama-sama menghasilkan area


(55)

permukaan membran yang luas pada sisi lumen dan sisi basolateral dari epitelium untuk mentranspor ion-ion natrium dan zat-zat lain yang cepat. Permukaan membran epitelial brush border yang luas juga dimuati dengan molekul-molekul protein pembawa yang mentranspor sebagian besar ion natrium melewati membran lumen yang bertalian dengan mekanisme ko-transpor dengan berbagai nutrien protein, seperti asam amino dan glukosa (Guyton & Hall, 2008).

Setelah melewati tubulus proksimal, kemudian zat terlarut melewati ansa henle. Ansa henle terdiri dari tiga segmen fungsional yang berbeda, yaitu segmen tipis desenden, segmen tipis asenden, dan segmen tebal asenden. Segmen tipis asenden dan segmen tipis desenden, sesuai dengan namanya mempunyai membran epitel yang tipis tanpa brush border, sedikit mitokondria, dan tingkat aktifitas metabolik yang rendah. Bagian desenden segmen tipis sangat permeabel terhadap air dan sedikit permeabel terhadap kebanyakan zat terlarut, termasuk ureum dan natrium. Fungsi segmen nefron ini terutama untuk memungkinkan difusi zat-zat secara sederhana melalui dindingnya. Sekitar 20% dari air yang difiltrasi akan direabsorpsi di ansa henle, dan hampir semuanya terjadi di lengkung tipis desenden karena lengkung asenden, termasuk bagian tipis dan tebal, sebenarnya tidak permeabel terhadap air, suatu karakteristik yang paling penting untuk memekatkan urin (Guyton & Hall, 2008).


(56)

Segmen tebal asenden ansa henle berlanjut ke dalam tubulus distal. Bagian paling pertama dari tubulus distal membentuk bagian kompleks jukstaglomerulus yang menimbulkan kontrol umpan balik GFR dan aliran darah dari nefron yang sama. Bagian awal selanjutnya dari tubulus distal sangat berkelok-kelok dan mempunyai banyak ciri reabsorpsi yang sama dengan bagian tebal asenden ansa henle. Artinya, mereka banyak mereabsorpsi ion-ion, termasuk natrium, kalium, dan klorida, tetapi sesungguhnya tidak permeabel terhadap air dan ureum. Karena alasan ini, bagian itu disebut segmen pengencer karena juga mengencerkan cairan tubulus (Guyton & Hall, 2008).

Separuh bagian kedua dari tubulus distal dan tubulus koligentes kortikalis berikutnya mempunyai ciri-ciri fungsional yang sama. Membran tubulus kedua segmen hampir seluruhnya impermeabel terhadap ureum, mirip dengan segmen pengencer pada bagian awal tubulus distal, jadi hampir semua ureum yang memasuki segmen-segmen ini berjalan melewati dan masuk ke dalam duktus koligentes untuk dikeluarkan dalam urin, walaupun beberapa reabsorpsi ureum terjadi di dalam koligentus medula. Kemudian di dalam duktus koligentes bagian medula bersifat permeabel terhadap ureum. Oleh karena itu, beberapa ureum direabsorpsi ke dalam interstisium medula, membantu meningkatkan osmolalitas daerah ginjal ini dan turut berperan pada seluruh kemampuan ginjal untuk membentuk urin yang pekat (Guyton & Hall, 2008).


(57)

5. Ureum

a. Definisi Ureum

Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein, berasal dari asam amino yang telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 20 mg – 40 mg setiap 100 ccm darah, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang di makan dan fungsi hati dalam pembentukan ureum. Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme protein (asam amino). Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Zat ini dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada keseimbangan nitrogen yang stabil, sekitar 25 gram urea diekskresikan setiap hari. Kadar dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi urea (Riswanto, 2013).

Ureum merupakan produk nitrogen terbesar yang dibentuk di dalam hati dan dikeluarkan melalui ginjal. Ureum berasal dari diet dan protein endogen yang telah difiltrasi oleh glomerulus dan direabsorbsi sebagian oleh tubulus. Pada orang sehat yang makanannya banyak mengandung protein, ureum biasanya berada di atas rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak dianggap abnormal karena mencerminkan rendahnya protein dalam makanan atau ekspansi volume plasma. Pemeriksaan kadar ureum plasma penting dan diperlukan pada pasien-pasien penyakit ginjal terutama untuk


(58)

mengevaluasi pengaruh diet restriksi protein (Markum, H & Effendi, I. 2006).

Konsentrasi ureum umumnya dinyatakan sebagai kandungan nitrogen molekul, yaitu nitrogen urea darah (blood urea nitrogen, BUN). Namun di beberapa negara, konsentrasi ureum dinyatakan sebagai berat urea total. Pada penurunan fungsi ginjal, kadar BUN meningkat sehingga pengukuran BUN dapat memberi petunjuk mengenai keadaan ginjal. Nilai rujukan kadar ureum plasma adalah sebagai berikut (Markum, H & Effendi, I. 2006):

1) Dewasa : 5 – 25 mg/dl 2) Anak-anak : 5 – 20 mg/dl 3) Bayi : 5 – 15 mg/dl

Peningkatan kadar urea disebut juga dengan uremia. Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan pascarenal. Uremia prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi oleh glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi penurunan aliran darah ke ginjal dan peningkatan katabolisme protein, seperti pada perdarahan gastrointestinal, hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka bakar, dan demam (Markum, H & Effendi, I. 2006).

Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang menyebabkan gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau


(59)

logam nefrotoksik. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis, amiloidosis, dan penyakit tubulus ginjal. Sedangkan uremia pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian bawah ureter, kandung kemih, atau uretra yang menghambat ekskresi urin (Markum, H & Effendi, I. 2006).

Berikut ini rangkuman faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan dan penurunan kadar ureum :

Tabel 3. Penyebab Kenaikan Kadar Ureum (Pagana KD, 2002)

Faktor Rasio

ureum/kreatinin

Penyebab

Pre renal Meningkat - Hipovolemia, luka bakar, dehidrasi

- Gagal jantung kongestif, infark myokard akut

- Perdarahan saluran cerna, asupan protein berlebih

- Katabolisme protein berlebih, kelaparan

- Sepsis

Renal Normal - Penyakit ginjal (glomerulonefritis, pielonefritis, nekrosos tubular akut)

- Obat-obatan nefrotoksik

Pasca renal Menurun - Obstruksi ureter

- Obstruksi outlet kandung kemih

Tabel 4. Penyebab Penurunan Kadar Ureum (Pagana KD, 2002)

Penyebab Mekanisme

Gagal hati Pembentukan ureum menurun karena gangguan fungsi hati

Hidrasi berlebih Pengenceran ureum Keseimbangan nitrogen negatif

(malnutrisi, malabsorpsi)

Produksi ureum menurun

Kehamilan Pengenceran ureum karena retensi air Sindrom nefrotik Ureum menurun sebab kehilangan protein


(60)

b. Sintesis dan Metabolisme Ureum

Sepuluh dari asam amino yang dalam keadaan normal terdapat dalam protein hewani dapat disintesis dalam sel, sedangkan sepuluh yang lainnya tidak dapat disintesis seluruhnya atau disintesis dalam jumlah sedikit untuk mensuplai kebutuhan tubuh. Kelompok kedua asam amino yang tidak dapat disintesis ini disebut asam amino

esensial. Penggunaan perkataan “esensial” tidak berarti bahwa sepuluh asam amino “nonesensial” lain tidak sama pentingnya untuk pembentukan protein, tetapi hanya menyatakan bahwa asam amino lainnya ini tidak penting dalam diet karena asam amino tersebut dapat disintesis dalam tubuh (Guyton & Hall, 2008).

Sintesis asam amino non esensial bergantung terutama kepada

pembentukan pertama asam α-keto yang sesuai, yaitu prekursor dari masing-masing asam amino. Misalnya, asam piruvat, yang dibentuk dalam jumlah besar selama pemecahan glikolitik dari glukosa, yaitu prekursor asam keto dari asam amino alanin. Kemudian, dengan

proses transaminasi, satu radikal amino ditransfer ke asam α-keto sementara oksigen keto ditransfer ke donor radikal amino. Dalam reaksinya, radikal amino ditransfer ke asam piruvat dari zat kimia lain yang bersatu dengan erat dengan asam amino, glutamin. Glutamin terdapat dalam jumlah besar dalam jaringan, dan salah satu fungsinya, yaitu sebagai tempat penyimpanan radikal amino (Guyton & Hall, 2008).


(61)

Sekali sel diisi sampai batas penyimpanan proteinnya, penambahan asam amino apapun di dalam cairan tubuh dipecah dan dipakai untuk energi atau disimpan terutama sebagai lemak atau sedikit sebagai glikogen. Pemecahan ini terjadi hampir seluruhnya di dalam hati dan dimulai dengan proses deaminasi. Untuk mengawali proses ini, asam amino yang berlebihan di dalam sel, terutama dalam hati, merangsang aktivasi sejumlah besar aminotransferase, enzim yang berperan untuk memulai sebagian besar deaminasi (Guyton & Hall, 2008).

Deaminasiberarti pengeluaran gugus amino dari asam amino. Hal ini terjadi terutama melalui transaminase, yang berarti pemindahan gugus amino ke beberapa zat akseptor, yang merupakan proses sebaliknya dari transaminase (Guyton & Hall, 2008).

Gugus amino dari asam amino ditransfer ke asam α -ketoglutarat, yang kemudian menjadi asam glutamat. Asam glutamat kemudian masih dapat mentransfer gugus asam amino ke zat lainnya atau dapat melepaskannya dalam bentuk amonia (NH3). Dalam proses kehilangan gugus amino, asam glutamat sekali lagi menjadi asam α -ketoglutarat sehingga siklus itu dapat berlangsung berulang-ulang (Guyton & Hall, 2008).

Pembentukan ureum oleh hati. Amonia yang dilepaskan selama deaminasi dikeluarkan dari darah hampir seluruhnya dengan


(62)

diubah menjadi ureum, dua molekul amonia, dan satu molekul karbondioksida (Guyton & Hall, 2008).

Pada dasarnya semua ureum dalam tubuh disintesis dalam hati. Bila tidak ada hati atau pada penyakit hati yang berat, amonia bertumpuk dalam darah. Keadaan ini sebaliknya sangat toksik, terutama terhadap otak, seringkali menimbulkan keadaan yang disebut koma hepatikum. Sesudah reaksi pembentukan ureum, ureum berdifusi dari sel hati masuk ke dalam cairan tubuh dan diekskresikan oleh ginjal (Guyton & Hall, 2008).

6. Hubungan Bodybuilding dan Senam Aerobik dengan Kadar Ureum Asupan gizi pada penggiat bodybuilding dan senam aerobik, antara lain makanan yang mengandung sumber protein tinggi untuk meningkatkan massa otot, tidak hanya protein yang dibuthkan tetapi juga karbohitrat dalam jumlah cukup untuk cadangan energi didalam otot (Husaini, 2000).

Asupan protein yang lebih, berdampak buruk bagi tubuh. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa individu akan lebih sering buang air kecil karena protein di dalam tubuh dicerna menjadi urea (zat sisa yang harus dibuang melalui urin), akan membuat kerja ginjal lebih berat sehingga kadar ureum dapat meningkat dalam tubuh (Whitney, 2006). Tingginya kadar ureum dalam darah yang tidak dapat dikeluarkan dari dalam tubuh


(63)

karena menurunnya fungsi ginjal dapat menjadi toksik bagi tubuh (Husaini, 2000).

7. Olahraga Dalam Islam

Olahraga sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Dengan berolahraga metabolisme tubuh menjadi lancar sehingga distribusi dan penyerapan nutrisi dalam tubuh menjadi lebih efektif dan efisien. Dalam kehidupan modern saat ini banyak orang yang melupakan pentingnya olahraga. Dalam hal ini Rasulullah Saw. Pernah bersabda : Artinya : Telah menceritakan kepada kami al-Makki bin Ibrahim telah mengabarkan

kepada kami Abdullah bin Sa’id, yaitu Ibnu Abu Hind dari Ayahnya dari Ibnu Abbas radiallahu ‘anhuma dia berkata, Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda, “Dua kenikmatan yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia adalah kesehatan dan waktu luang.” ‘Abbas al

-‘Anbari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Shufwan bin Isa dari Abdullah bin Sa’id bin Abu Hind dari Ayahnya saya mendengar Ibnu

Abbas dari Nabi shallallahu ‘alahi wasallam, seperti hadits di atas (Lidwa Pustaka I-Software Kitab 9 Imam Hadist).

Padahal olahraga merupakan cara untuk sehat yang paling mudah dengan hasil yang mengagumkan untuk kebugaran badan. Selain itu, olahraga dapat dilaksanakan kapanpun dan dimanapun. Tujuan dasar olahraga adalah untuk menjaga kesehatan dan sebagai sarana pendidikan atau juga untuk sekedar relaksasi dari berbagai kesibukan sehari-hari yang


(64)

melelahkan dan menguras tenaga. Sedangkan menurut Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki olahraga merupakan bagian dari sarana atau perantara. Olahraga bukan tujuan, bukan pula sasaran yang hendak dicapai. Olahraga dilakukan karena tujuan-tujuan yang mulia dan cita-cita yang luhur. Oleh karena itu, sarana atau perantara yang bisa mendukung tercapainya tujuan yang mulia dan cita-cita yang luhur tersebut, dianjurkan oleh syariat selama sarana atau perantara tersebut berjalan dalam ruang lingkup cakrawala syariat (Sayyid Muhammad Bin Alwi Al-Maliki).

Olahraga telah terdapat dalam berbagai bentuk di dalam semua kebudayaan yang paling tua sekalipun. Dalam literatur Islam banyak disebutkan jika Rasulullah Saw. adalah orang tersehat di masa beliau hidup. Hampir-hampir beliau tidak pernah sakit di dalam sejarah hidup beliau. Tentunya hal tersebut didukung oleh pola hidup sehat yang diterapkan Rasulullah dalam kehidupan beliau. Para sahabat pernah bertanya tentang rahasia kesehatan dan kebugaran beliau. Rasulullah Saw. menjawab saya makan saat lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Beliau menggambarkan perut diisi dengan tiga unsur, yaitu sepertiga makanan, sepertiga air, dan sepertiga udara. Nabi juga menjaga kualitas tidurnya meskipun tidak banyak (Umar, 2012).

Olahraga merupakan bagian yang tidak bisa lepas dari kebudayaan manusia. Mungkin masih banyak orang yang kaget kalau dikatakan bahwa Nabi Muhammad juga adalah seorang atlet yang berprestasi. Suatu ketika beliau diminta menantang sang juara bertahan dalam olahraga gulat


(65)

tradisional bangsa Arab, bernama Rukanah bin Abdu Yazid. Orang yang tinggi besar ini melihatnya saja bisa menjatuhkan nyali para penantangnya. Pantas kalau ia selalu mengumbar kesombongan ke mana-mana sebagai juara bertahan tak terkalahkan. Saat itulah Rasulullah Saw. terpanggil untuk memenuhi seruan sahabat-sahabat beliau untuk menantang Rukanah. Akhirnya, dalam pertandingan yang dihadiri banyak pengunjung, Rasulullah Saw. mampu mengunci Rukanah di ronde ketiga. Sejak itulah Rukanah berhenti mengumbarkan kesombongannya. Rasulullah Saw. juga menguasai berbagai keterampilan yang belakangan dilombakan, seperti Rasulullah Saw. gemar naik kuda, latihan memanah dan memainkan pedang, serta berenang. Rasulullah Saw. pernah bersabda,

”Ajarkanlah anak-anak kalian berkuda, memanah, berenang, dan dalam

riwayat lain memanjat.” Rasulullah Saw. juga dikenal luas sangat terampil

memainkan pedang dan tombak, terutama di medan perang. Rasulullah Saw. turun-naik gunung dari ketinggian gua Hira dan gua Tsur. Banyak lagi riwayat menyebutkan Rasulullsh Saw. secara rutin berolahraga, seperti banyak berjalan kaki (Umar, 2012).


(66)

B. Kerangka Teori

d.Latihan Fisik - Prinsip latihan

- Tujuan latihan

- Energi latihan

Senam Aerobik

Asupan Protein Bodybuilding

Manfaat :

1. Kebugaran 2. Membakar

lemak berlebih 3. Membentuk otot

dibeberapa bagian, seperti paha, pinggul dll

Manfaat : membentuk dan

meningkatkan massa otot Pemecahan

protein di hati

Asam amino

Deaminasi

Gugus amino

Amonia (NH3)

Kadar Ureum

Faktor yang mempengaruhi peningkatan :

1. Hipovolemia, luka bakar, dehidrasi 2. Gagal jantung

kongestif 3. Asupan protein

berlebih

Faktor yang mempengaruhi penurunan :

1. Gagal hati 2. Hidrasi berlebih 3. Kehamilan 4. Sindrom nefrotik


(67)

C. Kerangka Konsep

D. Hipotesis

1. Hipotesis 0: Tidak ada perbedaan kadar ureum antara penggiat

bodybuilding dan penggiat senam aerobik.

2. Hipotesis 1: Ada perbedaan kadar ureum antara penggiat bodybuilding

dan penggiat senam aerobik. Latihan

fisik

Bodybuilding

Senam aerobik

Kadar ureum


(1)

Analisis Deskriptif Penggiat Senam Aerobik

Descriptives

Statistic Std. Error

ureum_aerobik Mean 22.0500 1.44818

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 19.0189

Upper Bound 25.0811

5% Trimmed Mean 21.6111

Median 20.5000

Variance 41.945

Std. Deviation 6.47648

Minimum 13.00

Maximum 39.00

Range 26.00

Interquartile Range 6.50

Skewness 1.504 .512

Kurtosis 2.362 .992

Uji Normalitas Data Penggiat Bodybuilding

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

ureum_fitness .305 20 .000 .639 20 .000


(2)

Uji Normalitas Data Penggiat Senam Aerobik

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

ureum_aerobik .214 20 .017 .851 20 .005

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Transformasi Data Penggiat Bodybuilding

Descriptives

Statistic Std. Error

tran_ureum Mean 1.4034 .03387

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 1.3325

Upper Bound 1.4743

5% Trimmed Mean 1.3892

Median 1.3617

Variance .023

Std. Deviation .15148

Minimum 1.18

Maximum 1.89

Range .71

Interquartile Range .10

Skewness 1.702 .512


(3)

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

tran_ureum .227 20 .008 .856 20 .007

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Transformasi Data Penggiat Senam Aerobik

Descriptives

Statistic Std. Error

trans_ureum Mean 1.3280 .02573

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 1.2742

Upper Bound 1.3819

5% Trimmed Mean 1.3253

Median 1.3116

Variance .013

Std. Deviation .11506

Minimum 1.11

Maximum 1.59

Range .48

Interquartile Range .13

Skewness .746 .512

Kurtosis .982 .992

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

trans_ureum .170 20 .131 .938 20 .216


(4)

Mann Whitney Test

Ranks

AKTIVI

TAS N Mean Rank Sum of Ranks

KADAR UREUM 1 20 24.10 482.00

2 20 16.90 338.00

Total 40

Test Statisticsb

KADAR UREUM

Mann-Whitney U 128.000

Wilcoxon W 338.000

Z -1.948

Asymp. Sig. (2-tailed) .051

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .052a

a. Not corrected for ties.


(5)

Lampiran 7. Dokumentasi

Pengambilan darah responden

Pengisian informed consent


(6)