PERBEDAAN KADAR ALBUMIN ANTARA PENGGIAT BODYBUILDING DENGAN PENGGIAT SENAM AEROBIK

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN KADAR ALBUMIN ANTARA PENGGIAT

BODYBUILDING DENGAN PENGGIAT SENAM AEROBIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

CINDRA PRAMESTHI WANDANSARI 20130310019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN KADAR ALBUMIN ANTARA PENGGIAT

BODYBUILDING DENGAN PENGGIAT SENAM AEROBIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

CINDRA PRAMESTHI WANDANSARI 20130310019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

i

KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN KADAR ALBUMIN ANTARA PENGGIAT

BODYBUILDING DENGAN PENGGIAT SENAM AEROBIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

CINDRA PRAMESTHI WANDANSARI 20130310019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(4)

ii

HALAMAN PENGESAHAN KTI

PERBEDAAN KADAR ALBUMIN ANTARA PENGGIAT

BODYBUILDING DENGAN PENGGIAT SENAM AEROBIK

Disusun oleh:

CINDRA PRAMESTHI WANDANSARI 20130310019

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 9 November 2016

Dosen pembimbing Dosen penguji

dr. Adang M. Gugun, Sp.PK., M.Kes. dr. Suryanto, Sp.PK.

NIK: 19690118199904 173 034 NIK19631202199511 173 016

Mengetahui

Kaprodi Pendidikan Dokter FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

dr. Alfaina Wahyuni, Sp. OG.,M.Kes.


(5)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Cindra Pramesthi Wandansari

NIM : 20130310019

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 9 November 2016 Yang membuat pernyataan,

Tanda tangan


(6)

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari jaman kegelapan menuju jaman yang terang seperti sekarang ini.

Karya tulis ilmiah (KTI) ini berjudul “Perbedaan Kadar Albumin antara Penggiat Bodybuilding dengan Penggiat Senam Aerobik” dan disusun untuk memenuhi syarat dalam memperoleh derajat sarjana kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan karya tulis ilmiah ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu pada kesempatan ini, izinkan penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. Ardi Pramono, Sp. An., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. dr. Alfaina Wahyuni, Sp. OG., M.Kes. selaku ketua Prodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. dr. Adang M. Gugun, Sp.PK., M.Kes. selaku pembimbing KTI kami yang telah meluangkan waktu, membagi ilmu, tenaga, bimbingan, dan


(7)

v

pengalaman yang sangat bermanfaat untuk penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan.

4. dr. Suryanto, Sp.PK. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan berupa kritik dan saran yang sangat bermanfaat untuk penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan.

5. Dosen-dosen serta asisten dosen yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan karya kulis ilmiah ini.

6. Orang tua tercinta Bapak Alm. Ekwandi dan Ibu Lusmawati yang telah memberikan doa, restu, dan dukungannnya. Balqis Raudatul Jamil adik tercinta yang membuat penulis semangat, tertawa, dan memberikan dukungannya.

7. Seluruh keluarga besar yang selalu memberikan doa dan semangat kepada penulis dalam meyelesaikan pendidikannya.

8. Untuk orang yang spesial dan partner KTI Ami Puspitasari, M. Fakhri Wildana, dan Tommy Akroma.

9. Teman-teman seperjuangan Medallion pendidikan dokter angkatan 2013. 10. Serta semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dalam penyusunan karya tulis ini.

Penulis menyadari atas segala kekurangan karya tulis ilmiah ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang demi perbaikan karya tulis ilmiah ini.

Yogyakarta, 9 November 2016 Penulis


(8)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

KARYA TULIS ILMIAH ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

ABSTRAK ... xii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 8

BAB II ... 11

TINJAUAN PUSTAKA ... 11


(9)

vii

1. Latihan Fisik ... 11

2. Latihan Anaerobik (bodybuilding) ... 14

3. Latihan Aerobik (Senam Aerobik) ... 18

4. Protein ... 24

5. Albumin ... 30

6. Olahraga dalam Islam ... 37

B. Kerangka Teori... 39

C. Kerangka Konsep ... 40

D. Hipotesis ... 40

BAB III ... 41

METODOLOGI PENELITIAN ... 41

A. Desain Penelitian ... 41

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 41

C. Variabel penelitian dan Definisi Operasional ... 43

D. Instrumen Penelitian... 44

1. Alat ... 44

2. Bahan ... 45

3. Metode Pemeriksaan Sampel ... 46

E. Cara Pengumpulan Data ... 47


(10)

viii

G. Etika Penelitian ... 48

BAB IV ... 50

Hasil Penelitian dan Pembahasan... 50

A. Hasil Penelitian ... 50

B. Pembahasan ... 53

C. Kesulitan Penelitian ... 55

BAB V ... 57

Kesimpulan dan Saran... 57

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN ... 63

Lampiran 1. Lembar Informasi Penelitian... 63

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Responden ... 64

Lampiran 3. Daftar Riwayat Kesehatan ... 65

Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Kadar Albumin Penggiat Bodybuilding ... 67

Lampiran 5. Hasil Pemeriksaan Kadar Albumin Penggiat Senam Aerobik ... 68

Lampiran 6. Analisis Statistik ... 69

Lampiran 7. Dokumentasi ... 72


(11)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Keaslian Penelitian ... 8 Tabel 2. Karbohidrat dan Protein Per-gram selama Latihan Ketahanan Aerobik (4 kalori = 1 gram) ... 23 Tabel 3. Penurunan dan Peningkatan HAS ... 34 Tabel 4. Timeline Pengumpulan Data ... 47 Tabel 5. Deskriptif kadar albumin pada penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik... 51


(12)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur sekunder human albumin serum (HAS) ... 31 Gambar 2. Binding sitealbumin... 32


(13)

xi

DAFTAR SINGKATAN

APS = Albumin Protein Synthesis ATP = Adenosina trifosfat

BCAA = Branched-Chain Amino Acid

BCOAD = Branched-Chain-Oxid-Dehydrogenase

Cc = cubic centimetre

Cm = centimeter

g/hari = gram per hari

H0 = Hipotesis 0

HAS = Human Albumin Serum

HDL = High Density Lipoprotein kgBB/hari = kilogram berat badan per hari LDL = Low Density Lipoprotein mEq/hari = miliequivalent per hari

mmHg = milimeter Merkuri (Hydrargyrum) MPS = Muscle Protein Synthesis

mRNA = Messenger Ribonucleat Acid

p = Significancy

PC = Phosphocreatine

s/d = sampai dengan

SAW = sallā Allāhu ʿalayhu wa-sallam SWT = Subhanahu Wa Ta'ala


(14)

xii

ABSTRAK

Perbedaan Kadar Albumin antara Penggiat Bodybuilding dengan

Senam Aerobik

Olahraga merupakan salah satu cara untuk mencapai kesehatan dan kebugaran jasmani. Olahraga berdasarkan metabolism otot terdiri dari olahraga aerob seperti senam aerobik dan olahraga anaerob seperti bodybuilding. Pola hidup bugar dengan menjalani program bodybuilding atau senam aerobik akan mengakibatkan perubahan kadar substansi dalam tubuh. Perubahan substansi tersebut dapat menandakan adanya perubahan metabolism tubuh terutama fungsi organ metabolism seperti hepar dan ginjal. Albumin merupakan protein plasma utama yang disintesis oleh hepar dan berperan penting untuk menimbulkan tekanan osmotic koloid plasma dan sebagai protein transport. Penelitian ini diperlukan untuk mengetahui perbedaan kadar albumin antara penggiat bodybuilding dengan penggiat senam aerobik.

Metode penelitian yang digunakan ialah analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan pengambilan sampel darah pada penggiat bodybuilding di Adonis Fitness Center dan penggiat senam aerobik di Sanggar Senam Aerobik Adinda pada bulan Agustus 2016 di kota Yogyakarta. Semua sampel darah diperiksa kadar albumin di Balai Laboratorium Yogyakarta. Besar sampel total yang digunakan adalah sebanyak 40 sampel yang terdiri dari 20 sampel penggiat bodybuilding dan 20 sampel penggiat senam aerobik. Data selanjutnya dianalisis dengan independent t-test.

Analisa data dengan independent t-test menunjukkan p value = 0,010. Kadar albumin pada penggiat bodybuilding memiliki rerata 4,776 g/dL, lebih tinggi dari kadar albumin pada penggiat senam aerobik yang memiliki rerata 4,590 g/dL. Perbedaan kadar albumin antara penggiat bodybuilding dengan penggiat senam aerobik adalah 0,186. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kadar albumin antara penggiat bodybuilding dengan penggiat senam aerobik


(15)

xiii

ABSTRACT

The Difference of Albumin Level between Bodybuilding Enthusiasts

with Aerobic Gymnastic Enthusiasts

Sport is a way to reach a healthy body and fitness. Sport depends on muscle metabolism consist of aerobic sport, like gymnastic, and anaerobic sport, like bodybuilding. Fit lifestyle through bodybuilding or aerobic gymnastic will cause some substantial changes inside the body. The substantial changes can be used as a mark of body metabolism alteration, mainly the function of metabolism organ, like liver and renal. Albumin is main plasma protein synthesized by liver and has big role to rule plasma colloid osmotic pressure and as protein transport. This research is needed to know the difference of albumin level between bodybuilding enthusiasts and aerobic gymnastic enthusiasts.

This is a quantitative research with non-experimental design. This research used analytic-observational with cross sectional survey approach. This research is done by collected blood samples of bodybuilding enthusiasts at Adonis Fitness Center and aerobic gymnastic enthusiasts at Sanggar Senam Adinda Yogyakarta on August 2016. Albumin levels are examined from the blood sample in Balai Laboratorium Yogyakarta. Total samples is 40 samples consisted of 20 bodybuilding enthusiasts and 20 aerobic gymnastic enthusiasts. Data is analyzed with Independent T-Test.

Analyzed data with independent t-test showed p value= 0,010. Albumin level of bodybuilding enthusiasts has average value 4,776 g/dL, it is higher than albumin level of aerobic gymnastic enthusiasts which has average value 4,590 g/dL. The difference of albumin level between bodybuilding enthusiasts and aerobic gymnastic enthusiasts is 0,186.This research concluded that there is difference of albumin level between bodybuilding enthusiasts and aerobic gymnastic enthusiasts.


(16)

(17)

xii

ABSTRAK

Perbedaan Kadar Albumin antara Penggiat Bodybuilding dengan

Senam Aerobik

Olahraga merupakan salah satu cara untuk mencapai kesehatan dan kebugaran jasmani. Olahraga berdasarkan metabolism otot terdiri dari olahraga aerob seperti senam aerobik dan olahraga anaerob seperti bodybuilding. Pola hidup bugar dengan menjalani program bodybuilding atau senam aerobik akan mengakibatkan perubahan kadar substansi dalam tubuh. Perubahan substansi tersebut dapat menandakan adanya perubahan metabolism tubuh terutama fungsi organ metabolism seperti hepar dan ginjal. Albumin merupakan protein plasma utama yang disintesis oleh hepar dan berperan penting untuk menimbulkan tekanan osmotic koloid plasma dan sebagai protein transport. Penelitian ini diperlukan untuk mengetahui perbedaan kadar albumin antara penggiat bodybuilding dengan penggiat senam aerobik.

Metode penelitian yang digunakan ialah analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan pengambilan sampel darah pada penggiat bodybuilding di Adonis Fitness Center dan penggiat senam aerobik di Sanggar Senam Aerobik Adinda pada bulan Agustus 2016 di kota Yogyakarta. Semua sampel darah diperiksa kadar albumin di Balai Laboratorium Yogyakarta. Besar sampel total yang digunakan adalah sebanyak 40 sampel yang terdiri dari 20 sampel penggiat bodybuilding dan 20 sampel penggiat senam aerobik. Data selanjutnya dianalisis dengan independent t-test.

Analisa data dengan independent t-test menunjukkan p value = 0,010. Kadar albumin pada penggiat bodybuilding memiliki rerata 4,776 g/dL, lebih tinggi dari kadar albumin pada penggiat senam aerobik yang memiliki rerata 4,590 g/dL. Perbedaan kadar albumin antara penggiat bodybuilding dengan penggiat senam aerobik adalah 0,186. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kadar albumin antara penggiat bodybuilding dengan penggiat senam aerobik


(18)

xiii

ABSTRACT

The Difference of Albumin Level between Bodybuilding Enthusiasts

with Aerobic Gymnastic Enthusiasts

Sport is a way to reach a healthy body and fitness. Sport depends on muscle metabolism consist of aerobic sport, like gymnastic, and anaerobic sport, like bodybuilding. Fit lifestyle through bodybuilding or aerobic gymnastic will cause some substantial changes inside the body. The substantial changes can be used as a mark of body metabolism alteration, mainly the function of metabolism organ, like liver and renal. Albumin is main plasma protein synthesized by liver and has big role to rule plasma colloid osmotic pressure and as protein transport. This research is needed to know the difference of albumin level between bodybuilding enthusiasts and aerobic gymnastic enthusiasts.

This is a quantitative research with non-experimental design. This research used analytic-observational with cross sectional survey approach. This research is done by collected blood samples of bodybuilding enthusiasts at Adonis Fitness Center and aerobic gymnastic enthusiasts at Sanggar Senam Adinda Yogyakarta on August 2016. Albumin levels are examined from the blood sample in Balai Laboratorium Yogyakarta. Total samples is 40 samples consisted of 20 bodybuilding enthusiasts and 20 aerobic gymnastic enthusiasts. Data is analyzed with Independent T-Test.

Analyzed data with independent t-test showed p value= 0,010. Albumin level of bodybuilding enthusiasts has average value 4,776 g/dL, it is higher than albumin level of aerobic gymnastic enthusiasts which has average value 4,590 g/dL. The difference of albumin level between bodybuilding enthusiasts and aerobic gymnastic enthusiasts is 0,186.This research concluded that there is difference of albumin level between bodybuilding enthusiasts and aerobic gymnastic enthusiasts.


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan yang berkualitas adalah tujuan semua insan manusia. Hal ini dapat dicapai salah satunya dengan menjaga tingkat kesehatan dan kebugaran tubuh. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencapai kesehatan dan kebugaran seseorang, salah satunya adalah dengan melakukan olahraga. Olahraga dapat dibagi berdasar jenis metabolisme otot, mayoritas olahraga statis dengan intensitas tinggi dilakukan secara anaerobik sedangkan mayoritas olahraga dinamis dengan intensitas tinggi dilakukan secara aerobik (Mitchell et al., 2005).

Olahraga aerob adalah latihan yang menggunakan energi yang berasal dari pembakaran dengan oksigen. Contoh dari olahraga aerobik adalah senam (Sukmaningtyas & Pudjonarko, 2002). Senam aerobik banyak diminati oleh masyarakat sebagai alternatif kegiatan olahraga dengan tujuan untuk menurunkan berat badan, membentuk tubuh, menjaga kebugaran jasmani, meningkatkan kualitas hidup, dan lain sebagainya. Senam aerobik merupakan latihan yang menggabungkan berbagai macam gerak, berirama, teratur dan terarah, serta pembawaannya yang riang. Senam aerobik mempunyai susunan latihan yang seimbang antara latihan upper body dan lower body. Untuk dapat


(20)

menguasai gerakan yang seimbang diperlukan adanya berbagai keterampilan yang mendukung seperti kepekaan terhadap musik, kreatifitas gerak, kemampuan menggabungkan gerakan secara dinamis dan harmonis serta beberapa pendukung materi yang lain. Dengan demikian senam aerobik adalah latihan yang menggerakkan seluruh otot, terutama otot besar dengan gerakan yang terus – menerus (continous), berirama, maju dan berkelanjutan. Gerakan dipilih yang mudah, menyenangkan, dan bervariasi sehingga memungkinkan seseorang untuk melakukan secara teratur dalam kurun waktu yang lama (Tika Yonkuro, 2006).

Olahraga anaerobik adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang tidak memerlukan oksigen dalam pelaksanaannya (Udiyana, 2014). Latihan anaerobik bertujuan untuk melatih kemampuan anaerobik dengan melibatkan kontraksi otot yang berat dalam melakukan suatu kegiatan. Salah satu ciri dari latihan anaerobik ini adalah adanya beban latihan dengan intensitas yang tinggi, salah satunya adalah bodybuilding (Hermawan, 2012). Bentuk tubuh

yang ideal atau atletis akan dapat diperoleh bagi setiap orang apabila orang tersebut mau melakukan latihan beban sesuai dengan program latihan yang tepat. Program latihan bodybuilding ini harus disusun sesuai dengan dosis

latihan yang tepat agar tujuan yang diinginkan oleh seseorang dapat tercapai. Selain itu, hendaknya juga menerapkan prinsip-prinsip dasar latihan guna mencapai kinerja fisik yang maksimal bagi seseorang. Adapun prinsip-prinsip latihan tersebut meliputi: (1) individual, (2) adaptasi, (3) beban berlebih (overload), (4) beban bersifat progresif, (5) spesifikasi (kekhususan), (6)


(21)

3

bervariasi, (7) pemanasan dan pendinginan (warm-up dan cooling down), (8)

periodisasi, (9) berkebalikan (reversible), (10) beban moderat (tidak berlebih),

dan (11) latihan harus sistematik (Nasrulloh, 2012).

Prevalensi penggiat atlet bodybuilding dengan 1) karakteristik member

fitness mayoritas berusia 20-29 tahun (73,7%), masih aktif sebagai mahasiswa (56,7%), dan sebesar 6,7% sebagai ibu rumah tangga. 2) penggiat sudah memahami tentang definisi suplemen (86,6%), yang bersumber dari iklan, media cetak, media elektronik (63,3%) dalam bentuk amino, susu high protein

dan kreatin (66,6%). 3) mayoritas responden menggunakan tablet (70%), diperoleh dari membeli (96,7%), dikonsumsi 1-3 kali/hari (selalu) sebesar (83,3%) untuk menambah massa otot sebesar (59,9%). 4) sebagian besar responden (73,3%) stamina dan kesehatan tubuhnya meningkat setelah mengkonsumsi suplemen (Hidayah & Sugiarto, 2013).

Menurut teori, protein berfungsi sebagai pembentuk otot sehingga dijadikan pedoman bagi atlet bodybuilding. Hasil penilitian mutakhir

membuktikan bahwa bukan ekstra protein yang membentuk dan memperkuat otot, melainkan latihan intensif dan asupan yang cukup (Husaini, 2000). Para ahli gizi olahraga juga pernah mengeluarkan suatu pernyataan sikap atas pemakaian suplemen, bahwa atlet bodybuilding tidak perlu mengkonsumsi

suplemen bila cukup zat gizi secara kualitas dan kuantitas (Joint Position

Statement: nutrition and athletic Performance, 2011). Asupan protein yang


(22)

protein akan dibakar menjadi energi atau disimpan dalam bentuk lemak tubuh (Husaini, 2000).

Konsumsi protein yang berlebih dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Dampak yang dapat ditimbulkan yaitu seseorang akan lebih sering buang air kecil karena protein didalam tubuh dicerna menjadi urea, suatu senyawa dalam bentuk sisa yang harus dibuang melalui urine. Terlalu banyak buang air kecil merupakan beban berat pada ginjal dan dapat meningkatkan resiko terjadinya dehidrasi ( Whitney et al., 2006 ). Dehidrasi ini menyebabkan

hiperkonsentrasi zat terlarut pada cairan ekstraseluler seperti hiperalbuminemia. Peningkatan albumin di intravaskuler akan meningkatkan tekanan onkotik plasma yang akan menarik banyak cairan dari intraseluler. Sehingga, sel akan terus kehilangan air dan akan mengkerut (Sherwood, 2001).

Saat melakukan aktivitas fisik akan meningkatkan ekspansi volume darah 10% dan albumin 10%. Albumin ini merupakan plasma protein utama yang salah satunya dipengaruhi oleh aktivitas yang banyak menggunakan otot seperti penggiat bodybuilding dan senam aerobik. Pada keadaan ini akan terjadi

peningkatan sintesis albumin yang menyebabkan hiperalbuminemia. Konsumsi protein dan ditambah latihan resisten akan meningkatkan muscle

protein synthesis (MPS) dan albumin protein synthesis (APS) (Daniel et al., 2009).


(23)

5

Dari sudut Islam, pentingnya olahraga sudah dijelaskan dalam Al-quran.

Olahraga akan bermanfaat jika dilakukan secara cukup, tidak kurang maupun lebih. Dalam melakukan hal yang mendukung olahraga, seperti asupan gizinya tidak diperbolehkan berlebihan sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Al-A'raf ayat 31 yang berbunyi:

"Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya

Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31).

Islam fokus terhadap kebaikan jasmani dan rohani dengan mendukung semua bentuk olahraga yang dapat menguatkan dan mempertahankan kesehatan seperti berenang, memanah, berkuda, dan gulat. Suatu olahraga diperbolehkan oleh Islam jika mempunyai tujuan untuk relaksasi dan menjaga kesehatan dimana hal tersebut dapat berguna dalam melakukan perjuangan di jalan Allah SWT. Dalam Al- Quran Allah SWT berfirman:


(24)

"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu

sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berpegang (yang dengan

persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang

selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah

mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan

dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya” (surah Al

-Anfal 8: 60).

Jika terdapat sesuatu hal yang haram, seperti membuat lalai beribadah, membuka aurat dan juga bercampur antara laki-laki dan perempuan, maka olahraga tersebut dilarang oleh Islam. Bagi laki-laki bodybuilding juga

merupakan suatu olahraga yang dapat menguatkan dan menjaga kesehatan tubuh, maka dari bodybuilding juga termasuk olahraga yang diperbolehkan

oleh Islam. Mayoritas penggiat bodybuilding terlalu berlebihan dalam

membentuk tubuh agar terlihat bagus, hal inilah yang tidak diperbolehkan (Munajid, 2003).

Perubahan kecenderungan masyarakat terhadap pola hidup bugar dengan menjalani program bodybuilding atau senam aerobik tentu juga mengkibatkan

perubahan kadar substansi dalam tubuh. Perubahan substansi tersebut dapat menandakan adanya perubahan metabolisme tubuh terutama fungsi organ metabolisme seperti hati dan ginjal (Guyton and Hall, 2008). Hal inilah yang membuat peneliti tertarik ingin meneliti apakah ada perbedaan kadar substansi albumin dalam darah antara penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik


(25)

7

dipengaruhi oleh beberapa faktor selama objek melakukan bodybuilding atau

senam aerobik.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan kadar albumin antara penggiat bodybuilding dengan

penggiat senam aerobik?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar albumin antara penggiat bodybuilding dengan penggiat

senam aerobik. 2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui rerata kadar albumin pada penggiat bodybuilding.

b. Untuk mengetahui rerata kadar albumin pada penggiat senam aerobik. c. Untuk mengetahui perbedaan kadar albumin antara penggiat

bodybuilding dengan penggiat senam aerobik.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat bagi peneliti dan dunia pendidikan, bagi masyarakat umum penggiat olahraga serta bagi institusi


(26)

tempat penelitian dilakukan. Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagi peneliti dan dunia pendidikan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti lain untuk mengetahui perbedaan kadar albumin pada penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik.

2. Bagi klinis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk klinis dalam menerapkan edukasi dalam pemilihan jenis olahraga yang baik. 3. Bagi institusi tempat penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan pengetahuan mengenai pengaruh bodybuilding dan senam aerobik yang

diberikan secara rutin terhadap kadar albumin.

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Keaslian Penelitian

N O

Judul Penelitian & Penulis

Variabel Jenis Penelitian

Hasil Perbedaan Dengan Penelitian yang Akan Dilakukan 1. Metabolic responses

to high protein diet in Korean elite

bodybuilders with high-intensity

resistance exercise (Hyerang Kim et al., 2011) Varaibel bebas : asupan protein Varaibel terikat : anthropom etri, darah dan analisi urin dan Design penelitian cross sectional Peningkatan ekskresi nitrogen orea dan kreatinin mungkin disebabkan oleh

metabolisme protein yang tinggi akibat konsumsi

- Metode pengukur an subjek - Subjek penelitia n Subjek penelitia n yaitu pada penggiat


(27)

9

penilaian diet

tinggi protein dan muscle turnover.

bodybuil ding dan penggiat senam aerobik 2. Ingested protein dose

response of muscle and albumin protein

synthesis after

resistance exercise in young men (Daniel et al., 2009) Varabel bebas : aktifitas fisik (resistance exercise) dan asupan protein telur utuh 0, 5, 10, 20, or 40 g Variable tergantung : sintesis oksigen dan oksidasi leusin darah Design penelitian experimental randomized case control Konsumsi tinggi protein setelah aktifitas fisik (resistance exercise) dapat menstimulasi reaksi oksidatif irreversibel

Subjek penelitian tidak diberikan intervensi

pemberian asupan protein

3. Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi Dengan Asupan Gizi Pada Bodybuilder (Putri, 2011) Variabel bebas : pengetahua n gizi Variabel tergantung : asupan gizi

Desain penelitian cross sectional

Tidak ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan asupan energi, suplemen, dan cairan pada

bodybuilder baik sebelum maupun sesudah dikontrol dengan pendapatan.

Subjek penelitian pada penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik

4. Hubungan Asupan Gizi, Aktifitas Fisik Dengan Status Gizi Pada Peserta Senam Aerobik (Fitriah, 2007) Variabel bebas : asupan gizi dan aktifitas fisik Variabel tergantung : status gizi

Desain penelitian Deskriptif Analitik dengan pendekatan Cross Sectional Ada hubungan negatif antara asupan gizi dengan status gizi

Subjek penelitian pada penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik

5. Hubungan Asupan Protein Dengan Kadar Ureum Dan Kreatinin Pada Bodybuilder (Nabella, 2011) Variabel bebas : asupan protein Desain penelitian cross sectional Asupan protein memiliki pengaruh terhadap - Subjek penelitia n pada penggiat bodybuil


(28)

Variabel tergantung : kadar ureum dan kreatinin

kenaikan kadar ureum dan kreatinin pada

bodybuilder

ding dan penggiat senam aerobik - Paramete

r yang diukur


(29)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka 1. Latihan Fisik

a. Definisi Latihan Fisik

Latihan fisik adalah aktivitas olahraga yang dilakukan secara sistematis dalam mempersiapkan olahragawan atau atlet pada tingkat tertinggi dalam penampilannya dan untuk menjaga kebugaran dan kesehatan tubuh. Intensitas latihan ditingkatkan secara progresif serta dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (repetitive) dalam jangka waktu yang

ditentukan sesuai dengan masing-masing individu dengan tujuan mencapai peningkatan kemampuan atau prestasi olahraga (Ariani, 2011). Sedangkan latihan beban (weight training) adalah olahraga yang menggunakan beban

sebagai sarana untuk memberikan rangsang gerak pada tubuh, yang bertujuan untuk melatih otot, meningatkan kekuatan otot, daya tahan otot, serta hipertrofi otot (Djoko, 2009).

b. Tujuan Latihan Fisik

Tujuan latihan fisik adalah memperbaiki kemampuan skill atau

penampilan (performance) individu sesuai dengan kebutuhan olahraga yang

digeluti, serta bertujuan untuk meningkatkan kesegaran jasmani danmenjaga kesehatan. Latihan yang dilakukan berulang-ulang dapat


(30)

meningkatkan skill, keterampilan (kemampuan teknik), dan

penampilanindividu, sehingga akan muncul penampilan yang maksimal. Selain itu, juga dapat meningkatkan kekuatan daya tahan otot dan sistem kardiorespirasi (Ariani, 2011).

c. Prinsip Latihan

Prinsip latihan sesungguhnya adalah memberikan tekanan atau stres fisik secara teratur, sistematis, berkesinambungan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan individu (Ariani, 2011). Spesifisitas atau kekhususan adalah prinsip yang penting dalam latihan fisik, dimana latihan yang dilakukan harus sesuai atau spesifik terhadap tipe kekuatan yang diinginkan, sehingga berhubungan dengan hasil yang diinginkan (Mackenzie, 2000).

Otot hanya akan menguat jika tekanan yang dilakukan melebihi intensitas yang biasa dilakukan. Beban yang diberikan harus meningkat secara bertahap dalam rangka meningkatkan respon adaptasi dalam latihan dan menaikkan secara bertahap rangsangan dalam latihan (Mackenzie, 2000). Istirahat diperlukan dalam rangka memulihkan tubuh dari kelelahan paska latihan dan memberikan kesempatan bagi tubuh untuk melakukan adaptasi. Adaptasi yang dimaksud yaitu reaksi yang timbul dari tubuh setelah pembebanan dari latihan fisik yang diterima sehingga kemampuannya untuk menerima beban yang diberikan bertambah (Mackenzie, 2000).


(31)

13

Efek yang paling terlihat dari latihan beban berat pada serabut otot adalah efek pembesaran dan penguatan, sehingga otot menjadi hipertrofi. Tingkat adaptasi akan bergantung pada volume, intensitas, dan frekuensi dari sesi latihan. Dalam penelitian terbaru dilaporkan bahwa latihan sprint

selama 6 minggu dengan volume rendah, intensitas tinggi menghasilkan perubahan adaptasi bagian tubuh tertentu dan otot rangka yang hampir sama dengan latihan ketahanan tradisional dengan volume tinggi dan intensitas rendah dalam periode intervensi yang sama. Sedangkan penelitian lain mengatakan bahwa waktu adaptasi dari latihan sprint intensitas tinggi akan

lebih cepat terjadi dibandingkan dengan latihan ketahanan intensitas rendah, namun setelah waktu yang lama, dua regimen latihan ini akan menghasilkan adaptasi yang hampir sama (Mackenzie, 2000).

d. Energi Latihan

Sumber energi untuk kontraksi otot adalah komponen fosfat energi tinggi yaitu adenosin trifosfat (ATP). Meskipun ATP bukan satu-satunya molekul pembawa energi, namun molekul ini merupakan yang terpenting dan tanpa jumlah ATP yang adekuat, sebagian besar sel akan mati dengan cepat (Powers, 2001).

Sel-sel otot menyimpan ATP dalam jumlah yang terbatas, namun karena latihan otot membutuhkan ketersediaan ATP secara konstan untuk memproduksi energi yang dibutuhkan untuk kontraksi, maka berbagai jalur metabolik harus tersedia di dalam sel dengan kemampuan untuk dapat memproduksi ATP secara cepat. Sel-sel otot dapat memproduksi ATP


(32)

dengan salah satu atau kombinasi dari ketiga jalur metabolik yang tersedia, yaitu: (1) pembentukan ATP dari pemecahan phosphocreatine

(PC), (2) pembentukan ATP melalui degradasi dari glukosa atau glikogen atau bisa disebut sebagai proses glikolisis, dan (3) pembentukan oksidatif dari ATP (Powers, 2001). Pembentukan ATP melalui jalur PC dan glikolisis tidak melibatkan penggunaan oksigen; sehingga kedua jalur ini disebut jalur anaerobik (tanpa oksigen). Sedangkan pembentukan oksidatif dari ATP dengan penggunaan oksigen disebut sebagai metabolisme aerobik (Powers, 2001).

2. Latihan Anaerobik (bodybuilding) a. Definisi Latihan Anaerobik

Latihan anaerobik merupakan kemampuan tubuh untuk bertahan dengan kebutuhan oksigen yang kurang terpenuhi (Udiyana, 2014). Latihan anaerobik bertujuan untuk melatih kemampuan anaerobik dengan melibatkan kontraksi otot yang berat dalam melakukan suatu kegiatan. Salah satu ciri dari latihan anaerobik ini adalah adanya beban latihan dengan intensitas yang tinggi, salah satunya adalah bodybuilding.

Pada latihan yang cepat dan singkat, latihan anaerobik lebih penting daripada latihan aerobik. Prosedur latihan harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar latihan meliputi: pemanasan, latihan inti, dan latihan penutup atau pendinginan. Sedangkan takaran latihan harus memperhatikan intensitas, durasi, dan frekuensi latihan (Hermawan, 2012).


(33)

15

b. Volume Latihan

Volume latihan merupakan jangka waktu yang dipakai selama sesi latihan, yang termasuk dalam volume latihan adalah waktu atau jangka waktu yang dipakai dalam latihan, jumlah beban yang dapat diterima, dan jumlah pengulangan variasi latihan yang dilakukan dalam waktu tertentu. Volume latihan terdiri atas lama waktu latihan (dalam detik, menit, jam, minggu, bulan atau tahun), jumlah beban dalam satuan waktu. Jumlah repetisi atau set dalam satuan waktu (Ariani, 2011).

c. Intensitas Latihan

Intensitas latihan merupakan dosis latihan yang harus dilakukan seseorang menurut program yang telah ditentukan. Tingkatan intensitas beban latihan yang dianjurkan untuk tahanan beban 40-80% kemampuan maksimal, dengan kontraksi dan repetisi/set yang cepat (Ariani, 2011).

d. Frekuensi Latihan

Frekuensi latihan merupakan jumlah latihan yang dilakukan dalam periode waktu tertentu. Peningkatan kekuatan otot (bodybuilding)

dengan frekuensi latihan baik bila dilakukan sebanyak 2-3 kali seminggu (Ariani, 2011).

e. Densitas Latihan atau Interval Istirahat

Densitas latihan berhubungan dengan waktu latihan dan waktu pemulihan latihan. Padat atau tidaknya densitas ini sangat bergantung oleh lamanya pemulihan yang diberikan. Semakin pendek waktu pemulihan maka densitas latihan semakin tinggi, sebaliknya semakin


(34)

lama waktu pemulihan maka densitas latihan semakin rendah (Ariani, 2011). Densitas latihan antara waktu latihan dan waktu istirahat yang optimal untuk membangun komponen biomotorik dan daya tahan otot berkisar antara 1:0,5 atau 1:1, sedangkan untuk rangsangan yang intensif, perbandingannya antara 1:3 hingga 1:6. Latihan untuk kekuatan otot (bodybuilding), waktu istirahat yang diperlukan berkisar antara 2-5

menit, bukan 0,5-1 menit, sebab untuk meningkatkan kekuatan otot waktu istirahat akan bergantung pada berat ringannya beban, jumlah repetisi, banyak variasi dan kecepatan dalam melakukan latihan (Ariani, 2011).

f. Perubahan Akibat Latihan

Latihan fisik yang teratur, sistematik, dan berkesinambungan akan meningkatkan kemampuan fisik seorang individu secara nyata. Sedangkan kemampuan fisik seseorang akan menurun bila latihan tidak dikerjakan secara teratur (Ariani, 2011). Selain itu latihan olahraga yang dilakukan secara teratur dan kontinyu dengan intensitas yang cukup lama dan dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan perubahan fisiologi serta dapat memperbaiki penampilan fisik (Hermawan, 2012). Rangsangan latihan yang optimal untuk membangun kekuatan otot dan daya ledak otot adalah latihan dengan intensitas tinggi dan repetisi yang cepat. Proses terjadinya kontraksi pada otot dikarenakan adanya rangsangan menyebabkan aktifnya filamen aktin dan filamen miosin. Semakin cepat rangsangan yang diterima dan semakin cepat reaksi yang


(35)

17

diberikan oleh kedua filamen tersebut maka kontraksi otot menjadi lebih cepat, sehingga kekuatan dan daya ledak otot yang dihasilkan menjadi lebih besar (Umasugi, 2012). Efek yang terjadi dengan latihan secara bertahap adalah terjadinya peningkatan presentasi massa otot sehingga otot mengalami hipertrofi, bertambah sebanyak 30-60% (Guyton & Hall, 2008). Hipertrofi disebabkan oleh perubahan otot rangka, peningkatan jumlah filamen aktin dan miosin dalam setiap serabut otot sehingga menyebabkan pembesaran masing-masing otot (Umasugi, 2012). Peningkatan jumlah dan ukuran mitokondria pada sel-sel otot sehingga secara fisiologis akan merangsang perbaikan pengambilan oksigen (Umasugi, 2012).

g. Asupan gizi penggiat bodybuilding

Makanan untuk seorang penggiat bodybuilding harus mengandung zat

gizi sesuai dengan kebutuhan tubuh. Makanan harus mengandung zat gizi penghasil energi dalam jumlah yang telah ditentukan (Putri, 2011). Asupan gizi pada penggiat bodybuilding antara lain makanan yang

mengandung sumber protein tinggi untuk meningkatkan massa otot, tidak hanya protein yang dibutuhkan tetapi juga karbohitrat dalam jumlah cukup untuk cadangan energi didalam otot (Husaini, 2000). Contoh makanan sumber protein yang dikonsumsi pada penggiat bodybuilding

adalah dada ayam 1-2 kg/hari, putih telur ayam ½-1 kg/hari, dan daging sapi tanpa lemak ½-1 kg/hari. Penambahan suplemen tidak diperlukan karena tingkat asupan protein yang berasal dari makanan


(36)

sudah cukup, tetapi dalam praktiknya konsumsi suplemen dianggap wajib bagi penggiat bodybuilding. Suplemen yang dikonsumsi yaitu

whey protein, whey gainer, amino, BCAA (Branched-Chain Amino Acid),

fat burner, dan creatine. Tidak semua suplemen mengandung energi atau

protein, yang termasuk sumber energi dan protein adalah whey protein,

whey gainer, dan amino. Whey protein dan amino merupakan suplemen

paling banyak dikonsumsi (Putri, 2011).

h. Fungsi asupan tinggi protein pada bodybuilding

Protein berfungsi sebagai pembentuk otot sehigga dijadikan pedoman bagi penggiat bodybuilding (Husaini, 2000). Para ahli gizi

olahraga menilai bahwa penggiat bodybuilding tidak perlu

mengkonsumsi suplemen bila memiliki cukup zat gizi secara kualitas dan kuantitas (American college of sport medicine, 2009). Asupan protein yang berlebih tidak dapat disimpan dalam tubuh, penambahan protein dari suplemen akan dibakar menjadi energi atau disimpan sebagai lemak tubuh (Whitney, 2006).

3. Latihan Aerobik (Senam Aerobik) a. Definisi Senam Aerobik

Senam aerobik adalah serangkaian gerak yang dipilih secara sengaja dengan cara mengikuti irama musik yang dipilih sehingga melahirkan ketentuan ritmis, continue dan durasi tertentu (Marta Dinata, 2007).


(37)

19

b. Klasifikasi Senam Aerobik

Menurut Lynne Brick (2001), secara garis besar latihan aerobik dibagi menjadi 3, yaitu:

1) Senam aerobik low impact (benturan ringan), yaitu latihan senam

aerobik yang dilakukan dengan benturan ringan. Contoh gerakannya adalah cha-cha, grapevine, dan mambo.

2) Senam aerobik mix impact adalah gerakan gabungan dari high

impact dan low impact. Contoh gerakannya adalah twist, menekan, dan sentakan.

3) Senam aerobik high impact, yaitu latihan senam aerobik yang

dilaksanakan dimana kedua kaki pada saat tertentu tidak menyentuh lantai. Contoh gerakannya adalah melompat terus-menerus, dan lompat sergap.

Latihan aerobik dapat memberikan hasil yang diinginkan apabila didasarkan pada resep FITT yaitu frekuensi, intensitas, time, dan tipe

(model). Frekuensi adalah jumlah latihan perminggu, intensitas adalah seberapa berat badan bekerja atau latihan dilakukan, Time (durasi) adalah

lama setiap kali latihan, dan Tipe (model) aerobik yang dipilih dan disesuaikan dengan fasilitas dan kesenangan (Giam & Teh, 1993).

c. Tahapan Senam Aerobik

Menurut Karen S. Mazzeo, M. Ed. (2007) dalam bukunya yang berjudul Fitness! Fifth Edition tahapan senam aerobik, terdiri dari:


(38)

1) Pemanasan, dilakukan kurang lebih selama 15 menit, pada sesi ini mencakup latihan-latihan:

a) Solation, pada tahap latihan ini biasanya posisi kita tidak berpindah

kemana-mana, misalnya posisi half squat (kaki dibuka selebar satu

setengah bahu lutut agak ditekuk) gerakan yang dilakukan hanya terbatas pada persendian dan otot lokal saja. Pada sesi ini latihan bertujuan untuk menaikkan suhu, dengan menyiapkan otot-otot lokal dan persendian untuk mampu melakukan latihan berikutnya. b) Full body movement, menggerakkan keseluruhan bagian otot tubuh

gerakan bounching menekuk dan meluruskan tungkai dengan

kombinasi gerakan yang bertujuan untuk melatih semua otot dan persendian.

c) Stretching, usahakan agar tetap menjaga gerakan yang ditampilkan

baik secara teknik, tujuan dan intensitas, karena pada tahap ini peregangan yang dilakukan adalah peregangan dinamis (dynamic

stretch). Secara umum ada beberapa bagian tubuh yang harus

diregangkan yaitu: paha depan, paha belakang, betis, pantat, dan punggung.

2) Latihan Inti I (cardiorespiratory), latihan ini ditujukan untuk membakar lemak, melatih pernafasan serta daya tahan otot tubuh, dilakukan selama 20 menit, terdiri dari latihan:

a) Pre-aerobic (low impact), latihan ini untuk mengantarkan kita ke


(39)

21

b) Peak-aerobic, pada sesi inilah target yang kita capai harus

dipertahankan untuk beberapa saat, misalnya tujuan yang hendak dicapai adalah latihan untuk melatih sistem peredaran darah dan pernafasan lewat kelas mix impact.

c) Post-aerobic (low impact), pemilihan gerakan yang paling tidak

menguras konsentrasi, kita menggunakan gerakan-gerakan yang ada pada sesi pre-aerobic, kita harus mengatur intensitas, dan

menurunkan intensitas secara perlahan.

3) Latihan Inti II (challestenic), dilakukan 15 menit, terdiri dari latihan:

a) Pengencangan b) Penguatan (strenght)

c) Kelentukan (flexibility)

4) Pendinginan (cooling down), dilakukan selama 10 menit, terdiri dari

latihan:

a) Dynamic stretching

b) Static stretching

d. Pengaruh Latihan Aerobik

Pengaruh latihan aerobik dapat berupa pengaruh seketika yang disebut respond dan pengaruh jangka panjang akibat latihan yang disebut

dengan adaptasi. Yang dimaksud dalam respond yaitu bertambahnya

frekuensi denyut jantung, peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan tekanan darah dan peningkatan suhu badan. Contoh dari


(40)

adaptasi antara lain berupa perubahan komposisi badan karena jumah lemak total turun, peningkatan massa otot, dan bertambahnya massa tulang (Soekarno et al., 1996).

Senam aerobik yang dilakukan secara rutin dan teratur dapat memberikan beberapa manfaat bagi tubuh, antara lain menurunkan berat badan dan mempertahankannya, meningkatkan stamina tubuh, meningkatkan kerja sistem imun tubuh, mengurangi resiko terjadinya beberapa penyakit seperti obesitas, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, sindrom metabolik, stroke, diabetes mellitus tipe 2, dan beberapa jenis kanker, memanagemen beberapa kondisi penyakit kronis seperti coronary artery disease, menguatkan otot-otot jantung, meningkatkan

HDL dan menurunkan LDL, meningkatkan mood, mengutakan otot dan

mempertahankan mobilitas, dan memperpanjang usia

(www.mayoclicic.com).

e. Metabolisme Aerobik

Menurut Anwari (2007) proses metabolisme energi secara aerobik merupakan proses metabolisme yang membutuhkan oksigen (O2) agar

prosesnya dapat berjalan dengan sempurna untuk menghasilkan ATP. Pada saat berolahraga, kedua simpanan energi tubuh yaitu simpanan karbohidrat (glukosa darah, glikogen otot dan hati) serta simpanan lemak dalam bentuk trigeliserida akan memberikan kontribusi terhadap laju produksi energi secara aerobik di dalam tubuh.


(41)

23

f. Asupan Protein pada Penggiat Senam Aerobik

Olahraga yang intensitas rendah memiliki dampak yang kecil terhadap kebutuhan protein (1 gram/kg/hari). Namun, sebagian besar orang yang melakukan olahraga intensitas sedang sampai tinggi seperti aerobik dan bodybuilding akan membutuhkan asupan protein yang lebih tinggi. Hal

ini karena kebutuhan kalori karbohidrat untuk membuhi energi, kebutuhan kalori protein untuk memenuhi kebutuhan kalori, dan kebutuhan energi saat olahraga meningkat 10 kali lipat dibandingkan saat istirahat. Penelitian menunjukkan bahwa latihan ketahanan dan kekuatan meningkatkan sintesis protein otot rangka (1,2-1,4/ kgBB/hari) (Fielding RA. et al., 2002).

Tabel 2. Karbohidrat dan Protein Per-gram selama Latihan Ketahanan Aerobik (4 kalori = 1 gram)

William Misner, Ph D. mengatakan bahwa selama olahraga, maka semakin banyak protein untuk energi yang diambil dari otot yang bekerja. Kebutuhan kalori protein menjadi 6-15% dari total kebutuhan energi tiap jam. Metabolisme protein dari otot diatur oleh pelepasan enzim tertentu. Misalnya, Leusin, Branched Chain Amino Acid (BCAA),


(42)

tingkat oksidasi yang dikendalikan oleh enzim

Branched-Chain-Oxid-Dehydrogenase (BCOAD). Enzim ini relatif rendah saat istirahat (4-7%).

Namun, selama berolahraga defosforilasi meningkatkan enzim ini sampai 25%. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa katabolisme asam amino yang lebih tinggi dibutuhkan selama latihan ketahanan mulai dari aerobik intesnsitas rendah sampai anaerobik intensitas tinggi (Paul GL et

al., 2004).

Menurut William (2006) olahraga membutuhkan energi lebih dibandingkan saat istirahat sehingga otot melepaskan sebagian besar asam amino non-essensial, glutamin, leusin, dan alanine. Jika glukosa darah dari karbohidrat sudah habis, maka kebutuhan energi diambil dari cadangan glikogen di hepar dan otot. Penelitian menunjukan bahwa oksidasi leusin meningkat sampai 240%. Branched chain amino acid

terdapat di 1/3 semua simpanan asam amino. Kebutuhan protein setelah olahraga adalah untuk meningkatkan branched chain amino acid dari

sirkulasi, untuk sintesis protein otot, dan mengganti asam amino otot yang telah digunakan. Konsumsi branched chain amino acid yang rendah

dapat menurunkan massa otot.

4. Protein

Protein merupakan salah satu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh karena berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat pembangun, dan pengatur. Protein adalah sumber asam amino yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Departemen FKM UI, 2008). Protein merupakan


(43)

25

zat gizi penghasil energi juga berfungsi untuk mengganti jaringan dan sel tubuh yang rusak (Soekirman, 2000).

Protein dapat digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Winarno, 1997). Kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada asupan dan transportasi zat-zat gizi. Asupan protein yang lebih, maka protein akan mengalami deaminase, kemudian nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh. Oleh karena itu konsumsi protein secara berlebihan dapat menyebabkan kegemukan (Almatsier, 2004).

Sumber-sumber protein diperoleh dari bahan makanan berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan (Sediaoetama, 1996). Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutunya, seperti: telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang (Almatsier, 2004).

Protein dibuat dari banyak sekali asam amino yang dirangkai menjadi rantai-rantai oleh ikatan peptide yang menghubungkan gugus asam amino pada satu asam amino dengan gugus karboksil pada asam amino berikutnya. Disamping itu, beberapa protein mengandung karbohitrat (glikoprotein) dan lipid (lipoprotein). Rantai-rantai asam amino yang lebih kecil disebut peptida atau polipeptida. Rantai yang mengandung 2-10 residu asam amino disebut peptida, rantai yang mengandung lebih dari 10 tetapi lebih kecil dari 100 residu asam amnio disebut polipeptida,


(44)

dan rantai yang mengandung 100 atau lebih residu asam amino disebut protein (Ganong, 2008).

1) Pencernaan dan penyerapan protein

Pencernaan protein dimulai di dalam lambung, kemudian pepsin menguraikan beberapa ikatan peptida. Pepsin disekresi dalam bentuk precursor inaktif (proenzim) dan diaktifkan dalam saluran cerna. Prekursor pepsin dinamakan pepsinogen dan diaktifkan oleh asam hidroklorida lambung. Mukosa lambung manusia mengandung sejumlah pepsinogen yang saling berhubungan, yang dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu Pepsinogen I dan Pepsinogen II. Pepsinogen I hanya ditemukan didaerah yang menyekresi asam, sedangkan pepsinogen II ditemukan di daerah pylorus. Pepsin menghidrolisis ikatan-ikatan asam amino aromatik seperti fenilalanin atau tirosin dan asam amino kedua, sehingga hasil pencernaan peptik adalah berbagai polipeptida dengan ukuran yang berbeda (Ganong, 2008).

Oleh karena pH optimum untuk pepsin adalah 1,6-3,2, kerjanya terhenti bila isi lambung bercampur dengan getah pankreas yang bersifat alkali di duodenum dan jejenum. pH usus halus dibagian superior duodenum adalah 2,0-4,0, tetapi dibagian lain kira-kira 6,5. Di usus halus, polipeptida yang terbentuk melalui pencernaan di lambung dicerna lebih lanjut oleh enzim-enzim proteolitik kuat yang berasal dari pankreas dan mukosa usus halus. Tripsin,


(45)

27

kemotripsin, dan elastase bekerja pada ikatan peptide inferior pada molekul-molekul peptide yang disebut endopeptidase. Karboksipeptidase pankreas merupakan eksopeptidase yang menghidrolisis asam amino pada ujung karboksi dan amino polipeptida (Ganong, 2008).

Beberapa asam amino bebas dilepaskan di dalam lumen usus halus, tetapi yang lain dilepaskan dipermukaan sel oleh aminopeptidase, karboksipeptidase, endopeptidase, dan dipeptidase oleh brush border sel-sel mukosa. Beberapa dipeptidase dan

tripeptidase ditransport secara aktif ke dalam sel-sel usus halus. Jadi, pencernaan akhir asam amino terjadi di tiga tempat: lumen usus halus, brush border, dan sitoplasma sel-sel mukosa (Ganong, 2008).

Penyerapan asam-asam amino di duodenum dan jejenum beralangsung cepat tetapi didalam ileum lambat. Hampir 50% protein yang dicerna berasal dari makanan yang dimakan, 25% berasal dari protein getah pencernaan, dan 25% dari deskuamasi sel-sel mukosa. Hanya 2-5% protein dalam usus halus lolos dari pencernaan dan penyerapan. Sebagian protein yang dimakan masuk kemudian dicerna oleh kuman (Ganong, 2008).

Konsentrasi normal asam amino di dalam darah bernilai antara 35-65 mg/dL. Konsentrasi ini adalah nilai rata-rata dari sekitar 2 mg untuk setiap 20 asam amino. Karena asam amino adalah asam yang relatif kuat, asam amino terdapat dalam darah terutama dalam bentuk


(46)

terionisasi, akibat pemindahan satu atom hidrogen dari radikal NH2

(Guyton & Hall, 2008).

Hasil pencernaan protein dan absorpsi protein hampir seluruhnya berupa asam amino. Dengan segera setelah makan, konsentrasi asam amino dalam darah akan meningkat, peningkatan yang terjadi hanya sekitar beberapa milligram perdesiliter. Penceranaan dan absorpsi protein berlangsung lebih dari 2 jam. Setelah memasuki darah, kelebihan asam amino diabsorpsi dalam waktu 5-10 menit oleh sel diseluruh tubuh, terutama di hati (Guyton & Hall, 2008).

Di ginjal berbagai asam amino dapat direabsorpsi secara aktif melalui epitel tubulus proksimal, yang akan mengeluarkan asam amino dari filtrate glomerulus dan akan dikembalikan ke dalam darah jika asam amino tersebut berfiltrasi ke dalam tubulus ginjal melalui membran glomerulus. Seperti mekanisme transpor aktif lain di tubulus ginjal, terdapat batas kecepatan untuk setiap jenis asam amino agar dapat ditranspor. Oleh karena itu, bila konsentrasi jenis asam amino tertentu meningkat dan menjadi telalu tinggi dalam plasma dan glomerulus, maka kelebihan asam amino akan di keluarkan melalui urin (Guyton & Hall, 2008).

2) Metabolisme protein di hati

Hati merupakan organ yang memiliki banyak fungsi dengan laju metabilisme yang tinggi, saling memberikan subtrat energi dari satu


(47)

29

sistem metabolisme ke sistem yang lain. Hati juga berperan dalam mengolah, mensintesis, dan memetabolisme berbagai zat, salah satu zat yang dimetabolisme adalah protein. Fungsi hati sebagai metabolisme protein diantaranya adalah deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan ammonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma, dan sistesis senyawa lain dari asam amino. Sel hati menghasilkan kira-kira 90% dari semua protein plasma seperti albumin, kecuali gamma globulin. Deaminasi adalah pengeluaran gugus amino dari asam amino, melalui proses transaminasi. Transaminasi adalah proses katabolisme asam amino yang melibatkan pemindahan gugus amino dari satu asam amino ke asam amino lainnya. Setelah asam amino dideaminasi akan menghasilkan asam keto yang akan dioksidasi untuk melepaskan energi yang berguna untuk keperluan metabolisme (Guyton & Hall, 2008).

3) Pengaturan hormon dan metabolisme

Ada beberapa hormone yang juga ikut berperan dalam metabolisme protein diantaranya yaitu hormon pertumbuhan yang akan menyebabkan penambahan protein jaringan, insulin diperlukan untuk sistesis protein, glukokortikoid meningkatkan pemecahan sebagian besar protein jaringan, testosterone menambah deposit protein di jaringan, dan tiroksin yang berguna untuk meningkatkan kecepatan metabolisme seluruh sel (Guyton & Hall, 2008).


(48)

5. Albumin

a. Definisi albumin

Menurut Kamus Saku Kedokteran Dorland edisi 28, albumin merupaka protein plasma utama yang berperan penting menimbulkan tekanan osmotik koloid plasma dan berperan sebagai protein transport untuk anion organik besar (misalnya asam lemak, bilirubin, dan beberapa obat) dan beberapa hormon ketika pengikat globulin spesifik tersaturasi.

Nama albumin berasal dari bahasa Jerman yaitu “albumen” yang secara umum berarti protein. Kata albumen berasal dari bahasa latin “albus” yang berarti putih dan menunjukkan bagian putih pada telur yang dimasak (Fanali G., 2011).

Human albumin serum (HAS) merupakan komponen protein terbesar

plasma manusia. Di dalam plasma, albumin mencapai kadar 60% atau sebesar 35-55 g/L (Arasteh A., 2014). Protein yang larut dalam air dan mengendap pada pemanasan itu merupakan salah satu konstituen utama tubuh. Albumin terdiri dari 584 asam amino. Golongan protein ini paling banyak dijumpai dalam telur (albumin telur), darah (albumin serum) dan dalam susu (laktalbumin) (Fanali G., 2011).

b. Struktur Fisik dan Kimia Albumin

Albumin merupakan protein utama dalam plasma manusia (kurang lebih 5,5 g/dL), berbentuk elips dengan panjang 150 A, mempunyai berat molekul yang bervariasi tergantung jenis spesies. Berat molekul albumin plasma manusia 69.000. Karena massa molekul yang relative rendah dan


(49)

31

konsentrasi yang tinggi albumin diperkirakan bertanggung jawab atas 75-80% dari tekanan onkotik plasma manusia (Muray RK et al., 2013).

Faktor utama sintesa albumin adalah nutrisi, lingkungan, hormon, dan ada tidaknya suatu penyakit (Gupta & Lis, 2010). Asam amino dari makanan juga memiliki peranan penting dalam sintesis albumin jaringan (Fanali G., 2011).

Struktur sekunder HAS pada gambar 1 didominasi oleh komponen α -helix (68%) dan tersusun berbentuk globular heart-shaped conformation. 21 Struktur ini terdiri atas 3 domain (I, II dan III) dan dua subdomain (A dan B). Ketiga domain memiliki kemiripan struktur dan saling berhubungan satu sama lain (Caraceni P. et al., 2013).

Gambar 1. Struktur sekunder human albumin serum (HAS) Keterangan

I, II, III = domain A, B = subdomain


(50)

Gambar 2. Binding sitealbumin

HAS memiliki kemampuan mengikat molekul atau senyawa lain dengan adanya binding site. Seperti yang tampak pada gambar 2, terdapat

dua binding site utama. Binding site I berfungsi mengikat senyawa

heterosiklik dan asam dikarboksilat sedangkan binding site II berfungsi

mengikat senyawa karboksilat aromatik. Penelitian menunjukkan adanya perubahan kapasitas pengikatan dan fungsi binding site pada HAS yang

teroksidasi (Arasteh A, 2014).

Albumin merupakan protein yang mudah larut dalam air, serta dapat diendapkan dengan penambahan amonium sulfat berkonsentrasi tinggi 70-100% atau pengaturan pH sampai mencapai pH Isoelektriknya. HAS

memiliki pH Isoelektrik sebesar 4,9 (Van der Vusse, 2009).

Zoubida et al., (2012) menjelaskan albumin sebagaimana sifat umum

protein dapat terkoagulasi oleh panas dengan suhu yang berbeda tergantung jenis albuminnya. Pengaruh perlakuan suhu tinggi

menyebabkan perubahan melemahnya enzim proteinase dan nilai daya cerna protein.


(51)

33

c. Sintesis albumin

Hepar menghasilkan sekitar 12 g albumin per hari, yaitu sekitar 25% dari sintesis protein oleh hepar dan separuh jumlah protein yang disekresikannya (Muray et al., 2013). HAS dikodekan dalam gen ALB

yang terletak di lengan panjang kromosom 4 pada posisi q11-22. Gen ini terdiri dari 22.303 pasang basa yang berisikan 15 ekson dan 14 intron (Fanali G., 2011).

Sintesis albumin dimulai di dalam nukleus dimana transkripsi gen ALB membentuk mRNA kemudian ditranslasi dengan bantuan ribosom membentuk preproalbumin. Preproalbumin adalah molekul HAS dengan tambahan 24 buah asam amino pada ujung N-terminalnya. Untuk itu dibutuhkan suplai yang cukup asam amino. Asam amino yang dapat berikatan dengan preproalbumin adalah triptofan, arginin, ornitin, lisin, fenilalanin, treonin dan prolin (Murray et al., 2003). Sambungan asam

amino ini memberi isyarat penempatan preproalbumin ke dalam

membaran retikulum endoplasma kasar. Preproalbumin kemudian masuk ke retikulum endoplasma kasar dimana

akan terjadi pemotongan 18 asam amino pada ujung N-terminal membentuk molekul proalbumin. Proalbumin kemudian memasuki apparatus golgi dan akan mengalami pemotongan 6 asam amino terakhir dari ujung N-terminal sehingga terbentuklah albumin. Albumin akan disekresi oleh hepatosit (Parelta, 2006).


(52)

Pada kondisi fisiologis. 20-30% sel hepar terlibat dalam proses sintesis albumin. Pada kondisi tertentu kecepatan sintesis albumin dapat meningkat 3-4 kali lipat. Kecepatan sintesis ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor hormonal (insulin, kortisol dan hormon pertumbuhan) akan meningkatkan produksi HAS, sedangkan mediator inflamasi dan sitokin (IL-6 dan TNF-α) akan menurunkan produksi HAS (Caraceni P. et al., 2013).

Tabel 3. Penurunan dan Peningkatan HAS

Penururnan Human Albumin Serum

Peningkatan Human Albumin Serum

acute liver disease (sirosis), sindrom

nefrotik, infeksi, malnutrisi, malabsorpsi, chronic inflammatory

disease, luka bakar, operasi, syok, penyakit kronis, kanker, diabetes, hypotiroid, ekspansi volume plasma karena gagal jantung kongestif, kadang-kadang hamil, dan carsinoid

syndrome

keadaan dehidrasi dan peningkatan relative saat terjadi penurunan volume plasma


(53)

35

d. Distribusi albumin

HAS yang telah diproduksi akan segera dilepas ke sirkulasi darah melalui sinusoid hepar. 30-40% HAS akan bertahan di pembuluh darah sedangkan sisanya akan terdistribusi di jaringan interstitial dengan konsentrasi rendah (1,4 g/dL) akibat mekanisme transcapillary escape.

HAS yang masuk ke interstitial akan kembali lagi ke pembuluh darah melalui sistem limfatik dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan transcapillary escape, yaitu 5% perjam dan akan kembali lagi ke pembuluh darah setelah 23 jam (Turell L. et al., 2009).

Pada individu sehat, waktu paruh HAS berkisar antara 12-19 hari sedangkan total waktu hidup HAS sekitar 27 hari. Selama masa hidupnya, HAS melakukan perjalanan ke seluruh tubuh sebanyak 15.000 kali. Degradasi HAS kurang dipahami, kemungkinan HAS didegradasi dalam endotel kapiler, sumsum tulang, otot, ginjal dan sinus hepar. Degradasi HAS nampaknya terjadi secara acak, tidak tergantung antara molekul baru dan lama. Degradasi HAS lebih mudah terjadi apabila HAS terdenaturasi atau mengalami perubahan struktur (Turell L. et al., 2009).

e. Olahraga dan albumin

Menurut Gillen et al., aktivitas intermitten yang intense akan

meningkatkan ekspansi volume darah 10% dan meningkatkan albumin 10%. Ekspansi volume darah ini akan meningkatkan protein plasma.


(54)

protein plasma intravaskuler, dimana protein plasma mengandung 85% albumin.

Beberapa proses yang mungkin dapat menyebabkan peningkatan

albumin setelah aktivitas intermitten yang instens yaitu peningkatan

sintesis albumin, menurunnya degradasi albumin, dan peningkatan balikan albumin dari sistem limfatik yang dirangsang oleh aktifitas dan secara tidak langsung meningkatkan cairan interstisial saat berolahraga (Roger C. et al., 1998).

Menurut Daniel et al., (2009) bahwa konsumsi protein setelah

olahraga akan meningkatkan muscle protein synthesis (MPS) dan

albumin protein synthesis (APS). Berdasarkan penelitiannya yang

dilakukan pada 6 laki-laki muda didapatkan peningkatan MPS dan APS setelah berolahraga (leg-based resistance exercise) dan mengkonsumsi

0, 5, 20, 40 gram protein telur utuh setelah olahraga.

Resistance exercise training akan menstimulus metabolisme anabolik dari muscle protein synthesis yang akan menyebabkan hipertrofi otot

rangka. Asupan protein yang cukup akan memberikan efek yang positif pada laju muscle protein synthesis. Konsumsi protein sekitar 1,2-1,7 g

protein/kgBB/hari atau 25-30% dari total kalori merupakan rekomendasi bagi penggiat bodybuilding untuk mempertahankan massa otot. Untuk

itu, penggiat bodybuilding biasanya mengkonsumsi protein sampai

34% dari total kalori (Lee SIG, et al., 2009). Namun, menurut Lemon


(55)

37

sehari-hari ditambah olahraga tidak berefek pada kekuatan dan massa otot. Selain itu, makanan tinggi protein tidak dapat menstimulus sintesis miofibril walaupun dengan latihan resisten.

6. Olahraga dalam Islam

Olahraga telah terdapat dalam berbagai bentuk di dalam semua kebudayaan yang paling tua sekalipun. Dalam literatur Islam banyak disebutkan jika Rasulullah SAW. adalah orang tersehat di masa beliau hidup. Hampir-hampir beliau tidak pernah sakit di dalam sejarah hidup beliau. Tentunya hal tersebut didukung oleh pola hidup sehat yang diterapkan Rasulullah dalam kehidupan beliau. Para sahabat pernah bertanya tentang rahasia kesehatan dan kebugaran beliau. Rasulullah SAW. menjawab saya makan saat lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Beliau menggambarkan perut diisi dengan tiga unsur, yaitu sepertiga makanan, sepertiga air, dan sepertiga udara. Nabi juga menjaga kualitas tidurnya meskipun tidak banyak (Umar, 2012).

Olahraga merupakan bagian yang tidak bisa lepas dari kebudayaan manusia. Nabi Muhammad juga adalah seorang atlet yang berprestasi. Suatu ketika beliau diminta menantang sang juara bertahan dalam olahraga gulat tradisional bangsa Arab, bernama Rukanah bin Abdu Yazid. Orang yang tinggi besar ini melihatnya saja bisa menjatuhkan nyali para penantangnya. Pantas kalau ia selalu mengumbar kesombongan ke mana-mana sebagai juara bertahan tak terkalahkan. Saat itulah Rasulullah Saw.


(56)

terpanggil untuk memenuhi seruan sahabat-sahabat beliau untuk menantang Rukanah. Akhirnya, dalam pertandingan yang dihadiri banyak pengunjung, Rasulullah SAW. mampu mengunci rukanah di ronde ketiga. Sejak itulah Rukanah berhenti mengumbarkan kesombongannya. Rasulullah SAW. juga menguasai berbagai keterampilan yang belakangan dilombakan, seperti Rasulullah SAW. gemar naik kuda, latihan memanah dan memainkan

pedang, serta berenang. Rasulullah SAW. pernah bersabda, ”Ajarkanlah

anak-anak kalian berkuda, memanah, berenang, dan dalam riwayat lain

memanjat.” Rasulullah SAW. juga dikenal luas sangat terampil memainkan

pedang dan tombak, terutama di medan perang. Rasulullah SAW. turun-naik gunung dari ketinggian gua Hira dan gua Tsur. Banyak lagi riwayat menyebutkan Rasulullsh SAW. secara rutin berolahraga, seperti banyak berjalan kaki (Umar, 2012).


(57)

39


(58)

C. Kerangka Konsep

D. Hipotesis

1. Hipotesis 0: Tidak terdapat perbedaan kadar albumin antara penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik.

2. Hipotesis 1: terdapat perbedaan kadar albumin antara penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik.

Latihan fisik

Bodybuilding Senam Aerobik

Kadar Albumin Serum


(59)

41

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pengambilan data cross sectional.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

a. Populasi target adalah semua penggiat bodybuilding dan penggiat

senam aerobik

b. Populasi terjangkau adalah semua penggiat bodybuilding dan penggiat

senam aerobik di Adonis Fitness Center dan Sanggar Senam Aerobik

Adinda di kota Yogyakarta. 2. Sample

Penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik dari data yang

berada di Adonis Fitness Center dan Sanggar Senam Aerobik Adinda di

Kota Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi, seperti berikut:

a. Kriteria inklusi

1) Penggiat bodybuilding yang aktif dimulai minimal 6 bulan yang


(60)

2) dengan rentan usia sampel 17-40 tahun.Penggiat senam aerobik yang aktif dimulai minimal 6 bulan yang lalu dihitung dari tanggal dilakukannya pengambilan sampel dengan rentan usia sampel 17-40 tahun.

3) Subjek penilitian dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. 4) Subjek penelitian bersedia mengikuti penelitian dengan

menandatangani informed consent.

5) Subjek penelitian bebas pengobatan penyakir gagal hati, gagal jantung kongestif, dan sindrom nefrotik.

b. Kriteria eksklusi

1) Subjek penelitian yang obesitas dengan BMI (body mass index) >

30 kg/m2.

2) Subjek penelitian menderita sakit gagal hati, gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik, luka bakar, dan kehamilan dalam jangka waktu 6 bulan dihitung sejak pengambilan sampel. Untuk penentuan besar sampel yang digunakan pada penelitian cross

sectional digunakan rumus penghitungan sampel sebagai berikut:

(Notoatmodjo, 2010)

� =�� n : jumlah sampel

��2 : tingkat kepercayaan 1,96


(61)

43

Q : 1-P = 0,98

d : ketepatan relatif 0,05

Apabila perkiraan proporsi kejadian pada sampel yaitu 2% (P=0,02). Nilai Q= 1-P= 0,98. Nilai Zα= 1,96 untuk α=0,05. Nilai ketepatan relatif (d) adalah 0,1 maka besar sampel adalah:

n= , � , � ,

, = , ≈

Berdasarkan perhitungan besar sampel, jumlah subjek yang dibutuhkan minimal 30 sampel.

C. Variabel penelitian dan Definisi Operasional

1. Variable

a. Variabel independen : bodybuilding dan senam aerobik

b. Variabel dependen : kadar albumin

2. Definisi Operasional a. Penggiat Bodybuilding

Penggiat Bodybuilding adalah orang yang menekuni aktivitas

anaerobik yang bertujuan untuk membentuk tubuh. Aktivitas ini memerlukan gerakan statis dengan intensitas tinggi. Prosedur latihan dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar latihan meliputi: pemanasan, latihan inti, dan latihan penutup atau pendinginan (Hermawan, 2012). Bodybuilding tergolong skala nominal.


(62)

Penggiat senam aerobik adalah orang yang melakukan serangkaian gerak yang dipilih secara sengaja dengan cara mengikuti irama musik yang dipilih sehingga melahirkan ketentuan ritmis, continue, dan durasi

tertentu. Dalam sistematika senam aerobik ini dimulai dengan warming

up (pemanasan), inti, dan cooling down (Pendinginan) (Karen S., 2007).

Senam aerobik tergolong skala nominal. c. Kadar albumin

Kadar albumin adalah konsentrasi albumin dalam serum yang diukur menggunakan autometic mechine dalam satuan g/dL dengan

kadar rujukan normal antara 3,5-5,5 g/dL atau 35-55 g/L (emedicine.medscape.com) dan diambil dari sampel darah vena. Kadar albumin tergolong skala numerik.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel darah dari penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik di Adonis Fitness Center

dan Sanggar Senam Aerobik Adinda kota Yogyakarta yang kemudian diperiksa kadar albumin di Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta.

1. Alat

Pada penelitian ini akan digunakan alat dan bahan untuk mengambil sampel darah dan juga pemeriksaan kadar albumin. Alat yang dibutuhkan adalah:


(63)

45

b. Alcohol Swab

c. Torniquet

d. Tabung reaksi e. Kapas

f. Vial

g. Centrifuge Machine

h. Automatic Machine

i. Komputer (sebagai program interpretasi data otomatis)

2. Bahan

Bahan yang digunakan adalah: a. Serum darah


(64)

3. Metode Pemeriksaan Sampel

Persiapan alat, bahan, pemeriksa dan subjek

penelitian

Pengambilan sampel darah vena subjek penelitian

dengan prinsip steril

Masukkan sampel darah ke dalam tabung reaksi Tabung reaksi di letakkan di

mesin centrifuge dan pusingkan pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit

Ambil serum yang sudah terpisah dengan pipet ke dalam vial sebanyak 0,5 ml

Masukkan vial ke dalam Automatic Machine

Masukkan reagen albumin ke dalam Automatic

Machine Hidupkan mesin dan tunggu

selama 10 menit

Baca dan catat hasil pemeriksaan pada


(1)

Uji normalitas data yang digunakan adalah Shapiro-Wilk karena jumlah responden kurang dari 50 orang. Dari hasil uji Shapiro-Wilk didapatkan data berdistribusi normal karena p>0,05 kadar albumin pada

penggiat bodybuilding (p = 0,0826) dan penggiat senam aerobik (p = 0,963). Maka uji statistik yang digunakan adalah uji independent t-test.

Tabel 4. Hasil analisis data dengan Uji independent t-test

n Rerata ± SD Perbedaan rerata

(IK 95%) p

Penggiat bodybuilding 20 4,776 ± 0,16956

0,186

(0,04783-0,32417) 0,010 Penggiat senam

aerobik 20 4,590 ± 0,25381

Analisis data menggunakan uji statistik independent t-test didapatkan rata-rata kadar albumin penggiat bodybuilding sebesar 4,776 gr/dl sedangkan penggiat senam aerobik memiliki rata-rata kadar albumin sebesar 4,590 gr/dl. Nilai p (sig.) sebesar 0,010 (p< 0,05) menunjukkan terdapat perbedaan bermakna kadar albumin antara penggiat bodybuilding dengan penggiat senam aerobik.

Diskusi

Analisis data menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan kadar albumin antara penggiat bodybuilding dengan penggiat senam aerobik. Rata-rata kadar albumin lebih tinggi diperoleh kelompok penggiat Bodybuilding sebesar 4,776, sedangkan rata-rata kadar albumin yang dimiliki oleh kelompok penggiat senam aerobik sebesar 4,590. Nilai


(2)

rata-rata kadar albumin penggiat bodybuilding dan penggiat senam aerobik ada pada rentan normal antara 3,5 gr/dl sampai 5,2 gr/dl.

Rata-rata yang didapat dari dua kelompok tersebut menunjukkan bahwa skor kelompok penggiat bodybuiling lebih tinggi dari kelompok senam aerobik. Hasil tersebut yang menunjukkan bahwa penggiat bodybuilding yang melakukan kegaiatan fitness memiliki kadar albumin lebih banyak. Salah satu ciri dari latihan anaerobik (penggiat bodybuilding) adalah adanya beban latihan dengan intensitas yang tinggi5. Tingkatan intensitas beban latihan yang dianjurkan bagi penggiat bodybuilding untuk tahanan beban adalah 40-80% kemampuan maksimal, dengan kontraksi dan repetisi/set yang cepat10. Peningkatan

kekuatan otot (bodybuilding) dengan frekuensi latihan dilakukan sebanyak 2-3 kali seminggu. Densitas latihan yang tinggi juga dilakukan dengan waktu pemulihan yang pendek10. Latihan olahraga yang dilakukan secara teratur dan kontinyu dengan intensitas yang cukup lama dan dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan perubahan fisiologi serta dapat memperbaiki penampilan fisik5. Perubahan fisiologis yang terjadi salah satunya yaitu perubahan sintesis albumin. Proses yang mungkin dapat menyebabkan peningkatan albumin setelah aktivitas intermitten yang instens yaitu peningkatan sintesis albumin, menurunnya degradasi albumin, dan peningkatan balikan albumin dari sistem limfatik yang dirangsang oleh aktifitas dan secara tidak langsung meningkatkan cairan interstisial saat


(3)

berolahraga11. Aktivitas intermitten yang intense dapat menyebabkan hipervolemia dan peningkatan protein plasma intravaskuler, dimana protein plasma mengandung 85% albumin.

Sintesis protein juga dipengaruhi oleh asupan nutrisi. Asupan nutrisi pada penggiat bodybuilding antara lain makanan yang mengandung sumber protein tinggi untuk meningkatkan massa otot. Tidak hanya protein yang dibutuhkan tetapi juga karbohitrat dalam jumlah cukup untuk cadangan energi didalam otot. Penggiat bodybuilding juga mengkonsumsi suplemen yang mengandung energi atau protein12. Pada subjek penelitian ini hampir seluruhnya mengkonsumsi suplemen secara rutin. Hal ini mendukung penelitian Daniel et al., bahwa konsumsi protein setelah olahraga akan meningkatkan muscle

protein synthesis (MPS) dan albumin protein synthesis (APS)8.

Penelitian lain pernah dilakukan oleh Hyerang dengan judul penelitian yaitu metabolic responses to high protein diet in Korean elite bodybuilders with high-intensity resistance exercise13. Responden penelitian ini adalah 8 penggiat

bodybuilding yang telah melakukan olahraga fitness selama lebih kurang 2 tahun dan mengkonsumsi suplemen yang tinggi protein. Hasil penelitian ini adalah terdapat peningkatan kadar ureum dan kreatinin pada penggiat

bodybuilding. Dibagian hasil penelitian ini terdapat juga peningkatan rata-rata kadar albumin pada penggiat bodybuilding. Namun, Hyerang tidak menjelaskan tentang parameter albumin. Sedangkan, kadar albumin pada penggiat bodybuilding


(4)

dilakukan pada penelitian ini didapatkan rata-rata kadar albumin masih dalam rentan normal. Penggiat

bodybuilding memiliki rata-rata kadar albumin lebih tinggi daripada rata-rata kadar albumin penggiat senam aerobik. Sehingga jika dibandingkan dengan penelitian Hyerang ternyata pada penggiat bodybuilding memiliki kecenderungan untuk memiliki

peningkatan kadar albumin

dibandingkan pada penggiat senam aerobik.

Rata-rata kadar albumin pada penggiat senam aerobik lebih rendah daripada penggiat bodybuilding sekitar 3,9 %. Walau olahraga intensitas rendah memiliki dampak yang kecil terhadap kebutuhan protein namun sebagian besar orang dengan olahraga intensitas sedang sampai tinggi membutuhkan asupan protein yang lebih tinggi. Hal itu

karena kebutuhan kalori karbohidrat dan protein meningkat 10 kali lipat dibandingkan istirahat14. Berdasarkan anamnesis terhadap subjek penelitian pada penggiat senam aerobik menunjukkan bahwa mereka tidak memberikan tambahan asupan protein. Sebagian besar tidak begitu memperhatikan asupan protein namun lebih memilih meningkatkan konsumsi sayur dan buah untuk menjaga berat badan yang ideal. Walaupun sama melakukan olahraga dengan intensitas sedang sampai tinggi seperti penggiat bodybuilding maka tidak ada peningkatan kadar albumin yang begitu signifikan pada penggiat senam aerobik.

Kesimpulan

1. Rerata kadar albumin pada penggiat bodybuilding adalah 4,7760 mg/dl


(5)

2. Rerata kadar albumin pada penggiat senam aerobik adalah 4,590 mg/dl

3. Terdapat perbedaan kadar albumin yang bermakna antara penggiat bodybuilding dengan penggiat senam aerobik.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang lebih spesifik terhadap sampel penelitian.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap sampel penelitian dalam bentuk uji klinik untuk mendapatkan data yang lebih akurat mengenai pemberian suplemen protein baik pada pria dan wanita pada berbagai tingkatan umur, lama pemberian dan aktivitas fisik.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan suplemen protein yang dikonsumsi oleh kebanyakan penggiat bodybuilding, serta manfaat dan efek sampingnya.

5. Perlu diberikan edukasi terhadap penggiat bodybuilding bahwa asupan protein yang berlebihan dan olahraga intensitas tinggi dapat meningkatkan kadar albumin.

6. Perlu diberikan edukasi terhadap penggiat senam aerobik bahwa untuk olahraga dengan intensitas sedang sampai tinggi membutuhkan tambahan protein sehingga harus diperhatian asupan kalori proteinnya.

Daftar Pustaka

1. Mitchell, et al., (2005). Task Force 8. Classification of Sports. JACC Vol. 45., No. 8.

2. Sukmaningtyas, H., & Pudjonarko, D. (2002). Pengaruh Latihan Aerobik dan Aerobik


(6)

Terhadap Sistem Kardiovaskuler dan Kecepatan Reaksi.

3. Yonkuro, T. (2006). Profil Instruktur. Yogyakarta: FIK UNY.

4. Udiyana, I., Kanca, I.,& Sudarmada, I. (2014). Pengaruh Pelatihan Modifikasi Zig Zag Run terhadap Peningkatan Kecepatan dan Kelincahan pada

Siswa Putra

PesertaEkstrakurikuler Sepak Bola SMA PGRI 1 Amlapura Tahun Ajaran 2013/2014. E-Journal IKOR. Universitas Pendidikan Ganesha.

5. Hermawan, Heri. (2012). Pengaruh Latihan Aerobik dan Anaerobik Terhadap Kecepatan Reaksi Pada Siswa Sekolah Sepak Bola Tugu Muda Semarang Usia 10-14 Tahun. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. h. 11-5. 6. Hidayah, T., & Sugiarto. (2013). Studi Kasus Konsumsi Suplemen pada Member Fitness Center di Kota Yogyakarta. Media Ilmu Keolahragaan Indonesia., Vol. 3, Edisi 1,Juli 2013. ISSN: 2088-6802

7. Joint Position Statement: nutrition and athletic Performance. Med Sci Sport Exerc. [serial online] Maret. [cited 2011 Nov 10]; 41(3):709-711. Avaible From: URL: HYPERLINK

http://www.acsm.org.

8. Daniel R.M., et al. (2009). Ingested protein dose response of muscle and albumin protein synthesis after resistance exercise in young men. Am J Clin Nutr 2009;89:161–8.

9. Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (11th ed.). Jakarta :

EGC.

10. Ariani, L.P. (2011). Pengaruh Pelatihan Menarik Katrol Beban 5 kg Dua Belas Repetisi Tiga Set dan Sembilan Repetisi Empat Set Terhadap Peningkatan Daya Ledak Otot Lengan Siswa SMK 1 Denpasar. Jurnal PENJASKORA Universitas

Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan. 11. Roger, C. et al., 1998. Albumin

synthesis after intense intermitten exercise in human. The American Physiological Society. 0161-7567/98 $5.00 12. Putri, H.P. 2011. Hubungan

Tingkat Pengetahuan Gizi Dengan Asupan Zat Gizi Pada Bodybuilder. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, Universitas Diponegoro, Semarang.

13. Hyerang, et al., 2011. Metabolic responses to high protein diet in Korean elite bodybuilders with high-intensity resistance exercise. J Int Soc Sports Nutr. 2011 Jul 4;8:10. doi: 10.1186/1550-2783-8-10. 14. Fielding, R.A., & Parkington, J.

(2002). What are the dietary protein requirements of physically active individuals? New evidence on the effects of exercise on protein utilization during post-exercise recovery. Nutr Clin Care. Review