ANALISIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN TENTANG PRAKTIK PERCALOAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL

ABSTRAK
ANALISIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA
PENIPUAN TENTANG PRAKTIK PERCALOAN CALON PEGAWAI
NEGERI SIPIL

Oleh
Cahaya Rama Putra
Tindak pidana penipuan dengan modus praktik percaloan yang dilakukan oleh
oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) memang banyak terjadi menjelang adanya
pembukaan pendaftaran penerimaan calon pegawai negeri sipil, mereka
menjanjikan diterimanya sebagai pegawai negeri dengan meminta imbalan yang
jumlahnya tidak sedikit. Ada pun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini
adalah Bagaimanakah penjatuhan pidana terhadap PNS yang melakukan tindak
pidana penipuan dengan modus praktik percaloan dan Faktor-faktor apa saja yang
menjadi pertimbangan Hakim dalam rangka Penjatuhan pidana terhadap PNS
yang melakukan tindak pidana penipuan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris dan yuridis
normatif. Data diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap narasumber
yang telah ditentukan.Penelitian dilakukan diwilayah hukum Pengadilan Negeri
Tanjung Karang dan Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diketahui bahwa Penjatuhan
pidana terhadap PNS yang melakukan tindak pidana penipuan merupakan
rangkaian proses hukum terhadap pelaku yang telah cukup bukti melakukan
tindak pidana dan juga Hakim memakai teori gabungan dalam hal penjatuhan
pidana, yaitu bukan saja melihat dari sisi pembalasan tetapi juga melihat dari sisi
tujuan dijatuhi pidana kepada pelaku.
Saran dalam penelitian ini adalah dalam hal penjatuhan pidana kepada PNS yang
melakukan penipuan,Hakim harus berlandaskan pada pertimbanganpertimbangan
yang memberikan rasa keadilan baik bagi korban, terdakwa maupun masyarakat
sehingga dapat tercipta suatu kepastian hukum, dan Masyarakat diharapkan
memiliki sikap kehati-hatian dan menolak dengan tegas terhadap oknum PNS
yang menjanjikan seseorang akan diterima sebagai PNS.
Kata kunci: Penjatuhan Pidana, Hakim, Penipuan, PNS

ANALISIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA
PENIPUAN TENTANG PRAKTIK PERCALOAN CALON PEGAWAI
NEGERI SIPIL

(Skripsi)


Oleh
CAHAYA RAMA PUTRA

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

DAFTAR ISI

Halaman

I.

PENDAHULUAN. ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah. ........................................................ 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup.......................................... 6
C. Tujuan dan kegunaan Penelitian. ............................................ 7
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual.......................................... 8
E. Sistematika Penulisan. ............................................................ 12


II.

TINJAUAN PUSTAKA. ............................................................. 14
A. Pengertian Penjatuhan Pidana. ................................................ 14
B. Pengertian Tindak Pidana Penipuan. ...................................... 22
C. Pengertian Pegawai Negeri Sipil. ........................................... 26
D. Pengertian Calo. ...................................................................... 31

III.

METODE PENELITIAN. .......................................................... 32
A. Pendekatan Masalah................................................................ 32
B. Sumber dan Jenis Data. ........................................................... 33
C. Narasumber. ............................................................................ 34
D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data. ............... 34
E. Analisis Data. .......................................................................... 36

IV.


HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ........................ 37
A. Karakteristik Responden. ........................................................ 37
B. Penjatuhan Pidana Terhadap Pegawai Negeri Sipil Yang
Melakukan Praktik Percaloan Calon Pegawai Negeri Sipil. ... 38
C. Faktor-Faktor Yang Menjadi Pertimbangan Hakim
Dalam Rangka Penjatuhan Pidana Terhadap Pegawai
Negeri Sipil Yang Melakukan Tindak Pidana Penipuan
Dengan Modus Praktik Percaloan. .......................................... 45

V.

PENUTUP. ................................................................................... 57
A. Kesimpulan. ............................................................................ 57
B. Saran. ...................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA

MOTTO

“Guru membuka pintu tapi anda harus masuk sendiri”

(Pepatah Cina)

“Pendidikan mempunyai akar yang pahit, tapi buahnya
manis”
(Aristoteles)

“Belajarlah tentang arti kehidupan dari ayahmu dan
belajarlah tentang arti ketulusan dari ibumu”
(Cahaya Rama Putra)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ilmiah ini kepada:

Kedua Orang Tuaku, Ayah Ir. Ramsi dan Ibu Suparti
Sebagai kedua orang tua tercinta yang telah mendidik, membesarkan, dan
membimbingku dalam menjalani kerasnya kehidupan
Tidak Ada Kata Yang Dapat Aku Ucapkan Untuk Menggantikan Semua Kasih
Sayang Dan Pengorbananmu Sehingga Aku Bisa
Menjadi Orang Yang Berhasil


Kakak dan Adikku, Romi Fahriza Akbar Tanjung Perdana dan Agustine Tria
Dinanti
Yang selalu Memotivasi, Memberi Saran, Kritik, Doa untuk selalu berfikir maju
dan jauh lebih baik lagi

Almamater Universitas Lampung
Tempat Aku Menimba Ilmu, Disinilah Aku Mendapatkan Ilmu Dan Pengetahuan
Yang Menjadi Bagian Jejak Langkahku Meraih Kesuksesan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, pada tanggal 15 Juli
1992, merupakan putra kedua dari tiga bersaudara pasangan
Ayahanda Ir. Ramsi dan Ibunda Suparti.

Jenjang pendidikan penulis dimulai pada Taman KanakKanak (TK) Masjid Agung Kalianda selesai tahun 1998, Sekolah Dasar Swasta
Al-Kautsar Bandar Lampung selesai pada tahun 2004, Sekolah Menengah
Pertama Negeri 28 Bandar Lampung selesai pada tahun 2007, Sekolah Menengah
Atas Persada Bandar Lampung selesai pada tahun 2010.


Pada Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN) program pendidikan Strata 1 (S1) dan mengambil bagian
Hukum Pidana.

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil ’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Analisis
Penjatuhan Pidana Terhadap Tindak Pidana Penipuan Tentang Praktik
Percaloan Calon Pegawai Negeri Sipil” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari ini bukanlah hasil jerih payah sendiri akan tetapi berkat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil
sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai oleh karena itu, di dalam kesempatan
ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan rasa terima kasih yang tulus
kepada :
1.


Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung.

2.

Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung, sekaligus sebagai Pembahas I yang
telah memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

3.

Ibu Firganefi, S.H., M.H. selaku Sekretaris Bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Lampung.

4.

Bapak Dr. Eddy Rifa’i, S.H., M.H. selaku Pembimbing I (satu) yang telah
meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk memberikan koreksi yang
sangat membantu dalam perbaikan skripsi penulis.


5.

Bapak Ahmad Irzal Fardiansyah, S.H., M.H. selaku Pembimbing II (dua) atas
kesediaannya dan kesabarannya untuk membantu, mengarahkan, dan
memberi masukan agar terselesaikannya skripsi ini.

6.

Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H. selaku Pembahas II (dua) yang telah
memberikan masukan dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

7.

Ibu Eka Deviani, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik, terimakasih atas
masukan dan arahanya selama penulis menjalani kuliah.

8.

Seluruh Dosen Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu
dan pengetahuan kepada penulis, serta kepada seluruh staf administrasi

Fakultas Hukum Universitas Lampung;

9.

Keluarga Besar Bagian Hukum Pidana dan Keluarga Besar Fakultas Hukum
2010 terima kasih telah menjadi bagian perjalanan hidupku, besar harapan
silaturahmi tak berujung.

10. Bapak Mardison, S.H., M.H. selaku Hakim Pengadilan Negeri Tanjung
Karang yang telah bersedia memberikan bantuan, pendapat dan meluangkan
waktu.
11. Kedua orang tuaku yang telah menjadi inspirasi terbesar penulis, Ayahanda
Ir. Ramsi dan Ibunda Suparti, terimakasih telah menjadi orang tua terhebat,
kalian lah inspirasiku, pengorbanan dan kasih sayang kalian tidak akan aku
sia-siakan. Maaf atas kesalahan yang telah aku perbuat tapi percayalah selalu

ada bagian diri ini yang tidak pernah berhenti berjuang untuk membahagiakan
kalian. Gelar ini ku persembahkan untuk kalian.
12. Kakak dan Adikku Romi Fahriza Akbar Tanjung Perdana dan Agustine Tria
Dinanti terimakasih telah memotivasiku dan memberikan canda tawa, kalian

adalah kakak dan adik terkeren yang aku punya.
13. Cahaya Winda Ekawati terimakasih untuk segalanya dan telah setia
menemaniku, kau adalah wanita yang aku kagumi, darimu ku banyak belajar
tentang arti kerja keras dan pantang menyerah.
14. Sahabat-sahabatku Beni Pramiza, Adi Pangestu, Andi Asmoro, Arief
Chandra, Lek Ardi, Berry Prasetyo, Johan Aziz, Indra Sukma yang telah
memberikan motivasi dan kenangan indah selama menjalani lika-liku
kehidupan kampus.
15. Serta semua pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
penulis mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungannya dalam
menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalasnya dengan
kebaikan.
Akhir kata, sangat penulis sadari bahwa berakhirnya masa studi ini adalah awal
dari perjuangan panjang untuk menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Sedikit
harapan semoga karya ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, Februari 2015
Penulis,

Cahaya Rama Putra

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstats), bukan negara yang
berdasar kekuasaan belaka (machtstats), oleh karena itu tata kehidupan dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus disusun dalam bingkai hukum.
Konsepsi Negara Hukum atau rechtstats tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UndangUndang Dasar 1945 Amandemen keempat yang menyatakan Negara Indonesia adalah
Negara Hukum.
Indonesia mempunyai sistem pemerintahan, yang mana sistem itu dijalankan oleh
para pegawai-pegawai atau yang disebut dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dalam
suatu tata pemerintahan yang baik peran suatu Pegawai Negeri memang sangat vital
untuk mencapai tujuan nasional yaitu mewujudkan masyarakat yang adil, makmur
yang merata dan berkeseimbangan materiil dan spiritual. Maka dari itu diperlukan
adanya Pegawai Negeri yang bermental baik, berwibawa, berdaya guna, bersih,
bermutu tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya untuk menyelenggarakan tugas
pemerintahan dan pembangunan.1 Tuntutan itu merupakan hal yang wajar dan sudah

1

Sedarmayanti. Profesionalisme Pegawai Negeri Sipil di Era Otonomi Daerah. Tarsito.
Bandung.2008.hlm 5.

2

seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan-perubahan
terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Kedudukan dan peranan Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara yang
bertugas sebagai abdi masyarakat, harus menyelenggarakan pelayanan secara adil
kepada masyarakat, dengan dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik, maka
pembinaan pegawai diarahkan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia
agar memiliki sikap dan perilaku yang berintikan pengabdian, kejujuran,
tanggungjawab, disiplin serta wibawa sehingga dapat memberikan pelayanan sesuai
tuntutan perkembangan masyarakat.
Setiap tahun di Indonesia selalu membuka penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil
untuk setiap instasi-instasi pemerintahan yang diperlukan adanya penambahan
pegawai. Ini tentunya merupakan kesempatan bagi masyarakat yang memang bercitacita untuk mengabdi kepada Negara sebagai Pegawai Negeri Sipil. Namun
kesempatan ini pula dijadikan oleh para oknum atau orang-orang yang tidak
bertanggung jawab untuk mengambil keuntungan atas orang-orang yang ingin
mengambil jalan pintas menjadi pegawai negeri sipil. Para pelaku ini menawarkan
kepada calon korban kalau mereka bisa memastikan para calon korban diterima
sebagai pegawai negeri sipil atau disebut juga dengan calo pns, tentunya tindakan ini
mencidrai dari apa yang diharapkan dari seorang PNS yaitu bersih dan bermoral.

3

Tindak pidana praktik percaloan memang banyak terjadi menjelang adanya
pembukaan pendaftaran penerimaan calon pegawai negeri sipil, dengan modus
menjanjikan diterimanya sebagai pegawai negeri dengan meminta imbalan yang
jumlahnya tidak sedikit. Bagaimana mendapatkan para pegawai negeri yang
jujur,bersih dan bermoral kalau dalam penerimaanya pun mereka menggunakan jasa
calo pns, dan mirisnya lagi banyak diantara para pelakunya adalah para pegawai
negeri itu sendiri.
Idealnya PNS haruslah bersih dan bermoral, namun pada kenyataanya terdapat PNS
yang melakukan praktik percaloan seperti pada kasus percaloan pegawai dengan
terdakwa Irma Sintia (34), PNS Bapas Kanwil Kementrian Hukum dan HAM
Lampung (Kemenkumham), melakukan penipuan dengan modus menjadi calo
penerimaan cpns di Kemenkumham Lampung. Pelaku menerima uang sebesar
Rp.125.000.000,- dari saksi Bambang Sudirman sebagai syarat anaknya yang
bernama Beni dapat diterima sebagai CPNS di Kemenkumham dan Rp.160.000.000,dari saksi Eli Haeroni sebagai syarat anaknya Abdurrahman Hadi Anwar dapat
diterima sebagai CPNS di kemenkumham.
Pada 8 September 2010, Bambang, Beni, Tedi, dan Sapwan bertemu dengan Irma di
rumah terdakwa di Kecamatan Sukabumi,’’ kata Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Ketika itu, Irma menyanggupi untuk meluluskan Beni. Syaratnya, Bambang setor
Rp80 juta. Jika Beni tidak lulus, uang dikembalikan. Pada 17 September, Bambang
datang lagi ke rumah Irma dan memberikan uang tunai Rp60 juta. Lalu, pada 20
Oktober 2010 setelah pengumuman peserta yang lulus tes tertulis, nama Beni tidak

4

ada dalam pengumuman. Beni pun kemudian menelepon Irma. Ketika itu, terdakwa
Irma mengatakan bahwa nomor Beni pasti keluar. Sebab, dirinya telah mengurus ke
pusat. Setelah lama menunggu dan tidak ada kejelasan, pada April 2011, Irma
menelepon Bambang dan mengatakan bahwa uang Rp80 juta tidak cukup. Irma
menyatakan, dirinya butuh Rp125 juta. Surat Keputusan nya, menurut Irma, tengah
diurus sebagai kelulusan sisipan.Permintaan itu disanggupi Bambang. Uang diberikan
lagi dalam beberapa tahap. Tapi, setelah lama ditunggu, Beni tak kunjung diterima.
Tak hanya itu. Irma juga menawarkan untuk memasukkan orang menjadi honorer
Polisi Pamong Praja dengan biaya Rp45 juta.2
Sesuai dengan perkara di atas maka terdapat kesenjangan penerapan sanksi pidana
tindak pidana penipuan dengan modus praktik percaloan sebagaimana diatur dalam
Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) :
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat
palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau
supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena
penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun."

2

Radar Lampung, 5 September 2013, hal 10.

5

Pada kenyataanya terdakwa hanya dituntut 2 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum
dan divonis oleh hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang hanya 1,5 tahun, lebih
rendah dari pada tuntutan jaksa penuntut umum.
Pada Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP) tahun 2010
Pasal 54 ayat (1), yaitu:
Pemidanaan Bertujuan :
a.
b.
c.
d.

Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum
demi pengayoman masyarakat.
Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga
menjadi orang yang baik dan berguna.
Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan
keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Bila kita melihat pada Pasal 54 ayat (1) diatas, Jika pelaku kasus praktik percaloan
tersebut hanya dijatuhi pidana rendah atau lolos dari hukuman, maka akan
menimbulkan keresahan di masyarakat. Bahkan mungkin bisa pula menumbuhkan
ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan, karena membiarkan
berlangsungnya perbuatan yang bertentangan dengan hukum, moral dan kesusilaan.
Bahkan jika tidak adanya efek jera maka praktik percaloan ini akan terus terjadi dan
menimbulkan masalah yaitu tidak adanya kualitas para pegawai negeri karena di isi
oleh orang-orang yang menggunakan jalan pintas secara illegal.
Sehubungan dengan hal diatas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: “Analisis Penjatuhan

6

Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Tentang Praktik Percaloan Calon
Pegawai Negeri Sipil (PNS)”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Bagaimanakah Penjatuhan pidana terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan
tindak pidana penipuan dengan modus praktik percaloan calon Pegawai Negeri
Sipil ?
b. Apakah faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam rangka
Penjatuhan pidana terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tindak pidana
penipuan dengan modus praktik percaloan ?
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup studi dalam penelitian ini adalah kajian ilmu Hukum Pidana,
khususnya yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap tindak pidana penipuan
tentang praktik percaloan. Ruang lingkup lokasi penelitian adalah pada Pengadilan
Negeri Tanjung Karang. Ruang lingkup waktu penelitian adalah tahun 2014.

7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diajukan maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Untuk mengetahui penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan
tentang praktik percaloan calon Pegawai Negeri Sipil.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Penjatuhan pidana terhadap
Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tindak pidana penipuan dengan modus
praktik percaloan.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini terdiri dari kegunaan praktis dan teoritis sebagai berikut :
a. Kegunaan praktis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat berguna secara positif bagi aparat penegak
hukum dalam proses penjatuhan pidana terhadap praktik percaloan Pegawai
Negeri Sipil. Selain itu diharapkan hasil penelitian ini berguna bagi berbagai
pihak-pihak lain yang akan melakukan penelitian mengenai proses penyelesaian
perkara pidana di masa-masa yang akan datang.

8

b. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
pengembangan kajian hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan
penjatuhan pidana terhadap Praktik percaloan calon Pegawai negeri Sipil.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka Teoritis adalah abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar
yang relevan untuk pelaksanaan penelitian hukum. Berdasarkan definisi tersebut
maka kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Penjatuhan Pidana
Penjatuhan pidana adalah suatu penderitaan atau nestapa yang diberikan kepada
orang yang melanggar suatu perbuatan yang dilarang dan dirumuskan oleh Undangundang atau hal yang berhubungan dengan pernyataan hakim dalam memutuskan
perkara dan menjatuhkan hukuman.
Ada tiga teori yang mempenngaruhi tentang penjatuhan pidana, yaitu :
1) Teori Absolut
Dasar pijakan dari teori ini ialah pembalasan. Inilah dasar pembenar dari
penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat. Negara berhak
menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan

9

perkosaan pada hak dan kepentingan hukum yang telah dilindungi, oleh karena itu
harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukanya.3
2) Teori Relatif
Berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakan tata
tertib dalam masyarakat. Tujuan pidana ialah tata tertib masyarakat, dan untuk
menegakkan tata tertib itu diperlukan pidana.4
3) Teori Gabungan
Teori Gabungan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas
pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar
dari penjatuhan pidana.5
b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penjatuhan Pidana
Praktek sehari-hari, baik oleh Penuntut Umum maupun Hakim, faktor-faktor yang
dikemukakan dalam tuntutan dan penjatuhan pidana ada dua hal pokok yaitu hal-hal
yang meringankan dan memberatkan.
1) Faktor-faktor yang memperingan penjatuhan sanksi pidana terhadap terdakwa di
luar KUHP antara lain :6

3

a.

Tidak berbelit-belit dalam sidang.

b.

Mengakui perbuatan pidana yang telah dilakukan.

c.

Menyesali telah melakukan tindak pidana.

Adami Chazawi,. Pelajaran Hukum Pidana. Rajawali Pers. Jakarta. 2011. hlm 157.
Ibid., hlm 161.
5
Ibid., hlm 166.
6
Bambang tri bawono, Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
berat/ringannya pidana terhadap terdakwa, Jurnal Hukum, Vol. 14, No. I, April 2004. hlm 151.

4

10

d.

Sopan dalam mengikuti persidangan.

e.

Belum pernah melakukan tindak pidana sebelumnya.

f.

Masih berusia relatif muda.

g.

Sebagai tulang punggung keluarga/banyak tanggungan keluarga.

2) Faktor-faktor yang memperberat penjatuhan sanksi pidana terhadap terdakwa di
dalam KUHP antara lain:7
a.

Pemberatan

karena

jabatan

pidananya

dapat

ditambah

sepertiga

penggunaan Bendera Negara dalam hal melakukan kejahatan pidananya
dapat ditambah sepertiga.
b.

Seseorang yang telah dipidana oleh suatu putusan hakim yang memiliki
kekuatan hukum tetap, akan tetapi melakukan kejahatan kembali dilain
waktu (Recidivis).

c.

Seseorang yang melakukan Tindak Pidana dengan sengaja maka hukuman
dapat diperberat dengan meninjau kasus yang telah terjadi.

d.

Dalam hal kejahatan dilakukan dalam keadaan dan kondisi tertentun
seperti Pencurian ternak, pencurian dalam kondisi telah terjadi musibah
baik alam maupun buatan, pencurian pada waktu malam pada ruang
tertutup, pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu dan pencurian yang untuk masuk ketempat kejahatan dilakukan
dengan cara merusak.

7

Ibid., hlm 150.

11

2. Konseptual
Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam
melaksanakan penelitian. Berdasarkan definisi tersebut, maka konseptualisasi dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Ada tiga golongan utama teori untuk membenarkan penjatuhan pidana, yaitu: 1.
Teori Relatif atau tujuan (doeltheorien) Menurut teori ini suatu kejahatan tidak
mutlak harus diikuti dengan suatu pidana. Pemberian pidana tidak hanya dilihat
dari masa lampau melainkan juga ke masa depan. Memidana harus ada tujuan
lebih jauh dari pada hanya menjatuhkan pidana saja, atau pidana bukanlah
sekedar untuk pembalasan atau pengambilan saja, tetapi mempunyai tujuan-tujuan
tertentu

yang

bermanfaat.

2.

Teori

Absolut

atau

teori

pembalasan(

vergeldingstheorien ), Teori ini mengatakan bahwa didalam kejahatan itu sendiri
terletak pembenaran dari pemidanaan terlepas dari manfaat yang hendak di capai.
Ada pemidanaan karena ada pelanggaran hukum. 3. Teori gabungan(
verenigingsthrorien), Teori gabungan antara pembalasan dan pencegahan
beragam pula, ada yang menitik beratkan pada pembalasan, ada pula yang ingin
agar unsur pembalasan dan prefensi seimbang.
b. Tindak Pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang
dan diancam dengan pidana.8

8

Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Kencana. Jakarta. 2011. hlm 83.

12

c. Pelaku tindak pidana adalah setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar
atau melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang. Pelaku
tindak pidana harus diberi sanksi demi terpeliharanya tertib hukum dan
terjaminya kepentingan umum.9
d. Penipuan menurut pasal 378 KUHP adalah setiap orang yang dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum,
dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun
dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan
sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan
piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
e. Hukum pidana adalah sebagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di
suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan
perbuatan- perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan
disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa
melanggar larangan tersebut.10
E. Sistematika Penulisan
Sistematika yang disajikan agar mempermudah dalam penulisan skripsi secara
keseluruhan diuraikan sebagai berikut :

9

Satjipto Rahardjo. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. PPKPH. Jakarta.
1998. hlm 25.
10
Andi Hamzah. Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta. 2008. hlm 4.

13

I.

PENDAHULUAN
Berisi pendahuluan penyusunan skripsi yang terdiri dari latar

belakang,

permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori
dan konseptual serta sistematika penulisan.
II.

TINJAUAN PUSTAKA
Berisi Tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan
dengan penyusunan skripsi yaitu pengertian pertanggungjawaban pidana, praktik
percaloan dan kaitanya dengan pasal 378 KUHP.

III.

METODE PENELITIAN
Berisi metode yang digunakan dalam penelitian, terdiri dari pendekatan masalah,
sumber data, penentuan populasi dan sampel, prosedur pengumpulan data serta
analisis data.

IV.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang telah didapat
penelitian, terdiri dari deskripsi dan analisis mengenai pertanggung jawaban
pidana terhadap praktik percaloan calon pegawai negeri sipil.

V.

PENUTUP
Berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan
penelitian serta berbagai saran sesuai dengan permasalahan yang ditujukan
kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Penjatuhan Pidana
Penggunaan istilah pidana itu sendiri diartikan sebagai sanksi pidana. Untuk
pengertian yang sama, sering juga digunakan istilah-istilah yang lain, yaitu hukuman,
penghukuman, pemidanaan, penjatuhan pidana, pemberian pidana, dan hukuman
pidana.
Sudarto memberikan pengertian pidana sebagai penderitaan yang sengaja dibebankan
kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
Sedangkan Roeslan Saleh mengartikan pidana sebagai reaksi atas delik, dan ini
berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan Negara pada pelaku delik
itu.1
Pidana mengandung unsur-unsur dan ciri-ciri, yaitu:2
1. Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan dan penderitaan atau
nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.

1
2

Mahrus Ali. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. 2012. hlm 186.
Ibid.,

15

2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai
kekuasaan (oleh yang berwenang).
3. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana
menurut undang-undang.
4. Pidana itu merupakan pernyataan pencelaan oleh negara atas diri seseorang
karena telah melanggar hukum.
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa penjatuhan pidana adalah suatu
penderitaan atau nestapa yang diberikan kepada orang yang melanggar suatu
perbuatan yang dilarang dan dirumuskan oleh Undang-undang.
Penjatuhan pidana juga berhubungan dengan stelsel pidana, stelsel pidana merupakan
bagian dari hukum penitensier yang berisi tentang jenis pidana, batas-batas
penjatuhan pidana, cara penjatuhan pidana, cara dan dimana menjalankanya, begitu
juga mengenai pengurangan, penambahan, dan pengecualian penjatuhan pidana.3
Stelsel pidana Indonesia pada dasarnya diatur dalam Buku I KUHP dalam bab 2 dari
pasal 10 sampai pasal 43, yang kemudian juga diatur lebih jauh mengenai hal-hal
tertentu dalam beberapa peraturan, yaitu:
1. Reglemen Penjara (Stb 1917 No. 708) yang telah diubah dengan LN 1948 No. 77)
2. Ordonasi Pelepasan Bersyarat (Stb 1917 No. 749)
3. Reglemen Pendidikan Paksaan (Stb 1917 No. 741)
4. UU No. 20 Tahun 1946 Tentang Pidana Tutupan.

3

Adami Chazawi,. Op.Cit.,. hlm 23.

16

KUHP sebagai induk atau sumber utama hukum pidana telah merinci jenis-jenis
pidana, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 10 KUHP. Menurut stelsel KUHP,
pidana dibedakan menjadi dua kelompok, anatara pidana pokok dengan pidana
tambahan.4
Pidana Pokok terdiri dari :
1. Pidana mati
2. Pidana penjara
3. Pidana kurungan
4. Pidana denda
5. Pidana tutupan
Pidana Tambahan terdiri dari :
1. Pidana Pencabutan hak-hak tertentu.
2. Pidana perampasan barang-barang tertentu.
3. Pidana pengumuman keputusan hakim.
Stelsel pidana Indonesia berdasarkan KUHP mengelompokan jenis-jenis pidana
kedalam Pidana Pokok dan Pidana tambahan. Adapun perbedaan antara jenis-jenis
pidana pokok dengan jenis-jenis pidana tambahan adalah sebagai berikut:5
1. Penjatuhan salah satu jenis pidana pokok bersifat keharusan (imperatif),
sedangkan penjatuhan pidana tambahan sifatnya fakultatif.
4
5

Ibid. hlm 25.
Ibid. hlm 26.

17

2. Penjatuhan jenis pidana pokok tidak harus dengan demikian menjatuhkan
jenis pidana tambahan (berdiri sendiri), tetapi menjatuhkan jenis pidana
tambahan tidak boleh tanpa dengan menjatuhkan jenis pidana pokok.
3. Jenis pidana pokok yang dijatuhkan, bila telah mempunyai kekuatan hukum
tetap (in kracht van gewijsde zaak) diperlukan suatu tindakan pelaksanaan
(executie).
Ada tiga golongan utama teori untuk membenarkan penjatuhan pidana, yaitu :
1. Teori Absolut
Dasar pijakan dari teori ini ialah pembalasan. Inilah dasar pembenar dari
penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat. Negara berhak
menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan
perkosaan pada hak dan kepentingan hukum (pribadi, masyarakat atau negara)
yang telah dilindungi. Penjatuhan pidana yang pada dasarnya penderitaan pada
penjahat dibenarkan karena penjahat telah membuat penderitaan bagi orang lain.6
Teori ini bertujuan untuk memuaskan pihak yang dendam baik masyarakat sendiri
maupun pihak yang dirugikan atau menjadi korban. Pendekatan teori absolut
meletakan gagasanya tentang hak untuk menjatuhkan pidana yang keras, dengan
alasan karena seseorang bertanggung jawab atas perbuatanya, sudah seharusnya
dia menerima hukuman yang dijatuhkan kepadanya.7 Menurut Johannes
Andenaes tujuan dari pidana menurut teori absolut ialah untuk memuaskan
6
7

Ibid., hlm 157.
Mahrus Ali. Op.Cit.,. hlm 187.

18

tuntutan keadilan (to satisfy the claims of justice), sedangkan pengaruhpengaruhnya yang menguntungkan adalah sekunder.8
Sementara itu, Karl O. Christiansen mengidentifikasi lima ciri pokok dari teori
absolut, yaitu:9
a.

Tujuan pidana hanyalah sebagai pembalasan.

b.

Pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak mengandung
sarana untuk tujuan lain seperti kesejahteraan masyarakat.

c.

Kesalahan moral sebagai satu-satunya syarat pemidanaan.

d.

Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan si pelaku.

e.

Pidana melihat kebelakang, ia sebagai pencelaan yang murni dan
bertujuan tidak untuk memperbaiki, mendidik dan meresosialisasi si
pelaku.

Dalam kaitanya pertanyaan sejauh mana pidana perlu diberikan kepada pelaku
kejahatan, teori absolut menjelaskan sebagai berikut :10
1) Dengan pidana tersebut akan memuaskan perasaan balas dendam si korban, baik
perasaan adil bagi dirinya, temanya dan keluarganya serta masyarakat. Perasaan
tersebut tidak dapat dihindarai dan tidak dapat dijadikan alasan untuk menuduh
tidak menghargai hukum. Tipe ini disebut vindicative.

8

Muhammad Taufik Makarao. Pembaharuan Hukum Pidana. Kreasi Wacana. Yogyakarta. 2005. Hlm
39.
9
M. Sholehuddin. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana. Grafindo Persada. Jakarta. 2003. hlm 35.
10
Mahrus Ali. Op.Cit.,. hlm 189.

19

2) Pidana dimaksudkan untuk memberikan peringatan pada pelaku kejahatan dan
anggota masyarakat yang lain bahwa setiap ancaman yang merugikan orang lain
atau memperoleh keuntungan dari orang lain secara tidak wajar, akan menerima
ganjaranya. Tipe ini disebut fairness.
3) Pidana dimaksudkan untuk menunjukan adanya kesebandingan antara apa yang
disebut dengan the gravity of the offence dengan pidana yang dijatuhkan. Tipe ini
disebut proporsionality.

2. Teori Relatif
Teori relatif berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk
menegakan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Tujuan pidana ialah tata tertib
masyarakat, dan untuk menegakan tata tertib itu diperlukan pidana.11
Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat tadi, maka pidana itu mempunyai
tiga macam sifat, yaitu:
a.

Bersifat menakut-nakuti (afschrikking)

b.

Bersifat memperbaiki (verbetering/reclasering)

c.

Bersifat membinasakan (onschadelijk maken)

Secara prinsip teori ini mengajarkan bahwa penjatuhan pidana dan pelaksanaanya
setidaknya harus berorientasi pada upaya mencegah terpidana (special
prevention) dari kemungkinan mengulangi kejahatan lagi di masa mendatang,
serta mencegah masyarakat luas pada umumnya (general prevention) dari

11

Adami Chazawi,. Op.Cit.,. hlm 161.

20

kemungkinan melakukan kejahatan baik seperti kejahatan yang telah dilakukan
terpidana maupun lainya. Semua orientasi pemidanaan tersebut adalah dalam
rangka menciptakan dan mempertahankan tata tertib hukum dalam kehidupan
masyarakat.12
Secara umum ciri-ciri pokok atau karakteristik teori relatif ini adalah sebagai
berikut:13
a.

Tujuan Pidana adalah pencegahan (prevention).

b.

Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk
mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat.

c.

Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada
si pelaku saja yang memenuhi syarat untuk adanya pidana.

d.

Pidana harus ditetapkan berdasar tujuanya sebagai alat untuk pencegahan
kejahatan.

e.

Pidana melihat kedepan (bersifat prospektif), pidana dapat mengandung
unsur pencelaan, tetapi baik unsur pencelaan maupun unsur pembalasan
tidak dapat diterima apabila tidak membantu pencegahan kejahatan untuk
kepentingan kesejahteraan masyarakat.

12

Mahrus Ali. Op.Cit.,. hlm 190.
Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori dan Bunga Rampai Hukum Pidana. Alumni Bandung. 1992.
hlm 17.

13

21

3. Teori Gabungan
Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas
pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar
dari penjatuhan pidana. Secara teoritis, teori gabungan berusaha untuk
menggabungkan pemikiran yang terdapat di dalam teori absolut dan teori relatif.
Disamping mengakui bahwa penjatuhan sanksi pidana diadakan untuk membalas
perbuatan pelaku, juga dimaksudkan agar pelaku dapat diperbaiki sehingga bisa
kembali ke masyarakat.14
Munculnya teori gabungan pada dasarnya merupakan respon terhadap kritik yang
dilancarkan baik terhadap teori absolut maupun teori relatif. Penjatuhan suatu
pidana kepada seseorang tidak hanya berorientasi pada upaya untuk membalas
tindakan orang itu, tetapi juga agar ada upaya untuk mendidik atau memperbaiki
orang itu sehingga tidak melakukan kejahatan lagi yang merugikan masyarakat. 15
Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai
berikut:16
a.

Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan itu
tidak boleh melampaui batas dari apa yang perlu dan cukup dapatnya
dipertahankanya tata tertib masyarakat.

14

Mahrus Ali. Op.Cit.,. hlm 192.
Ibid.,
16
Adami Chazawi,. Op.Cit.,. hlm 166.
15

22

b.

Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat,
tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat daripada
perbuatan yang dilakukan terpidana.

B. Pengertian Tindak Pidana Penipuan
Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dalam bahasa Indonesia, untuk istilah
dalam bahasa Belanda disebut “strafbaarfreit” atau “delik”. Disamping istilah tindak
pidana, ada istilah lain yang dipakai oleh beberapa sarjana, yaitu “peristiwa pidana
(Simon)”, “perbuatan pidana (Moeljatno)”. Peristiwa pidana menurut Simon adalah
perbuatan salah dan melawan hukum dan diancam pidana dan dilakukan oleh
seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Moeljatno perbuatan pidana
adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang disertai ancaman
(sanksi) yang berupa pidana tertentu.17
Tindak Pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
pidana, dimana penjatuhan pidana pada pelaku adalah demi tertib hukum dan
terjaminya kepentingan umum.18 Disamping itu E.Utrecht menganjurkan pemakaian
istilah peristiwa pidana, karena peristiwa itu meliputi suatu perbuatan (handelen atau

17

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. Pokok-Pokok Hukum Pidana. Pradnya Paramita. Jakarta. 2004.
hlm 54.
18
P.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1996. hlm.
16.

23

doen positif) atau melalaikan (verzuim atau nalaten atau niet doen, negatif maupun
akibatnya).19
Peristiwa Pidana adalah suatu kejadian yang mengandung unsur-unsur perbuatan
yang dilarang oleh undang-undang, sehingga siapa yang menimbulkan peristiwa itu
dapat dikenai sanksi pidana (hukuman).
Unsur-unsur peristiwa pidana dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi subjektif dan
segi objektif. Dari segi objektif berkaitan dengan tindakan, peristiwa pidana adalah
perbuatan yang melawan hukum yang sedang berlaku, akibat perbuatan itu dilarang
dan diancam dengan hukuman. Dari segi subjektif peristiwa pidana adalah perbuatan
yang dilakukan seseorang secara salah. Unsur-unsur kesalahan si pelaku itulah yang
mengakibatkan terjadinya peristiwa pidana.20
Suatu peristiwa agar dapat dikatakan sebagai suatu peristiwa pidana harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:21
1. Harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang.
2. Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-undang.
Pelakunya

harus

telah

melakukan

suatu

kesalahan

dan

harus

mempertanggungjawabkan perbuatanya.

19

Wiryono Projodikoro. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. PT Eresco. Jakarta. 2002. hlm 50.
Yulies Tiena Masriani. Pengantar Hukum Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. 2004. hlm 63.
21
Ibid.,
20

24

3. Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi perbuatan itu
memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan
hukum.
4. Harus ada ancaman hukumanya. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang
dilanggar itu mencantumkan sanksinya.
Jadi menurut beberapa pengertian diatas maka tindak pidana adalah kelakuan
manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hkum, yang patut
dipidana dan dilakukan dengan kesalahan, orang yang melakukan perbuatan pidana
akan mempertanggungjawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai
kesalahan.22
Tindak Pidana menurut Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
adalah:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat
palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, membujuk orang
lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, taua supaya memberi
utang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana
penjara paling lama empat tahun”.

Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 378 KUHP adalah:
1) Dilakukan dengan sengaja.
2) Perbuatan yang dilakukan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
3) Dilakukan dengan melawan hukum
22

Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara pidana. Ghalia Indonesia. Jakarta. 2000.
hlm. 19.

25

4) Menggerakan orang lain dengan alat penggerakn atau pembujukan berupa
memakai nama palsu atau keadaan palsu dengan rangkaian kata-kata bohong.
5) Dengan cara itu orang menyerahkan sesuatu barang membuat hutang
menghapuskan piutang.
Penipuan dapat terbagi atas beberapa pasal yaitu :
1) Penipuan Biasa (Pasal 378 KUHP)
2) Penipuan Ringan (Pasal 379 KUHP)
3) Penipuan Merupakan Kebiasaan (Pasal 379a KUHP)
4) Penipuan dilakukan dengan pemalsuan nama/tanda terhadap hasil karya/ciptaan
seseorang (Penipuan Hak Cipta) (Pasal 380 KUHP)
5) Penipuan Terhadap perasuransian (Pasal 381 dan 382 KUHP)
6) Penipuan jual beli (pasal 383 KUHP)
7) Penipuan terhadap benda tak bergerak (Pasal 385 KUHP)
8) Penipuan dana penjualan bahan makanan dan obat0obatan (Pasal 386 KUHP)
9) Penipuan dalam Pemborongan (Pasal 387 KUHP)
10) Penipuan dengan memberikan gambar yang tidak benar tentang surat berharga
(Pasal 391 KUHP)
11) Penipuan dengan menyusun neraca palsu (Pasal 392 KUHP)
12) Penipuan dengan memalsukan nama firma atau merek atas barang dagangan
(Pasal 393 KUHP)
13) Penipuan dengan lingkungan Pengacara (Pasal 393 Bis KUHP)

26

C. Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah salah satu jenis Kepegawaian Negeri di samping
anggota TNI dan Anggota POLRI (UU No 43 Th 1999). Pengertian Pegawai Negeri
adalah warga negara RI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh
pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi
tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (pasal 1 ayat 1 UU 43/1999).23
Pegawai Negeri merupakan aparatur negara yang bertugas untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam
penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan di Indonesia.
Pegawai Negeri di Indonesia terdiri atas:24
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat (PNS Pusat), yaitu PNS yang gajinya dibebankan
pada APBN, dan bekerja pada departemen, lembaga non departemen,
kesekretariatan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, instansi vertikal di
daerah-daerah, serta kepaniteraan di pengadilan.
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNS Daerah), yaitu PNS yang bekerja di
Pemerintahan Daerah dan gajinya dibebankan pada APBD. PNS Daerah terdiri
atas PNS Daerah Provinsi dan PNS Daerah Kabupaten/Kota.

I draya to,”Pengertian Pegawai Negeri Sipil” Artikel. 5 Juli
. hl
.
Mohamad Ismail. Aktualisasi Pelayanan Prima Dalam Kapasitas PNS Sebagai Abdi Negara dan Abdi
Masyarakat. Mandar Maju. Bandung. 2003. hlm 32.

23

24

27

c. Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah, yaitu masih
dimungkinkan adanya pegawai negeri sipil yang akan ditetapkan dengan
peraturan pemerintah, misalnya kepala-kepala kelurahan dan pegawai negeri di
kantor sesuai dengan Undang-undang nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang No.8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) berkedudukan sebagai aparatur negara, abdi negara dan
abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945,
Negara dan pemerintah, menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.
Kesetiaan dan ketaatan yang penuh tersebut mengandung pengertian bahwa PNS
berada sepenuhnya di bawah pemerintah.25
Oleh karena pelaksanaan tugas-tugas Pegawai Negeri menyangkut kelancaran tugas
pemerintah, negara maupun warga negara, maka perlu diketahui uraian tugas serta
kewajiban Pegawai Negeri, yang menyangkut jabatan maupun pribandinya sebagai
Pegawai Negeri.
Dalam Pasal 2 dan 4 Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2010, terdapat 17 (tujuh
belas) kewajiban dan 15 (lima belas) larangan yang harus ditaati oleh setiap pegawai
negeri, yaitu:26
a. Kewajiban:
1) Mengucapkan sumpah/janji PNS
2) Mengucapkan sumpah/janji jabatan
25
26

Sedarmayanti. Manajemen Sumber Daya Manusia Pemerintahan. Grasindo. Jakarta. 2005. hlm 15.
Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010

28

3) Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Pemerintah
4) Menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan
5) Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab
6) Menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS
7) Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang,
dan/atau golongan
8) Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus
dirahasiakan
9) Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan
negara
10) Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang
dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di
bidang keamanan, keuangan, dan materiil
11) Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja
12) Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan
13) Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaikbaiknya
14) Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat
15) Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas
16) Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier

29

17) Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
b. Larangan :
1) Menyalahgunakan wewenang
2) Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain
dengan menggunakan kewenangan orang lain
3) Tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain
dan/atau lembaga atau organisasi internasional
4) Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya
masyarakat asing
5) Memiliki,

menjual,

membeli,

menggadaikan,

menyewakan,

atau

meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen
atau surat berharga milik negara secara tidak sah
6) Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau
orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk
keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau
tidak langsung merugikan negara
7) Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik
secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat
dalam jabatan
8) Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang
berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya
9) Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya

30

10) Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga
mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani
11) Menghalangi berjalannya tugas kedinasan
12) Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah
13) Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden
14) Memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau
calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat
dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan
Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan
15) Memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah

Pegawai Negeri Sipil ditinjau dari sudut hukum pidana yaitu:27
a. Delik-delik jabatan, yaitu delik-delik dimana kedudukan Pegawai Negeri adalah
sebagai subjek atau pelaku tindak pidana seperti penyalahgunaan wewenang.
b. Delik-delik jabatan yang tidak sebenarnya, yaitu delik-delik biasa yang dilakukan
kalau keadaan-keadaan yang memberatkan seperti yang tersebut dalam pasal 52
KUHP.

27

Victor M. Situmorang. Aspek Hukum Pengawasan di Lingkungan Aparatur Pemerintah. Rineka
Cipta. Jakarta. 1994. hlm 22.

31

c. Delik-delik yang dilakukan terhadap Pegawai Negeri yang sedang melakukan
tugas-tugas seperti seorang militer berangkat perang, polisi menjaga keamanan,
penyidik pegawai negeri sipil kehutanan yang sedang bertugas di hutan.28

D. Pengertian Calo
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Calo adalah orang yang
menjadi perantara dan memberikan jasanya untuk menguruskan sesuatu berdasarkan
upah. Di Indonesia, pekerjaan sebagai calo seringkali dipandang sebagai pekerjaan
yang illegal dan negatif. Calo bekerja sebagai pemberi jasa alternatif atau jalan pintas
bagi seseorang secara tidak resmi. Dalam prosesnya seorang calo akan berusaha
mencari keuntungan dengan menggandakan harga asli suatu produk atau jasa,
memberikan penawaran dengan harga yang besar dan tentunya berbeda dari harga
sebenarnya. Pekerjaan ini juga menjadi pekerjaan yang dipandang rendah bagi
sebagian kalangan karena penghasilannya yang tidak jelas dan praktiknya yang
cenderung mengelabui atau menipu targetnya.29
Percaloan bisa kita kategorikan dalam dua hal, pertama adalah yang dilegalkan oleh
negara melalui perijinan dan dikenai pajak. Biasanya istilahnya diperhalus menjadi
perantara atau agen. Kita lihat kategori ini seperti perantara pembuat SIM/STNK,
mengurus pajak, agen perjalanan, penyalur TKI dan agen pengiriman tenaga kerja.
Kedua, calo yang ketegorinya illegal atau tanpa identitas resmi. Sebutan mereka
tetaplah calo, seperti calo tiket, calo tanah, calo terminal, bahkan calo TKI.
28
29

Victor M. Situmorang. Tindak Pidana Pegawai Negeri Sipil. Rineka Cipta. Jakarta. 1994. hlm 22.
Gugu G.” Negara Calo”. Artikel. 8 Juli 2011.

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan
pendekatan empiris.
a. Pendekatan yuridis normatif adalah suatu penelitian yang secara deduktif dimulai
analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
terhadap permasalahan diatas. Penelitian hukum secara yuridis maksudnya
penelitian yang mengacu pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data
sekunder yang digunakan. Sedangkan bersifat normatif maksudnya penelitian
hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang
hubungan antara satu peratu