Presentasi diri anggota komunitas hijabers : (Studi dramaturgi tentang presentasi diri anggota komunitas hijabers di Kota Bandung0

(1)

(2)

DATA PRIBADI

Nama : Nur Azizah

Nama Panggilan : Nuy

Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 05 Agustus 1989 Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Telepon : 085 620 207 64

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Tubagus Ismail Bawah No. 16 D Bandung

Email : nurazizah_nur@yahoo.co.id

Motto

Selalu menjunjung tinggi arti kehidupan, menghargai diri sendiri dan orang lain, dan meyakini selalu ada jalan disetiap kesulitan.


(3)

DATA ORANG TUA/WALI

I. Nama Lengkap Ayah : Sari Monang Harahap Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 02 November 1950 Alamat : Dsn. Sukajadi Rt 03/08 No.81

Kecamatan cikampek, kabupaten karawang 41373. Pekerjaan : Wiraswasta

II. Nama Lengkap Ibu : Masliani Nasution Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 15 Juni 1953

Alamat : Dsn. Sukajadi Rt 03/08 No.81

Kecamatan cikampek, kabupaten karawang 41373. Pekerjaan : Wiraswasta


(4)

PENDIDIKAN FORMAL

No. Tahun Uraian Keterangan 1. 2008 - Sekarang Program Studi Ilmu Komunikasi

Konsentrasi Humas (S1) Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik UNIKOM Bandung

__

2. 2005 - 2008 SMA Negeri 1 jatisari Lulus /

Berijazah

3. 2002 - 2005 SMP Negeri 1 Cikampek Lulus /

Berijazah

4. 1999 - 2002 SD Negeri 2 Cikampek Lulus /

Berijazah

PENDIDIKAN NONFORMAL

No. Tahun Uraian Keterangan 1. 2008 Uji Keterampilan Operator komputer

(Ms. Office, Internet)

Oleh : Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kerja (LPK TMKM) Tri Mitra Karya mandiri ) Karawang


(5)

2. 2008 (LDKS) Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa

Bersertifikat

PENGALAMAN ORGANISASI

No.

Tahun

Uraian

Keterangan

1. 2009 – 2010 Anggota LDK UMMI Mahasiswa Unikom -

2. 2005 – 2006 Anggota Mading SMA Negeri 1 Jatisari

PELATIHAN DAN SEMINAR

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2008 Mentoring Agama Islam Bersertifikat

2. 2008 Training Event Organizer, UNPAD Bandung.

Bersertifikat

3. 2008 Seminar Gigabyte Intel & Microsoft Update, UNIKOM Bandung.

Bersertifikat

4. 2008 Peserta ”Nasional Global Crisis” Forum Silahturahmi Mahasiswa Sumsel, PUSDAI Bandung.

Bersertifikat

5. 2008 Peserta kegiatan roadshow

”Cosmopolitan” Campus To Campus, UNPAS Bandung.


(6)

Make Creative Video”, Auditorium UNIKOM Bandung.

7. 2009 Table Manner Course (Hotel Djayakarta Bandung)

Bersertifikat

8. 2009 Study Tour ke Media Massa “Metro

TV”

Bersertifikat

9. 2009 AMD – Gigabyte Technology

seminar, UNIKOM Bandung.

Bersertifikat

10. 2009 Peserta ”Entrepreneurship In The perspective Of Indonesian Positive Law” AuditoriumUNIKOM Badung.

Bersertifikat

11. 2009 Guest Lecture ”The Future Of United States Of America-Indonesia Relationship, UNIKOM Bandung.

Bersertifikat

12. 2009 ”Pelatihan Melejitkan Potensi dan

Pengembangan Diri” UNIKOM

Bandung.

Bersertifikat

13. .2009 Seminar Muslimah “Atas Nama

Cinta” Mengupas Lika-Liku Cinta

Remaja Dalam Perspektif Islam,


(7)

UNIKOM Bandung.

14. 2010 Study Tour ke Media Massa “Metro

TV”

Bersertifikat

15. 2010 Seminar Hukum Siber ”Berpendapat Dalam Dunia Maya” UNPAD Bandung.

Bersertifikat

16. 2010 Peserta Preneurship ”Mengangkat Budaya Bangsa Melalui Jiwa

Entrepreneurship” UNIKOM

Bandung

Bersertifikat

17. 2010 ”Konferensi Mahasiswi Jawa Barat 2010” Kontribusi Kampus Untuk Kebangkitan Jawa Barat dan Indonesia. UNPAD Bandung.

Bersertifikat

18. 2010 ”Seminar Overlocking With

AMD’ERS”. UNIKOM Bandung.

Bersertifikat

19. 2010 ”Workshop Jurnalistik” Muda

Creativity, Harian KOMPAS bekerja sama dengan AQUA.

Bersertifikat

20. 2011 ”ROSSY Goes To Campus” , ITB Bandung.


(8)

Relations” Dan Seminar ”How To Be A Good Writer”

PENGALAMAN KERJA

No

Waktu

Keterangan

1. 18 Juli – 19 Agustus 2011

PT Pikiran Rakyat

Jl. Asia Affrika No.77 Bandung

KEAHLIAN

Mampu Mengoperasikan Program Komputer dan lainnya

:

Microsoft Office (Word, Excel, Acces, Front Page, Power Point)

Adobe Photoshop

Desain Interior

Demikian CV ini dibuat dengan sesungguhnya, untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Bandung, Juli 2012

Hormat saya,

Nur Azizah 41808068


(9)

(10)

(11)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Munculnya komunitas “hijabers” dan muslimah tak ditampik membuat tren berbusana tersendiri yang akhirnya menjadi “happening”. Alhasil, era berbusana para muslimah pun kini makin modis dan bergaya. Adanya komunitas “hijabers” merubah pola pikir para remaja tentang gaya berhijab yang modis. “hijabers” Bandung sebuah komunitas untuk muslimah di kota Bandung, diharapkan dapat menjadi awal yang baik bagi komunitas muslimah muda. Hijab berasal dari bahasa arab 'hajaban' yang artinya menutupi. Komunitas hijab ini pun merupakan kumpulan muslimah yang menutup auratnya menurut ketentuan Islam. “hijabers” sebagai wadah yang ingin mengsinpirasi wanita untuk mengenakan busana muslim. Kegiatannya tidak hanya mengadakan persiapan fashion show, tapi ada juga acara pengajian rutin, dan tausiyah. Jadi tidak hanya sekedar kumpul-kumpul dan ngomongin fashion saja, selain itu tidak lupa ada pengajiannya juga.

Apa sebetulnya “hijabers” penjelasan ringkasnya adalah komunitas yang berdiri pada 13 Februari 2011 di kota Bandung ini, yaitu salah satu cabang dari jakarta yang merupakan wadah silaturahmi para pengguna jilbab di Indonesia. Sedangkan pertama kali adanya komunitas“Hijabers Community” ini sendiri berdiri 27 November 2010 di Jakarta yang terdiri dari berbagai profesi. Maka dari itu lahirlah komunitas “hijabers” diberbagai


(12)

kota-kota besar lainnya, seperti Yogyakarta, Surabaya, Medan, Padang, Palembang, Bogor, Kalimantan, dll.

Sekarang pemakaian Jilbab juga menyesuaikan dengan gaya penampilan busana yang sedang berkembang saat ini. Tapi harus tetap di ingat, bahwa dalam mengenakan jilbab ini tetap harus sesuai dengan aturan islam, jadi jangan hanya karena mengikuti trend Model Busana Muslim Muslimah Terbaru Modern, mengesampingkan tujuan utama memakai jilbab itu sendiri.1

Sudah banyak model jilbab terbaru yang cantik, modis dan trendy, berbeda dengan jaman dahulu, dimana model jilbab hanya itu-itu saja. Sekarang ini mudah dijumpai model jilbab dengan aneka bentuk dan motif yang cantik. Cara pemakaian jilbabpun mulai beragam, unik dan tampak modern. Seperti yang bisa anda lihat pada gambar jilbab yang ada di bawah ini.

Gambar 1.1

Model Jilbab Modern

Sumber : www. Facebook.com/hijaberscommunitybandung, Februari, 2012

1

Rumah Madani/Kreasi Jilbab saat ini/http://blog.rumahmadani.com/2011/12/kreasi-jilbab-saat-ini.html/dikutip pada hari selasa 07 Februari 2012/pukul 21:00 wib.


(13)

Dewasa ini saat gaya berkerudung ala “hijabers” mulai “booming”,

remaja muslimah pun bisa menciptakan tren mereka sendiri sekaligus menularkan para semua kalangan, tak terkecuali ibu-ibu muda. Kondisi tersebut membuat para remaja-remaja semakin melek fashion sehingga membuat tren semakin semarak. Tak hanya itu, hal ini juga menjadi penanda bahwa busana muslim makin berkembang. Menariknya, tren berhijab ala “hijabers” yang digandrungi para remaja pun turut mempengaruhi komunitas ibu-ibu muda yang juga ingin tampil gaya. Banyak perempuan-perempuan muda yang tetap ingin gaya, dengan mengenakan busana tersebut, mereka pun jadi terlihat lebih muda.2

Faktanya perkembangan jilbab saat ini membuat banyak kaum wanita yang menggunakan jilbab seakan menjadi tren mode. Jilbab yang digunakan pun beraneka ragam, mulai dari jilbab gaul sampai jilbab syar’i. Ketika masyarakat kita mengenal kata „jilbab’ (dalam bahasa Indonesia) maka yang dimaksud adalah penutup kepala dan leher bagi wanita muslimah yang dipakai secara khusus dan dalam bentuk yang khusus pula.3

“Hijabers”community bisa dibilang menjadi pelopor penggunaan jilbab dan busana muslim yang gaya, trendi, dan segar. Berkat mereka pula, jilbab dilirik anak muda yang menggemari dunia mode. “ hijabers” community memang tempatnya anak muda yang ingin memakai jilbab, namun

2

Laksana berita/komunitas hijabers dongkrak tren fesyen muslimah/

http://www.laksanaberita.info/2011/08/aksi-model-foto-indahokezone-munculnya.html/dikutip pada hari rabu 08Februari 2012/pukul 10:15 wib.

3

Wanita muslimah/perkembangan jilbab saat ini/http://tharyfsc.blogspot.com /2011/02/tik.html/dikutip pada hari rabu 08 Februari 2012/pukul 10:50 wib.


(14)

tetap terlihat modern dan modis, di tangan para “hijabers”, dijamin pemakaian hijab tidak akan terlihat kuno. Dulu orang berjilbab terkesan kuno, tapi sekarang hal itu bisa kita tepis. Lagi pula sebenarnya setiap orang bisa berdandan yang modis ala “hijabers”, namun tetap mengikuti kaidah-kaidah menggunakan hijab yang baik dan benar.

Hijab berbeda dengan jilbab, kalau hijab itu penutup keseluruhan. Artinya seluruh tubuh kita tertutup. Kalau jilbab ya hanya kerudung penutup kepala saja, untuk menjadi anggota memang harus wanita muslimah yang berjilbab, atau boleh juga muslimah yang masih dalam proses berjilbab. Karena “hijabers” ini sebuah perkumpulan komunitas khususnya anak-anak muda yang memang mereka semua berjilbab, komunitas ini ingin menjadikan sebagai wadah untuk syaritips experience mengenai hijab dan lainnya dan semua boleh ikutan dan paling terpenting syaratnya harus memakai jilbab.

Gambar 1.2

Komunitas “Hijabers Bandung


(15)

Maraknya jilbab gaul yang tengah beredar sekarang ini dengan berbagai model, dapat menarik perhatian para wanita yang belum mengenakan jilbab. Bagi mereka yang merasa harus tampil modis dan trendi, tren kerudung gaul jadi semacam bentuk penyaluran dari seleranya. Maksudnya ingin mengenakan simbol islami, tapi juga nggak mau meninggalkan mode yang sedang „in’ saat ini.

Fenomena „jilbab gaul’ bisa jadi muncul dari sini. „Jilbab’ sebagai syariat agama dalam terminologi „gaul’ menabrak rambu-rambu perlindungan aurat dan didefinisikan sesuai kemauan sendiri. Pendefinisian ini merujuk pada trend fashion yang distandarisasi oleh pusat-pusat mode yang notabene tidak berbudaya Islami mulai dari pusat mode formal seperti Milan, London, New York, sampai yang informal seperti layar MTV.4

Aktivitas dari HCB saat ini antara lain pengajian rutin sebulan sekali, yang mendatangkan penceramah sebagai narasumber. Selain itu HCB juga mengadakan bakti sosial, safari masjid, beauty class, dan safari mal. Tujuan kegiatan safari mal adalah untuk memperkenalkan dan memasyarakatkan kerudung sebagai penutup aurat, “karena mengenakan kerudung itu bisa tampil trendi tetapi tetap mengacu pada syariat Islam”.5

4

Multifly/dibalik trend jilbab gaul/http://oomnyafahrel.multiply.com/journal/item/dikutip pada hari senin 07 februari 2012/pukul 22:57 wib.

5

Wilujeng browsing/hijabers community bandung/http://infobandung.net/2011/08/08/hijabers-community-bandung-muda-dan-trendi-di-jalan-allah/dikutip pada hari kamis 09 Februari 2012/pukul 12:12 wib.


(16)

Gambar 1.3

Acara Pengajian “Hijabers

Sumber : www.facebook.com.hijaberscommunitybandung, Februari, 2012

Kegiatan seperti gambar diatas merupakan pengajian rutin yang diadakan 1 bulan sekali, oleh komunitas “hijabers”, kegiatan inipun berlangsung beberapa jam, dengan mendatangkan penceramah, adanya kegiatan pengajian ini untuk menjalin silahturahmi antara umat islam yang notabennya berjilbab.

Seiring dengan perjalanan zaman, ternyata penggunaan jilbab dan kerudung mengalami perkembangan pesat. Seiring pula dengan adanya komunitas “hijabers” yang identik dengan pemakaiannya yang begitu modis sesuai dengan fashion ala jilbab gaul. Kalau di tahun-tahun 1980-an mahasiswi berjilbab hanyalah satu, dua, kini alhamdulillah, tampaknya pada universitas negeri maupun swasta, mahasiswi berjilbab atau berkerudung sama banyaknya bahkan mungkin lebih banyak daripada mahasiswi yang


(17)

tidak mengenakan jilbab. Siswi SMU banyak yang sudah berkerudung, bahkan sampai SD.

Peneliti ingin mengkaji lebih dalam mengenai cara para “hijabers”

dalam mempresentasikan diri mereka melalui jilbab yang mereka kenakan. Menurut Goffman, presentasi diri adalah:

Suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu tertentu untuk memproduksi definisi situasi dan identitas sosial bagi para aktor dan definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada.

(Mulyana, 2003: 112).

Presentasi diri (self presentation) adalah upaya untuk menumbuhkan kesan (yang umumnya) baik di depan orang lain dengan cara menata perilaku. Untuk memperoleh presentasi diri yang baik orang mencoba mengelola impresi diri (impression management) . Impresi (kesan) yang kita buat pertama kali di depan orang lain akan sangat menentukan bagaimana kualitas hubungan orang lain dengan diri kita.6

Ada berbagai cara untuk menumbuhkan kesan positif di depan orang lain :

 Forsythe, Drake & Cox, 1985 : pakaian yang kita pakai adalah sesuatu yang sangat menentukan kesan terhadap diri kita. Wanita yang berpakaian profesional ( Blazer dan rokspan disaat melamar pekerjaan lebih sering diterima pada posisi manajemen jika dibandingkan

6

Soleh Amini Yahman/Presentasi didepan orang lain/ http://solehamini.blogspot.com/presentasi didepan orang lain.html/ dikutip pada hari rabu 29 Februari 2012/pukul 22:00 wib.


(18)

dengan wanita yang melamar dengan pakaian konvensional (misalnya rok terusan)

 Baron, 1989 : penampilan model rambut, kosmetik, dan kaca mata ikut pula mempengaruhi kesan orang lain pada seseorang.

 Jones and Pitman (1982) : mengemukakan lima teknik presentasi diri pada orang lain :

o Ingrasiasi (ingratiation) o Promosi Diri (self promotions) o Intimidasi

o Eksemplikasi (exemplication) o Suplikasi (supllication) 7

Istilah dramaturgi dipopulerkan oleh Erving Goffman, salah seorang sosiolog yang paling berpengaruh pada abad 20. Dalam bukunya yang berjudul The Presentation of Self in Everyday Life yang diterbitkan pada tahun 1959, Goffman memperkenalkan konsep dramaturgi yang bersifat penampilan teateris. Yakni memusatkan perhatian atas kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan drama yang mirip dengan pertunjukan drama di panggung. Ada aktor dan penonton. Tugas aktor hanya mempersiapkan dirinya dengan berbagai atribut pendukung dari peran yang ia mainkan, sedangkan bagaimana makna itu tercipta, masyarakatlah (penonton) yang memberi interpretasi. Individu tidak lagi bebas dalam menentukan makna tetapi konteks yang lebih luas menentukan makna (dalam hal ini adalah penonton dari sang aktor). Karyanya melukiskan bahwa manusia sebagai manipulator simbol yang hidup di dunia simbol.

7

Soleh Amini Yahman/Presentasi didepan orang lain/ http://solehamini.blogspot.com/presentasi didepan orang lain.html/ dikutip pada hari rabu 29 Februari 2012/pukul 22:10 wib.


(19)

Dalam teori Dramatugis menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (“front

stage”) dan di belakang panggung (“back stage”) drama kehidupan. Kondisi

akting di front stage adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil (lihat unsur-unsur tersebut pada impression management diatas). Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan.8

Sebelum berinteraksi dengan orang lain, seseorang pasti akan mempersiapkan perannya dulu, atau kesan yang ingin ditangkap oleh orang lain. Kondisi ini sama dengan apa yang dunia teater katakan sebagai

“breaking character”. Dengan konsep dramaturgis dan permainan peran

yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri.

8

http://daniabreaker.blogspot.com/2009/04/dramaturgi-erving-goffman.html/ dikutip pada hari rabu 29 Februari 2012/pukul 23:10 wib.


(20)

Presentasi diri komunitas pengguna jilbab atau hijab yang dilakukan dalam sosialisasi kehidupan sehari-harinya adanya proses komunikasi secara kelompok, pemakaian jilbab atau kerudung semakin marak di berbagai kalangan, melintasi batas-batas kalangan pelajar dan mahasiswa yang menjadi perintis. Jilbab mulai menjadi trend perempuan muslimah. Kalangan eksekutif dan profesional, bahkan sampai para politikus perempuan, mulai mengenakan jilbab atau berkerudung. Apalagi dengan adanya komunitas

“hijabers”membuat para remaja sampai ibu-ibu pengajianpun telah merubah pola cara berkerudung yang dulunya biasa saja, sekarang lebih memadukan pakaian dengan jilbab yang digunakan lebih bervariasi serta aksesoris yang digunakanpun membuat lebih cantik.

Terakhir pemakaian jilbab atau kerudung merambah sampai di kalangan artis, yang merupakan trend setter para remaja. Ketika artis marak berjilbab, mempunyai dampak positif semakin banyak orang yang memakai jilbab/kerudung karena artis telah menjadi publik figur dan idola masyarakat. Seiring dengan boomingnya komunitas “hijabers”, membuat para fashion style mendesain pakaian muslim menjadi lebih menarik dengan warna-warna yang yang lebih cerah ataupun mencolok dengan dengan warna yang begitu ceria, Serta identik dengan pasmina yang lucu-lucu jika dipadu-padankan dengan rok-rok yang lucu, membuat para komunitas “hijabers” menjadi lebih berbeda dan menarik.

Kendati kebanyakan anggota mereka menggunakan hijab yang stylish, namun bukan berarti mereka melupakan penggunaan jilbab yang sesuai


(21)

dengan syariat. Mereka tetap memperhatikan penggunaan jilbab yang sesuai dengan tuntunan Alqur’an dan Hadits. Karena, fungsi utama pakaian dan jilbab adalah untuk menutup aurat. Sedangkan soal stylish atau mode, itu adalah kiat “hijabers” agar bisa tetap merasa nyaman dan cantik. Selain itu dapat memberikan penampilan yang baru serta lebih menarik perhatian bagi yang belum memakai jilbab.

Menurut Wiryanto komunikasi kelompok adalah :

“Komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat (Wiryanto, 2005).”

Dari definisi di atas, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu umtuk mencapai tujuan kelompok. Begitu pula yang dilakukan oleh komunitas “hijabers”. Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (Mind) mengenai diri (Self), dan hubungannya di tengah interaksi sosial, dan tujuan bertujuan akhir untuk memediasi, serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap. Seperti yang dicatat oleh Douglas (1970) Makna itu berasal dari interaksi, dan tidak ada cara lain untuk membentuk makna, selain dengan membangun hubungan dengan individu lain melalui interaksi (Ardianto, 2007: 136).

Namun demikian, bahwa komunitas ini bukanlah komunitas fashion, meski yang banyak bergabung adalah fashion blogger. Komunitas ini, juga mengedepankan nilai-nilai akidah Islam yang sesuai


(22)

dengan Alqur’an dan Hadits. Harapan dari penelitian ini, dengan adanya komunitas ini, perempuan yang ingin menggunakan jilbab bisa berkonsultasi mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan jilbab, mulai dari cara pemasangan, cara memadu-padankan, mode baju muslim, dan lain-lain.

Paradigma peneliti terdiri dari asumsi-asumsi tertentu berupa fakta, komunitas “hijabers” ingin tampil beda, merubah mindset pola jilbab yang terkesan kuno menjadi lebih gaya atau modern. Dengan begitu harapannya agar yang belum mamakai jilbab lebih tertarik untuk memakai jilbab dan dapat bermanfaat dengan bergabung dengan komunitas“hijabers” ini. 1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Pertanyaan Makro

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, peneliti mengidentifikasikan rumusan masalah makro dalam penelitian ini, “Bagaimana Presentasi Diri Anggota Komunitas “Hijabers”?” 1.2.2 Pertanyaan Mikro

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, peneliti mengidentifikasikan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut :

1. Bagaimana panggung depan anggota komunitashijabers”?


(23)

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Pada penelitian ini pun memiliki maksud dan tujuan yang menjadi bagian dari penelitian sebagai ranah kedepannya, adapun maksud dan tujuannya sebagai berikut :

1.3.1 Maksud Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengkaji mengenai Presentasi Diri Anggota Komunitas Hijabers”.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Agar penelitian ini mencapai hasil yang optimal maka terlebih dahulu perlu tujuan yang terarah dari penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui panggung depan anggota komunitas hijabers”.

2. Untuk mengetahui panggung belakang anggota komunitas

“hiijabers”.

1.4 Kegunaan Penelitian

Secara teoritis penulis mengharapkan penelitian ini dapat memberikan hasil yang bermanfaat, sejalan dengan tujuan penelitian di atas. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis. 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Dari aspek teoritis diharapkan dapat berguna dalam pengembangan ilmu komunikasi secara khususnya tentang “Presentasi Diri Anggota Komunitas “Hijabers”.


(24)

1.4.2 Kegunaan Praktis

1.4.2.1 Kegunaan Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi sebuah pengetahuan dan pengalaman serta penerapan ilmu yang diperoleh peneliti selama studi secara teoritis. Dalam hal ini khususnya mengenai presentasi diri.

1.4.2.2 Kegunaan Bagi Universitas

Untuk pihak universitas khususnya Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas berguna sebagai literatur bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian yang sama. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk seluruh mahasiswa untuk meningkatan pengetahuan mahasiswa memberikan pengetahuan tentang presentasi diri.

1.4.2.3 Kegunaan Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat yang ingin mendapatkan informasi mengenai Presentasi Diri Anggota Komunitas “Hijabers”. Sehingga realita tersebut mampu dijadikan pelajaran dan mampu menjadi pemahaman dan pengetahuan masyarakat khususnya remaja dan masyarakat umum lainnya.


(25)

15

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Tentang Komunikasi 2.1.1.1 Pengertian Komunikasi

Manusia sebagai makhluk yang bermasyarakat artinya makhluk yang tidak hidup tanpa ada bantuan orang lain di sekelilingnya. Oleh karena itu ia akan selalu membutuhkan orang lain di dalam kehidupannya, sampai akhir hayatnya, dan untuk memenuhi semua kebutuhannya itu manusia harus selalu berinteraksi dengan yang lainnya dan dalam interaksinya itu akan terjadi saling mempengaruhi. Semakin lama manusia itu hidup dan tumbuh, maka semakin banyak ia akan berinteraksi dan semakin luas ruang lingkup interaksinya, baik itu interaksi dalam kehidupan kelompok ataupun dengan masyarakat di lingkungannya. Untuk memperlancar jalannya interaksi tersebut, maka ini tidak luput dari alat yang digunakan untuk berinteraksi yaitu “komunikasi” karena tanpa komunikasi interaksi tidak akan bisa terjadi.

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication

menurut asal, katanya berasal dari bahasa latin Communicate, dalam perkataan ini bersumber dari kata Communis yang berarti sama, sama


(26)

disini maksudnya adalah sama makna. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan, yakni baik si penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu”. (Effendy, 2002:9)

Carl I Hovland yang dikutip oleh Effendy, Onong Uchjana Onong Uchjana Effendy mendefinisikan komunikasi sebagai berikut:

The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify the behavior of other

individuals (communicates).”(Proses dimana seseorang

(komunikator) menyampaikan perangsang (lambang bahasa) untuk mengubah perilaku orang lain. (Effendy, 2002:49)

Sedangkan menurut Gerald Amiler yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy menjelaskan bahwa:

In the main communication has as its central interest those behavioral situations in which source transmit in message to a receiver (s) with conscious inten to a fact the latte’s behavior”.

(Pada pokoknya, komunikasi mengandung situasi keperilakuan sebagai minat sentral, dimana sesseorang sebagai sumber menyampaikan sesuatu kesan kepada seseorang atau sejumlah penerima yang secara sadar bertujuan mempengaruhi perilakunya). (Effendy, 2002:49)

Berdasarkan dari definisi di atas, dapat dijabarkan bahwa komunikasi adalah proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang (biasanya lambang bahasa) kepada orang lain (komunikan) bukan hanya sekedar memberi tahu tetapi juga mempengaruhi seseorang


(27)

atau sejumlah orang tersebut untuk melakukan tindakan tertentu (merubah perilaku orang lain).

“Mengenai tujuan komunikasi R. Wayne Pace, Brent. D. Peterson dan M. Dallas Burnett mengatakan “ Bahwa tujuan sentral dari komunikasi meliputi tiga hal utama, yakni : To Secure Understanding (memastikan pemahaman), To Establish Ecceptance

(membina penerimaan), To Motified Action (motivasi kegiatan).”

(Effendy, 1986:63)

Jadi pertama-tama haruslah diperhatikan bahwa komunikan itu memahami pesan-pesan komunikasi, apabila komunikan memahami berarti ada kesamaan makna antara komunikator dengan komunikan, karena tidak mungkin memahami sesuatu tanpa terlebih dahulu adanya kesamaan makna (Communis). Jika komunikan memahami dapat diartikan menerima, maka penerimannya itu perlu dibina selanjutnya komunikan dimotivasi untuk melakuakn suatu kegitan. Uraian tersebut jelas, bahwa pada hakikatnya komunikasi dalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku orang lain, baik secara langsung melalui lisan maupun tidak langsung melalui media proses komunikasi.

2.1.1.2 Unsur Komunikasi

Menurut Onong Uchjana Effendy dalam buku yang berjudul Dinamika Komunikasi, bahwa dari berbagai pengertian komunikasi yang telah ada, tampak adanya sejumlah komponen unsure yang dicakup, yang


(28)

merupakan pernyataan terjadinya komunikasi. komponen atau unsur-unsur tersebut sebagai berikut :

Unsur Komunikasi Diatas yang dijalani memiliki suatu karakteristik dari komunikasi tersebut, seperti halnya karakteristik komunikasi dibawah ini.

1. Komunikator

Orang yang menyampaikan pesan. 2. Pesan

Pernyataan yang didukung oleh lambing. 3. Komunikan

Orang yang menerima pesan. 4. Media

Sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya.

5. Efek

Dampak atau hasil akhir sebagai pengaruh dari adanya pesan yang disampaikan.

Perkembangan terakhir mengenai unsur komunikasi adalah munculnya pandangan dari Joseph de Vito, K. Sereno dan Erika Vora yang menilai faktor lingkungan merupakan unsur yang tidak kalah pentingnya dalam mendukung terjadinya proses komunikasi.


(29)

Kalau unsur-unsur komunikasi yang dikemukakan di atas dilukiskan dalam gambar, kaitan antara satu unsur dengan unsur lainnya dapat dilihat seperti berikut :

Gambar 2.1

Unsur-unsur Komunikasi

Sumber : Joseph devito (1997)

2.1.1.3 Karakteristik Komunikasi

Berdasarkan dari beberapa definisi tentang komunikasi di atas, dapat diperoleh gambaran bahwa komunikasi mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1.Komunikasi adalah suatu proses. Artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara beriritan (ada tahapan atau sekuensi) serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu.

2.Komunikasi bersifat simbolis. Yaitu komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan menggunakan tanda-tanda atau lambang-lambang. Lambing yang paling umum digunakan dalam komunikasi antar manusia adalah dengan bahasa verbal

Sumber Pesan Media Penerima Efek


(30)

yaitu dalam bentuk kata-kata, kalimat, angka-angka atau tanda-tanda lainnya.

3.Komunikasi adalah suatu upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan. Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja, serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya.

4.Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat. Kegiatan komunikasi akan berlangsung baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topic pesan yang disampaikan.

5.Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu. Dimana para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. Dengan adanya berbagai produk teknologi komunikasi seperti telepon, internet, faximili, dan lain-lain, faktor ruang dan waktu tidak lagi menjadi masalah dalam berkomunikasi.

6.Komunikasi bersifat transaksional. Pada dasarnya komunikasi menuntu dua tindakan, yaitu member dan menerima. Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau porsional.


(31)

2.1.1.4 Tujuan Komunikasi

Dalam menyampaikan informasi dan mencari informasi kepada mereka, agar apa yang kita sampaikan dapat dimengerti sehingga komunikasi yang kita laksanakan dapat tercapai. Pada umumnya komunikasi dapat mempunyai beberapa tujuan antara lain: a. Supaya gagasan kita dapat diterima oleh orang lain dengan

pendekatan yang persuasif bukan memaksakan kehendak.

b. Memahami orang lain, kita sebagai pejabat atau pimpinan harus mengetahui benar aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkannya, jangan mereka mengiginkan arah ke barat tapi kita memberi jalur ke timur.

c. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu, menggerakkan sesuatu itu dapat bermacam-macam mungkin berupa kegiatan yang dimaksudkan ini adalah kegiatan yang banyak mendorong, namun yang penting harus diingat adalah bagaimana cara yang terbaik melakukannya.

d. Supaya yang kita sampaikan itu dapat dimengerti sebagai pejabat ataupun komunikator kita harus menjelaskan kepada komunikan (penerima) atau bawahan dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengikuti apa yang kita maksudkan. (Effendy, 1993:18)


(32)

Jadi secara singkat dapat dikatakan tujuan komunikasi itu adalah mengharapkan pengertian, dukungan, gagasan dan tindakan. Setiap hari kita bermaksud mengadakan komunikasi maka kita perlu meneliti apa tujuan kita tersebut:

1. Apakah kita ingin orang mengerjakan sesuatu atau supaya mereka mau bertindak.

2. Apakah kita ingin menjelaskan sesuatu pada orang lain.

3. Apakah kita ingin orang lain menerima dan mendukung gagasan kita.

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi Kelompok Komunikasi kelompok adalah:

Sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok. (Mulyana, Deddy:2005)

2.1.2.1 Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya.

Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi kelompok.


(33)

a. Kelompok Primer dan Sekunder

Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaludin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.

Menurut Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:

1. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.

2. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.


(34)

3. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan dari pada aspek isi, sedangkan kelompok primer adalah sebaliknya.

4. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.

5. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.

b. Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan

Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur

(standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.

c. Kelompok Deskriptif dan Kelompok Preskriptif

John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan preskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan


(35)

menjadi tiga: a. kelompok tugas; b. kelompok pertemuan; dan c.

kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya.

Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup banyak.

Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.

2.1.2.2Pengaruh Kelompok Pada Perilaku Komunikasi

a. Konformitas

Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau dibakelompok-yangkan. Bila sejumlah orang dalam


(36)

kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok, aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga.

b. Fasilitasi sosial

Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan


(37)

yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang banar; karena itu, peneliti-peneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.

c. Polarisasi

Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras.

2.1.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a. melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.


(38)

Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:

1. ukuran kelompok. 2. jaringan komunikasi. 3. kohesi kelompok.

4. kepemimpinan (Jalaluddin Rakhmat, 1994).

2.1.3 Tinjauan Tentang Dramaturgi

2.1.3.1 Interaksi Simbolik Sebagai Induk dari Teori Dramaturgi

An actor performs on a setting which is constructed of a stage and a backstage; the props at either setting direct his action; he is being watched by an audience, but at the same time he is an audience for his viewers' play.(Goffman:1959)

Ketika berbicara mengenai dramaturgi, tidak terlepas dari konteks interaksi simbolik. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, berupa pertukaran simbol yang diberi makna. Hal ini berkaitan dengan pemeranan karakter dari suatu individu tertentu. Interaksi simbolik merupakan pembahasan penting karena tidak bisa dilepaskan dari dramaturgi.

Munculnya suatu studi tentang interaksi simbolik dipengaruhi oleh teori evolusi milik Charles Darwin. Di mana dalam salah satu asas hipotesisnya, Darwin menyatakan bahwa dalam perjuangan hidup, organisme yang akan terus hidup ialah yang paling mampu untuk mempertahankan diri atau menyesuaikan diri dengan keadaan iklim dan suasana sekitarnya. Lebih jauh, organisme secara berkelanjutan terlibat dalam usaha penyesuaian diri dengan


(39)

lingkungannya sehingga organisme itu mengalami perubahan yang signifikan, melihat pikiran manusia sebagai sesuatu yang muncul dalam proses evolusi alamiah. Dari pemunculannya itulah memungkinkan manusia untuk menyesuaikan diri secara lebih efektif dengan alam.

Beberapa ilmuwan mempunyai andil sebagai perintis dari interaksionisme simbolik, yaitu James Mark Baldwin, William James, Charles Horton Cooley, John Dewey, William I. Thomas, dan George Herbert Mead. Mead adalah sebagai peletak dasar teori tersebut. Pada masa Herbert Blumer, istilah interaksi simbolik dipopulerkan pada tahun 1937. Dalam interaksi simbolik, Blumer melihat individu sebagai agen yang aktif, reflektif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit serta sulit diramalkan dan memberi tekanan pada sebuah mekanisme yang disebut interaksi diri yang dianggap membentuk dan mengarahkan tindakan individu. Interaksi diri memberikan pemahaman bahwa pemberian makna merupakan hasil pengelolaan dan perencanaan dari aspek kognitif dalam diri individu. Ketika individu itu melakukan suatu proses olah pikir sebelum makna itu disampaikan melalui simbol-simbol tertentu, interpretasi makna bisa dipastikan akan berjalan dengan yang diharapkannya.


(40)

Interaksi simbolik menurut Blumer, merujuk pada karakter interaksi khusus yang berlangsung antarmanusia. Aktor tidak semata-mata beraksi terhadap tindakan yang lain, tetapi juga menafsirkan dan mendefenisikan setiap tindakan orang lain. Respon aktor baik secara langsung maupun tidak langsung, selalu didasarkan atas makna penilaian tersebut. Maka dari itu, interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol penafsiran atau dengan menemukan makna tindakan orang lain. Dalam konteks itu, menurut Blumer, aktor akan memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan, dan mentransformasikan makna dalam kaitannya dengan situasi di mana dan ke arah mana tindakannya.

Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif ini berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka.

Dalam bukunya yang berjudul “Symbolic Interactionism;

Perspective and Method”, Blumer menekankan tiga asumsi yang


(41)

1. Human being act toward things on the basic of the meaning that the things have for them (manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimilikinya).

2. The meaning of the things arises out of the social interactions

one with one’s fellow (makna tersebut muncul atau berasaldari

interaksi individu dengan sesamanya).

3. The meaning of things are handled in and modified through an interpretative process used by the person in dealing with the thing he encounters (makna diberlakukan atau diubah melalui suatu proses penafsiran yang digunakan orang dalam menghadapi sesuatu yang dijumpainya).

Dari pendapat Blumer di atas maka dapat disimpulkan bahwa makna tidak melekat pada benda, melainkan terletak pada persepsi masing-masing terhadap benda tersebut.

Menurut perspektif interaksi simbolik yang dinyatakan oleh Blumer, bahwa individu sebagai agen yang aktif terhadap pemberian simbol, melihat manusia sebagai keberadaan yang bersifat kognitif semata, mendapatkan suatu kritik yakni seolah-olah hanya memahami manusia dari pikiran pengetahuan mereka tentang dunia, makna-maknanya dan konsepsi-konsepsi tentang dirinya. Interaksi simbolik dianggap mengabaikan variabel-variabel


(42)

penjelas yang sebenarnya cukup penting. Padahal manusia juga mempunyai emosi-emosi atau dengan perkataan lain mereka pun mengalami proses-proses bawah sadar (Sudikin, 2002:49-52).

Tindakan individu mengenai bagaimana tampilan dirinya yang ingin orang lain ketahui memang akan ditampilkan se-ideal mungkin. Perilakunya dalam interaksi sosial akan selalu melakukan permainan informasi agar orang lain mempunyai kesan yang lebih baik. Ketika individu tersebut menginginkan identitas lain yang ingin ditonjolkan dari identitas yang sebenarnya, di sinilah terdapat pemeranan karakter seorang individu dalam memunculkan simbol-simbol relevan yang diyakini dapat memperkuat identitas pantulan yang ingin ia ciptakan dari identitas yang sesungguhnya (lebih jauh perkembangan ini melahirkan studi dramaturgi).

Pada perkembangannya, selain dari aspek kognitif, interaksi simbolik juga mendapatkan kritik berkaitan dengan pengklarifikasian dari konteks di mana proses komunikasi itu berlangsung. Penggunaan interaksi simbolik yang hanya dalam suatu presentasi diri dan dalam konteks tatap muka, seolah-olah menganggap keberhasilan suatu makna ditentukan oleh pengelolaan simbol yang sudah terencana. Jadi makna tersebut dapat diciptakan dan disampaikan oleh individu pengirim pesan saat proses interaksi berlangsung.


(43)

Erving Goffman, salah seorang yang mencoba memperjelas dari pengklarifikasian dari proses interaksi simbolik. Pandangan Blumer bahwa individu-lah yang secara aktif mengontrol tindakan dan perilakunya, bukan lingkungan, dirasa kurang tajam pada masanya. Interaksi simbolik hanya sebatas pada “individu memberi makna”, Goffman memperluas pemahamannya bahwa ketika individu menciptakan simbol, disadari atau tidak, individu tersebut bukan lagi dirinya. Menurut Goffman, ketika simbol-simbol tertentu sebelum dipergunakan oleh individu sebagai sebuah tindakan yang disadari (dalam perencanaan), diyakini oleh pemikir pada masanya (setelah era Mead, era Goffman yang juga masih dari murid Mead), namun memiliki pandangan yang berbeda dari Mead. Lain halnya dengan Blumer yang justru melanjutkan teori interaksi simbolik Mead dalam perspektif psikologi sosial, berarti ia juga telah menjadikan dirinya sebagai “orang lain”, karena ketika individu tersebut mencoba simbol-simbol yang tepat untuk mendukung identitas yang akan ditonjolkannya, ada simbol-simbol lain yang disembunyikan atau “dibuang”. Ketika individu tersebut telah memanipulasi cerminan dirinya menjadi orang lain, berarti ia telah memainkan suatu pola teateris, peng-aktor-an yang berarti dia merasa bahwa ada suatu panggung di mana ia harus mementaskan suatu tuntutan peran yang sebagaimana mestinya telah ditentukan


(44)

dalam skenario, bukan lagi pada tuntutan interaksi dirinya, simbol-simbol yang diyakini dirinya mampu memberikan makna, akan terbentur pada makna audiens. Artinya bukan dirinya lagi yang memaknai identitasnya, tetapi bergantung pada orang lain. Pengelolaan simbol-simbol pada dirinya sebagai bagian dari tuntutan lingkungan (skenario).

Maka berangkat dari sinilah yang memicu Erving Goffman untuk mengoreksi dan mengembangkan Teori Interaksionisme Simbolik secara lebih jauh dengan mengklarifikasikan konteks dari berlangsungnya interaksi tersebut. Bertindak dalam cara yang berbeda dan dalam pengaturan yang berbeda, yaitu secara teateris.

Erving Goffman melahirkan istilah dramaturgi sebagai salah satu mazhab dalam interaksi simbolik, memfokuskan konsepnya dengan memperluas fungsi simbol yang dipergunakan individu bukan hanya sebatas pada makna yang dipastikan tercapai hanya melalui interaksi dirinya, tetapi makna yang tercapai melalui interaksi sosial di mana makna tersebut sebagai ungkapan yang lebih bersifat teateris, kontekstual, non-verbal dan tidak bersifat intensional.

Melalui pandangannya terhadap interaksi sosial, dijelaskan bahwa pertukaran makna di antara individu-individu tersebut disebabkan pada tuntutan pada apa yang orang harapkan dari kita


(45)

untuk kita lakukan. Lalu, ketika dihadapkan pada tuntutan itu, maka orang melakukan pertunjukan (performance) di hadapan khalayak, bukan lagi individu lain. Memainkan simbol dari peran tertentu di suatu panggung pementasan.

2.1.3.2 Dramaturgi

Salah satu kontribusi interaksionisme simbolik adalah menjabarkan berbagai macam pengaruh yang ditimbulkan penafsiran orang lain terhadap identitas atau citra-diri individu yang merupakan objek interpretasi, yang lebih jauh dijabarkan Goffman sebagai “keutuhan diri”. Dramaturgi adalah suatu pendekatan yang lahir dari pengembangan Teori Interaksionisme Simbolik. Dramaturgi diartikan sebagai suatu model untuk mempelajari tingkah laku manusia, tentang bagaimana manusia itu menetapkan arti kepada hidup mereka dan lingkungan tempat dia berada demi memelihara keutuhan diri.

Istilah dramaturgi dipopulerkan oleh Erving Goffman, salah seorang sosiolog yang paling berpengaruh pada abad 20. Dalam bukunya yang berjudul The Presentation of Self in Everyday Life

yang diterbitkan pada tahun 1959, Goffman memperkenalkan konsep dramaturgi yang bersifat penampilan teateris. Yakni memusatkan perhatian atas kehidupan sosial sebagai serangkaian


(46)

pertunjukan drama yang mirip dengan pertunjukan drama di panggung. Ada aktor dan penonton. Tugas aktor hanya mempersiapkan dirinya dengan berbagai atribut pendukung dari peran yang ia mainkan, sedangkan bagaimana makna itu tercipta, masyarakatlah (penonton) yang memberi interpretasi. Individu tidak lagi bebas dalam menentukan makna tetapi konteks yang lebih luas menentukan makna (dalam hal ini adalah penonton dari sang aktor). Karyanya melukiskan bahwa manusia sebagai manipulator simbol yang hidup di dunia simbol.

Dalam konsep dramaturgi, Goffman mengawalinya dengan

penafsiran “konsep-diri”, di mana Goffman menggambarkan

pengertian diri yang lebih luas dari pada Mead (menurut Mead, konsep-diri seorang individu bersifat stabil dan sinambung selagi membentuk dan dibentuk masyarakat berdasarkan basis jangka panjang). Sedangkan menurut Goffman, konsep-diri lebih bersifat temporer, dalam arti bahwa diri bersifat jangka pendek, bermain peran, karena selalu dituntut oleh peran-peran sosial yang berlainan, yang interaksinya dalam masyarakat berlangsung dalam episode-episode pendek (Mulyana, 2003). Berkaitan dengan interaksi, definisi situasi bagi konsep-diri individu tertentu dinamakan Goffman sebagai presentasi diri.


(47)

Goffman melihat ada perbedan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage) drama kehidupan. Kondisi akting di panggung depan adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh konsep-konsep drama yang bertujuan membuat drama yang berhasil. Sedangkan di panggung belakang adalah keadaan di mana kita berada di belakang panggung dengan kondisi tidak ada penonton, sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa memperdulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan.

Lebih jauh untuk memahami konsep dramaturgi, analogi front liner hotel adalah sebagai contoh. Seorang front liner hotel senantiasa berpakaian rapi menyambut tamu hotel dengan ramah, santun, bersikap formil dengan perkataan yang diatur. Tetapi, saat istirahat siang, sang front liner bisa bersikap lebih santai, bersenda gurau menggunakan bahasa gaul dengan temannya atau melakukan sikap tidak formil lainnya (merokok dan sebagainya). Saat front liner menyambut tamu di hotel, merupakan saat front stage baginya (pertunjukan). Tanggung jawabnya adalah menyambut tamu hotel dan memberi kesan baik hotel kepada tamu tersebut. Oleh


(48)

karenanya, perilaku front liner merupakan perilaku yang sudah digariskan skenarionya oleh pihak manajemen hotel. Saat istirahat makan siang, front liner bebas untuk mempersiapkan dirinya menuju babak ke-dua dari pertunjukan tersebut. Karenanya skenario yang disiapkan oleh manajemen hotel adalah bagaimana front liner

tersebut dapat refresh untuk dapat menjalankan perannya di babak selanjutnya. Akan sangat beresiko jika front liner tersebut tertangkap basah sedang merokok oleh tamu walaupun front liner

tersebut berada di rest room, karena akan menimbulkan kesan negatif dari tamu. Oleh karena itu, ada suatu resiko yang besar ketika panggung belakang atau “privat” dari seorang individu bisa diketahui orang lain. Mengingat dalam hal ini, panggung tersebut bersifat rahasia, maka hal yang wajar bagi individu untuk menutupi panggung privat tersebut dengan tampilan luar yang “memukau”.

Lebih jelas akan dibahas dua panggung pertunjukan dalam kajian dramaturgi:

1. Front Stage (Panggung Depan)

Merupakan suatu panggung yang terdiri dari bagian pertunjukkan (appearance) atas penampilan dan gaya (manner) (Sudikin, 2002:49-51). Di panggung inilah aktor akan membangun dan menunjukkan sosok ideal dari identitas yang akan ditonjolkan dalam interaksi sosialnya. Presentasi diri yang


(49)

ditampilkan merupakan gambaran aktor mengenai konsep ideal dirinya yang sekiranya bisa diterima penonton. Aktor akan menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukkan mereka. Menurut Goffman, aktor menyembunyikan hal-hal tertentu tersebut dengan alasan:

 Aktor mungkin menyembunyikan kesenangan-kesenangan tersembunyi, seperti meminum minuman keras, yang dilakukan sebelum pertunjukan, atau kehidupan masa lalu, seperti pecandu alkohol, pecandu obat bius atau perilaku kriminal yang tidak sesuai dengan panggung pertunjukan.  Aktor mungkin ingin menyembunyikan kesalahan yang

terjadi saat persiapan pertunjukan, juga langkah-langkah yang diambil untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Misalnya, supir taksi mulai menyembunyikan fakta ketika ia salah mengambil arah jalan.

 Aktor mungkin merasa perlu menunjukkan hanya produk akhir dan menyembunyikan proses memproduksinya. Misalnya dosen memerlukan waktu beberapa jam untuk memberikan kuliah, namun mereka bertindak seolah-olah mereka telah lama memahami materi kuliah itu.


(50)

 Aktor mungkin perlu menyembunyikan “kerja kotor” yang dilakukan untuk membuat produk akhir itu dari khalayak. Kerja kotor itu mungkin meliputi tugas-tugas yang “secara fisik” kotor, semi-legal, kejam dan menghinakan.

 Dalam melakukan pertunjukan tertentu, aktor mungkin harus mengabaikan standar lain. Akhirnya aktor mungkin perlu menyembunyikan hinaan, pelecehan atau perundingan yang dibuat sehingga pertunjukan dapat berlangsung

(Mulyana, 2003:116).

2. Back Stage (Panggung Belakang)

Merupakan panggung penampilan individu di mana ia dapat menyesuaikan diri dengan situasi penontonnya (Sudikin, 2002:49-51). Di panggung inilah segala persiapan aktor disesuaikan dengan apa yang akan dihadapi di lapangan, untuk menutupi identitas aslinya. panggung ini disebut juga panggung pribadi, yang tidak boleh diketahui oleh orang lain. Dalam arena ini individu memiliki peran yang berbeda dari front stage, ada alasan-alasan tertentu di mana individu menutupi atau tidak menonjolkan peran yang sama dengan panggung depan. Di panggung inilah individu akan tampil “seutuhnya” dalam arti identitas aslinya. Lebih jauh, panggung ini juga yang menjadi


(51)

tempat bagi aktor untuk mempersiapkan segala sesuatu atribut pendukung pertunjukannya. Baik itu make-up (tata rias), peran, pakaian, sikap, perilaku, bahasa tubuh, mimik wajah, isi pesan, cara bertutur dan gaya bahasa. Di panggung inilah, aktor boleh bertindak dengan cara yang berbeda dibandingkan ketika berada di hadapan penonton, jauh dari peran publik. Di sini bisa terlihat perbandingan antara penampilan “palsu” dengan keseluruhan kenyataan diri seorang aktor.

Maka, melalui kajian mengenai presentasi diri yang dikemukakan oleh Goffman dengan memperhatikan aspek front stage dan back stage, upaya untuk menganalisa presentasi diri yang dilakukan oleh anggota komunitas “hijabers” dapat semakin mudah untuk dikaji dalam perspektif Dramaturgi. Karena walau bagaimanapun, manusia tidak pernah lepas dalam penggunaan simbol-simbol tertentu dalam hidupnya.

2.1.3.3 Presentasi Diri

Menurut Goffman, presentasi diri merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu tertentu untuk memproduksi definisi situasi dan identitas sosial bagi para aktor dan definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada (Mulyana, 2003: 112).


(52)

Lebih jauh presentasi diri merupakan upaya individu untuk menumbuhkan kesan tertentu di depan orang lain dengan cara menata perilaku agar orang lain memaknai identitas dirinya sesuai dengan apa yang ia inginkan. Dalam proses produksi identitas tersebut, ada suatu pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan mengenai atribut simbol yang hendak digunakan sesuai dan mampu mendukung identitas yang ditampilkan secara menyeluruh.

Manusia adalah aktor yang berusaha menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor dalam drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kemudian ketika perangkat simbol dan pemaknaaan identitas yang hendak disampaikan itu telah siap, maka individu tersebut akan melakukan suatu gambaran-diri yang akan diterima oleh orang lain. Upaya itu disebut Goffman sebagai presentasi diri, yaitu teknik-teknik yang digunakan aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi-situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu (Mulyana, 2003).

Menurut Goffman, kebanyakan atribut, milik atau aktivitas manusia digunakan untuk presentasi diri, termasuk busana yang kita


(53)

kenakan, tempat kita tinggal, rumah yang kita huni berikut cara kita melengkapinya (furnitur dan perabotan rumah), cara kita berjalan dan berbicara, pekerjaaan yang kita lakukan dan cara kita menghabiskan waktu luang kita. Lebih jauh lagi, dengan mengelola informasi yang kita berikan kepada orang lain, maka kita akan mengendalikan pemaknaan orang lain terhadap diri kita. Hal itu digunakan untuk memberi tahu kepada orang lain mengenai siapa kita (Mulyana, 2003).

Dalam konsep Dramaturgi, Goffman menyebut aktivitas untuk mempengaruhi orang lain itu sebagai pertunjukkan (performance), yakni presentasi diri yang dilakukan individu pada ungkapan-ungkapan yang tersirat, suatu ungkapan-ungkapan yang lebih bersifat teateris, kontekstual, non-verbal dan tidak bersifat intensional. Dalam arti, orang akan berusaha memahami makna untuk mendapatkan kesan dari berbagai tindakan orang lain, baik yang dipancarkan dari mimik wajah, isyarat dan kualitas tindakan (Sukidin, 2002). Menurut Goffman, perilaku orang dalam interaksi sosial selalu melakukan permainan informasi agar orang lain mempunyai kesan yang lebih baik. Kesan non-verbal inilah yang menurut Goffman harus dicek keasliannya.

Goffman menyatakan bahwa hidup adalah teater, individunya sebagai aktor dan masyarakat adalah penontonnya. Dalam


(54)

pelaksanaannya, selain panggung di mana ia melakukan pementasan peran, ia juga memerlukan ruang ganti yang berfungsi untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Ketika individu dihadapkan pada panggung, ia akan menggunakan simbol-simbol yang relevan untuk memperkuat identitas karakternya, namun ketika individu tersebut telah habis masa pementasannya, maka di belakang panggung akan terlihat tampilan seutuhnya dari individu tersebut.

2.1.4 Tinjauan Tentang Komunitas

Istilah masyarakat berasal dari kata musyarak yang berasal dari Bahasa Arab yang memiliki arti ikut serta atau berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut Society. Sehingga bisa dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan sosial. Mereka mempunyai kesamaan budaya, wilayah, dan identitas.

2.1.4.1 Pengertian Komunitas

Komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values (Kertajaya Hermawan, 2008).

Proses pembentukannya bersifat horisontal karena dilakukan oleh individu-individu yang kedudukannya setara.


(55)

Komunitas adalah sebuah identifikasi dan interaksi sosial yang dibangun dengan berbagai dimensi kebutuhan fungsional. Kekuatan pengikat suatu komunitas, terutama, adalah kepentingan bersama dalam memenuhi kebutuhan kehidupan sosialnya yang biasanya, didasarkan atas kesamaan latar belakang budaya, ideologi, sosial-ekonomi. Disamping itu secara fisik suatu komunitas biasanya diikat oleh batas lokasi atau wilayah geografis. Masing-masing komunitas, karenanya akan memiliki cara dan mekanisme yang berbeda dalam menanggapi dan menyikapi keterbatasan yang dihadapainya serta mengembangkan kemampuan kelompoknya.

Istilah kata Arti Komunitas berasal dari bahasa latin communitas yang berasal dari kata dasar communis yang artinya masyarakat, publik atau banyak orang. Definisi Arti Komunitas adalah sebuah identifikasi dan interaksi sosial yang dibangun dengan berbagai dimensi kebutuhan fungsional. Menurut Kertajaya Hermawan (2008), Arti Komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values.

Menurut pengertian di atas, komunitas adalah jaringan dari beberapa individu yang saling mengikat yang meningkatkan


(56)

sosialisasi sesama jaringan, saling mendukung, memberikan informasi, adanya rasa memiliki dan menjadi identitas sosial. Ikatan yang kuat dan dukungan dari sesama anggota komunitas memungkinkan adanya saling ketergantungan di antara anggota komunitas yang secara sadar atau tidak terjadi interaksi saling memanfaatkan di antara anggota komunitas.

2.1.4.2 Konsep Komunitas

Komunitas juga perlu memiliki kekuatan sebagai acuan bersama, bahwa kekuatan dari komunitas sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan komunitas tersebut. Dimana pegangan dari komunitas melengkapi kriteria subjektif dari kebersamaan, perasaan saling terhubung yang memberikan perasaan dari kepunyaan.

2.1.4.3 Ciri-ciri Komunitas

a. Adanya keanggotaan di dalamnya, tidak mungkin ada komunitas tanpa ada anggota.

b. Adanya saling mempengaruhi, anggota komunitas bisa saling mempengaruhi satu sama lainnya.

c. Adanya integrasi dan pemenuhan kebutuhan antar anggota. d. Adanya ikatan emosional antar anggota.


(57)

Komunitas dapat dikatakan sebagai sekelompok orang yang saling mempengaruhi, memiliki kesamaan identitas kelompok dan memiliki ikatan emosional antar anggotanya.

2.1.4.4 Manfaat Komunitas

Komunitas memiliki sejumlah manfaat yaitu:Menampung ide-ide yang berasal dari masyarakat luas, sehingga dapat dipilih ide-ide yang tepat untuk dijadikan kebijakan bagi masyarakat sosial.

a. Mengungkapkan ikatan-ikatan dalam masyarakat umum dan juga sosialisasinya.

b. Mengungkapkan relasi sosial secara spesifik, dalam hubungan dengan negara yang bersifat autokratik.

c. Menghubungkan arti dunia dengan segera, dan berkait dengan kehidupan sehari-hari.

2.2 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan alur pikir peneliti yang dijadikan sebagai skema pemikiran yang melatarbelakangi penelitian ini. Dalam kerangka pemikiran ini, peneliti akan mencoba menjelaskan pokok masalah penelitian. Penjelasan yang disusun akan menggabungkan antara teori dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini.

Penelitian ini didasari pula pada kerangka pemikiran secara teoritis maupun praktis.


(58)

2.2.1 Kerangka Teoritis

Teori adalah suatu pernyataan mengenai apa yang terjadi terhadap suatu fenomena yang ingin kita pahami. Teori yang berguna adalah teori yang memberikan pencerahan, serta pemahaman yang lebih mendalam terhadap fenomena yang ada di hadapan kita. Akan tetapi perlu dijelaskan sebagai suatu arahan atau pedoman penulis untuk dapat mengungkap fenomena agar lebih terfokus. Sekumpulan teori ini dikembangkan sejalan dengan penelitian itu berlangsung.

2.2.1.1 Interaksi Simbolik

Penelitian ini menggunakan pendekatan interaksi simbolik (symbolic interaction approach) dimana pendekatan ini didasari atas pandangan dan asumsi bahwa pengalaman manusia diperoleh melalui hasil interpretasi. Interpretasi tidak bersifat otonom, melainkanmembentuk arti sesuai dengan konteks subjek atau objek yang di interpretasikan. Interaksi Simbolik menjadi paradigma konseptual, bukna internal drives, personality traits atau

unconscious motivies.(dorongan dalam diri, sifat kepribadian atau sadar motivasi). Menurut Littlejohn, interaksi simbolik mengandung inti dasar premis tentang komunikasi dan masyarakat (core of common premises about communicationand society) (Littlejohn, 1996: 159).


(59)

Perspektif interaksi simbolik memandang bahwa individu bersifat aktif, reflektif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan. Paham ini menolak gagasan bahwa individu adalah organisme pasif yang perilakunya di tentukan oleh kekuatan-kekuatan atau struktur diluar dirinya. Oleh karena individu terus berubah, maka masyarakat pun berubah melalui interaksi. Jadi interaksilah yang di anggap sebagai variabel penting dalam menentukan perilaku manusia, bukan struktur masyarakat. Struktur ini sendiri tercipta dan berubah karena interaksi manusia, yakni ketika individu-individu berfikir dan bertindak secara stabil terhadap seperangkat objek yang sama (Mulyana, 2001: 62).

2.2.1.2 Dramaturgi

Dramaturgi adalah teori seni teater yang dicetuskan oleh Arestoteles dalam karya agungnya Poetics (350 SM) yang di dalamnya terdapat kisah paling tragis Oedipus Rex dan menjadi acuan bagi dunia teater, drama, dan perfilman sampai saat ini.

Kemudian dikembangkan oleh Erving Goffman (1922-1982), seorang sosiolog interaksionis dan penulis, melalui pendekatan sosiologis. Dia menyempurnakannya lebih praktis dalam bentuk interaksi simbolik tentang kehidupan sosial sehari-hari yang kemudian termanifestasi dalam bukunya The Presentation of Self in


(60)

Everyday Life dan menjadi terkenal sebagai salah satu sumbangan terbesar bagi teori ilmu sosial pada perkembangannya dramaturgi begitu banyak dikenal dan dijadikan sebagai bentuk komunikasi lainnya dalam kehidupan sehari-hari manusia. Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri.

Identitas manusia bisa berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgi masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgi, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui pertunjukan dramanya sendiri. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgi, Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, costum, penggunaan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan.

Goffman mengistilahkan tindakan di atas dalam istilah


(61)

perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung

(front stage) dan di belakang panggung (back stage) drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton yang melihat kita dan kita sedang berada dalam kegiatan pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh konsep drama bertujuan untuk membuat drama yang berhasil. Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berprilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan.

Dramaturgi juga diibaratkan sebagai permainan peran oleh manusia. Tentu permainan peran yang dimainkan oleh manusia tersebut disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai sebelumnya. Entah itu hanya sekedar untuk menciptakan kesan tertentu tentang diri kita dihadapan penonton ataupun suatu bentuk penghargaan lainnya yang kita peroleh dari permainan peran tersebut.


(62)

2.2.1.3 Presentasi Diri

Menurut Goffman, Presentasi diri merupakan suatu kegiatan

yang dilakukan oleh individu tertentu untuk memproduksi definisi situasi dan identitas sosial bagi para aktor dan definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada (Mulyana, 2003: 112).

Lebih jauh presentasi diri merupakan upaya individu untuk menumbuhkan kesan tertentu di depan orang lain dengan cara menata perilaku agar orang lain memaknai identitas dirinya sesuai dengan apa yang ia inginkan. Dalam proses produksi identitas tersebut, ada suatu pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan mengenai atribut simbol yang hendak digunakan sesuai dan mampu mendukung identitas yang ditampilkan secara menyeluruh.

Sebelum membahas kata-kata kunci tersebut, peneliti membahas terlebih dahulu mengenai arti kata sebuah presentasi diri. Presentasi diri, pada umumnya adalah upaya anda menciptakan kesan khusus pada orang lain. Biasanya kesan yang anda harapkan berupa kesan yang positif. Misalnya terkesan cerdas, terkesan mampu, terkesan menarik, terkesan baik hati, terkesan murah hati, dan sebagainya.

Tindakan sosial yang dilakukan oleh manusia dalam berinteraksi akan menimbulkan sebuah penafsiran. Dimana penafsiran tersebut akan muncul secara berbeda-beda. Dalam


(63)

hubungan sosial, proses pertukaran simbol-simbol atau lambang-lambang yang diberi makna ini disebut interaksi simbolik. Esensi dari interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni proses komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna yang hanya dipahami oleh anggota kelompok yang hanya ada didalamnya.

Panggung Depan, Merupakan suatu panggung yang terdiri

dari bagian pertunjukan (appearance) atas penampilan dan gaya (manner) (Sudikin, 2002 : 49-51). Di panggung inilah aktor akan membangun dan menunjukan sosok ideal dari identitas yang akan ditampilkan dalam interaksi sosialnya. Pengelolaan kesan yang ditampilkan merupakan gambaran aktor mengenai konsep ideal dirinya yang sekiranya bisa diterima penonton. Aktor akan menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukan mereka.

Panggung Belakang, Merupakan panggung penampilan

individu dimana ia dapat menyesuaikan diri dengan situasi penontonnya (Sudikin, 2002:49-51). Di panggung inilah segala persiapan aktor disesuaikan dengan apa yang akan dihadapi di lapangan, untuk menutupi identitas aslinya. Panggung ini disebut juga panggung pribadi, yang tidak boleh diketahui oleh orang lain. Dalam arena ini individu memiliki peran yang berbeda dari front stage, ada alasan-alasan tertentu dimana individu menutupi atau


(64)

tidak menonjolkan peran yang sama dengan pangggung depan. Di panggung inilah individu akan tampil “seutuhnya” dalam arti identitas aslinya. Lebih jauh, panggung ini juga yang menjadi tempat bagi aktor untuk mempersiapkan segala sesuatu atribut pendukung pertunjukannya. Baik itu make-up (tata rias), peran, pakaian, sikap, perilaku, bahasa tubuh, mimik wajah, isi pesan, cara bertutur dan gaya bahasa. Di panggung inilah, aktor boleh bertindak dengan cara yang berbeda di hadapan penonton, jauh dari peran publik.

2.2.2 Kerangka Konseptual

Berdasarkan apa yang telah dijelaskan dalam kerangka pemikiran teoritis maka peneliti berusaha untuk mengaplikasikan seluruh kata kunci berhubungan dengan presentasi diri “hijabers” komunitas pengguna jilbab di kota bandung.

2.2.2.1 Interaksi Simbolik

Interaksi simbolik presentasi diri “hijabers” pada komunitas pengguna jilbab di kota Bandung memandang bahwa presentasi diri

“hijabers” bersifat aktif, reflektif dan kreatif, menafsirkan,

menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan melalui simbol-simbol yang selama ini dipegang oleh pengguna jilbab gaul seperti berpenampilan dengan jilbab yang begitu rumit, aksesoris yang lebih


(65)

modis seperti gelang, kalung, pin dan dandanan yang tidak seperti pengguna jilbab pada biasanya.

Interaksi simbolik adalah segala hal yang saling berhubungan dengan pembentukan makna dari suatu benda atau lambang atau simbol, baik benda mati, maupun benda hidup, melalui proses komunikasi baik sebagai pesan verbal maupun perilaku non verbal, dan tujuan akhirnya adalah memaknai lambang atau simbol (objek) tersebut berdasarkan kesepakatan bersama yang berlaku di wilayah atau kelompok komunitas masyarakat tertentu.

2.2.2.2 Dramaturgi

Para anggota hijabers melakukan panggung depan dan panggung belakang. Dimana panggung depan ini orang tersebut hanya menunjukan penampilan yang dapat dilihat orang yang berkesan positif, Panggung belakang mempunyai sesuatu yang disembunyikan, dari Khalayak banyak mengenai yang positif maupun negatif hanya orang tersebut yang mengetahuimnya.

2.2.2.3 Presentasi Diri

Presentasi diri dalam hal ini peneliti akan meneliti dari segala bentuk presentasi diri yang dapat diamati pada anggota komunitas

“hijabers” berupa tindakan nyata atau terbuka sehingga dapat diamati


(66)

Panggung Depan, disini peneliti akan mencari beberapa informan yang akan menjadi objek penelitian yang tentunya pengguna jilbab dalam kehidupan sehari harinya, namun dalam hal ini informan yang diteliti dilihat dari segi panggung depannya saja mulai dari bagaimana dia bersosialisasi dengan orang lain, bagaimana dia memainkan perannya dalam dunia pendidikan ataupun aktifitas sehari harinya.

Panggung Belakang, peneliti akan mengkaji mengenai

presentasi diri kehidupan informan dilihat dari panggung belakangnya, dan disini sisi kehidupan informan akan terlihat berbeda pada saat dia memainkan peran di panggung depan. Bila di gambarkan dalam bagan maka akan seperti ini:


(67)

Gambar 2.2

Bagan Model Aplikasi Penelitian

Presentasi Diri Anggota Komunitas “Hijabers”

Sumber: Aplikasi Peneliti, 2012

PANGGUNG DEPAN

Lingkungan Komunitas

Lingkungan Kampus

Tempat Nongkrong

PANGGUNG BELAKANG

Lingkungan Luar

Lingkungan Keluarga

PRESENTASI DIRI

Anggota “Hijabers”


(68)

58 BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

3.1.1 Awal Mula “Hijabers

Bermula dari tiga orang anak muda, Ghaida, Firla, dan Steffi yang menggagas pengajian anak muda bernama Annisa (berarti perempuan), yang kemudian forum pengajian ini berubah namanya menjadi

“hijabers” community. Pada awalnya anggotanya hanya 15 orang dan

seiring perkembangannya, saat ini anggota yang tercatat sudah 700 orang.

Komunitas yang berdiri pada 13 Februari 2011 di kota Bandung ini, yaitu salah satu cabang dari jakarta yang merupakan wadah silaturahmi para pengguna jilbab di Indonesia. Sedangkan pertama kali adanya komunitas“Hijabers Community” ini sendiri berdiri 27 November 2010 di Jakarta yang terdiri dari berbagai profesi. Maka dari itu lahirlah komunitas “hijabers” diberbagai kota-kota besar lainnya, seperti Yogyakarta, Surabaya, Medan, Padang, Palembang, Bogor, Kalimantan, dll. Dan tidak hanya itu komunitas inipun mempunyai logo sendiri yang seperti ada dibawah ini.


(1)

xvi

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 3.1 Daftar Informan Penelitian ... 79 Tabel 3.2 Daftar Informan Kunci ... 80 Tabel 3.3 Waktu dan Kegiatan Penelitian ... 87


(2)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1.1 Model Jilbab Modern ... 2

Gambar 1.2 Komunitas “Hijabers” Bandung ... 4

Gambar 1.3 Acara Pengajian “Hijabers” ... 6

Gambar 2.1 Unsur-unsur Komunikasi ... 19

Gambar 2.2 Bagan Model Aplikasi Penelitian... 57

Gambar 3.1 Logo “Hijabers”Community ... 59


(3)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1 Surat Persetujuan Menjadi Pembimbing Skripsi ... 134

Lampiran 2 Berita Acara Bimbingan ... 135

Lampiran 3 Surat Rekomendasi Pembimbing Untuk Mengikuti Sidang Sarjana ... 136

Lampiran 4 Lembar Revisi Seminar Usulan Penelitian ... Lampiran 5 Surat Izin Informan Penelitian ... 137

Lampiran 6 Surat Pengantar Wawancara ... 139

Lampiran 7 Lembar Identitas Informan ... 140

Lampiran 8 Pedoman Wawancara Informan ... 144

Lampiran 9 Lembar Identitas Informan Kunci ... 145

Lampiran 10 Pedoman Wawancara Informan Kunci ... 149

Lampiran 11 Transkip Observasi... 150

Lampiran 13 Hasil Wawancara ... 152

Lampiran 14 Dokumentasi Wawancara... 176


(4)

131

DAFTAR PUSTAKA BUKU :

Ardianto, Elvinaro & Q-Aness Bambang. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

Bungin, Burhan. 2003. Analisa Data Penelitian Kualitatif : Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Devito, A. Joseph. 1997. Komunikasi Antar Pribadi. Jakarta : Preffesional Books. Effendy, Onong Uchyana. 1986. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung :

Remaja Rosdakarya.

--- 1993. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

--- 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakrya.

--- 2008. Dinamika Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakrya. Erving, Goffman. 1959. The Presntasion Of Self In Everyday Life. New York,Ny :

Anchor/Doubley.

Harymawan, RMA. 1988. Dramaturgi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Jalaluddin Rakhmat. 1994. Psikologi Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

--- 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Kertajaya, Hermawan. 2008. Karakteristik Enterpreneur. Jakarta : PT. Gramedia

Pustaka Utama.


(5)

132

LittleJohn, Stephen W. 2005. Theories Of Human Communication- Fifth Edition Terjemahan edisi Indonesia 1 (chapter 1-9) dan edisi Indonesia 2 (Chapter 10-16).

Mulyana Deddy 2001. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

--- 2003. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

--- 2005. Komunikasi Efektif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy & Solatun. 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. PT.

Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Ruslan, Rosady. 2004. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Satori, Djam’an. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta. Soeprapto. 2007. Interaksi Simbolik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sudikin, Basrowi. 2002. Metode Penelitian Kualitatif : Perspektof Mikro. Surabaya : Insan Cendekia.

Sugiyono. 2005. Model Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

--- 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta. Suyatna. (2005) Deskriptif Kualitatif. Bandung:CV Pustaka Pelajar.

Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

--- 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.


(6)

133

INTERNET :

Rumah Madani/Kreasi Jilbab saat

ini/http://blog.rumahmadani.com/2011/12/kreasi-jilbab-saat-ini.html/dikutip pada hari selasa 07 Februari 2012/pukul 21:00 wib.

Laksana berita/komunitas hijabers dongkrak tren fesyen muslimah/

http://www.laksanaberita.info/2011/08/aksi-model-foto-indahokezone-munculnya.html/dikutip pada hari rabu 08Februari 2012/pukul 10:15 wib.

Wanita muslimah/perkembangan jilbab saat ini/http://tharyfsc.blogspot.com /2011/02/tik.html/dikutip pada hari rabu 08 Februari 2012/pukul 10:50 wib.

Multifly/dibalik trend jilbab

gaul/http://oomnyafahrel.multiply.com/journal/item/dikutip pada hari senin 07 februari 2012/pukul 22:57 wib.

Wilujeng browsing/hijabers community

bandung/http://infobandung.net/2011/08/08/hijabers-community-bandung-muda-dan-trendi-di-jalan-allah/dikutip pada hari kamis 09 Februari 2012/pukul 12:12 wib.

Soleh Amini Yahman/Presentasi didepan orang lain/ http://solehamini.blogspot.com/presentasi didepan orang lain.html/ dikutip pada hari rabu 29 Februari 2012/pukul 22:00 wib.

Soleh Amini Yahman/Presentasi didepan orang lain/ http://solehamini.blogspot.com/presentasi didepan orang lain.html/ dikutip pada hari rabu 29 Februari 2012/pukul 22:10 wib.

http://daniabreaker.blogspot.com/2009/04/dramaturgi-erving-goffman.html/ dikutip pada hari rabu 29 Februari 2012/pukul 23:10 wib.