PERANAN TEUKU ILYAS LEUBE DALAM DI/TII ACEH TENGAH (1953-1962).

(1)

PERANAN TEUKU ILYAS LEUBE DALAM DI/TII ACEH TENGAH (1953-1962)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

FITRA JAKA RESTU

NIM. 3123321016

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

i ABSTRAK

FITRA JAKA RESTU. NIM 3123321016. ” PERANAN TEUKU ILYAS LEUBE DALAM DI/TII ACEH TENGAH (1953-1962) ”. SKRIPSI S-1 JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH. FAKULTAS ILMU SOSIAL. UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan Teuku Ilyas Leube dalam DI/TII semasa pemberontakan nya terhadap Republik Indnesia yaitu tahun 1953-1962 di Aceh secara umum dan Takengon secara khusus.

Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah dengan menerapkan penelitian lapangan (field Research) dan penelitian Pustaka (Library Research) yang bertujuan untuk mendapatkan sejarah yang diinterpretasikan menjadi historiografi sejarah. Berdasarkan sumber informasi yang relevan dengan penelitian. Data yang diperoleh dikelompokkan melalui verifikasi dan kritik sumber, interpretasi dan historiografi (menyusun hasil-hasil penelitian berdasarkan fakta). Menjadi naskah laporan penelitian.

Dari hasil penelitian, dapatlah diketahui latar belakang pergolakan Aceh melawan pemerintahan pusat yaitu Jakarta disebabkan oleh janji-janji Sukarno yang tidak dipenuhi kepada Aceh. Pada tahun 1953 Dawud Beureueh sebagai Gubernur Aceh yang pada saat itu yang tidak terima dengan perlakuan tersebut melakukan pemberontakan dan bergabung dengan DI/TII pimpinan Kartosoewirjo. Ilyas Leube sebagai salah satu murid Dawud Beureueh ikut mengangkat senjata dan terhitung menjadi orang nomor 2 di Aceh setelah Beureueh hingga pada tahun 1962 Beureueh mengintrupsikan semua pasukanya untuk turun dari gunung dan kembali ke pangkuan RI.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah peneliti ucapkan atas kehadiran Allah SWT dimana, atas rahat dan karunianya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “Peranan Teuku Ilyas Leube Dalam DI/TII Aceh Tengan (1953-1962)”. Shalawat berangkaikan salam dihadiahkan kepada junjungan besar Rasulullah Muhammad SAW, yang mana syafaatnya diharapkan di yaumul mahsyar kelak.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, baik isi tekhnik penelitian, maupun nilai ilmiahnya, mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, peneliti mengharapkan saran dan kritikan. Maka dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan rasa terima kasih serta pengharapan yang sebesar-besarnya kepada :

 Ayahanda dan Ibunda tercinta yang melahirkan, mendidik dan membesarkan peneliti. Karena doa dan restu mereka peneliti bisa menjadi seperti saat sekarang ini dan sampai pada akhir untuk menyelesaikan studi dalam perkuliahan. Skripsi ini sengaja ananda persembahkan sebagai bukti bahwa ananda telah menyelesaikan amanat yang ayah dan ibu berikan kepada ananda. Kiranya Alla SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada mereka.

 Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Medan.


(7)

iii

 Bapak Drs. Yushar Tanjung, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi dan selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah yang telah banyak membantu dan memberi masukan kepada peneliti

 Bapak Ponirin M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik dan penguji yang telah banyak memberi nasehat-nasehat bagi peneliti selama masa perkuliahan.

 Ibuk Dra.Hafnita Sari Dewi Lubis, M.Si selaku Dosen penguji atau pembanding utama yang banyak memberi inspirasi bagi peneliti.

 Dosen-dosen peneliti di Jurusan Pendidikan Sejarah, Pak Nijar, Pak Pristi Suhendro, Pak Hidayat, Ibu Flores Tanjung, Ibu Samsidar Tanjung dan seluruh dosen lainnya yang telah memberikan ilmu dan pengalaman kepada peneliti selama mengikuti perkuliahan di Universiteas Negeri Medan.

 Buat kakak dan adik saya Desi Dara Jelita dan Fikri Iqramullah yang telah banyak memberi saya dukungan, smangat, semoga kaka sehat selalu.  Bapak Teungku Ali Djadun, Ibnu Hajar Lut Tawar, dan yang lainya yang

telah banyak memberi Informasi bagi peneliti.

 Buat temen-teman saya yang telah membantu proses skripsi saya Sarah Amanda Gultom, Muhammad Iqbal, Lotsaputra Berutu, Fakhri Mulyawan Situmorang, Ricky Dwi Handika, dan teman-teman lainya kelas Ekstensi 2012.


(8)

iv

Akhir kata peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan jika ada pihak yang terlewatkan mendapatkan ucapan terimakasih, peneliti meminta maaf atas kesalahan dan kekhilafan. Semoga skripsi ini bermanfat bagi pembaca dan menjadi bahan masukan bagi yang membacanya, khususnya di wilaya Faklutas Ilmu Sosial.

Medan, Mei 2016 Peneliti

FITRA JAKA RESTU NIM. 3123321016


(9)

v

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 6

1.3. Rumusan Masalah ... 6

1.4. Tujuan Penelitian ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1. Tinjauan Pustaka ... 8

2.1.1. Konsep Tokoh ... 8

2.1.2. Peranan (Role) ... 8

2.1.3. Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (TII) ... 9

2.2. Kerangka Berfikir……… 13

2.3. Hipotesis...14

BAB III METODE PENELITIAN ... 15

3.1. Metode Penelitian... 15

3.2. Lokasi Penelitian...16

3.3. Sumber Data ... 16

1. Data Primer ... 16

2. Data Sekunder ... 16

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 17


(10)

vi

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 19

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 19

4.1.1. Kondisi geografis ... 19

4.1.2. Kondisi Demografis ... 21

1. Kesatuan dan kehidupan Orang Gayo ... 21

2. Pertambahan Penduduk ... 21

4.1.3. Kondisi Sosial... 23

1. Pertanian………...……….... 23

4.1.4. Pemerintahan... 23

4.2. Lahir dan Berkembangnya Organisasi DI/TII di Aceh Dari Tahun 1953-1962 ... . 25

4.3. Peran Teuku Ilyas Leube dalam DI/TII Aceh Tahun 1953-1962...……… 43

4.4. Persepsi Masyarakat Sekarang Tentang Perjuangan Teuku Ilyas Leube Dalam Organisasi DI/TII di Aceh Tengah ... . 62

BAB V KESIMPULAN ... 68

5.1. Kesimpulan ... 68

5.2. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN ...


(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Luas Daerah dan Persentasenya Menurut Kecamatan


(12)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

Aceh yang dahulu pernah menjadi sebuah negara tangguh di dunia kini menjadi sebuah provinsi dalam wilayah Republik Indonesia. Ia berkedudukan di ujung barat pulau Sumatra yang di batasi oleh Teluk benggala sebelah Utara, samudra Hindia di sebelah barat, Selat malaka di sebelah Timur dan Sumatra Utara di sebelah Tenggara dan Selatan. (Adan 2006: 3)

Tanah Aceh terletak di jalur lalu lintas dunia yang ramai sejak dahulu, sangat terbuka untuk menerima kedatangan berbagai unsur darah dari seluruh jagad, sehingga karenanya orang-orang Aceh, terutama pesisir, adalah campuran dari berbagai unsur. (Hasjmy 1995: 54).

Secara historis, berbagai peristiwa konflik politik internal Aceh sebelumnya, dimulai peristiwa perang Cumbok tahun 1945-1946 yang merupakan konflik internal antara ulama dan Uleebalang Aceh. Perang Cumbok adalah konflik sosial yang berpusat di Pidie, antara kelompok uleebalang (bangsawan). Perang ini pada dasarnya adalah pergolakan untuk meruntuhkan feodalisme di Pidie yang dipicu perbedaan pandangan dalam menyikapi kemerdekaan RI di Aceh pasca proklamasi RI, dimana pihak uleebalang menghendaki agar Belanda kembali ke Aceh, sementara PUSA menyetujui kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Peristiwa Cumbok sebenarnya hanyalah puncak gunung es dari konflik laten antara uleebalang dan ulama yang sudah terjadi sejak ketika Belanda masih menguasai Aceh, dimana Belanda mendapatkan banyak dukungan dari kaum


(13)

2

bangsawan, sementara para bangsawan menikmati berbagai keistimewaan dibawah perlindungan Belanda. Privilege yang diperoleh kaum uleebalang, diantaranya adalah posisi-posisi kekuasaan di dalam struktur kekuasaan Belanda di kawasan Aceh Lheu Sagoe (kesultanan Aceh). Sementara itu, dilain pihak para ulama sangat menentang Belanda dan dengan sendirinya menyimpan ketidaksenangan terhadap kelompok uleebalang yang dianggap mempertahankan “status quo” sebagai pengkhianat orang Aceh. (Santoso 2014: 240-241)

Meskipun ada beberapa uleebalang yang tetap pro kemerdekaan dan mendukung ulama, tapi perang Cumbok tetap merepresentasikan konflik ulama versus bangsawan di Aceh. Dampak perang ini sangat mengerikan, banyak kaum Teuku melarikan diri keluar Aceh atau di wilayah Aceh yang bebas konflik, serta meninggalkan luka mendalam di jiwa orang Aceh, terutama di kawasan pesisir Timur dan Utara Aceh hingga kini. Ada kecenderungan orang Aceh menghindari diskusi tentang peristiwa kelam ini dalam pembicaraan sehari-hari, karena takut menyinggung orang-orang yang notabene adalah bagian dari komunitas sehari-hari. Perang Cumbok sendiri berakhir Januari 1946, dan pimpinannya, Teuku Daud Cumbok, dihukum mati. (Santoso 2014: 241).

Kaum Ulama merupakan suatu bagian yang amat berpengaruh dalam Masyarakat Islam. Mereka mempunyai kedudukan yang tinggi berkat pengetahuan keagamaan mereka. (Kartodirdjo 1981: 129)

Peneliti sejarah asal Selandia Baru, Anthony Reid, mengatakan, sejak uleebalang tersingkir akibat Revolusi sosial di Aceh, posisi ulama kian kuat di bawah Beureueh. Aceh, tulis Reid, menjadi daerah islam yang unik, sekaligus


(14)

3

“salah satu contoh Revolusi sosial yang berhasil”. Cerita sukses itu membuat pemerintah pusat, selama aksi militer belanda pertama pada 1947, mengangkat Beureueh sebagai gubernur militer. “ia satu-satunya orang tanpa pendidikan Belanda atau Jepang yang menerima pengangkatan begitu tinggi selama Revolusi,” tutur Reid dalam bukunya , (TEMPO 2001: 48)

Menurut sejarah, aceh telah memberi untuk republik. Bahkan awal pemberian aceh, yakni kesediaan Aceh sebagai daerah modal, merupakan pemberian yang sangat menentukan sebagai kelangsungan dan eksistensi indonesia. Jika kita bisa berandai-andai dengan sejarah, maka kita bisa mengatakan bila aceh menolak memberi pada saat itu, tentunya indonesia hanya ada seumur jagung lalu punah. Pemberian yang berwujud politis ini, tentunya, memiliki nilai yang tiada terhitung bila indonesia menghargai aceh. Belum lagi berbagai bentuk pemberian aceh lainya yang bersifat material, seperti pesawat yang bukan saja sangat menentukan keberadaan RI, tetapi juga menjadi modal utama Angkatan Udara RI. (Ishak 2008: 40)

“wallahi, Billahi, kepada Daerah Aceh nanti akan diberi hak untuk menyusun rumah tangganya sendiri sesuai dengan syari’at islam. Dan Wallah, saya akan pergunakan pengaruh saya agar rakyat Aceh benar-benar nanti dapat

melaksanakan syari’at islam di dalam daerahnya. Nah, apakah kakak masih

ragu-ragu juga?” Demikian sepenggal janji yang diucapkan presiden Sukarno

pada Daud Beureuh ketika menyambangi Aceh tanggal 17 juni 1948. Tetapi, janji sukarno tak ubahnya pepesan kosong. Bukanya janji yang terpenuhi, Aceh justru dijadikan bagian dari Provinsi Sumatra Utara. Daud Beureuh yang terlanjur


(15)

4

meradang kemudian memutuskan untuk melawan sebagai reaksi atas kekecewaannya terhadap Republik. (Ruslan 2008: 78)

Pemberontakan aceh berawal dari penolakan Daud Beureuh atas rencana jakarta menggabungkan Aceh dengan Sumatra utara ke dalam satu Provinsi. Karena tidak berhasil mencapai kesepakatan dengan Soekarno, tahun 1953 ia memproklamasikan Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia pimpinan S.M. Kartosoewirjo . (Aning 2007: 64)

Atas reaksi serius ini, pemerintah pusat kemudian meralat keputusan tidak populisnya itu dengan mengirim satu misi khusus yang dipimpin wakil perdana mentri untuk meredakan perlawanan “sakit hati” rakyat aceh tersebut. Alhasil, Jakarta kemudian memberikan kembali status provinsi Aceh dengan penambahan otonomi kepada rakyat Aceh. Hal ini dituangkan melalui Undang-Undang no.24 Tahun 1965 tentang pembentukan Daerah otonomi Provinsi Aceh dan perubahan peraturan pembentukan Provinsi sumatra utara. Undang-undang ini kemudian diperbaharui dengan dikeluarkanya keputusan perdana mentri republik indonesia No.1/Missi/tahun 1959 Tentang pemberian keistimewaan kepada provinsi Aceh dalam bidang keagamaan, peradatan, dan pendidikan. Sayang nya, hal yang dikatakan istimewa tersebut tidak pernah terwujud karena lahirnya undang-undang No 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah. (Arifin 2011: 11-12)

Konflik sosial pada hakikatnya merupakan suatu gejala sosial yang melekat di dalam setiap kehidupan masyarakat, dan oleh karenanya melekat pula di dalam kehidupan setiap bangsa. Akan tetapi, konflik-konflik sosial di dalam


(16)

5

berbagai masyarakat senantiasa memiliki derajat dan polanya masing-masing. (Nasikun 1998: 5)

Perjuangan Teuku Daud Beureueh di Aceh dan Keberadaan peran Teuku Ilyas Leube dalam Darul Islam di Kota Takengon Kabupaten Aceh tengah menjadi sebuah fenomena menarik untuk di kaji. Minimnya penulisan sejarah tentang Teuku Ilyas Leube dalam peranannya dalam Darul Islam merupakan alasan lain mengapa penelitian ini perlu untuk dilakukan. Oleh karena itu peneliti mencoba menelusuri keterkaitan Teuku Ilyas Leube dalam DI/TII dengan judul “PERANAN TEUKU ILYAS LEUBE TERHADAP DI/TII DI TAKENGON KABUPATEN ACEH TENGAH (1953-1962)”


(17)

6 1.2.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi identifikasi masalah adalah:

1. Lahirnya Organisasi DI/TII di Aceh tahun 1953-1962.

2. Peran Teuku Ilyas Leube dalam DI/TII Aceh tahun 1953-1962 .

3. Persepsi masyarakat sekarang tentang perjuangan Teuku Ilyas Leube dalam Organisasi DI/TII di Aceh Tengah.

1.3. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana latar belakang lahir nya Organisasi DI/TII di Aceh (1953 –

1962) ?

2. Bagaimana peran Teuku Ilyas Leube dalam DI/TII Aceh (1953 – 1962) ?

3. Bagaimana persepsi masyarakat sekarang tentang perjuangan Teuku Ilyas Leube dalam Organisasi DI/TII di Aceh Tengah ?

1.4. Tujuan Penelitian

Menetapkan tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting, karena setiap penelitian yang dilakukan harus memiliki tujuan tertentu. Dengan demikian yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui latar belakang lahir nya Organisasi DI/TII di Aceh (1953-1962).

2. Untuk mengetahui peran Teuku Ilyas Leube dalam DI/TII Aceh (1953-1962).


(18)

7

3. Untuk mengetahui persepsi masyarakat sekarang tentang perjuangan Teuku Ilyas Leube dalam Organisasi DI/TII di Aceh Tengah.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin diperoleh sesudah melaksanakan penelitian ini adalah :

1. Menambah wawasan bagi peneliti dan pembaca megnenai Teuku Ilyas Leube serta perananya dalam DI/TII.

2. Untuk menambah pengetahuan atau informasi bagi para pembaca baik dari kalangan mahasiswa maupun masyarakat umum tentang sejarah DI/TII Aceh.

3. Memperkaya informasi bagi masyarakat khususnya di, Takengon Aceh Tengah untuk mengetahui Sejarah Teuku Ilyas Leube.

4. Memperkaya informasi bagi akademisi UNIMED, khusunya jurusan Pendidikan Sejarah untuk dapat kiranya mengetahui dan memahami mengenai Sejarah DI/TII dan Teuku Ilyas Leube.

5. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi peneliti lain yang bermaksud mengadakan penelitian dalam masalah yang sama.

6. Menambah daftar bacaan kepustakaan ilmiah UNIMED khususnya Fakultas Ilmu Sosial Jurusuan Pendidikan Sejarah.


(19)

68 BAB V KESIMPULAN 5.1.Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian diatas, kiranya peneliti dapat menyimpulkan mengenai Peranan Teuku Ilyas Leube Terhadap DI/TII di Takengon Kabupaten Aceh Tengah mulai tahun1953 sampai dengan tahun 1962.

- Berawal dari perlakuan Jakarta terhadap Aceh dengan janji-janji Sukarno yang tak kunjung terwujud membuat bangsa Aceh tidak puas dan melakukan perlawanan.

- Atas dasar kekecewaan itulah Teungku Dawud Beureueh memulai pemberontakan melawan pemerintah RI dan bergabung dalam DI/TII pimpinan Kartosoewiro. Beureueh memulai pemberontakan pada, 21 September 1953, setelah kongres ulama di Titeue, satu kecamatan di Pidie. Di sana dia menyatakan Aceh menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia, mengikuti jejak Kartosoewirjo di Jawa Barat. Perlawanan bersenjata dimulai.

- Bersama Beureueh, sejumlah pasukan TNI pun balik gagang menjadi Tentara Islam Indonesia (TII) dan ikut memberontak

- Berita pemberontakan Aceh inipun dengan cepat menyebar luas, di beberapa daerah Resimen-Resimen perang pun di bentuk.

- Di Takengon pengaruh DI/TII diterima baik oleh masyarakat dan menyebar cepat hingga ke pelosok-pelosok desa. Melalui dakwah, beberapa Teungku dari pasukan DI/TII di tugaskan berkeliling


(20)

69

kampung untuk memberi penerangan kepada penduduk tentang tujuan dari DI/TII.

- Teuku Ilyas Lebe, seorang ulama asli asal Gayo diamanahkan oleh Dawud Beureueh menjadi seorang Panglima untuk memimpin Resimen V Lut Tawar, ia adalah seorang pejuang yang gigih dan berani, serta setia setia kepada pemimpin nya.

- Teuku Ilyas Leube menjadi salah satu panglima yang ditakuti, ia terhitung orang nomer dua di aceh setelah Dawud Beureueh. kesetiaanya kepada Berueueh membuat ia di takuti musuh dan disegani para sahabat. Dia merupakan tokoh DI/TII terakhir yang turun gunung setelah rekan-rekannya yang lain berdamai dengan Jakarta.

- Hingga Pada 16 Mai 1982, saat Teuku Ilyas leube dan empat anak buahnya di kepung oleh RPKAD disebuah gubuk di Jeunib. Saat itu yang menjadi korban tiga orang, dan satu lagi hanya terluka saja, salah satu yang wafat adalah ilyas leube.

- Tanggapan masyarakat, dari hasil analisis peneliti dari hasil wawancara yang di lakukan ke beberapa narasumber dapat di ambil kesimpulan bahwasanya masyarakat masih perduli dengan sejarah, perjuangan Teuku Ilyas Leube dari mulai penjajahan belanda sampai dengan keikutsertaanya dalam DI/TII masih melekat secara positif dalam ingatan masyarakat. Bukti nya masih banyak golongan muda maupun golongan Tua yang kenal dan tidak asing jika mendengar nama Teuku Ilyas Leube.


(21)

70 5.2.Saran

Berdasarkan pengalaman saat melakukan penelitian dan analisa terhadap hasil penelitian, peneliti mencoba memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Setelah melihat Peran Teuku Ilyas Leube Dalam DI/TII Aceh di kota Takengon, tentunya hal ini menjadi sebuah memori kolektif bagi kita bersama, bahwasanya Aceh pemberontakan terhadap Republik terjadi akibat janji Sukarno yang tidak di tepati.

2. Keikut sertaan Masyarakat dalam pemberontakan DI/TII tidak terlepas dari peranan para tokoh-tokoh ulama besar Aceh yang menyadarkan masyarakat tentang hukum islam yang harus di tegakkan di Aceh. 3. Dendam Teuku Dawud Beureueh yang luar biasa kepada Republik,

khusus nya kepada Sukarno membuatnya sangat lama berdiam di hutan, mengumpulkan pasukan dan memberontak.

4. Banyak dari pasukan-pasukan TNI maupun pejabat Negara yang berpaling dari Sukarno dan ikut turut memberontak, bergabung ke dalam barisan pasukan TII.

5. Kekalahan DI/TII Aceh dan kembalinya Teungku Dawud Beureueh tidak terlepas dari penghianatan bawahanya sendiri yaitu Hasan Saleh, ia dan pasukanya setelah sekian lama berjuang mulai dihinggapi rasa bosan, iapun berkhianat kepada Beureueh dan kembali ke pangkuan Republik. Tidak sampai disitu, ia juga mempengaruhi banyak panglima-panglima Resimen untuk berkhianat kepada Teungku Dawud Beureueh dan kembali kepada pangkuan RI.


(22)

71

DAFTAR PUSTAKA

Adan, Hasanuddin. 2006. Politik dan Tamaddun Aceh. Banda Aceh : Adnin Foundation Aceh

Adan, Hasanuddin. 2014. Tengku Muhammad Dawud Beureu-eh dan Perjuangan Pemberontakan di Aceh. Banda Aceh. PeNA

Aizid, Rizem. 2013. Para Pemberontak Bangsa. Jakarta Srelatan : Palapa

Aning, S Floriberta. 2007. 100 Tokoh yang mengubah Indonesia. Yogyakarta: Narasi

Arifin, Adam. 2011. Demokrasi Aceh Mengubur Ideologi. Takengon : The Gayo Institute (TGI)

Awwas, Irfan. 2008. Jejak Jihad SM. Kartosuwiryo (Mengungkap Fakta Yang Didustakan). Yogyakarta : Uswah

Baihaqi. 2008. Langkah-Langkah Perjuangan. Bandung : Tetungi Pasir Mendale Bandung

Daliman. 2012. Metode penelitian sejarah. Yogyakarta: ombak

Djamhari, saleh. 1979. Ikhtisar Sejarah Perjuangan ABRI (1945 – Sekarang). Djakarta : Pusjarah Abri

Djamil, Nasir. 2006. Serambi Martabat Aceh : Aceh Is Not For Sale. Jakarta: KotaKitaPress

Hammaddin. 2015. People of the Coffee. Aceh Tengah: Mujahid Press

Hasjmy, A, (dkk). 1995. Lima Puluh Tahun Aceh Membangun. Banda Aceh : Percetakan Bali Medan


(23)

72

Hurgronje, C. Snouck. 1996. Gayo Masyarakat dan Kebudayaan awal abad ke-20. Jakarta : Balai Pustaka

Ishak, Otto Syamsuddin. 2008. Dari Maaf Ke Panik Aceh (2). Jakarta Selatan : Yayasan Tifa

Ishak, Otto Syamsuddin dan Yacob Abdul Rahman. 2000. Menjaring Hari Tanpa Air Mata : Catatan Peristiwa Kekerasan di Aceh Sepanjang Tahun 1999. Banda Aceh : Koalisi NGO HAM Aceh

Large, Judith. 2008. Rekonfigurasi politik : Proses Perdamaian Aceh. London : Conciliation Resources

Loeb, M. Edwin. 2013. Sumatra : Sejarah dan Masyarakatnya. Yogyakarta : Ombak

McGregor, Katharine. 2008. Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer Dalam Menyusun Sejarah Indonesia. Yogyakarta : Syarikat

Nasikun. 1998. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta : CV. Rajawali

Nurgiantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjahmada University Press

Raho, Bernard. 2014. Sosiologi Sebuah Pengantar. Surabaya: Ledalero

Razali, Fahmi. 2014. Pergolakan Aceh Dalam Perspektif Syariat. Banda Aceh: PeNA

Ruslan, 2008. Mengapa Mereka Memberontak? Dedengkot negara islam indonesia. Bio pustaka indonesia


(24)

73

Santoso, Lukman. 2014. Sejarah Terlengkap Gerakan Separatis Islam. Jogjakarta : Palapa

Seri Buku Tempo. 2011. Daud Beureueh: Pejuang Kemerdekaan yang Berontak. Jakarta : (KPG) Kepustakaan Populer Gramedia

Sjamsuddin, Helius. 2012. Metodologi sejarah. Yogyakarta: Ombak

Soekanto, Soerjono. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Solahudin. 2011. NII sampai JI. jakarta : Komunitas Bambu

Sugiyono. 2013. Metode penelitian pendidikan. Bandung: Alvabeta, CV

Taufan, Ahmad. 2010. Hasan Tiro Dari Imajinasi Negara Islam Ke Imajinasi Etno-Nasionalis. Jakarta : FES dan AFI

Usman, Syafaruddin. 2010. Tragedi Patriot dan Pemberontakan Kahar Muzakkar. Jakarta : PT. Suka Buku Kita


(1)

68 BAB V KESIMPULAN 5.1.Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian diatas, kiranya peneliti dapat menyimpulkan mengenai Peranan Teuku Ilyas Leube Terhadap DI/TII di Takengon Kabupaten Aceh Tengah mulai tahun1953 sampai dengan tahun 1962.

- Berawal dari perlakuan Jakarta terhadap Aceh dengan janji-janji Sukarno yang tak kunjung terwujud membuat bangsa Aceh tidak puas dan melakukan perlawanan.

- Atas dasar kekecewaan itulah Teungku Dawud Beureueh memulai pemberontakan melawan pemerintah RI dan bergabung dalam DI/TII pimpinan Kartosoewiro. Beureueh memulai pemberontakan pada, 21 September 1953, setelah kongres ulama di Titeue, satu kecamatan di Pidie. Di sana dia menyatakan Aceh menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia, mengikuti jejak Kartosoewirjo di Jawa Barat. Perlawanan bersenjata dimulai.

- Bersama Beureueh, sejumlah pasukan TNI pun balik gagang menjadi Tentara Islam Indonesia (TII) dan ikut memberontak

- Berita pemberontakan Aceh inipun dengan cepat menyebar luas, di beberapa daerah Resimen-Resimen perang pun di bentuk.

- Di Takengon pengaruh DI/TII diterima baik oleh masyarakat dan menyebar cepat hingga ke pelosok-pelosok desa. Melalui dakwah, beberapa Teungku dari pasukan DI/TII di tugaskan berkeliling


(2)

69

kampung untuk memberi penerangan kepada penduduk tentang tujuan dari DI/TII.

- Teuku Ilyas Lebe, seorang ulama asli asal Gayo diamanahkan oleh Dawud Beureueh menjadi seorang Panglima untuk memimpin Resimen V Lut Tawar, ia adalah seorang pejuang yang gigih dan berani, serta setia setia kepada pemimpin nya.

- Teuku Ilyas Leube menjadi salah satu panglima yang ditakuti, ia terhitung orang nomer dua di aceh setelah Dawud Beureueh. kesetiaanya kepada Berueueh membuat ia di takuti musuh dan disegani para sahabat. Dia merupakan tokoh DI/TII terakhir yang turun gunung setelah rekan-rekannya yang lain berdamai dengan Jakarta.

- Hingga Pada 16 Mai 1982, saat Teuku Ilyas leube dan empat anak buahnya di kepung oleh RPKAD disebuah gubuk di Jeunib. Saat itu yang menjadi korban tiga orang, dan satu lagi hanya terluka saja, salah satu yang wafat adalah ilyas leube.

- Tanggapan masyarakat, dari hasil analisis peneliti dari hasil wawancara yang di lakukan ke beberapa narasumber dapat di ambil kesimpulan bahwasanya masyarakat masih perduli dengan sejarah, perjuangan Teuku Ilyas Leube dari mulai penjajahan belanda sampai dengan keikutsertaanya dalam DI/TII masih melekat secara positif dalam ingatan masyarakat. Bukti nya masih banyak golongan muda maupun golongan Tua yang kenal dan tidak asing jika mendengar nama Teuku Ilyas Leube.


(3)

70 5.2.Saran

Berdasarkan pengalaman saat melakukan penelitian dan analisa terhadap hasil penelitian, peneliti mencoba memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Setelah melihat Peran Teuku Ilyas Leube Dalam DI/TII Aceh di kota Takengon, tentunya hal ini menjadi sebuah memori kolektif bagi kita bersama, bahwasanya Aceh pemberontakan terhadap Republik terjadi akibat janji Sukarno yang tidak di tepati.

2. Keikut sertaan Masyarakat dalam pemberontakan DI/TII tidak terlepas dari peranan para tokoh-tokoh ulama besar Aceh yang menyadarkan masyarakat tentang hukum islam yang harus di tegakkan di Aceh. 3. Dendam Teuku Dawud Beureueh yang luar biasa kepada Republik,

khusus nya kepada Sukarno membuatnya sangat lama berdiam di hutan, mengumpulkan pasukan dan memberontak.

4. Banyak dari pasukan-pasukan TNI maupun pejabat Negara yang berpaling dari Sukarno dan ikut turut memberontak, bergabung ke dalam barisan pasukan TII.

5. Kekalahan DI/TII Aceh dan kembalinya Teungku Dawud Beureueh tidak terlepas dari penghianatan bawahanya sendiri yaitu Hasan Saleh, ia dan pasukanya setelah sekian lama berjuang mulai dihinggapi rasa bosan, iapun berkhianat kepada Beureueh dan kembali ke pangkuan Republik. Tidak sampai disitu, ia juga mempengaruhi banyak panglima-panglima Resimen untuk berkhianat kepada Teungku Dawud Beureueh dan kembali kepada pangkuan RI.


(4)

71

DAFTAR PUSTAKA

Adan, Hasanuddin. 2006. Politik dan Tamaddun Aceh. Banda Aceh : Adnin Foundation Aceh

Adan, Hasanuddin. 2014. Tengku Muhammad Dawud Beureu-eh dan Perjuangan Pemberontakan di Aceh. Banda Aceh. PeNA

Aizid, Rizem. 2013. Para Pemberontak Bangsa. Jakarta Srelatan : Palapa

Aning, S Floriberta. 2007. 100 Tokoh yang mengubah Indonesia. Yogyakarta: Narasi

Arifin, Adam. 2011. Demokrasi Aceh Mengubur Ideologi. Takengon : The Gayo Institute (TGI)

Awwas, Irfan. 2008. Jejak Jihad SM. Kartosuwiryo (Mengungkap Fakta Yang Didustakan). Yogyakarta : Uswah

Baihaqi. 2008. Langkah-Langkah Perjuangan. Bandung : Tetungi Pasir Mendale Bandung

Daliman. 2012. Metode penelitian sejarah. Yogyakarta: ombak

Djamhari, saleh. 1979. Ikhtisar Sejarah Perjuangan ABRI (1945 – Sekarang). Djakarta : Pusjarah Abri

Djamil, Nasir. 2006. Serambi Martabat Aceh : Aceh Is Not For Sale. Jakarta: KotaKitaPress

Hammaddin. 2015. People of the Coffee. Aceh Tengah: Mujahid Press

Hasjmy, A, (dkk). 1995. Lima Puluh Tahun Aceh Membangun. Banda Aceh : Percetakan Bali Medan


(5)

72

Hurgronje, C. Snouck. 1996. Gayo Masyarakat dan Kebudayaan awal abad ke-20. Jakarta : Balai Pustaka

Ishak, Otto Syamsuddin. 2008. Dari Maaf Ke Panik Aceh (2). Jakarta Selatan : Yayasan Tifa

Ishak, Otto Syamsuddin dan Yacob Abdul Rahman. 2000. Menjaring Hari Tanpa Air Mata : Catatan Peristiwa Kekerasan di Aceh Sepanjang Tahun 1999. Banda Aceh : Koalisi NGO HAM Aceh

Large, Judith. 2008. Rekonfigurasi politik : Proses Perdamaian Aceh. London : Conciliation Resources

Loeb, M. Edwin. 2013. Sumatra : Sejarah dan Masyarakatnya. Yogyakarta : Ombak

McGregor, Katharine. 2008. Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer Dalam Menyusun Sejarah Indonesia. Yogyakarta : Syarikat

Nasikun. 1998. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta : CV. Rajawali

Nurgiantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjahmada University Press

Raho, Bernard. 2014. Sosiologi Sebuah Pengantar. Surabaya: Ledalero

Razali, Fahmi. 2014. Pergolakan Aceh Dalam Perspektif Syariat. Banda Aceh: PeNA

Ruslan, 2008. Mengapa Mereka Memberontak? Dedengkot negara islam indonesia. Bio pustaka indonesia


(6)

73

Santoso, Lukman. 2014. Sejarah Terlengkap Gerakan Separatis Islam. Jogjakarta : Palapa

Seri Buku Tempo. 2011. Daud Beureueh: Pejuang Kemerdekaan yang Berontak. Jakarta : (KPG) Kepustakaan Populer Gramedia

Sjamsuddin, Helius. 2012. Metodologi sejarah. Yogyakarta: Ombak

Soekanto, Soerjono. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Solahudin. 2011. NII sampai JI. jakarta : Komunitas Bambu

Sugiyono. 2013. Metode penelitian pendidikan. Bandung: Alvabeta, CV

Taufan, Ahmad. 2010. Hasan Tiro Dari Imajinasi Negara Islam Ke Imajinasi Etno-Nasionalis. Jakarta : FES dan AFI

Usman, Syafaruddin. 2010. Tragedi Patriot dan Pemberontakan Kahar Muzakkar. Jakarta : PT. Suka Buku Kita