Analisis Model Ketahanan Rumput Gajah Dan Rumput Raja Akibat Cekaman Kekeringan Berdasarkan Respons Anatomi Akar Dan Daun

Jurnal Biologi Sumatera, Januari 2007, hlm. 17 – 20
ISSN 1907-5537

Vol. 2, No. 1

ANALISIS MODEL KETAHANAN RUMPUT GAJAH DAN RUMPUT RAJA
AKIBAT CEKAMAN KEKERINGAN BERDASARKAN RESPONS ANATOMI
AKAR DAN DAUN
Riyanto Sinaga
Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara,
Jln. Bioteknologi No. 1, Kampus USU, Padang Bulan, Medan 20155

Abstract
The analysis model of the resistance of Elephant and King Grass on drought based on root and leaf
anatomy response had been established by using multiple regression analysis method. Stepwise regression
procedure has obtained three regression equation.The best regression equation is: Y = -164 + 0.116 Stele
diameter + 0.973 thick of leaf.
Keywords: king grass and elephant grass, multiple regression analysis, stepwise regression

PENDAHULUAN
Masalah yang dihadapi peternak pada musim

kemarau adalah kekurangan hijauan. Sebagai negara
beriklim tropik, produksi hijauan makanan ternak di
Indonesia sangat bervariasi akibat ketersediaan air
dari hujan yang tidak menentu, yang berakibat pada
fluktuasi status air tanah dan ketersediaan hara untuk
tanaman. Peranan air sangat besar dalam menunjang
pertumbuhan tanaman, yaitu untuk kelangsungan
proses metabolisme. Tanaman yang mengalami
kekeringan pada waktu yang lama akan mengalami
perubahan-perubahan morfologi, anatomi, fisiologi
dan biokimia yang tidak dapat kembali pulih sehingga
dapat menyebabkan kematian.
Cekaman
kekeringan
adalah
keadaan
lingkungan yang menyebabkan kekurangan air bagi
tanaman. Cekaman air pada tanaman dapat
disebabkan oleh dua hal yaitu: (1) kekurangan air di
daerah perakaran, (2) laju evapotranspirasi lebih

tinggi dibandingkan dengan laju absorbsi oleh akar
tanaman sehingga kebutuhan air pada daun lebih
tinggi. Penyerapan air oleh tanaman dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dan faktor tanaman. Faktor
lingkungaan yang berpengaruh adalah kandungan air
tanah, kelembaban udara dan suhu tanah. Faktor
tanaman adalah efesiensi perakaran, perbedaan
tekanan difusi air tanah ke akar, dan keadaan
protoplasma tanaman (Kramer 1969).
Perubahan-perubahan
morfologi
pada
tanaman yang mengalami kekeringan antara lain
terhambatnya pertumbuhan akar, tinggi tanaman,
diameter batang, luas daun dan jumlah daun.
Sedangkan pengaruh fisiologi dan biokimia adalah,
penurunann hasil atau bahan kering, perubahan

alokasi asimilat, penurunan laju fotosintesis,
penurunan diameter hidraulik xilem akar dan laju

pertumbuhan tanaman. Pada penelitian ini diamati
juga perubahan-perubahan anatomi pada tanaman
yang diakibatkan oleh cekaman air antara lain, tebal
epidermis daun, tebal mesofil, tebal daun, diameter
akar, kerapatan stomata dan jumlah stomata.
Tanggap fisiologi tanaman yang berkaitan
dengan ketahanan terhadap kekeringan sudah lama
dipelajari. Gangguan fisiologis akibat cekaman air
dapat berupa terhambatnya translokasi hara mineral
dan asimilat, transpirasi dan fotosintesis. Secara visual
tampak adanya kelayuan atau menggulungnya daun
sehingga menghambat fotosintesis. Selanjutnya akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organ
source and sink, seperti berkurangnya luas daun,
mempengaruhi kandungan dan organisasi klorofil,
perkembangan bunga dan buah atau organ
reproduktif. Tanaman yang lebih toleran terhadap
cekaman kekeringan mempunyai pertumbuhan yang
relatif kurang terhambat dalam kondisi kekeringan
dibandingkan pertumbuhan tanaman yang lebih peka

(Kirkham 1990).
Tanaman beradaptasi terhadap cekaman
lingkungan dengan menghasilkan senyawa-senyawa
osmoregulasi yang dapat menurunkan potensial
osmotik sehingga menurunkan potensial air dalam sel
tanpa membatasi fungsi enzim serta menjaga turgor
sel. Beberapa senyawa yang berperan dalam
penyesuaian tekanan osmotik sel yang juga termasuk
dalam kelompok molekul organik antara lain
peningkatan akumulasi prolin dalam daun (Maestri et
al. 1995, Hamim et al. 1996), asparagin dan betain
(Munns et al. 1979, Maestri et al. 1995), protein
dehidrin (Close 1997), gula osmotik (Wang et al.

Universitas Sumatera Utara

18 SINAGA

J. Biologi Sumatera


1995, Yakushiji et al. 1998), dan asam absisik (ABA)
(Dingkuhn et al. 1991).
Rumput Gajah (P. purpureum Schum.) adalah
salah satu jenis hijauan unggul untuk makanan ternak
karena berproduksi tinggi, kualitasnya baik, dan daya
adaptasinya tinggi. Rumput Gajah ini banyak ditanam
dan dimanfaatkan pada peternakan penggemukan sapi,
persusuan dan pembibitan. Di Indonesia produksi
segar rumput Gajah jenis Hawaii berbulu mencapai
277 ton/ha/tahun (36 ton/ha/tahun bahan kering).
Umumnya rumput Gajah digunakan sebagai rumput
potong.
Rumput Raja adalah hasil persilangan antara
purpureum dan thypoides. Rumput Raja adalah jenis
tanaman perenial yang membentuk rumpun, daya
adaptasi yang baik di daerah tropis, tumbuh baik pada
tanah yang tidak terlalu lembab dan didukung dengan
irigasi yang baik. Pertumbuhan awal rumput Raja
lebih lambat dan memerlukan perawatan yang lebih
intensif dibandingkan dengan rumput Gajah namun

memiliki pertumbuhan yang cepat mengalahkan
rumput Gajah (BPTHMT Baturaden 1989).
Walaupun potensi rumput Gajah dan rumput
Raja sangat besar dalam meningkatkan produktifitas
ternak, akan tetapi sangat sedikit pengetahuan tentang
mekanisme
adaptasinya
terhadap
cekaman
kekeringan. Oleh karena itu pada penelitian ini
dilakukan analisis model ketahanan rumput Gajah dan
rumput Raja akibat cekaman kekeringan berdasarkan
respon anatomi akar dan daun sehingga diketahui
peubah-peubah yang berpengaruh terhadap indikator
ketahanan kedua jenis rumput terhadap cekaman
kekeringan yaitu bobot kering tajuk.
BAHAN DAN METODA
Penyiapan media tanam dan pemeliharaan.
Penelitian ini dilakukan dalam pot plastik berukuran 8
kg menggunakan tanah podsolik yang dikeringkan

selama 2 hari dan dicampur dengan pupuk dasar TSP
dan KCl dengan dosis 4,05 g/pot. Setiap pot ditanam
tiga stek yang panjangnya 30 cm dan setelah tiga
minggu dilakukan penjarangan dengan meninggalkan
satu stek yang masih hidup. Pemeliharaan dilakukan
dengan pemberian pupuk urea pada 0 dan 3 minggu
setelah tanam dengan dosis 8,1 g/pot dan pemberian
air sampai 100% air tanah tersedia.
Menentukan perlakuan ketersediaan air.
Kapasitas lapang (KL) dihitung dengan cara
penimbangan dan oven setelah polibag diberi air yang
jenuh dan dibiarkan tertutup selama 24 jam dan
diketahui KL adalah 51,16%. Untuk mengukur titik
layu permanen (TLP) dilakukan dengan menggunakan
alat Pressure Plate Apparatus dengan pF 4.20 pada
tekanan 15 bar dan dengan cara gravimetric diketahui
nilainya adalah 26,88%. Ketersediaan air dalam tanah
(Kat) ditentukan dengan mencari selisih antara kadar
air kapasitas lapang dan titik layu permanen (KA =


51,16% – 26,88% = 24,28%). Ditentukan juga kadar
air kering pot (KP) dan Bobot kering tanahnya dan
diketahui besarnya masing-masing adalah 27,94% dan
6252,93 g. Untuk menentukan tingkat kadar air dari
masing-masing perlakuan (KAp) sebagai berikut.
Kadar air perlakuan (KAp) untuk tiap perlakuan
adalah: (Perl. x Kat) + TLP
Perlakuan
25%
50%
75%
100%

KAp (%)
32,96
39,02
45,09
51,16

BB (g)

8313,27
8692,82
9070,50
9451,93

Jlh Air (ml)
313,27
692,82
1070,50
1451,93

Penyesuaian kadar air untuk tiap-tiap
perlakuan dilakukan dengan menimbang bobot tanah
dan tanaman pada saat penyiraman.
Peubah yang diukur. Peubah yang diukur
meliputi peubah tak bebas dan peubah bebas. Peubah
tak bebas yaitu bobot kering tajuk (g) yang diperoleh
dari pemanenan tajuk dan penimbangan setelah
dimasukkan dalam oven 70 OC selama 48 jam.
Peubah bebas meliputi tebal epidermis

daun(µm), tebal mesofil daun (µm), tebal daun (µm)
(Widjaya 1996); diameter akar (µm), diameter stele
(µm), tebal korteks (µm), kerapatan stomata adaksial
dan abaksial (n/mm2), jumlah stomata adaksial dan
abaksial (n/luas daun), jumlah xilem akar. Khusus
untuk peubah diameter hidraulik xilem akar (µm4)
dihitung berdasarkan persamaan Lewis dan Boose
(1995).
Model pendugaan bobot kering tajuk.
Analisis model ketahanan rumput Gajah dan rumput
Raja dinilai berdasarkan model pendugaan bobot
kering tajuknya, karena bobot kering tajuk adalah
cermin langsung dari respon kedua jenis rumput
terhadap perubahan keadaan lingkungan.
Peubah yang dipakai sebagai penyusunan
model (fungsi) adalah peubah tidak bebas yaitu Y
(bobot kering tajuk; gram) dan peubah bebas yang
terdiri dari X1 – X10 (karakter anatomi akar dan daun).
Pemilihan model yang merupakan fungsi linier
dilaksanakan

dengan
melakukan
pendugaan
parameter, dalam hal ini konstanta pada fungsi
regresi, pengujian keandalan dan pengujian
keabsahan. Pendugaan parameter dilakukan dengan
metode jumlah kuadrat terkecil, kriteria koefesien
determinasi (R2), pengujian koefesien regresi, bentuk
sebaran sisaan dan koefesien Cp-mallow (Afifi dan
Clark 1984).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dengan Best Subset Regression pada program
MINITAB dapat dilakukan penyisihan sehingga
diperoleh beberapa model untuk sementara yang dapat
diandalkan sebagaimana tertera pada tabel 1 di bawah
ini.

Universitas Sumatera Utara

Vol. 2, 2007

J. Biologi Sumatera 19

Tabel 1. Model pendugaan sementara hasil analisis best subset regression dan analisis stepwise
Model
1
2
3
4
5
6

7

8

Fungsi
Y = -68.2 + 0.165X4
Y = -164 + 0.116X4 + 0.973X5
Y = -184 + 0.244X4 + 1.91X2 – 0.153X3
Y = -163 - 0.000000X1 – 0.165X2 + 0.091X3 +
0.252X4 + 1.36X5 + 0.887X6 – 0.46X7 – 0.21X9
Y = -167 - 0.000000X1 – 0.157X2 + 0.076X3 +
0.243X4 + 1.35X5 + 0.867X6 – 0.17X9 – 0.049X10
Y = -160 - 0.000000X1 – 0.170X2 + 0.093X3 +
0.258X4 + 1.39X5 + 0.888X6 – 0.56X7 – 0.23X8 –
0.208X9
Y = -163 - 0.000000X1 – 0.165X2 + 0.091X3 +
0.252X4 + 1.36X5 + 0.887X6 – 0.46X7 – 0.22X9 +
0.003X10
Y = -160 - 0.000000X1 – 0.170X2 + 0.096X3 +
0.258X4 + 1.39X5 + 0.889X6 – 0.54X7 – 0.26X8 –
0.18X9 – 0.023X10

Berdasarkan analisis best subset regression
berat kering tajuk dengan kesepuluh peubah anatomi,
maka diperoleh 19 model persamaan yang dapat
dibangun. Walaupun sebaran residual ke-19 model
tersebut normal, akan tetapi nilai koefesien
korelasinya (R2) rendah yaitu berkisar 31,3% - 54,3%.
Namun demikian berdasarkan kedekatan jumlah
peubah dengan koefesien Cp-mallow diperoleh 8 buah
model persaman sementara yang dianggap layak,
sebagaimana tertera pada Table 1 di atas.
Selanjutnya berdasarkan hasil analisis
stepwise (stepwise regression), hanya diperoleh tiga
peubah yang penting dalam pembentukan model yaitu
X4 (diameter stele), X5 (tebal daun) dan X3 (diameter
akar). Dengan berasaskan pada kemudahan
penggunaan model, kedekatan koefesien Cp-mallow
dan jumlah peubah, sisaan yang kecil, koefesien
korelasi yang besar serta kemudahan dalam
penggunaan model, maka model terpilih adalah model
ke-2 yaitu: Bobot kering tajuk = -164 + 0.116
diameter stele + 0.973 tebal daun
Sedangkan model yang lain dianggap sulit
dan kurang efisien dalam menduga bobot kering tajuk
karena menggunakan lebih banyak peubah sehingga
menyulitkan
dalam
menginterpretasikan
dan
menyulitkan dalam pengerjaan di lapangan.
Kemudahan suatu model adalah kemampuan suatu
model untuk menjelaskan peubah tak bebas dengan
memakai peubah bebas paling sedikit (Afifi dan Clark
1984).

R2
(%)
37.4
42.1
50.76
54.3

Sebaran

Sisaan

Acak
Acak
Acak
Acak

Cpmallow
0.8
0.6
-1.4
7.0

54.2

Acak

7.0

53.8

54.3

Acak

9.0

54.9

54.3

Acak

9.0

55.0

54.3

Acak

10

56.3

55.1
53.9
50.6
53.8

Berdasarkan model terpilih di atas bobot
kering tajuk dapat diduga meningkat 0.116 gram pada
setiap penambahan satu mikrometer diameter stele
dan pada tebal daun yang sama. Hal ini sangat
dimungkinkan karena peningkatan diameter stele
berarti meningkatkan kemampuan tanaman untuk
mengabsorbsi air dan zat-zat hara yang dibawa ke
bagian atas daun dan diperlukan tanaman untuk
metabolismenya. Peningkatan diameter stele berarti
pula terjadinya penambahan jumlah xilem akar,
diameter xilem dan konduktifitas akar.
Sementara itu bobot kering tajuk meningkat
0.973 gram pada setiap penambahan satu mikrometer
tebal daun pada keadaan diameter akar yang sama.
Kondisi inipun sangat logis dan dimungkinkan karena
daun adalah organ tempat berlangsungnya proses
fotosintesis penghasil karbohidrat, bahan makanan
penyusun dinding sel. Peningkatan tebal daun berarti
pula menambah ketebalan mesofil dan semakin
besarnya jumlah klorofil yang dapat dikandung oleh
daun (Salisbury dan Ros 1995).
DAFTAR PUSTAKA
Afifi A A, Clark V. 1984. Computer Aided
Multivariate
Analysis.
Van
Nostrand
Reinhold Co. New York
Balai Penelitian Ternak dan Hijauan Makanan Ternak
Baturaden. 1989. King Grass. Direktorat Bina
Produksi Peternakan. Direktorat Jenderal
Peternakan Baturaden. Baturaden.

Universitas Sumatera Utara

20 SINAGA

Dingkuhn M, Cruz RT, O’Toole, Turner NC,
Doerffling. 1991. Responses of seven diverse
rice cultivars to water deficits. III.
accumulation of abscisic acid and proline in
relation to leaf water-potensial and osmotic
adjustment. Field Crops Res. 27: 103-117.
Hamim, Soepandie D, Yusus M. 1996. Beberapa
karakteristik morfologi dan fisiologi kedelai
toleran dan peka terhadap cekaman
kekeringan. Hayati 3: 30-40.
Kirkham MB. 1990. Plant response to water deficits.
Di dalam Stewart BA, Nielsen DR, editors.
Irrigation of Agricultural Crops. Wisconsin:
Madison hlm 323-342.
Kramer PJ. 1969. Plant and Soil Water Relationship.
Mc. New York: Graw HJill Book Company.
Inc. hlm 347.
Lewis AM, Boose ER. 1995. Estimating volume flow
rates through xilem conduits. Di dalam. Eshel
A, Ilona Shick, Waisel Y, Stokes A, editors.
2000. The efficiency of the water conducting
system
of
tomato
roots.
Hydraulic
conductivity of tomato roots. Netherlands:
Kluwer Academic Publishers hlm 371-375.

J. Biologi Sumatera

Maestri M, Da Matta FM, Regazzi AJ, Barros RS.
1995. Accumulation of praline and quaternary
ammonium compounds in mature leaves of
water stressed coffe plants (Coffea arabica
and C. canephora). J. Hort. Sci. 70: 229-233.
Munns RC, Brady J, Barlow EWR. 1979. Solute
accumulation in apex and leaves of wheat
during water stress. Aust. J. Physiol. 6: 379389.Salisbur dan Ros 1995).
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan.
Terjemahan Lukman DR dan Sumaryono.
Jilid 3. Penerbit ITB Bandung.
Wang Z, Quebedeaux, Stutte GW. 1995. Osmotic
adjustment: effect of water stress on
carbohydrates in leaves, steams and roots of
apple. Aust. J. Plant physiol. 22: 747-754.
Yakushiji H, Morinaga K, Nonami H. 1998. Sugar
accumulation and partitioning in Satsuma
Mandarin tree tissue and fruit in response to
drought stress. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 123
(4): 7.

Universitas Sumatera Utara