Studi kandungan pb dan kadar debu pada daun angsana (pterocarpus indicus) dan rumput gajah mini (axonopus.sp) di pusat kota Tangerang

(1)

STUDI KANDUNGAN Pb DAN KADAR DEBU

PADA DAUN ANGSANA (Pterocarpus indicus)

DAN RUMPUT GAJAH MINI (Axonopus.sp)

DI PUSAT KOTA TANGERANG

SITI NIHAYATUL INAYAH

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

STUDI KANDUNGAN Pb DAN KADAR DEBU

PADA DAUN ANGSANA (Pterocarpus indicus)

DAN RUMPUT GAJAH MINI (Axonopus.sp)

DI PUSAT KOTA TANGERANG

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

SITI NIHAYATUL INAYAH 104096003098

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

STUDI KANDUNGAN Pb DAN KADAR DEBU

PADA DAUN ANGSANA (Pterocarpus indicus)

DAN RUMPUT GAJAH MINI (Axonopus.sp)

DI PUSAT KOTA TANGERANG

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

SITI NIHAYATUL INAYAH 104096003098

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

DR.Thamzil Las Ir.Etyn Yunita M.Si

NIP.194905161977031001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kimia

Sri Yadial Chalid, M.Si NIP.19680313 200312 2001


(4)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Juni 2010 Siti Nihayatul Inayah NIM. 104096003098


(5)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan baik. Shalawat serta salam sejahtera tidak lupa penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, serta para pengikut setianya.

Skripsi dengan judul “Studi Kandungan Pb dan Kadar Debu pada Daun Angsana (Pterocarpus indicus) dan Rumput Gajah Mini (Axonopus.sp) di Pusat Kota Tangerang“ dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan Maret sampai bulan Mei 2009 di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah- Jakarta.

Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mendapat bantuan, dorongan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Dr.Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Sri Yadial Chalid, M.Si selaku ketua Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Thamzil Las dan Ibu Ir. Etyn Yunita,M.Si selaku dosen pembimbing I dan II yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis.


(6)

4. Seluruh dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi yang telah memberikan ilmunya.

5. Orang tua tercinta yang telah memberikan do’a dan motivasi.

6. Bapak Maryoto dan Kak Nita yang banyak membantu dalam melaksanakan kegiatan penelitian di Laboratorium Lingkungan.

7. Sahabat-sahabat terkasih Imoy, Ratna, Dian, Zeki, Pandam, Enenk, Ika dan Iky yang banyak membantu dan memberi semangat dalam penyusunan skripsi ini.

8. Dicky yang telah membantu penulis dalam pengambilan sampel. Hanya do’a yang dapat penulis panjatkan kepada Allah SWT, semoga semua pihak yang telah membantu penulis atas penyelesaian skripsi ini dapat diberikan balasan dan pahala yang berlipat ganda oleh Allah SWT. Amin.

Jakarta, Juni 2010


(7)

DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan ... 3

1.4. Batasan Masalah... 3

1.5. Hipotesis Penelitian... 3

1.6. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1. Pencemaran Udara ... 5

2.2. Pohon Angsana ... 6

2.3. Rumput Gajah Mini ... 8

2.4. Sifat Logam Timbal (Pb) ... 10

2.5. Partikel ... 11

2.6. Pengaruh Timbal Terhadap Kesehatan ... 12

2.7. Serapan Timbal (Pb) oleh Tanaman... 13

2.8. Dampak Pencemaran Pb Terhadap Tanaman ... 15

2.9. Spektroskopi Serapan Atom (SSA)... 18


(8)

2.9.2. Instrumentasi SSA... 20

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

3.2. Alat dan Bahan Penelitian... 24

3.3. Pengambilan Sampel ... 26

3.4. Pengukuran Konsentrasi Pb Daun... 27

3.5. Pengukuran Kadar Debu ... 31

3.6. Analisa Data ... 33

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1. Kadar Pb Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini ... 34

4.1.1. Pengaruh Morfologi Daun Terhadap Kandungan Pb Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini... 35

4.1.2. Pengaruh Jumlah Kendaraan Terhadap Kandungan Pb Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini ... 37

4.1.3. Perbedaan Kandungan Pb Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini pada Masing-masing Lokasi Penelitian ... 39

4.2. Kadar Debu Pada Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini ... 41

4.2.1. Pengaruh Morfologi Daun Terhadap Kadar Debu Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini ... 42

4.2.2. Pengaruh Jumlah Kendaraan Terhadap Kadar Debu Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini... 42

4.2.3. Perbedaan Kadar Debu Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini Pada Masing-masing Lokasi Penelitian... 45

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1. Kesimpulan ... 46

5.2. Saran... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(9)

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 1. Jalan Daan Mogot 3 ... 6

Gambar 2. Ranting Daun Angsana... 8

Gambar 3. Rumput Gajah Mini... 9

Gambar 4. Skema Kontribusi Logam Berat ... 15

Gambar 5. Skema Spektrofotometer Serapan Atom. ... 20

Gambar 6.Lokasi Penelitian ... 25

Gambar 7.Skema Pengukuran Pb pada Daun Angsana. ... 29

Gambar 8. Skema pengukuran Pb Pada Rumput Gajah Mini ... 30

Gambar 9. Diagram Proses Pengukuran Debu Pada Daun Angsana ... 32


(10)

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 4.1. Kadar Pb Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini

diLokasi Penelitian pada Bulan Maret dan April 2009 ... 34 Tabel 4.2. Jumlah Kendaraan pada Lokasi Penelitian selama Sampling... 37 Tabel 4.3. Sidik Ragam Pengaruh Lokasi Penelitian Terhadap

Kandungan Pb Daun Angsana... 40 Tabel 4.4. Sidik Ragam Pengaruh Lokasi Penelitian Terhadap

Kandungan Pb Rumput Gajah Mini ... 40 Tabel 4.5. Kadar Debu Pada Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini ... 41 Tabel 4.6. Sidik Ragam Pengaruh Lokasi Penelitian Terhadap

Kadar Debu Daun Angsana ... 45 Tabel 4.7. Sidik Ragam Pengaruh Lokasi Penelitian Terhadap


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

Lampiran 1. Perhitungan Kadar Pb dalam Daun Angsana dan Rumput Gajah

Mini ... 51

Lampiran 2.Perhitungan Luas Daun dan Kadar Debu pada Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini ... 52

Lampiran 3.Uji ANOVA Pada Daun Angsana ... 54

Lampiran 4. Uji ANOVA Pada Rumput Gajah Mini... 55

Lampiran 5. Uji ANOVA Pada Kadar Debu Daun Angsana... 56

Lampiran 6. Uji ANOVA Pada Kadar Debu Rumput Gajah Mini ... 57

Lampiran 7. Contoh Pengulangan Pada Daun Angsana Bulan Maret 2009... .. 58

Lampiran 8. Kurva Kalibrasi Pb ... 59

Lampiran 9 Jumlah Kendaraan bulan Maret dan April 2009... 60


(12)

ABSTRAK

SITI NIHAYATUL INAYAH, Studi Kandungan Pb dan Kadar Debu pada Daun Angsana (Pterocarpus Indicus) dan Rumput Gajah Mini (Axonopus.Sp) DiPusat Kota Tangerang. Dibimbing olehDR. Thamzil LasdanIr Etyn Yunita, M.Si.

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui akumulasi Pb dan Kadar Debu pada daun Angsana (Pterocarpus Indicus) dan rumput Gajah Mini (Axonopus.Sp) yang terletak dibeberapa Lokasi utama Kota Tangerang. Lokasi pengambilan sampel dilakukan di Sembilan lokasi utama Kota Tangerang dan satu di Lokasi permukiman. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Maret dan April 2009. Sampel dianalisa menggunakan Spektroskopi Serapan Atom (SSA), untuk mengukur kadar debu menggunakan teknik gravimetri. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah kandungan Pb pada daun Angsana (2.04 – 7.30 μg/g pada bulan Maret 2009 ; 1.12 – 7.61 μg/g pada bulan April 2009) dan rumput Gajah Mini (2.12 – 12.38 μg/g pada bulan Maret 2009 ; 5.89 – 10.32 μg/g pada bulan April 2009). Sedangkan hasil Kadar Debu pada daun Angsana (5.25 – 2.63 gr/cm3 pada bulan Maret 2009 ; 2.7 x 10-2 – 4.8 x 10-4 gr/cm3 pada bulan April 2009) dan rumput Gajah Mini (1.06 – 0.16 gr/cm3 pada bulan Maret 2009 ; 2.1 x 10-2 – 3.1 x 10-5 gr/cm3 pada bulan April 2009). Secara umum dapat disimpulkan bahwa Pterocarpus Indicus dan Axonopus.Sp mampu menyerap Pb dan debu. Secara normal kandungan Pb tanaman berkisar 0.5-3.0 µg/g. Kandungan Pb pada daun Angsana dan rumput Gajah Mini hasil penelitian tidak mencapai 1000 ppm (µg/g). Hal ini berarti kandungan Pb pada daun Angsana dan rumput Gajah Mini di Kota Tangerang belum melampaui ambang batas toksisitasnya terhadap tanaman.


(13)

ABSTRACT

SITI NIHAYATUL INAYAH, The Study of Pb Contents and Dust Levels in Angsana Leaves (Pterocarpus indicus) and Gajah Mini Grasses (Axonopus.Sp) in The Center of Tangerang City. Guided by DR. Thamzil Las and Ir. Etyn Yunita, M.Si.

Research has been conducted to determine the accumulation of Pb and dust levels in the Angsana leaves (Pterocarpus indicus) and Gajah Mini grasses (Axonopus.Sp) located in several major location in Tangerang City. The sampling locations are in nine main locations in Tangerang City and a residential location. The sampels takes on March and April 2009, and analyzed of Pb using Atomic Absorption Spectroscopy (AAS), the measured of dust levels using technic of gravimetry. The results of this study is the Pb contents in the Angsana leaves (2.04 to 7.30μg/g in March 2009; 1.12 - 7.61μg/g in April 2009) and Gajah Mini grasses (2.12 to 12.38 μg/g in March 2009 ; 5.89 – 10.32 μg/g in April 2009). While the dust content in the Angsana leaves (5.25 - 2.63 gr/cm3 in March 2009; 2.7 x 10-2 - 4.8 x 10-4 gr/cm3 in April 2009) and Gajah Mini grasses (1.06 to 0.16 gr/cm3 in March 2009; 2.1 x 10-2 - 3.1 x 10-5 gr/cm3 in April 2009). In general it can be concluded that Axonopus.Sp and Pterocarpus indicus are able to absorb Pb and dust. Normally the contain of Pb is about 0.5 - 3.0 µg/g. Contents of Pb on Angsana leaves and Gajah Mini grasses of the research has been done do not reach 1000 ppm (µg/g). This means that the contents of Pb on Angsana leaves and Gajah Mini grasses in Tangerang City are not exceed toxicity threshold for plants.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Udara merupakan faktor penting dalam kehidupan. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan pencemaran udara, yaitu masuknya zat pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel kecil/aerosol) ke dalam udara. Selain dari alam, pencemaran udara juga diakibatkan oleh aktivitas manusia. Bahan pencemar udara diantaranya adalah partikel debu dan Pb (Soedomo, 1999).

Adanya Pb didalam tubuh manusia dapat menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb). Penghambatan pembentukan hemoglobin (Hb) mengakibatkan terjadinya anemia. Logam Pb bisa merusak jaringan saraf, fungsi ginjal, menurunnya kemampuan belajar, dan membuat anak-anak bersifat hiperaktif. Selain itu Pb juga mempengaruhi organ-organ tubuh antara lain sistem saraf, ginjal, sistem reproduksi, sistem endokrin dan jantung, serta gangguan pada otak sehingga anak mengalami gangguan kecerdasan dan mental (Widowati dkk, 2008).

Melihat besarnya dampak negatif Pb terhadap manusia maka diperlukan tindakan untuk mereduksi Pb dari udara. Salah satu metode untuk menanggulangi pencemaran Pb di udara adalah dengan menggunakan tanaman yang dikenal dengan istilah fitoremediasi. Pohon Angsana (Pterocarpus indicus) merupakan salah satu vegetasi yang mampu mengurangi pencemaran udara dan mengakumulasi logam berat seperti Pb (Widowati dkk, 2008).


(15)

Pohon Angsana juga merupakan pohon peneduh jalan yang banyak dijumpai di jalan-jalan utama Kota Tangerang, selain rumput Gajah Mini sebagai tanaman hias penutup jalan. Kedua tanaman ini memiliki morfologi daun yang berbeda. Menurut Sastrawijaya (1996), ukuran dan jumlah stomata sangat mempengaruhi partikulat Pb di udara masuk kedalam jaringan daun. Bioakumulasi Pb terhadap daun pada tanaman akan lebih banyak terjadi pada tanaman di pinggir jalan besar yang padat kendaraan bermotor (Antari dan Sundra, 2002). Untuk mengetahui seberapa besar akumulasi Pb dan kadar debu pada daun Angsana dan rumput Gajah Mini dijalan utama Kota Tangerang maka diperlukan studi tentang hal tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

1. Seberapa besar akumulasi Pb dan kadar debu pada daun Angsana (Pterocarpus indicus) dan rumput Gajah Mini (Axonopus.sp) di beberapa jalan utama Kota Tangerang?

2. Apakah ada perbedaan kadar Pb baik daun Angsana (Pterocarpus indicus)

maupun rumput Gajah Mini (Axonopus.sp)?.

3. Apakah ada perbedaan kadar debu di daun Angsana (Pterocarpus indicus) maupun rumput Gajah Mini (Axonopus.sp) di setiap masing-masing lokasi sampling?


(16)

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui akumulasi kadar Pb dan kadar debu pada daun Angsana (Pterocarpus indicus) dan rumput Gajah Mini (Axonopus.sp) yang terletak di beberapa jalan utama Kota Tangerang.

2. Mengetahui sejauh mana kemampuan daun Angsana dan rumput Gajah Mini di jalan utama Kota Tangerang sebagai penyerap Pb dan debu.

1.4 Batasan Masalah

Lokasi penelitian dibatasi di jalan-jalan utama pusat Kota Tangerang, yaitu: Jalan Daan Mogot 3, Jl. Dr. Sitanala, Jl. A. Yani, Jl. TMP. Taruna, Jl. Kali Pasir, Jl. Veteran, Jl. Perintis kemerdekaan I, Jl. Perintis Kemerdekaan II, Jl. M.Yamin, dan Jl. Irian Jaya.

Bahan penelitian yang dimaksud adalah daun Angsana (Pterocarpus indicus) dan rumput Gajah Mini (Axonopus.sp) yang berada di pinggir jalan raya (lokasi penelitian) baik berada di sebelah kanan ataupun kiri jalan raya.

1.5 Hipotesis Penelitian

1. Terdapat akumulasi kandungan Pb dan kadar debu pada daun Angsana (Pterocarpus indicus) dan rumput Gajah Mini (Axonopus.sp).

2. Terdapat perbedaan kandungan Pb pada daun Angsana (Pterocarpus indicus) dan rumput Gajah Mini (Axonopus.sp)

3. Terdapat perbedaan kadar debu pada daun Angsana (Pterocarpus indicus) dan rumput Gajah Mini (Axonopus.sp).


(17)

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitiaan ini dapat memberikan informasi tentang kemampuan daun Angsana (Pterocarpus indicus) dan rumput Gajah Mini (Axonopus.sp) dalam menyerap (Pb) dan debu yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor yang ada di Pusat Kota Tangerang. Secara tidak langsung dengan penelitian ini juga dapat diketahui seberapa besar tingkat pencemaran udara ambien (Pb dan kadar debu) di Kota Tangerang.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Udara

Pencemaran udara menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) Nomor 41 Tahun 1999, adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Dengan adanya peraturan pemerintah tersebut maka dibuat ketentuan-ketentuan pelaksanaannya seperti baku mutu udara ambien dan baku mutu udara emisi.

Berdasarkan PPRI Nomor 41 Tahun 1999, baku mutu udara ambein didefinisikan sebagai ukuran batas atau kadar zat, energi, atau komponen yang ada dan unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Selain itu pemerintah juga mengeluarkan ketentuan parameter apa saja yang harus diuji dan berapa nilainya untuk menentukan kedua baku mutu udara tersebut (Achmad, 2004).

Pb merupakan unsur yang tidak esensial bagi tanaman, kandungannya berkisar antara 0.1 – 10 (μg/g) dan kandungan Pb dalam tanaman untuk berbagai jenis tanaman secara normal berkisar 0.5 – 3.0 (μg/g). Untuk tanaman tertentu tingkat keracunan terhadap Pb sangat tinggi. Hal ini dapat menimbulkan situasi yang sangat membahayakan, karena tanaman mungkin tidak menunjukkan gejala keracunan dan kelihatan sehat tetapi berbahaya jika di konsumsi manusia (Siregar, 2005).


(19)

Gambar 1.Jalan Daan Mogot 3

Menurut Soedomo (1999) sumber pencemaran udara ada yang disebabkan oleh alam, ada juga dari aktivitas manusia. Sumber pencemaran udara yang alami misalnya akibat letusan gunung berapi, kebakaran hutan, dekomposisi biotik, debu. Pencemaran udara akibat akitivitas manusia diantaranya akitivitas transportasi, industri, dan rumah tangga. Adapun jenis pencemaran udara dilihat dari bahan pencemar dapat berupa:

• Partikel (debu, aerosol, Pb)

• Gas (CO, NOx, SOx, H2S, hidrokarbon)

• Energi (suhu dan kebisingan)

Pencemaran udara pada dasarnya berbentuk partikel (debu, aerosol, Pb) dan gas (CO, NOx, SOx, H2S, Hidrokarbon). Udara yang tercemar dengan partikel

dan gas ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya, tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimiawinya. Gangguan tersebut terutama terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh seperti paru-paru dan pembuluh darah, atau menyebabkan iritasi pada mata dan kulit (Soedomo, 1999).


(20)

Setelah berada di udara, beberapa senyawa yang terkandung dalam gas buang kendaraan bermotor dapat berubah karena terjadinya suatu reaksi, misalnya dengan sinar matahari dan uap air. Proses reaksi tersebut ada yang berlangsung cepat dan terjadi saat itu juga di lingkungan jalan raya, dan ada pula yang berlangsung dengan lambat (Tugaswati, 2007).

Senyawa kimia dalam gas buang kendaraan bermotor yang dapat menimbulkan pengaruh sistemik karena setelah diabsorbsi oleh paru, bahan pencemar tersebut dibawa oleh aliran darah atau cairan getah bening ke bagian tubuh lainnya, sehingga dapat membahayakan setiap organ di dalam tubuh. Senyawa-senyawa yang masuk ke dalam hidung dan ada dalam mukosa bronikal juga dapat terbawa oleh darah atau tertelan masuk ketenggorokan dan diabsorbsi masuk ke saluran pencernaan. Diantara senyawa-senyawa yang terkandung di dalam gas kendaraan bermotor yang dapat menimbulkan pengaruh sistemik, yang paling penting adalah karbon monoksida dan Pb (Tugaswati, 2007).

Menurut Tugaswati (2007), berdasarkan sifat kimia dan perilakunya di lingkungan, dampak bahan pencemar yang terkandung didalam gas buang kendaraan bermotor digolongkan sebagai berikut:

a. Bahan-bahan pencemar yang utama mengganggu saluran pernafasan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah oksida sulfur, partikulat, oksida nitrogen, ozon dan oksida lainnya.

Bahan-bahan pencemar yang menimbulkan pengaruh racun sistemik, seperti hidrokarbon monoksida dan Pb.

b. Bahan-bahan pencemar yang menimbulkan kanker seperti hidrokarbon. c. Kondisi yang mengganggu kenyaman seperti kebisingan, debu jalanan,dll.


(21)

2.2 Pohon Angsana

Menurut Steenis dkk. (1992), tumbuhan Angsana (Pterocarpus Indicus Wild) merupakan pohon, dengan tinggi pohon berkisar 10-40 m, panjang ranting 1-2 cm. Ciri morfologi Angsana diantaranya daun berseling, anak daun 5-13, bentuk bulat telur, memanjang, meruncing, tumpul, mengkilat. Klasifikasi ilmiah Angsana sebagai berikut:

Kingdom :Plantae

Divisi :Magnoliophyta

Kelas :Magnoliopsida

Ordo :Fabales

Famili :Fabaceae

Upafamili :Faboideae

Bangsa :Dalbergieae

Upafamili :Faboideae

Bangsa :Dalbergieae Gambar 2.Ranting Daun Angsana Genus :Pterocarpus

Species :Pterocarpus Indicus

Hasil penelitian Antari dan Sundra (2002) menyatakan bahwa kandungan Pb pada daun angsana lebih tinggi dari pada daun glondongan. Hal tersebut disebabkan karena adanya perbedaan jenis tanaman dan morfologi daun yang berbeda, dimana daun angsana berbentuk oval dengan warna daun hijau segar. Disamping itu, daging daun angsana lebih tebal dari pada daun glondongan.


(22)

2.3 Rumput Gajah Mini (Axonopus.sp)

Gambar 3.Rumput Gajah Mini

Menurut Steenis dkk. (1992), ciri morfologi rumput Gajah Mini (Axonopus.Sp) merupakan rumput menahun, membentuk bahan jerami di tanah dengan batang yang menarik membuat sudut antar-ruas, batang berdaun 1-2, dan tunas menjalar yang bercabang, tinggi rumput 0.2 - 0.5 m. Klasifikasi ilmiah rumput Gajah Mini sebagai berikut:

Kingdom :Plantae(tumbuhan)

Subkingdom :Tracheobionta(berpembuluh) Superdivisio :Spermatophyta(menghasilkan biji) Divisio :Magnoliophyt(berbunga)

Kelas : (berkeping satu/ monokotil) Sub-kelas :Commelinidae

Ordo :Poales

Familia :Poaceae(suku rumput-rumputan) Genus :Axonopus


(23)

2.4 Logam Pb

Pb adalah logam yang berwarna abu-abu kebiruan, dengan rapatan yang tinggi (11,48 gml-1 pada suhu kamar). Mudah melarut dalam asam nitrat yang sedang pekatnya (8M). Dilihat dari kerapuhan, Pb merupakan logam yang lunak. Dilihat dari konduktifitas listrik, Pb merupakan logam yang dapat menghantarkan listrik. Hal itu merupakan kecenderungan sifat konduktifitas sebagai Pb yang merupakan logam (Siregar, 2005).

Pb dalam bahasa latinnya disebut Plumbum (Pb) yang berarti percik air dan merupakan jenis logam yang berbahaya. Pb dikenal sebagai jenisneurotoksin

(racun penyerang syaraf) yang sudah lama dikenal (Wijayanti, 2006).

Sifat-sifat Pb yaitu: a). Pb mempunyai titik cair yang rendah sehingga jika digunakan dalam bentuk cair dibutuhkan teknik sederhana dan tidak mahal; b). Pb merupakan logam yang lunak, sehingga mudah diubah menjadi berbagai bentuk; c). Sifat kimia Pb menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai pelindung jika kontak dengan udara lembab; d). Pb dapat membentuk alloy dengan logam lainnya; e). Densitas Pb lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya kecuali emas dan merkuri (Fardiaz, 1992 ; Siregar, 2005).

Pb merupakan unsur logam berat berbahaya/ logam toksik yang bersifat kumulatif. Pb termasuk kedalam golongan IVA dalam tabel periodik dan mempunyai berat atom 207.21. Pb yang mencemari udara terdapat dua bentuk yaitu, berbentuk gas dan berbentuk partikel. Partikel gas Pb berasal dari tetraetil Pb (Pb (C2H5)4) dan tetrametil Pb (Pb (CH3)4), sedangkan partikel-partikel di

udara berasal dari sumber-sumber lain seperti pabrik-pabrik alkyl Pb dan Pb-okside, pembakaran arang (Fardiaz, 1992).


(24)

2.5 Partikel Udara

Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar yang berbentuk padatan (Siregar, 2005).

Sumber pencemaran partikel berasal dari aktifitas industri, pembakaran bahan bakar fosil kendaraan bermotor, badai pasir, pembakaran hutan serta gunung berapi (alami). Ukuran partikel terkecil di udara berkisar antara 0.0005 -500 dm akan hilang karena perpaduan gerak brown dan partikel yang besar akan jatuh akibat pengaruh gravitasi (Siregar, 2005).

Menurut Wardhana (1995), dalam kaitannya dengan masalah lingkungan maka partikel dapat berupa keadaan sebagai berikut:

Aerosol, adalah istilah umum yang menyatakan adanya partikel yang terhambur dan melayang diudara.

Fog atau kabut, adalah aerosol yang berupa butiran air yang berada di udara.

Smoke atau asap, adalah aerosol yang berupa campuran antara butir padatan dan cairan yang terhambur melayang di udara.

Dust atau debu, adalah aerosol yang berupa butiran padat yang terhambur dan melayang di udara karena adanya hembusan angin.

Mist, artinya mirip dengan kabut, penyebabnya adalah butiran-butiran zat cair (bukan butiran air) yang terhambur dan melayang di udara.

Fume, adalah aerosol yang berasal dari kondensasi uap logam.  Plume, adalah asap yang keluar dari cerobong asap suatu industri.  Smog, adalah bentuk campuran antarasmokedanfog


(25)

Pencemaran oleh partikel dapat menimbulkan beberapa permasalahan antara lain:

1). Mengganggu kesehatan manusia dan lingkungan

2). Mempunyai daya pencemar udara yang luas penyebarannya dan tinggi seperti Be, Pb, Cr, Hg, Ni, dan Mn;

3). Partikal dapat menyerap gas sehingga dapat mempertinggi efek bahaya dari komponen tersebut.

2.6 Pengaruh Pb terhadap Kesehatan

Tidak semua Pb yang terisap atau tertelan ke dalam tubuh akan tertinggal didalam tubuh. Kira-kira 5-10% dari jumlah yang tertelan akan diabsorbsi melalui saluran pencernaan, dan kira-kira 30% dari jumlah yang terisap melalui hidung akan diabsorbsi melalui saluran pernafasan akan tinggal di dalam tubuh karena dipengaruhi oleh ukuran partikel-partikelnya (Santi, 2001).

Di dalam tubuh Pb dapat menyebabkan keracunan akut maupun keracunan kronik. Jumlah Pb minimal di dalam darah yang dapat menyebabkan keracunan berkisar antara 60-100 mikro gram per 100 ml darah. Pada keracunan akut biasanya terjadi karena masuknya senyawa Pb yang larut dalam asam atau menghirup uap Pb tersebut. Gejala-gejala yang timbul berupa mual, muntah, sakit perut hebat, kelainan fungsi otak, anemi berat, kerusakan ginjal bahkan kematian dapat terjadi dalam 1-2 hari (Santi, 2001).


(26)

2.7 Serapan Pb oleh Tanaman

Serapan Pb pada tanaman terdapat dua jalan ke dalam tanaman yaitu, melalui akar dan daun. Masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun bukan karena Pb diperlukan tanaman, tetapi hanya sebagai akibat ukuran stomata daun yang cukup besar dan ukuran partikel Pb yang relatif kecil di banding ukuran stomata (Siregar, 2005). Bioakumulasi Pb terhadap daun pada tanaman akan lebih banyak terjadi pada tanaman di pinggir jalan besar yang padat kendaraan bermotor (Sastrawijaya, 1996).

Partikel Pb yang menempel pada daun jika tergabung dengan uap air atau air hujan (gerimis) akan membentuk kerak yang tebal pada permukaan daun yang tidak dapat dibilas oleh air hujan kecuali menggosoknya. Lapisan kerak tersebut akan menganggu berlangsungnya proses fotosintesis pada tanaman karena menghambat masuknya sinar matahari ke permukaan daun dan mencegah adanya pertukaran daun dan mencegah adanya pertukaran CO2 dengan atmosfer.

Akibatnya, pertumbuhan tanaman akan terganggu (Kristanto, 2002).

Dua jalan masuknya Pb ke dalam tumbuhan, yaitu melalui akar dan daun. Pb setelah masuk ke sistem tanaman akan diikat oleh membran-membran sel, mitokondria dan kloroplas. Pencemaran juga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan yang tersembunyi pada tumbuhan, misalnya penurunan kemampuan tanaman dalam menyerap air, pertumbuhan yang lambat atau pembusukan stomata yang tidak sempurna (Siregar, 2005).

Kandungan Pb pada daun dibedakan menjadi dua, yaitu Pb terjerap dan Pb terserap. Pb terjerap adalah Pb yang hanya menempel di atas permukaan daun, apabila turun hujan dapat tercuci oleh air hujan dan tidak merusak anatomi daun,


(27)

sehingga apabila tercuci air hujan akan masuk dalam tanah. Pb terserap adalah Pb yang sulit dipisahkan oleh jaringan daun melalui proses pencucian biasa karena kandungan Pbnya berada dalam anatomi daun, sehingga menyebabkan rusaknya struktur anatomi daun (Siregar, 2005).

Konsentrasi partikel udara yang terakumulasi di atas permukaan tanaman yang tumbuh di tepi jalan raya tergantung jarak dari tepi jalan raya, luas permukaan daun yang berhubungan langsung dengan udara bebas, sifat permukaan daun, kulit ranting atau batang dan buah yang dimiliki tanaman, lamanya tanaman tersebut berhubungan langsung dengan udara bebas, kepadatan lalu lintas, arah angin dan curah hujan (Siregar, 2005).

Menurut Ormroddalam Alfa (2003) sekitar 50% dari total pecemar Pb di udara akan jatuh ke tanah dan perairan dengan jarak kurang lebih 30 m dari tepi jalan raya, dan menurun jumlahnya dengan semakin jauh dari sumbernya. Semakin dekat jarak suatu lokasi dengan jalan raya, semakin tinggi kandungan logam Pb-nya. Penyerapan melalui daun terjadi karena partikel Pb di udara jatuh dan mengendap pada permukaan daun. Permukaan daun yang lebih kasar, berbulu dan lebar akan lebih mudah menangkap partikel daripada permukaan daun yang halus, tidak berbulu dan sempit. Kandungan Pb dalam tanaman yang tumbuh di tepi jalan dapat mencapai 50 ppm, tetapi setelah 150 m dari jalan raya, jumlahnya akan menjadi normal kembali yaitu sebesar 2-3 ppm (Siregar, 2005).

Skema Kontribusi Logam Berat Timbal (Pb), Merkuri (Hg), dan Kadmium (Cd), Arsenic (AS), dan Cromium (Cr) pada intake manusia menurut Sudarmaji (2002) dapat dilihat pada Gambar.


(28)

Tanah

Tumbuhan

Binatang

Manusia Air

Tumbuhan Air

Saluran pembuangan

Debu

Pb, Hg, Cd, As, dan Cr di Udara

Gambar 4. Skema Kontribusi Logam Berat Timbal (Pb), Merkuri (Hg), dan Kadmium (Cd), Arsenic (AS), dan Cromium (Cr) pada intake

manusia.

2.8 Dampak Pencemaran Pb terhadap Tanaman

Terdapat dua jalan masuk utama logam berat seperti Pb terserap melalui permukaan daun di atas tanah, dan melalui sistem perakaran (Siregar, 2005). Penyerapan melalui akar terjadi jika Pb dalam tanah terdapat dalam bentuk terlarut, sedangkan masuknya partikel Pb dalam jaringan daun disebabkan oleh ukuran stomata yang cukup besar dan ukuran partikel yang jauh lebih kecil dari celah stomata (Ariestanti, 2002).

Logam berat Pb yang terserap dalam tanaman akan terakumulasi dalam jaringan tanaman dan dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman. Banyaknya pencemar yang masuk ke dalam jaringan daun tanaman sesuai dengan jenis,


(29)

konsentrasi pencemar di udara dan lamanya selang waktu pembukaan stomata akan menentukan tingkat kerusakan tanaman (Yulizal, 1995).

Emisi gas polutan beserta partikel-partikel padat di dalamnya juga dapat mempengaruhi tanaman antara lain penurunan proses respirasi, membuka dan menutupnya stomata akibat gangguan fungsi normal sel-sel penjaga yang menyebabkan hilangnya pengawasan stomata dan mengganggu kecepatan transpirasi dan proses pertukaran gas serta kemungkinan meningkatnya kerentanan terhadap penerobosan patogen, serta mengganggu kegiatan metabolisme antara lain menghalangi beberapa sistem enzim dalam mempercepat reaksi (Supriatno dan Halim, 1998).

Bioakumulasi Pb terhadap daun pada tanaman akan lebih banyak terjadi pada tanaman yang tumbuh dipinggir jalan besar yang padat kendaraan bermotor (Sastrawijaya, 1996). Namun menurut hasil penelitian Sembiring dan Sulistyawati (2006) menyatakan bahwa perbedaan tingkatan kepadatan lalulintas tidak mempengaruhi konsentrasi Pb di daun. Jenis tanaman yang mempunyai kemampuan menyerap Pb lebih besar adalah tanaman yang memiliki daun yang permukaan kasar, ukuran daunnya lebih lebar dan berbulu. Adapun cara akumulasi Pb pada daun adalah melalui permukaan daun yaitu pada saat stomata terbuka pada waktu siang hari (Antari dan Sundra, 2002).

Logam berat secara keseluruhan dapat berpotensi mencemari tumbuhan. Gejala akibat pencemaran logam berat yaitu klorosis, nekrosis pada ujung dan sisi daun serta busuk daun yang lebih awal. Menurut Sukarsono (1998) mekanisme pencemaran logam secara biokimia pada tumbuhan yang dapat menyebabkan


(30)

dampak negatif pada substansi dari berbagai fungsi fisiologi, yang terbagi ke dalam enam proses:

a. Logam mengganggu fungsi enzim b. Logam sebagai anti metabolit

c. Logam membentuk lapisan endapan yang stabil (kelat) dengan metabolit esensial

d. Logam sebagai katalis dekomposisi pada metabolit esensial e. Logam mengubah permaeabilitas membran sel

f. Logam menggantikan struktur dan elektrokimia unsur yang paling penting dalam sel.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar Pb dalam tanaman yaitu jangka waktu tanaman kontak dengan Pb, kadar Pb dalam tanah, morfologi dan fisiologi tanaman, umur tanaman dan faktor yang mempengaruhi areal seperti banyaknya tanaman penutup serta jenis tanaman di sekeliling tanaman tersebut (Sukarsono, 1998). Dua jalan masuknya Pb ke dalam tanaman yaitu, melalui akar dan daun. Pb setelah masuk ke sistem tanaman akan diikat oleh membran-membran sel, mithokondria dan kloroplas. Bahkan pencemaran dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fisik. Kerusakan tersembunyi dapat berupa penurunan kemampuan tanaman dalam menyerap air, pertumbuhan yang lambat atau pembukaan stomata yang tidak sempurna (Siregar, 2005).

Masuknya partikel Pb kedalam jaringan daun bukan karena Pb diperlukan tanaman, tetapi hanya sebagai akibat ukuran stomata daun yang cukup besar dan ukuran partikel Pb yang relatif kecil di banding ukuran stomata. Pb masuk ke dalam tanaman melalui proses penyerapan pasif (Siregar, 2005).


(31)

2.9 Spektroskopi Serapan Atom (SSA)

Spektroskopi serapan atom adalah teknik analisis unsur yang didasarkan pada absorpsi energi radiasi oleh atom-atom yang berbeda pada tingkat energi yang lebih tinggi. Prinsip teknik analisis SSA berdasarkan pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya (KLH-JICA, 2005; Rohman, 2007).

Metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA) sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Dengan mengukur intensitas radiasi yang diteruskan atau mengukur intensitas yang diserap, maka konsentrasi unsur dalam larutan contoh dapat ditetapkan. Cara ini sangat selektif sebab frekuensi radiasi yang diserap adalah karakteristik untuk setiap unsur. Dasar dari teknik spektroskopi serapan atom (SSA) adalah elektron dalam suatu atom pada keadaan dasar menyerap energi cahaya pada panjang gelombang tertentu dan berubah ke tingkat energi yang lebih tinggi (tereksitasi). Jumlah atom-atom yang dilewati cahaya dan tereksitasi berbanding lurus dengan jumlah energi yang diserap. Dengan mengukur jumlah energi cahaya yang diserap maka dapat menentukan jumlah atau konsentrasi atom atau elemen yang diuji dalam contoh (KLH-JICA, 2005).

2.9.1. Emisi dan Absorbsi

Cara analisis spektrofotometer serapan atom bisa berupa cara emisi dan cara absorbsi (serapan). Pada cara emisi, interaksi dengan energi menyebabkan eksitasi atom yang mana keadaan ini tidak berlangsung lama dan akan kembali ke tingkat semula dengan melepaskan sebagian atau seluruh energi eksitasinya dalam bentuk radiasi. Frekuensi radiasi yang dipancarkan bersifat karakteristik untuk setiap unsur dan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang tereksitasi dan


(32)

yang mengalami de-eksitasi. Pemberian energi dalam bentuk nyala merupakan salah satu cara untuk eksitasi atom ke tingkat yang lebih tinggi. Cara tersebut dikenal dengan nama spektrofotometri emisi nyala (Rohman, 2007).

Pada absorbsi, jika pada populasi atom yang berada pada tingkat dasar dilewatkan suatu berkas radiasi maka akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh atom-atom tersebut. Frekwensi radiasi yang paling banyak diserap adalah frekwensi radiasi rensonan dan bersifat karakteristik untuk tiap unsur. Pengurangan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat dasar (Rohman, 2007).


(33)

2.9.2. Instrumentasi SSA

Sistem peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) menurut Rohman (2007) dapat dilihat pada Gambar 5. berikut:

Gambar 5.Skema Spektrofotometer Serapan Atom (Rohman, 2007)

Penjelasan mengenai peralatan Spektrofotometer Serapan Atom menurut Rohman (2007) dan KLH-JICA (2005) sebagai berikut:

1. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah (10-15 torr). Bila antara anoda dan katoda diberi satu selisih tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memancarkan berkas-berkas elektron yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elektron-elektron dengan energi tinggi ini dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas-gas mulia yang diisikan tadi.

Sumber sinar Nyala Tempat

sampel

Monokromator

Detektor Sistem


(34)

Akibat dari tabrakan-tabrakan ini membuat unsur- unsur gas mulia akan kehilangan elektron dan menjadi ion bermuatan positif. Ion-ion gas mulia yang bermuatan positif ini selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi pula. Sebagaimana disebutkan di atas, pada katoda terdapat unsur-unsur yang sesuai dengan unsur yang akan dianalisis. Unsur-unsur ini akan ditabrak oleh ion-ion positif gas mulia. Akibat tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar ke luar dari permukaan katoda. Atom-atom unsur dari katoda ini kemudian akan mengalami eksitasi ke tingkat energi-energi elektron yan lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pancaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis.

2. Tempat Sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu: dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless).

a. Nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada cara spektrofotometri emisi atom, nyala ini berfungsi untuk mengeksitasikan atom dari tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi.


(35)

Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang digunakan, misalkan untuk gas batubara-udara, suhunya kira-kira sebesar 18000C; gas alam-udara: 17000C; asetilen-udara: 22000C; dan gas asitilen-dinitrogen oksida (N2O) sebesar 30000C.

Pemilihan macam bahan pembakar dan gas pengoksidasi serta komposisi perbandingannnya sangat mempengaruhi suhu nyala. Pada umumnya nyala dari gas asetilen-nitro oksida menunjukkan emisi latar belakang (background) yang kuat. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi .

b. Tanpa Nyala (Flameless)

Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka, karena atom gagal mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk ke dalam nyala terlalu besar, dan proses atomisasi kurang sempurna. Oleh karena itu muncullah suatu teknik atomisasi yang baru yakni atomisasi tanpa nyala. Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit seperti tungku yang dikembangkan oleh Masmann.

Sistem pemanasan dengan tanpa nyala ini dapat melalui tiga tahap yaitu: pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu yang relatif rendah; pengabuan (ashing) yang membutuhkan suhu yang lebih tinggi karena menghilangkan matriks kimia dengan mekanisme volatilasi atau pirolisis; dan pengatoman (atomising). Pada umumnya waktu dan suhu pemanasan tanpa nyala dilakukan dengan cara terprogram.


(36)

3. Monokromator

Pada Spektrofotometri Serapan Atom (SSA), monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Di samping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut denganchopper.

4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (photomultiplier tube). Ada dua cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu: (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu; dan (b) yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi.

5. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.


(37)

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Mei 2009 di Jalan-jalan Utama Kota Tangerang. Terdapat sembilan lokasi sampling penelitian yaitu Jalan Veteran, Jl. Daan Mogot 3, Jl. M.Yamin, Jl. DR. Sitanala, Jl. Kali Pasir, Jl. Perintis Kemerdekaan I, Jl. Perintis Kemerdekaan II, Jl. A.Yani, TMP. Taruna dan Jl. Irian Jaya (lokasi daerah permukiman). Analisa sampel penelitian di lakukan di Laboratorium Bidang Analisa Lingkungan, Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: hand tally counter,

stopwatch, pisau, gunting, kantong plastik, meteran, pinset, timbangan analitik (OHAUS), oven, mortal, hot plate,Atomic Absorption Spectrophotometer(AAS) (Merk Perkin Elmer, Tipe AA-700) dan tisu. Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu: daun Angsana (Pterocarpus indicus), rumput Gajah Mini (Axsonopus.sp), asam nitrat (HNO3),asam perklorat (HClO4) 70%, dan aquadest.


(39)

Gambar 6.Lokasi Penelitian

Keterangan:

A1 = Jl.M.Yamin A6 = Jl.TMP. Taruna Skala 1:12.500 A2 = Jl.Kali Pasir A7 = Jl. A.Yani Sumber:Peta/Map A3 = Jl.DR.Sitanala A8 = Jl. Daan Mogot 3 Jakarta A4 = Jl.Perintis Kemerdekaan I A9 = Jl. Veteran 2005 A5 = Jl.Perintis Kemerdekaan II A10 = Jl. Irian Jaya


(40)

3.3 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel bersifat purposive sampling. Sampel diambil pada 9 jalan utama di Kota Tangerang dan 1 lokasi daerah permukiman. Untuk mengetahui kepadatan lalu lintas, pada setiap titik dari sepuluh lokasi jalan dilakukan penghitungan jumlah kendaraan bersamaan dengan waktu sampling yaitu selama satu jam. Satu sampel daun Angsana (Pterocarpus indicus) dan satu sampel rumput Gajah Mini (Axsonopus.sp) diambil pada masing-masing lokasi (Jalan Veteran, Jl. Daan Mogot 3, Jl. DR.Sitanala, Jl. M.Yamin, Jl. Kali Pasir, Jl. Printis Kemerdekaan I, Jl. Perintis Kemerdekaan II, Jl. Jend.A.Yani, Jl. TMP.Taruna, dan Jl. Irian Jaya) .

Daun Angsana yang digunakan sebagai sampel adalah daun bewarna hijau tua dibagian ranting yang paling bawah dekat dengan jalan. Selanjutnya daun Angsana di potong dari ranting pohon menggunakan gunting dengan hati-hati. Sampel tersebut diambil menggunakan pinset dan dimasukkan kedalam kantong plastik. Pengambilan sampel rumput Gajah Mini (Axsonopus.sp) dilakukan dengan cara rumput Gajah Mini dipotong pada pangkalnya, tidak sampai akar. Sampel tersebut di ambil menggunakan pinset lalu di masukkan kedalam kantong plastik. Selanjutnya masing-masing sampel (daun Angsana dan rumput Gajah Mini) dibawa ke Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk dianalisa kadar Pb dan kadar debunya.


(41)

3.4 Pengukuran Konsentrasi Pb Daun

a. Preparasi Sampel

Penetapan kadar Pb pada daun Angsana dan rumput Gajah Mini dilakukan dengan Metode Pengabuan Basah (Analysis of Plant Tissue: Wet Digestion). Sampel (daun Angsana dan rumput Gajah Mini) diambil 2 gr lalu ditaruh pada cawan porselen. Sampel kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 70 0C sampai beratnya konstan. Selanjutnya sampel dipotong kecil-kecil sampai hancur dan ditempatkan dalam gelas piala, lalu ditambahkan 10 ml HNO3 65%, didiamkan

semalaman. Setelah itu sampel didestruksi dengan menggunakanhot plate sampai menghasilkan gas NO2 yang berwarna kemerahan. Selanjutnya gelas piala

tersebut didinginkan dan ditambahkan 2 - 4 ml HClO4 70%. Sampel dipanaskan

kembali dan dibiarkan menguap hingga volumenya rendah. Setelah itu sampel dipindahkan ke labu ukur 50 ml lalu diencerkan dengan air suling sampai tanda tera. Sampel siap untuk di analisis menggunakan AAS.

Pada proses preparasi sampel untuk penentuan kandungan Pb daun Angsana dan rumput Gajah Mini, terjadi reaksi-reaksi sebagai berikut:

Pb + 2HNO3→ Pb (NO3)2+ 2H++ 2e

-Pb + 2HClO4→ Pb (ClO4)2+ 2H++ 2e

-b. Pembuatan Larutan Standar

 Pembuatan larutan baku Pb 100 mg/L

Larutan induk Pb 1.000 mg/L di pipet 10 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL; tambahkan air suling sampai tepat pada tanda tera, lalu dihomogenkan.


(42)

 Pembuatan larutan baku Pb 10 mg/L

Larutan baku Pb 100 mg/L di pipet 10 mL, kemudian dilarutkan dengan air suling dalam labu ukur 100 mL, lalu dihomogenkan.

c. Pembuatan Kurva Kalibrasi (Pb)

Larutan Pb 10 mg/L (sebagai larutan kerja) di pipet 0; 2.5; 7.5; 15 mL, dimasukkan masing-masing ke dalam labu ukur 50 ml. Selanjutnya diencerkan dengan aquadest sampai tepat tanda tera sehingga diperoleh larutan standar Pb dengan konsentrasi masing-masing 0; 0,5; 1.5; 3.0 mg/L. Instrumen AAS dioptimalkan terlebih dahulu sesuai dengan petunjuk penggunaan alat. Ukur konsentrasi larutan standar masing-masing logam dengan AAS, pastikan kurva kalibrasinya membentuk kurva linier (garis lurus) dengan koefisien korelasi mendekati 1 (0.99..).

d. Pengukuran Sampel

Selanjutnya pengukuran sampel dan catat konsentrasi yang tertera pada AAS. Metode pengujian kadar Pb dilakukan sesuai dengan SNI nomor 06-698945 tahun 2005.

e. Perhitungan Kadar Pb Daun Perhitungan kadar Pb daun:

Keterangan:

Cy’= kandungan Pb pada daun (

Cy = konsentrasi Pb terukur pada AAS ( V = volume pengenceran (L)

W = berat kering daun (g). 1000 = konversi mg keμg


(43)

Diagram proses pengukuran kandungan Pb pada daun Angsana dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7.Skema Pengukuran Pb pada Daun Angsana

2 gr daun Angsana ditaruh pada cawan porselen

Sampel dipotong kecil-kecil

Destruksi

Dipanaskan sampai menghasilkan gas NO2

(warna kemerahan)

Sampel dipanaskan kembali dan dibiarkan hingga volume rendah

Oven 700C ± 1 jam hingga bobot konstan

Ditambahkan 10 ml HNO3

diamkan semalam

Didinginkan dan ditambahkan 2-4 ml HClO470%

Disaring

Sampel dipindahkan ke labu ukur 50 ml

Sampel siap dianalisis menggunakan AAS

Diencerkan dengan aquadest


(44)

Diagram proses pengukuran kandungan Pb pada rumput Gajah Mini dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8.Skema Pengukuran Pb pada Rumput Gajah Mini 2 gr rumput Gajah Mini ditaruh pada cawan

porselen

Sampel dipotong kecil-kecil

Destruksi

Dipanaskan sampai menghasilkan gas NO2

(warna kemerahan)

Sampel dipanaskan kembali dan dibiarkan hingga volume rendah

Oven 700C ± 1 jam hingga bobot konstan

Ditambahkan 10 ml HNO3

diamkan semalam

Didinginkan dan ditambahkan 2-4 ml HClO470%

Disaring

Sampel dipindahkan ke labu ukur 50 ml

Sampel siap dianalisis menggunakan AAS

Diencerkan dengan aquadest


(45)

3.5 Pengukuran Kadar Debu

a. Pengukuran Luas Daun

Pertama dilakukan pengukuran luas daun dilakukan dengan bantuan kertas karkir, kertas kalkir digambar bujur sangkar dengan luas 1cm2 yang kemudian ditimbang beratnya. Potongan bujur sangkar ini akan menjadi standar untuk mengukur luas daun. Pola setiap helai daun digambar pada kertas kalkir dan ditimbang beratnya. Untuk mengetahui luas masing-masing daun tersebut digunakan rumus:

Keterangan: A= Luas daun (cm2)

Wt= Berat kertas dari masing-masing sampel daun (g) Wi= Berat kertas yang dijadikan standar (g)

b. Pengukuran Debu

Lima helai daun Angsana dan rumput Gajah Mini diambil dengan memotong ujung tangkai dengan pisau secara hati-hati. Selanjutnya dengan menggunakan pinset, daun Angsana dan rumput Gajah Mini masing-masing ditimbang untuk mendapatkan berat awal (Wa). Kemudian daun dan rumput dibersihkan dengan tissu secara hati-hati. Setelah itu daun dan rumput tersebut ditimbang kembali, untuk mendapatkan berat akhir (Wak).


(46)

Kadar Debu selanjutnya dihitung dengan rumus:

Keterangan : W = Kadar Debu (gr/cm3) Wa = Berat Awal (gr) Wak = Berat Akhir (gr) Luas daun/rumput (cm3)

Diagram proses pengukuran debu pada daun Angsana dan rumput Gajah Mini dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9.Diagram Proses Pengukuran Debu pada Daun Angsana

.

5 helai daun Angsana potong ujung tangkai dengan pisau

Sampel ditimbang untuk mendapatkan barat awal (Wa)

Sampel dibersihkan dengan tissu dan ditimbang kembali, untuk mendapatkan berat akhir (Wak)


(47)

Gambar 10.Diagram Proses Pengukuran Debu pada Rumput Gajah Mini

3.6 Analisis Data

Untuk mengetahui perbedaan kemampuan penyerapan Pb dan kadar debu baik pada daun Angsana maupun rumput Gajah Mini di setiap lokasi sampling maka dilakukan uji ANOVA.

5 helai rumput Gajah Mini potong ujung tangkai dengan pisau

Sampel ditimbang untuk mendapatkan barat awal (Wa)

Sampel dibersihkan dengan tissu dan ditimbang kembali, untuk mendapatkan berat akhir (Wak)


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kandungan Pb Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini

Kandungan Pb daun Angsana di jalan-jalan utama Kota Tangerang dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut

Tabel 4.1. Kandungan Pb Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini di Lokasi Penelitian pada Bulan Maret dan April 2009.

Bulan Maret 2009 Bulan April 2009 No. Lokasi Pengambilan Sampel Daun

Angsana (μg/g)

Rumput Gajah Mini

(μg/g)

Daun Angsana

(μg/g)

Rumput Gajah Mini

(μg/g)

1. Jl.M.Yamin 2.04 2.12 7.50 6.05

2. Jl.Kali Pasir 4.28 2.65 7.61 5.89

3. Jl.DR.Sitanala 4.57 8.33 5.06 6.38

4. Jl.Perintis Kemerdekaan I 3.84 4.63 5.42 7.99

5. Jl.Perintis Kemerdekaan II 7.30 6.84 4.00 10.14

6. Jl.TMP.Taruna 4.45 5.63 4.07 9.86

7. Jl.Ahmad Yani 5.36 12.38 2.51 7.59

8. Jl.Daan Mogot 3 2.64 5.93 1.12 9.60

9. Jl.Veteran 4.92 7.36 6.85 9.72

10. Jl.Irian Jaya 4.90 10.24 6.47 10.32

Terlihat pada Tabel 4.1. kandungan Pb bervariasi, baik pada daun Angsana maupun rumput Gajah Mini. Akumulasi Pb daun Angsana pada bulan Maret 2009 berkisar antara 2.04 – 7.30 μg/g, dan bulan April 1.12 – 7.61 μg/g. Adapun akumulasi Pb dalam rumput Gajah Mini berkisar antara 2.12 – 12.38 μg/g pada bulan Maret dan 5.89 – 10.32μg/g pada bulan April 2009.

Menurut Siregar (2005), secara normal kandungan Pb dalam berbagai jenis tanaman berkisar antara 0,5 – 3,0 μg/g, atau dengan kata lain kandungan maksimal Pb dalam tanaman adalah 3,0 μg/g. Berdasarkan batasan ini maka


(49)

dapat diketahui bahwa kandungan Pb dalam daun Angsana yang ada di beberapa jalan utama Kota Tangerang sekitar 85% sudah melebihi batas normal kandungan Pb pada tanaman. Sedangkan kandungan Pb rumput Gajah Mini, mayoritas juga ( 90%) sudah melebihi batas normal kandungan Pb pada tanaman.

Secara keseluruhan kandungan Pb pada daun Angsana dan rumput Gajah Mini dari hasil penelitian yang telah dilakukan ini tidak mencapai 1000 ppm

(μg/g). Menurut Sunarya dkk, (1991), batas toksisitas logam berat Pb pada

tanaman tingkat tinggi adalah 1000 ppm (µg/g). Hal ini berarti kandungan Pb pada daun Angsana dan rumput Gajah Mini di Kota Tangerang belum melampaui batas toksisitasnya terhadap tanaman.

Partikel Pb yang diserap oleh tanaman akan memberikan efek buruk apabila kepekatannya berlebihan. Pengaruh yang ditimbulkan antara lain dengan adanya penurunan pertumbuhan dan produktivitas tanaman serta kematian.

4.1.1. Pengaruh Morfologi Daun terhadap Kandungan Pb Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini

Adanya perbedaan kandungan Pb pada daun Angsana dan rumput Gajah Mini pada hasil penelitian ini diduga karena adanya perbedaan jenis tanaman dan morfologi daun tanaman tersebut. Menurut Antari dan Sundra (2002) serta Siregar (2005), terdapat perbedaan kandungan Pb pada jenis tanaman yang berbeda.


(50)

Morfologi daun Angsana berbentuk oval, permukaan daun lebar dan licin sedangkan rumput Gajah Mini berbentuk daun jarum, permukaan daun sempit serta kasar. Rachmawati (2005) menyatakan bahwa penyerapan Pb melalui daun terjadi karena partikel Pb di udara jatuh dan mengendap pada permukaan daun. Jumlah dan ukuran stomata pada daun mempengaruhi banyaknya kandungan Pb yang terjerap. Semakin banyak dan besar stomata pada daun, maka makin banyak Pb yang terjerap. Daun jarum mempunyai stomata lebih banyak daripada daun lebar, sehingga tanaman berdaun jarum lebih efektif dalam menjerap Pb di udara dibandingkan tanaman berdaun lebar.

Penjelasan yang sama dikemukakan oleh Wedling dalam Antari dan Sundra (2002), yang menyatakan penyerapan Pb pada daun terjadi karena partikel Pb di udara masuk ke dalam daun melalui proses penyerapan pasif. Masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun sangat dipengaruhi oleh ukuran dan jumlah dari stomata. Semakin besar ukuran dan semakin banyak jumlah stomatanya maka semakin besar pula penyerapan Pb masuk ke dalam daun.

Hasil penelitian Seimbiring & Sulistyawati (2006) menunjukkan Pb rata-rata pada daun S. Marcrophylla lebih kecil dari hasil penelitian ini yaitu sebesar 0.22 – 0.65 ppm (µg/g). Sedangkan penelitian Antari & Sundra (2002) menemukan kandungan Pb pada daun Angsana dan daun Glondongan yang lebih besar dari hasil penelitian ini yaitu 115 – 220 ppm (µg/g). Adapun kandungan Pb rata-rata pada rumput dari hasil penelitian Surtipanti dkk (1983) menunjukkan konsentrasi yang lebih besar dari hasil penelitian ini yaitu 6.5 – 55.9 ppm (µg/g).

Selain jenis tanaman dan morfologi daun yang berbeda, adanya perbedaan lokasi, waktu, cuaca, dan metode penelitian yang digunakan diduga menyebabkan


(51)

adanya perbedaan kandungan Pb pada beberapa tanaman dari berbagai penelitian ini.

4.1.2. Pengaruh Jumlah Kendaraan terhadap Kandungan Pb Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini

Pada penelitian ini konsentrasi Pb di udara tidak diukur. Diasumsikan bahwa tingkat kepadatan lalu lintas (jumlah kendaraan) akan menggambarkan tingkat pencemaran Pb di udara , karena semakin tinggi kepadatan lalu lintas pada suatu daerah maka semakin besar emisi Pb yang dilepaskan ke udara di daerah tersebut. Sumber pencemar utama Pb diudara berasal dari asap yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor, karena Pb ditambahkan pada bensin sebagai anti letup. Jumlah kendaraan yang melintasi sepuluh lokasi penelitian selama pengambilan sampel (sampling) dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2.Jumlah Kendaraan pada Lokasi Penelitian Selama Sampling.

Bulan Maret 2009 Bulan April 2009 No. Lokasi Pengambilan

Sampel

Jumlah Total Jumlah Total

1. Jl.M.Yamin 1296 3914

2. Jl.Kali Pasir 3888 4208

3. Jl.Dr.Sitanala 1735 2868

4. Jl.Printis Kemerdekaan I 2220 2550

5. Jl.Printis Kemerdekaan II 2932 3518

6. Jl.TMP.Taruna 2617 3204

7. Jl.A.Yani 1390 1652

8. Jl.Daan Mogot 3 3962 4620

9. Jl.Veteran 2350 2430


(52)

Pada bulan Maret 2009, kandungan Pb tertinggi dalam daun Angsana terdapat di Jalan Perintis Kemerdekaan II (7.30 μg/g). Tingginya kandungan Pb daun Angsana ini diduga karena lokasi tersebut banyak dilalui kendaraan bermotor, yaitu ± 2932 (Tabel 4.2.). Hal ini sejalan dengan pernyataan Sulasmini dkk. (2005), bahwa sejumlah Pb di dalam dan permukaan daun dipengaruhi oleh banyaknya kendaraan bermotor. Kandungan Pb tertinggi pada rumput Gajah Mini yaitu 12.38 μg/g terdapat di Jalan Ahmad Yani. Tingginya kandungan Pb dalam rumput Gajah Mini diduga karena letaknya yang lebih dekat dengan sumber emisi.

Sedangkan kandungan Pb terendah pada daun Angsana (2.04 μg/g) dan rumput Gajah Mini (2.12μg/g) terdapat di Jalan M.Yamin. Rendahnya kandungan Pb ini diduga karena di lokasi tersebut terdapat pohon peneduh lain selain pohon Angsana sehingga Pb dapat diserap oleh lebih banyak tanaman. Seperti dikemukakan Siregar (2005) bahwa banyaknya tanaman penutup serta jenis tanaman di sekeliling tanaman tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi kandungan Pb pada tanaman.

Pada bulan April 2009, kandungan Pb tertinggi dalam daun Angsana terdapat di Jalan Kali Pasir (7.61 μg/g). Tingginya kandungan Pb tersebut diduga karena lokasi tersebut banyak dilalui kendaraan bermotor yaitu sekitar 4208 . (Tabel 4.2.). Menurut Antari dan Sundra (2002), semakin banyak jumlah kendaraan bermotor yang lewat pada suatu jalan raya maka semakin tinggi pula kandungan polutan Pb yang di emisikan ke lingkungan sekitar.

Adapun kandungan Pb terendah dalam daun Angsana pada bulan April 2009 terdapat di Jalan Daan Mogot 3 yaitu sebesar 1.12 μg/g. Rendahnya


(53)

kandungan Pb ini diduga karena di lokasi tersebut terdapat pohon peneduh yang lain. Kandungan Pb tertinggi pada rumput Gajah Mini yaitu (10.14μg/g) terdapat di Jalan Perintis Kemerdekaan II, dan kandungan Pb terendah pada rumput Gajah Mini yaitu (5.89μg/g) terdapat di Jalan Kali Pasir.

Logam Pb merupakan logam berat yang memiliki sifat larut dalam larutan asam. Air hujan dipengaruhi oleh pencemar atmosfer dan air hujan biasanya bersifat asam. Penambahan keasaman biasanya disebabkan oleh tiga asam mineral yaitu sulfat, nitrat dan hidroklorat. Mengingat air hujan bersifat asam sehingga besar kemungkinan berkurangnya Pb pada daun Angsana dan rumput Gajah Mini disebabkan karena larutnya Pb oleh air hujan tersebut.

Partikel Pb dari emisi kendaraan bermotor mempunyai diameter antara 0.004 – 1.00 μm dengan rata-rata 0.2 μm. Partikel yang besar akan jatuh sedangkan partikel yang lebih kecil akan melayang lebih lama dan akhirnya jatuh kepermukaan daun atau ke tanah. Dengan demikian, tingkat sebaran polutan beragam antar ketinggian dari permukaan tanah sedangkan jumlah dan sebaran daun tanaman beragam antara tajuk dan batang. Untuk mengatasi kondisi tersebut, dapat dilakukan dengan kombinasi jenis tanaman, sehingga polutan yang melayang lebih tinggi dapat dijerap oleh pepohonan, sedangkan yang melayang pada ketinggian yang lebih rendah atau jatuh dijerap oleh tanaman penutup tanah (Widagdo, 2005).

4.1.3. Perbedaan kandungan Pb Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini pada Masing-masing Lokasi Penelitian

Berdasarkan uji ANOVA pada selang kepercayaan 95%, diketahui bahwa terdapat perbedaan nyata kandungan Pb daun Angsana disetiap masing-masing


(54)

lokasi, begitu juga kandungan Pb rumput Gajah Mini. Artinya bahwa secara statistik kandungan Pb yang terserap pada daun Angsana dan rumput Gajah Mini di masing-masing lokasi penelitian memiliki perbedaan. Perbedaan ini diduga karena banyaknya faktor yang mempengaruhi kandungan Pb dalam tanaman seperti jangka waktu tanaman kontak dengan Pb, kandungan Pb dalam tanah, morfologi dan fisiologi tanaman, umur tanaman dan faktor yang mempengaruhi areal seperti banyaknya tanaman penutup serta jenis tanaman di sekeliling tanaman tersebut (Sukarsono, 1998).

Sidik ragam pengaruh lokasi penelitian terhadap kandungan Pb daun Angsana maupun rumput Gajah Mini dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4.

Tabel 4.3. Sidik Ragam Pengaruh Lokasi Penelitian terhadap Kandungan Pb Daun Angsana Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat

Tengah F-hitung Sig.

Perlakuan 1.991 1 1.991 0.590 0.453

Galat 60.777 18 3.377

Total 62.768 19

Tabel 4.4. Sidik Ragam Pengaruh Lokasi Penelitian terhadap Kandungan Pb Rumput Gajah Mini

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat

Tengah F-hitung Sig.

Perlakuan 15.190 1 15.190 2.279 0.453

Galat 119.963 18 6.665


(55)

4.2. Kadar Debu pada Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini

Kadar debu dalam daun Angsana dan rumput Gajah Mini dapat dilihat pada Aabel 4.5.

Tabel 4.5. Kadar Debu dalam Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini

Bulan Maret 2009 Bulan April 2009 No. Lokasi Pengambilan

Sampel AngsanaDaun (gr/cm2)

Rumput Gajah Mini

(gr/cm2)

Daun Angsana (gr/cm2)

Rumput Gajah Mini (gr/cm2)

1. Jl.M.Yamin 4.04 0.23 9x10-4

1.2x10-2

2. Jl.Kali Pasir 3.84 0.18 2.7x10-2

1.8x10-2

3. Jl.Dr.Sitanala 4.95 1.06 3.8x10-3

3.1x10-5 4. Jl.Printis Kemerdekaan I 4.86 0.27 5.4x10-4

6.5x10-3 5. Jl.Printis Kemerdekaan II 3.11 0.66 6.5x10-3

3.1x10-3

6. Jl.TMP.Taruna 5.25 0.85 8.4x10-4

1.0x10-3

7. Jl.A.Yani 3.99 0.98 8.2x10-4

1.5x10-3

8. Jl.Daan Mogot 3 2.63 0.16 2.4x10-3

1.1x10-2

9. Jl.Veteran 3.66 0.16 4.8x10-4

2.1x10-2

10. Jl.Irian Jaya 4.41 0.17 2.5x10-3 4.3x10-3

Berdasarkan Tabel 4.5. terlihat bahwa kadar debu baik pada daun angsana maupun rumput Gajah Mini bervariasi. Kadar debu daun Angsana pada bulan Maret 2009 berkisar antara 2.63 – 5.25 gr/cm3; pada bulan April 2009 antara 0.0009 – 0.027 gr/cm3. Sedangkan kadar debu rumput Gajah Mini berkisar antara 0.16 – 1.06 gr/cm3 pada bulan Maret; 0.000031 – 0.021 gr/cm3 pada bulan April 2009.


(56)

4.2.1. Pengaruh Morfologi Daun terhadap Kadar Debu Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini

Daun pada tumbuhan yang efektif dalam menjerap debu (menempel dipermukaan daun) adalah daun yang memiliki tajuk yang rapat. Menurut Hesaki (2004), tumbukan partikel terhadap daun dapat meningkat seiring dengan kasarnya permukaan daun. Dinyatakan juga bahwa daun-daun kecil umumnya lebih efisien dalam menangkap debu dibandingkan dengan daun yang lebih besar.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pernyataan Hesaki (2004) tersebut. Pada penelitian ini diketahui bahwa kandungan debu dalam daun Angsana baik pada bulan Maret maupun bulan April 2009 lebih tinggi dibandingkan dengan rumput Gajah Mini.

4.2.2. Pengaruh Jumlah Kendaraan terhadap Kadar Debu Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini

Adapun Grafik kandungan debu dan jumlah kendaraan pada daun Angsana dan rumput Gajah Mini untuk bulan Maret dan April 2009, dapat dilihat pada Gambar berikut.


(57)

Gambar 15. Kadar Debu Daun Angsana dan Jumlah Kendaraan pada Bulan Maret 2009.

Gambar 16. Kadar Debu Rumput Gajah Mini dan Jumlah Kendaraan pada Bulan Maret 2009.

Keterangan Lokasi:

A1 = Jl.M.Yamin A6 = Jl.TMP.Taruna

A2 = Jl.Kali Pasir A7 = Jl. A.Yani

A3 = Jl.DR.Sitanala A8 = Jl. Daan Mogot 3 A4 = Jl.Perintis Kemerdekaan I A9 = Jl. Veteran A5 = Jl.Perintis Kemerdekaan II A10 = Jl. Irian Jaya


(58)

Pada Gambar 15. terlihat bahwa kadar debu tertinggi dalam daun Angsana pada bulan Maret 2009 terdapat di Jalan TMP.Taruna yaitu sebesar 5.25 gr/cm3. Sedangkan kadar debu tertinggi dalam rumput Gajah Mini terdapat di Jalan DR.Sitanala yaitu sebesar 1.06 gr/cm3. Tingginya kadar debu ini diduga karena lokasi tersebut lebih banyak dilalui kendaraan bermotor, yaitu ± 2617 dan ± 1735.

Adapun kadar debu yang terendah dalam daun Angsana terdapat di Jalan Daan Mogot 3 (2.63 gr/cm3). Meski jumlah kendaraan di Jalan Daan Mogot 3 lebih banyak dibanding lokasi sampling lain (± 3962), hanya saja pada lokasi tersebut pohon peneduh lebih banyak sehingga kadar debur tersebar ke beberapa pohon lainnya. Kadar debu terendah dalam rumput Gajah Mini terdapat di Jalan Irian Jaya (0.16 gr/cm3). Rendahnya kadar debu di Jalan Irian Jaya diduga karena Jalan Irian Jaya merupakan jalan di lokasi pemukiman dimana jumlah kendaraan bermotor yang lewat lebih sedikit dibanding lokasi lainnya.

Pada Gambar 16. dapat dilihat bahwa kadar debu daun Angsana yang tertinggi pada bulan April 2009 terdapat di Jalan Kali pasir (2.7x10-2gr/cm3) dan terendah terdapat di Jalan Veteran (4.8x10-4 gr/cm3). Kadar debu dalam rumput Gajah Mini yang tertinggi terdapat di Jalan Veteran (2.1x10-2 gr/cm3) dan terendah terdapat di Jalan DR.Sitanala (3.1x10-5gr/cm3).


(59)

4.2.3. Perbedaan Kadar Debu Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini pada Masing-masing Lokasi Penelitian

Berdasarkan uji Anova dengan selang kepercayaan 95%, diketahui adanya perbedaan nyata kadar debu daun Angsana maupun rumput Gajah Mini disetiap lokasi sampling. Hal ini diduga karena faktor cuaca, tempat dan faktor lingkungan yang lain. Sidik ragam pengaruh lokasi penelitian terhadap kadar debu daun Angsana maupun rumput Gajah Mini dapat dilihat pada Tabel 4.7. dan Tabel 4.8.

Tabel 4.6. Sidik Ragam Pengaruh Lokasi Penelitian terhadap Kadar Debu Daun Angsana. Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F-hitung Sig.

Perlakuan 82.900 1 82.900 243.431 0.000

Galat 6.130 18 0.341

Total 89.030 19

Tabel 4.7. Sidik Ragam Pengaruh Lokasi Penelitian terhadap Kadar Debu Rumput Gajah Mini.

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F-hitung Sig.

Perlakuan 1.077 1 1.077 15.474 0.001

Galat 1.253 18 0.070


(60)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Daun Angsana (Pterocarpus indicus)mampu menyerap Pb sebesar 2.04 – 7.30μg/g pada bulan Maret 2009 ; dan 1.12 – 7.61μg/g pada bulan April 2009. Sedangkan akumulasi Pb pada rumput Gajah Mini sebesar 2.12 – 12.38 μg/g pada bulan Maret dan 5.89 – 10.32 μg/g pada bulan April 2009.

2. Akumulasi kadar debu daun Angsana (Pterocarpus indicus) berkisar antara 2.63 – 5.25 gr/cm3 pada bulan Maret 2009 ; dan 0.0009 – 0.027 gr/cm3 pada bulan April 2009. Sedangkan akumulasi kadar debu rumput Gajah Mini sebesar 0.16 – 1.06 gr/cm3 pada bulan Maret; 0.000031 – 0.021 gr/cm3pada bulan April 2009.

3. Kandungan Pb pada daun Angsana dan rumput Gajah Mini hasil penelitian di Kota Tangerang belum melampaui ambang batas toksisitas terhadap tanaman.

4. Rumput Gajah Mini (Axonopus.sp) mampu menyerap Pb lebih banyak dibandingkan daun Angsana (Pterocarpus indicus); daun Angsana (Pterocarpus indicus) mampu menyerap debu lebih banyak dari pada rumput Gajah Mini (Axonopus.sp).


(61)

5. Kandungan Pb dan kadar debu pada daun Angsana serta rumput Gajah Mini di beberapa jalan utama Kota Tangerang memiliki perbedaan yang nyata.

6. Daun Angsana dan rumput Gajah Mini bisa dijadikan sebagai absorbant alami bagi kandungan Pb dan kadar debu.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pencemaran udara di Kota Tanggerang terhadap tanaman jenis lain, sehingga pemerintahan Pusat Kota Tanggerang dapat mengatasi pencemaran udara dengan cara lebih efisien dan biaya yang murah.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Rukaesih. 2004.Kimia Lingkungan. Andi. Yogyakarta

Alfa, Devie Fitriany. 2003. Kemampuan Genjer, Kangkung Air, dan Selada Air Untuk Menurunkan Konsentrasi Logam Timbal (Pb) di dalam Air. Skripsi. Jurusan Kimia, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Antari, A.A Raka Juni dan I. K. Sundra. 2002. Kandungan Pb pada Tanaman Peneduh Jalan Di Kota Denpasar: Jurnal. Universitas Udayana. Denpasar. http://ejournal.unud.ac.id/. 4 January 2010.

Ariestanti, E. 2002.Cemaran Logam Berat Pb Pada Sayuran dan Rambut di Kota Bogor, Cipanas dan Sukabumi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2005. SNI 06-6989-45-2005: Air dan Air

Limbah_Bagian 45: Cara Uji Kadar Timbal (Pb) dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) secara Ekstraksi. Badan standarisasi Nasional. Jakarta.

Fardiaz, S. 1992.Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta.

Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Bumi Aksara. Jakarta.

KLH-JICA. 2005. Optimasi Penggunaan Spektrofotometer Serapan Atom dan Spektrofotometer UV-Vis.ASDEP SARPEDAL. Serpong.

Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB). 1999. Dampak Pemakaian Bensin Bertimbal dan Kesehatan. Jakarta. http://www. kpbb.org /download/ Terbentuk Komite Bensin Bertimbe (KPBB).pdf. 2 februari 2010.

Kristanto, P. 2002.Ekologi Industri. Andi. Yogyakarta.

Mulia, Ricki M. 2005.Kesehatan Lingkungan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999: tentang Pengendarian Pencemaran Udara. http://www.go.id. 2 January 2010. Rachmawati, D. 2005. Peranan Hutan Kota dalam Menjerap dan Menyrap Pb di

Udara Ambien (Studi Kasus).Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(63)

Ronald E, Walpole. 1995.Pengantar Statistika. Edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Santi, Devi Nuraini. 2001. Pencemaran Udara oleh Timbal (Pb) serta Penanggulangannya. Fakultas Kedokteran . Universitas Sumatra Utara. Santosa. R.Gunawan. 2004. Statistik. Andi. Yogyakarta.

Sastrawijaya, T. 1996.Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Surabaya.

Sembiring dan Sulistyawati. 2006. Akumulasi Pb dengan Pengaruhnya pada Kondisi Daun Swietenia Marcophyllya king. Institut Teknologi Bandung. Bandung.http://www.sith.itb.ac.id/profile/databuendah/publication/7.IATP I2006.pdf. 26 Januari 2010.

Siregar, Edi Batara Mulya. 2005. Pencemaran Udara, Respon Tanaman dan Pengaruhnya Pada Manusia. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Soedomo, Moestikahadi. 1999. Pencemaran Udara. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Steenis, Van C.G.J., Den Hoed. D, Bloembergen. S, Eyma P.J. 1992. Flora untuk Sekolah Indonesia. Cetakan Keenam. PT Pradnya Paramita. Jakarta.

Sudjana, M.A. 1992.Metode Statistika.Edisi ke-5. Tarsito. Bandung.

Sudarmaji, Mukono, dan Corie I.P. 2002. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampak Terhadap Kesehatan. http://mukono.blog.unair.ac.id/2009/07/17/ dampak-pencemaran-terhadap-kesehatan-manusia-dan-lingkungan. 1 Januari 2010.

Sukarsono. 1998. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Tumbuhan di Kebun Raya Bogor. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sulasmini, Luh Komang M., M. S. Mahendra, dan Komang Arthawa Lila. 2007.

Peranan Tanaman Penghijauan Angsana, Bungur, dan Kupu-Kupu Sebagai Penyerap Emisi Pb dan Debu Kendaraan Bermotor Di Jalan Cokroaminoto, Melati, dan Cut Nyak Dien Di Kota Denpasar. Jurnal. Pertanian Ecotrophic 2 (1) : 1- 11.

Sunarya, W.L.R. Kusmadji, A. Djalil, E. Nurdin, W. Whardana dan I. M. Idil. 1991. Tumbuhan sebagai Bioindikator Pencemaran Udara oleh Timbal. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perguruan Tinggi. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Depdikbud Jakarta.


(64)

Supriatno, Djufri dan Agus Halim S. 1998. Analisis Kandungan Klorofil, Logam Berat Timbal dan Kerusakan Jaringan Daun Tanaman Penghijauan Jalur Hijau Akibat Emisi Gas Polutan Kendaraan Bermotor dalam Kotamadya Banda Aceh. Laporan Penelitian. Universitas Syiah Kuala: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Surtipanti. S, Suwira. S, Sofyan. Y, Thamzil. L. 1983.Studi Kandungan Pb dalam Rumput di Sepanjang Jalan Jendral Sudirman Jakarta. Makalah BATAN Vol. XVI No.4. BATAN- Serpong. ISSN 0303-2876.

Tugaswati, A. Tri. 2007. Emisi Buang Kendaraan Bermotor dan Dampak TerhadapKesehatan.http://www.kpbb.org/makalah_ind/emisigasbuangber motor&dampaknya terhadap kesehatan.pdf. 4 Januari 2010.

Usman, Husaini dan Purnomo S.A. 2008. Pengantar Statistika.Edisi ke-2. Bumi Aksara. Jakarta

Wardhana, Wisnu A. 1995.Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi. Yogyakarta. Widagdo, Setyo. 2005. Tanaman Elemen Lanskap Sebagai Biofilter untuk

Mereduksi Polusi Pb (Pb) di Udara. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Widowati, W., A. Sastiono, R. Jusuf R . 2008. Efek Toksik Logam. Andi. Yogyakarta.

Wijayanti, R. 2006. Hubungan Tingkat Penurunan Partikulat dengan Kerapatan Pohon dan Luas Bidang Dasar (LBDS) Tegakan (Studi Kasus Tol Jagorawi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yulizal. 1995. Anatomi Daun dan Jumlah Stomata dari Beberapa Jenis Anakan Tanaman Peneduh di Balitro dan Jalan Tol Jagorawi. Skiripsi. Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(65)

Lampiran 1. Perhitungan Kadar Pb dalam Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini

Keterangan: Cy’ = kandungan Pb pada daun (μg/g)

Cy = konsentrasi Pb terukur pada AAS (mg/L) V = volume pengenceran (L)

W = berat kering daun (g). 1000 = konversi mg keμg

Cy’ = 0,213 mg/L X = 0.00204 mg/g X 1000 = 2.04μg/g (pada daun) Cy’ = 0,089 mg/L X = 0.00212 mg/g X 1000 = 2.12μg/g (pada rumput)


(66)

Lampiran 2. Perhitungan Luas Daun dan Kadar Debu pada Daun Angsana dan Rumput Gajah Mini.

Perhitungan Luas daun pada daun Angsana dan rumput Gajah Mini

Keterangan: A = Luas daun (cm2)

Wt = Berat kertas dari masing-masing sampel daun (g) Wi = Berat kertas yang dijadikan standar (g).

A = X 1 cm2= 66,22 g/cm2( pada daun Angsana)

A = X 1 cm2= 6,650 g/cm2(pada rumput Gajah Mini)

Luas Daun bulan Maret 2009 Luas Daun bulan April 2009 Lokasi Daun Angsana

(g/cm2)

Rumput Gajah Mini (g/cm2)

Daun Angsana (g/cm2)

Rumput Gajah Mini (g/cm2)

A1. 66.22 6.65 52.17 4.85

A2. 61.85 5.18 51.53 4.80

A3. 46.24 3.20 54.32 4.95

A4. 36.67 3.38 35.21 5.91

A5. 36.63 5.96 39.85 3.18

A6. 46.22 4.73 37.51 2.35

A7. 36.29 3.61 44.74 4.14

A8. 47.17 4.50 36.64 3.31

A9. 62.27 4.21 45.75 4.01

A10. 67.27 6.0 56.49 5.05

Keterangan Lokasi:

A1 = Jl.M.Yamin A6 = Jl.TMP.Taruna

A2 = Jl.Kali Pasir A7 = Jl. A.Yani

A3 = Jl.DR.Sitanala A8 = Jl. Daan Mogot 3 A4 = Jl.Perintis Kemerdekaan I A9 = Jl. Veteran A5 = Jl.Perintis Kemerdekaan II A10 = Jl. Irian Jaya


(67)

Contoh perhitungan Kadar Debu pada daun Angsana dan rumput Gajah

W=

)

Keterangan : W = Berat Debu (gr/cm3) Wa = Berat Awal (gr) Wak = Berat Akhir (gr) A= Luas daun/rumput (g/cm2)

W = ( ) = 4,042 g/cm2(pada daun Angsana)


(68)

Lampiran 3. Uji ANOVA pada Daun Angsana

1. Hipotesa

Ho:μ1=µ2=µ3=µ4=µ5=µ6=µ7=µ8=µ9=μ10

Ha : paling sedikit 2 rata-rata kandungan Pb dari 10 lokasi pengambilan

tersebut berbeda

2. Tingkat signifikasiα= 0.01 ; n1= 10-1=9 dan n2= 20-9=11

F (0.01 ; 9,11) = 4.632 didapat dari tabel Distribusi F 3. Daerah Penolakan, bila Fh> 4.632

4. Kesimpulan

Ho ditolak artinya masing-masing lokasi memilki kandungan Pb pada daun Angsana yang berbeda di setiap lokasi sampling.

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

F-hitung Sig.

Perlakuan 1.991 1 1.991 0.453

Galat 60.777 18 3.377

0.590


(69)

Lampiran 4. Uji ANOVA pada Rumput Gajah Mini

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

F-hitung Sig.

Perlakuan 15.190 1 15.190 2.279 0.148

Galat 119.963 18 6.665

Total 135.153 19

1. Hipotesa

Ho:μ1=µ2=µ3=µ4=µ5=µ6=µ7=µ8=µ9=μ10

Ha : paling sedikit 2 rata-rata kandungan Pb dari 10 lokasi pengambilan

tersebut berbeda

2. Tingkat signifikasiα= 0.01 ; n1= 10-1=9 dan n2= 20-9=11

F (0.01 ; 9,11) = 4.632 didapat dari tabel Distribusi F 3. Daerah Penolakan, bila Fh> 4.632

4. Kesimpulan

Ho ditolak artinya masing-masing lokasi memilki kandungan Pb pada rumput Gajah Mini yang berbeda.


(70)

Lampiran 5. Uji ANOVA pada Kadar Debu Daun Angsana

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

F-hitung Sig.

Perlakuan 82.900 1 82.900 243.431 0.000

Galat 6.130 18 0.341

Total 89.030 19

1. Hipotesa

H0:μ1=μ2=μ3=μ4=μ5=μ6=μ9=μ10

Ha: paling sediit 2 rata-rata kandungan Pb dari 10 lokasi pengambilan

tersebut berbeda.

2. Tingkat Signifikasiα=0.01 ; n1= 10-1=9 dan n2=20-9=11

F(0.01;9,11)= 4.632 didapat dari tabel Distribusi F 3. Daerah Penolakan, bila Fh>4.632

4. Kesimpulan

H0 ditolak artinya masing-masing lokasi memiliki kadar debu pada


(71)

Lampiran 6. Uji ANOVA pada Kadar Debu Rumput Gajah Mini

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

F-hitung Sig.

Perlakuan 1.077 1 1.077 15.474 0.001

Galat 1.253 18 0.070

Total 2.330 19

1. Hipotesa

H0:μ1=μ2=μ3=μ4=μ5=μ6=μ7=μ8=μ9=μ10

Ha: paling sedikit 2 rata-rata kadar debu dari 10 lokasi pengambilan tersebut berbeda

2. Tingkat Signifikasiα=0.01 ; n1= 10-1=9, n2= 20-9=11

F (0.01 ; 9,11) = 4.632 didapat dari tabel Distribusi F 3. Daerah Penolakan, bila Fh> 4.632

4. Kesimpulan

Ho ditolak artinya masing-masing lokasi memiliki kadar debu pada rumput Gajah Mini yang berbeda.


(72)

Lampiran 7. Contoh Pengulangan pada Daun Angsana bulan Maret 2009

1. Hipotesa

Ho:μ1=µ2=µ3=µ4=µ5=µ6=µ7=µ8=µ9=μ10

Ha : paling sedikit 2 rata-rata kandungan Pb dari 10 lokasi pengambilan

tersebut berbeda

2. Tingkat signifikasiα= 0.01 ; n1= 9-1=8 dan n2= 18-8=10

F (0.01 ; 8,10) = didapat dari tabel Distribusi F 4. Daerah Penolakan, bila Fh>

5. Kesimpulan

Ho di terima artinya pada pengulangan di setiap lokasi memilki kandungan Pb pada daun Angsana yang tidak berbeda.

Sumber Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

Fh Sig.

Perlakuan 0.009 1 0.009 0.945

Galat 29.491 16 1.843

0.005


(73)

Lampiran 8. Kurva Kalibrasi Pb

Konsentrasi (mg/L)

Absorbansi (A)

0.0016 0.5

0.0073 1.5


(74)

Lampiran 9. Jumlah Kendaraan bulan Maret dan April 2009

Keterangan Lokasi:

A1 = Jl.M.Yamin A6 = Jl.TMP.Taruna

A2 = Jl.Kali Pasir A7 = Jl. A.Yani

A3 = Jl.DR.Sitanala A8 = Jl. Daan Mogot 3 A4 = Jl.Perintis Kemerdekaan I A9 = Jl. Veteran A5 = Jl.Perintis Kemerdekaan II A10 = Jl. Irian Jaya


(75)

Lampiran 10. Lokasi Penelitian

Keterangan:

A1 = Jl.M.Yamin A6 = Jl.TMP. Taruna Skala 1:12.500 A2 = Jl.Kali Pasir A7 = Jl. A.Yani Sumber:Peta/Map A3 = Jl.DR.Sitanala A8 = Jl. Daan Mogot 3 Jakarta A4 = Jl.Perintis Kemerdekaan I A9 = Jl. Veteran 2005 A5 = Jl.Perintis Kemerdekaan II A10 = Jl. Irian Jaya


(1)

57 Lampiran 5. Uji ANOVA pada Kadar Debu Daun Angsana

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

F-hitung Sig.

Perlakuan 82.900 1 82.900 243.431 0.000

Galat 6.130 18 0.341

Total 89.030 19

1. Hipotesa

H0:μ1=μ2=μ3=μ4=μ5=μ6=μ9=μ10

Ha: paling sediit 2 rata-rata kandungan Pb dari 10 lokasi pengambilan

tersebut berbeda.

2. Tingkat Signifikasiα=0.01 ; n1= 10-1=9 dan n2=20-9=11

F(0.01;9,11)= 4.632 didapat dari tabel Distribusi F 3. Daerah Penolakan, bila Fh>4.632

4. Kesimpulan

H0 ditolak artinya masing-masing lokasi memiliki kadar debu pada


(2)

58 Lampiran 6. Uji ANOVA pada Kadar Debu Rumput Gajah Mini

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

F-hitung Sig.

Perlakuan 1.077 1 1.077 15.474 0.001

Galat 1.253 18 0.070

Total 2.330 19

1. Hipotesa

H0:μ1=μ2=μ3=μ4=μ5=μ6=μ7=μ8=μ9=μ10

Ha: paling sedikit 2 rata-rata kadar debu dari 10 lokasi pengambilan tersebut berbeda

2. Tingkat Signifikasiα=0.01 ; n1= 10-1=9, n2= 20-9=11

F (0.01 ; 9,11) = 4.632 didapat dari tabel Distribusi F 3. Daerah Penolakan, bila Fh> 4.632

4. Kesimpulan

Ho ditolak artinya masing-masing lokasi memiliki kadar debu pada rumput Gajah Mini yang berbeda.


(3)

59 Lampiran 7. Contoh Pengulangan pada Daun Angsana bulan Maret 2009

1. Hipotesa

Ho:μ1=µ2=µ3=µ4=µ5=µ6=µ7=µ8=µ9=μ10

Ha : paling sedikit 2 rata-rata kandungan Pb dari 10 lokasi pengambilan

tersebut berbeda

2. Tingkat signifikasiα= 0.01 ; n1= 9-1=8 dan n2= 18-8=10

F (0.01 ; 8,10) = didapat dari tabel Distribusi F 4. Daerah Penolakan, bila Fh>

5. Kesimpulan

Ho di terima artinya pada pengulangan di setiap lokasi memilki kandungan Pb pada daun Angsana yang tidak berbeda.

Sumber Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

Fh Sig.

Perlakuan 0.009 1 0.009 0.945

Galat 29.491 16 1.843

0.005


(4)

60 Lampiran 8. Kurva Kalibrasi Pb

Konsentrasi (mg/L)

Absorbansi (A)

0.0016 0.5

0.0073 1.5


(5)

61 Lampiran 9. Jumlah Kendaraan bulan Maret dan April 2009

Keterangan Lokasi:

A1 = Jl.M.Yamin A6 = Jl.TMP.Taruna

A2 = Jl.Kali Pasir A7 = Jl. A.Yani

A3 = Jl.DR.Sitanala A8 = Jl. Daan Mogot 3 A4 = Jl.Perintis Kemerdekaan I A9 = Jl. Veteran A5 = Jl.Perintis Kemerdekaan II A10 = Jl. Irian Jaya


(6)

62 Lampiran 10. Lokasi Penelitian

Keterangan:

A1 = Jl.M.Yamin A6 = Jl.TMP. Taruna Skala 1:12.500 A2 = Jl.Kali Pasir A7 = Jl. A.Yani Sumber:Peta/Map A3 = Jl.DR.Sitanala A8 = Jl. Daan Mogot 3 Jakarta A4 = Jl.Perintis Kemerdekaan I A9 = Jl. Veteran 2005 A5 = Jl.Perintis Kemerdekaan II A10 = Jl. Irian Jaya