PERILAKU TOKOH POLITIK DALAM KUMPULAN CERPEN PELAJARAN PERTAMA BAGI CALON POLITISI KARYA KUNTOWIJOYO MELALUI KAJIAN MIMETIK DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER DI SMA

ABSTRAK

PERILAKU TOKOH POLITIK DALAM KUMPULAN CERPEN
PELAJARAN PERTAMA BAGI CALON POLITISI KARYA KUNTOWIJOYO
MELALUI KAJIAN MIMETIK DAN IMPLIKASINYA
DALAM PENDIDIKAN KARAKTER DI SMA

Oleh
Eka Siwi Purwati

Dalam perspektif mimetik, hubungan antara sastra dan politik tidak dapat
dihindarkan. Oleh karena itu, karya sastra dapat merefleksikan perilaku orang-orang
yang berkecimpung dalam dunia politik, yaitu politisi.
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana perilaku tokoh
dalam kumpulan cerpen Kuntowijoyo yang berjudul Pelajaran Pertama bagi Calon
Politisi? dan (2) bagaimana implikasi perilaku tokoh tersebut dalam pendidikan karakter
di SMA?.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana perilaku tokoh politik
dalam kumpulan cerpen Kuntowijoyo yang berjudul Pelajaran Pertama bagi Politisi
dan mendeskripsikan bagaimana implikasi tokoh kumpulan cerpen Kuntowijoyo yang
berjudul Pelajaran Pertama bagi Politisi dalam pendidikan karakter di SMA?

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Sumber
data dalam penelitian ini adalah perilaku volitional dan mandatory yang terdapat dalam
kumpulan cerpen Kuntowijoyo yang berjudul Pelajaran Pertama bagi Politisi. Sumber
data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka. Data dianalisis melalui 3 tahapan, yaitu
(1) data reduction, (2) data display, dan (3) verification.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku tokoh dalam kumpulan cerpen
Kuntowijoyo yang berjudul Pelajaran Pertama bagi Politisi terdiri atas perilaku
volitional dan perilaku mandatory. Perilaku volitional terdiri atas (1) menuduh orang
lain, (2) mudah mengeluh, (3) mencintai lebih baik daripada membenci, (4) terbuka, (5)
lobi politik, (6) mengandalkan nama keluarga, (7) tebar pesona, (8) jujur, dan (9) taat
beribadah. Perilaku mandatory meliputi (1) memutuskan sesuatu melalui rapat, (2)
menegakkan hukum, (3) menginterogasi, dan (4) bekerja sama dengan pihak terkait.
Perilaku volitional dan mandatory yang terdapat kumpulan cerpen Kuntowijoyo yang
berjudul Pelajaran Pertama bagi Politisi dapat dijadikan sebagai bahan kepada siswa
SMA melalui pembelajaran sastra.
Kata kunci: perilaku, tokoh politik, cerpen, mimetik, pragmatik, pendidikan,
karakter

ABSTRACT


THE BEHAVIOUR OF POLITICIANS IN SHORT STORY COLLECTION
FIRST LESSON FOR POLITICIAN CANDIDATE WRITTEN BY
KUNTOWIJOYO THROUGH THE STUDY OF MIMICRY
AND THE IMPLICATION IN CHARACTER EDUCATION
AT SENIOR HIGH SCHOOL
by
Eka Siwi Purwati

In the mimecry perspective, the connection between literature and politics
can not be avoided. Therefore, the literature work can reflect the people who are
active in the world of politics, that is politician.
The problems that are discussed in this reseach are (1) how the behaviour
of politicians in short story collection written by Kuntowijoyo with title First
Lesson for Politician is? and (2) how the implication of the politician behaviour
in character education at senior high school is?
The research aims to describe to how (1) how the behaviour of politicians
in short story collection written by Kuntowijoyo with a title First Lesson for
Politician is? and (2) how the implication of the politician behaviour in character
education at senior high school is?
The research uses qualitative descriptive method. Data source in the

research is volitional and mandatory behaviour found in short story collection
Kuntowijoyo with title First Lesson for Politician. The data source is gatherred
with the technique of book study. The data is analyzed through 3 stages, that is (1)
data reduction, (2) data display, and (3) verification.
The results showed that the short story collection the first lesson for
politican candidate consists of the volitional behaviour such as blaming at the
others, complaining, prefering loving to hating, open minded, politics lobby,
relying on family, spreading enchantment, honest, obedient to worship and
mandatory behaviour such as deciding something with meeting, performing law,
interviewing, cooperating with concerned apparatus. The volitional and
mandatory behaviour can be applied as the subject in the literature teaching and
leraning.
Keyword: behaviour, politicians, short story, mimicry, education, character

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 7 Juni 1956, anak pertama
dari pasangan Drs. Rusdi dan Sujinah.
Pendidikan SD Muhammadiyah III Yogyakarta, diselesaikan pada tahun
1969, Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP) III Tegalrejo Filial SMPN III

Yogyakarta,

tahun

1972,

Sekolah

Menengah

Tingkat

Atas

(SMA)

Muhammadiyah I Yogyakarta, tahun 1975, dan S1 Bahasa dan Sastra Indonesia
IKIP Yogyakarta, tahun 1982.
Saat ini penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Magister Bahasa
dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, FKIP Unila.


PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini kepada
1. kedua orang tua, suami, dan anak-anakku yang selalu mendoakan untuk
keberhasilanku;
2. adik-adik dan sahabat-sahabatku yang telah memberikan motivasi sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

MOTO

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari
kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan
kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan
kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami;
ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah
kami terhadap kaum yang kafir." (Al Baqarah: 286)


SANWACANA

Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah swt karena berkat rahmat
dan ridho-Nya jualah tesis ini dapat penulis selesaikan.
Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan
sekaligus mencapai gelar magister pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
1. Dr. Karomani, M.Si., selaku pembimbing pertama yang telah banyak
memotivasi, membantu, dan mengarahkan penulis dalam melaksanakan
penelitian dari awal sampai selesai;
2. Dr. Muhammad Fuad. M.Hum., selaku pembimbing kedua yang telah banyak
memotivasi, membantu, dan mengarahkan penulis dalam melaksanakan
penelitian dari awal sampai selesai;
3. Dr. Edi Suyanto, M.Pd., selaku pembahas yang telah banyak memotivasi,
membantu, dan mengarahkan penulis dalam melaksanakan penelitian dari
awal sampai selesai;
4. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Magister
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Unila;
5. Prof. Dr. Sudjarwo, M.Si., selaku Direktur Program Magister Unila;

6. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan;
7. semua dosen Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unila.

Semoga Allah swt membalas kebaikan mereka dan semoga penelitian ini
bermanfaat.

Bandar Lampung,
Penulis

Eka Siwi Purwati
NPM 1223041007

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK .......................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ v
MOTO ................................................................................................................. vi
SANWACANA ................................................................................................... vii
SURAT PERNYATAAN ................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6
1.4 Manfaat Penelitian . ........................................................................................ 6
1.4.1 Manfaat Teoretis ................................................................................... 6
1.4.2 Manfaat Praktis ..................................................................................... 6
1.5 Ruang Lingkup Masalah ................................................................................. 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................. 8
2.1 Pengertian, Jenis, Proses, dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku . 8

2.1.1 Pengertian Perilaku .............................................................................. 8
2.1.2 Jenis Perilaku ....................................................................................... 9
2.1.1.1 Perilaku Volitional ................................................................. 9
2.1.1.2 Perilaku Mandatory ............................................................... 10
2.1.3 Proses yang Terlibat dalam Perilaku ....................................................10
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku ....................................... 11
2.1.4.1 Faktor Perasaan ...................................................................... 11
2.1.4.2 Faktor Sosial .......................................................................... 12
2.1.4.3 Faktor Kebiasaan ................................................................... 12
2.2 Penokohan dalam Sastra ................................................................................. 12
2.2.1 Motode Langsung (Telling) ................................................................. 14
2.2.1.1 Karekterisasi Menggunakan Nama Tokoh ............................ 15
2.2.1.2 Karekterisasi Melalui Penampilan Tokoh ............................. 16
2.2.1.3 Karekterisasi Melalui Tuturan Pengarang ............................. 16

2.2.2 Metode Tidak Langsung (Showing) .................................................... 17
2.2.2.1 Karekterisasi Melalui Dialog ................................................. 18
2.2.2.2 Lokasi dan Situasi Percakapan .............................................. 20
2.2.2.3 Jatidiri Tokoh yang Dituju oleh Penutur ................................ 22
2.2.2.4 Kualitas Mental Para Tokoh .................................................. 23

2.2.2.5 Nada Suara, Tekanan, Dialek, dan Kosa Kata ...................... 24
2.2.2.6 Karakterisasi Melalui Tindakan Para Tokoh ......................... 26
1. Melalui Tingkah Laku ..................................................... 26
2. Ekspresi Wajah ................................................................ 27
3. Motivasi yang Melandasi ................................................ 27
2.3 Kepribadian Tokoh Politik ............................................................................. 28
2.4 Pengertian Cerpen dan Cerpen Politik ........................................................... 29
2.4.1 Pengertian Cerpen ................................................................................ 30
2.4.2 Cerpen Politik ...................................................................................... 30
2.5 Pendekatan Mimetik ...................................................................................... 31
2.6 Pendidikan Karakter ...................................................................................... 33
2.6.1 Pengertian Karakter ............................................................................. 33
2.6.2 Komponen Karakter yang Baik ............................................................ 34
2.6.3 Pengertian Pendidikan Karakter .......................................................... 38
2.6.4 Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter ................................................... 39
2.6.5 Penyelenggaraan Pendidikan Karakter ................................................ 40
2.6.6 Cara Pengajaran dalam Pendidikan Karakter ..................................... 44
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 46
3.1 Desain Penelitian . ........................................................................................... 46
3.2 Sumber Data ................................................................................................... 47

3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 47
3.4 Teknik Analisis Data ....................................................................................... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 50
4.1 Hasil ............................................................................................................... 50
4.1.1 Tokoh-Tokoh Utama dalam Kumpulan Cerpen Kuntowijoyo
yang Berjudul Pelajaran Pertama bagi Politisi .................................. 50
4.1.2 Perilaku Volitional dan Mandatory dalam Kumpulan Cerpen
Kuntowijoyo yang Berjudul Pelajaran Pertama bagi Politisi ............ 51
4.2 Pembahasan .................................................................................................... 51
4.2.1 Pengertian Tokoh Utama ..................................................................... 51
4.2.2 Metode Penokohan Tokoh Utama ....................................................... 52
4.2.3 Deskrpsi Tokoh-Tokoh Utama dalam Kumpulan Cerpen
Kuntowijoyo yang Berjudul Pelajaran Pertama bagi Politisi ............ 54
4.2.1.1 Tokoh Lurah dalam Cerpen Lurah .......................................... 54
4.2.1.2 Tokoh Sangadi dalam Cerpen Jangan Dikubur sebagai
Pahlawan ................................................................................. 56
4.2.1.3 Tokoh Saya dalam Cerpen Tawanan ........................................ 58
4.2.1.4 Tokoh Sutarjo dalam Cerpen Pelajaran Pertama Calon
Politisi ...................................................................................... 59

4.2.4 Perilaku Volitional dan Perilaku Mandatory dalam Kumpulan
Cerpen Kuntowijoyo yang Berjudul Pelajaran Pertama
bagi Calon Politisi ............................................................................... 61
4.2.2.1 Perilaku Volitional ................................................................. 61
4.2.2.2 Perilaku Mandatory ............................................................... 80
4.2.5 Impilikasi Perilaku Tokoh dalam Kumpulan Cerpen
Kuntowijoyo yang Berjudul Pelajaran Pertama bagi Calon Politisi
dalam Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Atas ....................... 89
4.2.6 Nilai-Nilai dalam Kumpulan Cerpen Karya yang Berjudul
Pelajaran Pertama bagi Calon Politisi yang Dapat Dijadikan Bahan
Pendidikan Karakter ........................................................................... 90
4.2.7 Perilaku Guru dalam Mengajar Sastra dengan Mengimplikasikan
Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Kumpulan Cerpen Karya
Kuntowijoyo yang Berjudul Pelajaran Pertama bagi Politisi ............. 94
4.2.8 Kelayakan Kumpulan Cerpen Pelajaran Pertama bagi Calon
Politisi Karya Kuntowijoyo sebagai Bahan Pengajaran Sastra
menurut Guru Bahasa Indonesia di Bandar Lampung ......................... 96
4.2.9 Konsep Pembelajaran Sastra Berbasis Pendidikan Karakter dengan
Menggunakan Kumpulan Cerpen Karya Kuntowijoyo yang Berjudul
Pelajaran Pertama bagi Calon Politisi ................................................ 100
4.2.9.1 Skenario Pembelajaran .......................................................... 100
4.2.9.2 RPP ........................................................................................ 101
BAB V SIMPULAN DAN SARAN . .................................................................. 107
5.1 Simpulan .................................................................................................. 107
5.2 Saran ......................................................................................................... 108
DATA PUSTAKA .............................................................................................. 109
LAMPIRAN ........................................................................................................ 111

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Instrumen Analisis Perilaku Volitional dalam Kumpulan Cerpen
Karya Kuntowijoyo ............................................................................... .... 111

2. Instrumen Anlisis Perilaku Mandatory dalam Kumpulan Cerpen
Karya Kuntowijoyo .............................................................................. ..... 137

3. Kompetensi Inti dan Kompetemsi Dasar Bahasa Indonesia Sekolah
Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)/Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Kurikulum 2013 ....................................................... ..... 146

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Minat Perilaku Mempengaruhi Perilaku .................................................. 9

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Nenden Lilis Aisiyah (cerpenis dan pengajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia) menyatakan dalam Artikel
Sastra Pikiran Rakyat bahwa berbicara mengenai sastra dan politik selalu tidak
lepas dari kaitan antara karya sastra, sastrawan, masyarakat, dan negara
(pemerintah) beserta kebijakan-kebijakan dan ideologi yang dianutnya. Hubungan
antara keempat unsur itu sudah diperdebatkan dan diperbincangkan sejak lama
(sejak zaman Plato) dan kerap menimbulkan peristiwa-peristiwa tidak
mengenakkan bagi sastrawan, misalnya pengusiran atau penjegalan sastrawan dan
karyanya dari negara atau masyarakat karena karyanya dianggap membahayakan
nilai-nilai atau ideologi (kebijakan) pemerintah dan masyarakatnya. Di Indonesia
sendiri, beberapa sastrawan mengalami tindakan yang tidak mengenakkan, yaitu
Pramoedya Ananta Toer, Rendra, Mochtar Lubis, Emha Ainun Nadjib, dan lainlainnya.

Sebuah cipta sastra mengungkapkan tentang masalah-masalah manusia dan
kemanusiaan serta hidup dan kehidupan (Esten, 2013: 2). Sastra melukiskan
penderitaan-penderitaan manusia, perjuangannya, kasih sayang dan kebencian,
nafsu dan segala yang dialami manusia. Dengan cipta sastra, pengarang hendak

2

menampilkan nilai-nilai yang lebih tinggi dan lebih agung serta hendak
menafsirkan tentang makna hidup dan hakikat hidup.

Tokoh politik atau politisi biasanya mewakili suatu partai. Kini tokoh politik
yang menduduki jabatan kenegaraan maupun tidak termasuk figur yang selalu
menjadi bahan perbincangan sebagai salah satu selebritis di tanah air, baik dalam
percakapan sehari-hari, maupun dalam liputan media massa cetak dan elektronik.
Apalagi kalau perilaku tokoh politik tersebut bermasalah dengan keuangan negara
atau korupsi seperti yang melanda tokoh politik dari partai nasionalis maupun
partai bernuansa Islam. Bahkan, A. Yusrianto Elga pada tahun 2013 menegaskan
masalah korupsi ini dalam bukunya yang berjudul Apa pun Partainya, Korupsi
Hobinya.

Perilaku tokoh-tokoh politik perlu diketahui oleh masyarakat Indonesia.
Pengetahuan ini dapat juga dijadikan landasan bagi masyarakat untuk memahami
tokoh-tokoh politik yang sedang berkuasa atau para tokoh politik yang akan
mengadu nasib dalam pilkada (pemilihan kepala daerah) ataupun pilpres
(pemilihan presiden) agar masyarakat dapat memilih calon pemimpin yang baik.
Jika calon pemimpin yang dipilih baik, negara Indonesia juga akan baik.

Banyak cara yang dapat dilakukan masyarakat untuk memahami perilaku tokohtokoh politik. Masyarakat tidak hanya dapat memahami media cetak maupun
media elektronik dalam bentuk berita-berita tulisan di majalah atau koran atau
berita-berita di televisi, tetapi juga cerita-cerita yang tertuang dalam karya sastra
yang telah ditulis oleh pengarang sastra. Berita di media cetak ataupun media

3

elektronik tidak selalu murni isinya karena terkadang diselipi kepentingan
golongan atau partai tertentu. Namun, isi karya sastra merupakan isi hati ataupun
pikiran pengarangnya sehingga kecil kemungkinan adanya intrik-intrik pribadi
atau golongan yang terselubung di dalamnya.

Banyak kajian sastra telah menjadikan masalah politik sebagai bahan kajiannya.
Salah satunya adalah kajian sastra yang ditulis Ika Yulia Afrianti (yang bahan
kajiannya diambil dari novel yang berjudul Kepundan karya Syafiril Erman).
Kajian sastra ini membahas masalah sosial politik yang temanya

keinginan

berkuasa dapat menyebabkan seseorang bertindak sewenang-wenang, otoriter,
menyebarkan fitnah yang dapat merugikan orang lain sehingga diperlukan
perjuangan untuk melawannya. Tokoh utama Kepundan adalah lelaki muda yang
berwatak berani, kritis, idealis, dan individualis. Latar Kepundan meliputi latar
waktu pada era reformasi; latar tempat terjadi di sekolah, penjara, tangsi militer,
dan permukiman transmigran; dan latar sosial yakni masyarakat perkotaan dan
masyarakat pedesaan. Konflik Kepundan dibangun dari pertentangan antartokoh,
pertentangan tokoh dengan kata hatinya, dan pertentangan ide dengan ide lainnya.

Dalam penelitian ini, penulis mencoba memaparkan sedikit berbeda

dengan

peneliti sebelumnya walaupun aspek kajiannya sama, yaitu politik. Penulis lebih
menekankan bagaimana perilaku tokoh politik dalam kumpulan cerpen karya
Kuntowijoyo yang berjudul Pelajaran Pertama bagi Calon Politisi dan
bagaimana menggambarkan perilaku-perilaku tersebut.

4

Selain alasan yang dikemukakan di atas sebagai dasar penulisan judul tesis,
penulis perlu juga menyampaikan alasan-alasan penegasan sebagai berikut:
1. Alasan praktis sebagai patokan pemilihan cerpen karena cerpen merupakan
bentuk prosa yang pendek sehingga kita tidak membutuhkan waktu yang
lama untuk membaca dan memahaminya. Siswa pun sebagai salah satu
pembaca cerpen dapat dengan mudah membaca dan memahaminya. Meskipun
tergolong sebagai cerita yang pendek, cerpen sebagai salah satu karya sastra
tentu saja memiliki nilai manfaat maupun hiburan. Nilai manfaat yang dapat
diambil adalah nilai yang bersumber dari perilaku tokohnya.
2. Sastrawan sabagai salah satu warga masyarakat yang menyaksikan
perkembangan masyarakat dalam masalah ekonomi, sosial, budaya, ataupun
politik tentu saja memiliki pandangan atau pendapat yang ia tuangkan dalam
bentuk karya sastra sebagai tiruan yang mewakili realita yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat.
3. Karya sastra yang memiliki nilai manfaat bagi pembacanya dapat
diimplikasikan oleh siapa saja, termasuk oleh.guru. Nilai manfaat ini dapat
direalisasikan dalam pembentukan karakter siswa melalui pendidikan karakter.
4. Kumpulan cerpen Pelajaran Pertama bagi Calon Politisi karya Kuntowijoyo
merupakan kumpulan cerpen yang secara rinci dan tegas mengangkat
permasalahan kehidupan manusia dari aspek sosial dan politik. Isinya bersifat
faktual empiris imajinatif, yaitu isinya berupa fakta-fakta yang berdasarkan
pengalaman-pengalaman hidup sang pengarang yang dikemas dengan

5

tambahan imajinasi dalam bentuk penyusunan bahasanya. Kemasan bahasanya
memudahkan siapa saja yang membaca dan mengkajinya.

Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis merasa perlu meneliti perilaku tokoh cerpen
dengan kajian mimetik dan pragmatik serta

implikasinya dalam pendidikan

karakter di SMA. Dengan demikian, judul penelitian ini adalah “Perilaku Tokoh
Politik dalam kumpulan cerpen yang berjudul Pelajaran Pertama bagi Calon
Politisi karya Kuntowijoyo melalui Kajian Mimetik dan Implikasinya dalam
Pendidikan Karakter di SMA”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut.
1. Bagaimana perilaku tokoh dalam kumpulan cerpen Kuntowijoyo yang
berjudul Pelajaran Pertama bagi Calon Politisi ditinjau dari kajian mimetik?
2. Bagaimana implikasi perilaku tokoh dalam kumpulan cerpen Kuntowijoyo
yang berjudul Pelajaran Pertama bagi Calon Politisi dalam pendidikan
karakter di SMA?

6

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan bagaimana perilaku tokoh politik dalam kumpulan cerpen
Kuntowijoyo yang berjudul Pelajaran Pertama bagi Calon Politisi ditinjau
dari kajian mimetik.
2. Mendeskripsikan bagaimana implikasi tokoh kumpulan cerpen Kuntowijoyo
yang berjudul Pelajaran Pertama bagi Calon Politisi dalam pendidikan
karakter di SMA?

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis maupun praktis.

1.4.1

Manfaat Teoretis

Manfaat dari segi teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
analisis perilaku dalam cerpen yang dikaji dari sudut struktur sastra.

1.4.2

Manfaat Praktis

Manfaat dari segi praktis, hasil penelitian ini dapat diimplikasikan oleh guru
bahasa dan sastra Indonesia dalam mewujudkan pendidikan karakter di SMA.

7

1.5 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Perilaku tokoh dalam kumpulan cerpen Kuntowijoyo yang berjudul Pelajaran
Pertama bagi Calon Politisi.
2. Implikasi perilaku tokoh kumpulan cerpen Kuntowijoyo yang berjudul
Pelajaran Pertama bagi Calon Politisi dalam pendidikan karakter di SMA.

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian, Jenis, Proses, dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perilaku

Secara psikologis setiap orang memiliki perilaku yang berbeda-beda dengan orang
lainnya. Perilaku yang dimiliki seseorang ini dapat dikatakan sebagai ciri khas
atau jati diri sehingga seseorang dapat dikenali tidak hanya melalui fisik, tetapi
juga perilakunya. Bahkan, baik buruknya citra seseorang pun dapat dinilai dari
baik buruknya perilakunya sehari-hari.

Perilaku yang dimiliki seseorang tentu saja tidak muncul begitu saja, tetapi
melalui proses yang berbeda-beda pada setiap diri seseorang. Perbedaan proses
pembentukan perilaku ini juga memunculkan adanya perbedaan jenis perilaku
yang dimiliki seseorang. Bahkan, anggota dalam satu keluarga memiliki perilaku
yang berbeda-beda walaupun berasal dari gen yang sama.

2.1.1

Pengertian Perilaku

Perilaku (behavior) adalah tindakan-tindakan (action) atau reaksi-reaksi (reaction)
dari suatu objek atau organisme (Jogiyanto, 2007: 11). Perilaku dapat diartikan
sebagai tindakan atau kegiatan nyata yang dilakukan (Jogiyanto, 2007: 25).
Perilaku dapat berupa sadar (conscious) atau tidak sadar (unconscious), terus-

9

terang (overt) atau diam-diam (covert), sukarela (voluntary) atau tidak sukarela
(involuntary). Di samping itu, perilaku manusia dapat berupa perilaku umum
(common behavior), tidak umum (uncommon behavior), dapat diterima
(acceptable) atau tidak diterima (unacceptable).

Theory of Reasoned System (TRA) menjelaskan bahwa perilaku dilakukan karena
individu mempunyai minat atau keinginan untuk melakukannya (behavioral
attention) (Jogiyanto, 2007: 45). Minat perilaku akan menentukan perilakunya
yang dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1: Minat perilaku mempengaruhi perilaku

2.1.2

Jenis Perilaku

Berdasarkan faktor yang mempengaruhinya, perilaku dibagi menjadi dua, yaitu
perilaku volitional dan perilaku mandatory (Jogiyanto, 2007: 47).

2.1.2.1 Perilaku Volitional
Banyak sekali perilaku yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari
yang dilakukan di bawah sadar (volitional control) pelaku. Perilaku di bawah
kontrol kemauan (volitional behavior) adalah perilaku-perilaku yang individualindividual menginginkannya, atau menolak untuk tidak melakukannya jika
mereka memutuskannya (Jogiyanto, 2007: 47). Perilaku-perilaku volitional
disebut juga dengan istilah perilaku-perilaku yag diinginkan (willful behavior).

10

Dengan demikian, melakukan perilaku di bawah kontrol

kemauan adalah

melakukan kegiatan perilaku atas kemauan sendiri (Jogiyanto, 2007: 47).

Contoh perilaku menurut kemauan sendiri adalah memilih kandidat di pemilihanpemilihan politik, melihat berita-berita sore di televisi, membeli pasta gigi di toko
obat, beribadah ke masjid, atau mendonasikan darah pada rumah sakit.

2.1.2.2 Perilaku Mandatory
Perilaku diwajibkan (mandatory behavior) adalah perilaku yang bukan atas
kemauannya sendiri, tetapi karena memang tuntutan atau kewajiban dari kerja
(Jogiyanto, 2007: 47). Perilaku yang diwajibkan misalnya perilaku operator
menggunakan komputer untuk memasukkan data.

2.1.3

Proses yang Terlibat dalam Perilaku

Perilaku yang dapat diartikan sebagai tanggapan atau reaksi individu terhadap
rangsangan atau lingkungan ternyata tidak terjadi begitu saja dalam diri
seseorang, tetapi melalui suatu proses. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakaan
oleh Jogiyanto (2007: 48) bahwa perilaku tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui
suatu proses sebagai berikut.

2.1.3.1 Melalui keinginan atau minat
Seorang membentuk keinginan atau minat untuk melakukan perilaku tertentu.
Minat diasumsikan mampu mengungkap faktor-faktor motivasional yang
mempunyai suatu dampak pada suatu perilaku. Faktor-faktor ini adalah indikasi-

11

indikasi tentang seberapa keras manusia mau mencoba, atau seberapa banyak
usaha direncanakan supaya dapat melakukan perilakunya.

2.1.3.2 Melalui usaha
Suatu usaha kemudian diperlukan untuk menerjemahkan suatu minat menjadi
suatu tindakan. Selama belum diubah menjadi suatu tindakan, minat-minat masih
berupa kecenderungan-kecenderungan perilaku saja. Diasumsikan bahwa perilaku
kenyataannya adalah di bawah kontrol kemauan sehingga usaha yang dilakukan
juga akan menghasilkan suatu tindakan yang dimaui.

2.1.4

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Bentuk perilaku pada diri seseorang akan berbeda dengan orang lain. Perbedaan
ini disebabkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tersebut
sebagaimana yang dikatakan Jogiyanto (2007: 48) bahwa perilaku yang terjadi
pada diri seseorang dipengaruhi beberapa faktor, yaitu perasaan, sosial, dan
kebiasaan.

2.1.4.1 Faktor Perasaan
Suatu proses presisi dibutuhkan lewat pemisahan dari perasaan (affektive) dan
komponen kognitif dari sikap-sikap. Perasaan ini dapat berupa perasaan bahagia,
gembira, senang, tidak nyaman atau benci yang dihubungkan dengan seorang
individual ke suatu tindakan tertentu.

12

2.1.4.2 Faktor Sosial
Perilaku dapat dipengaruhi oleh norma-norma sosial (social norms) yang
tergantung dari berita-berita yang individual-indivual terima dari orang lain dan
merefleksikan apa yang individual-individual pikirkan dan

yang seharusnya

dilakukan.

2.1.4.3 Faktor Kebiasaan
Kebiasaan adalah urutan-urutan perilaku-perilaku yang terjadi tanpa instruksi
sendiri. Individual biasanya tidak menyadari urutan-urutan ini. Penelitian telah
membuktikan bahwa kebiasaan merupakan predikator

yang dekat terhadap

perilaku.

2.2 Penokohan dalam Sastra

Metode penokohan/karakterisasi dalam karya sastra adalah metode melukiskan
watak para tokoh yang terdapat dalam suatu karya fiksi (Minderop, 2011: 2). Cara
menentukan karakter tokoh–dalam hal ini tokoh imajinatif–dan menentukan watak
tokoh atau watak karakter sangat berbeda.

Beberapa cara yang dipergunakan oleh pengarang untuk melukiskan rupa, watak
atau pribadi para tokoh (Jauhari, 2013: 161).
1. Physical description (melukiskan bentuk lahir pelakon).
2. Portrayal of thought stream or of conscious thought (melukiskan jalan pikiran
pelakon atau apa yang terlintas dalam pikirannya).

13

3. Reaction to events (melukiskan

bagaimana reaksi pelakon itu terhadap

kejadian-kejadian).
4. Direct author analysis (pengarang dengan langsung menganalisis watak
pelakon)
5. Discussion of environment (pengarang melukiskan keadaan sekitar pelakon.
6. Reaction of other about/to character (pengarang melukiskan bagaimana
pandangan-pandangan pelakon lain dalam suatu cerita terhadap pelaku utama)
7. Conversation of other about character (pelakon-pelakon lain dalam suatu
cerita memperbincangkan keadaan tokoh utama).

Metode penokohan yang lain dinyatakan oleh Suroto sebagai berikut (1989: 93).
1. Secara Analitik
Dalam metode ini pengarang menjelaskan atau menceritakan secara rinci
watak tokoh-tokohnya, misalnya A adalah seorang yang kikir dan dengki,
hampir setiap bertengkar dengan tetangga dan istrinya hanya karena masalah
uang serta ia mudah sekali marah.

2. Secara Dramatik
Secara dramatik pengarang tidak secara langsung menggambarkan watak
tokoh-tokohnya, tetapi menggambarkan watak tokoh-tokohnya dengan cara
(a) melukiskan tempat atau lingkungan sang tokoh, (b) mengemukakan atau
menampilkan dialog antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain, (3)
menceritakan perbuatan, tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu
kejadian.

14

3. Gabungan Cara Analitik dan Dramatik
Dalam metode ini antara penjelasan dan drama saling melengkapi, yaitu antara
penjelasan dengan perbuatan atau reaksi serta tutur kata dan bahasanya jangan
sampai bertolak belakang.

Pakar lainnya, Minderop (2011: 6), menyatakan bahwa dalam menyajikan dan
menentukan

karakter

(watak)

para

tokoh,

pada

umumnya

pengarang

menggunakan dua cara atau metode dalam karyanya, yaitu metode langsung
(telling) dan metode tidak langsung (showing). Metode langsung mengandalkan
pemaparan watak pada eksposisi dan komentar langsung dari pengarang. Metode
tidak langsung memperlihatkan pengarang menempatkan diri di luar kisahan
dengan memberikan kesempatan kepada para tokoh untuk menampilkan
perwatakan mereka melalui dialog dan action. Dari kedua metode utama ini,
berkembanglah menjadi metode karakterisasi melalui gaya bahasa dan metode
karakterisasi melalui sudut pandang.

2.2.1

Metode Langsung (Telling)

Metode langsung (telling) dilakukan secara langsung oleh si pengarang. Metode
ini biasanya digunakan oleh kisah-kisah rekaan zaman dahulu sehingga pembaca
hanya mengandalkan penjelasan yang dilakukan pengarang semata. Dengan
metode langsung ini, pengarang tidak sekadar menyampaikan watak para tokoh
berdasarkan apa yang tampak melalui perilaku, tetapi ia mampu menembus
pikiran, perasaan, gejolak serta konflik batin dan bahkan motivasi yang melandasi
tingkah laku para tokoh.

15

Metode ini mencakup (1) karakterisasi melalui penggunaan nama tokoh
(chararterizkoh, action through the use of the names), (2) karakterisasi melalui
penampilan tokoh (chararterization through appearance), dan (3) karakterisasi
melalui tuturan pengarang (chararterization by the author).

2.2.1.1. Karakterisasi Menggunakan Nama Tokoh
Nama tokoh dalam suatu karya sastra sering kali digunakan untuk memberikan
ide atau menumbuhkan gagasan, memperjelas serta mempertajam perwatakan
tokoh. Pemberian nama pada tokoh juga bertujuan untuk melukiskan kualitas
karekteristik yang membedakannya dengan tokoh yang lain. Nama tersebut
mengacu pada karakterisitik dominan si tokoh, misalnya tokoh Edward Murdstone
dalam David Copperfield karya Charles Dickens. Tokoh Edward Murdstone
digambarkan memiliki watak keras sesuai dengan namanya stone yang artinya
batu yang identik dengan keras.

Pemberian nama dapat pula mengandung kiasan (allusion) susastra atau historis
dalam bentuk asosiasi. Nama Ethan Brand dalam Ethan Brand karya Nathaniel
Hawthorne mengacu pada tokoh pembakar kapur yang gemar bertualang. Nama
mengandung kiasan dengan tanda (brand) terhadap Cain, pewaris dosa sehingga
Brand dibuang sebagaimana ajaran yang terdapat dalam Injil.

16

2.2.1.2.

Karakterisasi melalui Penampilan Tokoh

Dalam karya sastra, faktor penampilan tokoh memegang peranan penting
sehubungan dengan telaah karekteristerisasi. Penampilan tokoh dapat berbentuk
apa yang dikenakan dan bagaimana ekspresinya. Metode perwatakan yang
menggunakan penampilan tokoh memberikan kebebasan kepada pengarang untuk
mengekspresikan persepsi dan sudut pandangnya. Secara subjektif pengarang
bebas menampilkan appearance para tokoh, yang secara implisit memberikan
gambaran watak tokoh.

Metode karakterisasi melalui penampilan dapat terlihat pada watak tokoh Hester
berdasarkan penampilannya yang anggun, termormat, selalu tampil cantik.
Lukisan tokoh Hester ini terlihat dalam cuplikan berikut ini.
And never has Hester Prynne appeared more ladylike, in the antique
interprelation of the term, them as she issued from the prison. Those who
had before known her had expected to behold her dimmed and obscured
by a disastrous cloud, were astonished, and even startled, to perceive how
her beauty shone out and made a halo of misfortune and ignominy in
which observer she was enveloped.
Dan tidak pernah Hester Prynne tampak seperti wanita terhormat, dan
terlihat antik sebelum dia keluar dari penjara. Orang–orang sebelumnya
mengenal dia sebagai wanita suram dan dikaburkan oleh satu awan celaka
yang telah membuat kejutan.
Orang-orang merasakan bagaimana
kecantikan yang memancar keluar dan telah menghapuskan segala
kemalangan dan aib yang selama ini terbungkus dalam dirinya.

2.2.1.3. Karakterisasi melalui Tuturan Pengarang
Metode ini memberikan tempat yang luas dan bebas kepada pengarang atau
narator dalam menentukan kisahnya. Pengarang berkomentar tentang watak dan
kepribadian para tokoh sehingga menembus ke dalam pikiran, perasaan, dan

17

gejolak batin sang tokoh. Di samping itu, dalam metode ini pengarang tidak
sekadar menggiring perhatian pembaca terhadap komentarnya tentang watak
tokoh, tetapi juga mencoba membentuk persepsi pembaca tentang tokoh yang
dikisahkannya.

Penerapan metode karakteristik melalui tuturan pengarang terlihat dalam salah
satu cuplikan novel Hip Van Winkle karya Washington Irving. Watak tokohnya,
Winkle, digambarkan melalui tuturan sebagai tokoh suami yang penurut dan
sederhana, tidak suka mencampuri urusan orang lain dan bukan pekerja yang baik.
Cuplikannya sebagai berikut.
In the same village ... there lived ... a simple good-natured fellow by the
name of Hip Van Winkle ... I have observed that he was a sample good
natured man; he was moreover, a kind neighbor and an obedient
henpecked husband. Indeed, to the later circumtance might be owing that
meekness of spirit which gained him such universal popularity.
Pada desa yang sama... di sana dia hidup... satu pengikut berkelakuan baik
sederhana dengan nama Rip Van Winklep... Aku telah amati bahwa dia
adalah satu orang berperilaku baik ; bahkan dia adalah tetangga yang
baik dan suami yang taat. Kemudian dia juga menjadi manusia yang
memiliki kelembutan dan memiliki semangat yang mengharumkan
namanya.

2.2.2

Metode Tidak Langsung (Showing)

Metode tidak langsung adalah metode yang lebih banyak dipilih penulis modern.
Penentuan ini tidak berdasarkan metode showing lebih baik daripada metode
lainnya, tetapi disebabkan oleh temperamen pengarang atau pengarang yang
menganggap metode showing lebih menarik bagi pembaca. Dalam metode tidak
langsung ini, pembaca dituntut untuk memahami dan menghayati watak para

18

tokoh melalui dialog dan action mereka. Di samping itu, pembaca merasa
tertantang untuk memahami dan menghayati karakter para tokoh sehingga tidak
menimbulkan rasa bosan dan monoton. Metode tidak langsung terdiri atas (a)
karakterisasi melalui dialog, (b) lokasi dan situasi percakapan, (c) jatidiri tokoh
yang dituju oleh penutur, (d) kualitas mental para tokoh, (e) nada suara, tekanan,
dialek, kosa kata, dan (f) karakterisasi melalui tindakan para tokoh.

2.2.2.1 Karekterisasi melalui Dialog
Karekterisasi melalui dialog terdiri atas apa yang dikatakan penutur, jatidiri
penutur, lokasi dan situasi percakapan, jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur,
kualitas mental para tokoh, nada suara, penekanan, dialek, dan kosa kata
1. Apa yang Dikatakan Penutur
Apakah

yang

dikatakan

penutur

sangat

penting

sehingga

dapat

mengembangkan peristiwa-persitiwa dalam suatu alur atau sebaliknya. Bila si
penutur selalu berbicara tentang dirinya sendiri tersembul kesan ia seorang
yang berpusat pada diri sendiri dan agak membosankan. Jika si penutur selalu
membicarakan tokoh lain, ia terkesan tokoh yang senang bergosip dan suka
mencampuri orang lain.

Kutipan di bawah ini adalah apa yang dikatakan penutur (tokoh Hester)
menggambarkan wataknya yang pernah merasa putus asa karena ia merasa
hidupnya tak berguna, tetapi ia tegar menghadapi penderitaan selama ini; ia

19

tidak ingin mati karena meminum secangkir ramuan yang disodorkan oleh
tokoh suaminya.
”I have thought of death, “said she, “have wished for it, would even have
prayed for it, were it fit that such as I should pray for anything. Yet if
death he in this cup. I bid thee think again, ere thou behodest me quaff it.
See! It is even now at my lips” (Hawthorne, 1936: 77-78)
”Aku telah memikirkan kematian, “ dia berkata, “telah inginkan ini, akan
bahkan berdoa untuk ini, apakah ini sesuai yang seperti aku harus berdoa
untuk apapun. Namun, kalau kematian dia di cangkir ini. Tawaran aku
akan pikirkan lagi, dan aku pun segera meminumnya. Lihat! Sekarang
racun ada pada bibirku (Hawthorne, 1936: 77 - 78)

2. Jatidiri Penutur
Jatidiri penutur di sini adalah ucapan yang disampaikan oleh seorang
protagonis (tokoh sentral) yang seyogyanya dianggap lebih penting daripada
apa yang diucapkan oleh tokoh bawahan (tokoh minor) walaupun percakapan
tokoh bawahan kerap kali memberikan informasi krusiel yang tersembunyi
mengenai watak tokoh lainnya.
a. Jatidiri Penutur Tokoh Protagonis
Berikut ini contoh jatidiri penutur tokoh protagonis dalam drama
Mourning Becomes Electra yaitu Lavinia. Tuturan tokoh ini memberikan
informasi penting kepada pembaca memahami latar belakang kehidupan
keturunan Mannon yang sejak lama dianggap mempermalukan keluarga.
Tokoh terhormat David Manno-paman Lavini–dianggap merusak citra
keluarga ini karena melakukan skandal dengan seorang gadis perawat
keturunan Prancis dan Kanada (Canuck girl) sehingga harus dinikahinya.

20

Aib keluarga ini kelak memperparah masalah yang terus-menerus dihadapi
Klan Mannon:
Lavinia. “I’ve heard that he loved the Canuck nurse girl who was
taking care of father’s litttle sister who died; and had to marry her
because she was going to have a baby; and that Grandfather put them
both out of the house and the afterwards tore it down and built his one
because he wouldn't live where his brother had disgraced the family.
But what has that old scandal got to do with–––––” (O,Neill, 1959:
37)
Lavinia. “Aku telah dengar bahwa dia mencintai Canuck seorang
perawat anak perempuan yang telah merawat adik saudara perempuan
ayahnya yang mati; dan harus mengawini dia sebab dia akan
mempunyai satu bayi; dan Datuk itu opsi mereka berdua di luar pagar
dari rumah dan setelah itu merobek ini bawah dan bangun sesuatunya
sebab dia tidak akan hidup di mana saudaranya telah memalukan
keluarga. Tapi orang tersebut akan melakukan perbuatan yang
memalukan––––– ” (O,Neill, 1959: 37)

b. Jatidiri Penutur Tokoh Bawahan
Contohnya adalah kutipan dari drama Mourning Becomes Electra,
disampaikan oleh para tokoh bawahan. Tuturan dalam contoh tersebut
diucapkan oleh tokoh bawahan Anas dan Louisa, tetapi ucapan kedua
tokoh ini secara implisit memberi gambaran akan tokoh protagonis
(keluarga Mannon) yang berskandal, bermasalah, dan munafik.
Annes, “Secret lookin-‘s if it was a mask she’d put on. That’s the
Mannan look. They all has it. They grow it on their wives. Seth’s
growed it on too, didn’t you notice-from bein’ with ‘em all his life.
They don’t want folks to guess their secre” (O’Neill, 1959: 21-22).
Annes, “Rahasia terlihat kalaulah ada satu kedok yang dia kenakan.
Itulah nampaknya Mannan. Mereka semua telah tahu ini. Mereka
menyampaikan ini pada isteri mereka. Seth pun begitu, bukankah
kamu memperhatikan adanya penghinaan pada semua hidupnya.
Mereka tidak ingin rakyat untuk menerka rahasia mereka ” (O ’ Neill,
1959: 21 - 22).

21

2.2.2.2 Lokasi dan Situasi Percakapan
Dalam kehidupan nyata, percakapan yang berlangsung secara pribadi dalam suatu
kesempatan di malam hari biasanya lebih serius dan lebih jelas daripada
percakapan yang terjadi di tempat umum pada siang hari. Bercakap-cakap di
ruang duduk keluarga biasanya lebih signifikan daripada berbincang-bincang di
jalan atau di teater. Demikianlah, sangat mungkin hal ini dapat terjadi pada cerita
fiksi. Pembaca harus mempertimbangkan mengapa pengarang menampilkan
pembicaraan di tempat-tempat seperti di jalan dan di teater tentunya merupakan
hal penting dalam pengisahan cerita.

1. Lokasi Percakapan
Melalui lokasi percakapan, pengarang dapat menggambarkan suatu keadaan.
Sebagai contoh, dalam percakapan antar para pembantu keluarga Mannon
yang terjadi di bagian luar rumah yang memiliki dua pintu masuk ke arah
jalan, pengarang dapat menggambarkan adanya warna-warni kontradiktif yang
menghiasi bangunan depan rumah-hitam, putih, abu-abu dan hijau. Tergambar
juga sebuah bangku taman yang berlindung sehingga tidak terlihat dari depan
rumah dan bagian atas bangunan yang ditopang pilar seperti topeng putih yang
tidak selaras menempel

di rumah tersebut seakan-akan menyembunyikan

keburukan dan nuansa kusam, dan juga watak para tokoh penghuni rumah itu.

22

2. Situasi Percakapan
Melalui situasi percakapan, pengarang dapat juga menggambarkan watak para
tokoh dalam suatu cerita. Sebagai contoh, percakapan antara Seth, Ames,
Louisa, dan Minnie yang terjadi dalam situasi pesta yang diadakan di rumah
keluarga Mannon. Situasi percakapan yang riang gembira diiringi alunan
musik dan penyanyi serta diselingi dengan acara minum-minum. Pada acara
ini para tokoh mulai bergunjing tentang majikan mereka sehingga terlihat
bahwa para tokoh gemar bergunjing.

2.2.2.3 Jatidiri Tokoh yang Dituju oleh Penutur
Penutur di sini berarti tuturan yang disampaikan tokoh dalam cerita, yaitu tuturan
yang diucapkan tokoh tertentu tentang tokoh lainnya. Contoh berikut ini ucapan
salah satu tokoh mengenai karakter tokoh Mr. Houper yang digambarkan sebagai
tokoh pendeta misterius yang mengerikan dan atas perilakunya mempermalukan
semua penduduk desa yang terdapat dalam kutipan berikut ini.
“How strange, “said a lady, “that a simple black veil, such as any woman
might wear on bannet, should become a terrible thing on me. Hooper’s
face!”
“Something must surely be amiss with Mr. Hooper’s intellect,” observed
her husband, the physician of the village. “But strangest part of the affair
is the effect on the vagary even on a sober-minded man like myself. The
blank veil, though it covers only our postor’s face, throws its influence
over his whole person, and makes him ghostlike from head to fool. Do you
feel it so?” (McMichael, 1980: 1154)

“Bagaimana asingnya, “kata seorang wanita, “itu satu cadar hitam
sederhana yang mungkin dipakai semua wanita harus menjadi satu hal
yang mengerikanku seperti pada Hooper!”
“Apapun sudah disalahartikan dengan akalnya Mr. Hooper,” seorang yang
sering mengamati dan berhemat, dan seorang ahli pengobatan dari desa.

23

“Tapi paling asing bagian dari keberadaan nya adalah akibat tingkah laku
yang aneh. Bahkan ada yang berpikiran sehat yang menyukainya. Cadar
kosong hanya dipakai oleh pastur tersebut, pandangan ini mempengaruhi
orang-orang sehingga
dia menjadi angker. Apakah kamu sangat
merasakan ini?” (McMichael, 1980: 1154)

Kutipan di atas yang pertama diucapkan oleh tokoh seorang wanita
menggambarkan karakter Mr. Hooper yang aneh karena ia seorang pendeta yang
selalu menutupi wajahnya dengan cadar hitam, yang seakan-akan menghindar dari
pandangan orang sehingga tampak mengerikan. Kutipan yang diucapkan oleh
tokoh suami itu melukiskan bahwa sungguh tidak pantas Mr. Hooper memakai
cadar hitam yang sepantasnya dipakai perempuan. Ia memang seorang tokoh yang
mengalami

bersalah

bermasalahnya

karena

karakter

Mr.

perbuatannya
Hooper,

di

masa

sampai-sampai

lampau.
si

Demikian

tokoh

suami

menggambarkannya seperti hantu. Selain itu, rasa malu yang dialami Mr. Hooper
berpengaruh pada semua orang di desa itu termasuk diri si penutur.

2.2.2.4 Kualitas Mental Para Tokoh
Kualitas mental para tokoh dapat dikenali melalui alunan dan aliran tuturan ketika
para tokoh bercakap-cakap. Misalnya, para tokoh yang terlibat dalam suatu
diskusi yang hidup menandakan bahwa mereka memiliki sikap mental yang openminded. Ada pula tokoh yang gemar memberikan opini atau bersikap tertutup
(close-minded) atau tokoh yang penuh rahasia dan menyembunyikan sesuatu.

Salah satu kualitas mental para tokoh adalah contoh dari drama Mourning
Becomes Elctra karya Eugene O’Neill yang memperlihatkan sikap mental tokoh

24

yang penuh rahasia ketika tokoh Lavinia secara rahasia berkata kepada tokoh Seth
bahwa ia pergi ke New York.
Levina, (again start-then slowly as if admitting a secret understanding
between them), “I went to New York, Seth.” (O,Neil, 1959: 25).
Levina, (dari awal secara
perlahan sepertinya harus diakui satu
pemahaman ada udang di balik batu di antara mereka), “Aku pergi ke New
York, Seth.”

Sikap mental yang penuh rahasia juga ditampilkan oleh tokoh Seth ketika
bercakap-cakap dengan tokoh Levina.
Seth. “somethin’ I calc’late no one’d notice’specially’ceptin me, because–
(them hastly as he sees someone coming up the drive.) here’s Peter dan
Hazel comin’. I’ll tell you later, Vinnie, I ain’t got time naow anyways.
Those folks are waitin’ for me’ (O’Neil, 1959: 25)

Seth. “sesuatu’ terlambat aku katakan yang akhirnya tak seorangpun
memperhatikan ’ secara khusus ’ aku menerimanya karena mereka segera
melihat cakram sampai pada seseorang. Di sini adalah Peter dan Hazed
datang ’. Aku akan mengatakan kepada kamu kemudian, Vinn

Dokumen yang terkait

RELASI DALAM WACANA KUMPULAN CERPEN DI ATAS SAJADAH CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

1 47 62

PERILAKU TOKOH YANG ‘HASANAH’ DALAM NOVEL “AYAT-AYA T CINTA” KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DAN IMPLIKASINYA DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

2 71 101

DIKSI DAN CITRAAN DALAM KUMPULAN CERPEN PELAJARAN PERTAMA Diksi Dan Citraan Dalam Kumpulan Cerpen Pelajaran Pertama Bagi Calon Politisi Karya Kuntowijoyo: Kajian Stilistika Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Bahasa Indonesia Di SMA.

0 1 12

PENDAHULUAN Diksi Dan Citraan Dalam Kumpulan Cerpen Pelajaran Pertama Bagi Calon Politisi Karya Kuntowijoyo: Kajian Stilistika Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Bahasa Indonesia Di SMA.

0 3 9

DIKSI DAN CITRAAN DALAM KUMPULAN CEPEN PELAJARAN PERTAMA BAGI Diksi Dan Citraan Dalam Kumpulan Cerpen Pelajaran Pertama Bagi Calon Politisi Karya Kuntowijoyo: Kajian Stilistika Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Bahasa Indonesia Di SMA.

0 2 15

DIKSI DAN CITRAAN DALAM KUMPULAN CERPEN Diksi Dan Citraan Dalam Kumpulan Cerpen Manusia Setengah Salmon Karya Raditya Dika: Kajian Stilistika Dan Implementasinya Sebagai Bahan Pelajaran Bahasa Indonesia Di SMA.

1 5 15

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KUMPULAN CERPEN AIR KALDERA KARYA JONI ARIADINATA SEBAGAI UPAYA PENYEDIAAN BAHAN AJAR APRESIASI CERPEN DI SMA.

4 21 26

KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KUMPULAN CERPEN CATATAN ORANG GILA KARYA HAN GAGAS SERTA RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA.

0 0 17

NILAI RELIGIUS PADA KUMPULAN CERPEN PELAJARAN PERTAMA BAGI CALON POLITISI KARYA KUNTOWIJOYO: KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA

0 4 20

WUJUD KEBUDAYAAN JAWA DALAM KUMPULAN CERPEN PELAJARAN PERTAMA BAGI CALON POLITISI KARYA KUNTOWIJOYO - TINJAUAN ANTROPOLOGI SASTRA

0 3 12