37
tradisional Jawa. Sulit untuk membebaskan mana yang mencerminkan angan-angan kolektif, mana yang berfungsi sebagai alat pendidikan, alat
pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan, maupun alat pemaksa dan pengawas masyarakat yang selalu dipatuhi anggota kolektifnya, sebab
kadang-kadang tumpang-tindih. Baiklah kita simak contoh-contoh di bawah ini.
A. Yang Mencerminkan Angan-angan Kolektif
1 Ajining dhiri ana ing pucuking lathi Kewibawaan dan kehormatan pribadi seseorang terletak pada ujung lidahnya. Maksudnya: Terhormat
atau tidaknya seseorang tergantung pada tutur kata orang tersebut dalam pergaulan sehari-hari.
Memang tutur kata mencerminkan pribadi seseorang; dari tutur kata, santun bahasanya dapat diketahui asal-usul, pendidikan, dan watak
seseorang. Bila seseorang tutur katanya kasar, tajam melukai hati, cenderung
mencela dan
meremehkan, akan
mengakibatkan percekcokan, tidak disukai, dan akhirnya akan tersisih dari pergaulan.
Begitu pula dalam mengemban tugasnya sehari-hari, sangatlah penting bagi orang tua, pendidik, pemimpin, pejabat, dan lain-lain agar selalu
mewujudkan satunya kata dengan perbuatan. 2 Sura dira jayaning rat lebur dening pangastuti Keberanian,
kemenangan, dan kekuasaa n duniawi akan lebur oleh keluhuran budi‟.
Pengalaman membuktikan bahwa segala sesuatu, bahkan iktikad tidak baik, kecongkaan, kemarahan, iri, dengki, dan lain-lain hanya dapat
dikalahkan oleh keluhuran budi. Keluhuran budi memang merupakan watak ideal. Luhur adalah sifat Tuhan, manusia hanya dapat ngirib-iribi
hampir menyamai saja. Barang siapa yang dalam hidupnya selalu mewibawakan
Tuhan, bulat
imannya, kemampuannya
akan dikembangkan Tuhan, sehingga manusia mempunyai potensi untuk
berbudi pekerti luhur. Manusia seperti itu tidak akan dikuasai oleh pasang surutnya kehidupan.
38
B. Yang Berfungsi sebagai Sarana Pendidikan
1 Aja dhemen metani alaning liyan Jangan senang mencari keburukan, kesalahan orang lain.
Pada umumnya manusia cenderung mencari dan membicarakan keburukan dan kelemahan orang lain, yang demikian itu berarti bahwa
manusia tidak mempunyai piyandel ‟iman‟ yang murni, pertanda kekerdilan
jiwa. Tidak ada manusia yang sempurna, sebab sudah dikodratkan, bahwa manusia di samping sifat-sifatnya yang positif, pasti mempunyai kelemahan.
Manusia bersifat apes ‟lemah, sial‟. Lebih utama jika kita selalu mau mawas
diri, jujur dan bersikap terbuka terhadap kritik yang membangun, sehingga kita setapak demi setapak bisa meningkatkan diri dalam membina watak
utama. Jika kita bertekun dalam mengolah watak kita sendiri, kita tidak akan mempunyai waktu untuk mencari dan membicarakan keburukan, kesalahan
orang lain. Baiklah kita berlatih untuk selalu bisa mengekang diri sendiri, keras terhadap diri sendiri, tetapi di dalam pergaulan bersikap penuh
pengertian, sabar, dan toleran. 2 Aja mung milik gebyar Jangan hanya mengingini segala sesuatu yang
serba kemilau‟. Tanpa mengingkari manfaat yang kita peroleh dari kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan industri, terasa pula dampaknya yang negatif, antara lain: pola dan gaya hidup konsumtif kompetitif. Maka jangan sampai
kita tergiur oleh kemilau dunia. Kita hendaknya bersikap waspada, sehingga mampu membedakan kebutuhan dari pepinginan
‟keinginan‟. Banyak contoh: rumah tangga hancur berantakan akibat yang bersangkutan tidak dapat
mengekang diri, hidup bermewah-mewah, di atas batas kemampuan, bahkan sampai terperosok ke dalam perbuatan tercela. Apabila kita benar-benar telah
menghayati makna ungkapan tersebut, kita akan mengutamakan urip prasaja ‟hidup sederhana‟, karena yakin cara inilah yang akan menjamin
ketenteraman dan kebahagiaan.
3 Yen wania ing gampang wedia ing ewuh sebarang oro tumeko Apabila kita hanya berani menghadapi yang mudah-mudah saja, tetapi takut
menghadapi kesulitan, barang apa yang dicita-citakan mustahil akan
39
terwujud. Ibarat orang bepergian, mudah atau sulitnya jalan yang harus ditempuh, cepat lambatnya sampai di tempat tujuan, hanya tergantung pada
orang yang menempuh, apakah upayanya berlandaskan kesentosaan tekad disertai pengorbanan, atau hanya seenaknya saja. Seorang petani bisa panen
setelah mandi keringat, membajak, menyebar benih, selanjutnya dengan sabar dan tekun memelihara menjaga agar benih yang disebar tumbuh
dengan subur, tidak mengeluh kehujanan, dan ditimpa terik sinar matahari. Tidak ada usaha keras yang tidak berguna, tidak ada pengorbanan yang sia-
sia, tidak ada doa tulus yang tidak didengar diterima.
C. Yang Berfungsi sebagai Alat Pengesahan Pranata dan Lembaga Kebudayaan