Komunikasi antarbudaya melalui folklor "haul cuci pusaka keramat tajug" di kelurahan cilenggang serpong tangerang selatan

(1)

CILENGGANG SERPONG TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

SAMSUL ARIFIN NIM. 109051000077

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/2013 M


(2)

(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoloeh gelar Strata 1 (S1) di Uiniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 4 Oktober 2013

Samsul Arifin NIM: 109051000077


(5)

i ABSTRAK

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA

MELALUI FOLKLOR “HAUL CUCI PUSAKA KERAMAT TAJUG”

DI KELURAHAN CILENGGANG SERPONG TANGERANG SELATAN Folklor (cerita rakyat) merupakan fenomena unik di kalangan masyarakat. Folklor juga merupakan warisan budaya dan merupakan kekayaan khazanah nusantara. Fenomena ini terdapat di tengah-tengah kota meropolit, tepatnya di Kelurahan Cilenggang Serpong Tangerang Selatan. Nyiraman, istilah masyarakat setempat, atau “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug.” Dalam kacamata budaya, folklor memang harus dilestarikan. Namun, tidak jarang folklor bersebrangan dengan ketentuan syariat agama (Islam).

Adapun rumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana komunikasi antarbudaya (KAB) melalui folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” (HCPKT)? Sedangkan pertanyaan turunannya adalah seperti apa komunikasi antara etnis yang berbeda yang terjadi pada perayaan folklor “HCPKT”? Mengapa ada komunikasi antara subkultur yang berbeda, dan seperti apa komunikasi antara subkultur yang berbeda

pada perayaan folklor “HCPKT”? Adakah bentuk komunikasi antarbudaya selain dari yang disebutkan di atas, dan bagaimanakah bentuk komunikasi antarbudaya tersebut?

Komunikasi antarbudaya yang terjadi pada folklor “HCPKT” sangat luas. Berbagai adat daerah Cilenggang yang ditemukan peneliti sangat unik. Peneliti melihat mulai dari folklor itu sendiri maupun pemilik folklornya. Masyarakat yang tergabung dalam perayaan folklor pun menjadi fokus penelitian dalam skripsi ini. Jelasnya, komunikasi antarbudaya yang terjadi secara garis besar diperankan oleh masyarakat pemilik folklor dan masyarakat diluar pemilik folklor.

Peneliti menggungakan dua teori dalam penelitian ini, yaitu, teori Joseph A. Devito dan teori Andi Faisal Bakti. Kedua teori ini digunakan untuk menganalisis jenis-jenis KAB. Setelah pengklasifikasian jenis KAB melalui kedua teori di atas, peneliti juga akan menganalisis folklor dalam konteks KAB. Teori yang digunakan yaitu teori konservatif dan teori transformatif Andi Faisal Bakti. Jelasnya, proses analisis dalam penelitian ini ada dua tahap, yaitu analisis jenis-jenis KAB dan analisis folklor dalam konteks KAB.

Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode etnografi. Dalam penelitian ini peneliti merujuk pada buku Lexi J. Maleong. Sebagai pelengkap peneliti juga menggunakan buku Setya Yuwana Sudikan, Sugiyono, Djam’an Satori dan Deddy Mulyana.

Komunikasi antara etnis yang berbeda terjadi antara keturunan Tubagus Atief dengan masyarkat sekitar. Selain dari itu, perbedaan bahasa juga menunjukkan adanya komunikasi antara etnis. Sedangkan antara komunikasi subkultur yang berbeda terjadi antara kelompok pekerja bangunan dengan kelompok pedagang. Selain yang disebutkan dalam abstrak ini, masih ada jenis-jenis KAB lainnya. Jelasnya, masih ada beberapa jenis

KAB yang terjadi saat acara folklor “HCPKT.”

Dapat disimpulkan, bahwa penelitian ini ada dua tahap analisis. Tahap pertama mengarah pada jenis KAB, dan tahap kedua mengarah pada kategori folklor. Dalam analisis jenis KAB, teori yang digunakan merupakan perpaduan antara teori Devito dengan Bakti. Sedangkan corak folklor menggunakan teori konservatif dan transformatif dari Andi Faisal Bakti. Sehingga penelitian ini menghasilkan Enam jenis KAB dan lima kategori folklor.


(6)

ii

Dengan menyebut nama Allah, Tuhan sekalian alam. Penulis haturkan puja dan puji syukur alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji hanya bagi Allah sebagai ungkapan rasa syukur atas segala nikmat yang telah diberikan kepada penulis. Nikmat sehat, nikmat iman dan Islam dan nikmat-nikmat yang lain yang tak ada sedikitpun perumpamaan atas nikmat-nikmat tersebut. Atas nikmat tersebutlah penulis dengan segala keterbatasan penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Selawat serta salam semoga tatap tercurah limpah atas Nabi Muhammad SAW. Manusia teragung yang diagungkan Allah. Sumber dari segala kehidupan dan sumber keselamatan. Nabi pembawa syafaat, menyelamatkan umat dari gelap menuju terang.

Selama proses penulisan skripsi ini banyak sekali kesan dan pelajaran yang penulis dapatkan, terlebih dalam kaitannya dengan apa yang menjadi objek penulisan skripsi ini. Banyak nasihat dari guru (dosen) yang terus akan membekas sampai titik penghabisan. Kesabaran, ketekunan, ketelitian, kedisiplinan, kesopanan, dan kehati-hatian adalah sedikit dari sekian ribu pesan moral yang penulis dapatkan. Tidak hanya semasa penulisan skripsi ini saja, sejak penulis menempuh perkuliahan dari awal sampai akhir, pesan-pesan itu seperti mutiara yang selalu indah dengan sendirinya.

Selanjutnya dari nasihat, bantuan, serta doa mereka itulah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis sangat menyadari akan jauhnya skripsi ini dari kesempurnaan. Dengan demikian penulis akan terus berusaha melakukan perbaikan dan pembelajaran. Adapun saran, nasihat, kritik yang membangun atas perbaikan skripsi ini sangatlah berharga bagi penulis.


(7)

iii

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan, bimbingan, dan dorongan semangat dan motifasi dari berbagai pihak. Dari lisan mereka muncul kekuatan yang dapat memacu semangat penulis saat penulis lalai dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Arief Subhan M.A sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM), Dr. Suparto, M. Ed, MA selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Drs. Jumroni, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi dan Keuangan, serta selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), dan juga kepada Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.

2. Umi Musyarofah, MA selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. Wanita muslimah yang penulis kenal di jurusan yang konsisten dan sederhana, bersahaja dan selalu memberikan nasihat.

3. Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, Ph.D, MA selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu, memberikan bimbingan dan pengarahan pada penulisan skripsi ini. Beliau sangat sabar dalam membimbing penulis. Penulis biasanya melakukan bimbingan skripsi ini di kediaman Beliau. Berjam-jam kami duduk dan penuh teliti, Beliau selalu memberikan pengarahan. Senang dan sekaligus beban. Senang dapat bimbingan dengan Beliau karena keseriusan dalam membimbing penulis sangat penulis rasakan. Dari beliau penulis banyak mengambil pelajaran. Penulis ingat jurus membaca dari beliau,


(8)

iv

dapat sejak smester lima silam. Beliau pernah menjelaskan bahwa membaca itu seperti orang sedang shalat. Shalat itu butuh keseriusan (khusyuk). Kalau tidak serius bukan shalat namanya. Begitu pula dalam membaca, baca yang serius dan teliti agar pahalanya dapat dipetik. Jurus ini seperti mantra dalam telinga, terus dan akan terus diingat. Semoga penulis tetap konsisten atas jurus ini. Terimakasih banyak, Prof.

4. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu mengarahkan seluruh mahasiswa untuk mengikuti proses kegiatan akademik.

5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang bermanfaat bagi penulis. Semoga ilmu yang telah diberikan bermanfaat untuk selama-lamanya.

6. Segenap karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan juga Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kemudahan penulis untuk mendapatkan berbagai referensi dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Ayah tercinta (Abah) H. Suyatno dan Ibunda (Umi) Hj. Sufyani yang selalu bertengadah dengan tulus dan ikhlas mendoakan penulis, memotivasi, mendorong penulis untuk selalu semangat. Terimakasih atas segala kasih sayang Abah dan Umi. Tak kutemukan apa-apa dari wajah anggun mereka berdua kecuali doa dan semangat yang menyala. Selalu kunanti momen-momen penting saat penulis hendak berangkat ke Jakarta,


(9)

v

mereka selalu hadiahi penulis dengan doa yang tiada dapat dihitung dengan apapun.

8. Adik tersayang, Sukran Makmun (Suk Ma). Terimakasih atas doa dan nasihat-nasihatmu. Bangga rasanya melihat semangat belajarmu yang selalu berkobar. Semoga selalu dalam bimbingan Allah SWT. Semangat selalu, dan ingat! perjuangan kita masih panjang.

9. Keluarga tercinta Nenek Sup dan Kakek Sup, Nenek Su dan Kakek Su, Bibi Sriyatin beserta Paman Bahrudi, Om Lie dan Bibi Yuli, Om Sahrawi

dan Bibi Syeifi, Om Jo dan Bibi Siti, Bibi Suhana dan Paman Ja’far

mereka semua orang tua penulis yang selalu tulus memberikan nasihat. 10.Sulfi, Amel, Umay, Syaifi, Adif, Ghufroni, Maghfiroh, dan Utsman

mereka adalah adik-adik sepupu penulis yang selalu menyemangati.

11.Segenap guru yang telah membimbing penulis. Penulis haturkan hormat

dan terimakasih serta salam ta’dhim yang sedalam-dalamnya kepada Alm. KH. Abuzairi dan keluarga besar Pon-Pes Salafiyah I, Bondowoso. Keluarga besar KH. Rosyid dan Pon-Pes Salafiyah II Situbondo, mereka adalah guru yang senantiasa memberikan bimbingan kepada penulis. Kepada keluarga besar Kiai Anwar Mahfudz dan Pon-Pes Darul Ulum Bondowoso. Keluarga besar KH. Taufiqul Hakim dan Pon-Pes Darul Falah Amtsilati, Jepara. Keluarga besar Habib Ali Alwi Al-Husainy dan Ustad H. Ubaidilah Cholid serta keluarga Pon-Pes Al-Husainy, Tangerang Selatan. Keluarga besar KH Rohmani dan Pon-Pes Nurul Iman, Jakarta. Semoga ilmu yang telah diberikan menjadi ilmu yang bermanfaat.


(10)

vi

Imamudin, Bapak H. Mu’in, Bapak Tubagus Sos Rendra, Bapak Tubagus

Muhammad Aris yang telah berbagi informasi atas penulisan skripsi ini. 13.Teman-teman seperjuangan KPI C 2009, yang saling membantu satu sama

lain dan tetap menjaga kekompakan. Kawan-kawan KKN DEDICATION, semoga persaudaraan kita tetap terjalin sampai kelak kita berada pada bidang dan dunia pengabdian yang berbeda.

14.Orang tua penulis di Jakarta, keluarga besar Mama Maspiyah, keluarga besar Mama Vikri, dan keluarga besar Ibu Hj Mursiyah, keluarga besar Ibu Alwiyah dan adik-adikku semua. terimakasih atas segala kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. Semoga Allah senantiasa memberikan yang terbaik untuk mereka.

15.Kawan-kawan seperjuangan, Dina Mayasari dan keluarga besar SMA IT Al-Husainy, Ulan Sari, Hasonanganta Malau, Adin, Hafidz Malawat,

Mua’mmar Tjio, Indra Andrean, Aziz Fathullah kawan diskusi penulis. Keluarga besar Salafiyah Ust. Andri Yanto, Mas Riga Irawan (Reigar), Ust. Abdurrahman Shalih, Ust. Fariki, Zainul Hakim, Zubairi, Siri, Lifan Efendi, dan Iswandi. Mereka selalu menasihati penulis.

16.Saudara-saudara di perantauan, Abdul Munib, Hasbul Sakera, Miqdad, Melki terus berjuang, jangan pernah menyerah, raih janji-janji kecil dulu saat kita di kampung.

17.Adik-adik Amtsilati cabang Al-Husainy semua angkatan, kalian adalah warna tersendiri bagi penulis. Terus berjuang tanpa henti dan selalu semangat.


(11)

vii

Semoga tetap semangat dalam melangkah kedepan lebih baik. Semangat itu seperti laju angin, terkadang kencang keras mengalahkan segalanya untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, atau bahkan malas menyelinap tanpa ampun, datang tiba-tiba. Akhirnya pesan dan dorongan guru, kawan, dan saudara itu yang menjadi senjata penangkalnya. Semoga skripsi ini lahir dari hasil membaca karena Allah, menulis karena Allah dan bermanfaat untuk hamba Allah. Amin.

Dan akhir kata dari penulis, semoga segala bentuk motivasi, dukungan, harapan dan keberkahan doa yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang berlimpah dan ridha dari Allah SWT. Amin.

Jakarta, 4 Oktober 2013

Samsul Arifin NIM: 109051000077


(12)

viii

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Batasan, dan Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Skripsi Terdahulu ... 11

E. Metodologi Penelitian ... 13

F. Sistematika Penulisan ... 29

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Memaknai Komunikasi ... 31

1. Pengertian Komunikasi ... 31

2. Unsur-unsur Komunikasi ... 33

3. Fungsi Komunikasi ... 35

B. Memaknai Budaya ... 36

1. Pengertian Budaya ... 36


(13)

ix

3. Pengertian Komunikasi Antarabudaya ... 39

4. Teori Komunikasi Antarbudaya Joseph A. Devito dan Andi-Faisal Bakti ... 42

C. Memaknai Folklor ... 55

1. Pengertian Folklor ... 55

2. Folklor Haul Cuci Pusaka ... 56

BAB III TUBAGUS ATIEF, ”HAUL CUCI PUSAKA KERAMAT TAJUG,” DAN KELURAHAN CILENGGANG A. Tentang Tubagus Atief ... 60

B. Perayaan “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ... 63

1. Asal Mula Dilaksanakannya Haul “Cuci Pusaka Keramat-Tajug” ... 63

2. Gambaran Perayaan Folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat-Tajug” ... 65

C. Gambaran Umum Masyarakat Cilenggang ... 69

1. Letak Geografis ... 69

3. Keadaan Penduduk ... 70

BAB IV PROSES KOMUNIKASI ANTARBUDAYA MELALUI FOLKLOR ”HAUL CUCI PUSAKA KERAMAT TAJUG” A. Analisis Jenis Komunikasi antarbudaya menurut Joseph A. Devito dan Andi Faisal Bakti ... 75


(14)

x

3. Komunikasi Antara Subkultur dengan Kultur

yang-Dominan ... 80

4. Komunikasi Antara Jenis Kelamin yang Berbeda ... 82

5. Komunikasi Antara Kaum Tradisionalis dengan Kaum – Modernis ... 83

B. Analisis Folklor menurut Teori Andi Faisal Bakti ... 85

1. Etre pense par sa culture ... 85

2. Heriter la culture ... 91

3. Adoration of scriptures ... 92

4. Geminscaft ... 94

5. Vernacular language ... 96

C. Pembahasan ... 98

1. Beberapa Kegiatan Folklor yang Positif ... 199

2. Munculnya Kesamarataan Budaya ... 103

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 112

B. Saran ... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 118 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(15)

xi

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1. ... 46

2. Tabel 2.2. ... 48

3. Tabel 2.3. ... 50

4. Tabel 3.1. ... 70

5. Tabel 3.2. ... 71

6. Tabel 3.3. ... 72

7. Tabel 3.4. ... 72

DAFTAR BAGAN 1. Bagan 1.1. ... 17

2. Bagan 1.2. ... 26


(16)

xii

1. Gambar 4.1. ... 76

2. Gambar 4.2. ... 78

3. Gambar 4.3. ... 78

4. Gambar 4.4. ... 79

5. Gambar 4.5. ... 80

6. Gambar 4.6. ... 82

7. Gambar 4.7. ... 83

8. Gambar 4.8. ... 84

9. Gambar 4.9. ... 88

10. Gambar 4.10. ... 89

11. Gambar 4.11. ... 89

12. Gambar 4.12. ... 92

13. Gambar 4.13. ... 93

14. Gambar 4.14. ... 97

15. Gambar 4.15. ... 100

16. Gambar 4.16. ... 102

17. Gambar 4.17. ... 103

18. Gambar 4.18. ... 104

19. Gambar 4.19. ... 105

20. Gambar 4.20. ... 106


(17)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan kunci dalam setiap penyampaian visi dan misi seseorang terhadap orang lain. Menurut kacamata agama Islam, kegiatan menyampaikan visi dan misi (nilai-nilai luhur agama) disebut dengan dakwah. Tidak hanya dalam satu sisi dakwah saja, misalnya hanya dalam bentuk ceramah saja yang dianggap proses terjadinya komunikasi Islam, akan tetapi dalam semua aspek. Komunikasi memang menempati tempat paling vital bagi manusia.1 Misalnya, dalam konteks hubungan sosial budaya, manusia akan terus melakukan interaksi dengan manusia lain, dengan segala maksud dan tujuan masing-masing.

Sebagai gambaran bagaimana komunikasi sangat vital bagi manusia, penulis mengutip Wilbrum Scharmm dan William E. Porter seperti yang dikutip oleh Rulli Nasrullah mengenai teori tentang perkembangan awal manusia mulai berkomunikasi dengan menggunakan bahasa.

“Pertama, teori bow-bow yang menggambarkan bahwa manusia pertama kali menggunakan bahasa lisan dengan meniru bunyi-bunyian yang bersifat alami, seperti suara rintik hujan dan gemuruh. Kedua, teori poo-poo merupakan era di mana manusia menggunakan bahasa yang sesuai dengan perwakilan emosi yang mereka alami seperti perasaan takut, kesakitan, gembira dan sebagainya. Ketiga, teori song-song, yaitu bahasa yang digunakan dalam komunikasi dalam masa awal merupakan ucapan atau nyanyian saat mereka merayakan sesuatu. Misalnya dapat disaksikan dalam acara-acara api unggun yang dilakukan oleh suku-suku Indian. Keempat, teori yo-heave-ho merupakan bahasa komunikasi yang berkembang dari sungutan yang terjadi karena pergerakan fisik. Terakhir, kelima, teori yuk-yuk bahwa terjadinya kata karena adanya bunyi yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa tertentu.”2

1

Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 1.

2


(18)

Beberapa teori tentang perkembangan komunikasi ini tentu sangat menjadi bukti bahwa komunikasi sangatlah penting dalam kehidupan manusia.

Perbedaan itu memang tidak dapat dihindari dalam kehidupan masyarakat. Ini tergambar dalam surat hud ayat 118.

                     

Artinya: Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu. Tetapi, mereka senantiasa berselisih pendapat. (Qs. Huud 118).3

Dalam tafsir Al-Misbah, ayat ini diartikan dengan “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat.” Dalam tafsir Al-Misbah disebutkan, bahwa perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Hal ini dimaksudkan agar manusia dapat memilih dan menentukan pilihan jalan yang baik dengan cara yang baik pula agar dapat menimbulkan sifat saling menghargai (toleransi).4 Dalam ranah komunikasi antarbudaya, tentu ini menjadi bahasan penting. Di sini lah komunikasi berperan, terlebih komunikasi antarbudaya sebagai solusi atas perbedaan tersebut. Dalam penjelasan tafsir tersebut di atas, memang perlu keterbukaan budaya dan keterampilan dalam berkomunikasi.

“Kalaulah Allah SWT. Berkehendak menjadikan semua manusia sama, tanpa ada perbedaan, Dia menciptakan menusia seperti binatang tidak dapat berkreasi dan melakukan pengembangan, baik terhadap dirinya apalagi lingkungannya. Tapi, itu tidak dikehendaki Allah karena Dia manugaskan manusia menjadi khalifah. Dengan perbedaan itu, manusia dapat berlomba-lomba dalam kebajikan dan, dengan demikian, akan terjadi kreativitias dan peningkatan kualitas. Karena, hanya dengan perbedaan dan perlombaan yang sehat, kedua hal itu akan tercapai. Antara lain untuk itulah manusia dianugerahi-Nya kebebasan bertindak, memilah dan memilih.” 5

3 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT.

Syaamil Cipta Media), h. 143.

4

Tafsir Al-Misbah, “Toleransi Untuk Mencapai Toleransi,” artikel diakses pada 21 Juni 2013 dari http://lampost.com.

5 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an Vol 5


(19)

Demikian pentingnya keterampilan berkomunikasi ini akan sangat disadari bagi setiap orang, baik individu maupun sosial. Terlebih ketika orang-orang tersebut berada dalam lingkungan baru, dengan manusia-manusia baru dan kebiasaan (budaya) baru. Orang-orang itu secara sadar maupun tidak akan memikirkan tentang kebiasaan dari lingkungan lamanya. Mereka akan berusaha bagaimana cara menyeimbangkan kebiasaan lama dengan kebiasaan baru yang dihadapi. Usaha tersebut dilakukan untuk dapat berkomunikasi dengan baik. Di sinilah proses pertukaran budaya tidak bisa dihindari. Karena pada dasarnya, lingkungan baru bagi seseorang yang berbeda budaya sarat dengan kegagalan, baik dari segi bahasa, dan bahkan maksud dari penyampaian pesan itu sendiri.6

Setiap sesuatu yang berkaitan dengan cara hidup manusia adalah budaya. Setiap manusia pun akan berusaha berada dalam tatanan budaya tersebut. Misalnya cara berbicara, kebiasaan makan dan minum, bahasa sehari-hari, dan kegiatan agama tertentu. Hal tersebut merupakan hasil dari penyesuaian serta respons manusia, baik individu maupun sosial, terhadap pola-pola budaya yang dikenalnya. Mereka lahir dan dibesarkan dalam bentuk budayanya masing-masing.7

Dalam kajian komunikasi antarbudaya, kita mengenal dengan subbudaya, yaitu komunitas yang menjadi pembeda dengan subkultur lainnya. Dalam kebudayaan masyarakat yang ada dalam lingkungan tempat tumbuh berkembangnya komunitas tersebut ataupun di tempat lain. Adapun yang

6

Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009), h. 179.

7Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya, h. 18.


(20)

menjadi pembeda pada komunitas subbudaya adalah ras, etnik, regional, ekonomi, dan bahkan prilaku sosial yang menjadikan ciri tersendiri bagi komunitas tersebut.8

Salah satu fenomena yang dapat kita temukan dalam kelompok masyarakat atau golongan tertentu adalah folklor. Yaitu cerita rakyat yang lahir dari zaman ke zaman dalam kurun waktu yang cukup lama. Sampai saat ini masih banyak ditemukan folklor yang tersebar di seluruh Indonesia. Terbentuknya folklor bermula dari kelompok-kelompok tertentu. Tumbuh secara turun temurun serta akan menyisakan cerita. Cerita itu kemudian akan diwariskan melalui proses yang cukup lama dari mulut ke mulut. Adanya folklorini menjadi sebuah tatanan sosial bagi masyarakat yang menjalaninya.9 Pada prosesnya, folklor tentu berkisar dalam kurun waktu yang lama. Bisa sampai dengan ratusan tahun lamanya. Sebagai contoh, penulis menggambarkan dalam kebiasaan penulis sendiri. Dalam keluarga penulis ada banyak peraturan semi resmi yang dianut bersama-sama oleh anggota keluarga penulis. Misalnya tidak boleh duduk di pintu dengan alasan menurut keluarga penulis katanya mempersulit rezeki. Cerita ini akan menyisakan adat dari pengikutnya yang telah lama menggejala dan dilakukan secara turun temurun pula. Semua yang mengikuti apa yang telah menjadi kebiasaan dari pengikut sekelompok tersebut secara tidak langsung telah dipengaruhi oleh peraturan adat tersebut.

8

Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya, h. 18.

9

Supanto dkk, Risalah; Sejarah dan Budaya Seri Folklor (Yogyakarta: Balai Penelitian Sejarah dan Budaya, 1981-1982), h. 48.


(21)

Sejalan dengan pernyataan Margarete Schweizer, bahwa kebudayaan daerah memberikan pengaruh besar atas kehidupan sosial, tingkah laku dan bahkan sampai pada pendirian hampir setiap orang Indonesia sekarang. Menurutnya, hal ini dapat dilihat dari bahasa keseharian, struktur ekonomi, gaya interaksi, norma-norma, dan pemikiran serta sejarah sosial.10

“Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” merupakan salah satu bentuk folklor yang penulis temukan. Terjadinya folklor tersebut tepatnya di daerah Serpong Kelurahan Cilenggang, Tangerang Selatan. Haul secara bahasa dapat diartikan dengan kekuatan, kekuasaan, serta selamatan arwah yang dilakukan rutin setiap satu tahun sekali.11 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Haul berarti peringatan hari wafat seseorang yang diadakan setahun sekali (biasanya disertai selamatan arwah).12 Dalam konteks ini, kita dapat mengambil pengertian yang terakhir, yaitu selamatan arwah yang dilakukan secara rutin setiap satu tahu sekali.

“Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini memang dilakukan setiap satu tahun sekali. Dilakukan setiap tanggal 14 Rabi’ul Awal pada perhitungan tahun Hijriah setiap tahunnya. Adapun pada perhitungan tahun Masehi kali ini bertepatan pada tanggal 25 Januari 2013 yang lalu. Tidak diketahui pasti kapan awal dimulainya kegiatan Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug ini. Diperkirakan telah berlangsung sekitar 400 tahun yang lalu.13

10

Dikutip dari Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009), h. 215.

11

Ananda Santoso dan A.R. Al Hanif, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Alumni), h. 147.

12

Departemen Pendidikan Nasional, Tim Penyusun Kamus, Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 393.

13


(22)

Keramat Tajug adalah tempat pemakaman keluarga dari kerajaan pangeran Tirtayasa pada zaman kerajaan Banten. Bentuk geografis pemakaman tersebut seperti bukit kecil yang orang setempat menyebutnya gunung Puyuh. Terdapat sebuah tajug atau musala,14 dalam istilah bahasa setempat. Di dalamnya terdapat makam pangeran Tubagus Atief, putra keenam dari pangeran Tirtayasa.

Kegiatan tahunan ini dimulai dari pencucian benda-benda pusaka peninggalan Tubagus Atief (1651). Masyarakat setempat menyebutnya

Nyiraman” atau cuci pusaka. Kemudian disambung dengan warna-warni kemeriahan pawai obor. Adapun puncak dari kegiatan Haul “Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini adalah pembacaan tahlil dan pembacaan Maulid Nabi. Hal ini dilakukan untuk mengenang perjuangan Tubagus Atief pada masa hidupnya. Bersamaan dengan pembacaan tahlil dilakukan juga pencucian pusaka tutup pusar Tubagus Atief (1651).

Menjadi ketertarikan tersendiri bagi penulis, karena di tengah kota besar yaitu di daerah Serpong Tangerang Selatan terdapat folklorsemacam ini yang mampu dipertahankan. Masyarakat sekitar yang kehidupannya tergolong masyarakat modern (Mitropolite) memiliki kebudayaan yang beragam. Hal ini terjadi karena masyarakat yang ada di kelurahan Cilenggang sangat antusias

dengan kegiatan “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini. Kegiatan tersebut kemudian mencirikan bahwa masyarakat Cilenggang sudah termasuk kategori masyarakat yang mempunyai keragaman budaya (multibudaya). “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini kemudian dengan apik dikemas oleh pihak panitia

14

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia musala berarti tempat salat, langgar, surau, tikar salat, sajadah.


(23)

sebagai ajang peringatan haul dan pencucian pusaka peninggalan Tubagus Atief. Kegiatan ini diikuti oleh masyarkat Cilenggang dan sekitarnya.

Dari latar belakang ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan pengkajian mendalam dalam bentuk skripsi dengan judul “Komunikasi Antarbudaya Melalui Folklor Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” di Kelurahan Cilenggang Serpong Tangerang Selatan.”

B. Identifikasi, Batasan, Rumusan Masalah dan Pernyataan Peneliti 1. Identifikasi Masalah

Folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” bercirikan tradisional yang kental dengan kekuatan supranatural. Banyak praktik yang menurut penulis masih berbau mistis, seperti pembakaran dupa, kembang tujuh rupa, tumpeng, dan aneka makanan tradisional lainnya. Akan tetapi ada kemungkinan bentuk supranatural ini sudah tidak lagi dijadikan fokus dalam pelaksanaan “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug.” Melihat dari mata acara yang terlaksana, maka tujuan dari terlaksananya acara ini adalah bagaimana masyarakat setempat ikut serta dalam pelaksaan “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” dan berpartisipasi dalam kegiatan haul, terutama pada saat acara puncak, yaitu malam tanggal 15 bulan Ramadhan.

Pada pelaksanaannya, folklor Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” melibatkan beberapa lapisan masyarakat sekitar yang termasuk dalam kategori masyarakat multibudaya. Budaya-budaya tersebut meliputi Jawa, Sunda, dan Betawi. Oleh karena itu, sangatlah mungkin kegiatan ini melibatkan beberapa budaya atau terjadi komunikasi antarbudaya, sehingga penulis dapat mengidentifikasi, bahwa dengan dikemasnya


(24)

folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” sedemikian rupa, maka sangat mungkin folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” menjadi media komunikasi antarbudaya bagi masyarakat di kelurahan Cilenggang.

2. Batasan Masalah

Guna mempermudah dan memperjelas proses penelitian, maka penulis membatasi masalah pada proses komunikasi antarbudaya yang terjadi pada folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” di kelurahan Cilenggang Serpong Tangerang Selatan sebagai media komunikasi.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah utama dalam penulisan ini adalah bagaimana bentuk komunikasi antarbudaya melalui folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” di kelurahan Cilenggang kecamatan Serpong Tangerang Selatan?

Dari pertanyaan utama di atas, penulis memberikan beberapa pertanyaan berikutnya sebagai pertanyaan turunan. Adapun bentuk pertanyaannya penulis merumuskan sebagai berikut:

a. Seperti apa komunikasi antara etnis yang berbeda yang terjadi pada

perayaan folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug”?

b. Mengapa ada komunikasi antara subkultur yang berbeda, dan seperti apa komunikasi antara subkultur yang berbeda pada perayaan folklor

“Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug”?

c. Komunikasi seperti apakah yang terjadi pada perayaan “Folklor Haul

Cuci Pusaka Keramat Tajug” antara subkultur dengan kultur yang

dominan, antara jenis kelamin yang berbeda, dan komunikasi kaum tradisionalis dengan kaum modernis?


(25)

4. Pernyataan Peneliti

Ditinjau dari letak kelurahan tempat diadakannya folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini, penduduknya merupakan penduduk pendatang. Mereka adalah orang-orang yang berpindah dari tempat semula atau tempat asal mereka menuju Cilenggang. Oleh karena itu dapat diidentifikasikan, bahwa tempat tersebut sangat memungkinkan terjadinya komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya tersebut lalu akan mengacu pada upaya mempertahankan diri dari memudarnya nilai-nilai.

Folklor Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” sebagai sarana komunikasi antarbudaya pada masyarakat di kelurahan Cilenggang Serpong Tangerang Selatan mempunyai tujuan tertentu dan diperkuat dalam aturan-aturan budaya tertentu. Dari budaya yang mereka pertahankan dalam kegiatan tersebut diharapkan mampu menghasilkan budaya yang secara mendalam dapat dimanfaatkan sebagai sarana pemersatu bagi masyarakat sekitar.

Budaya yang terlibat di dalamnya yaitu budaya Jawa, budaya Sunda dan budaya Betawi. Dari ketiga budaya yang tergabung ini dipersatukan dalam folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug,” sehingga dalam folklor

“ Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” terjadi komunikasi antarbudaya.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui folklor dalam komunikasi antarbudaya yang digunakan sebagai media komunikasi untuk masyarakat yang ada di kelurahan Cilenggang Serpong Tangerang


(26)

Selatan dan dibangun dengan sistem komunikasi antarbudaya pula. secara khusus, penulisan ini dimaksudkan pula untuk mengetahui:

a. Komunikasi antarbudaya secara luas menurut teori Komunikasi Antar Budaya oleh Andi Faisal Bakti.

b. Komunikasi antarbudaya secara luas menurut teori Joseph A. Devito. c. Komunikasi antar etnis yang berbeda pada folklor “Haul Cuci Pusaka

Keramat Tajug.”

d. Komunikasi antara subkultur yang berbeda pada folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug.”

e. Komunikasi antara jenis kelamin yang berbeda yang terjadi pada saat

folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug.” 2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penulisan ini terbagi menjadi dua, yaitu: a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penulisan ini dapat menambah daftar referensi bagi pengembangan ilmu komunikasi antarbudaya, terutama bagi jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi dokumen ilmiah serta sebagai bahan informasi bagi mahasiswa dalam upaya pengembangan keilmuan, terlebih dalam bidang komunikasi dan komunikasi antarbudaya.

b. Manfaat Praktis

Dari penulisan ini, diharapkan mampu memberikan masukan kepada para praktisi yang bergerak di bidang komunikasi. Penulisan ini diharapkan pula dapat menambah wawasan serta dapat menjadi


(27)

pelajaran bagi masyarakat sosial dalam menjalankan adat sosial yang ada. Bagi kaum muslim, dapat menjadi bahan gambaran di mana nilai-nilai adat sosial yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai-nilai-nilai Islam dapat dilestarikan. Untuk para praktisi dakwah, penulisan ini merupakan gambaran di mana nilai-nilai murni Islam dapat disampaikan melalui adat atau kebudayaan yang ada, seperti yang terjadi dalam folklor

“Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug.”

D. Skripsi Terdahulu

Sebelum memastikan judul dan masalah yang akan diteliti, penulis terlebih dahulu malakukan tinjauan skripsi terdahulu, utamanya di perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), banyak skripsi yang penulis temukan dengan jenis penulisan yang sama, diantaranya: 1. Skripsi Iin Afrianti, NIM: 107051002443, Jurusan Komunikasi Penyiaran

Islam (KPI), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, di bawah bimbingan Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, MA. Ph.D. dengan judul

“Pesta Lomban Sebagai Fungsi Media Komunikasi Rakyat Masyarakat Pesisir Kabupaten Jepara dalam Menyampaikan Pesan Dakwah”.15 Secara garis besar skripsi ini sama-sama tergolong ke dalam ranah penelitian komunikasi antarbudaya. Objek dalam skripsi yang ditulis oleh Iin Afrianti ini jelas berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan.

15 Iin Afrianti, “Pesta Lomban Sebagai Fungsi Media Komunikasi Rakyat Masyarakat

Pesisir Kabupaten Jepara dalam Menyampaikan Pesan Dakwah,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Jakarta, 2011), h. 7.


(28)

2. Skripsi yang ditulis oleh Yogyasmara. P. Ardhi, NIM: 106051001901, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, di bawah bimbingan Dr. H. A. Ilyas Ismail, MA. dengan judul “Wayang Kulit sebagai Media Dakwah: Studi pada Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus Semarang.”16 Skripsi ini hampir sama dengan skripsi yang penulis tulis ini dari segi arus komunikasinya. Baik skripsi Yogyasmara P. Ardhi maupun skripsi penulis, sama-sama menginterpretasikan sebuah kebudayaan daerah yang dikonsumsi oleh masyarakat sekitar sebagai objeknya. Dalam skripsi Yogyasmara. P. Ardhi jelas berbeda dengan skripsi yang saya tulis, baik dari subjek maupun objek penelitiannya.

3. Skripsi yang ditulis oleh Ega Maulana, NIM: 107051002248, di bawah bimbingan Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, MA. Ph.D. dengan judul Fungsi Folklor “Hajat Bumi Keramat Ganceng” dalam Komunikasi Antarbudaya bagi Masyarakat Urban di Kelurahan Pondok Ranggon Jakarta Selatan.”17 Skripsi yang ditulis Ega Maulana ini mempunyai kesamaan dalam ranah penelitiannya dengan skripsi penulis. Skripsi Ega Maulana dengan skripsi yang penulis tulis sama-sama dalam ranah komunikasi antarbudaya dan sama-sama dalam cakupan folklor. Adapun perbedaannya terletak pada analisis yang dilakukan dalam penelitian Ega Maulana berfokus pada fungsi folklor, sedangkan dalam skripsi penulis, analisisnya berfokus pada bentuk komunikasi antarbudaya

16 Yogyasmara. P. Ardhi, “Wayang Kulit sebagai Media Dakwah: Studi pada Wayang

Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus Semarang,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Jakarta, 2011), h. 5.

17 Ega Maulana, “Fungsi Foklor “Hajat Bumi Keramat Ganceng” dalam Komunikasi

Antarbudaya bagi Masyarakat Urban di Kelurahan Pondok Ranggon Jakarta Selatan,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Jakarta, 2011), h. 6-7.


(29)

yang dibangun dari folklor. Selain dari itu tentu berbeda dari segi subjek dan objek penelitiannya.

E. Metodologi Penelitian

Metodologi berasal dari bahasa Yunani yaitu methodologhia yang secara harfiah bermakna teknik atau cara. Secara garis besar metodologi dapat diartikan dengan general logic atau pemikiran umum serta dapat diartikan pula dengan theoretic perspective atau gagasan teoritis.18

Dalam sebuah penulisan, metodologi dapat diartikan dengan sebuah teknik atau cara yang digunakan. Kemudian cara itu mengantarkan penulis kepada arah analisis data yang telah didapatkan. Hasil dari analisis tersebut kemudian akan menjadi sebuah konfirmasi atas teori yang digunakan atau bahkan akan menjadi sebuah penemuan baru.19

Ada sedikit perbedaan antara pengertian kata metodologi dengan metode yang harus kita pahami. Kedua kata ini sering diartikan sama oleh kebanyakan orang. Pengertian kedua kata tersebut berbeda dalam konteks penelitian. Metodologi lebih kepada pemikiran secara umum (general logic), atau lebih kepada gagasan teoritis (theoritical perspective), sedangkan metode yaitu teknik yang digunakan pada saat penulisan misalnya teknik wawancara. Jelasnya metodologi lebih bersifat umum dan metode bersifat khusus.20

18

J. R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Janis, Karakter dan Keunggulannya (Jakarta: PT Grasindo, 2010), h. 1.

19

J. R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Janis, Karakter dan Keunggulannya (Jakarta: PT Grasindo, 2010) , h. 1.

20

J. R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Janis, Karakter dan Keunggulannya (Jakarta: PT Grasindo, 2010), h. 1.


(30)

1. Bingkai Teori

Menjadi keharusan dalam sebuah penelitian bagi seorang peneliti untuk menentukan teori sebagai sebuah bingkai penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti akan menjadikan rumusan kerangka teori sebagai pijakan sebuah penelitian ilmiah yang dilakukan dalam skripsi ini. Adapun teori yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah teori teori Joseph A. Devito dan Andi Faisal Bakti. Teori Andi Faisal Bakti ada dua macam yaitu teori tujuh dan teori dua puluh.21

Adapun teori Joseph A. Devito adalah teori yang diambil peneliti untuk mengklasifikasikan bentuk komunikasi antarbudaya yang ada pada

perayaan folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” Cilenggang Serpong

Tangerang Selatan. Komunikasi antarbudaya menurut Joseph A. Devito berjumlah delapan.22

Berikut macam-macam teori Joseph A. Devito secara singkat: 1. Komunikasi antarbudaya.

2. Komunikasi antara ras yang berbeda.

3. Komunikasi antara kelompok etnis yang berbeda. 4. Komunikasi antara kelompok agama yang berbeda. 5. Komunikasi antara bangsa yang berbeda.

6. Komunikasi antara subkultur yang berbeda.

7. Komunikasi antara subkultur dengan kultur yang dominan. 8. Komunikasi antara jenis kelamin yang berbeda.23

21

Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program (Jakarta: INIS, 2004), h. 128.

22

Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia. Penerjemah Agus Maulana (Jakarta: Profesional Books, 1997), h. 480-481.

23

Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia. Penerjemah Agus Maulana (Jakarta: Profesional Books, 1997), h. 480-481.


(31)

Dari delapan jenis-jenis budaya menurut Joseph A. Devito peneliti akan menggabungkan dengan teori tujuh dari Andi Faisal Bakti. Berikut macam-macam teori tujuh secara singkat:

1. Komunikasi antara muslim dengan non muslim. 2. Komunikasi antara militer dengan sipil.

3. Komunikasi antara Jawa dengan non-Jawa. 4. Komunikasi antara pribumi dengan nonpribumi. 5. Komunikasi antara tradisionalis dengan modernis. 6. Komunikasi antara kelompok sekuler dengan Islam. 7. Komunikasi antara lelaki dengan perempuan.24

Setelah pengklasifikasian dilakukan kemudian peneliti akan menganalisis komunikasi antarbudaya yang terjadi dengan teori dua puluh.

Berikut macam-macam terori dua puluh:

1. Etre pense par sa culture lawannya adalah Penser sa culture 2. Heriter la culture lawannya adalah Acquerir la culture

3. Submission lawannya adalah Egalitarian/Emancipation

4. Adoration of scriptures lawannya adalah Interpretation of scriptures 5. Textualist lawannya adalah Contextualist

6. Geminschaft lawannya adalah Gesellschaft

7. Reproduction lawannya adalah Creation and trust in foregners 8. Fundamentalism lawannya adalah Rationalism/Secularization 9. Geoprapical immobility lawannya adalah Geigrapical mobility 10.Je me souviens lawannya adalah Deracinement

24

Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program (Jakarta: INIS, 2004), h. 128.


(32)

11.Paganism (idol woeshipping) lawannya adalah Monoteism (idol destruction)/Humanism (God created by humans)

12.Imposition/ Holy war/ Proseliytism lawannya adalah Negotiation

13.Nationalism/ Tirbalism lawannya adalah universalism/ internationalism 14.Orthodoxy/ Traditionalism lawannya adalah Protestantism/ Modernism 15.Sectaria communitarianism lawannya adalah Global communitarianism 16.Cul./Lang./Competence/Inheritence lawannya adalah

Cul./Lang./Competence acquisition

17.Dependency/Egoism lawannya adalah Interdepency/Solidarty 18.Exclusivism lawannya adalah Inclusifsm

19.Vernacular language lawannya adalah Vahicular language 20.Parochialism lawannya adalah Flexibility25

Dari dua puluh teori yang ada, peneliti akan melakukan analisis dengan keadaan masyarakat pada acara folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” Cilenggang Serpong Tangerang Selatan.

Adapaun gambaran teori tersebut sebagai berikut:

25

Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program (Jakarta: INIS, 2004), h. 128.


(33)

Bagan 1.1.

Bagan 1.1. Bingkai Teoritis

Sumber: Joseph A. Devito 1997 dan Andi Faisal Bakti 2004 dan 2010.26

26

Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia. Penerjemah Agus Maulana (Jakarta: Profesional Books, 1997), h. 480-481. Dan Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program (Jakarta: INIS, 2004), h. 128.

MASYARAKAT (SUNDA, BETAWI, JAWA) PADA PERAYAAN FOLKLOR “HAUL CUCI PUSAKA

KERAMAT TAJUG” CILENGGANG SERPONG

TANGERANG SELATAN 6. Komunikasi antara

jenis kelamin yang berbeda

5. Komunikasi antara subkultur

dengan kultur dominan

1. Komunikasi antara kelompok etnis yang berbeda

2. Komunikasi antara subkultur yang berbeda JOSEPH A. DEVITO (1997)

KOMUNIKASI

ANTARBUDAYA

(KAB)

4. Komunikasi antara tradisionalis dengan

modernis

3. Komunikasi antara lelaki dengan

perempuan ANDI FAISAL BAKTI

(2010)

ANDI FAISAL BAKTI

(2004)

FOLKLOR

“HAUL CUCI PUSAKA KRAMAT TAJUG”

KELURAHAN CILENGGANG SERPONG

4. Geminschaft Vs Gesellschaft 5. Vernacular language

Vs

Vahicular language

3. Adoration of scriptures Vs Interpretation of

scriptures 1. Etre pense par sa

cultureVs Penser sa culture

2. Heriter la culture Vs Acquerir la culture


(34)

Dari bagan teori 1.1. di atas dapat dijelaskan bahwa peneliti akan menganalisis bentuk komunikasi antarbudaya yang terjadi di kelurahan Cilenggang Serpong Tangerang Selatan melalui folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug.” Peneliti akan mengklasifikasikan jenis-jenis komunikasi antarbudaya terlebih dahulu. Setelah menemukan jenis-jenis komunikasi antarbudaya yang terjadi pada masyarakat yang terlibat pada perayaan folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” di kelurahan Cilenggang Serpong Tangerang Selatan, peneliti kemudian akan menganalisisnya dengan teori Andi Faisal Bakti, yakni teori dua puluh. Pada penelitian tahap ini peneliti berfokus pada folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug.”

Dalam tahap analisis jenis-jenis budaya yang ada, peneliti menggabungkan teori Joseph A. Devito dengan teori Andi Faisal Bakti.27 Dari delapan teori menurut Joseph A. Devito peneliti menemukan empat jenis saja. Sedangkan pada teori Andi Faisal Bakti, dari tujuh jenis komunikasi antarbudaya, peneliti hanya melihat ada dua temuan saja di lapangan.28 Pada bagan 1.1, peneliti menggabungkan antara teori Joseph A. Devito dengan Andi Faisal Bakti dengan garis hitam. Garis hitam pada bagan merupakan penghubung antara kedua teori tersebut. Untuk mempermudah, peneliti membedakan warna antara kedua teori tersebut. Pada teori Joseph A. Devito berwana biru muda. Sedangkan pada teori Andi Faisal Bakti berwarna merah kecoklat-coklatan. Sedangkan warna biru muda peneliti buat untuk menyamakan antara penggabungan teori.

27

Lihat bagan 1.1. h. 17

28


(35)

Antara kedua teori Joseph A. Devito dan teori Andi Faisal Bakti (teori delapan dan teori tujuh) peneliti melihat ada satu teori yang sama yaitu pada komunikasi antara jenis kelamin yang berbeda. Andi Faisal Bakti menyebutnya komunikasi antara laki-laki dan perempuan.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan kualitatif dan pendekatan etnografi dengan terjun langsung ke lapangan. Menurut Bogdan dan Taylor menyebutkan bahwa pendekatan dengan deskriptif kualitatif ini dengan perolehan data yang berupa kata-kata yang tertulis atau secara lisan dari mulut ke mulut dan prilaku yang bisa diamati.29

Sedangkan etnografi adalah metode yang biasa digunakan oleh seorang peneliti dalam usaha pendekatannya terhadap folklor. Etnografi berasal dari bahasa Yunani ethos dan graphos yang berarti tulisan mengenai kelompok budaya. Menurut Le Clompte dan Schensul etnografi

adalah metode penelitian yang berguna untuk menemukan pengetahuan yang terdapat atau terkandung dalam suatu budaya atau komunitas tertentu. Etnografi memang bagian dari metode kualitatif. Akan tetapi, etnografi lebih mengarah pada penelitian kebudayaan.30

Dalam penelitian ini peneliti telah melakukan beberapa persiapan mengingat objek dalam penelitian ini adalah folklor. Peneliti dari jauh hari telah melakukan persiapan yakni melakukan observasi awal. Di antara persiapan yang peneliti lakukan yaitu mencari informasi jadwal

29

Lexi J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1999), h. 3.

30

Marguerite G. Lodico, Dean T. Spaulding, Katherine H. Voegtle, Methods in Educational Research From Theory to Practice (San Fransisco: Jossey Bass, 2006), hlm. 268.


(36)

dilaksanakannya folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug,” kemudian meminta izin kepada pihak keluarga besar Tubagus Atief untuk ikut serta dalam folklor tersebut, serta mempersiapkan foto kamera digital untuk kebutuhan dokumentasi. Setelah itu kemudian melakukan tinjauan pustaka guna menentukan serta memastikan judul yang akan digunakan peneliti dalam kaitannya dengan folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini.

Serangkaian persiapan tersebut di atas dilakukan guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan oleh peneliti.

“Folklor itu ada pemiliknya serta adakalanya berada di suatu daerah yang sukar dicapai, sehingga untuk ke sana saja sudah memerlukan banyak biaya, belum lagi bahaya-bahaya yang mengancam keselamatan peneliti yang kurang mengadakan persiapan diri. Hambatan yang lebih sukar lagi untuk dihadapi adalah datang dari pemilik suatu Folklor, kepercayaan, misalnya, pemilik Folklor akan curiga apabila pendekatan yang dilakukan oleh seorang peneliti tidak patut. Pendekatan yang salah dapat menimbulkan antipati pemilik kepercayaan kepada peneliti. Akibatnya, pemilik kepercayaan itu akan menolak untuk menceritakannya dan apabila dipaksa mereka akan membohonginya. Keadaan yang sama akan menjadi lebih sulit lagi apabila bentuk Folklor itu adalah bahasa rahasia.”31

Untuk menjaga agar terhindar dari permasalahan seperti yang peneliti kutip di atas, peneliti telah melakukan persiapan-persiapannya.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah msyarakat setempat kelurahan Cilenggang, Serpong Tangerang Selatan, di sinilah peneliti mendapatkan data dan keterangan mengenai penelitian ini.

Sedangakan objek dalam penelitian ini adalah fenomena folklor yang terjadi dan dikemas sehingga dapat digunakan sebagai media komunikasi dalam ranah komunikasi antarbudaya.

31

Dikutip dari Setya Yuwana Sudikan, “ Ragam Metode Pengumpulan Data: Mengulas Kembali Pengamatan, Wawancara, Analisis Life History, Aanalisis Folklor,” dalam Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer (Jakarta: Karisma Putra Utama, 2004), h. 74.


(37)

4. Teknik Pengumpulan Data

Mengumpulkan data menjadi tujuan utama bagi setiap peneliti, sebelum akhirnya data dianalisis dan mendapatkan sebuah kesimpulan. Dalam mengumpulkan data, tentu dibutuhkan teknik atau cara agar mudah dan sesuai dengan kriteria ilmiah yang berlaku. Jika hal itu tidak diperhatikan oleh seorang peneliti, maka seorang peneliti tidak akan menemukan data yang sesuai dengan standar keilmiahannya.32

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara alamiah (natural setting), serta sumber data primer, yaitu data yang didapat langsung dari sumbernya. Adapun praktiknya dilakukan dengan cara observasi peran serta, wawancara mendalam, serta dengan dokumentasi.33

Penjelasan mengenai pengumpulan data yang telah dilakukan oleh peneliti yaitu sebagai berikut:

a. Observasi

Secara sederhana observasi dapat diartikan dengan keterlibatan langsung peneliti dalam objek yang akan diteliti dengan menggunakan alat bantu berupa catatan kecil mengenai kejadian, lembar pengamatan, dan lain-lain. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa observasi adalah pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena yang terjadi dengan sistematis.34

Dalam penelitian ini, peneliti berperan secara aktif. Dalam perayaan Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug peneliti dipercaya pula

32

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 224.

33

Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metode Penetitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 146.

34

Dedy Mulyana, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Rosda Karya, 2002), h. 181.


(38)

untuk menjadi panitia. Peneliti berperan aktif untuk mengambil gambar pada momen-momen penting pada saat perayaan ini berlangsung. Selain dari itu sudah pasti pada proses pembuatan skripsi ini peneliti berperan sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsir data, dan pelapor hasil penelitian. Inilah yang dimaksud dengan instrumen yang fleksibel dan adaptif, yakni penggunaan pancaindra dalam memahami fenomena yang ada di lapangan.

b. Wawancara

Menurut Maleong, dalam bukunya Metodologi Penulisan Kualittif, pengertian wawancara adalah percakapan yang mempunyai maksud tertentu, dilakukan oleh dua pihak dengan pertanyaan tertentu dan memberikan jawaban tertentu.35

Narasumber dalam penelitian ini terbagi menjadi beberpa pihak yaitu: 1) Dari Pihak Makam Keramat Tajug

Dari pihak makam keramat tajug yaitu Bapak H. Mu’in (1972) dan Bapak Tubagus Sos Rendra (1970). Beliau juga sebagai sesepuh dan tokoh agama setempat serta bagian dari keluarga atau keturunan Tubagus Atief. Sumber inilah yang dijadikan sumber utama peneliti.

2) Dari Pihak Kelurahan

Sumber dari pihak kelurahan diperoleh dari bapak lurah Cilenggang yaitu Bapak H. Mehdi Solihin (1969) dan Sekretaris Kelurahan Cilenggang yaitu Bapak D. Umar Dhani (1973).

35


(39)

3) Tokoh Agama dan Tokoh Adat Setempat

tokoh yang dijadikan sumber mewakili tokoh agama adalah Ust. H. Ghazali (1967), beliau yang memimpin pembacaan Maulid Nabi pada saat perayaan berlangsung.

4) Masyarakat Sekitar

Peneliti memilih masyarakat yang terlibat dalam kepanitiaan dan dalam proses acara perayaan folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat” Tajug, beliau di antaranya, bapak Ison (1983) dan bapak Abdul Munib (1988) dan Bapak Maulana (1984). Peneliti memilihnya secara acak.

5. Pengumpulan Dokumentasi

Pengumpulan dokumentasi yaitu pengumpulan catatan yang diungkapkan dalam bentuk tulisan, lisan dan bentuk karya yang berhasil didokumentasikan oleh pihak tertentu.36 Selanjutnya dokumen yang telah terkumpul akan diolah dengan pola analisis. Dokumen yang dimaksud dalam sebuah penelitian adalah berupa dokumen tertulis, dokumen gambar (foto), dan dokumen elektronik.

Ketiga teknik inilah yang akan digunakan oleh peneliti dalam pembuatan skripsi ini.

6. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif tidak ada instrumen penelitian yang dapat digunakan secara tepat untuk dapat mengungkapkan data-data kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti menjadi instrumen. Dalam penelitian kualitatif

36 Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metode Penetitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta,


(40)

peneliti tentu mempunyai keunggulan sendiri karena dengan terlibatnya peneliti dalam sebuah penelitian dapat bersifat fleksibel dan adaptif.37 7. Teknik Keabsahan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah pelibatan data lain di luar data dalam penelitian sebagai pembanding dalam pengecekan keabsahan data tersebut.38

Menurut Norman K. Denkin ada beberapa jenis triangulasi dalam penelitian, yaitu:

a. Triangulasi Metode

Adalah pengolaborasian metode yang di dalamnya meliputi penggabungan antara metode wawancara, survei dan observasi. Dalam penelitian ini survei dilakukan seminggu sebelum acara.

b. Triangulasi Peneliti dengan Peneliti (antarpeneliti)

Yaitu penggabungan antara peneliti dengan peneliti lain dalam hal pengupulan data, dan analisis data. Ini penting apabila penelitian dilakukan dengan kelompok. Dalam penelitian ini triangulasi antarpeneliti tidak dilakukan. Penelitian ini dilakukan secara individu. c. Triangulasi Sumber

Adalah penggabungan sumber data yang diperoleh peneliti dari berbagai hal dan berbagai pihak dan berbagai metode selain metode observasi, survei dan observasi di atas, bisa dengan penggabungan dengan dokumn yang berkaitan dengan objek penelitian yang diteliti.

37 Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metode Penetitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta,

2010), h. 62.

38 Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metode Penetitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta,


(41)

Dokumen tersebut bisa berupa arsip, catatan sejarah, foto, gambar, peninggalan-peninggalan, dan lain-lain yang dianggap berkaitan dengan penelitian.

d. Triangulasi Teori

Adalah penggunaan beberapa teori dalam analisis data. Dalam penelitian ini peneliti mengolaborasikan teori Joseph A. Devito dan Andi Faisal Bakti. Hal ini dimaksudkan agar peneliti terhindar dari asas individual dalam analisis data. Peneliti dituntut untuk bersifat objektif.39 Bentuk-bentuk triangulasi di atas digunakan oleh peneliti. Kecuali triangulasi antarpeneliti yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Penggunaan metode triangulasi ini digunakan untuk mengarahkan penelitian ini pada titik kemaksimalan.

8. Analisis Data

Dalam menganalisis data sudah seharusnya data diolah dan dianalisis sejak awal data didapat oleh peneliti mengingat penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Hal ini dilakukan agar data yang didapatkan tetap hangat dan valid. Setelah melakukan analisis data, maka barulah dapat ditemukan tema dan pernyataan tesisnya. Dalam penentuan pernyataan tesis, tentu harus menyesuaikan dengan tujuan dan rumusan masalah yang sudah ditentukan.

9. Alur Berpikir Data Kualitatif

Analisis pada penelitian ini lebih bersifat semantik, mengandalkan eksplorasi bahasa sebagai representasi dari fenomena yang terjadi di

39 Prof. Dr. H. Mudjia Raharjo, “Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif,” artikel diakses


(42)

lapangan. Prosses analisis pada penelitian ini bersifat induktif, dari khusus ke umum. Peneliti lebih mengedepankan fenomena yang ada di lapangan dari pada teori yang telah ada. Dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif terdapat alur berfikir dalam analisis data.40

Untuk menjelaskan bagaimana alur dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 1.2.

Sumber: www. kk.mercubuana.ac.id

Dari bagan di atas, proses analisis data pada penelitian ini akan terkonstruk pada pola tersebut. Adapun penjelasan bagan dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Peneliti

Analisis dalam penelitian kualitatif dimulai dari peneliti. Proses awal mengenai objek penelitian semua berawal dari peneliti. Sebelum

40 Ilham Prisgunanto, “Analisis Data Kualitatif,” artikel diakses pada 17 Maret 2013 dari

kk.mercubuana.ac.id.

FENOMENA / KEJADIAN

ALAM Foklor “Haul Cuci

Pusaka Kramat Tajug” Masyarakat di Kelurahan Cilenggang

INTERPR-ETASI DAN

ANALISIS

TEMUAN-TEMUAN BARU

PENCOCO-KAN TEORI

PENELITI

TEMUAN DAN UJI TEORITIK


(43)

penelitian masuk lebih jauh terhadap objek penelitian, biasanya muncul tesis awal peneliti. Oleh karena itu tesis itu akan bersifat subyektif dari peneliti.41

b. Memahami Fenomena

Setelah proses awal berjalan, selanjutnya yang menjadi tugas peneliti adalah mencari tahu tentang gejala, peristiwa, sistem dan model kerja apa yang digunakan dalam sebuah fenomena yang terjadi di lapangan. Tidak cukup sampai di sini saja, bahkan alasan terjadinya fenomena dengan berbagai gejala, peristiwa, sistem dan pola kerja harus dijelaskan pula. Tentu hasil pengkajian akan berbeda-beda, mengingat kemampuan analisis seseorang berbeda-beda pula. Hal ini menjadi bukti bahwa penelitian kualitatif bergantung pada apa yang menjadi anggapan awal seorang peneliti terhadap fenomena yang terjadi.42

c. Interpretasi dan Analisis

Dalam penelitian kualitatif tahap selanjutnya setelah memahami fenomena di lapangan adalah menafsirkan makna yang terkandung di dalamnya. Berangkat dari tesis pribadi pada tahap pertama, kemudian mengaitkan dengan fenomena dan menginterpretasikannya dengan informasi yang diperolehnya. Dalam proses penginterpretasian, peneliti akan sampai pada titik tatanan ideologis konteks kultural fenomena yang terjadi dalam skripsi ini yaitu pada “Haul Cuci Pusaka Keramat

41Ilham Prisgunanto, “

Analisis Data Kualitatif,” artikel diakses pada 17 Maret 2013 dari kk.mercubuana.ac.id.

42 Ilham Prisgunanto, “Analisis Data Kualitatif,” artikel diakses pada 17 Maret 2013 dari


(44)

Tajug.” Adapun tujuan dari interpretasi pada bagian ini adalah bentuk upaya untuk menemukan temuan baru dalam pengkajian dan penelitian yang dilakukan.43

d. Temuan dan Uji Teoritik

Pada bagian ini peneliti akan memaparkan hasil dari temuan di lapangan. Hasil dari temuan di lapangan itu kemudian dijelaskan mulai dari menarasikan, membuat model, dan mengujinya dengan teori. Menurut Ilham Prisgunanto, dalam penelitian kualitatif analisis tidak serumit seperti pada penelitian kuantitatif, karena dalam penelitian kualitatif bersifat makro. Penelitian kualitatif lebih luas cara analisisnya.44

e. Pencocokan Teori

Pencocokan teori yang dimakasud adalah usaha peneliti dalam mencocokkan teori dari asumsi awal peneliti terhadap temuan di lapangan, serta pendapat orang lain terdahulu. Banyak literatur yang mengatakan, bahwa bagian ini hanya sebuah penafsiran data. Namun asumsi-asumsi awal peneliti dan pendefinisian-pendifenisian yang dilakukan peneliti secara teoritis akan menunjukkan benar atau tidaknya asumsi awal peneliti setelah nanti disesuaikan dengan teori.45 f. Temuan Baru

Dari berbagai proses di atas, peneliti sudah dapat memaparkan temuan yang peneliti hasilkan. Temuan baru yang dimaksudkan adalah

43 Ilham Prisgunanto, “Analisis Data Kualitatif,” artikel diakses pada 17 Maret 2013 dari

kk.mercubuana.ac.id

44Ilham Prisgunanto, “

Analisis Data Kualitatif,” artikel diakses pada 17 Maret 2013 dari kk.mercubuana.ac.id.

45 Ilham Prisgunanto, “Analisis Data Kualitatif,” artikel diakses pada 17 Maret 2013 dari


(45)

sesuatu yang tidak ditemukan oleh peneliti sebelumnya dan belum ada dalam literatur keilmuan. Temuan itu dapat berbentuk model, sistem atau pola kerja suatu fenomena. Hal tersebut menjadi bukti, bahwa data yang didapatkan di lapangan benar-benar autentik.46

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini dibagi dalam lima bab. Setiap bab dirinci ke dalam sub bab. Dalam bab satu berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, alur berpikir analisis data kualitatif serta sistematika penulisan.

Adapun pada bab dua, peneliti akan membahas tentang pengertian komunikasi dan komunikasi antarbudaya, pengertian budaya atau kebudayaan serta pengertian folklor dan “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug.”

Sedangkan pada bab tiga, peneliti akan mengulas cerita singkat perjuangan Tubagus Atief. Selain dari itu peneliti juga membahas tentang latar

belakang asal mula perayaan “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug,” prosesi

perayaan “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug,” serta keadaan sosial masyarakat kelurahan Cilenggang Serpong Tangerang Selatan.

Kemudian dalam bab empat, setelah peneliti mengolaborasikan teori dan gambaran umum objek penelitian, maka peneliti akan membahas tentang analisis terhadap folklor dalam komunikasi antarbudaya yang ada, dan berlangsung pada perayaan folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” di

46 Ilham Prisgunanto, “Analisis Data Kualitatif,” artikel diakses pada 17 Maret 2013 dari


(46)

kelurahan Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan yang menjadi media komunikasi masyarakat setempat.

Akhirnya dalam bab lima peneliti akan menyimpulkan hasil temuan yang telah didapatkan, serta membahas hal-hal yang muncul dalam penelitian ini. Terakhir, peneliti akan memberikan saran untuk terkait folklor “Haul Cuci

Pusaka Keramat Tajug.”

Selanjutnya peneliti menyertakan daftar pustaka serta lampiran-lampiran yang terkumpul sebagai referensi dalam penulisan skripsi ini.


(47)

31

TINJAUAN TEORITIS

Dalam bab dua ini, peneliti membahas beberapa pengertian mengenai variabel yang menjadi pembahasan dalam penulisan skripsi ini. Upaya penulisan beberapa pengertian dilakukan sebagai bentuk usaha dalam mempermudah pemahaman setiap variabel dalam sebuah penelitian. Pengertian-pengertian tersebut, yaitu:

A. Memaknai Komunikasi 1. Pengertian Komunikasi

Banyak sekali pengertian komunikasi yang telah berhasil di cetuskan oleh para pakar yang mengkhususkan diri pada bidangnya. Untuk menarik sebuah kesimpulan dasar bagaimana komunikasi dapat didefinisikan peneliti mengartikan komunikasi dari segi bahasa terlebih dahulu.

Secara bahasa, komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communico yang berarti membagi. Membagi dalam hal ini adalah membagi gagasan dan ide atau pikiran antara satu orang dengan orang lain. Sealain communico komunikasi juga berasal dari akar kata communis dalam bahasa latin juga yang berarti menyamakan, menjadikan sama, antara satu orang dengan orang yang lain.1

Everett M. Rogers seorang pakar sosiologi pedesaan Amerika dan D. Lawence Kincaid mengartikan komunikasi dari ranah sosiologi,

1

Mohammad Shoelhi,Komunikasi Internasional Perspektif Jurnalistik (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2009), h. 2.


(48)

menurut Rogers dan Kincaid komunikasi adalah proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertiannya yang mendalam.2

Saundra Hybels dan Richard L. Weafer II mendefinisikan bahwa komunikasi adalah setiap proses pertukaran informasi, gagasan, dan perasaan. Proses yang dimaksud adalah proses komunikasi yang tidak hanya disampaikan dengan kata-kata saja melainkan menggunakan alat pembantu atau dilengkapi dengan bahasa tubuh, gaya atau penampilan diri untuk meperkaya penyampaian pesan tersebut.3

Alo Liliweri dalam bukunya Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya menyimpulkan bahwa di dalam proses komunikasi terdapat beberapa pengertian yang sama. Pertama, antara pemberi dan penerima informasi dapat diperankan secara bergantian dalam memberi dan mengalihkan informasi sebagai sebuah berita atau gagasan. Kedua, komunikasi merupakan kegiatan untuk menyebarkan informasi. Ketiga, komunikasi merupakan kegiatan mengatur kebersamaan. Keempat, membuat dan menangani komunikasi. Kelima, menghubungkan. Keenam, berarti ruang. Ketujuh, mengambil bagian dalam kebersamaan.4

Dari beberapa pengertian di atas, dapat kita simpulkan bahwa komunikasi berarti pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.

2

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, ed. 1- 8 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 18

3

Alo Liliweri, Makna Komunikasi dalam Komunikasi Antarbudaya (Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara, 2007 ), h. 3.

4


(49)

Selain dari itu komunikasi dapat berarti hubungan, kontak. Dalam proses komunikasi melibatkan kamunikator (pengirim pesan) dan komunikan (penerima pesan) yang pada suatu saat atau pada saat tertentu antara komunikator dan komunikan akan diperankan secara bergantian.5

2. Unsur-unsur Komunikasi

Unsur dapat pula diartikan dengan komponen yang berarti bagian dari keseluruhan.6 Terdapat perbedaan pendapat dalam kaitannya dengan unsur komunikasi. Ada yang mengatakan unsur komunikasi cukup tiga saja, yaitu:

a. Komunikator (orang yang mengirimkan pesan) b. Komunikan (orang yang menerima pesan) c. Pesan (isi dari apa yang disampaikan).7

Hafied Cangara mengutip pendapat beberapa tokoh komunikasi, diantaranya Joseph A. Devito, K. Sereno dan Erika Vora mengemukakan bahwa unsur komunikasi lebih dari tiga. perkembangan terakhir mengenai unsur-unsur komunikasi menurut Hafied Cangara dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Komunikasi mengungkapkan bahwa faktor lingkungan pun turut menentukan atas keberhasilan proses komunikasi.8 Unsur-unsur tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

5

Departemen Pendidikan Nasional, Tim Penyusun Kamus, Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 585.

6

Departemen Pendidikan Nasional, Tim Penyusun Kamus, Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 585.

7

Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT Grasindo. 2006), h. 3.

8


(50)

Bagan 2.1. Unsur-unsur komunikasi

Sumber: Hafidz Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi.9

Bagan 2.1 dapat dijelaskan bahwa alur komunikasi sangatlah sangat bergantung antara satu sama lain. Sumber, yaitu pihak penyampai pesan. Hal ini bisa berupa individu, seseorang yang berbicara, menulis, menggambar, memberikan isyarat-isyarat. Tidak hanya individu, komunikator juga bisa berupa organisasi komunikasi tertentu, seperti sebuah penerbit, stasiun tivi, atau yang lainnya.10

Sementara pesan adalah isi dari apa yang disampaikan komunikator. Pesan itu dapat berupa kata-kata (verbal) atau berupa gerak tubuh, dan isyarat-isyarat lainnya.11 Kemudian media, memahami media dalam proses komunikasi tentu kita dapat mengklasifikasikannya dengan melihat ranah komunikasinya. Dalam komunikasi massa yang disebut media tentu adalah saluran media massa misalnya televisi, radio, dan media cetak. Dalam komunikasi antarpribadi yang disebut media tentu cukup dengan media abstrak.12 Penerima dalam komunikasi adalah sasaran atau objek komunikasi. Kemudian, efek adalah reaksi spontan dari

9

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, ed. 1- 8, h. 23-24.

10

Mohammad Shoelhi, Komunikasi Internasional Perspektif Jurnalistik, h. 4.

11

Mohammad Shoelhi, Komunikasi Internasional Perspektif Jurnalistik, h. 4.

12

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, ed. 1- 8, h. 25. UMPAN BALIK

SUMBER PESAN MEDIA PENERIMA EFEK


(51)

penerima atau komunikan setelah proses komunikasi berlangsung dan komunikan telah mendapatkan pesan.13

Lingkungan yang dimaksud pada bagan 2.1 adalah meliputi lingkungan fisik, lingkungan social budaya, lingkungan psikologis, dan dimensi waktu.

3. Fungsi Komunikasi

Dalam menganalisis fungsi komunikasi, Wilburn Scharrm menyatakan bahwa analisis dapat dilihat dari komunikator dan komunikan. Antara komunikator dan komunikan akan terlihat adanya timbal balik. Setidaknya ada empat fungsi komunikasi. Pertama, untuk informasi. Informasi adalah kegiatan mendistribusikan informasi yang dimiliki kepada seluruh khalayak. Pada kesempatan yang sama komunikan berperan sebagai orang yang menerima dan memahami seluruh informasi yang didapatkan untuk kemudian diproses lebih lanjut.

Kedua, untuk pendidikan. Komunikator berfungsi sebagai penerima dan sekaligus memahami seluruh informasi yang didapatkan untuk kemudian diproses lebih lanjut. Sementara komunikan, berperan sebagai orang yang bersedia belajar. Ketiga, untuk menginspirasi. Memberikan hiburan kepada masyarakat, agar dapat mengembangkan ide-ide kreatif. Komunikan pada saat bersamaan akan menjadi menikmati melupakan sejenak permasalahan untuk menyegarkan kembali pemikirannya.

Keempat, untuk memengaruhi. Disinilah komunikator bekerja sama dengan menjabarkan setiap pendapat untuk kemudian memeroleh

13


(52)

keyakinan dari ketentuan sikap dan pendapat. Sementara komunikan, berhak mempunyai keputusan untuk menerima atau menolak sesuatu yang sesuai dengan norma masyarakat.14

B. Memaknai Budaya 1. Pengertian Budaya

Memaknai budaya tentu sangatlah banyak pengertian yang telah berhasil didefinisikan banyak pakar dan dari beberapa sudut pandang. Namun demikian peneliti akan memberikan beberapa pengertian dari berbagai sudut pandang pula agar membantu pemahaman yang lebih komprehensif.

Secara bahasa kata budaya berasal dari kata budi. Kata budi diambil dari bahasa sangsekerta yang berarti akal.15 Budaya juga berasal dari kata cultuur dari bahasa Belanda dan culture dari bahasa Inggris, di mana asal kata tersebut sama-sama berasal dari bahasa Latin dari kata Colere yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan. Dalam pengertian ini kata colere lebih mengarah atas pengolahan tanah, atau bisa disebut juga dengan bertani. Jadi kata colere yang dimaksudkan adalah segala bentuk aktivitas manusia yang berkaitan dengan pengolahan alam.16 Dalam bahasa Arab budaya berasal dari kata al-tsaqafah yang bermakna perbaikan.17

14

Roudhonah, Ilmu Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 53.

15

Yusron Rozak, Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), h. 136.

16

Joko Tri Prasetya, dkk, Tanya Jawab Ilmu Budaya (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), h. 13.

17

Yusron Rozak, Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam, h. 137.


(53)

Budaya yang dalam bahasa Inggris adalah culture merupakan kata yang dianggap paling kompleks penggunaannya. Pendapat ini dikemukakan oleh Raymond Williams. Menurut Williams kata culture sering muncul penggunaanya terhadap beberapa konsep-konsep penting dalam dimensi yang berbeda, baik dalam keilmuan maupun dalam kerangka berpikirnya.

Pada awalnya culture dekat pengertiannya dengan kata “kultivasi” (cultivation), yaitu pemeliharaan ternak, hasil bumi, dan upacara-upacara religius (yang darinya diturunkan istilah kultus “cult”). Sejak abad ke- 16 hingga 19, istilah ini mulai diterapkan secara luas untuk pengembangan akal budi manusia individu dan sikap-perilaku pribadi lewat pembelajaran. Dalam konterks ini, kita bisa memahami mengapa orang disebut “berbudaya”atau “tidak berbudaya”. Selama priode panjang ini pula istilah budaya diterapkan utuk enitas yang lebih besar yaitu msayarakat sebagai keseluruhan, dan dianggap merupakan padanan kata dari peradapan (civilization). Akan tetapi, seiring kebangkitan romantisisme selama Revolusi Industri, budaya mulai dipakai untuk menggambarkan perkembangan kerohanian yang dikontraskan dengan perubahan material dan infrastruktural. Gerakan Nasionalisme di akhir abad ke 19 juga ikut memengaruhi dinamika peaknaan atas budaya, di mana lahir istilah “budaya rakyat” (folk culture) dan “budaya nasional” (national culture).18

Secara sederhana budaya dapat diartikan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan cara hidup manusia.19

Secara luas berikut pengertian budaya menurut beberapa tokoh. a. E.B Tylor mendefinisikan budaya adalah keseluruhan kompleks

kehidupan masyarakat. Tylor menjelaskan bahwa di dalam budaya terkandung ilmu pengetahuan dan kebiasaan manusia dalam bermasyarakat.20

b. Paul B. Horton dan Chester L. Hunt mendefinisikan budaya dengan segala bentuk pengalaman masyarakat sosial yang mereka hasilkan

18

Dikutip dari Muji sutrisno dan Hendari Putranto, Teori-teori Kebudayaan, h. 7-8.

19

Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya, h. 179.

20


(54)

dari proses belajar dan dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat tersebut.21

c. Prof. M.M. Djojodiguno mengartikan budaya adalah sebuah daya yang dihasilkan dari budi. Daya itu berupa cipta, karsa, dan rasa.22

d. Marvin Haris seperti yang dikutip Rulli Nasrullah, memaknai budaya dengan segala ciri khas tingkah laku yang berada dan melekat pada si pelaku tersebut. Rulli Nasrullah menjadikan kutipan ini sebagai penguat bahwa budaya dalam kacamata etnografi menurut Rulli Nasrullah adalah bentuk konstruksi sosial dan konstruksi sejarah sebagai bentuk penanaman pola budaya tertentu.23

e. Rulli Nasrullah memaknai budaya dari sisi psikologi, mengatakan bahwa budaya merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk menghadapi persoalan kehidupan. Untuk menguatkan pendapatnya Nasrullah mengutip pendapat Geert Hofstede yang memaknai budaya sebagai pola-pola tertentu yang terdapat dalam sebuah interaksi antarmanusia dalam sebuah kelompok tertentu sebagai respons bagi lingkungan tempat tumbuhnya kelompok tersebut. Artinya bahwa budaya bukan hanya sebagai bentuk jawaban dari sebuah pemikiran manusia saja, melainkan hal tersebut kemudian menjadi bukti bahwa manusia memiliki perbedaan dalam berfikir, perbedaan sudut pandang, perbedaan aturan dan sebagainya.24

Pastilah banyak beberapa pengertian lain mengenai budaya yang tidak bisa peneliti sebutkan semuanya, namun ada penekanan

21

Yusron Rozak, Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam, h. 137.

22

Joko Tri Prasetya, dkk, Tanya Jawab Ilmu Budaya, h. 14-15.

23

Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber, h. 16-17.

24


(55)

pengertian budaya yang ingin peneliti sampaikan dalam skripsi ini. Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa budaya adalah segala bentuk tingkah laku yang nampak pada permukaan setiap kelompok manusia yang dilatarbelakangi oleh pengaruh genetik, struktural, psikologi, normatif, dan historis. Pengertian ini mengacu pada beberapa pengertian yang peneliti simpulkan di mana pengertian-pengertian budaya tersebut memiliki pendekatan aspek ilmu lain seperti pendekatan psikologi dan pendekatan normatif.

2. Unsur-unsur Kebudayaan

C. Kluckhohn menyebutkan, bahwa ada tujuh unsur dalam kebudayaan universal, yaitu:

a. Sistem Religi

b. Sistem Organisasi Kemasyarakatan c. Sistem Pengetahuan

d. Sistem Mata Pencaharian Hidup e. Sistem Teknologi dan Peralatan f. Bahasa

g. Serta Kesenian.25

3. Pengertian Komunikasi Antarbudaya

Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang dilakukan oleh individu atau kelompok manusia yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Pengertian ini peneliti simpulkan setelah memahami makna

25

Supartono Widyosiswono, Ilmu Budaya Dasar (Bogor: Ghalia Indonesia, 2001), h. 33-34.


(56)

budaya dan makna komunikasi. Untuk menguatkan pendapat ini peneliti mengutip beberapa pendapat mengenai pengertian komunikasi antarbudaya.

a. Ricard E. Porter dan Larry A. Samovar mengartikan komunikasi antarbudaya adalah proses komunikasi yang sumber dan penerimanya berasal dari budaya yang berbeda. Menurut Porter dan Larriy setiap komunikasi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan yang berbeda budaya, maka penafsiran pesan harus dilakukan dengan umpan balik dalam ranah budaya pula. Setiap budaya memiliki resiko atau sebuah konseskuensi dalam memaknai komunikasi.26

b. Alo Liliweri mengartikan bahwa komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang dengan latar belakang budaya yang berbeda. Menurutnya proses komunikasi antarbudaya tersebut disertai dengan peraturan budaya tertentu, seperti tingkat keamanan, sopan santun, serta peramalan dan pemaknaan pesan atas lawan bicara.27 Masih menurut Alo Liliweri pengertian komunikasi antarbudaya yang dikemukakannya itu menunjukkan bahwa seberapa jauh perbedaan budaya yang terjadi maka sedemikian pula peluang yang didapat oleh komunikan untuk dapat mengartikan pesan yang didapatkan dari komunikator.28

c. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss memaknai komunikasi antarbudaya dengan komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam perbedaan ras, etnik dan sosio ekonomi). Kebudayaan menurut

26

Ricard E. Porter dan Larry A. Samovar, Suatu Pendekatan Terhadap Komunikasi Antarbudaya, dalam Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009), h.20.

27

Alo Liliweri, Makna Komunikasi dalam Komunikasi Antarbudaya, h. 13-14.

28


(57)

Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang dan berlangsung dari generasi ke generasi.29

d. Joseph A. Devito memaknai komunikasi antarbudaya adalah bentuk kpercayaan, nilai, dan bentuk-bentuk kultural yang berbeda bagi masing-masing komunikator dan komunikan. Kpercayaan, nilai, dan bentuk-bentuk kultural yang berbeda itu kemudian akan menjadi acuan dalam proses komunikasi antarbudaya.30

e. Andi Faisal Bakti dalam beberapa teori dua puluh sering menyebutkan bahwa komunikasi antarbudaya melibatkan suatu kelompok, golongan, agama, dan budaya terdiri atas nilai-nilai, persepsi adat istiadat, kebiasaan, tradisi, kreasi, kepercayaan, pola pikir, dan perasaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarbudaya menurut Andi Faisal Bakti adalah komunikasi yang terjadi melibatkan orang secara individu atau kelompok yang mempunyai latar belakang yang berbeda.31

Dari beberapa pengertian dari tokoh-tokoh di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang dilakukan secara melebar dari segi penyampaian dan pemaknaan pesan dan peluang yang didapatkan untuk mengartikan pesan yang disampaikan karena berbedanya nilai-nilai yang terkandung dari perbedaan budaya yang ada di dalamnya.

29

Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication Konteks-konteks Komunikasi (PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 236.

30

Joseph A. Devitp, Komunikasi Antarmanusia; Kuliah Dasar Edisi kelima. Penerjemah Agus Maulana, h. 479.

31

Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program, h. 128.


(1)

kembang kenanga, kembang sedap malam, serta kembang melati gambir.

Terus sebagai penyempurna biasanya dikasih minyak wangi dan pandan yang


(2)

(3)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peneliti saat bimbingan dengan Prof. Dr. Andi Faisal Bakti.


(4)

Lampiran 3. H. Mu’in sesaat setelah wawancara dengan peneliti

Lampiran 4. Benda pusaka golok yang sedang dicuci


(5)

Lampiran 6. Perkumpulan keluarga besar Tubagus Atief sehari sebelum perayaan

Lampiran 7. Benda-benda pusaka peninggalan Tubagus Atief


(6)