7 produksi batik tulis di samping dipasarkan di lokal, juga telah diekspor ke manca
negara. Lahirnya indutri batik Lasem ini pun sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu, bahkan sejak kedatangan orang Cina ke Rembang pada sekitar abad ke-13.
Komunitas Cina di Rembang sendiri semakin banyak dengan terjadinya eksodus besar-besaran orang Cina dari Batavia pada sekitar tahun 1740 akibat
pemberontakan orang Cina di Batavia terhadap pemerintah kolonial Belanda. Sejak saat itu bangsa Cina seolah menjadi bagian dari Rembang dan hidup damai
dengan penduduk pribumi setempat. Para pembantik pengrajin atau pekerja batik di Kabupaten Rembang sendiri
pada umumnya terdiri dari para perempuan yang berasal dari keluarga petani gurem atau buruh tani di 25 desa atau 4 kecamatan: Lasem, Pancur, Rembang
dan Pamotan di Kabupaten Rembang yang memiliki angka kemiskinan cukup tinggi. Seperti telah disebutkan sebelumnya, pembatikan dilakukan oleh para
pembatik pekerja batik dengan memanfaatkan waktu luang di antara masa tanam dan masa panen untuk menambah penghasilan keluarga. Dengan demikian,
industri batik Lasem memiliki peranan yang sangat penting untuk penciptaan lapangan pekerjaan dan penanggulangan kemiskinan di daerah pedesaan
Kabupaten Rembang Hempri, dkk, 2010: 31 - 32.
B. Budaya Cina
Secara etimologis kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta “budhayah”, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Sedangkan ahli
antropologi yang memberikan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah E.B. Tylor dalam buku yang berjudul “Primitive Culture”, bahwa
8 kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu
pengetahuan lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat. Pada sisi yang agak berbeda, Koentjaraningrat mendefinisikan
kebudayaan sebagai keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang
semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat Sukidin, dkk, 2003: 4 - 5. Orang Tionghoa yang ada di Indonesia, sebenarnya tidak merupakan satu
kelompok yang asal dari satu daerah di negara Cina, tetapi terdiri dari beberapa suku bangsa yang berasal dari dua propinsi yaitu Fukien dan Kwangtung, yang
sangat terpencar daerah-daerahnya. Setiap imigran ke Indonesia membawa kebudayaan suku bangsanya sendiri-sendiri bersama dengan perbedaan
bahasanya. Para imigran Tionghoa yang terbesar ke Indonesia mulai abad ke-16 sampai kira-kira pertengahan abad ke-19, asal dari suku bangsa Hokkien.
Kepandaian berdagang ini yang ada di dalam kebudayaan suku bangsa Hokkien telah terendap berabad-abad lamanya dan masih tampak jelas pada orang
Tionghoa di Indonesia. Orang Hokkien dan keturunannya yang telah berasimilasi sebagai keseluruhan paling banyak terdapat di Indonesia Timur, Jawa Tengah,
Jawa Timur dan pantai Barat Sumatra. Walaupun orang Tionghoa perantau itu, terdiri dari paling sedikit empat suku bangsa, namun dalam pandangan orang
Indonesia pada umumnya mereka hanya terbagi ke dalam dua golongan ialah Peranakan dan Totok. Peranakan itu, bukan hanya orang Tionghoa yang lahir di
Indonesia, hasil perkawinan campuran antara orang Tionghoa dan orang
9 Indonesia, sedangkan orang Totok bukan hanya orang Tionghoa yang lahir di
negara Tionghoa Koentjaraningrat, 1971: 346 - 347. Batik Lasem awalnya dikenal sebagai “batik encim”, yaitu batik yang dipakai
oleh wanita keturunan Tionghoa yang berusia lanjut. Encim adalah sebutan kaum Tionghoa peranakan untuk wanita yang usianya telah lanjut Sumijati dan Septi,
tt: 23. Pengaruh asing khususnya budaya Cina turut mewarnai corak, motif dan ragam batik tulis Lasem. Melalui pengamatan terhadap sehelai batik Lasem kita
dapat mengenali hasil silang budaya tersebut, antara lain silang budaya melalui motif. Secara umum pada batik Lasem kita jumpai kombinasi motif khas Cina dan
motif Jawa. Motif Cina disini dapat berupa fauna burung hong atau phoenix, kilin, liong atau naga, ikan mas, kelelawar, ayam hutan dan sebagainya, motif
flora bunga seruni, delima, magnolia, peoni, sakura, dan sebagainya, motif geometris banji, swastika, dan lain-lain, motif benda alam awan, gunung,
rembulan, dan sebagainya, serta motif Cina lainnya mata uang, gulungan surat, dan sebagainya. Sedangkan motif Jawa pada umumnya merupakan motif
geometris khas batik vorstenlanden Surakarta dan Jogjakarta seperti parang, lereng, kawung, udan liris dan sebagainya.
Silang budaya lainya terjadi melalui warna. Warna dominan batik Lasem adalah merah, niru, soga, hijau, ungu, hitam, krem kuning muda dan putih.
Pilihan warna ini terjadi sebagai akibat dari pengaruh budaya tersebut. Warna merah darah menegaskan pengaruh budaya Cina. Warna Biru dipengaruhi oleh
budaya Belanda atau Eropa. Warna Soga mencerminkan pengaruh budaya Jawa, yaitu diambil dari warna soga pada batik Surakarta. Sedangkan warna hijau
10 berasosiasi dengan komunitas Muslim. Batik Lasem kemudian berkembang
menjadi industri masyarakat lokal di mana sebagian besar perempuan Lasem bekerja sebagai pembatik. Industri batik Lasem pernah mengalami masa kejayaan
pada periode akhir abad ke-19. Pada saat itu, industri batik Lasem termasuk salah satu dari Enam Besar Industri Batik di Hindia Belanda yang terjadi dari Surakarta,
Jogjakarta, Pekalongan, Lasem, Banyumas dan Cirebon Hempri, dkk, 2010: 35- 37.
C. Pengertian Motif