PERBANDINGAN HASIL BELAJAR OPTIKA MENGGUNAKAN PHET SIMULATION DAN KOMPONEN INSTRUMEN TERPADU OPTIKA MELALUI MODEL INKUIRI TERBIMBING

(1)

i ABSTRAK

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR OPTIKA MENGGUNAKANPHET

SIMULATIONDAN KOMPONEN INSTRUMEN TERPADU OPTIKA MELALUI MODEL INKUIRI TERBIMBING

Oleh Isti Khoiriyah

Model pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki suatu permasalahan secara sistematis, logis, dan analitis. Misalnya dengan melakukan kegiatan eksperimen. Media yang dapat digunakan dalam kegiatan eksperimen di antaranya adalah PhET Simulation dan Komponen Instrumen Terpadu (KIT). PhET Simulation dan KIT Optika merupakan media yang sangat diperlukan saat proses pembelajaran karena tidak semua materi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat dipahami hanya dengan membaca. Salah satunya adalah materi optika yang menggambarkan sifat dan perilaku cahaya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar optika menggunakan Phet Simulation dan KIT Optika melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing serta mengetahui hasil belajar optika yang lebih baik antara menggunakan Phet Simulation dan KIT Optika melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing. Desain eksperimen pada penelitian ini menggunakan bentuk


(2)

Isti Khoiriyah

ii

The Randomized Pretest - Posttest Comparasion Goup Design. Teknik analisis data hasil belajar siswa menggunakan uji Independent Sample T Test.Data yang dipakai untuk analisis adalah data skorN-gain.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan hasil belajar optika siswa yang menggunakanPhet Simulationdan KIT Optika. Rata-rata hasil belajar optika siswa yang menggunakan Phet Simulation sebesar 8,07 sedangkan siswa yang menggunakan KIT Optika sebesar 6,90. Peningkatan hasil belajar optika siswa setelah menggunakan Phet Simulation sebesar 3,05 dengan N-gain sebesar 0,65 (kategori sedang). Peningkatan hasil belajar optika siswa setelah menggunakan KIT Optika sebesar 2,09 dengan N-gain sebesar 0,43 (kategori sedang). Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar optika siswa menggunakanPhet Simulationlebih baik dari pada menggunakan KIT Optika.


(3)

iii

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR OPTIKA MENGGUNAKANPHET

SIMULATIONDAN KOMPONEN INSTRUMEN TERPADU OPTIKA MELALUI MODEL INKUIRI TERBIMBING

Oleh Isti Khoiriyah

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR OPTIKA MENGGUNAKANPHET SIMULATIONDAN KOMPONEN INSTRUMEN TERPADU OPTIKA

MELALUI MODEL INKUIRI TERBIMBING

(Skripsi)

Oleh

ISTI KHOIRIYAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Fungsi Media dalam Proses Pembelajaran. ... 8

Gambar 2.2 Posisi Media dalam Sistem Pembelajaran ... 9

Gambar 2.3 Diagram Pembelokan Cahaya ... 25

Gambar 2.4 Total Internal Reflection (Pemantulan Sempurna) ... 26

Gambar 2.5 Sinar-Sinar Istimewa pada Lensa Cembung ... 26

Gambar 2.6 Bayangan Saat Objek Terletak Setelah Titik Fokus... 27

Gambar 2.7 Bayangan Saat Objek Terletak Sebelum Titik Fokus ... 27

Gambar 2.8 Hukum Pembiasan (Hukum Snellius) ... 28

Gambar 2.9 Perbedaan Panjang Gelombang Cahaya ... 30

Gambar 2.10 Diagram Kerangka Pemikiran ... 33

Gambar 4.1 Rata-Rata Hasil Belajar Siswa ... 52

Gambar 4.2 Rata-rata Skor N-Gain ... 55


(6)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 3

C.Tujuan Penelitian ... 4

D.Manfaat Penelitian ... 4

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Hasil Belajar ... 6

2. Media Pembelajaran ... 8

a. PhET Simulation ... 10

b. Komponen Instrumen Terpadu Optika ... 14

3. Model Inkuiri Terbimbing ... 17

4. Pembelajaran Optika dengan Inkuiri Terbimbing ... 23

B. Kerangka Pemikiran ... 30

C. Hipotesis ... 33

III. METODE PENELITIAN A. Waktu, Tempat, dan Sampel Penelitian ... 35

B. Desain Penelitian ... 35

C. Variabel Penelitian ... 37

D. Instrumen Penilaian ... 37

E. Analisis Instrumen ... 37

F. Teknik Pengumpulan Data ... 38 G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis


(7)

xiv

1. Analisis Data ... 38

2. Uji Normalitas Data ... 39

3. Uji Homogenitas Data ... 40

4. Pengujian Hipotesis ... 40

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 42

1. Tahapan Pelaksanaan a. Kelas Eksperimen 1 ... 42

b. Kelas Eksperimen 2 ... 43

2. Hasil Uji Penelitian a. Hasil Uji Validitas ... 44

b. Hasil Pengolahan Data ... 46

c. Hasil Uji Normalitas Skor Pretest, Post Test, dan N-gain ... 46

d. Hasil Uji Homogenitas Skor Pretest, Post Test, dan N-gain ... 47

e. Hasil Uji Kesamaan Dua Rerata (Uji-t) Hasil belajar Siswa ... 48

B. Pembahasan ... 51

II. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 59

B. Saran... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61 LAMPIRAN


(8)

(9)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Silabus... ... 63

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen... 67

3. Lembar Kerja Kelompok (LKK) Menggunakan Phet Simulation.. 85

4. Kunci Jawaban dan Rubrik LKK Berbasis Phet Simulation ... 98

5. Lembar Kerja Kelompok (LKK) Menggunakan KIT Optika ... 114

6. Kunci Jawaban dan Rubrik LKK Berbasis KIT Optika ... 130

7. Kisi-Kisi Tes Awal dan Tes Akhir ... 149

8. Soal Tes Awal dan Tes Akhir Beserta Kunci Jawaban... 151

9. Revisi Soal Tes Awal dan Tes Akhir Beserta Kunci Jawaban... 156

10. Kisi-Kisi Instrumen Uji Validitas oleh Ahli ... 161

11. Hasil Uji Validitas oleh Ahli ... 166

12. Hasil Tes Awal Kelas Eksperimen 1 ... 176

13. Hasil Tes Awal Kelas Eksperimen 2 ... 178

14. Hasil Tes Akhir Kelas Eksperimen 1 ... 180

15. Hasil Tes Akhir Kelas Eksperimen 2 ... 182

16. Hasil N-Gain Kelas Eksperimen 1 ... 184

17. Hasil N-Gain Kelas Eksperimen 2 ... 186

18. Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal, Tes Akhir, dan N-Gain .... 188

19. Hasil Uji Levene Skor Tes Awal, Tes Akhir, dan N-Gain ... 189

20. Hasil Uji Independent Sample T Test... 191


(10)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Karakteristik kegiatan untuk setiap tahapan inkuiri ... 19

Tabel 2.2 Level Inquiry dan karakteristik tingkat pembelajaran ... 21

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 36

Tabel 3.2 Konversi Skor Penilaian Menjadi Pernyataan Nilai Kualitas .... 38

Tabel 4.1 Hasil Penilaian Uji Validitas ... 45

Tabel 4.2 Hasil Rekomendasi Perbaikan Uji Validitas ... 45

Tabel 4.3 Nilai Maksimum, Nilai Minimum, dan Rerata Tes Awal ... 46

Tabel 4.4 Nilai Maksimum, Nilai Minimum, dan Rerata Tes Akhir ... 46

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Skor Pretest, Posttest, dan N-gain ... 47

Tabel 4.6 Hasil Uji Levene Skor Pre test, Post test, dan N-gain ... 48


(11)

(12)

(13)

(14)

viii MOTO

Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling

menasihati untuk kesabaran. (QS. Al- Ashr: 2 - 3)

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi yang lain. (HR. Bukhari dan Muslim)


(15)

ix

PERSEMBAHAN

Puji syukur ke hadirat Allahsubhanahu wa ta’alayang selalu melimpahkan nikmat-Nya dan semoga shalawat selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad

shalallahu ‘alaihi wasallam, penulis mempersembahkan karya sederhana ini sebagai tanda bakti dan kasih cintaku yang tulus dan mendalam kepada: 1. Orang tuaku tersayang, Ibu Siti Rokhayah dan Bapak Sapani yang telah

sepenuh hati membesarkan, mendidik, dan mendo’akan kebaikan kepadaku. Semoga Allah memberikan kesempatan kepadaku untuk bisa selalu

membahagiakan kalian.

2. Adikku tersayang, Auliya Dwi Hartanti yang telah memberikan doa dan semangatnya untuk keberhasilanku.

3. Para pendidik yang telah mengajarkan banyak hal baik ilmu pengetahuan, ilmu agama, maupun ilmu untuk bertahan hidup di dunia yang hanya sementara ini.

4. Semua Sahabat yang begitu tulus menyemangati dan menyayangiku dengan segala kekurangan yang kumiliki, dari kalian aku belajar ketulusan dan keikhlasan dalam hidup.


(16)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Kemiri Kecamatan Ngawen Kabupaten Klaten pada tanggal 13 Desember 1993, sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Sapani dan Ibu Siti Rokhayah.

Penulis mengawali pendidikan formal di TK ABA Candirejo 3 yang diselesaikan pada tahun 1999. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Al Azhar 2 Bandar Lampung dan tamat pada tahun 2005. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 29 Bandar Lampung hingga tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan di SMA N 12 Bandar Lampung dan tamat pada tahun 2011. Pada tahun yang sama, penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa regular program studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Lampung.

Penulis melaksanakan KKN di Desa Suka Maju, Kecamatan Lumbok Seminung, Kabupaten Lampung Barat, PPL di SMP Negeri 1 Lumbok Seminung, dan melaksanakan penelitian di SMP Al Azhar 3 Bandar Lampung. Selama menyelesaikan studi, penulis memiliki pengalaman organisasi di UKMF FPPI sebagai gema 2011/2012, abid dana dan usaha 2012/2013, dan asisten praktikum mata kuliah fisika bagi program studi Biologi.


(17)

x

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas nikmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Perbandingan Hasil Belajar Optika Menggunakan Phet Simulation dan Komponen Instrumen Terpadu Optika Melalui Model Inkuiri Terbimbing” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA; 3. Bapak Drs. Eko Suyanto, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Fisika sekaligus Pembahas yang selalu memberikan bimbingan dan saran atas perbaikan skripsi ini;

4. Bapak Dr. Undang Rosidin, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik sekaligus Pembimbing I atas kesediaan dan keikhlasannya memberikan bimbingan, arahan dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi ini;

5. Bapak Wayan Suana, S.Pd., M.Si. selaku Pembimbing II atas kesediaan dan keikhlasannya memberikan bimbingan dan arahan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini;


(18)

xi

6. Bapak Drs. Feriansyah Sesunan, M.Pd., Bapak Drs. Posman Manurung, M.Si., PhD., dan Bapak Dr. Edy Purnomo, M.Pd., selaku evaluator untuk uji validitas instrumen penelitian, terima kasih atas waktu dan sarannya.

7. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Program Studi Pendidikan Fisika dan Jurusan Pendidikan MIPA;

8. Bapak Muhdini, S.Pd., selaku Kepala SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian;

9. Bapak Andrey Hasan, S.Pd., selaku guru mitra di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang bersedia membantu dan memberikan saran-saran demi keberhasilan penelitian ini;

10.Siswa-siswi SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung khususnya kelas VIIC dan

VIIE atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian berlangsung;

11.Keluarga besar dari Bapak dan Ibu, terima kasih atas doa dan bantuannya selama Penulis menyelesaikan kuliah;

12. “Al-Kahfiyah” yang telah memberikan warna-warni dalam hidupku. Adelia Aris Setiawati, Ana Kurnia Sari, Inayah Rahmawati, Puspita Indah Rahayu, Rizki Mirantika, dan Siti Khairunnisa terima kasih atas kebersamaan yang tercipta, motivasi, nasihat-nasihatnya, suka duka yang terlewati. Semoga tali silaturrahim ini tetap terjaga selamanya;

13.Rekan-rekan KKN-PPL Ismah Fathimah, Ayu Mayasari, Melani Novrita, Putri Ratna Sari, Cintia Arinanda, Rika Emilda, Dody Ferdiansyah, Muhammad Panji Wibowo, dan Ahmad Wahyudi yang berjuang bersama selama hidup di Lumbok Seminung;


(19)

xii

14.Kakak-kakak tingkat angkatan 2008-2010 serta adik-adik tingkat angkatan 2012-2014 yang tidak bisa disebutkan satu persatu;

15.Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah melimpahkan nikmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, serta berkenan membalas kebaikan yang diberikan kepada Penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, November 2015 Penulis,


(20)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan data hasil belajar di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung kelas VIIICTahun Pelajaran 2013/2014 diketahui persentase siswa yang mencapai

kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk materi optika sebesar 52,5%. Selain itu, berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru IPA dan siswa di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung, diketahui bahwa fasilitas laboratorium seperti Komponen Instrumen Terpadu (KIT) belum

dimanfaatkan dengan baik. Hal tersebut dikarenakan waktu yang diperlukan untuk penggunaan KIT kurang efisien. Belum maksimalnya pemanfaatan KIT tersebut membuat siswa kurang terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga siswa memandang bahwa pembelajaran IPA kurang menarik dan sulit memahami materi pembelajaran.

Alternatif yang dapat dilakukan untuk menarik perhatian siswa di kelas adalah dengan penggunaan laboratoriumvirtual. Salah satu program laboratoriumvirtualyang ada yaituPhET Simulation. PenggunaanPhET Simulationlebih efisien dalam waktu dan pemanfaatannya.PhET Simulation

merupakan media proyeksi yang berbentuk simulasi interaktif fenomena fisis dengan pendekatan berbasis riset yang dilakukan oleh para ahli fisika

Universitas Colorado di Boulder Amerika (University of Colorado at Boulder).PhET Simulationberisi alat-alat laboratorium yang bisa berfungsi


(21)

2

sebagaimana alat-alat riil dan sangat mudah dioperasikan. Selain itu, aktivitas 100% di tangan pemakai sehingga dapat melakukan percobaan atau

eksperimen sesuai petunjuk atau mengembangkan eksperimen-eksperimen lain berdasarkan petunjuk tersebut.

Sedangkan Komponen Instrumen Terpadu Optika (KIT Optika) adalah seperangkat alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan percobaan materi optika. Penggunaan KIT Optika dapat membuat siswa aktif melakukan percobaan secara langsung, mengamati proses, dan menyimpulkan hasil percobaan. Selain itu, KIT Optika juga multi-fungsi dan bisa dibawa ke kelas.

PhET Simulationatau pun KIT Optika sangat diperlukan saat proses

pembelajaran karena tidak semua materi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat dipahami hanya dengan membaca. Salah satunya adalah materi optika yang menggambarkan sifat dan perilaku cahaya, seperti peristiwa pembiasan cahaya. Materi optika yang bersifat abstrak menyebabkan siswa kesulitan, misalnya jika siswa harus membayangkan perjalanan sinar pada peristiwa pembiasan cahaya dan pembentukan bayangan oleh lensa. Dengan

penggunaanPhET Simulationatau pun KIT Optika, siswa dapat melakukan eksperimen yang dapat mempermudah pemahaman siswa dan

membangkitkan motivasi siswa untuk belajar tentang materi optika tersebut.

Guru perlu merencanakan suatu model pembelajaran yang di dalamnya melibatkan keaktifan siswa agar dapat memberikan hasil belajar optika yang baik. Model pembelajaran yang dapat melibatkan keaktifan siswa adalah model inkuiri terbimbing (Guided Inquiry). ModelGuided Inquiry


(22)

3

merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki suatu permasalahan secara sistematis, logis, dan analitis. Misalnya dengan melakukan kegiatan eksperimen. Melalui kegiatan eksperimen, maka antara teori dengan fakta-fakta lapangan yang diperoleh dapat menjadi pengetahuan baru bagi siswa sehingga diharapkan dapat memberikan hasil belajar yang baik.

Pembelajaran yang menggunakanPhET Simulationdan pembelajaran yang menggunakan KIT Optika memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hal tersebut dapat memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap hasil belajar siswa. Untuk mengetahui media manakah yang lebih efektif digunakan dalam proses pembelajaran, maka telah dilakukan penelitian dengan judulPerbandingan Hasil Belajar Materi Optika Menggunakan

PhET Simulationdan Komponen Instrumen Terpadu Optika Melalui Model Inkuiri Terbimbing”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar optika menggunakanPhet Simulationdan Komponen Instrumen Terpadu Optika melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing?

2. Manakah hasil belajar optika yang lebih baik antara menggunakanPhet Simulationdan Komponen Instrumen Terpadu Optika melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing?


(23)

4

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Perbedaan hasil belajar optika menggunakanPhet Simulationdan Komponen Instrumen Terpadu Optika melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing.

2. Hasil belajar optika yang lebih baik antara menggunakanPhet Simulation

dan Komponen Instrumen Terpadu Optika melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, di antaranya adalah: 1. Dapat mengetahui media pembelajaran yang lebih baik untuk

meningkatkan hasil belajar optika siswa.

2. Dapat menjadi alternatif bagi guru dalam menyajikan materi pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas untuk meningkatkan hasil belajar optika siswa.

3. Dapat menumbuhkan minat belajar siswa dan merubah pola pikir siswa terhadap mata pelajaran IPA, khususnya pada materi optika serta mengurangi kejenuhan siswa dalam belajar sehingga mampu meningkatkan hasil belajar siswa.


(24)

5

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. PhET Simulationmerupakan media proyeksi yang berbentuk simulasi interaktif fenomena fisis dengan pendekatan berbasis riset yang dilakukan oleh para ahli fisika.

2. Komponen Instrumen Terpadu Optika (KIT Optika) adalah seperangkat alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan percobaan optika.

3. ModelGuided Inquirymerupakan kegiatan belajar yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki suatu permasalahan secara sistematis, logis, dan analitis.

4. Hasil belajar yang ditinjau meliputi ranah kognitif.

5. Objek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014/2015.


(25)

6

II.TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Hasil Belajar

Belajar merupakan proses munculnya perilaku baru akibat adanya respons terhadap situasi tertentu. Perubahan perilaku baru tersebut memiliki ciri-ciri tertentu sehingga dapat dikatakan sebagai hasil belajar. Ada delapan ciri-ciri perubahan perilaku sebagai hasil belajar sebagaimana

dikemukakan Surya dalam Kosasih (2014: 2-5) yaitu perubahan yang disadari dan disengaja, berkesinambungan, fungsional (bermanfaat bagi kepentingan seseorang), bersifat positif, bersifat aktif (kegiatan yang disengaja), relatif permanen, memiliki tujuan yang jelas, serta mencakup seluruh aspek kehidupan pada diri seseorang.

Dijelaskan pula oleh Sardiman (2007: 20) bahwa dari proses pembelajaran akan diperoleh suatu hasil yang disebut dengan istilah hasil belajar.

Berdasarkan konteks tersebut, dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan perolehan dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran menjadi hasil belajar potensial yang akan dicapai oleh anak melalui kegiatan pembelajaran.

Winkel dalam Purwanto (2013: 45) menjelaskan bahwa aspek perubahan dari proses belajar mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.


(26)

7

Bloom (dalam Sardiman, 2007: 23-24) merinci masing-masing ranah tersebut menjadi tingkatan-tingkatan (level of competence) sebagai berikut:

a) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni:

1) Knowledge(pengetahuan atau ingatan).

2) Comprehension(pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh).

3) Analysis(menguraikan, menentukan hubungan).

4) Synthesis(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru).

5) Evaluation(menilai). 6) Application(menerapkan).

b) Ranah afektif berkenaan dengan sikap terdiri dari lima aspek, yakni:

1) Receiving(sikap nerima).

2) Responding(memberikan respon).

3) Valuing(nilai).

4) Organization(organisasi). 5) Characterization(karakterisasi).

c) Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak, yaitu:

1) Initiatory level. 2) Pre-routine level. 3) Rountinized level.

Pada pembelajaran materi optika, salah satu hasil belajar ranah kognitif yang harus diperoleh siswa adalah siswa memahami konsep yang benar bagaimana seseorang dapat melihat benda. Selain itu, hasil belajar ranah afektif yang harus diperoleh siswa setelah mempelajari tentang pembiasan yaitu terbentuk karateristik waspada atau hati-hati saat berada di tepi kolam yang berair jernih. Hal itu menunjukkan bahwa siswa memberikan respon yang baik terhadap pengetahuan yang ia peroleh, yaitu pembiasan menyebabkan dasar kolam tampak dangkal jika dilihat dari samping.

Ada dua prinsip atau ciri suatu hasil belajar dapat dikatakan betul-betul baik. Kedua prinsip tersebut yaitu hasil itu tahan lama dan dapat digunakan


(27)

8

dalam kehidupan oleh siswa serta hasil itumerupakan pengetahuan “asli” atau “otentik”(Sardiman, 2007: 49-50). Dengan kata lain, pengetahuan

hasil proses belajar-mengajar seolah-olah telah menjadi bagian kepribadian bagi diri setiap siswa.

2. Media Pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi atau penyampaian pesan dari pengantar ke penerima. Oleh karena itu, diperlukan media sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi. Berdasarkan konteks tersebut, media merupakan salah satu komponen komunikasi sebagai perantara atau pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan. Seperti yang diungkapkan oleh Daryanto (2010: 6) bahwa

Media pembelajaran adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehinga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Pada proses pembelajaran, media berfungsi sebagai pembawa informasi dari sumber (guru) menuju penerima (siswa). Sedangkan metode adalah prosedur untuk membantu siswa dalam menerima dan mengolah informasi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Fungsi media dalam proses

pembelajaran ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2.1 Fungsi media dalam proses pembelajaran. (Daryanto, 2010: 8)

METODE

SISWA

GURU MEDIA


(28)

9

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Posisi media pembelajaran sebagai komponen komunikasi ditunjukkan pada gambar sebagai berikut.

Sumber Pengalaman Pengalaman Penerima

Gambar 2.2 Posisi media dalam sistem pembelajaran. (Daryanto, 2010: 7)

Ada lima jenis media yang dapat digunakan dalam pembelajaran, yaitu media visual, media audio, media audio-visual, kelompok media penyaji, serta media objek dan media interaktif berbasis komputer (Rusman dkk.,

2012: 63). Pada pembelajaran materi optika, media yang sebaiknya digunakan adalah media visual yang dapat berperan sebagai representasi dari materi yang disampaikan. Media visual yang dimaksud adalah media untuk materi optika pada sub materi pembiasan dan pembentukan

bayangan oleh lensa. Pada materi ini, informasi yang harus diperoleh siswa adalah tentang sinar-sinar pada pembiasan yang dinilai cukup

IDE PENGKODEAN MEDIA PENAFSIR-AN KODE

MENGER-TI

GANGGUAN UMPAN BALIK


(29)

10

abstrak. Untuk itu, diperlukan media yang relevan sebagai pembuktian tentang jalannya sinar-sinar tersebut.

a. PhET Simulation

Physics Education Technologyatau PhET dikembangkan oleh

Universitas Colorado di Boulder Amerika (University of Colorado at Boulder) dalam rangka menyediakan simulasi pembelajaran fisika berbasis laboratorium maya (virtual laboratory) yang memudahkan guru dan siswa jika digunakan untuk pembelajaran di ruang kelas. Simulasi PhET sangat mudah untuk digunakan. Simulasi ini ditulis dalam Java dan Flash dan dapat dijalankan dengan menggunakan web browser baku selama plug-in Flash dan Java sudah terpasang. Dengan kata lain, simulasi-simulasi PhET merupakan simulasi yang ramah pengguna. Simulasi-simulasi dalam PhET tersedia secara gratis dan dapat diunduh secara gratis melaluiwebsite(http://phet.colorado.edu). Perkinset al.(2006) berpendapat

The Physics Education Technology (PhET) sims use dynamic graphics to explicitly animate the visual and conceptual models used by expert physicists.SimulasiPhETmenggunakan grafis

dengan visual animasi dan model konsep yang digunakan oleh fisikawan ahli.

Selain itu, Kaganet al.(2008) mengungkapkan

The simulations are animated, interactive, and game-like environments where students learn through exploration.”

Simulasi ini dianimiasi, interaktif, dan seperti lingkungan permainan di mana siswa belajar melalui eksplorasi.


(30)

11

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwaPhETmerupakan media proyeksi yang berbentuk simulasi interaktif fenomena fisis dengan pendekatan berbasis riset yang dilakukan oleh para ahli fisika.PhET

menggabungkan hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh produsenPhETsehingga memungkinkan para siswa untuk

menghubungkan fenomena kehidupan nyata dan ilmu yang

mendasarinya. Pada akhirnya, penggunaanPhETdalam pembelajaran dapat memperdalam pemahaman dan meningkatkan minat siswa terhadap ilmu pengetahuan.

Untuk membantu siswa terlibat dalam sains dan matematika melalui inkuiri, simulasiPhETdikembangkan menggunakan prinsip-prinsip desain berikut: (1) mendorong penyelidikan ilmiah; (2) menyediakan interaktivitas; (3) membuat sesuatu yang tak terlihat bisa terlihat; (4) menampilkan model mental visual; (5) menampilkan beberapa representasi (misalnya, gerak objek, grafik, angka, dan lain-lain); (6) menggunakan koneksi dunia nyata; (7) memberikan pengguna bimbingan implisit (misalnya, dengan kontrol membatasi) dalam eksplorasi produktif; dan (8) membuat simulasi yang fleksibel dan dapat digunakan dalam berbagai situasi pendidikan. Beberapa alat dalam simulasi PhET juga memberikan pengalaman interaktif, seperti: (1) klik dan tarik untuk berinteraksi dengan fitur simulasi; (2)

menggunakan slider untuk meningkatkan dan penurunan parameter; (3) memilih antara pilihan dengan tombol radio; dan (4) membuat pengukuran dalam percobaan dengan berbagai instrumen, seperti


(31)

12

penggaris,stop-watch, voltmeter, dan termometer. Pengguna yang berinteraksi dengan alat ini segera mendapatkan umpan balik langsung tentang efek dari perubahan yang mereka buat. Hal ini memungkinkan mereka untuk menyelidiki hubungan sebab-akibat dan menjawab pertanyaan-pertanyaan ilmiah melalui eksplorasi simulasi

(http://phet.colorado.edu/en/about).

Software PhET Interactive Simulationsdapat menampilkan animasi sehingga siswa dapat tertarik dalam mempelajarinya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Kaganet al.(2008) mengenai fitur yang terdapat padaPhET Simulationyaitu:

The key features of PhET simulations - visualization,

interactivity, context, and effective use of computations–are

particularly effective for helping students understand the abstract and counterintuitive concepts”.Fitur utama dari

simulasi PhET - visualisasi, interaktivitas, konteks, dan efektif menggunakan perhitungan - sangat efektif untuk membantu siswa memahami konsep-konsep abstrak dan berlawanan.

KemenarikanPhet Simulationjuga diungkapkan oleh Taufiq (2008) yang menyatakan bahwaPhet Simulationmemberikan kesan yang positif, menarik dan menghibur, serta membantu penjelasan secara mendalam tentang suatu fenomena alam. Berdasarkan pendapat tersebut, diketahui bahwaPhet Simulationdapat membuat siswa tertarik, lebih aktif, dan semangat dalam mengikuti pelajaran. Selain itu, Phet Simulationjuga mendorong minat siswa untuk melakukan eksperimen. Oleh karena itu, siswa yang berlatih denganPhet


(32)

13

Simulationmerasa senang dan mudah untuk mempelajarinya sehingga dapat memperjelas konsep-konsep fisis atau fenomena fisika.

Software PhET Simulationsmerupakan salah satu media pembelajaran yang berbasis laboratorium virtual. Beberapa kelebihan laboratorium virtual berdasarkaan penelitian yang dilakukan oleh Kusnadi (2013) di antaranya adalah penggunaan laboratoriumvirtualyang dapat

dijalankan sendiri oleh siswa membuat siswa lebih aktif dan kreatif, eksperimen dengan media laboratoriumvirtualdapat dilakukan secara berulang tanpa menghabiskan waktu untuk mempersiapkan

pengulangan, dapat menampilkan konsep secara visual dengan gerakan dan gambar, dapat menampilakan proses secara nyata, serta dapat menyesuaikan dengan tingkat kecepatan belajar siswa

Di samping memiliki kelebihan yang telah diungkapkan sebelumnya, media pembelajaran berbantuan laboratorium virtual ini memiliki kekurangan sebagai berikut.

a) Keberhasilan pembelajaran berbantuan laboratorium virtual bergantung pada kemandirian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran.

b) Akses untuk melaksanakan kegiatan laboratorium virtual bergantung pada jumlah fasilitas komputer yang disediakan sekolah.


(33)

14

c) Siswa dapat merasa jenuh jika kurang memahami tentang

penggunaan komputer sehingga dapat menimbulkan respon yang pasif untuk melaksanakan percobaan virtual (Siswono, 2013).

b. Komponen Instrumen Terpadu Optika

Komponen Instrumen Terpadu (KIT) adalah peralatan IPA yang diproduksi dan dikemas dalam sebuah kotak dan besarnya sesuai dengan keperluan, serta diisi dengan item-item yang berhubungan dengan unit pelajaran. Item-item tersebut dapat dirangkai menjadi peralatan uji coba keterampilan proses pada bidang studi IPA serta dilengkapi dengan buku pedoman penggunaannya. Pemanfaatan KIT merupakan salah satu alternatif yang bagus agar kegiatan praktikum dapat dilakukan di sekolah. KIT merupakan alat yang dimiliki hampir semua sekolah, multi-fungsi dan bisa dibawa ke kelas tanpa

memerlukan ruang yang besar untuk menyimpannya.

Pada umumnya, ada empat jenis KIT untuk mata pelajaran IPA pada tingkat SMP, yaitu KIT Mekanika, KIT Hidrostatika dan Panas, KIT Optika, dan KIT Listrik Magnet. Setiap KIT terdiri dari alat-alat yang cocok satu sama lain dan dapat digunakan bersama untuk bermacam-macam percobaan. Misalnya pada KIT Optika yang terdiri dari beberapa alat yang dapat digunakan untuk melakukan percobaan dan pengamatan topik umum seperti perambatan cahaya, pemantulan, dan pembiasan. Alat-alat tersebut antara lain meja optik, kaca setengah lingkaran, balok kaca, difragma bercelah, lensa, dan cermin.


(34)

15

KIT Optika diperlukan dalam pembelajaran materi optika karena memberikan pengalaman yang nyata bagi siswa sehingga membantu dalam menjelaskan fenomena dan fakta mengenai alam. Serangkaian peralatan tersebut juga berfungsi membantu siswa untuk berfikir logis dan matematis sehingga mereka pada akhirnya dapat menimbulkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari (Juandi, 2011: 31). Penggunaan KIT juga dapat membantu guru memberikan penjelasan konsep, merumuskan dan membentuk konsep, memberikan dasar yang konkrit untuk berpikir sehingga dapat mengurangi terjadinya verbalisme, melatih siswa dalam pemecahan masalah, dan mendorong siswa berpikir kritis. Hal tersebut dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Indayani (2015) bahwa:

Penggunaan media KIT IPA sangat bermanfaat karena dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik, baik yang memiliki motivasi berprestasi tinggi maupun peserta didik yang motivasi berprestasinya rendah.

Untuk dapat menggunakan KIT, siswa harus mengetahui nama dari bagian-bagian peralatan yang berbeda dengan benar dan mengetahui cara merakit peralatan sesuai dengan petunjuk dari buku atau guru serta memperagakan cara merakit peralatan. Selain itu, siswa juga diminta untuk mengamati dengan teliti sehingga dapat menunjukkan bagaimana teknik yang digunakan dalam mengamati hasil percobaan serta fokus perhatian. Dari hasil pengamatan, siswa menuliskan ke dalam buku catatan atau lembar pengamatan yang telah disediakan.


(35)

16

Hal tersebut akan membuat siswa selalu termotivasi dalam belajar menggunakan KIT. Adapun ciri-ciri keberhasilan siswa dalam penggunaan KIT yaitu: (1) siswa menyadari arah yang dituju dalam proses pembelajaran; (2) siswa merasa mendapat tanggung jawab pada beban yang diberikan, siswa merasa tidak bosan, mengantuk, dan berkonsentrasi terhadap materi yang diberikan guru; (3) motivasi siswa banyak tumbuh dari dalam diri siswa dan kreatifitas siswa berkembang dengan baik (Juandi, 2011: 33).

Penggunaan KIT disesuaikan dengan jenis percobaan yang akan dibelajarkan guru di sekolah. Ada beberapa hal yang harus

dipertimbangkan dalam memilih alat-alat pembelajaran dari KIT yang akan digunakan. Di antaranya adalah materi yang akan diajarkan, tujuan pembelajaran, spesifikasi alat yang akan digunakan, proses urutan mendemonstrasikan alat, dan validitas alat.

KIT merupakan salah satu dari media tiga dimensi. Media tiga

dimensi dapat berwujud sebagai tiruan yang mewakili benda asli yang dapat langsung dibawa ke kelas sehingga berfungsi sebagai media pembelajaran yang efektif. Penggunaan media tiga dimensi dalam kegiatan pembelajaran meiliki dampak terhadap proses pembelajaran. Seperti yang dijelaskan oleh Mudjiono dalam Daryanto (2013: 29) bahwa kelebihan-kelebihan media tiga dimensi adalah memberikan pengalaman secara langsung, penyajiannya yang kongkrit dan menghindari verbalisme, dapat menunjukkan objek secara utuh baik


(36)

17

konstruksi maupun cara kerjanya, dapat memperlihatkan struktur organisasi secara jelas, dan dapat menunjukkan alur suatu proses secara jelas. Sedangkan kelemahan-kelemahannya adalah tidak dapat menjangkau sasaran dalam jumlah besar, penyimpanannya yang memerlukan ruang yang besar, dan perawatannya yang rumit.

3. Model Inkuiri Terbimbing

Inkuiri berasal dari bahasa Inggris yaituinquiry, yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Model pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya (2009: 194) adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

Trowbridge dalam Sofiani (2011: 5) mengemukakan

Inquiry is the process of defining and investigating problems, formulating hypotheses, designing experiments, gathering data, and drawing conclusions about problems”.Penyelidikan adalah

proses mendefinisikan dan menyelidiki masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, dan menarik kesimpulan tentang masalah.

Pembelajaran inkuiri merupakan model pembelajaran yang berbasis penemuan jawaban berdasarkan pengalaman mereka sehari-hari. Untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah tersebut, proses

pembelajaran yang dilalui siswa meliputi kegiatan mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan, mengevaluasi buku dan sumber-sumber informasi lain secara kritis, merencanakan penyelidikan atau


(37)

18

investigasi, mereview apa yang telah diketahui, melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk memperoleh data, menganalisis dan menginterpretasi data, serta membuat prediksi dan mengkomunikasikan hasilnya. Berdasarkan konteks tersebut, dapat disimpulkan bahwa inkuiri merupakan suatu proses yang ditempuh siswa untuk memecahkan masalah, merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Jadi, dalam pembelajaran inkuiri ini siswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan masalah yang diberikan guru.

Tujuan utama dari pembelajaran inkuiri adalah menolong siswa untuk mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa keingintahuan mereka. Siswa memegang peranan yang sangat dominan dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, guru mendorong siswa untuk mau berpikir dan bekerja keras untuk bisa belajar dengan baik, menyediakan sumber belajar yang diperlukan para siswa dalam mewujudkan penemuan-penemuannya, dan menata hubungan antarsiswa dan rencana pembelajaran yang akan dilakukan. Hal tersebut merupakan peranan guru sebagai motivator, fasilitator, dan manajer pembelajaran.

Langkah–langkah pembelajaran dengan inkuiri menurut Sanjaya (2009: 200) antara lain:

1. Orientasi

Orientasi merupakan langkah yang dilakukan guru untuk mengkondisikan agar peserta didik siap melaksanakan proses pembelajaran.


(38)

19

2. Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa peserta didik pada suatu persoalan yang menantang peserta didik untuk berpikir memecahkan persoalan tersebut.

3. Mengajukan hipotesis

Pada perumusan hipotesis, guru memberikan kesempatan pada siswa untuk berdiskusi dan melakukan kajian pustaka. Hal tersebut bertujuan agar hipotesis atau jawaban sementara siswa memiliki landasan berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis.

4. Mengumpulkan data

Pada tahap ini, siswa bersama guru merancang prosedur eksperimen untuk menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam inkuiri terbimbing, guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan.

5. Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban sesuai dengan data dan informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Dalam hal ini, siswa harus dapat

menyajikan, mengolah, dan menganalisis data hasil pengamatan yang telah dikumpulkan.

6. Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan yaitu proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat, sebaiknya guru mampu menunjukkan pada peserta didik data mana yang relevan.

Hirarki model pembelajaran yang berorientasi penyelidikan

dikelompokkan dalam 5 tingkatan seperti yang disajikan oleh Wenning (2010). Setiap tahapan dilevels of inquirymemiliki perbedaan yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik Kegiatan untuk Setiap Tahapan Inkuiri Level of Inquiry Tujuan Pembelajaran Utama Discovery Learning Siswa mengembangkan konsep

berdasarkan pengalaman langsung

Interactive Demonstration Siswa terlibat dalam penjelasan dan pembuatan prediksi yang memungkinkan pengajar untuk memperoleh,

mengidentifikasi, menghadapi, dan menyelesaikan konsep alternatif


(39)

20

Inquiry Lesson Siswa mengidentifikasi prinsip-prinsip ilmiah dan atau hubungan

Inquiri Lab Siswa menetapkan hukum empiris berdasarkan pengukuran variabel

Hypothetical Inquiry Siswa menciptakan penjelasan untuk fenomena yang diamati

Pendapat lain mengenai tingkatan inkuiri disampaikan oleh Colburn (2000: 42) sebagai berikut:

1. Structured Inquiry

Guru memberikan siswa permasalahan untuk diselidiki serta prosedur dan bahan, tetapi tidak memberitahu mereka tentang hasil yang diharapkan. Siswa menemukan hubungan antara variabel atau generalisasi dari data yang dikumpulkan. 2. Guided Inquiry

Guru hanya menyediakan bahan dan masalah untuk diselidiki, sedangkan siswa merancang prosedur mereka sendiri untuk memecahkan masalah.

3. Open Iquiry

Pendekatan ini mirip dengan inkuiri terbimbing, namun siswa juga merumuskan masalah mereka sendiri untuk menyelidiki. 4. Learning Cycle

Siswa terlibat dalam aktivitas memperkenalkan konsep baru, guru memberikan nama resmi untuk konsep. Siswa mengambil kepemilikan konsep dengan menerapkan konteks yang berbeda.

Ditinjau dari tingkat kompleksitasnya, pembelajaran dengan inkuiri dibedakan menjadi tiga tingkatan (Jayawardhana: 2013), yaitu sebagi berikut.

Tingkatan pertama adalah pembelajaran penemuan (Discovery), yaitu guru menyusun masalah dan proses tetapi memberi

kesempatan siswa untuk mengidentifikasi hasil alternatif.

Tingkatan kedua, inkuiri terbimbing (Guided Inquiry), yaitu guru mengajukan masalah dan siswa menentukan penyelesaian dan prosesnya. Tingkatan ketiga, adalah inkuiri terbuka (Open Inquiry), yaitu guru hanya memberikan konteks masalah sedangkan siswa mengindentifikasi dan memecahkannya.


(40)

21

Pendapat lain mengenai tingkatan inkuiri dikemukakan oleh Banchi & Bell (2008) sebagai berikut:

Pembelajaran inkuiri dapat dibedakan menjadi empat level yaitu level (1) adalah inkuiri konfirmasi, level (2) adalah inkuiri

terstruktur, level (3) adalah inkuiri terbimbing, dan level (4) adalah inkuiri terbuka.

Dari keempat level inkuiri tersebut, pada prinsipnya tidak ada perbedaan. Dasar pembeda keempat level tersebut hanyalah pada derajat peran serta guru atau kebebasan siswa dalam melakukan kegiatan inkuiri. Perbedaan setiap tingkatanlevels of inquirydapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2Level Inquirydan Karakteristik Tingkat Pembelajaran

Level Inquiry

Pihak yang Terlibat dalam Pembelajaran Perumusan Masalah Perumusan Prosedur Perumusan Solusi Level 1: confirmation/verification. Siswa mengkonfirmasi prinsip melalui kegiatan ketika hasilnya diketahui terlebih dahulu.

Guru Guru Guru

Level 2:structured

inquiry. Siswa menyelidiki pertanyaan yang disajikan guru melalui prosedur yang ditentukan.

Guru Guru Siswa

Level 3:guided inquiry.

Siswa menyelidiki

pertanyaan yang disajikan guru dengan menggunakan prosedur yang dirancang siswa.

Guru Siswa Siswa

Level 4:open inquiry. Siswa mengemukakan sendiri pertanyaan yang akan diselidiki melalui prosedur yang dirancangsiswa.


(41)

22

Pembelajaran inkuiri terbimbing, yaitu suatu model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing guru harus memberikan pengarahan dan bimbingan kepada siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berifikir lambat atau siswa yang mempunyai intelegensi rendah tetap mampu mengikuti kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan dan siswa yang mempunyai intelegensi tinggi tidak memonopoli kegiatan. Oleh sebab itu, guru harus memiliki kemampuan mengelola kelas yang bagus.

Peran guru dalam inkuiri terbimbing adalah membimbing siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dalam proses penemuan konsep sehingga siswa tidak akan kebingungan dalam memecahkan masalah yang diberikan. Dengan begitu, kesimpulan akan lebih cepat dan mudah diambil. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan, membantu siswa agar menggunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka pelajari sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Pengajuan pertanyaan yang tepat oleh guru akan merangsang kreativitas siswa dan membantu mereka dalam‘menemukan’ pengetahuan baru tersebut.

Pada pembelajaran dengan inkuiri terbimbing, terdapat tujuh komponen penting yang dapat mengembangkan keterampilan proses dan

penguasaan konten mata pelajaran. Tujuh komponen tersebut dikemukakan oleh Hanson (2006: 3) sebagi berikut.

(1) menggunakan pembelajaran tim; (2) kegiatan inkuiri terbimbing untuk mengembangkan pemahaman; (3) pertanyaan untuk


(42)

23

meningkatkan pemikiran kritis dan analitis; (4) pemecahan masalah; (5) pelaporan; (6) metakognisi; dan (7) tanggung jawab individu.

Pada pembelajran inkuiri terbimbing, siswa bekerja sama dan belajar dalam sebuah tim. Kegiatan inkuiri atau penyelidikan yang pertama dilakukan adalah memeriksa data, model, atau contoh. Hal tersebut bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan mengembangkan pemahaman. Kemudian siswa diminta untuk menanggapi pertanyaan yang memerlukan kemampuan berpikir kritis. Setelah itu, siswa menerapkan pengetahuan baru ini dalam bentuk latihan soal dan

penyelesaian masalah. Kegiatan selanjutnya yaitu siswa menyajikan hasil mereka ke kelas, merefleksi kembali apa yang telah dipelajari, dan menilai seberapa baik pekerjaan mereka serta mencari solusi bagaimana mereka bisa berbuat lebih baik. Untuk memperkuat konsep-konsep yang diperoleh dan meningkatkan tanggung jawab individu, siswa diwajibkan untuk menyelesaikan latihan tambahan dan masalah di luar kelas dan membaca bagian yang relevan dari buku teks atau bahan sumber daya lainnya.

4. Pembelajaran Optika dengan Inkuiri Terbimbing

Pada pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa langkah-langkah pembelajaran dengan inkuiri meliputi orientasi, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan kesimpulan. Selain itu, telah diketahui juga beberapa tingkatan inkuiri berdasarkan peran guru atau kebebasan siswa yang


(43)

24

dikemukakan oleh Banchi & Bell (2008) yang terdapat pada Tabel 2.2. Pada tabel tersebut, inkuiri terbimbing termasuk dalam inkuiri level 3. Di mana guru masih berperan dalam perumusan masalah. Kemudian untuk tahapan perumusan prosedur dan perumusan solusi, siswa berperan lebih banyak dari pada guru. Dalam hal ini, guru hanya mengarahkan dan membimbing siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan panduan.

Pembelajaran optika dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing diawali dengan kegiatan orientasi. Pada kegiatan ini, guru

mempersiapkan siswa untuk memulai pembelajaran dengan membentuk kelompok sekaligus membagikan LKK. Selanjutnya guru memberikan penjelasan terhadap sajian fenomena pembiasan yang terdapat pada LKK sebagai motivasi dan apersepsi. Pada kegiatan perumusan masalah, guru memberikan pertanyaan untuk membawa peserta didik pada suatu

persoalan yang akan dibahas. Pada langkah selanjutnya, siswa dibimbing untuk membuat hipotesis. Agar hipotesis yang dimunculkan bersifat rasional dan logis, guru memberikan kesempatan pada siswa untuk berdiskusi dan melakukan kajian pustaka.

Tahap selanjutnya adalah siswa bersama guru merancang langkah-langkah percobaan untuk menjaring informasi yang dibutuhkan. Langkah percobaan yang akan dilakukan oleh siswa sudah terdapat pada LKK. Akan tetapi, terdapat beberapa bagian yang kurang lengkap. Di sinilah siswa dituntut untuk memikirkan langkah apa yang harus dilakukan. Pada saat melakukan percobaan dan pengamatan inilah, siswa mengetahui


(44)

25

bahwa saat sinar mendekati permukaan pada sebuah sudut, sinar akan membengkok saat lewat dari udara ke kaca. Seperti yang ditunjukkan Gambar 2.3, gelombang di dalam kaca menempuh jarak yang lebih kecil daripada di udara, menyebabkan gelombang membengkok di tengah.

Gambar 2.3 Gelombang mengalami pembengkokan saat lewat ke dalam kaca. (Griffith, 2009: 359)

Untuk materi tentangtotal interfal reflection(pemantulan sempurna), siswa akan mengamati pembiasan cahaya yang terjadi dari medium yang lebih rapat ke medium yang kurang rapat, maupun sebaliknya. Siswa melakukan pengamatan apakah terbentuk sinar bias dan sinar pantul. Pada saat itu, siswa dapat melihat bahwa saat sinar datang dari medium yang lebih rapat ke medium yang kurang rapat, semakin besar sudut yang dibentuk sinar datang menyebabkan sinar semakin menjauhi garis normal dan bahkan dapat berhimpit dengan bidang batas dua medium. Hingga akhirnya sinar tersebut dipantulkan kembali. Sedangkan saat sinar datang dari medium yang kurang rapat ke medium yang lebih rapat tidak terjadi demikian, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4.

d1= λ1

d2= λ2 n1


(45)

26 Normal 1 2 3 4 5 Medium lebih rapat Medium kurang rapat

Gambar 2.4Total Internal Reflection (Pemantulan Sempurna)

Untuk materi pembentukan bayangan pada benda, siswa melakukan pengamatan untuk mengetahui sifat bayangan yang akan terbentuk. Saat siswa melakukan percobaan denganPhet Simulation, akan tampak sinar-sinar istimewa pada lensa cembung. Adapun sinar-sinar-sinar-sinar istimewa pada lensa cembung adalah sebagai berikut :

1. Sinar datang sejajar sumbu utama akan dibiaskan melalui titik fokus (F2).

2. Sinar yang datang melewati pusat optik lensa (O) diteruskan, tidak dibiaskan.

3. Sinar datang menuju titik fokus (F1) akan dibiaskan sejajar sumbu

utama.

Gambar 2.5 Sinar–Sinar Istimewa pada Lensa Cembung

1 1 2 2 3 3 P Q P’ Q’ F1 F2 θ2 θ1


(46)

27

1 2

3 F

F O

I

Depan Lensa

Belakang Lensa

Depan Lensa Belakang Lensa

1

2

3

I O

F F

Kemudian, saat siswa melakukan percobaan dengan mengubah jarak benda menjauhi atau mendekati lensa, maka bayangan yang terbentuk juga akan berbeda. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 dan Gambar 2.7 berikut ini.

Ganbar 2.6 Bayangan Saat Objek Terletak Setelah Titik Fokus

Ganbar 2.7 Bayangan Saat Objek Terletak Sebelum Titik Fokus

Langkah selanjutnya adalah siswa menyajikan data yang diperoleh dari percobaan ke dalam tabel yang telah tersedia di LKK. Kemudian siswa menganalisis data hasil pengamatan dengan menjawab pertanyaan analisis yang terdapat pada LKK. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat, sebaiknya guru membimbing siswa dengan cara menunjukkan pada siswa data mana yang relevan saat menjawab pertanyaan. Dengan begitu, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan membantu siswa untuk mengarahkan pada kesimpulan yang tepat. Dengan cara tersebut, siswa


(47)

mengetahui ba Snellius tenta

Ketika cahay sinar yang be lurus ke perm dibandingkan normal jika ke yang pertama

(a) n2>

Total internal

ketika cahaya medium yang medium kura sinar bias ber kedua. Sudut Ketika besar sudut

Udara (n1

Air (n2=

hui bahwa pembiasan cahaya dapat dijelaskan ole ntang refraksi.

aya melewati satu medium transparan ke medium bengkok ke arah sumbu normal (sumbu yang di

rmukaan) jika kecepatan cahaya di media kedua kan yang pertama. Sinar yang bengkok menjauh ka kecepatan cahaya dalam medium kedua lebih be

ma.

2>n1 (b)n2<n1 Gambar 2.8 Hukum Pembiasan (Hukum Sne

rnal reflection(pemantulan sempurna) hanya da aya mencoba untuk berpindah dari media yang l ang kurang rapat. Jika sinar datang yang menge kurang rapat menghasilkan sinar bias dengan sudut

bergerak sepanjang bidang batas dan tidak mem udut yang dibentuk oleh sinar datang ini disebut sudut

sar sudut datang melebihi sudut kritis, sinar sepe (n1= 1,00)

= 133)

Udara (n2= 1,00)

Air (n1= 1,33)

No Normal

θ1 θ1

θ2 Sinar datang Sinar bias Sinar bias Sinar pantul Sinar pantul 28

n oleh hukum

dium yang lain, g ditarik tegak

dua lebih kecil uhi sumbu bih besar dari pada

Snellius)

dapat terjadi g lebih rapat ke ngenai suatu n sudut 90°, berarti

emasuki medium but sudut kritis. sepenuhnya

Normal

θ1θ1

θ2

Sinar datang


(48)

29

dipantulkan pada bidang batas dua medium. Sinar tersebut dipantulkan seolah-olah menumbuk permukaan pantul yang sempurna. Sinar tersebut mematuhi hukum pemantulan: sudut datang sama dengan sudut pantul.

Pada pembentukan bayangan oleh lensa cembung (lensa konvergen), jika objek berada di luar titik fokus depan (so>f), bayangan yang terbentuk adalah nyata dan terbalik. Ketika objek berada di dalam titik fokus depan (so<f), bayangan yang terbentuk adalah maya dan tegak. Setelah

melakukan analisis pada tabel yang terdapat pada LKK 03, siswa juga dapat mengembangkan hubungan kuantitatif antara jarak benda (so), jarak bayangan (si), dan panjang fokus lensa (f). Semua jarak diukur dari pusat lensa. Hubungan dari jarak tersebut dinyatakan dalam simbol-simbol,

+ = ... (persamaan untuk lensa tipis).

Gambar 2.6 juga dapat digunakan untuk menemukan hubungan antara perbesaran bayangan (M), jarak benda, dan jarak bayangan. Pembesaran didefinisikan sebagai perbandingan tinggi bayangan (hi) terhadap tinggi benda (ho).

= = ... (persamaan untuk perbesaran bayangan).

Pada akhir pembelajaran, guru dapat memberikan beberapa tambahan informasi. Misalnya informasi bahwa cahaya terbentuk dari gelombang elektromagnetik, yaitu gelombang yang tidak memerlukan medium untuk merambat. Cepat rambat cahaya disimbolkan denganc, yang nilainya c = 2,99792458 x 108m/s atau mendekati 3 x 108m/s yang berlaku pada ruang hampa. Bila cahaya melalui media seperti kaca atau air, maka


(49)

30

cepat rambat cahaya lebih lambat, tapi jika di udara nilainya mendekati kecepatan di ruang hampa. Selain itu, panjang gelombang lebih pendek dalam kaca atau air daripada di udara. Sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2.9 Panjang gelombang cahaya di udara (n1) lebih panjang

dari pada di kaca (n2). (Griffith, 2009: 359)

Perbedaan kecepatan cahaya dalam medium yang berbeda disebut indeks bias, disimbolkann. Indeks bias didefinisikan sebagai rasio dari

kecepatan cahayacdalam ruang hampa dengan kecepatan cahayav

dalam suatu medium.

= ... (persamaan untuk menghitung indeks bias suatu medium)

B. Kerangka Pemikiran

Penggunaan media pembelajaran memiliki peranan penting dalam

keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran karena media pembelajaran memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber menuju penerima. Selain itu, penggunaan media pembelajaran memiliki kelebihan dapat

λ1

λ2 n1


(50)

31

menampilkan kembali obyek atau kejadian dengan berbagai macam

perubahan (manipulasi) sesuai keperluan. Contoh media pembelajaran yang memiliki kelebihan seperti itu adalahPhET Simulationdan KIT Optika. Walau demikian, keduanya memiliki karakteristik yang sangat mencolok.

PhET Simulationmerupakan program komputer yang dapat menyimulasikan peristiwa atau fenomena seperti di laboratorium nyata dan berisi alat-alat laboratorium yang berfungsi seperti alat-alat di laboratorium nyata. Hal itu memungkinkan siswa untuk belajar nyaman karena alat dan bahan

disimulasikan di komputer dengan virtual sehingga tidak terlalu berbahaya dan siswa dapat melakukan percobaan dengan mudah. Selain itu, perhitungan hasil data percobaan lebih valid dan tepat sehingga akan lebih mudah untuk memperoleh konsep yang disajikan. Akan tetapi, keberhasilan penggunaan

PhET Simulationbergantung pada kemandirian siswa untuk mengembangkan eksperimen dan jumlah fasilitas komputer sekolah.

Sedangkan KIT Optika merupakan media tiga dimensi yang dapat

memberikan pengalaman dan pemahaman yang lengkap akan benda-benda nyata. Oleh karena itu, KIT Optika dapat menunjukkan objek secara utuh baik konstruksi maupun cara kerjanya dan dapat menunjukkan alur suatu proses secara jelas. Sedangkan kelemahannya adalah tidak dapat menjangkau sasaran dalam jumlah besar, penyimpanannya yang memerlukan ruang yang besar, dan perawatannya yang rumit.

Penggunaan kedua media tersebut akan memberikan pengaruh yang baik terhadap hasil belajar siswa karena mereka dapat mengembangkan


(51)

32

keterampilan bereksperimen dan menguji hipotesis secara eksperimental dalam membangun interpretasi mereka tentang fenomena yang diamati. Walau demikian, karakteristikPhET Simulationyang lebih mudah digunakan daripada KIT Optika memberikan lebih banyak waktu bagi siswa untuk belajar memecahkan masalah, menganalisis data, dan menginterpretasikan suatu konsep. Keuntungan lainnya adalahPhET Simulationlebih mudah untuk fokus pada prinsip-prinsip yang harus dipelajari dari pada rincian pengoperasian alat. Hal tersebut memungkinkan siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang lebih baik.

Pada penelitian ini terdapat tiga bentuk variabel, yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel moderator. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran denganPhET Simulation(X1) dan pembelajaran dengan

KIT Optika (X2), variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa (Y1dan Y2),

serta variabel moderatornya adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing. Hasil belajar yang diukur pada penelitian ini adalah hasil belajar ranah kognitif produk yang diperoleh daripretestdanposttest. Kemudian hasil belajar siswa menggunakanPhET Simulationmelalui model pembelajaran inkuiri terbimbing dibandingkan dengan hasil belajar siswa menggunakan KIT Optika melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing. Gambaran mengenai pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dapat dijelaskan melalui Gambar 2.10.


(52)

Keterangan:

X1 = Pembe

X2 = Pembe

Y1 = Hasi

Y2 = Hasi

M = Mode

O = Perba

denga

C. Hipotesis

Terdapat dua pasa 1. H0: Tidak a

pembel dengan H1: Ada pe

pembel dengan

O

M

Gambar 2.10 Diagram Kerangka Pemikiran

mbelajaran denganPhET Simulation

mbelajaran dengan KIT Optika

asil belajar (kognitif produk) denganPhET Simul

asil belajar (kognitif produk) dengan KIT Optika Model pembelajaran inkuiri terbimbing

rbandingan hasil belajar menggunakanPhET Si

ngan KIT Optika

pasangan hipotesis yang akan diuji yaitu:

k ada perbedaan rata-rata hasil belajar optika si belajaran menggunakanPhET Simulationdan K ngan model pembelajaran inkuiri terbimbing.

perbedaan rata-rata hasil belajar optika siswa a belajaran menggunakanPhET Simulationdan K ngan model pembelajaran inkuiri terbimbing.

O 33 n mulation ika Simulation siswa antara n KIT Optika

antara n KIT Optika


(53)

34

2. H0: Hasil belajar optika siswa menggunakanPhET Simulationmelalui

model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih besar atau sama dengan (≥)menggunakan KIT Optika melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing.

H1: Hasil belajar optika siswa menggunakanPhET Simulationmelalui

model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih kecil dari pada (<) menggunakan KIT Optika melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing.


(54)

35

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu, Tempat, dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan kepada siswa kelas VIII SMP Al Azhar 3 Bandar Lampung pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2015/2016 yang terdiri dari 7 kelas berjumlah 273 siswa. Dari 7 kelas tersebut, terdapat 2 kelas unggulan dan 5 kelas yang bukan unggulan. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknikcluster random sampling(acak sederhana).Cluster random samplingyaitu pengambilan sampel dengan cara pengundian dari populasi yang telah ditetapkan (populasi taget) dan diambil dua kelas sebagai sampel penelitian. Dalam penelitian ini, populasi target adalah kelas yang bukan unggulan. Dari pengundian yang dilakukan, terpilih dua kelas dari lima kelas yang ada. Dua kelas tersebut adalah kelas VIIICdan kelas VIIIE.

Selain itu, dari hasil pengundian juga terpilih bahwa kelas VIIICsebagai kelas

eksperimen I dan kelas VIIIEsebagai kelas eksperimen II.

B. Desain Penelitian

Desain eksperimen pada penelitian ini menggunakan bentukThe Randomized Pretest - Posttest Comparasion Goup Design. Pada desain ini, terdapat

pretestsebelum diberi perlakuan danposttestsetelah diberi perlakuan. Dengan demikian, hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat


(55)

36

membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan. Desain ini dapat dituliskan pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Group Pretest Treatment Posttest

Eksp I X1 E1 X2

Eksp II Y1 E2 Y2

Keterangan :

1dan Y1= nilaipretest

E1=penggunaanPhET Simulationdengan model pembelajaran inkuiri terbimbing

E2=penggunaan KIT Optika dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan Y2= nilaiposttest

Siswa kelas VIIICdan kelas VIIIEdiberikanpretest(test awal) untuk melihat

kemampuan awal siswa berupa soal pilihan jamak berjumlah 10 butir soal. Kemudian kelas VIIICdiberikan perlakuan berupa penggunaanPhET Simulationdengan model pembelajaran inkuiri terbimbing, sedangkan kelas VIIIEdiberikan perlakuan berupa penggunaan KIT Optika dengan model

pembelajaran inkuiri terbimbing. Kemudian di akhir pembelajaran, siswa pada kedua kelas tersebut diberikanposttest(tes akhir) dalam bentuk soal pilihan jamak berjumlah 10 butir soal. Berdasarkan hasilpretestdanposttest

tersebut, dihitung N-gain untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa. Kemudian hasil N-gain pada kedua kelas dibandingkan.


(56)

37

C. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga variabel penelitian yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel moderator. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pembelajaran berbasisPhET Simulation(X1) dan Pembelajaran dengan KIT

Optika (X2), variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa (Y), sedangkan

variabel moderatornya adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing.

D. Instrumen Penilaian

Instrumen penilaian dalam penelitian ini, yaitu instrumen penilaian kognitif yang terdiri dari soalpretestdanposttestberupa soal pilihan jamak berjumlah 10 soal. Hasilposttestdibandingkan dengan hasilpretestyang telah

dilakukan sehingga akan diketahui seberapa jauh efek atau pengaruh dari pengajaran yang telah dilakukan. Selain itu, soalpretestdanposttestdibuat serupa bertujuan untuk melihat bagian mana dari materi pembelajaran yang masih belum dipahami oleh sebagian besar siswa. Berdasarkan hasil tes ini, maka tingkat keberhasilan siswa dalam belajar dan perbandingan hasil belajar antara pembelajaran berbasisPhET Simulationdengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan pembelajaran dengan KIT Optika melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat terlihat.

E. Analisis Instrumen

Sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen penelitian harus diuji validitas terlebih dahulu kepada para validator untuk mengetahui apakah instrumen penelitian telah layak dipakai. Uji validitas instrumen divalidasi


(57)

38

dengan angket penilaian yang terdiri dari beberapa pernyataan oleh ahli yang berkompeten. Skala yang digunakan pada angket penilaian adalah skala likert dengan skor penilaian tertinggi adalah 4 (sangat tepat) dan terendah adalah 1 (tidak tepat). Untuk menganalisis kategori hasil uji validitas instrumen, digunakan persamaan sebagai berikut.

Skor = x4

Skor yang diperoleh dari persamaan tersebut dikonversikan menjadi pernyataan kualitas seperti yang terdapat pada Tabel 3.2 berikut. Tabel 3.2 Konversi Skor Penilaian Menjadi Pernyataan Nilai Kualitas

Skor Penilaian Rerata Skor Klasifikasi

1 3,26–4,00 Sangat baik

2 2,513,25 Baik

3 1,762,50 Kurang baik

4 1,011,75 Tidak baik

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data untuk nilai kognitif dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpulan data berbentuk tabel yang diperoleh dari tes awal (pretest)dan tes akhir (posttest). Adapun data yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran 10 hingga Lampiran 15.

G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Analisis Data

Untuk menganalisis kategori tes hasil belajar siswa digunakan skor gain yang ternormalisasi.N-gaindiperoleh dari pengurangan skorposttest


(58)

39 pre pre post

S

S

S

S

g

max

dengan skorpretestdibagi oleh skor rmaksimum dikurang skorpretest. Jika dituliskan dalam persamaan adalah sebagai berikut.

Keterangan: g =N-Gain

Spre = Skorpretest

Spost = Skorposttest

Smax = Skor maksimum

Kategori:

Tinggi : 0,7N-gain 1 Sedang : 0,3N-gain< 0,7 Rendah :N-gain< 0,3

2. Uji Normalitas Data

Untuk menguji apakah sampel penelitian merupakan jenis distribusi normal, dapat dilakukan dengan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis pengujiannya yaitu:

O

H : data terdistribusi secara normal

1

H : data tidak terdistribusi secara normal

Pedoman pengambilan keputusan:

1) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka distribusinya adalah tidak normal.


(59)

40

2) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka distribusinya adalah normal.

3. Uji Homogenitas Data

Apabila masing-masing data berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas menggunakan uji-F.(Levene Statistic) untuk melihat apakah data homogen atau tidak. Hipotesis pengujiannya yaitu:

O

H : kedua kelompok data memiliki varians yang homogen

1

H : kedua kelompok data memiliki varians yang tidak homogen

Pedoman pengambilan keputusan:

1) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka dikatakan bahwa variasi data adalah adalah tidak homogen.

2) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa variasi data adalah homogen.

4. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan menggunakanIndependent sample t-test. Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok data yang tidak saling bekaitan. Hipotesis yang akan diuji denganIndependent sample t-testyaitu:

1. H0: Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar optika siswa antara

pembelajaran menggunakanPhET Simulationdan KIT Optika melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing.


(60)

41

H1: Ada perbedaan rata-rata hasil belajar optika siswa antara

pembelajaran menggunakanPhET Simulationdan KIT Optika melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing.

2. H0: Rata-rata hasil belajar optika siswa menggunakanPhET Simulationtidak lebih baik dari pada menggunakan KIT Optika. H1: Rata-rata hasil belajar optika siswa menggunakanPhET Simulationlebih baik dari pada menggunakan KIT Optika.

Independent sample t-testmenyajikan dua buah uji statistik. Pertama

adalah uji Levene’s untukmelihat apakah ada perbedaan varians antara kedua kelompok atau tidak. Kedua adalah uji-t untuk melihat apakah ada perbedaan rata-rata kedua kelompok atau tidak. Jika p-value (Sig.) dari

uji Levene’slebih besar dari nilaiα(0.05), hal ini berarti varians kedua

kelompok adalah sama, maka signifikansi uji-t yang dibaca adalah pada baris pertama (Equal variances assumed). Tetapi jika p-value dari uji

Levene’slebih kecil atau sama dengan nilaiα(0.05), hal ini berarti

varians kedua kelompok adalah tidak sama, maka signifikansi uji-t yang dibaca adalah pada baris kedua (Equal variances not assumed).

Kriteria pengujian:

a) H0diterima jika–t tabel < t hitung < t tabel

b) H0ditolak jika–t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel

Berdasarkan probabilitas:

a) H0diterima jika Pvalue> 0,05


(61)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat perbedaan hasil belajar fisika siswa antara kelas eksperimen 1 yang menerapkanPhet Simulationdan kelas eksperimen 2 yang menerapkan KIT Optika. Pada kelas eksperimen 1 rata-rata hasil belajar optika yang diperoleh meningkat dari 5,02 menjadi 8,07 (mengalami peningkatan sebesar 3,05). Pada kelas eksperimen 2 rata-rata hasil belajar optika yang diperoleh meningkat dari 4,81 menjadi 6,90 (mengalami peningkatan sebesar 2,09).

2. Peningkatan hasil belajar fisika siswa pada kelas eksperimen 1 berdasarkan skor N-gain sebesar 0,65 (kategori sedang) dan pada kelas eksperimen 2 sebesar 0,43 (kategori sedang). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa penerapanPhet Simulationlebih efektif digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi optika, khususnya tentang pembiasan dan pembentukan bayangan pada lensa.

B. Saran

Berdasarkan selama proses pembelajaran berlangsung dan analisis hasil belajar siswa, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Agar pembelajaran menggunakanPhet Simulationmaupun KIT Optika dapat berjalan dengan baik, guru harus mempersiapkan diri dan perlengkapan secara


(62)

60

matang. Dari mulai alat yang akan digunakan saat eksperimen, mental guru dan pengetahuan, serta siswa yang harus berada dalam kondisi yang kondusif. Sehingga secara teknis seluruh proses pembelajaran akan berlangsung dengan lancar dan baik.

2. Guru hendaknya benar-benar membimbing siswa untuk aktif pada seluruh proses pembelajaran agar pemahaman siswa terhadap materi bertambah dan pada akhirnya berpengaruh pada peningkatan hasil belajar siswa.

3. Bagi penelitian selanjutnya, dapat dilakukan pada karakteristik siswa yang berbeda.

4. Bagi peneliti lain, pengaruh penggunaan laboratoriumrealmaupunvirtual

melalui model pembelajaran lain untuk materi pembelajaran yang lain pula terhadap faktor kemampuan matematik, kemampuan berpikir abstrak siswa, kreatifitas siswa, kemampuan afektif (karakteristik) siswa, dan lain-lain dapat dijadikan alternatif dalam mengembangkan penelitian.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2008.Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Banchi, Heather & Randy Bell. 2008.The Many Levels of Inquiry. National Science Education Standards (NRC 1996). Washington, DC: National Academy Press.

Colburn, Alan. 2000. An Inquiry Primer.Sciences Scope. Special Issue. Daryanto. 2013.Media Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.

Griffith, W. Thomas & Juliet W. Brosing. 2009.The Physics of Everyday Phenomena : A Conceptual Introduction To Physics.6th Edition. New York: McGraw-Hill.

Hanson, David M. 2006.Instructor’s Guide to Process-Oriented Guided-Inquiry Learning. New York: Department of Chemistry Stony Brook University. Indayani, Lilis. 2015. Peningkatan Prestasi Belajar Peserta didik melalui

Penggunaan Media KIT IPA di SMP Negeri 10 Probolinggo.Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan. Vol. 03 (01), 54-60.

Jayawardana, Hepta. 2013. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry). (online) tersedia:

http://heptajayawardana.blogspot.com/2013/06/metode-pembelajaran-inkuiri-terbimbing.html. Diakses 23 April 2015.

Juandi, Tarpin. 2011. Pembelajaran Fisika dengan CTL Melalui Media Pembelajaran Animasi dan KIT IPA Ditinjau dari Gaya Belajar dan

Motivasi Berprestasi Siswa.Tesis. Surakarta: Pendidikan Sains Universitas Sebelas Maret.

Kosasih. 2014.Strategi Belajar dan Pembelajaran Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Yrama Widya.

Kusnadi. 2013. Pembelajaran Kimia DenganProblem Based Learning(PBL) Menggunakan LaboratoriumRealDanVirtual Ditinjau Dari Kemampuan Matematik Dan Kemampuan Berpikir Abstrak Siswa.Jurnal Inkuiri. Vol. 2 (2), 163-172.


(64)

62

McKagan, B. S., K. K. Perkins, M. Dubson, S. Reid, R. LeMaster, & C. E. Wieman. 2008. Developing and Researching PhET simulations for

Teaching Quantum Mechanics.Journal of Applied Physics. Vol. 40 (1), 1-13.

Nazir, Moh. 2003.Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Perkins, Katherine, Wendy Adams, Michael Dubson, Noah Finkelstein, Sam Reid, Carl Wieman, & Ron LeMaster. 2006. PhET: Interactive Simulations for Teaching and Learning Physics.The Physics Teacher. Vol. 44, 18-23. Purwanto. 2013.Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Rusman, Deni Kurniawan, dan Cepi Riyana. 2011.Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Sanjaya, Wina. 2009.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Sardiman A. M. 2007.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Siswono, Hendrik. 2013. Virtual Laboratory. (online) tersedia: http://mas-boy69.blogspot.coom/2013/10/virtual-laboratory.html. Diakses 2 Februari 2014.

Sofiani, Erlina. 2011. Pengaruh Model Inkuiri Terbimbing terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa pada Konsep Listrik Dinamis.Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Sugiyono. 2012.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Taufiq, M. 2008. Pembuatan Media Pembelajaran BerbasisCompact Discuntuk Menampilkan Simulasi Dan Virtual Labs Besaran-Besaran Fisika.J. Pijar MIPA. Vol. 3 (3): 6872.

University of Colorado Boulder. 2014. More About PhET's Design. (0ffline), tersedia: http://phet.colorado.edu/en/about.

Wenning, C. J. 2010. Levels of Inquiry: Using Inquiry Spectrum Learning Sequences to Teach Science.Journal of Physics Teacher Education.Vol. 5 (3), 11-30.


(1)

2) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka distribusinya adalah normal.

3. Uji Homogenitas Data

Apabila masing-masing data berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas menggunakan uji-F.(Levene Statistic) untuk melihat apakah data homogen atau tidak. Hipotesis pengujiannya yaitu:

O

H : kedua kelompok data memiliki varians yang homogen

1

H : kedua kelompok data memiliki varians yang tidak homogen

Pedoman pengambilan keputusan:

1) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka dikatakan bahwa variasi data adalah adalah tidak homogen.

2) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa variasi data adalah homogen.

4. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan menggunakanIndependent sample t-test. Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok data yang tidak saling bekaitan. Hipotesis yang akan diuji denganIndependent sample t-testyaitu:

1. H0: Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar optika siswa antara pembelajaran menggunakanPhET Simulationdan KIT Optika melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing.


(2)

41

H1: Ada perbedaan rata-rata hasil belajar optika siswa antara

pembelajaran menggunakanPhET Simulationdan KIT Optika melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing.

2. H0: Rata-rata hasil belajar optika siswa menggunakanPhET Simulationtidak lebih baik dari pada menggunakan KIT Optika. H1: Rata-rata hasil belajar optika siswa menggunakanPhET Simulationlebih baik dari pada menggunakan KIT Optika.

Independent sample t-testmenyajikan dua buah uji statistik. Pertama adalah uji Levene’s untukmelihat apakah ada perbedaan varians antara kedua kelompok atau tidak. Kedua adalah uji-t untuk melihat apakah ada perbedaan rata-rata kedua kelompok atau tidak. Jika p-value (Sig.) dari uji Levene’slebih besar dari nilaiα(0.05), hal ini berarti varians kedua

kelompok adalah sama, maka signifikansi uji-t yang dibaca adalah pada baris pertama (Equal variances assumed). Tetapi jika p-value dari uji

Levene’slebih kecil atau sama dengan nilaiα(0.05), hal ini berarti

varians kedua kelompok adalah tidak sama, maka signifikansi uji-t yang dibaca adalah pada baris kedua (Equal variances not assumed).

Kriteria pengujian:

a) H0diterima jikat tabel < t hitung < t tabel

b) H0ditolak jika–t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel

Berdasarkan probabilitas:

a) H0diterima jika Pvalue> 0,05 b) H0ditolak jika Pvalue< 0,05


(3)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat perbedaan hasil belajar fisika siswa antara kelas eksperimen 1 yang menerapkanPhet Simulationdan kelas eksperimen 2 yang menerapkan KIT Optika. Pada kelas eksperimen 1 rata-rata hasil belajar optika yang diperoleh meningkat dari 5,02 menjadi 8,07 (mengalami peningkatan sebesar 3,05). Pada kelas eksperimen 2 rata-rata hasil belajar optika yang diperoleh meningkat dari 4,81 menjadi 6,90 (mengalami peningkatan sebesar 2,09).

2. Peningkatan hasil belajar fisika siswa pada kelas eksperimen 1 berdasarkan skor N-gain sebesar 0,65 (kategori sedang) dan pada kelas eksperimen 2 sebesar 0,43 (kategori sedang). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa penerapanPhet Simulationlebih efektif digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi optika, khususnya tentang pembiasan dan pembentukan bayangan pada lensa.

B. Saran

Berdasarkan selama proses pembelajaran berlangsung dan analisis hasil belajar siswa, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Agar pembelajaran menggunakanPhet Simulationmaupun KIT Optika dapat berjalan dengan baik, guru harus mempersiapkan diri dan perlengkapan secara


(4)

60

matang. Dari mulai alat yang akan digunakan saat eksperimen, mental guru dan pengetahuan, serta siswa yang harus berada dalam kondisi yang kondusif. Sehingga secara teknis seluruh proses pembelajaran akan berlangsung dengan lancar dan baik.

2. Guru hendaknya benar-benar membimbing siswa untuk aktif pada seluruh proses pembelajaran agar pemahaman siswa terhadap materi bertambah dan pada akhirnya berpengaruh pada peningkatan hasil belajar siswa.

3. Bagi penelitian selanjutnya, dapat dilakukan pada karakteristik siswa yang berbeda.

4. Bagi peneliti lain, pengaruh penggunaan laboratoriumrealmaupunvirtual melalui model pembelajaran lain untuk materi pembelajaran yang lain pula terhadap faktor kemampuan matematik, kemampuan berpikir abstrak siswa, kreatifitas siswa, kemampuan afektif (karakteristik) siswa, dan lain-lain dapat dijadikan alternatif dalam mengembangkan penelitian.


(5)

Arikunto, Suharsimi. 2008.Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Banchi, Heather & Randy Bell. 2008.The Many Levels of Inquiry. National Science Education Standards (NRC 1996). Washington, DC: National Academy Press.

Colburn, Alan. 2000. An Inquiry Primer.Sciences Scope. Special Issue. Daryanto. 2013.Media Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.

Griffith, W. Thomas & Juliet W. Brosing. 2009.The Physics of Everyday Phenomena : A Conceptual Introduction To Physics.6th Edition. New York: McGraw-Hill.

Hanson, David M. 2006.Instructor’s Guide to Process-Oriented Guided-Inquiry Learning. New York: Department of Chemistry Stony Brook University. Indayani, Lilis. 2015. Peningkatan Prestasi Belajar Peserta didik melalui

Penggunaan Media KIT IPA di SMP Negeri 10 Probolinggo.Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan. Vol. 03 (01), 54-60.

Jayawardana, Hepta. 2013. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry). (online) tersedia:

http://heptajayawardana.blogspot.com/2013/06/metode-pembelajaran-inkuiri-terbimbing.html. Diakses 23 April 2015.

Juandi, Tarpin. 2011. Pembelajaran Fisika dengan CTL Melalui Media Pembelajaran Animasi dan KIT IPA Ditinjau dari Gaya Belajar dan

Motivasi Berprestasi Siswa.Tesis. Surakarta: Pendidikan Sains Universitas Sebelas Maret.

Kosasih. 2014.Strategi Belajar dan Pembelajaran Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Yrama Widya.

Kusnadi. 2013. Pembelajaran Kimia DenganProblem Based Learning(PBL) Menggunakan LaboratoriumRealDanVirtual Ditinjau Dari Kemampuan Matematik Dan Kemampuan Berpikir Abstrak Siswa.Jurnal Inkuiri. Vol. 2 (2), 163-172.


(6)

62

McKagan, B. S., K. K. Perkins, M. Dubson, S. Reid, R. LeMaster, & C. E. Wieman. 2008. Developing and Researching PhET simulations for

Teaching Quantum Mechanics.Journal of Applied Physics. Vol. 40 (1), 1-13.

Nazir, Moh. 2003.Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Perkins, Katherine, Wendy Adams, Michael Dubson, Noah Finkelstein, Sam Reid, Carl Wieman, & Ron LeMaster. 2006. PhET: Interactive Simulations for Teaching and Learning Physics.The Physics Teacher. Vol. 44, 18-23. Purwanto. 2013.Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Rusman, Deni Kurniawan, dan Cepi Riyana. 2011.Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Sanjaya, Wina. 2009.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Sardiman A. M. 2007.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Siswono, Hendrik. 2013. Virtual Laboratory. (online) tersedia: http://mas-boy69.blogspot.coom/2013/10/virtual-laboratory.html. Diakses 2 Februari 2014.

Sofiani, Erlina. 2011. Pengaruh Model Inkuiri Terbimbing terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa pada Konsep Listrik Dinamis.Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Sugiyono. 2012.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Taufiq, M. 2008. Pembuatan Media Pembelajaran BerbasisCompact Discuntuk Menampilkan Simulasi Dan Virtual Labs Besaran-Besaran Fisika.J. Pijar MIPA. Vol. 3 (3): 6872.

University of Colorado Boulder. 2014. More About PhET's Design. (0ffline), tersedia: http://phet.colorado.edu/en/about.

Wenning, C. J. 2010. Levels of Inquiry: Using Inquiry Spectrum Learning Sequences to Teach Science.Journal of Physics Teacher Education.Vol. 5 (3), 11-30.