Pendidikan Agama dalam Kultur Sekolah Demokratis …. Herly Jannet
Walisongo Walisongo
Walisongo Walisongo
, Volume 23, Nomor 1, Mei 2015
65
nuliskan sesuai konsep pikir manusia dewasa dalam iman bertumbuh; tahap mempertimbangkan siswa mengemukakan tantangan apa saja yang dapat di-
hadapi saat iman mengalami pertumbuhan; tahap menganalisis setiap tantang- an peserta didik diharapkan dapat memilah tantangan dari dalam diri maupun
dari luar diri: tahap menafsirkan peserta didik memberikan pendapat tentang sikap untuk menyikapi tantangan yang sudah dipaparkan. Dalam nilai keyakin-
an beriman apa saja yang diyakini siswa menguraikan sesuai keyakinan siswa masing-masing; dalam etika bermasyarakat apa sikap siswa sebagai orang
beriman juga dituliskan masing-masing.
Dalam format evaluasi seperti yang dipaparkan di atas, diperlihatkan bahwa evaluasi dalam PBM agama bukan untuk mengevaluasi kemampuan
siswa mengahafal defenisi tentang dogma, wahyu atau simbol-simbol ke- agamaan; bukan juga evaluasi dalam bentuk memilih jawaban yang sudah
tersedia. Tetapi evaluasi dalam PBM Pendidikan Agama adalah evaluasi dalam bentuk refleksi pribadi terhadap pengetahuan atau materi ajaran agama yang
sudah diterima selama PBM berlangsung.
D. Menuju Deradikalisasi: Pendidikan Agama dalam Kultur Sekolah yang Demokratis
Fakta bahwa gerakan radikalisme adalah gerakan yang mengancam dan menekan keyakinan beragama di masyarakat, membuktikan baik pelaku
radikalisme maupun masyarakat masih memaknai ajaran agama hanya sebagai alat atau perangkat saluran pipa teoritis dari otak yang satu ke otak yang lain,
atau seperti kawat listrik yang mengalirkan arus listrik dari posisi ke posisi. Padahal ajaran agama sama sekali tidak ada pipa, tidak ada kawat penghubung
otak ke otak manusia lain. Ajaran agama merupakan suatu hal lahiriah yang terlepas dan sama sekali tidak bermakna sampai ada yang menafsirkan makna
ajaran agama ke dalam serangkaian tindakan.
Pertanyaan “apa yang sedang terjadi” adalah hal nyata bagi gerakan radikalisme. Menyikapi apa yang sedang terjadi dengan gerakan radikalisme
tidak bisa hanya dengan gagasan, konsep, atau perasaan bahwa gerakan radikalisme bertentangan dengan ajaran agama. Tetapi harus dipahami dan
disikapi dengan fakta riil di luar pikiran manusia. Pola perilaku, cara berpikir sampai pada pola internalisasi dari nilai-nilai ajaran agama yang dipraktikkan
gerakan radikalisme harus dianalisis sebagai satu kesatuan yang utuh dari
Herly Jannet Pendidikan Agama dalam Kultur Sekolah Demokratis ….
Walisongo Walisongo
Walisongo Walisongo
, Volume 23, Nomor 1, Mei 2015
66
berbagai bagian yang saling berinteraksi. Analisis yang utuh terhadap gerakan radikalisme tentu akan menimbulkan ketegangan yang dapat sampai pada
kesimpulan bahwa gerakan radikalisme adalah gerakan yang bertentangan dengan ajaran agama.
Pendidikan agama di sekolah yang berfungsi bukan sebagai saluran pipa untuk menyalurkan ajaran agama harus bergerak mendekati peserta didik agar
hidup mempertahankan agama serta ajaran agama yang diyakininya. Pen- dekatan dalam Pendidikan Agama tentunya lebih bermakna untuk menyikapi
gerakan radikalisme dengan tetap menjaga kelestarian dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu Pendidikan Agama di sekolah dalam kultur yang
demokratis dianggap dapat memberikan perintah-perintah yang bersifat demokratis menyikapi gerakan radikalisme.
Perintah dalam Pendidikan Agama dalam kultur sekolah yang demokratis menyikapi gerakan radikalisme yaitu: 1 perhadapkan berbagai kondisi dan
situasi gerakan radikalisme yang mempengaruhi pola pikir dan rasa peserta didik; 2 perlihatkan bukti bahwa gerakan radikalisme bertentang dengan
ajaran agama; 3 biarkan peserta didik memilih dan menentukan cara yang tepat berdasarkan ajaran agama menyikapi setiap gerakan radikalisme, dan
4 debatkan dan komandokan gerakan nyata dari ajaran agama yang benar dan bermoral dikalangan peserta didik sehingga peserta didik mampu dan
bertekad mempertahankan nilai-nilai, norma-norma, dari ajaran agama yang menentang gerakan radikalisme.
E. Kesimpulan