Sistem rujukan Pencegahan keterlambatan rujukan maternal di Kabupaten Majene | D.Irasanty | Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan 2686 4647 1 SM

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 3 September 2008  125 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Tabel 1. Masalah dan Pencegahan Keterlambatan Rujukan Maternal di Kabupaten Majene Proses rujukan dari bidan desa sampai ke rumah sakit membutuhkan sarana transportasi. Kecepatan penanganan kasus kegawatdaruratan obstetri tergantung bagaimana kecepatan sarana transportasi membawa ibu tersebut ke sarana pelayanan yang lebih lengkap. Kenyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Nasution 2 di Sumatera Utara tentang rujukan maternal ditinjau dari aspek waktu tempuh ke rumah sakit maka data menunjukkan bahwa kematian ibu terbanyak pada waktu tempuh 30-120 menit sebanyak 4 orang di Rumah Sakit Tanjung Pura 0,67 dan Rumah Sakit Kisaran 2 100 kematian ibu dikarenakan karena kondisi ibu sudah jelek. Keterlambatan dalam merujuk penderita mencerminkan pelayanan obstetri di luar rumah sakit yang belum sempurna dan kelemahan dalam mata rantai rujukan yaitu mekanisme rujukan yang belum optimal, kendala geografi, keterlambatan mendeteksi KRT di samping keterlambatan dalam mengambil keputusan sendiri. 2 Data lapangan lain yang kami temukan bahwa beberapa bidan desa melakukan rujukan langsung dari polindes mereka tanpa melakukan konsultasi dahulu dengan Puskesmas terdekat. Dengan pertimbangan bahwa kasus kegawatdaruratan obstetri yang mereka temukan saat menolong persalinan membutuhkan penanganan cepat, sehingga mereka tidak mau kehilangan waktu dalam melakukan proses rujukan. Kejadian ini sering terjadi saat bidan melakukan pertolongan persalinan di rumah. Apalagi bagi pasien yang tinggal di daerah pegunungan, kecepatan penanganan merupakan waktu yang sangat berharga untuk mencegah kematian karena seringkali keadaan pasien saat ditolong oleh bidan desa sudah dalam kondisi kritis sehingga membutuhkan waktu secepatnya untuk mendapatkan penanganan yang adekuat di rumah sakit. Hal ini didukung oleh pernyataan WHO bahwa kasus-kasus kegawatan obstetri-perinatal mempunyai variasi yang sangat besar, khususnya dalam aspek penyebab komplikasi maupun dalam aspek derajat komplikasi. Oleh sebab itu, ketepatan keputusan klinik akan sangat berpengaruh terhadap prognosis yang terjadi. Keputusan klinik juga penting karena alur rujukan tidak harus berjenjang beruntun, tetapi dapat melompat sesuai dengan kebutuhan. Tenaga bidan desa di tingkat masyarakat dapat merujuk langsung ke rumah sakit tanpa melewati Puskesmas, jika diyakini bahwa kasus yang dihadapi tidak dapat ditolong di Puskesmas. 9 Di bawah ini adalah prosedur rujukan maternal di Puskesmas Kabupaten Majene.

2. Sistem rujukan

Penanganan kasus kegawatdaruratan obstetri tergantung dari proses rujukan. Proses rujukan yang sesuai dengan prosedural akan mempercepat penanganan kasus kegawatdaruratan obstetri. Di Kabupaten Majene seorang ibu bersalin dengan kasus kegawatdaruratan obstetri dirujuk oleh bidan desa ke Puskesmas terdekat, jika memungkinkan pasien tadi diberikan pertolongan pertama terlebih dahulu kemudian dirujuk ke Puskesmas. Jika keadaannya semakin parah dan tidak dapat ditangani, maka Puskesmas akan menindaklanjuti dengan merujuk ibu tersebut ke RSUD karena keterbatasan sarana dan tidak ditunjang oleh dokter spesialis kandungan, maka sering pasien dengan kegawatdaruratan obstetri dirujuk lagi ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas sarana dan prasarana kegawatdaruratan obstetri yang lebih lengkap. Masalah Pencegahan Terlambat mengambil keputusan oleh pihak keluarga Konseling pada ante natal care. Tetapi ini jarang dilakukan. Jika dilakukan bersifat sangat sederhana dan kurang serius Keterbatasan sarana transportasi untuk merujuk, utamanya masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan, menggunakan sarana transpotasi tradisional Kunjungan rumah dan praktek persalinan di rumah Terlambat memanggil bidan setelah kesulitan melakukan pertolongan persalinan Pendampingan persalinan, bidan didampingi oleh dukun saat melakukan persalinan. Pemberitahuan dilakukan lebih awal oleh anggota keluarga Terlambat sampai ke rumah ibu bersalin karena faktor geografi, jarak dan infrastuktur Bidan melakukan pemantauan persalinan.Dengan membuat kalender persalinan yang dimasukkan ke dalam kantung, sehingga jika jadwal persalinan telah dekat mereka melakukan pemantauan untuk menghindari keterlambatan pertolongan persalinan Keterbatasan kemampuan bidandokter untuk menangani kasus kegawatdaruratan obstetri Melakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap dengan melampirkan surat rujukan 126  Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 3 September 2008 Gufria D.Irasanty, dkk.: Pencegahan Keterlambatan Rujukan Maternal ... Keadaan Darurat Gambar 1. Prosedur Rujukan maternal di Puskesmas kabupaten M ajene Pelayanan rujukan di dalam obstetri merupakan mata rantai yang penting. Kadang-kadang menjadi faktor penentu. Kira-kira 40 persalinan di rumah sakit adalah kasus rujukan. Kematian maternal di rumah sakit pendidikan kira-kira 60 berasal dari kelompok rujukan. Sistem rujukan dikembangkan karena keterbatasan sarana pelayanan kesehatan, keterbatasan kemampuan petugas kesehatan dan terbatas penyebarannya. Di samping itu, tenaga yang terlibat dalam perawatan obstetri terdiri dari dukun, perawat, bidan, dokter umum dan dokter ahli yang jumlah dan penyebarannya masih terbatas. 5 Pernyataan di atas sesuai dengan hasil penelitian kami yang menemukan kenyataan bahwa dukun sangat berperan penting dalam proses persalinan karena kepercayaan masyarakat akan kemampuan dukun untuk menolong persalinan. Tetapi kemampuan dukun untuk melakukan penanganan kesulitan persalinan sangat terbatas, sehingga mereka perlu dibekali dengan pengetahuan tentang sistem rujukan dan kondisi bagaimana pasien harus dirujuk ke bidan untuk dapat mencegah terjadinya kematian ibu. Untuk mengatasi hal ini diperlukan pelatihan dukun dan sosialisasi sistem rujukan yang berjenjang mulai dari tingkat masyarakat, Puskesmas, rumah sakit tingkat kabupaten sampai ke rumah sakit tingkat propinsi. Terlepas dari jenis dan level fasilitas pelayanan kesehatan yang pertama kali menerima pasien, yang penting adalah bahwa setiap kasus harus ditangani sesuai dengan standar yang menjamin keamanan dan keselamatan pasien. Kasus-kasus yang dapat diselesaikan akan segera ditangani sebagaimana mestinya, sementara kasus yang memerlukan rujukan akan dirujuk dengan persiapan rujukan yang memadai. Dalam konteks ini, keterampilan menilai kondisi dan prognosis pasien secara objektif harus diimbangi dengan kesadaran dan pemahaman akan kemampuan maksimal yang dimiliki oleh setiap fasilitas pelayanan. Keputusan apapun yang diambil, harus semata-mata didasarkan pada keamanan dan keselamatan pasien. Oleh karena itu, diperlukan sistem rujukan yang menghimpun berbagai fasilitas pelayanan dalam suatu kesatuan pelayanan berjenjang. 9 Berdasarkan hasil penelitian yang telah kami lakukan, ada beberapa kendala dalam melakukan rujukan maternal di Kabupaten Majene yaitu keterbatasan kemampuan tenaga kesehatan untuk melakukan penanganan kegawatdaruratan obstetri, keterbatasan sarana transportasi modern dan keterlambatan pengambilan keputusan oleh pihak keluarga. Untuk mengatasi hal ini diperlukan suatu pengembangan regionalisasi fasilitas pelayanan kesehatan baik itu Puskesmas maupun fasilitas sarana transportasi, sehingga dapat mempercepat penanganan yang adekuat dan menghemat biaya transportasi. Regionalisasi dikembangkan karena terbatasnya sarana pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang cukup memadai, keterbatasan sumber daya manusia SDM yang dapat melakukan penanganan kasus kegawatdaruratan dan mendekatkan sistem rujukan kepada masyarakat di daerah terpencil. Hal ini karena kondisi geografi Kabupaten Majene yang merupakan daerah pengunungan dan pesisir, serta jarak dan infrastuktur jalan yang tidak mendukung untuk mencapai fasilitas pelayanan kesehatan secara cepat. Regionalisasi ini dimaksudkan untuk memudahkan masyarakat mengakses fasilitas pelayanan kesehatan, utamanya masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Untuk pengembangan regionalisasi ini dibutuhkan: 1 penataan jejaring rujukan sampai ke masyarakat yang melibatkan dukun; 2 tenaga kesehatan yang profesional dan sarana penunjang; 3 sarana komunikasi; 4 sistem transportasi yang terintegrasi dengan PMI dan pengembangan ambulans desa; 5 kerja sama dengan sektor swasta LSM, pemerintah dan masyarakat; 6 pembiayaan yang bersumber dari pemerintah dan masyarakat. Manf aat yang dapat diperoleh dari sistem regionalisasi ini adalah: 1 pengembangan fasilitas pelayanan kesehatan secara terencana; 2 pelayanan kesehatan dapat lebih dekat ke daerah terpencil, miskin dan perbatasan karena pusat rujukan lebih dekat; 3 Akses masyarakat menjadi lebih mudah ke sarana pelayanan kesehatan; dan 4 mengurangi biaya transportasi dan jarak tempuh ke pusat rujukan menjadi lebih dekat. 10

3. Pengelolaan sarana transportasi