PELAKSANAAN PELATIHAN KERJA BAGI PEKERJA DI PT. PRATAMA ABADI INDUSTRI KABUPATEN SUKABUMI

(1)

PELAKSANAAN PELATIHAN KERJA BAGI PEKERJA DI PT. PRATAMA ABADI INDUSTRI KABUPATEN SUKABUMI

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Disusun Oleh:

Nama : REWITA HARLAN DWITAMI NIM : 20120610200

Bagian : HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Oleh:

REWITA HARLAN DWITAMI 20120610200

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Penulisan Hukum ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi lain, dan didalamnya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 30 Januari 2016

Rewita Harlan Dwitami NIM. 20120610200


(4)

v

yang harus dilalui satu persatu.

2. Dan bahwasanya seseorang tiada memperoleh, selain dengan apa yang diusahakan. (Q.S. An-Najm: 39)

3. Bermimpi tanpa mau melakukaan sesuatu untuk membuat mimpi menjadi kenyataan menggiring kita kepada kehidupan yang tidak pernah menghasilkan buah.

4. Saya tidak memperoleh yang saya inginkan, saya mendapatkan segala yang saya butuhkan. (HR Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al Baghawy)

5. Saya datang, saya bimbingan, saya ujian, saya revisi dan saya mendapatkan apa yang saya butuhkan.


(5)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Ucapan terimakasih ini tidak lupa saya sampaikan kepada:

1. Allah SWT yang memberikan Rahmat dan nikmatnya kepada seluruh hamba-Nya

2. Bapak Suharman dan Ibu Ela Jamilah, yang sudah membesarkan dan mendidik saya sampai besar serta selalu memberikan dukungan, semangat dan doa setiap harinya.

3. Kakak saya Rowaki Harlan Pratama dan Kakak ipar saya Rafika Chintya Dewi yang selalu menemani hari-hari saya selama saya tinggal di Yogyakarta, memberikan saya semangat, memberikan nasihat-nasihat dan masukan kepada saya dalam mengerjakan sampai dengan selesai mengerjakan penulisan hukum ini.

4. Keponakan saya Adzkiya Akira D, yang juga menjadi penyemangat saya. 5. Sahabat-sahabat saya yang berada di Sukabumi, terimakasih untuk

semangat yang selalu kalian berikan.

6. Seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan semangat agar cepat menyelesaikan penulisan hukum ini.

7. Teman-teman satu angkatan dan satu Fakultas Nurlita, Indriyani, Arini, Novrita, Dhita, Mirna Silvi, Febrina Ayu, dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

8. Teman-teman KKN, Dhita, Ivi, Lisa, Budi, Edgy, Jery, Ghandi, yang telah melewatkan perjuangan bersama di Dusun Candi-Tawangrejo.


(6)

vii

10.Dekanat dan seluruh Staf Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah banyak membantu selama ini.


(7)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan rahmat, karunia, dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum yang berjudul “PELAKSANAAN PELATIHAN

KERJA BAGI PEKERJA DI PT. PRATAMA ABADI INDUSTRI

KABUPATEN SUKABUMI”. Penulisan hukum ini disusun guna melengkapi persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Terselesaikannya penulisan hukum ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Cipto, MA., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Trisno Raharjo, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Bapak Dr. Leli Joko Suryono, SH., M.Hum, selaku Ketua Program Studi S1 Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Bapak Beni Hidayat, SH., M.Hum, selaku Dosen pembimbing I penulisan hukum ini, mulai dari judul sampai pendadaran yang dengan sabar, baik, telaten, tegas dan memberikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi penulisan hukum ini.


(8)

ix

yang bermanfaat bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.

6. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah memberikan seluruh ilmunya kepada para mahasiswa dan mahasiswi.

7. Para staf Dekanat dan staf Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah banyak membantu dalam segala hal menyangkut administrasi perkuliahan.

8. Bapak Herry Hendrayana dari Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Sukabumi yang membantu dan bersedia di wawancara untuk mendapatkan data dan informasi mengenai Pelaksanaan Pelatihan Kerja Bagi Pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupten Sukabumi.

9. Bapak Lutfidan bapak Fathan dari HRD PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi, yang bersedia memberikan bantuan dalam mendapatkan data pelatihan kerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi.

10.Para pekerja/buruh PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi yang bersedia di wawancara untuk mendapatkan informasi dan data


(9)

x

pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi.

11.Dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-satu, penulis mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya.

Penulis menyadari bahwa meskipun telah diupayakan sebaik mungkin namun penulisan hukum ini masih mempunyai banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.Akhirnya penulis mengaharapkan supaya skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Yogyakarta, 30 Januari 2016


(10)

xi

HALAMAN PERSETUJUAN……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN……….. iii

PERNYATAAN ………... iv

MOTTO………. v

PERSEMBAHAN………. vi

KATA PENGANTAR………... viii

DAFTAR ISI………. xi

DAFTAR TABEL………. xiv

DAFTAR GAMBAR……… xv

ABSTRAK……… xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….. 1

B. Rumusan Masalah………... 10

C. Tujuan Penelitian………. 10

D. Manfaat Penelitian………... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELAKSANAAN PELATIHAN KERJA BAGI PEKERJA A. Fungsi Pelaksanaan Pelatihan Kerja………... 12

B. Metode Pelatihan Kerja……….

C. Sistem Pelatihan Kerja………...

16 23


(11)

xii

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan……….. 46

B. Lokasi Penelitian………... 47

C. Jenis dan Sumber Data……….. 49

D. Teknik Pengumpulan Data……… 50

E. Narasumber dan Responden……….. 50

F. Teknik Pengambilan Sampel……….. 51

G. Teknik Analisis Data………. 51

H. Definisi Operasional………. 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian………... 1. Kabupaten Sukabumi……… 53 53 2. PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi…….. 54

3. Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Sukabumi…………. 58

B. Pelaksanaan Pelatihan Kerja bagi Pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi………. 65

1. Pelaksanaan Pelatihan Kerja bagi Pekerja……….... 65

2. Penentuan Kebutuhan Pelatihan………... 66

3. Penyusunan Program Divisi Pelatihan……….. 68

4. Manfaat dan Tujuan Pelaksanaan Pelatihan Kerja bagi Pekerja………... 69

5. Langkah-langkah Pelatihan Kerja bagi Pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi………... 73


(12)

xiii

8. Peserta Pelatihan Kerja di PT. Pratama Abadi Industri…… 77 9. Pelatih Program Pelatihan Kerja di PT. Pratama Abadi

Industri Kabupaten Sukabumi……….. 10. Tempat Pelaksanaan Pelatihan Kerja Pekerja di PT.

Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi……….. 11. Evaluasi Pelaksanaan Pelatihan Kerja bagi Pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi………. 12. Penilaian Prestasi Kerja Pekerja di PT. Pratama Abadi

Industri……….

79

81

83

86 C. Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan pelatihan kerja

bagi Pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten

Sukabumi……… 91

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……… 101

B. Saran……….. 103

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Analisis pernyataan pekerja tentang manfaat pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi pada

bulan Juni 2015……….. 71

Tabel 2. Analisis pernyataan pekerja tentang materi pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi pada

bulan Juni 2015……….. 75

Tabel 3. Analisis pernyataan pekerja tentang metode pelatihan yang digunakan oleh PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi pada bulan Juni

2015……….... 76

Tabel 4. Analisis pernyataan pekerja tentang kemampuan instruktur……….. 80 Tabel 5. Analisis pernyataan pekerja tentang sarana dan fasilitas yang menunjang pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi pada bulan Juni 2015……….. 83 Tabel 6. Analisis Pernyataan Pekerja tentang sikap berorientasi pada kemampuan

kerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi pada bulan Juni 2015………... 90


(14)

xv

Sukabumi……….... 57 Gambar 2. Langkah–langkah pelatihan kerja bagi pekerja di PT. Pratama Abadi

Industri Kabupaten Sukabumi……… 73

Gambar 3. Langkah–langkah dalam evaluasi pelatihan kerja bagi pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi………... 86


(15)

(16)

xvi

Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi“. Dibimbing oleh Beni Hidayat, S.H., M.Hum dan Bagus Sarnawa, S.H., M.Hum.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pelatihan kerja dan faktor yang menghambat pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi.

Penelitian dilaksanakan di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Teknik analisis data dalam penelitian bersifat kualitatif dengan Jenis dan Sumber data yang digunakan adalah berupa data primer dan data sekunder, Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non random, yaitu individu dipilih dan ditentukan untuk dijadikan sampel. Teknik pengumpulan data menggunakan kepustakaan dan penelitian lapangan dengan wawancara kepada narasumber dan responden. Metode penelitian menggunakan metode pendekatan empiris.

Hasil penelitian disimpulkan bahwa Pelaksanaan Pelatihan Kerja bagi Pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi standar aturan yang ditetapkan oleh perusahaan sesuai dengan Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Kata Kunci : PT. Pratama Abadi Industri, Pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja.


(17)

xvii

ABSTRACT

Rewita Harlan Dwitami “The Implementation Of Vocational Training For Workers in PT. Pratama Abadi Industry Sukabumi District“. Guided by Beni Hidayat, S.H., M.Hum and Bagus Sarnawa, S.H., M.Hum.

The purpose of this study was to determine how the implementation of vocational training for workers and determine the factors that hinder the implementation of vocational training for workers in PT. Pratama Abadi Industry Sukabumi District.

This research was conducted in PT. Pratama Abadi Industry Sukabumi District, West Java. Engineering analysis in this study is qualitative with the types and sources used in the from of primary and secondary, the sampling technique used is non random techniques. Non random techniques that individuals are selected and determined to be sampled, research collection techniques using literature research and field research by interviewing informants and respondents. Research methods using empirical approach.

The results of this study can be concluded that the implementation of vocational training for workers in PT. Pratama Abadi Industry Sukabumi District standard rules set by the company in accordance with Undang-Undang No 13 of 2003 On Employment.

Keywords : PT. Pratama Abadi Industry, the implementation of job training for workers.


(18)

1

A. Latar Belakang Masalah

Menghadapi persaingan yang semakin meningkat baik diantara sumber daya manusia ataupun di dalam sebuah perusahaan maka diperlukan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan, kemampuan dan keterampilan.1

Perusahaan adalah suatu lembaga yang oleh Undang-undang dinyatakan sebagai perusahaan berbadan hukum diorganisir dan dijalankan untuk menyediakan barang dan jasa agar dapat melayani permintaan konsumen akan kebutuhan. Salah satu perusahaan penyedia barang dan jasa adalah PT. Pratam Abadi Industri (PAI).2

PT. Pratama Abadi Industri merupakan produsen sepatu terkemuka di Indonesia, pabrik milik Korea Selatan ini bergerak di bidang industri sepatu yang memproduksi sepatu terkemuka di dunia dengan merek “Nike”. PT Pratama Abadi Industri memiliki beberapa anak perusahaan salah satunya berada di Indonesia yaitu pada tahun 1989 PT. Pratama Abadi Industri didirikan di daerah Serpong, Tanggerang, Banten. Perusahaan ini dikenal sebagai perusahaan yang sudah memiliki pengalaman yang cukup bagus

1

Sedarmayanti, 2007, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Bandung, Penerbit Mandar Maju, hlm 31.

2

ChalouissBlog = Pengertian dan Bentuk Perusahaan.


(19)

2

sebagai kontraktor sepatu olahraga. Di tahun 2011PT Pratama Abadi Industri memperluas basis produksinya yaitu di daerah Kabupaten Sukabumi, di atas tanah seluas 25 hektar yang tepatnya terletak di Jalan Raya Sukabumi Cianjur, Blok Satong Pagiri, Desa Titisan Kecamatan Sukalarang Kabupaten Sukabumi Jawa Barat.3

PT. Pratama Abadi Industri (PAI) yang terletak di daerah Kabupaten Sukabumi ini merupakan pengembangan dari pabrik yang berdiri di daerah Serpong, Tanggerang, Banten. Perusahaan yang dengan kode “JX” yaitu kode untuk PT. Pratama Abadi Industri yang memproduksi sepatu Nike di Indonesia. PT Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi dipimpin oleh Presiden Direktur yang bernama Ning Wahyu Astutik, dengan jumlah pekerja 17.123 pekerja. Perusahaan ini memiliki komitmen yang tinggi dengan memberikan layanan yang bagus dan produk-produk yang berkualitas kepada setiap pelanggannya.

Berkat komitmen yang tinggi dan memberikan produk yang berkualitas maka jumlah kebutuhan pasar akan sepatu yang diproduksi oleh PT Pratama Abadi Industri semakin meningkat dan hingga saat ini perusahaan tersebut terus berkembang. Seiring dengan perkembangan perusahaan yang semakin tinggi serta tuntutan bisnis yang memadai maka perusahaan membutuhkan pekerja sebagai titik sentral dari produktivitas. Dalam suatu perusahaan begitupun dengan PT Pratama Abadi Industri unsur pekerja merupakan perangkat yang paling menentu bahkan dalam mencapai

3


(20)

tujuan kegiatannya, karena pekerja bagian dari salah satu sumber daya manusia yang penting mengingat peran sertanya dalam pembangunan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian perlu adanya pelatihan-pelatihan khusus guna meningkatkan kualitas pekerja, sehingga diperoleh pekerja yang mampu membawa kemajuan dalam pembangunan Nasional.

Secanggih apapun alat, mesin, dan sebagainya yang tersedia, namun jika tidak memiliki sumber daya manusia atau pekerja yang handal maka itu tidak dapat berfungsi secara maksimal. Untuk mendapatkan pekerja yang handal, terampil, berkualitas, professional, dan mempunyai tingkat prestasi tinggi tentunya tidak dengan begitu saja dapat diperoleh oleh perusahaan.

Perusahaan harus mampu memberikan pelatihan kerja kepada pekerjanya agar dapat menghasilkan produktivitas dan meningkatkan kemampuan para pekerja sehingga menjadi pekerja yang berprestasi tinggi. Karena peningkatan kemampuan pekerja tidak akan terjadi dengan sendirinya, tetapi harus ada usaha dan peran serta baik dari pihak pekerja maupun pihak perusahaan itu sendiri.4 Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang berlaku sejak tanggal 25 Maret 2003 di dalamnya terdapat pengaturan mengenai pelatihan kerja yaitu dalam Bab V. Pelatihan kerja sebagaimana tercantum dalam Bab V Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

4

Cut Zurnali, 2004, Pengaruh Pelatihan Terhadap Perilaku Produktif karyawan, Bandung, Mandar Maju, hml 16.


(21)

4

Ketenagakerjaan yaitu pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan.

PT Pratama Abadi Industri dilihat dari sudut perkembangan yang begitu tinggi dan kebutuhan pasar akan sepatu yang diproduksi PT Pratama Abadi Industri semakin meningkat maka pihak perusahaan harus melakukan suatu pelatihan kerja bagi pekerjanya. Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan Pasal 10 ayat (1) yaitu pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha, baik di dalam maupun diluar hubungan kerja. Dan selain itu perusahaan pun mempunyai tanggung jawab atas pengingkatan kerja pekerjanya, yang telah diatur dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan Pasal 12 ayat (1) yaitu pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi pekerjanya melalui pelatihan kerja.5

Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan (Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan).

5


(22)

Pelatihan kerja yang diatur dalam Undang-Undang ketenagakerjaan dapat diselenggarakan oleh pelatihan kerja pemerintah dan/atau pelatih kerja swasta (Pasal 13 ayat(1) Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan). Pelatihan kerja dapat diselenggarakan ditempat pelatihan atau tempat kerja (Pasal 13 ayat(2) Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan).

Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yaitu lembaga pelatihan kerja swasta dapat berbentuk badan hukum Indonesia atau perorangan. Lembaga pelatih kerja swasta yang berbentuk badan hukum dapat berupa badan hukum perseroan terbatas (PT) atau yayasan atau bentuk badan hukum lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu, setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan. Untuk dapat mengikuti pelatihan kerja, peserta wajib memenuhi persyaratan sesuai dengan jenis dan tingkat program yang akan diikuti (pasal 13 ayat (2) Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan) selain itu diatur juga dalam Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2006 Tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional.6

6


(23)

6

Pelatihan kerja ini tidak hanya ditujukan kepada para pekerja baru yang memerlukan pelatihan tentang tugas pekerjaan yang dipercayakan kepadanya. Tetapi para pekerja yang sudah berpengalaman pun selalu memerlukan peningkatan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan, karena selalu ada cara yang lebih baik untuk meningkatkan produktivitas kerja. Begitupun dengan pekerja yang ditempatkan pada tugas pekerjaan yang baru juga memerlukan pelatihan kerja. Selain dari para pekerja baru, pekerja yang sudah berpengalaman dan pekerja yang ditempatkan pada tugas pekerjaan yang baru, pelatihan kerja pun dapat dilaksanakan bagi pekerja penyandang cacat, sebagaimana dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pasal 19 yaitu Pelatihan kerja bagi tenaga kerja penyandang cacat dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, derajat kecacatan, dan kemampuan tenaga kerja penyandang cacat yang bersangkutan. 7

Pekerja yang telah mengikuti pelatihan kerja baik melalui lembaga pelatih kerja swasta, lembaga pelatih kerja pemerintah maupun pelatihan ditempat kerja berhak untuk memperoleh pengakuan kompetensi kerja yang dilakukan melalui sertifikasi kompetensi kerja. Sertifikasi kompetensi adalah proses pemberian sertifikasi kompetensi yang dilakukan secara sistematis uji kompetensi yang mengacu kepada standar kompetensi nasional dan/atau internasional (Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pasal 18 ayat (2)). Selain pekerja yang telah mengikuti pelatihan kerja, pekerja yang telah berpengalaman juga dapat mengikuti sertifikasi

7


(24)

kompetensi kerja. Untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja dibentuk suatu badan nasional sertifikasi profesi yang independen dengan peraturan pemerintah. Mengenai sertifikasi kompetensi sebagaimana yang telah diuraikan diatur dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pasal 18 ayat (1) s/d ayat (5) yaitu Tenaga Kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatih kerja pemerintah, lembaga pelatih kerja swasta, atau pelatih ditempat kerja. Dan dalam Undang-undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pasal 18 ayat (2) yaitu Pengakuan kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi kompetensi kerja.

Ketentuan mengenai bentuk, mekanisme, dan kelembagaan sistem pelatihan kerja nasional diatur dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), dan diatur dengan peraturan pemerintah.

Sistem Pelatihan Kerja Nasional berdasarkan Undang-undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 20 Ayat (1) sebagai acuan pelaksanaan pelatihan kerja disemua bidang dan/atau sektor, dikembangkan satu Sistem Pelatihan Kerja Nasional untuk mendukung peningkatan pelatihan kerja dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan. Dalam penjelasannya Pasal 20 Ayat (1) menyatakan bahwa sistem pelatihan kerja nasional adalah keterkaitan dan keterpaduan berbagai unsur pelatihan kerja yang antara lain meliputi peserta, biaya, sarana, dan prasarana, tenaga


(25)

8

kepelatihan, program dan metode, serta lulusan. Dengan adanya sistem pelatihan kerja nasional, semua unsur dan sumber daya pelatihan kerja nasional yang tersebar di instansi pemerintah, swasta, dan perusahaan dapat dimanfaatkan secara optimal. Sistem pelatihan kerja nasional bentuk, mekanisme, dan kelembagaannya diatur oleh pemerintah melalui peraturan pemerintah, Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 20 Ayat (2). Penyelenggaraan Pelatihan Kerja dengan Sistem Pemagangan.8 Pemagangan menurut Pasal 1 angka 11 adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung dibawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.

Pelatihan atau magang adalah proses melatih kegiatan atau pekerjaan. Pelatihan mempersiapkan peserta latihan untuk mengambil jalur tindakan tertentu yang dilukiskan oleh teknologi dan organisasi tempat bekerja, dan membantu peserta memperbaiki prestasi dalam kegiatannya terutama mengenai pengertian dan keterampilan. Pelatihan ini adalah setiap usaha untuk memberbaiki perfomansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, atau pekerjaannya yang ada kaitannya dengan pekerjaannya. Hal ini biasanya perubahan perilaku, sikap, keahlian dan pengetahuan yang khusus atau spesifik. Dan agar pelatihan

8


(26)

menjadi efektif maka dalam pelatihan harus mencakup suatu pembelajaran atas pengalaman-pengalaman, pelatihan harus menjadi kegiatan keorganisasian yang direncanakan dan dirancang dalam menangani kebutuhan-kebutuhan yang teridentifikasi.9

Peraturan Pemerintah No.31 tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional yaitu, Pelatihan kerja atau yang sekarang biasa dikenal dengan istilah training adalah seluruh kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.10

Pelaksanaan pelatihan kerja di beberapa perusahaan terkadang mendapatkan kendala-kendala diantaranya kendala dari sarana prasarana, biaya, dan motivasi pekerja, sehingga dapat menghambat pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerjanya.

Kendala atau faktor-faktor yang menjadi penghambat pelaksanaan pelatihan kerja selain dari segi peningkatan kualitas tenaga kerja, kendala seperti dari segi sarana prasarana, biaya, dan motivasi kerja pun perlu untuk diperhatikan.11

Penulis dari uraian diatas tertarik untuk meneliti dan membahas tentang bagaimana pelaksanaan pelatihan kerja dan faktor-faktor penghambatnya pelatihan kerja. Penulis menganggap bahwa pelatihan kerja

9

Rolf P.Lynton, Udai Pareek, 1998, Pelatihan dan pengembangan Tenaga Kerja, Jakarta, Pustaka Binaman, hlm 11

10

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 Tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional. 11


(27)

10

memiliki arti dan peran penting untuk mendapatkan pekerja yang mampu meningkatkan produksivitas perusahaan. Dan perusahaan akan selalu berusaha memperhatikan kualitas dan prestasi para pekerjanya sehingga para pekerjanya merasa dihargai.

Penulis berdasarkan hal tersebut merasa tertarik untuk melakukan penelitian untuk menyusun skripsi dengan judul:

“Pelaksanaan Pelatihan Kerja Bagi Pekerja Di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi.”

B. Rumusan Masalah

Hal-hal di atas yang telah diungkapkan oleh penulis, maka penulis berkeinginan untuk meneliti, mempelajari, membahas tentang pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi. Rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi?

2. Faktor–faktor apa yang menghambat pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan tentu harus mempunyai tujuan dan manfaat yang ingin diperoleh dari hasil penelitian. Dalam merumuskan tujuan penelitian, penulis berpegang pada masalah yang telah dirumuskan. Adapun


(28)

tujuan dari penelitian mengenai pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana pelaksanaan kerja bagi pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi.

2. Untuk mengetahui dan mengkaji faktor–faktor apa yang menghambat pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian harus mempunyai manfaat bagi pemecahan masalah yang diteliti. Dengan diadakannya pembahasan terhadapan pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi, maka penulis sangat berharap akan adanya suatu manfaat, seperti:

1. Manfaat akademis

Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang di dapat dalam perkuliahan dan membandingkannya dengan praktek dilapangan, untuk mengetahui secara mendalam mengenai pelaksanaan pelatihan kerja dan faktor–faktor penghambat pelaksanaan pelatihan kerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi. 2. Manfaat praktis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan dan sumbangan pemikiran di bidang hukum tentang pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi.


(29)

12 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PELAKSANAAN PELATIHAN KERJA BAGI PEKERJA

A. Fungsi Pelaksanaan Pelatihan Kerja

Pelatihan kerja dalam Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yaitu keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkaan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.1

Perusahaan selalu membutuhkan para pekerja yang terampil, memiliki keahlian, disiplin, dan prestasi yang tinggi agar mampu memajukan produktivitas perusahaan di dalam persaingan industri perusahaan dan persaingan-persaingan diantara para pekerja Indonesia dan para pekerja di luar negeri. Maka dalam hal ini perusahaan mempunyai tanggung jawab atau kewajiban untuk meningkatkan prestasi para pekerjanya yaitu dengan cara melakukan pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerjanya. Fungsi dari diadakannya pelaksanaan pelatihan kerja yang diberikan oleh perusahaan yaitu sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah untuk membekali, meningkatkan

1


(30)

dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan tenaga kerja.2 Yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut yaitu:

1. Meningkatkan dan mengembangkan diri

Pelaksanaan pelatihan kerja akan memberikan kesempatan bagi seorang pekerja untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya, termasuk meningkatkan kompetensi kerja.

2. Meningkatkan produktivitas

Pelatihan tidak hanya ditunjukan untuk pekerja yang masih baru saja, tetapi ditunjukan juga untuk pekerja lama. Hal ini dimaksudkan untuk membantu meningkatkan kemampuan pekerja lama dan kemampuan pekerja yang bersangkutan dalam melaksanakan tugasnya.

3. Peningkatan kesejahteraan

Yang dimaksud dengan peningkatan kesejahteraan disini adalah kesejahteraan bagi pekerja yang diperoleh karena terpenuhinya kompetensi kerja melalui pelatihan kerja.3

Pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar dan dunia kerja, baik di dalam maupun diluar hubungan kerja (Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan), dan diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada standar kompetensi kerja (Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2

Ibid. 3

Sudirman,2001, Dampak Pelatihan Terhadap Peningkatan Kerja Karyawan,Bandung,Remaja Rosdakarya,hlm 22.


(31)

14

2003 Tentang Ketenagakerjaan). Dengan kata lain, pelaksanaan pelatihan kerja itu bertujuan agar setiap pekerja dapat menguasai pengetahuan, keahlian dan perilaku yang ditekankan dalam program-program pelatihan, sehingga dapat bersaing untuk mencapai standar kompetensi kerja.4

Pekerja berhak menikmati fungsi pelatihan kerja, (Pasal 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjan). Peningkatan dan pengembangan kompetensi itu diwajibkan bagi perusahaan, karena perusahaan yang akan memperoleh manfaat dari hasil kompetensi pekerja sebagaimana dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yaitu pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi pekerjanya melalui pelatihan kerja. Pasal 12 ayat (3) UU Ketenagakerjaan, menjamin setiap pekerja/buruh memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya. Pelaksanaan pelatihan kerja dapat diselenggarakan di tempat pelatihan atau tempat kerja (Pasal 13 ayat (2) UU ketenagakerjaan) yang dimaksud di tempat pelatihan yaitu pelatihan dapat dilaksanakan diluar perusahaan dengan cara mengirimkan peserta keluar, dengan tanggungan perusahaan dan dapat diselenggarakan di lembaga pelatihan kerja pemerintah atau swasta, lembaga pelatihan kerja swasta ini yaitu dapat berbentuk badan hukum Indonesia atau perorangan (Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003) dengan memenuhi syarat-syarat yaitu salah satu syaratnya sebagai penyelenggara

4


(32)

pelatihan kerja yang terdapat dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, dan telah terdaftar serta memperoleh akreditas dari lembaga akreditasi (Pasal 16 ayat (1) UU Ketenagakerjaan). Apabila terjadi pelanggaran terhadap persyaratan yang ada di dalam Pasal 15 UU Ketenagakerjaan maka akan dikenakan sanksi dengan dilakukannya penghentian sementara (Pasal 17 ayat (2) UU Ketenagakerjaan). Bagi pekerja yang telah melakukan atau mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah maupun swasta atau pelatihan ditempat kerja maka pekerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja sebagaimana ada dalam Pasal 18 UU Ketenagakerjaan. Pelatihan kerja juga dapat diikuti oleh pekerja penyandang cacat dengan memperhatikan jenis, derajat kecacatan, dan kemampuan kerja penyandang cacat yang bersangkutan (Pasal 19 UU Ketenagakerjaan).

Pelaksanaan pelatihan kerja yang dilakukan ditempat kerja yaitu dapat dilakukan dilokasi perusahaan yang berarti pengusaha melaksanakan program pelatihan sendiri dengan sistem tenaga training atau mendatangkan tenaga dari luar dan dengan sistem pelatihan magang.5 Untuk mendukung peningkatan pelatihan kerja dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, dikembangkan satu sistem pelatihan kerja nasional yang merupakan acuan pelaksanaan pelatihan kerja di semua bidang dan/atau sektor (Pasal 20 ayat (1) UU Ketenagakerjaan), sistem pelatihan kerja nasional diatur dengan PP No.31 tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional.

5

Amin Silalahi,2005,Strategi Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia,Surabaya, Batavia Press, hlm 17.


(33)

16

B. Metode Pelatihan Kerja

Pelatihan kerja atau yang sekarang biasa dikenal dengan istilah training mempunyai beberapa metode pelatihan diantaranya:

1. Metode praktis (on the job training)

Pelatihan yang dilaksanakan di tempat kerja dan di luar tempat kerja, dan diluar waktu kerja, sebagai mana dalam Pasal 13 ayat (2) UU ketenagakerjaan.

2. Metode simulasi (off the job training)

Metode pelatihan yang dilaksanakan di tempat kerja sebenarnya dan dilakukan sambil bekerja. Contohnya seperti magang yaitu proses penerimaan pekerja baru, yang bekerja bersamaan dibawah bimbingan praktisi yang ahli untuk beberapa waktu tertentu.6

Metode on the job training lebih banyak digunakan dibanding dengan metode off the job training, mengapa demikian karena program on the job training lebih berfokus pada peningkatan produktivitas secara cepat. Sedangkan metode off the job training lebih cenderung berfokus pada perkembangan dan pendidikan jangka panjang. Teknik pelatihan kerja dengan metode on the job training dibagi menjadi enam macam yaitu:

1. Job instruction training

Pelatihan ini memerlukan analisa kinerja pekerjaan secara teliti. Pelatihan ini dimulai dengan penjelasan awal tentang tujuan pekerjaa, dan menunjukan langkah-langkah pelaksanaan pelatihan kerja.

6


(34)

2. Apprenticeship

Pelatihan ini mengarah pada proses penerimaan pekerja baru, yang bekerja bersama dan dibawah bimbingan praktisi yang ahli untuk beberapa waktu tertentu. Efektif atau tidaknya pelatihan ini tergantung pada kemampuan praktisi yang ahli dalam mengawasi proses pelatihan.

3. Internship dan assistantships

Pelatihan ini mengarah pada kekosongan pekerjaan yang menuntut pendidikan formal yang lebih tinggi. Pelatihan bagi pelajar yang menerima pendidikan formal di sekolah yang bekerja disuatu perusahaan dan diperlakukan sama seperti pekerja dalam perusahaan tetapi tetap dibawah pengawasan praktisi yang ahli.

4. Job rotation dan transfer

Proses belajar yang dilakukan untuk mengisi kekosongan dalam manajeman dan teknikal. Dalam pelatihan ini terdapat dua kerugian yaitu: peserta pelatihan hanya merasa dipekerjakan sementara dan tidak mempunyai komitmen untuk terlibat dalam pekerjaan dengan sungguh-sungguh, dan banyak waktu yang terbuang untuk memberi orientasi pada peserta terhadap kondisi pekerjaan yang baru. Tetapi pelatihan ini juga mempunyai keuntungan dimana jika pelatihan ini diberikan oleh manajer yang ahli maka peserta akan memperoleh tambahan pengetahuan mengenai pelaksanaan dan praktek dalam pekerjaan.


(35)

18

Pelatihan dengan memindahkan peserta pelatihan dalam komite untuk bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan administrasi. Dan juga menempatkan peserta dalam anggota eksekutif agar memperoleh kesempatan dalam berinteraksi dan eksekutif yang lain.

6. Coaching dan counseling

Pelatihan ini merupakan aktifitas yang mengharapkan timbal balik dalam penampilan kerja, dukungan dari pelatihan, dan penjelasan secara perlahan bagaimana melakukan pekerjaan secara tepat.

Metode pelaksanaan pelatihan kerja atau kategori teknik pelatihan kerja off the job training dibagi kedalam 13 macam kategori diantaranya yaitu

vestibule training, lecture, independent self-study, visual presentations, conferences dan discussion, teleconferencing, case studies, role playing, simulation, programmed instruction, computer-based training, laboratory training, programmed group exercise. Berikut adalah penjelasan dari teknik-teknik dalam pelatihan kerja dengan metode off the job training:

1. vestibule training

Pelatihan dimana dilakukan ditempat yang kondisinya sama seperti tempat asli. Pelatihan ini digunakan untuk mengajarkan keahlian kerja khusus. 2. Lecture

Pelatihan dimana pelatihan menyampaikan berbagai macam informasi atau mengajarkan pegetahuan kepada sejumlah besar orang pada waktu bersamaan.


(36)

Pelatihan dimana peserta diharapkan bisa melatih diri sendiri misalnya dengan membaca buku, mengambil kursus pada unversitas lokal ataupun mengikuti pertemuan professional.

4. visual presentations

Pelatihan dengan menggunakan televisi, film, video, atau presentasi. 5. conferences dan discussion

Pelatihan ini biasa digunakan untuk pengambilan keputusan dimana peserta dapat belajar satu dengan yang lainnya.

6. Teleconferencing

Pelatihan dengan menggunakan satelit, dimana pelatihan dan peserta dimungkinkan untuk berada di tempat yang berbeda.

7. case studies

Pelatihan yang digunakan dalam kelas bisnis, dimana peserta dituntut untuk menemukan prinsip-prinsip dasar dengan menganalisa masalah yang ada. 8. role playing

Pelatihan dimana peserta dikondisikan pada suatu permasalahan tertentu, peserta harus dapat menyelesaikan permasalahan dimana peserta seolah-olah terlibat langsung.

9. Simulation

Pelatihan yang menciptakan kondisi belajar yang mirip dengan kondisi pekerjaa, pelatihan ini digunakan untuk belajar secara teknikal dan motor skill.


(37)

20

Merupakan aplikasi prinsip dalam kondisi operasional, biasanya menggunakan komputer.

11.computer-based training

Merupakan program pelatihan yang diharapkan mempunyai hubungan interaktif antara komputer dan peserta, dimana peserta diminta untuk merespon secara langsung selama proses belajar.

12.laboratory training

Pelatihan ini terdiri dari kelompok-kelompok diskusi yang tidak beraturan dimana peserta dimintai untuk mengungkapkan perasaan mereka antara satu dengan yang lain. Tujuan pelatihan ini adalah menciptakan kewaspadaan dan meningkatkan sensitivitas terhadap perilaku dan perasaan orang lain maupun dalam kelompok.

13.programmed group exercise.

Pelatihan yang melibatkan peserta untuk bekerja sama dalam memecahkan suatu permasalahan. Program pelatihan kerja disusun berdasarkan Standar Komptensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), Strandar Internasional dan/atau Standar Khusus. SKKNI sendiri disusun berdasarkan kebutuhan lapangan usaha yang sekurang-kurangnya memuat kompetensi teknis, pengetahuan, dan sikap kerja.

Peraturan pemerintah No.31 tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional, pelatihan kerja sekarang biasa dikenal dengan istilah training adalah seluruh kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, etos kerja


(38)

pada tingkat keterampilan dan jabatan atau pekerjaan. Pelatihan kerja merupakan proses mengajarkan pengetahuan dan pemhembangan keterampilan bekerja (vocational) serta sikap agar pekerja semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar.

Manfaat yang bisa diambil dengan mengikuti pelatihan kerja, diantaranya adalah:

1. Mewujudkan pelatihan kerja Nasional dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga kerja

2. Memberi arah dan pedoman dalam penyelenggaraan, pembinaan, dan pengendalian pelatihan kerja

3. Mengoptimalkan pendayagunaan dan pemberdayaan seluruh sumber daya pelatihan kerja

4. Untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan bisnis dan operasional-operasional industri sejak hari pertama masuk kerja

5. Untuk mengurangi waktu belajar bagi pekerja baru agar menjadi kompenten

6. Untuk mempersiapkan promosi ketenagakerjaan pada jabatan yang lebih rumit dan sulit, serta mempersiapkan tenga kerja pada jabatan yang lebih tinggi yaitu tingkat kepengawasan atau manajerial.

Program pelatihan kerja terdiri dari skills training, retraining, cross functional training, team training, creativity training. Dari program-program


(39)

22

pelatihan kerja tersebut atau jenis-jenis pelatihan kerja tersebut dimaksudkan sebagai berikut:

1. Skilss Training

Pelatihan keahlian merupakan pelatihan yang sering di jumpai dalam organisasi. Program pelatihannya relatif sederhana yaitu kebutuhan atau kekurangan diindentifikasi melalui penilaian efektifitas pelatihan juga berdasarkan pada sasaran yang diidentifikasi dalam tahap penilaian.

2. Retraining

Pelatihan ulang berupaya memberikan kepada para pekerja keahlian-keahlian yang mereka butuhkan untuk menghadapi tuntutan kerja yang berubah-ubah. Seperti tenaga kerja instansi pendidikan yang biasanya bekerja menggunakan mesin ketik manual mungkin harus dilatih dengan mesin komputer atau akses internet.

3. Cross functional training

Pelatihan lintas fungsional melibatkan pelatihan pekerja untuk melakukan aktivitas kerja dalam bidang lainnya selain pekerja yang ditugaskan.

4. Team Training

Pelatihan tim merupakan pelatihan yang terdiri dari sekelompok individu dimana mereka harus menyelesaikan bersama sebuah pekerjaan demi tujuan bersama dalam tim.

5. Creativity Training

Pelatihan kreatifitas berlandaskan pada asumsi bahwa kreativitas dapat dipelajar. Maksudnya tenga kerja diberikan peluang untuk mengeluarkan


(40)

gagasan sebebas mungkin yang berdasarkan pada penilaian rasional dan biaya.7

C. Sistem Pelatihan Kerja

Pelaksanaan pelatihan kerja dapat diadakan ditempat kerja dan/atau di lembaga pelatihan kerja (instansi pemerintah, badan hukum atau perorangan yang memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan pelatihan kerja) yang sudah ditetapkan (Pasal 13 ayat (1) , (2), (3) Undang-undang Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003).

Sistem pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian pemagangan antara perserta pemagangan dengan pengusaha yang dibuat secara tertulis (Pasal 22 ayat (1) UU Ketenagakerjaan). Pekerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi (Pasal 23 UU Ketenagakerjaan). Pemagangan dapat dilaksanakan di perusahaan sendiri atau ditempat penyelenggara pelatihan kerja, atau perusahaan lain baik di dalam maupun diluar wilayah Indonesia (Pasal 24 UU Ketenagakerjaan). Ketentuan mengenai tata cara perizinan pemagangan diluar wilayah Indonesia diatur dalam Pasal 25 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan dan diatur dengan keputusan Menteri.8

Pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja ini mempunyai arti penting yang berhubungan erat terhadap hasil pekerjaan pekerjanya. Oleh

7

Peraturan pemerintah No.31 tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional. 8


(41)

24

karena itu, dibutuhkan sebuah penilaian untuk mengukur kinerja pekerjanya dan pelatihan kerja pekerja dilaksanakan setelah ada hasil dari penilaian tersebut. Pelaksanaan pelatihan kerja dilakukan dengan tujuan agar para pekerja memiliki pengetahuan, kemampuan dan keterampilan sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang mereka lakukan. Pelatihan kerja yang tepat dapat memberikan efek baik kepada pekerjanya sehingga pekerja dapat mengembangkan diri dan mampu memahami beberapa hal terkait pekerjaannya, antara lain:

1. Pekerja memahami seluk beluk pelaksanaan pekerjaan lebih mendalam. 2. Pekerja dapat memahami perkembangan perusahaan.

3. Pekerja dapat memahami sasaran yang akan dicapai perusahaan.

4. Pekerja mengerti akan perlunya kerjasama dalam melaksanakan pekerjaan. 5. Pekerja dapat mudah memahami informasi yang disampaikan perusahaan. 6. Pekerja dapat memahami setiap kesulitan-kesulitan yang dihadapi

perusahaan.

7. Pekerja mampu melakukan hubungan-hubungan dengan lingkungan. 8. Pekerja mampu memahami kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku

dalam perusahaan.

9. Pekerja mampu memahami sistem dan prosedur yang digunakan dalam pelaksanaan tugas perusahaan.

10.Pekerja mampu memahami dan menerapkan perilaku yang mendukung dan dituntut perusahaan.


(42)

Pelatihan kerja untuk para pekerja di Perusahaan, dalam perusahaan ada banyak sekali asset yang harus dipelihara dan diremajakan kualitas serta perfomnya. Salah satu asset penting yang harus selalu dipelihara secara berkala oleh perusahaan adalah asset sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan asset perusahaan berupa semua pekerja yang bekerja dan bernaung dibawah organisasi perusahaan tersebut. Sebagian besar perusahaan biasanya hanya mementingkan pemeliharaan asset sumber daya manusia ini dengan reward and punishment. Singkatnya, ada hukuman atau sanksi bagi pekerja yang melanggar peraturan serta pekerja akan diberikan gaji, tunjangan, atau bonus sesuai dengan hasil kerja, jabatan, tanggung jawab, serta prestasinya. Memelihara sumber daya manusia dengan carareward and punishment memang penting namun ada satu hal yang juga tidak boleh dilupakan yaitu pelatihan sumber daya manusia. Pelatihan sumber daya manusia penting untuk semua jenis perusahaan. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang cepat bosan dan mereka selalu membutuhkan tantangan dan hal-hal yang baru sepanjang hidupnya. Pelatihan kerja ini akan untuk mengembangkan kompetensi kerja pekerja, mengetahui keahlian baru, mempelajari inovasi-inovasi baru yang berhubungan dengan pekerjaannya, meningkatkan kedisiplinan, meningkatkan produktivitas, dan meningkatkan etos kerja. Dengan demikian pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja bisa menjadi sarana bagi pekerja untuk mendapatkan ilmu baru serta bermanfaat bagi perusahaan untuk meningkatkan produktifitas dan etos kerja pekerjanya.9

9


(43)

26

Hasil dari pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja yang telah diberikan pelatihan kerja yang tepat akan memiliki keterampilan yang lebih baik, berikut adalah cirri-ciri pekerja yang telah memiliki keterampilan dengan baik setelah mengikuti program dari pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja: 1. Tahu dan mengerti apa yang harus dikerjakan.

2. Mempunyai gerak kerja yang cepat dan tepat.

3. Jarang sekali melakukan kesalahan dan kekeliruan dalam bekerja. 4. Sudah mempunyai kiat-kiat tertentu dalam melaksanakan pekerjaan. 5. Poduktivitas kerja meningkat dari biasanya.10

Dampak apabila perusahaan tidak memberikan atau tidak melaksanakan pelatihan kerja bagi pekerjanya dalam suatu perusahaan, maka akan terlihat pada gejala-gelaja sebagai berikut:

1. Sering berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan.

2. Tidak pernah berhasil memenuhi strandar kerja seperti yang diharapkan. 3. Mempunyai pola pikir yang sempit dan picik.

4. Tidak mampu menggunakan peralatan yang lebih canggih dalam bekerja. 5. Produktivitas kerja tidak pernah meningkat.

6. Kesinambungan perusahaan tidak bisa dijamin.

7. Rasa kepedulian pekerja yang rendah terhadap perusahaan. 8. Perusahaan tidak akan mampu bersaing dengan perusahaan lain.

9. Perusahaan selalu ketinggalan dalam memberikan pelayanan yang baik.

Bandung, Remaja Rosdakarya, hlm 38 – 45.

10

Sedarmayanti, 2007, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Bandung, Mandar Maju, hlm 31-43.


(44)

Selain dampak yang ditimbulkan adapun manfaat yang ditimbulkan apabila perusahaan melaksanakan pelatihan kerja bagi pekerja, antara lain sebagai berikut:

1. Peusahaan akan berkemampuan menyesuaikan diri dengan kebutuhan sekarang.

2. Perusahaan akan mampu mempunyai sumber daya manusia yang selalu terampil menyakinkan dalam melaksanakan pekerjaan.

3. Perusahaan akan mampu menjawab tantangan perkembangan keadaan masa depan.

4. Perusahaan dapat meningkatkan prestasi pekerja secara individual maupun kelompok.

5. Mekanisme perusahaan lebih fleksibel dan tidak kaku dalam menggunakan teknologi-teknologi baru.

6. Perusahaan dapat mempersiapkan pekerja-pekerja untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.

Pelaksanaan pelatihan kerja yang dilakukan kepada pekerjanya oleh perusahaan ini mempunyai arti penting bagi perusahaan itu sendiri, karena mafaat yang timbul dari pelaksanaan pelatihan kerja ini tidak hanya dapat dirasakan oleh pekerja itu sendiri yang mengikuti pelatihan kerja, tetapi berdampak sangat positif juga bagi perusahaan yang melaksanakan pelatihan kerja. Berikut arti penting pelaksanaan pelatihan kerja bagi perusahaan:

1. Sumber daya manusia (SDM) atau pekerja yang menduduki suatu jabatan tertentu dalam organisasi, belum tentu mempunyai kemampuan yang


(45)

28

sesuai dengan persyaratan yang diperlukan dalam jabatan tersebut. Hal ini terjadi karena sering seseorang menduduki jabatan tertentu bukan karena kemampuannya, melainkan karena tersedianya formasi. Oleh sebab itu pekerja atau staf baru ini perlu penambahan kemampuan yang mereka perlukan.

2. Dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi, jelas akan mempengaruhi suatu organisasi atau instansi. Oleh sebab itu jabatan-jabatan yang dulu belum diperlukan, sekarang diperlukan. Kemampuan orang yang akan menempati jabatan tersebut terkadang tidak ada. Dengan demikian maka diperlukan penambahan atau peningkatan kemampuan yang diperlukan oleh jabatan tersebut.

3. Promosi dalam suatu organisasi adalah suatu keharusan apabila organisasi itu mau berkembang. Pentingnya promosi bagi seseorang adalah sebagai salah satu “reward dan insentive“ (ganjaran dan perangsang).

4. Di dalam masa pembangunan ini organisasi atau instansi, baik pemerintah maupun swasta merasa terpanggil untuk menyelenggarakan pelatihan-pelatihan bagi para pekerjanya agar diperoleh efektivitas dan efisiensi kerja sesuai dengan masa pembangunan.11

Hal-hal yang dibutuhkan untuk merancang analisa kebutuhan pelatihan kerja maka secara tidak langsung mengenai sumber daya manusia. Dalam bahasa yang paling sederhana, sumber daya manusia adalah sebuah sistem dan serangkaian proses yang diterapkan pada organisasi atau sebuah

11

Sudirman, 2001, Dampak Pelatihan Terhadap Peningkatan Kerja Karyawan, Bandung, Remaja Rosdakarya, hlm 32 – 57.


(46)

perusahaan untuk mengatur tugas dan peran setiap pekerja diperusahaan teersebut. Proses sumber daya manusia ini sangat luas dan meliputi sistem rekrutmen pekerja baru, sistem seleksi, sistem penggajian, bonus pekerja, pelatihan, penilaian kinerja pekerja, dan lain sebagainya. Dengan penerapan yang tepat, sumber daya manusia bisa memaksimalkan produktivitas dan kinerja di sebuah perusahaan. Dalam penerapan sumber daya manusia, analisa kebutuhan pelatihan kerja sangat diperlukan untuk memaksimalkan kinerja dan produktivitas pekerja. Analisa pelatihan kerja bisa menjawab pertanyaan apakah sebuah pelatihan atau sebuah sistem sumber daya manusia bisa berfungsi secara maksimal atau tidak di sebuah perusahaan, karena tidak semua jenis pelatihan bisa maksimal atau bisa cocok jika diterapkan di sebuah perusahaan, maka sebelum menjalankan pelatihan, perusahaan harus melakukan analisa kebutuhan pelatihan sumber daya manusia terlebih dahulu. Beberapa hal yang bisa dijadikan pertimbangan dalam membuat sebuah analisa kebutuhan pelatihan sumber daya manusia, diantaranya:

1. Perencanaan awal pelatihan

Hal pertama yang harus menjadi pertimbangan utama dalam membuat analisa kebutuhan pelatihan adalah alasan mengapa perusahaan membutuhkan pelatihan tersebut. Sebelum memutuskan untuk mengadakan pelatihan kerja biasanya perusahaan menemukan masalah sumber daya manusia yang ingin diatasi misalnya soal ketidak disiplinan pekerja atau kurangnya produktivitas. Masalah-masalah ini bisa menjadi alasan yang kuat kenapa sebuah perusahaan harus melakukan pelatihan.


(47)

30

Setelah itu perusahaan akan menentukan jenis pelatihan yang seperti apa yang diperkirakan cocok untuk menjawab masalah yang dialami tersebut. 2. Menentukan peserta pelatihan

Setelah menentukan rumusan analisa kebutuhan pelatihan awal, yang harus dilakukan selanjutnya adalah menentukan dan menentapkan peserta yang harus mengikuti pelatihan.Pelatihan bisa diikuti oleh satu orang, sekelompok orang, atau bahkan diikuti oleh seluruh pekerja. Manajer sumber daya manusia biasanya akan menentukan syarat keikut sertaan pelatihan dengan memetakan kebutuhan pelatihan. Manajer sumber daya manusia juga akan menentukan siapa saja yang dianggap memenuhi syarat dan layak untuk mengikuti pelatihan.

3. Hal-hal pendukung pelatihan kerja

Dalam merancang analisa kebutuhan pelatihan, dukungan dari perusahaan juga merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan. Dukungan yang dimaksud adalah berupa komitmen dari petinggi perusahaan, trainer, supervisor, hingga manajer untuk menciptakan sebuah suasana yang kondusif dan nyaman bagi pekerja. Suasana kondusif yang dimaksud diantaranya adalah penempatan pekerja sesuai dengan kemampuan atau kompetensi, memberikan masukan mengenai kinerja pekerja, mau melakukan diskusi untuk menemukan solusi atas masalah yang dihadapi oleh pekerja, memberikan penghargaan yang sesuai dengan prestasi atau kinerja pekerja, pemberian sanksi untuk pelanggaran ditempat kerja. Tanpa adanya dukungan kondusif dari pihak surpervisor, manajer, dan


(48)

seluruh jajaran direksi perusahaan, maka proses pelatihan hanya akan berhasil diruang pelatihan saja dan tidak akan pernah bisa sukses dalam meningkatkan produktivitas perusahaan.

4. Materi pelatihan yang disampaikan

Menentukan materi termasuk dalam bagian analisa kebutuhan pelatihan yang sangat penting. Materi pelatihan bisa dikatakan adalah inti dari keseluruhan proses pelatihan. Materi pelatihan juga harus didesain dengan cermat agar sesuai dengan kompetensi dan kemampuan peserta pelatihan. Sebagai contoh, pelatihan untuk rekrutmen pekerja tentunya akan sangat berbeda dengan pelatihan untuk supervisor atau manajer. Pemberian materi pelatihan tidak bisa dilakukan sembarangan. Oleh karena itu kebanyakan perusahaan akan meminta bantuan kepada lembaga yang khusus menangani masalah pelatihan. Dengan bantuan professional ini, proses pelatihan bisa berlangsung lebih maksimal dan bisa lebih efektif. Situasi yang kondusif tersebut harus dimasukkan dalam analisa kebutuhan pelatihan karena hanya dengan pelatihan saja tidak cukup untuk meningkatkan kinerja pekerja sebab kondisi kerja yang kondusif juga penting untuk lebih memaksimalkan hasil pelatihan.

5. Rencana biaya pelatihan

Analisa kebutuhan pelatihan juga mencakup biaya pelatihan. Sama seperti melaksanakan kegiatan lainnya, rancangan biaya sangat dibutuhkan untuk mengetahui pengeluaran pelatihan secara pasti. Menggunakan jasa lembaga pelatihan professional yang bisa melakukan in house training


(49)

32

banyak dipilih oleh perusahaan karena dianggap lebih murah namun hasilnya bisa sangat maksimal.

Dengan menggunakan analisa kebutuhan pelatihan seperti yang sudah disebutkan diatas, diharapkan tujuan atau hasil yang diharapkan dari sebuah pelatihan bisa dicapai dengan mudah dan hasilnya bisa maksimal.12

Evaluasi program pelatihan kerja yang efektif digunakan untuk mengevaluasi kegiatan pelatihan adalah yang berfokus pada outcome-nya atau haasil akhir. Para pengelola dan instruktur perlu memperhatikan hal berikut: 1. Reaksi dari para peserta pelatihan terhadap proses dan isi kegiatan

pelatihan.

2. Pengetahuan atau proses belajar yang diperoleh melalui pengalaman pelatihan.

3. Perubah perilaku yang disebabkan karena kegiatan pelatihan.

4. Hasil atau perbaikan yang dapat diukur baik secara individu maupun organisasi.13

Pelatihan kerja bukan suatu keterampilan yang mudah, terdapat sejumlah faktor yang menimbulkan ancaman baik bagi atasan maupun bawahan. Faktor utama yang dapat membangun ataupun merusak pelaksanaan pelatihan kerja terletak pada kesesuain kepribadian atau sebaliknya pertentangan kepribadian antara pihak atasan dan bawahan. Berikut faktor penghambat pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja:

12

Amin Silalahi, 2005, Strategi Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Surabaya, Batavia Press, hlm 55-67.

13

Hasibuan, Malayu S.P, 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, PT. Bumi Aksara, hlm 53 – 55.


(50)

1. Peran kurang jelas

Sekalipun peran kurang jelas dapat dilihat sebagai sarana manajemen yang penting, sering kali timbul ketidak jelasan mengenai apa sesungguhnya yang dilibatkan baik dari segi keterampilan maupun kegiatan. Disamping itu, kurangnya pemahaman dapat menimbulkan pertanyaan siapa sesungguhnya yang harus bertanggung jawab dalam pelatihan. Atasan mungkin saja tidak memiliki pengertian mendalam tentang apa yang harus dilakukannya dalam pelatihan, kapan dan bagaimana melakukannya. Selain itu, terdapat pula ketidakpastian mengenai seberapa banyak penyuluhan, pengarahan, dan dukungan sosio-emosional uang dibutuhkan. 2. Gaya manajemen kurang sesuai

Gaya manajemen merupakan pola perilaku konsisten yang digunakan atasan saat bekerja bersama dan melalui orang lain. Atasan mengembangkan kebiasaan bertindak yang untuk selanjutnya akan dapat diduga oleh mereka khawatir bila kebiasaan tersebut harus diubah ataupun diganti, suatu situasi yang menimbulkan perasaan kurang aman bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya. Kepercayaan terhadap bawahan sering kali dipengaruhi oleh pandangan atasan mengenai tabiat atau sifat manusia.

3. Keterampilan komunikasi tidak memadai

Keterampilan komunikasi tulis dan tulisan sangat penting dalam situasi pelatihan kerja. Keberhasilan dan kegagalan atasan sebagai pelatih bergantung pada kemampuan mereka dalam menyampaikan pikiran,


(51)

34

perasaan dan kebutuhan. Atasan seharusnya juga dapat menerima upaya para bawahan untuk melakukan hal serupa. Atasan yang cenderung bertele-tele, disamping memberikan instruksi dan penjelasan ala kadarnya, akan menimbulkan suasana yang membingungkan dan menghambat komunikasi.

4. Kurangnya motivasi

Bila seorang atasan ditanya apakah mereka berhasil sebagai pelatih, jawaban mereka pada umumnya adalah ‘ya, saya rasa demikian’. Kesulitan ini timbul karena sarana pembangkit motivasi yang dipilih tidak sesuai dengan kebutuhan perorangan yang dimaksudkan pada saat yang sama. Sebagai pelatih, atasan mempunyai tambahan menciptakan lingkungan bermotivasi bagi bawahan. Namun, dengan organisasi yang kian diperamping dan jumlah pekerja kian menyusut, kesulitan pun semakin membengkak.

5. Tekanan dalam pekerjaan

Sejumlah alasan diungkapkan oleh atasan mengapa mereka tidak termotivasi dan ragu untuk menjadi pelatih. Satu diantaranya karena mereka menganggap organisasi menitik beratkan pada sikap ‘lakukan sendiri tugasmu’ untuk itulah kamu dibayar. Yang lain berpikir bahwa pelatihan akan menyita terlalu banyak waktu, dan bahwa sebuah proyek terlalu rumit untuk dijelaskan kepada oranglain yang tidak memiliki pengalaman dan keahlian sebagai manajer. Kesulitan lain timbul adalah kecemasan menghadapi kegagalan, seandainya bawahan tidak mampu


(52)

mengerjakan tugas dengan baik, atau sebaliknya kekhawatiran bila bawahan akan terlibat lebih pandai dari dirinya.

6. Pelatihan dilihat dari perspektif atasan

Manajemen dapat didefinisikan sebagai proses bekerja dengan dan melalui perorangan, kelompok, serta sumber lain untuk mencapai sasaran organisasi. Keberhasilan departemen manapun dalam suatu organisasi bergantung pada pengembangan dan kinerja dari tenaga pekerjanya, bukan semata-mata pada pribadi atasan. Bila setiap anggota staff diberi kekuasaan untuk mengambil lebih banyak tanggung jawab, peran manajer akan lebih banyak memberikan tuntutan. Atasan harus mengubah manajemen dengan pengawasaan menjadi manajemen dengan tanggung jawab baik dari dirinya sendiri maupun pihak lain dan selanjutnya menerapkan manajemen dengan cara menjadikan dirinya fasilitator di lingkungan kerja yang bernuansa belajar. Atasan yang berniat mencapai tujuan seperti ini akan melihat proses pelatihan sebagai sarana vital untuk menghadapi tantangan dan pilihan yang akan dihadapi dalam suasana baru, dan mamastikan bahwa bawahannya telah siap dan bersedia memikul tanggung jawab serta otoritas menyangkut tugas barunya, bila yang bersangkutan diminta melakukannya.

7. Pelatihan dilihat dari perspektif bawahan

Sejak beberapa waktu terakhir, banyak tugas yang harus dilakukan dengan dukungan kelompok pekerja berubah secara mencolok. Pada umumnya orang jauh lebih terampil dan memiliki pendidikan yang lebih baik


(53)

36

dibanding masa-masa sebelumnya. Orang lebih tertarik pada kualitas dan nilai kerja dibanding para rekan kerja sama lalu. Namun, bila sebuah perusahaan akan menjalani proses perubahan, sebagaian besar bawahan akan bergantian mengalami keyakinan dan keraguan, yang tentunya akan menimbulkan pengaruh sangat jelas pada motivasi dan moral.14

Hambatan atau yang menjadi faktor kendala dalam pelaksanaan pelatihan kerja yang dilaksanakan akan selalu ada dan bagaimana kita harus berusaha membenahi hambatan atau kendala-kendala tersebut. Hambatan yang ada ini akan mengahambat lancarnya pelaksanaan pelatihan kerja sehingga sasaran yang tercapai kurang memuaskan. Faktor penghambat pelatihan ini berkaitan dengan peserta pelatihan yang mempunyai latar belakang tidak sama seperti pendidikan dasarnya, pelatih atau instruktur yang ahli dan cakap mentransfer pengetahuannya kepada para peserta pelatihan sulit didapat yang akibatnya sasaran yang diinginkan tidak tercapai, fasilitas pelatihan dan prasarana yang dibutuhkan untuk pelatihan sangat kurang atau tidak baik contohnya seperti buku-buku atau alat-alat dan mesin-mesin yang akan digunakan untuk praktek kurang atau tidak ada sehingga hal ini akan menyulitkan dan menghambat lancarnya pelatihan kerja, kurikulum yang ditetapkan dan diajarkan kurang serasi atau menyimpang serta tidak sistematis untuk mendukung sasaran yang diinginkan oleh pekerja atau jabatan peserta bersangkutan sehingga untuk menetapkan kurikulum dan waktu mengajarkan yang tepat sangat sulit, dana pelatihan yang tersedia untuk pelatihan sangat

14

Tohardi, Ahmad, 2001, Pemahaman Praktis Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung, CV. Mandar Maju, hlm 23 – 29.


(54)

terbatas, bahkan pelatih maupun sarananya kurang memenuhi persyaratan yang dibutuhkan.15

Faktor-faktor penghambat pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja dapat berpengaruh besar terhadap perusahaan itu sendiri, atau bahkan faktor-faktor penghambat pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja itu terjadi dari perusahaan itu sendiri yang tidak mendukung atau kurangnya motivasi sehingga yang mangakibatkan tidak berjalannya program pelatihan kerja bagi pekerja.

Faktor penghambat yang terjadi dalam pelaksanaan pelatihan kerap menjadi keluhan yang mucul dari pekerjanya bahwa pelatihan yang mereka ikuti hanya membuang-buang waktu dan uang. Perusahaan wajib mewaspadai keluhan ini. Agar pelaksanaan pelatihan kerja efektif, maka pelatihan diperlukan diantaranya pekerja mengahadapi kendala atau penghambat dalam berkontribusi terhadap pencapaian visi, misi, sasaran, dan keterampilan. Juga apabila perusahaan menghadapi tantangan-tantangan baru akibat perubahan lingkungan bisnis sehingga mensyaratkan dipelajari kompetensi-kompetensi baru. Sebuah program pelatihan kerja harus mempunyai tujuan yang jelas agar pelatihan kerja efektif disertai dengan dorongan dari perusahaan sehingga pekerja melakukan perubahan. Namun setiap perubahan pasti menimbulkan kegelisahan dan ketidaknyamanan. Untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perubahan, dukungan perusahaan hendaknya tidak berhenti meski pelatihan telah selesai. Contohnya yaitu apa yang dilakukan oleh sebuah

15


(55)

38

perusahaan manufaktur di kawasan barat tengah Amerika Serikat (AS) , perusaaahan ini mengadakan pelatihan untuk sekelompok manajer garis depan (front line manager) yang berubah tugasnya, yaitu bukan lagi mengawasi pekerja per jam, melainkan berfokus kepada pengembangan dan pengelolaan proyek yang bertujuan mengurangi biaya dan memperbaiki mutu. Para manajer diminta menyusun rencana aksi pribadi untuk setiap jenis pelatihan yang diberikan. Rencana aksi ini harus dilaporkan saat pertemuan dengan atasan, sesama peserta pelatihan, dan anggota departemen sumber daya manusia (SDM). Banyak peserta pelatihan memulai proyek sebagai hasil program pelatihan yang berujung pada pengurangan biaya secara signifikan di sejumlah divisi. Atasan manajer peserta pelatihan juga memberikan penilaian, baik sebelum maupun setelah pelatihan. Selain itu untuk mendukung dan memotivasi peserta pelatihan, perusahaan menjadwalkan serangkaian pertemuan antar kelompok pelatihan antara dua hingga dua belas minggu pasca pelatihan. Pertemuan ini mampu membangitkan antusiasme dan semangat peserta, bahkan yang tadinya ragu sekalipun. Perusahaan juga mensyaratkan peserta pelatihan dan atasan langsungnya bertemu guna mengkaji dan mendiskusikan rencana aksi peserta pelatihan. Pertemuan ini dirancang untuk memotivasi dan mendukung peserta pelatihan dan mendorong atasan berperan aktif membantu peserta pelatihan mencapai tujuannya.16

Pelaksanaan pelatihan kerja ini mempunyai peranan dalam pelatihan sumber daya manusia. Pelatihan adalah kegiatan untuk

16

Sedarmayanti, 2007, Sumber Daya Manusia dan Produktifitas Kerja, Bandung, Mandar Maju, hlm 13– 15.


(56)

mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang diberikan baik dalam kelas maupun diluar kelas pada seseorang atau sekelompok orang bertujuan untuk menghilangkan perbedaan antara kemampuan yang sekarang dimiliki dengan kemampuan standar yang ditetapkan. Proses pelaksanaannya ialah mempelajari dan mempraktekan dengan menuruti standar acuan tertentu atau prosedur sehingga menjadi kebiasaan yang pada hasilnya nanti terlihat adanya perubahan, perbaikan ditempat kerja. Banyak cara orang dalam belajar untuk mamahami sesuatu. Pertama ialah belajar sendiri tanpa didampingi instruktur atau mentor dengan cara membaca buku dan dokumen tertentu, memuat video ataupun melalui internet. Kedua ialah belajar dengan disertai instruktur dilakukan di kelas (in-door), di tempat kerja atau on the job training (OJT) ataupun diluar ruangan kelas (out door) semisal kegiatan out bound training. Ketiga ialah mencoba melakukan sendiri di tempat kerja baik dengan instruktur, in-door maupun out-door. Adapun mengapa pelatihan penting sekali kita lakukan dalam sebuah perusahaan atau dalam sebuah pekerjaan karena adanya beberapa hal yang memang perlu dan penting kita ketahui dalam kegiatan tersebut, yaitu:

1. Karena karyawan tidak mempelajari hal-hal yang sesuai kehendak kita, mereka tidak mempelajari cara-cara yang terbaik yang kita kehendaki dalam melaksanakan tugas.

2. Mereka perlu diingatkan setiap saat tentang cara kerja dan sikap perilaku yang benar.


(57)

40

Kemudian pelatihan tidak serta merta dilakukan setiap saat, pelatihan dilakukan bila:

1. Adanya karyawan baru.

2. Adanya penerapan sistem dan teknologi baru. 3. Prestasi kerja dibawah standar.

4. Perlu mengadakan penyegaran. 5. Rencana perluasan organisasi.17

Pelaksanaan pelatihan kerja ini pun mempunyai pengaruh terhadap prestasi kerja pekerja atau sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan merupakan faktor yang menentukan tercapai tidaknya suatu tujuan perusahaan. Agar tujuan perusahaan dapat tercapai maka dibutuhkan pekerja yang terampil dan dapat mengahadapi tantangan yang ada baik dari dalam maupun dari luar perusahaan. Dengan kata lain perusahaan membutuhkan pekerja yang memiliki prestasi kerja yang baik agar bersaing dengan perusahaan sejenis lainnya. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan akan pekerja yang dimiliki dengan mengadakan pelaksanaan pelatihan kerja bagi pekerja. Pelatihan ini merupakan cara yang paling utama dalam pengembangan pekerja agar pekerja tersebut dapat melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya sehingga prestasi pekerja tersebut meningkat, dan standar yang diharapkan perusahaan dapat tercapai. Pelatihan ini diberikan baik untuk pekerja baru dan pekerja lama, sehingga tiap pekerja dapat meningkatkan pengetahuannya. Melalui pelatihan, pekerja baru dapat mengetahui apa yang

17

Amin Silalahi, 2005, Strategi Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Surabaya, Batavia Press, hlm 32 – 37.


(58)

menjadi tujuan perusahaan dan apa saja kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan tersebut. Sedangkan untuk pekerja lama mereka dapat menambah pengetahuan mereka seiring dengan kemajuan teknologi yang ada sehingga mereka siap menghadapi kemajuan jaman. Dan pada akhirnya para pekerja tersebut diharapkan dapat mampu untuk meningkatkan prestasi kerjanya karena mereka sudah mengetahui secara pasti apa saja yang menjadi tugas tanggung jawab mereka agar tujuan perusahaan dapat tercapai sehingga mereka akan memiliki prestasi kerja yang baik pula. Bahwa program pelaksanaan pelatihan kerja dapat menunjang peningkatan prestasi kerja bagi pekerjanya baik itu pekerja baru maupun pekerja yang sudah lama bekerja, dan pada akhirnya diharapkan dapat menjawab pada pencapaian tujuan perusahaan.18

Tujuan dari pelatihan itu sendiri pada dasarnya adalah suatu deskripsi dari pengetahuan sikap, tindakan, penampilan, dan sebagainya yang diharapkan akan dimiliki oleh sasaran pelatihan pada periode tertentu. Lahirnya tujuan pelatihan disebabkan karena diperlukannya suatu yang efektif dan efisien. Maksud menetapkan tujuan pelatihan agar memudahkan dan mengarahkan penyususnan pelatihan kerja. Tujuan dari pelatihan sebagai berikut:

1. Icreased Productivity

Program pelatihan dapat meningkatkan Job performance pada posisi jabatannya sekarang. Jika level of performance meningkat maka berarti

18

Wijayatiningsih,2006,Pelaksanaan Pelatihan dan Pengaruhnya terhadap Prestasi Kerja,JakartaPress,hlm 21.


(59)

42

peningkatan produktivitas kerja pada akhirnya meningkatkan keuntungan bagi perusahaan.

2. Improved Quality

Dengan adanya pelatihan diharapkan adanya kualitas maupun kuantitas dalam bentuk produk atau jasa yang dihasilkan. Pekerja yang telah mengikuti program pelatihan akan mempunyai pengetahuan lebih baik dan aka memperkecil kesalahan dalam kegiatan operasionalnya.

3. Better Human Resource Planning

Program pelatihan kerja yang baik dapat mempersiapkan tenaga kerja untuk keperluan dimasa datang. Pelatihan pekerja dapat membantu perusahaan untuk mengisi atau memenuhi kebutuhan dan persyaratan personil masa depan.

4. Increased Morale

Jika perusahaan mengadakan pelatihan yang tepat maka iklim dan suasana organisasi pada umumnya akan menjadi lebih baik. Dengan iklim kerja yang sehat maka semangat kerja pekerjanya akan meningkat.

5. Indirect Compensation

Banyak pekerja, khususnya manajer mempertimbangkan kesempatan pelatihan sebagai bagian dari keseluruhan pemberian upah bagi para pekerja. Mereka mengaharapkan perusahaan membayar sejumlah uang untuk program pelatihan yang mengarah pada peningkatan pengetahuan umum keterampilan. Jadi banyak organisasi menawarkan program


(1)

Formulir Hasil Pelatihan kerja bagi Pekerja di PT. Pratama Abadi Industri Kabupaten Sukabumi

EVALUASI HASIL PELATIHAN

Nama :

Pelatihan yang diikuti :

Judul :

Tanggal :

Jumlah Jam :

Lembaga Penyelenggara : Hasil Evaluasi

Menurut pengamatan kami sebagai atasan langsung dari yang bersangkutan,

hasil penelitian tersebut

Tidak Kurang Cukup Banyak Sangat Membantu pekerjan tersebut,dengan alasan dapat memperlancar

pekerjaan sehari-hari. Untuk lebih meningkatkan kemampuan pekerja tersebut

dalam menyelesaikan tugas-tugasnya, maka kami usulkan agar pekerja tersebut

untuk mengikuti pelatihan.

Judul :

Jumlah Jam :

Lembaga Penyelenggara :

Demikian evaluasi yang dapat kami sampaikan, atas kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.

Sumber: Lampiran Formulir Evaluasi Pelatihan Kerja PT. Pratama Abadi Industri.


(2)

UNDANG – UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003

TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB V

PELATIHAN KERJA

Pasal 9

Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan.

Pasal 10

(1) Pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha, baik di dalam maupun diluar hubungan kerja.

(2) Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada standard kompetensi kerja.

(3) Pelatihan kerja dapat dilakukan secara berjenjang.

(4) Ketentuan mengenai tata cara penetapan standard kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 11

Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja.

Pasal 12

(1) Pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi pekerjanya melalui pelatihan kerja.

(2) Peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwajibkan bagi pengusaha yang memenuhi persyaratan yang diatur dengan Keputusan Menteri.

(3) Setiap pekerja/buruh memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya.

Pasal 13

(1) Pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah dan/atau lembaga pelatih kerja swasta.

(2) Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di tempat pelatihan atau tempat kerja. (3) Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


(3)

Pasal 14

(1) Lembaga pelatihan kerja swasta dapat berbentuk badan hokum Indonesia atau perorangan.

(2) Lembaga pelatihan kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memperoleh izin atau mendaftar ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota.

(3) Lembaga pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah mendaftarkan kegiatannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota.

(4) Ketentuan mengenai tata cara perizinan dan pendaftaran lembaga pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 15

Penyelenggara pelatihan kerja wajib memenuhi persyaratan : a. tersedianya tenaga kepelatihan;

b. adanya kurikulum yang sesuai dengan tingkat pelatihan; c. tersedianya sarana dan prasarana pelatihan kerja; dan

d. tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan penyelenggaraan pelatihan kerja. Pasal 16

(1) Lembaga pelatihan kerja swasta yang tealah memperoleh izin dan lembaga pelatihan kerja pemerintah yang telah terdaftar dapat memperoleh akreditas dari lembaga akreditas.

(2) Lembaga akreditas sebagaimana dimaksdu dalam ayat (1) bersifat independen terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

(3) Organisasi dan tata kerja lembaga akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 17

(1) Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten /kota dapat menghentikan sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja, apabila dalam pelaksanaannya ternyata :

a. tidak sesuai dengan arah pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 9; dan/atau

b.tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15.

(2) Penghentian sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), disertai dengan alasan dan saran perbaikan dan berlaku paling lama 6 (enam) bulan.

(3) Pengehentian sementara pelaksaan penyelenggaraan pelatihan kerja hanya dikenakan terhadapa program pelatihan yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 dan pasal 15.

(4) Bagi penyelenggara pelatihan kerja dalam waktu 6(enam) bulan tidak memenuhi dan melengkapi saran perbaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikenakan sanksi penghentian program pelatihan.


(4)

(5) Penyelenggara pelatihan kerja yang tidak menaati dan tetap melaksanakan program pelatihan kerja yang telah dihentikan sebagimana dikmaksud dalam ayat (4) dikenakan sanksi pencabutan izin dan pembatalan pendaftaran penyelenggara pelatihan.

(6) Ketentuan mengenai tata cara penghentian sementara, pengehentian, pencabutan izin, dan pembatalan pendaftaran diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 18

(1) Tenaga kerja bberhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja.

(2) Pengakuan kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi kompetensi kerja.

(3) Sertifikasi kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat pula diikuti oleh tenaga kerja yang telah berpengalaman.

(4) Untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja dibentuk badan nasional sertifikasi profesi yang independen.

(5) Pembentukan badan nasional sertifikasi profesi yang independen sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19

Pelatihan kerja bagi tenaga kerja penyandang cacat dilaksanakan dengan memeperhatikan jenis, derajat kecacatan, an kemampuan tenaga kerja penyandang cacat yang bersngkutan.

Pasal 20

(1) Untuk mendukung peningkatan pelatihan kerja dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, dikembangkan satu sistem pelatihan kerja nasional yang merupakan acuan pelaksanaan pelatihan kerja di semua bidang dan/atau sektor. (2) Ketentuan mengenai bentuk, mekanisme, dan kelembagaan sistem pelatihan

kerja nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 21

Pelatihan kerja dapat diselenggarakan dengan sistem pemagangan. Pasal 22

(1) Pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian pemagangan antara peserta dengan pengusaha yang dibuat secara tertulis.

(2) Perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang-kurangnya memuat ketentuan hak dan kewajiban peserta dan pengusaha serta jangka waktu pemangangan.

(3) Pemagangan yang diselnggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) , dianggap tidak sah dan status peserta berubah menjadi pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan.


(5)

Pasal 23

Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi.

Pasal 24

Pemagangan dapat dilaksanakan di perusahaan sendiri atau ditempat penyelenggaraan pelatihan kerja, atau perusahaan lain, baik di dalam maupun diluar wilayah Indonesia.

Pasal 25

(1) Pemagangan yang dilakukan di luar wilayah Indonesia wajib mendapat izin dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelenggara pemagangan harus berbentuk badan hokum Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Ketentuan mengenai tata cara perizinan pemagangan di luar wilayah Indonesia sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 26

(1) Penyelenggaraan pemagangan di luar wilayah Indonesia harus memeperhatikan : a. harkat dan martabat bangsa Indonesia;

b. penguasaan kompetensi yang lebih tinggi; dan

c. perlindungan dan kesejahteraan peserta pemagangan, termasuk melaksanakan ibadahnya.

(2) Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan pelaksanaan pemagangan di luar wilayah Indonesia apabila di dalam pelaksanaannya ternyata tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 27

(1) Menteri dapat mewajibkan kepada perusahaan yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan program pemagangan.

(2) Dalam menetapkan persyaratan sebgaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri harus memperhatikan kepentingan perusahaan, masyaratakat, dan Negara.

Pasal 28

(1) Untuk memberikan saran dan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan serta melakukan koordinasi pelatihan kerja dan pemagangan dibentuk lembaga koordinasi pelatihan kerja nasional.

(2) Pembentukan, keanggotaan, dan tata kerja lembaga koordinasi pelatihan kerja sebagimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Keputusan Presiden.

Pasal 29

(1) Pemerintahan pusat dan /atau Pemerintahan Daerah melakukan pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan.


(6)

(2) Pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan ditunjukan kea rah peningkatan relevansi, kualitas, dan efisiensipenyelenggaraan pelatihan kerja dan produktivitas.

(3) Peningkatan produktivitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilaukan melalui pengembangan budaya produktif, etos kerja, teknologi, dan efisiensi kegiatan ekonomi, menuju terwujudnya produktivitas nasional.

Pasal 30

(1) Untuk meningkatkan produktivitas sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (2) dibentuk lembaga produktivitas yang bersifat nasional.

(2) Lembaga produktivitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berbentuk jejaring kelembagaan pelayanan peningkatan produktivitas, yang bersifat lintas sektor maupun daerah.

(3) Pembentukan, keanggotaan, dan tata kerja lembaga produktivitas nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Keputusan Presiden.