I. PENDAHULUAN HABITAT BERTELUR DAN TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU ABU-ABU (Lepidochelys olivacea Eschsholtz 1829 ) DI PANTAI SAMAS DAN PANTAI TRISIK YOGYAKARTA.

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Enam dari tujuh spesies penyu laut ditemukan di Indonesia, yaitu penyu
belimbing (Dermochelys coriacea Linnaeus), penyu sisik (Eretmochelys
imbricata Linnaeus), penyu hijau (Chelonia mydas Linnaeus), penyu abu-abu atau
lekang (Lepidochelys olivacea Eschscholtz), penyu tempayan (Caretta carreta
Linnaeus), serta penyu pipih (Natator depressus Garman). IUCN (International
Union for the Conservation of Nature) menetapkan status penyu belimbing dan
penyu sisik dalam kategori kritis (critically endangered) sedangkan penyu hijau,
penyu tempayan dan penyu abu-abu dikategorikan hewan terancam punah
(endangered) dan penyu pipih dikategorikan rentan (vulnerable) (Chandra, 2001;
IUCN, 2006). Pemerintah Indonesia telah menetapkan semua jenis penyu sebagai
satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999
tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar (Chandra, 2001).
Penelitian biologi sangat diperlukan untuk menunjang program
konservasi. Salah satu penelitian tersebut adalah biologi reproduksi. Penelitian
biologi reproduksi penyu laut mencakup pemilihan lokasi sarang, perilaku dan
waktu bertelur, jumlah dan ukuran sarang dan telur, masa inkubasi, keberhasilan
bertelur dan menetas, serta pengaruh faktor lingkungan terhadap sarang di suatu
pantai peneluran. Penelitian biologi reproduksi pada penyu laut dapat memberikan
informasi


dasar

untuk

mengestimasi

kemampuan

pemeliharaan

dan

pengembangan (restocking) pada program penetasan telur-telur di suatu lokasi
peneluran alami (Halim et al., 2005).

Penelitian biologi reproduksi yang dilakukan secara terus menerus dapat
juga sebagai dasar dalam upaya perlindungan habitat peneluran alami. Akan
tetapi, penelitian biologi reproduksi penyu laut di Indonesia belum banyak
dilakukan. Selama ini penelitian yang dilakukan mengenai biologi penyu laut

adalah kajian karakteristik habitat bertelur penyu abu-abu (Lepidochelys olivacea
Eschscholtz) dan identifikasi baik penyu maupun tukik (anak penyu) oleh Sutarto
(2003) dan Af-Idati (2005) di salah satu pantai tempat peneluran, yaitu Pantai
Samas.
Lokasi peneluran alami penyu laut di Provinsi Yogyakarta adalah Pantai
Samas dan Pantai Trisik. Berdasarkan informasi Rujito, Ketua FKPB (Forum
Konservasi Penyu Bantul) DIY, di pantai tersebut terdapat 4 jenis penyu laut,
yaitu penyu abu-abu (Lepidochelys olivacea Eschscholtz), penyu belimbing
(Dermochelys coriacea Linnaeus), penyu

sisik (Eretmochelys imbricata

Linnaeus), dan penyu hijau (Chelonia mydas Linnaeus). Jenis penyu yang
dominan di Pantai Samas dan Trisik adalah penyu abu-abu (Lepidochelys olivacea
Eschscholtz).
Berdasarkan penelitian Sutarto (2003) dan Af-Idati (2005), beberapa
jenis vegetasi yang tumbuh di Pantai Samas Yogyakarta adalah Ipomea pescaprae, Spinifex littoreus, Pandanus tectorius, Calotropis gigantea, Cyperus
rotundus. Pantai Samas memiliki lebar pantai yang sempit (25–34,56 meter) dan
tergolong landai (4,2–7,6 %) dengan tekstur pasir pantai yang berukuran sedang
dan berbentuk sub angular low sphericity. Hasil penelitian Sutarto (2003)


menunjukkan bahwa sarang telur di Pantai Samas ditemukan di daerah yang bebas
banjir pasang air laut di daerah supratidal (13,758 meter dari batas air pasang).
Hasil pengukuran suhu sarang alami pada kedalaman 50 cm oleh Sutarto (2003)
dan Af-Idati (2005) menunjukkan sebesar 27–34°C. Menurut Ackerman (1997),
besaran suhu sarang tersebut termasuk dalam kisaran normal untuk perkembangan
embrio telur penyu. Berdasarkan hasil penelitian di habitat peneluran penyu abuabu (lekang), Pantai Samas Yogyakarta, kadar air sarang alami pada kedalaman
50 cm sebesar 3,37 % dan pH pasir 6,7 (Sutarto, 2003; Af-Idati, 2005). Hasil
penelitian tersebut menurut Ackerman (1997) menunjukkan bahwa kadar air
sarang alami di Pantai Samas tergolong minimum sehingga dapat menimbulkan
kerusakan telur. Hasil penelitian Af-Idati (2005) menunjukkan persentase
penetasan pada penetasan alami adalah 0% (terendam air laut) dan 88% dengan
rata-rata masa inkubasi adalah 50 hari. Persentase penetasan pada penetasan semi
alami adalah 75-94% dengan rata-rata masa inkubasi 50 hari.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Sutarto (2003) dan Af-Idati (2005)
belum memberikan informasi mengenai pengaruh faktor fisik dan kimia pada
pantai peneluran terhadap tingkat keberhasilan penetasan telur penyu abu-abu
(Lepidochelys olivacea Eschscholtz) di Pantai Samas. Oleh karena itu, studi
ilmiah mengenai tingkat keberhasilan telur menetas penyu abu-abu baik di sarang
alami maupun semi alami di Pantai Samas dan Pantai Trisik perlu dilakukan.

Penelitian mengenai kondisi habitat bertelur dan tingkat keberhasilan telur
menetas di Pantai Samas dan Pantai Trisik perlu dilakukan karena diharapkan
dapat sebagai pendorong untuk menetapkan status populasi dan status

perlindungan habitat bersarang penyu laut serta dapat meningkatkan strategistrategi konservasi penyu laut. Selama ini upaya konservasi yang umum dilakukan
adalah penetasan telur semi alami, pemeliharaan, penandaan dan pelepasan
kembali induk dan anak penyu ke alam (Nuitja, 1992).
B. Perumusan Masalah
Bagaimana tingkat keberhasilan penetasan telur dan karakter habitat
bertelur penyu abu-abu (Lepidochelys olivacea Eschscholtz) di Pantai Samas dan
Pantai Trisik Yogyakarta?
C. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui tingkat keberhasilan penetasan telur penyu abu-abu (Lepidochelys
olivacea Eschscholtz) di Pantai Samas dan Pantai Trisik Yogyakarta.
2. Mengetahui karakter habitat bertelur penyu abu-abu (Lepidochelys olivacea
Eschscholtz) di Pantai Samas dan Pantai Trisik Yogyakarta.
D. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi secara ilmiah
mengenai tingkat keberhasilan penetasan telur dan kondisi habitat bertelur penyu

abu-abu (Lepidochelys olivacea Eschscholtz) dalam upaya pelestariannya di
Pantai Samas dan Pantai Trisik Yogyakarta.

Dokumen yang terkait

Pantai Perancak di Kabupaten Jembrana, Bali sebagai Habitat Peneluran Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea E.)

0 8 62

Analisis keberhasilan penetasan telur penyu hijau (Chelonia mydas L.) dalam sarang semi alami di Pantai Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi

0 7 72

SKRIPSI HABITAT BERTELUR DAN TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU ABU-ABU (Lepidochelys olivacea Eschsholtz 1829 ) DI PANTAI SAMAS DAN PANTAI TRISIK YOGYAKARTA.

0 4 13

II. TINJAUAN PUSTAKA HABITAT BERTELUR DAN TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU ABU-ABU (Lepidochelys olivacea Eschsholtz 1829 ) DI PANTAI SAMAS DAN PANTAI TRISIK YOGYAKARTA.

0 3 15

V. SIMPULAN DAN SARAN HABITAT BERTELUR DAN TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU ABU-ABU (Lepidochelys olivacea Eschsholtz 1829 ) DI PANTAI SAMAS DAN PANTAI TRISIK YOGYAKARTA.

0 4 24

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK HABITAT BERTELUR PENYU LEKANG (LEPIDOCHELYS OLIVACEA) DI SEBAGIAN PESISIR PANTAI Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Habitat Bertelur Penyu Lekang(Lepidochelys Olivacea)Di Sebagian Pesisir Pantai Pelangi Kabupaten Bantul.

0 11 13

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK HABITAT BERTELUR PENYU LEKANG (LEPIDOCHELYS Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Habitat Bertelur Penyu Lekang(Lepidochelys Olivacea)Di Sebagian Pesisir Pantai Pelangi Kabupaten Bantul.

0 3 15

PENDAHULUAN Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Habitat Bertelur Penyu Lekang(Lepidochelys Olivacea)Di Sebagian Pesisir Pantai Pelangi Kabupaten Bantul.

2 11 32

DAFTAR PUSTAKA Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Habitat Bertelur Penyu Lekang(Lepidochelys Olivacea)Di Sebagian Pesisir Pantai Pelangi Kabupaten Bantul.

0 5 5

PENGARUH PERBEDAAN KARAKTERISTIK PASIR PANTAI TERHADAP PERSENTASE KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU LEKANG (Lepidochelys olivacea) DALAM UPAYA KONSERVASI PENYU DI BALI.

1 1 12