Suksesi dan klimaks
10.4. Suksesi dan klimaks
Dalam hidup sehari-hari, Kalian tentu sering melihat hidup matinya tanaman di pekarangan rumah atau hewan yang memakan tumbuhan atau hewan lainnya. Di sekitar kita, cendawan mendaur ulang bahan-bahan kimiawi, penyusun komponen biotik setiap eksosistem. Dalam hal ini ekosistem bersifat dinamis.
Pernahkah kalian melihat bekas areal sawah yang dibiarkan pemiliknya? Atau sebidang halaman rumah yang berumput yang rapi dan teratur sebagai sebuah lingkungan yang stabil. Lingkungan seperti ini tidak menyebabkan terjadinya perubahan komunitas karena rumput dipotong secara rutin. Dalam kondisi alamiah, halaman rumput yang tidak terawat akan banyak ditumbuhi oleh semak. Semak akan tumbuh membentuk hutan. Pada kondisi tertentu, pertumbuhan hutan akan terhenti, dikenal sebagai proses suksesi.
Vegetasi yang pertama muncul dalam proses suksesi pelopor/perintis, biasanya terdiri atas kelompok sianobakteria (alga biru-kehijauan). Kehadiran kelompok ini akan menciptakan kondisi lingkungan yang lebih baik, sehingga memacu perkecambahan dan pertumbuhan kelompok-kelompok lainnya. Suksesi akan mencapai klimaks, bila terbentuk suatu komunitas tertentu yang komposisi populasinya relatif tetap dan stabil. Disebut komunitas klimaks.
Komunitas klimaks merupakan akhir dari serangkaian proses suksesi. Artinya, komunitas demikian dapat dicapai setelah melalui beberapa tahap suksesi. Tiap-tiap tahap suksesi disebut tahap suksesional, sedangkan seluruh rangkaian tahapan suksesi dikenal dengan istilah sere. Beberapa ciri komunitas klimaks antara lain adalah: mampu menyokong kehidupan seluruh spesies yang hidup didalamnya dan mengandung lebih banyak makhluk hidup dan macam interaksi dibandingkan komunitas suksesional. Contoh komunitas klimaks adalah suksesi rawa menjadi daratan.
Tipe komunitas klimaks yang berkembang dibedakan oleh faktor- faktor pembatas lingkungan. Di daerah dimana air merupakan faktor pembatas, komunitas klimaksnya adalah gurun. Pada daerah pegunungan, komunitas klimaksnya terdiri dari lumut kerak dan lumut, jarang terdapat pohon karena faktor pembatasnya adalah suhu, air, dan angin. Sepanjang kondisi lingkungan menjadi konstan, maka komunitas klimaks akan tetap bertahan.
Sebuah tatanan lingkungan yang terbentuk dari ekosistem alami yang mengalami perusakan disebut ekosistem suksesi. Dibedakan atas 2 bentuk, yaitu:
a. Suksesi primer Terbentuk pada substrat batu, seperti penutupan tanah oleh timbunan abu setelah letusan gunung merapi. Contohnya suksesi Gunung Krakatau dan Gunung Batur. Di Indonesia, proses suksesi primer berhasil diamati di daerah bekas Gunung Krakatau yang meletus dahsyat pada tahun 1883. Kawasan yang sebelumnya tertutup lapisan lahar membatu, mulai muncul makhluk pioner (liken).
b. Suksesi sekunder Terbentuk pada substrat lama yang telah rusak akibat aktivitas manusia. Misalnya, penebangan hutan di Bukit Lawang atau pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera pada tahun 2001 dan 2003.
Peristiwa tersebut telah menimbulkan berbagai masalah, baik yang bersifat lokal maupun regional. Asap yang berasal dari kebakaran hutan tersebut dapat menyebabkan udara dipenuhi oleh
gas karbondioksida (CO 2 ), serta gas yang dapat mengganggu sistem pernafasan manusia dan makhluk hidup lainnya. Ratusan jenis tumbuhan dan hewan terbakar. Ribuan plasma nutfah hilang tiada bekas. Selain itu, banyak hewan yang terpaksa meninggalkan habitatnya karena rusak atau sumber makanannya berupa tumbuhan mati terbakar. Tumbuhan dan hewan kehilangan kesempatan untuk hidup, berinteraksi dan berkembang biak.
Selanjutnya hutan tersebut sekarang telah mengalami pemulihan secara bertahap, dari satu vegetasi ke vegetasi lainnya dalam kurun waktu yang cukup panjang. Proses perubahan vegetasi ini berlangsung terus-menerus, dari komunitas sederhana menjadi kompleks, disebut suksesi sekunder.
Gangguan yang menyebabkan terjadinya suksesi sekunder dapat berasal dari peristiwa alami atau akibat kegiatan manusia. Gangguan alami misalnya angin topan, erosi, banjir, kebakaran, pohon besar yang tumbang, aktivitas vulkanik, dan kekeringan hutan.
Proses suksesi sangat terkait dengan faktor lingkungan, seperti letak lintang, iklim, dan tanah. Lingkungan sangat menentukan pembentukan struktur komunitas klimaks. Misalnya jika suksesi berlangsung di daerah beriklim kering, maka proses tersebut akan terhenti (klimaks) pada tahap komunitas rumput.
Jika suksesi berlangsung di iklim dingin dan basah maka proses suksesi akan terhenti pada komunitas (hutan) konifer, serta jika berlangsung di daerah iklim hangat dan basah maka kegiatan yang sama akan terhenti pada hutan hujan tropik.
Laju proses suksesi sangat beragam, tergantung kondisi lingkungan. Proses suksesi pada daerah hangat, lembab, dan subur dapat berlangsung selama seratus tahun.
Suksesi pada daerah yang ekstrim, misalnya di puncak gunung, lereng Danau Toba, atau daerah yang sangat kering berlangsung ribuan tahun. Proses suksesi terjadi di daratan dan perairan, pada dua kelompok yaitu tumbuhan dan hewan.