Perencanaan golongan pemberian air untuk optimisasi penyaluran air irigasi di daerah irigasi jatiluhur menggunakan algoritman genetik

PERENCANAAN GOLONGAN PEMBERIAN AIR UNTUK
OPTIMISASI PENYALURAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI
JATILUHUR MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK

GANI SOEHADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

ABSTRACT
GANI SOEHADI. The Planning of Block System for Optimizing the Distribution
of Irrigation Water in Jatiluhur Irrigation Area by using Genetic Algorithm.
Supervised by BAMBANG PRAMUDYA, SETYO PERTIWI dan ERIZAL.
The first objective of this research is to obtain a model for optimizing
block irrigation as a part of irrigation management. The result is SIMPERA model
which can be used in the planning of block irrigation system for irrigating paddy
and non-paddy fields.
The determination of block irrigation system is influenced by several type
of inputs, namely spatial parameters (positions, distances and areas) of tertiary

fields from water resources, environment parameters (rain, water availability and
soil physics), production cost (machinery, seeds and fertilizer) and labours.
Fields areas of each block in planting season were predicted based on
historical data of paddy fields areas. The result was then used for allocating
tertiary fields on each block as a base for optimizing block areas by utilizing
Genetic Algorithm to obtain maximum profit for the irrigation area.
Calculation of irrigation water requirement (I) showed that four simulation
scenarios (S1, S2, S3 and S4) can save irrigation water compared to scenario
based on existing planting pattern (S0). S1 gave about 45% saving, S2 is about
17%, S3 is about 43% and S4 gave about 35% saving on water irrigation
requirement compared to S0.
Optimization results showed that S1, S2, S3 and S4 are more profitable
than S0. S0’s profit was Rp. 2.700.000 per ha per year on average. S1 gave the
largest additional profit which was Rp.1.300.000 per ha per year, while S2 gave
the least one which was Rp.100.000 per ha per year.
This research used Genetic Algorithm’s operators namely elitist selection,
uniform crossover and reciprocal exchange mutation. Crossover probability was
0,5 and mutation probability was 0,05. Optimization stopped when the maximum
profit unchanged for the last five consecutive iterations.
The second objective of this research is to obtain rotation irrigation model

to substitute block irrigation system when water availability is less than water
irrigation requirement. Durations of rotational irrigation and irrigation intervals
are then calculated.
Result showed that the area and distance of tertiary fields to water
resources give influences on water losses along canals during distribution of water
and in turn causes changes in the duration of existing rotation irrigation. On
average, the durations of rotation irrigation in upland lowland fields on Jun1 were
47,2 hours and 61,2 hours respectively for each tertiary field. While in Agt2, the
duration of rotation irrigation in upland and lowland fields were 59,7 and 79,1
hours respectively for each tertiary fields.
The growth stage of plants influences the duration of interval irrigation,
because the larger water irrigation requirement, the faster interval irrigation is.
The duration of interval irrigation in upland fields on Jun1 and Agt2 were 190,4
and 166,8 hours respectively for each tertiary fields.

ABSTRAK
GANI SOEHADI. Perencanaan Golongan Pemberian Air Untuk Optimisasi
Penyaluran Air Irigasi di Daerah Irigasi Jatiluhur Dengan Menggunakan
Algoritma Genetik. Dibimbing oleh BAMBANG PRAMUDYA, SETYO
PERTIWI dan ERIZAL.

Tujuan pertama dari penelitian adalah untuk mendapatkan rekayasa model
optimisasi golongan pemberian air sebagai bagian dari manajemen irigasi. Untuk
itu disusun model SIMPERA, yang dapat digunakan dalam perencanaan pokok
sistem irigasi golongan untuk tanaman padi dan palawija.
Penentuan golongan pemberian air dipengaruhi oleh beberapa jenis
masukan, yaitu spasial (posisi, jarak dan luas) petak tersier terhadap sumber air,
lingkungan (curah hujan, debit dan fisika tanah), biaya produksi (mesin dan sarana
produksi pertanian) dan tenaga kerja.
Berdasarkan data luas tanam terdahulu dilakukan pendugaan luas tanam
setiap golongan pada setiap musim tanam. Dari hasil pendugaan luas tanam dan
masukan lainnya, ditentukan alokasi petak tersier pada setiap golongan sebagai
dasar optimisasi luas golongan menggunakan Algoritma Genetik untuk
mendapatkan keuntungan wilayah yang maksimum.
Hasil perhitungan kebutuhan air irigasi (I) menunjukkan ke empat skenario
simulasi (S1, S2, S3 dan S4) dapat menghemat pemberian air irigasi dibandingkan
dengan skenario didasarkan pada pola umum musim tanam yang berlaku saat ini
(S0). S1 memberikan penghematan sebesar 45%, S2 sebesar 17%, S3 sebesar
43% dan S4 sebesar 35% bila dibandingkan dengan S0.
Hasil optimisasi menunjukkan keuntungan dari S1, S2, S3 dan S4 lebih
besar dari keuntungan dengan pola tanam S0. Rata-rata keuntungan S0 adalah Rp

2 700 000 per ha per tahun. S1 memberikan selisih keuntungan terbesar terhadap
S0 yaitu Rp 1 300 000 per ha per tahun, sedangkan S2 memberikan selisih
keuntungan terkecil yaitu Rp 100 000 per ha per tahun.
Operator Algoritma Genetik yang dipergunakan meliputi seleksi elitist,
reproduksi (crossover) teknik uniform, dan mutasi reciprocal exchange untuk
operator mutasi. Nilai probabilitas crossover sebesar 0,5 dan mutasi sebesar 0,05.
Optimisasi dihentikan bila nilai keuntungan maksimum tidak mengalami
perubahan dalam lima generasi berturut-turut.
Tujuan kedua dari penelitian adalah mendapatkan rekayasa model sistem
irigasi rotasi untuk menggantikan sistem irigasi golongan bila ketersediaan air
kurang dari kebutuhan irigasi.
Hasil penelitian menunjukkan, luas dan jarak petak tersier ke sumber air
berpengaruh terhadap kehilangan air selama penyaluran dan pada gilirannya
menyebabkan perubahan standar waktu irigasi rotasi. Durasi rata-rata irigasi rotasi
di bagian hulu dan hilir pada periode Jun1 adalah 47,2 jam dan 61,2 jam per petak
tersier. Durasi rata-rata irigasi rotasi di bagian hulu dan hilir pada periode Agt2
adalah 59,7 jam dan 79,1 jam per petak tersier.
Umur tanaman berpengaruh terhadap durasi antar irigasi, karena semakin
besar kebutuhan air irigasi, semakin cepat pula durasi antar irigasinya. Durasi
antar irigasi di bagian hulu pada periode Jun1 adalah 190,4 jam per petak tersier,

sedangkan untuk bagian hulu pada periode Agt2 adalah 166,8 jam per petak
tersier.

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Perencanaan Golongan Pemberian
Air Untuk Optimisasi Penyaluran Air Irigasi Di Daerah Irigasi Jatiluhur
Menggunakan Algoritma Genetik adalah karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Oktober 2005

Gani Soehadi
NIM 995105

PERENCANAAN GOLONGAN PEMBERIAN AIR UNTUK
OPTIMISASI PENYALURAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI

JATILUHUR MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK

GANI SOEHADI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Departemen Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

Judul Disertasi : Perencanaan

Golongan Pemberian Air Untuk Optimisasi

Penyaluran Air Irigasi Di Daerah Irigasi Jatiluhur Dengan
Menggunakan Algoritma Genetik

Nama

: Gani Soehad i

NIM

: 995105

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng.
Ketua

Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr.
Anggota

Dr. Ir. Erizal, M.Agr.
Anggota


Diketahui

Ketua Departemen Keteknikan
Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 23 September 1966 dari ayah
Soehadi dan ibu Endang Tyastoeti sebagai putra pertama dari tiga bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi
Industri ITS, lulus pada tahun 1991. Pada tahun 1996, penulis diterima di program
Master of Information Science pada Department of Computer and Software
Engineering UNSW Sydney dan menamatkannya pada tahun 1997. Kesempatan
untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Ilmu Keteknikan

Pertanian IPB diperoleh pada tahun 1999. Beasiswa pendidikan diperoleh dari
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Penulis bekerja sebagai peneliti di Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi sejak tahun 1994 dan ditempatkan di Jakarta. Bidang penelitian yang
menjadi tanggung jawab peneliti ialah pengkajian kebijakan difusi teknologi.

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak September 2003 ini ialah irigasi, dengan
judul Perencanaan Golo ngan Pemberian Air Untuk Optimisasi Penyaluran Air
Irigasi Di Daerah Irigasi Jatiluhur Menggunakan Algoritma Genetik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang
Pramudya M.Eng, Ibu Dr. Ir. Setyo Pertiwi M.Agr, dan Bapak Dr. Ir. Erizal
M.Agr selaku komisi pembimbing. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan
kepada Bapak Dr. Ir. I Wayan Astika M.Agr dan Bapak Dr. Ir. Darmadi SU
selaku penguji luar komisi. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Pimpinan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi atas bantuan yang
diberikan selama pendidikan, serta Bapak Endang Kamil dan Bapak Muradih dari

Perum Jasa Tirta II Seksi Lemahabang yang telah membantu selama pengumpulan
data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada isteri penulis Diah
Handayani, bapak, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2005

Gani Soehadi

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………………...

ix

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..

xi


DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………..

xiv

PENDAHULUAN ………………………………………………………..

1

TINJAUAN PUSTAKA
Pendekatan Sistem ………………………………………………..
Kebutuhan Air Tanaman ………………………………………….
Pemenuhan Kebutuhan Air Tanaman …………………………….
Sistem Irigasi ……………………………………………………..
Curah Hujan ……………………………………………………….
Efisiensi Irigasi ……………………………………………………
Kebutuhan Air Irigasi ……………………………………………..
Sistem Irigasi Rotasi ………………………………………………
Budidaya Padi dan Palawija ………………………………………
Optimisasi …………………………………………………………

10
12
19
19
24
34
37
37
44
46

ALGORITMA GENETIK
Kromosom ………………………………………………………...
Representasi ……………………………………………………….
Operator …………………………………………………………...
Parameter Operator ……………………………………………….
Tahapan Algoritma Genetik ………………………………………
Pembentukan Populasi B aru ………………………………………
Pengujian Teknik Operator ………………………………………..

53
53
55
63
65
66
67

METODE
Pendekatan Sistem ………………………………………………...
Analisis Kebutuhan ……………………………………………….
Formulasi Masalah ………………………………………………..
Identifikasi Sistem ………………………………………………..
Pengambilan Data …………………………………………………
Model Optimisasi Pemberian Air Irigasi ………………………….
Skenario Analisis ………………………………………………….

68
70
72
73
78
80
100

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Penelitian ……………………………….
Hasil Pengujian Teknik Operator …………………………………
Hasil Optimisasi …………………………………………………..
Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi ………………………………..

101
115
121
123

vii

Halaman
Analisis Hasil Simulasi Golongan ………………………………...
Alternatif Sistem Irigasi Rotasi …………………………………...
Sistem Pendukung Keputusan …………………………………….
Pertimbangan Pada Perencanaan SIMPERA ……………………...
Rancang Bangun Model …………………………………………..
Operasionalisasi Program SIMPERA ……………………………..
Tampilan Program SIMPERA …………………………………….

135
142
158
162
163
174
178

SIMPULAN ……………………………………………………………….

194

SARAN ……………………………………………………………………

195

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..

196

LAMPIRAN ………………………………………………………………

203

viii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Golongan petak tersier (rendeng) sebelum dioptimisasi…………………

203

2 Hasil optimisasi Skenario 1 untuk musim rendeng………………………

207

3 Spesifikasi irigasi rotasi bagian hulu periode Jun1 …………………….

211

4 Spesifikasi irigasi rotasi bagian hilir periode Jun1 ……………………..

212

5 Spesifikasi irigasi rotasi bagian hulu periode Agt1 ……………………..

213

6 Spesifikasi irigasi rotasi bagian hilir periode Agt2 ……………………...

214

7 Alokasi waktu pola tanam untuk setiap skenario ………………………..

215

8 Grafik faktor tanaman (Kc) terhadap usia tanaman ……………………..

218

9 Kode sumber SIMPERA ………………………………………………...

219

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Indikasi kebutuhan air oleh tanaman d alam berbagai kondisi iklim ……..

13

2 Nilai Kc untuk tanaman padi …………………………………………….

16

3 Nilai Kc untuk tanaman palawija ………………………………………...

16

4 Koefisien tanaman palawija ……………………………………………...

17

5 Hubungan tekstur, kemiringan dan perkolasi ……………………………

19

6 Kelas fisiografik lahan …………………………………………………...

19

7 Pengaruh iklim terhadap kebutuhan air tanaman ………………………...

25

8 Hujan efektif (RE) ………………………………………………………..

33

9 Nilai indikasi efisiensi penyaluran dengan tingkat pemeliharaan baik …..

35

10 Nilai indikasi dari efisiensi pemberian air (Ea) …………………………

36

11 Harga efisiensi untuk tanaman palawija ………………………………...

36

12 Peningkatan keb utuhan tenaga kerja pada produksi beras ………………

45

13 Kebutuhan tenaga kerja pada produksi palawija ………………………..

45

14 Kelas jarak pintu air tersier ke sumber beserta nilainya ………………...

88

15 Penilaian waktu panen untuk petak tersier ………………………………

89

16 P enilaian tingkat ketersediaan saprodi untuk p etak tersier ……………...

90

17 Penilaian tingkat ketersediaan tenaga kerja di daerah irigasi …………...

91

18 Penilaian ketersediaan layanan jasa traktor di daerah irigasi ……………

92

19 Skenario pengujian model optimisasi …………………………………...

99

20 Daerah irigasi yang termasuk wilayah otoritas PJT II …………………..

101

21 Nilai perkolasi pada setiap tahap pertumbuhan tanaman padi …………..

102

22 Nilai pengujian probabilitas mutasi ……………………………………..

117

23 Pengujian teknik crossover ……………………………………………...

118

24 Pengujian teknik seleksi …………………………………………………

119

25 Pengujian teknik mutasi …………………………………………………

120

26 Data luas golongan ………………………………………………………

121

27 Peluang kejadian relatif dan peluang kumulatif dari luas golongan …….

122

28 Nilai awal luas golongan dari hasil inisialisasi ………………………….

123

29 Nilai ETo di wilayah Pengamat Irigasi Cikarang ……………………….

124

ix

Halaman
30 Debit air tersedia di Bendung Cibeet ……………………………………

124

31 Kebutuhan air irigasi menggunakan Skenario 0 ………………………...

125

32 Kebutuhan air irigasi menggunakan S kenario 1 ………………………...

127

33 Kebutuhan air irigasi menggunakan S kenario 2 ………………………...

128

34 Kebutuhan air irigasi menggunakan S kenario 3 ………………………...

130

35 Kebutuhan air irigasi menggunakan Skenario 4 ………………………...

131

36 Hasil simulasi o ptimisasi dan perhitungan keuntungan tiap skenario …..

141

37 Detil jenis masukan proses perencanaan irigasi rotasi …………………..

144

38 Detil proses perencanaan irigasi rotasi ………………………………….

144

39 Pembagian daerah irigasi ………………………………………………..

145

40 File-file yang digunakan dalam Basisdata Irigasi ……………………….

164

41 Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak ……………………….

177

x

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Jarak dari inlet tersier ……………………………………………………

20

2 Plot distribusi normal dengan berbagai macam variasi σ ………….……

28

3 Plot distribusi log-normal dengan beberapa nilai standar deviasi ………

29

4 Plot kurva d ata pengamatan ……………………………………………..

31

5 Simpanan genangan air pada padi sawah ………………………………..

43

6 Penentuan durasi antar irigasi untuk tanaman padi ……………………..

44

7 Ruang pencarian …………………………………………………………

46

8 Pengkodean kromosom ………………………………………………….

56

9 Diagram alir seleksi roulette-wheel ……………………………………..

59

10 Ilustrasi crossover 1-point untuk bilangan biner ……………………….

60

11 Kromosom parent untuk ilustrasi crossover 1 -point …………………..

61

12 Kromosom child yang dihasilkan dari crossover 1-point ………………

61

13 Ilustrasi teknik crossover modifikasi …………………………………...

62

14 Ilustrasi metode crossover 1-point menghasilkan kromosom child …….

62

15 Kromosom parent untuk ilustrasi crossover uniform …………………..

63

16 Kromosom child yang dihasilkan dari crossover uniform ……………...

63

17 Ilustrasi proses mutasi …………………………………………………..

64

18 Ilustrasi mutasi reciprocal exchange …………………………………...

64

19 Ilustrasi mutasi creep …………………………………………………...

65

20 Ilustrasi mutasi acak …………………………………………………….

65

21 Tahapan kerja dalam pendekatan sistem ………………………………..

71

22 Diagram sebab akibat optimisasi pemberian air irigasi ………………...

76

23 Diagram masukan keluaran optimisasi pemberian air irigasi …………..

77

24 Wilayah Pengamat Irigasi Cikarang Perum Jasa Tirta II ……………….

79

25 Struktur model optimisasi pemberian air irigasi …………………….….

80

26 Tahapan Algoritma Genetik untuk optimisasi golongan ……………….

81

27 Contoh representasi kromosom P&P …………………………………...

85

28 Prosedur algoritma greedy untuk penentuan golongan …………………

88

29 Struktur organisasi Perum Jasa Tirta II ………………………………… 106

xi

Halaman
30 Manajemen Sistem Irigasi ………………………………………………

107

31 Parameter Temporal-Spasial pada perencanaan strategi pelayanan
irigasi ……………………………………………………………………

109

32 Sistem dan mekanisme penentuan kebutuhan air irigasi di Jatiluhur …..

112

33 Struktur organisasi formal kelembagaan irigasi ………………………..

113

34 Perbandingan ETc + P terhadap RE untuk Skenario 1 di Golongan II ...

133

35 Perbandingan kebutuhan air irigasi untuk setiap skenario ……………..

133

36 Konfigurasi petak tersier berdasarkan Skenario 0 ……………………..

136

37 Konfigurasi petak tersier berdasarkan Skenario 1 ……………………..

136

38 Hasil keuntungan dengan menggunakan Skenario 1 …………………..

138

39 Hasil keuntungan dengan menggunakan Skenario 2 …………………..

138

40 Hasil keuntungan dengan menggunakan Skenario 3 …………………..

139

41 Hasil keuntungan dengan menggunakan Skenario 4 …………………..

140

42 Struktur proses perencanaan irigasi rotasi ……………………………...

143

43 Durasi konvensional dan durasi irigasi SS Sukatani ……………………

148

44 Durasi konvensional dan durasi irigasi SS Rengasbendung…………….

149

45 Durasi konvensional dan durasi irigasi SS Rawakuda …………………

150

46 Durasi konvensional dan durasi irigasi SS Gelonggong ……………….

152

47 Durasi konvensional dan duras i irigasi SS Kahuripan …………………

153

48 Durasi konvensional dan durasi irigasi SS Kb Lompong ………………

153

49 Durasi konvensional dan durasi irigasi SS Kendayakan ……………….

155

50 Durasi konvensional dan durasi irigasi SS Kalenderwak ………………

156

51 Durasi konvensional dan durasi irigasi SS Lemahabang ……………….

157

52 Konfigurasi model SIMPERA ………………………………………….

161

53 Struktur menu SIMPERA ………………………………………………

170

54 Rencana operasional SPK SIMPERA …………………………………..

173

55 Arsitektur jaringan komputer SPK SIMPERA …………………………

175

56 Diagram alir model SIMPERA …………………………………………

176

57 Tampilan judul SIMPERA ……………………………………………..

178

58 Tampilan menu utama SIMPERA ……………………………………...

179

59 Memilih submenu Pilih Database ………………………………………

179

xii

Halaman
60 Pesan konfirmasi pemilihan basisdata IRIGASI ……………………….

180

61 Pemilihan submenu Isi Musim Tanam …………………………………

180

62 Pengisian Tahun Musim Tanam ………………………………………..

181

63 Pemilihan submenu Isi Data Lahan …………………………………….

181

64 Pemilihan informasi wilayah …………………………………………...

182

65 Tampilan untuk memasukkan data rencana tanam …………………….

182

66 Tampilan rencana tanam ……………………………………………….

183

67 Pemasukkan atau menampilkan data tanah dan iklim ………………….

183

68 Pemasukan atau menampilkan data pemilik lahan ……………………..

184

69 Pemasukan atau menampilkan data Perkolasi/Efisiensi ………………..

184

70 Pemasukan atau melihat data iklim dan curah hujan …………………...

185

71 Tampilan untuk memilih submenu Isi Data Tanaman………………….

185

72 Pemasukan atau melihat data tanaman …………………………………

186

73 Tampilan untuk memilih submenu Penen tuan Golongan ………………

186

74 Hasil simulasi proses optimisasi penentuan golongan ………………….

187

75 Tampilan hasil proses optimisasi penentuan golongan …………………

187

76 Tampilan hasil penentuan golongan menggunakan SIG ……………….

188

77 Pilihan untuk menampilkan kebutuhan air irigasi ……………………...

188

78 Tampilan Kebutuhan Air Irigasi untuk setiap petak tersier ……………

189

79 Pilihan submenu Estimasi Produksi ……………………………………

189

80 Tampilan Estimasi Produksi untuk setiap periode per petak tersier ……

190

81 Pilihan submenu Irigasi Rotasi …………………………………………

190

82 Proses perhitungan irigasi rotasi ………………………………………..

191

83 Pemilihan submenu Irigasi Rotasi dari menu Display ………………….

191

84 Pilihan untuk menampilkan hasil perhitungan irigasi rotasi ……………

192

85 Tampilan hasil perhitungan irigasi rotasi ………………………………

193

86 Mengakhiri program SIMPERA ……………………………………….

194

xiii

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Pada
tahun 1960, Indonesia mengimpor beras sebanyak 0,6 juta ton. Impor beras
mengalami peningkatan pada tahun-tahun berikutnya dan mencapai puncaknya pada
tahun 1980 yang mencapai 2 juta ton. Setelah itu impor beras mulai menurun pada
tahun 1981 sampai dengan 1984.
Usaha untuk menuju swasembada beras telah lama dilakukan. Pemerintah
mencanangkan program Pembangunan Lima Tahun (Pelita) antara lain di bidang
pertanian untuk mendukung program pangan nasional. Sejak Pelita I (1969/1970),
produksi beras mengalami peningkatan. Saat Pelita I dimulai, produksi beras
Indonesia baru mencapai 11,67 juta ton dengan produktivitas 1,45 ton ha -1. Dengan
usaha keras, swasembada pangan tercapai pada tahun 1984, dimana kebutuhan
beras dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri yang mencapai 25,84 juta ton dan
produktivitasnya hampir dua kali lipat produktivitas tahun 1969, yaitu 2,68 ton
beras ha -1. Produksi beras nasional meningkat terus dan pada tahun 1990 mencapai
45,18 juta ton gabah kering giling atau setara dengan 29 juta ton beras
Salah satu daerah penghasil beras di Indonesia adalah di sepanjang pantai
utara propinsi Jawa Barat, terutama di daerah irigasi Jatiluhur. Pada tahun 2002,
produktivitas gabah kering giling di daerah tersebut mencapai 4,5 sampai 5 juta ton
ha -1 dengan luas tanam padi mencapai sekitar 230.000 hektar. Produktivitas tersebut
dicapai melalui penerapan dan inovasi teknologi yang dikembangkan pemerintah,
misalnya penggunaan benih unggul, pengendalian organisme pengganggu, dan
pengolahan tanah Selain itu, saluran irigasi teknis yang dikelola oleh Perum Jasa
Tirta II juga merupakan faktor penting dalam peningkatan produktivitas beras di
daerah irigasi Jatiluhur.
Untuk mengelola jaringan irigasi, Perum Jasa Tirta dibagi menjadi 3 divisi,
yaitu Barat, Utara dan Timur. Divisi Barat berkantor di Bekasi yang terbagi
menjadi beberapa seksi, salah satunya adalah Seksi Lemahabang. Masing-masing
Seksi dibagi lagi menjadi beberapa Pengamat Irigasi. Salah satu Pengamat Irigasi di
bawah Seksi Lemahabang, yaitu Pengamat Irigasi Cikarang merupakan suatu unit

2

kerja yang cukup besar, mempunyai bendung sendiri dan mengelola jaringan irigasi
untuk lahan persawahan seluas ± 10 000 hektar.
Dalam penyediaan dan penyaluran air serta pemeliharaan sistem irigasi di
daerah irigasi Jatiluhur terdapat permasalahan teknis maupun non teknis.
Permasalahan teknis yang timbul dalam penyediaan irigasi adalah air sebagai
sumberdaya yang vital semakin langka dan semakin terbatas ketersediaannya,
sementara kebutuhan air untuk sektor pertanian dan non-pertanian semakin
meningkat. Apalagi pada musim kemarau, persediaan air berkurang mengakibatkan
suplai air irigasi ke areal pertanaman juga berkurang. Permasalahan teknis lainnya
adalah timbulnya kerusakan-kerusakan di daerah aliran sungai,
pencemaran yang terjadi

pencemaran-

pada sumber irigasi dan menciutnya areal sawah

beririgasi. Hal tersebut disebabkan perubahan fungsi lahan yang semula adalah
lahan pertanian menjadi lahan industri. Pawitan (1997) menyatakan makin
berkurangnya penyediaan air untuk sektor pertanian disebabkan pemakaian air untuk
sektor industri yang makin bertambah. Hingga tahun 2020, diperkirakan kebutuhan
air untuk industri akan meningkat tiga kali lipat dari kebutuhan tahun 1990, atau
meningkat menjadi 43-56 m3/detik (Rachman 1999).
Selain

permasalahan

teknis

pada

jaringan

irigasi,

terdapat

juga

permasalahan non teknis yaitu tanggung jawab pengelolaan jaringan irigasi terutama
pada saluran tersier. Menurut Sinotech (1978), peranan kelompok petani pemakai
air irigasi dalam pemeliharaan saluran irigasi masih lemah. Selain itu,
berkurangnya minat pemuda untuk bekerja sebagai petani juga berpengaruh pada
penyediaan tenaga kerja dalam proses produksi padi (Prasetyo 2002)
Pada tahun 2000, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 210.000.000
jiwa lebih (Prasetyo 2002). Dengan tingkat laju pertambahan penduduk seperti
sekarang, diperkirakan jumlah populasi penduduk akan makin bertambah besar
sehingga diproyeksikan lahan pertanian akan semakin menyempit. Dengan makin
bertambahnya jumlah penduduk, diperkirakan juga tingkat permintaan terhadap
produk pertanian baik beras maupun palawija akan bertambah. Permasalahan ini
menuntut manajemen irigasi yang baik dan terpadu dalam mengintensifkan budidaya
padi dan palawija agar produktivitas lahan meningkat.

3

Salah satu usaha pra panen yang dapat dilakukan untuk pengaturan alokasi
air adalah dengan melakukan pergiliran pembagian air. Lahan persawahan di DI
Jatiluhur dibagi menjadi beberapa golongan dimana seluruh petak pertanaman
dalam satu golongan mendapatkan jatah air yang sama sesuai dengan kegiatan
produksi. Pembagian tersebut diputuskan dalam rapat panitia irigasi yang terdiri
dari Perum Jasa Tirta II, Dinas Pertanian, Dinas Pengairan dan wakil petani.
Sebelum tahun 1996, panitia irigasi telah mencoba beberapa konfigurasi pembagian
air, yaitu 3 golongan, 4 golongan, 5 golongan, 6 golongan dan 7 golongan. Saat
konfigurasi 3 golongan ditetapkan, ternyata banyak petani yang tidak dapat
mengikuti jadwal penanaman tersebut. Pada penggunaan konfigurasi 5 golongan, 6
golongan atau 7 golongan terjadi banyak pemborosan air irigasi. Setelah melalui
berbagai pendekatan kepada petani, sejak tahun 1996, panitia irigasi membagi
daerah irigasi Jatiluhur menjadi 4 golongan. Hal tersebut didasarkan pada kesiapan
petani untuk memulai musim tanam dan ketersediaan air irigasi dimana konfigurasi
4 golongan cukup sesuai dengan situasi yang ada di lapangan. Dengan
diberlakukannya sistem tersebut, semua petak pertanaman dalam satu golongan
harus melakukan kegiatan produksi yang sama.
Saat ini proses penyusunan rencana tanam di daerah irigasi Jatiluhur
dilakukan pada pertemuan para stakeholder yang tergabung dalam Panitia Irigasi
tingkat desa. Para stakeholder tersebut adalah pihak petani diwakili oleh P3A,
Dinas Pertanian dari Kantor Kecamatan terkait dan Ulu-ulu. Pada pertemuan ini,
pengurus P3A menyampaikan kesiapan petani yang menjadi anggotanya untuk
memulai musim tanam. Materi yang disampaikan adalah jenis tanaman yang akan
dibudidayakan, luas lahan budidaya, waktu mulai tanam, jumlah sarana produksi
pertanian dan tenaga kerja yang dibutuhkan serta permintaan mengenai pengaliran
air irigasi di petak persawahannya. Pihak Dinas Pertanian dalam hal ini penyuluh
pertanian menyampaikan saran mengenai jenis tanaman yang sebaiknya
dibudidayakan dan cara-cara melakukan budidaya yang benar. Sementara itu ulu-ulu
akan melakukan perhitungan mengenai berapa banyak air irigasi yang dibutuhkan
untuk mengairi daerah persawahan di desa tersebut dan melakukan penetapan
sementara mengenai jadwal pembagian air dari masing-masing petak tersier.

4

Pada rapat panitia irigasi, setelah semua data yang dibutuhkan terkumpul
akan dilakukan rekapitulasi rencana musim tanam untuk desa tersebut. Berdasarkan
rekapitulasi tersebut kemudian laporan rencana musim tanam dibuat dan dikirimkan
ke kecamatan. Pada tingkat kecamatan, laporan rencana tanam dari seluruh desa di
kecamatan tersebut akan dievaluasi oleh panitia irigasi tingkat kecamatan yang
terdiri dari Camat sebagai ketua panitia, Kepala Cabang Dinas Pertanian,
Koordinator Penyuluh Pertanian dan Pengamat Irigasi dari Perum Jasa Tirta II
sebagai sekretaris. Panitia irigasi tingkat kecamatan akan

mengkoordinasikan

mengenai kesiapan musim tanam dari masing-masing desa dan mengkonfirmasikan
luas lahan yang akan ditanami pada masing-masing petak tersier dari setiap desa.
Pada panitia irigasi tingkat kecamatan inilah akan dicapai keputusan menyangkut
luas lahan dari masing-masing petak tersier dan golongan dari petak tersier tersebut.
Setelah itu kemudian dibuat laporan rekapitulasi musim tanam dari seluruh
kecamatan dan dikirimkan ke seksi pengairan dari Perum Jasa Tirta II.
Seksi pengairan akan merekapitulasi seluruh laporan rencana musim tanam
dari seluruh kecamatan dan melaporkannya ke panitia irigasi tingkat kabupaten yang
terdiri dari bupati sebagai ketua, kepala divisi dari Perum Jasa Tirta II, Dinas
Pertanian dan Dinas Pengairan. Kemudian laporan dari masing-masing kabupaten
akan dikirimkan ke tingkat propinsi untuk disahkan oleh Gubernur Jawa Barat serta
direktur utama Perum Jasa Tirta II.
Pada beberapa tahun terakhir, terutama setelah krisis moneter tahun 19971998, banyak pihak terkena dampak yang ditimbulkan krisis tersebut dan tidak
terkecuali petani. Kenaikan harga sarana produksi pertanian, terjadinya fenomena
El-Nino, cuaca/iklim yang makin sulit diramal dengan tepat, kebutuhan air untuk
industri yang main meningkat dan semakin banyak tenaga kerja sektor pertanian yang
lari ke sektor industri berpengaruh terhadap kemampuan petani untuk bercocok
tanam (Prasetyo 2002). Permasalahan yang timbul adalah (1) petani mengalami
keterlambatan untuk memulai musim tanam dan (2) sistem irigasi menjadi kurang
efektif karena kekurangan tenaga kerja. Keterlambatan musim tanam telah menjadi
masalah klasik di daerah irigasi Jatiluhur yang antara lain disebabkan masalah
teknis pertanian misalnya ketersediaan faktor produksi yang tidak cukup ataupun
masalah sosial dari pihak petani sendiri (Erizal 1988).

5

Keterlambatan memulai musim tanam menyebabkan pemberian air yang siasia. Selain itu, keterlambatan memulai musim tanam menyebabkan terjadinya
penambahan golongan yang tidak sesuai dengan ketetapan semula sehingga
banyaknya golongan yang seharusnya 4 menjadi 7 atau 8 golongan. Terlepas dari
permasalahan keterlambatan musim tanam, kegiatan pergiliran pembagian air irigasi
ini bertujuan untuk mengurangi beban puncak penggunaan air irigasi bila kegiatan
musim tanam dilakukan serentak di seluruh lahan pertanian. Akan tetapi karena
adanya permasalahan tersebut, penerapan golongan pemberian air menjadi tidak
efektif.
Ada beberapa kelemahan dari perencanaan irigasi golongan yang saat ini
sedang dijalankan. Kelemahan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis.
Jenis yang pertama adalah kurangnya penggunaan metode ilmiah dalam perencanaan
golongan. Sedangkan jenis yang kedua adalah pada bidang administrasi
perencanaan. Kedua jenis kelemahan dibahas pada alinea berikut.
Kurangnya penggunaan metode ilmiah saat rapat panitia irigasi untuk
penentuan golongan pemberian air adalah tidak adanya proses optimisasi. Oleh
sebab itu tidak diketahui apakah hasil penggolongan dapat menghasilkan keuntungan
yang maksimum untuk wilayah tersebut.
Kelemahan di bidang administrasi antara lain disebabkan karena hirarki
pelaporan yang berjenjang dan dilakukan secara manual di setiap tingkat
membutuhkan waktu yang cukup lama pada saat evaluasi laporan. Belum lagi bila
terdapat kesalahan yang disebabkan oleh informasi dari petani yang tidak tepat atau
kesalahan yang disebabkan oleh manusia (human-error).
Selain itu, perencanaan sistem irigasi golongan pada umumnya mengikuti
perencanaan golongan musim tanam sebelumnya atau penetapan golongan yang
dilakukan pada saat rapat P3A kurang memperhatikan ketersediaan sumber daya
misalkan modal, air irigasi atau sarana produksi pertanian. Oleh karena itu, apabila
musim tanam sudah akan dimulai dan petani tersebut mengalami kekurangan modal
akan dapat membuat petani yang bersangkutan menunda musim tanamnya. Hal
tersebut berakibat pada data yang sudah terlanjur di rekapitulasi akan menjadi tidak
sesuai dengan kenyataan di lapangan.

6

Kelemahan administrasi yang terakhir adalah adanya ketidakseragaman
dalam format laporan rekapitulasi rencana musim tanam. Hal ini dapat menyulitkan
dalam pembacaan dan pengambilan keputusan di kepanitian irigasi.
Dalam pengoperasiannya, selain memperbaiki administrasi perencanaan
musim tanam, Perum Jasa Tirta II bersama anggota panitia irigasi lainnya harus
lebih efisien dengan mengefektifkan penggunaan infrastruktur irigasi yang ada,
memberikan pelayanan yang terbaik untuk petani, dan meminimisasi kehilangan air.
Adanya pembagian golongan dan perbedaan kegiatan produksi, menuntut adanya
penjadwalan pemberian irigasi yang terpadu dan optimal dengan memperhitungkan
ketersediaan air, kendala kapasitas jaringan irigasi, efisiensi operasi dan kepuasan
pelanggan.
Agar lebih efisien dalam pengoperasian sistem irigasi dibutuhkan optimisasi
penjadwalan pemberian air melalui saluran irigasi primer, sekunder maupun tersier
untuk membantu panitia irigasi dalam menyeimbangkan tuntutan-tuntutan di atas.
Dengan cara ini diharapkan dapat dihasilkan suatu pola pemberian air irigasi yang
efisien dan merata berdasarkan kendala di daerah tersebut.
Kebutuhan air dan letak dari tiap-tiap golongan di daerah irigasi
berpengaruh terhadap penentuan penjadwalan pemberian air melalui saluran irigasi
karena penjadwalan yang tepat dengan mempertimbangkan adanya ketersediaan dan
kebutuhan air, efisiensi irigasi akan dapat ditingkatkan. Akan tetapi untuk menjaga
keseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air, selain pemberian air irigasi
yang tepat waktu, juga terdapat adanya pergeseran waktu pemberian air irigasi baik
yang dipercepat maupun diperlambat
Parameter-parameter yang diperhitungkan dalam proses pengambilan
keputusan dalam proses optimisasi pemberian air irigasi dikategorikan menjadi
dua bagian. Bagian pertama adalah parameter yang tidak mempunyai acuan lokasi
(non-spatial) dan bagian kedua adalah yang mempunyai acuan lokasi (spatial).
Sebagai contoh parameter non-spatial adalah jumlah ketersediaan air, jumlah
ketersediaan faktor produksi seperti jumlah buruh, jumlah benih, jumlah alat mesin
pertanian dan lain-lain. Data-data tersebut tidak menunjuk pada suatu lokasi
tertentu, akan tetapi hanya bersifat kuantitatif. Sedangkan contoh parameter spatial
adalah lokasi pintu air irigasi (intake) yang dalam penelitian ini disebut dengan unit

7

irigasi. Data lokasi unit irigasi harus secara jelas menyebutkan posisi unit tersebut
berdasarkan pada acuan lokasi tertentu, yang dalam hal ini dapat berupa peta
dengan acuannya masing-masing.
Dalam penyusunan rencana irigasi, setiap tahun panitia irigasi selalu
dihadapkan pada permasalahan yang kompleks karena banyaknya pekerjaan yang
harus diselesaikan. Pekerjaan tersebut adalah mencatat data kesiapan petani untuk
memulai musim tanam, menghitung kebutuhan air irigasi, menghitung ketersediaan
air irigasi, menentukan golongan pemberian air irigasi, dan menyalurkan air irigasi
untuk ke seluruh lahan pertanian. Dari daftar pekerjaan

tersebut, penelitian ini

bermaksud untuk mengoptimumkan penentuan golongan pemberian air irigasi
menggunakan proses simulasi. Selain itu penelitian ini juga memperlihatkan
perbandingan keuntungan antara hasil simulasi dan hasil penentuan golongan yang
ditetapkan oleh panitia irigasi. Dengan optimisasi penentuan golongan, diharapkan
keuntungan dari hasil pertanian setempat meningkat sehingga dapat mendukung
program pangan nasional dan program revitalisasi pertanian.
Ketersediaan air yang terbatas dapat mengakibatkan penurunan produksi
pertanian. Walaupun kekurangan ini dapat dipenuhi dengan memanfaatkan air tanah
maupun air permukaan namun pada daerah-daerah yang berdekatan dengan kotakota besar kerapkali air belum mencukupi kebutuhan (Kasryno et al. 1997).
Prinsip penjadwalan irigasi adalah menyeimbangkan ketersediaan dan
kebutuhan air dengan memperhitungkan waktu pemberian air, besarnya debit yang
diminta dan kapasitas saluran irigasi. Akan tetapi proses penjadwalan irigasi yang
berlaku saat ini tidak selalu efektif dikarenakan banyak faktor di lapangan yang
mempengaruhi tingkat kebutuhan air seperti kondisi cuaca/iklim yang makin sulit
diramal dengan tepat, misalnya mundurnya musim hujan, dan musim kemarau yang
semakin panjang sehingga terjadi bencana kekeringan. Pengaturan pemberian air
irigasi di lapangan kebanyakan dilakukan hanya berdasarkan pengalaman dan
pengetahuan dari manajemen pengelola daerah irigasi.

Tujuan Penelitian

8

1. Membangun model perencanaan sistem irigasi golongan untuk optimisasi
penyaluran air irigasi di wilayah Pengamat Irigasi Cikarang, Divisi I, Perum
Jasa Tirta II.
2. Membangun model sistem irigasi rotasi sebagai alternatif sistem irigasi golongan
yang dapat digunakan pada saat kebutuhan air irigasi lebih besar daripada
ketersediaannya.
3. Membangun sistem pendukung keputusan dengan aplikasi model perencanaan
sistem irigasi golongan dan sistem irigasi rotasi.

Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini akan dihasilkan suatu model optimisasi pemberian air
bagi daerah irigasi dengan jenis tanaman padi dan palawija, dan model untuk
memprediksi kebutuhan air irigasi saat pelaksanaan musim tanam. Model-model
tersebut akan berguna bagi:
1. Panitia irigasi dalam menetapkan golongan pemberian air yang optimum
berdasarkan kondisi jaringan irigasi yang ada pada daerah irigasi tersebut.
Dengan optimisasi golongan ini efisiensi pemberian air yang berkenaan dengan
keterlambatan musim tanam dapat ditingkatkan, sehingga pemberian air menjadi
efektif.
2. Panitia irigasi dalam mengantisipasi musim kemarau panjang, karena dengan
pola tanam yang lebih baik, ketersediaan air yang terbatas dapat dijadwalkan
pemberiannya berdasarkan luas lahan maksimum yang dapat ditanami. Dengan
pola pemberian air secara rotasi, penggunaan air akan sesuai dengan kebutuhan
air tanaman dan ketersediaannya sehingga pemborosan air yang tidak perlu akan
dapat dihindari dan menghemat biaya produksi.
3. Panitia irigasi pada saat pelaksanaan irigasi dimana juru harus mengevaluasi
kondisi tanaman untuk memprediksi kebutuhan air tanaman. Dengan
memperhitungkan faktor lainnya yang mempengaruhi kebutuhan air seperti cuaca
dan suhu maka model ini akan dapat memprediksi kebutuhan air secara lebih
akurat.
4. Sebagai bahan informasi bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan sistem pengelolaan dan pelayanan irigasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Pendekatan Sistem
Analisis sistem merupakan kajian mengenai sistem, organisasi dan prosedur
dengan menggunakan prinsip-prinsip ilmiah. Kajian tersebut akan menghasilkan
suatu abstraksi dan model atau representasi yang dapat digunakan sebagai acuan
dalam membuat keputusan, mengelola pekerjaan, mengadakan pemeliharaan dan
perubahan terhadap struktur serta operasional sistem tersebut.
Menurut Manetsch dan Park (1976), sistem adalah himpunan dari elemenelemen atau komponen-komponen yang saling terhubung satu dengan lainnya dan
saling bekerjasama untuk mencapai satu atau beberapa tujuan.
Model adalah penggambaran sederhana atau abstraksi semua hal-hal penting
dari suatu sistem yang sesungguhnya.

Model menyimbolkan suatu obyek atau

kegiatan dan digunakan untuk memudahkan telaah terhadap suatu sistem. Dalam
kegiatan analisis sistem, model memegang peranan penting karena analis sistem
akan menggunakan model untuk mendapatkan gambaran mengenai cara kerja sistem
dan bila perlu dapat menghasilkan model baru untuk menggantikan model yang
lama. Selain itu, model juga berperan dalam proses simulasi.
Simulasi sistem atau simulasi merupakan bagian kegiatan dalam analisis
sistem. Definisi simulasi adalah kegiatan atau aktivitas dengan menggunakan model.
Proses simulasi berjalan pada lingkungan yang dikendalikan oleh skenario tertentu.
Tujuan simulasi adalah memperkirakan pengaruh atau akibat yang terjadi karena
adanya proses pengambilan keputusan.
Menurut Eriyatno (1998), simulasi adalah suatu aktivitas dimana pengkaji
dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang perilaku dari suatu sistem, melalui
penelaahan perilaku model yang selaras, dimana hubungan sebab-akibatnya sama
dengan atau seperti yang ada pada sistem yang sebenarnya.
Proses simulasi dalam analisis sistem secara garis besar meliputi tiga
kegiatan yaitu :
( a). menyusun model yang merepresentasikan sistem, organisasi dan prosedur yang
terjadi didalamnya

11
( b). melakukan eksperimentasi dengan cara memberi masukan sesuai dengan
skenario yang diinginkan
( c). melakukan pemecahan masalah dengan menggunakan model dan data yang
sesungguhnya
Dengan melakukan penelitian berdasarkan pendekatan sistem, persoalan
yang kompleks akan dapat dipecahkan secara lebih komprehensif, karena adanya
fenomena sistem yang bersifat holistik. Fenomena tersebut terdapat di dalam model
yang mewakili keberadaan suatu sistem.
McLeod (1995) menyatakan bahwa keuntungan penggunaan model dalam
penelitian dengan menggunakan pendekatan sistem adalah :
( a).

memudahkan pengertian, hal ini dikarenakan penggambaran model yang
sederhana sehingga spesifikasi elemen dan hubungan antar elemen dalam
sistem menjadi mudah untuk dicerna. Apabila model sederhana tersebut telah
dimengerti, langkah berikutnya adalah meningkatkan kompleksitas model
sehingga

akan

lebih

akurat

dalam

merepresentasikan

sistem

yang

sesungguhnya.
( b)

dapat memfasilitasi komunikasi antar stakeholder, misalkan saat kegiatan
analisis sistem. Dalam hal ini analis sistem perlu untuk berkomunikasi
dengan pengguna sistem atau dengan pembuat program. Contoh lain,
seorang manajer harus mengkomunikasikan modelnya dengan anggota tim
lain dalam proses analisis sistem.

( c)

dapat digunakan untuk menduga/meramal situasi yang mungkin akan terjadi
di masa depan, tetapi peramalan tersebut belum tentu 100% akurat. Tidak
ada model yang sempurna dikarenakan adanya asumsi-asumsi yang harus
dibuat mengenai masukan dari model. Untuk itu pengguna model harus
menggunakan pemahaman dan intuisinya untuk mengevaluasi keluaran dari
model.
Untuk

mendapatkan

hasil

simulasi

yang

akurat

dan

dapat

dipertanggungjawabkan, sistem analis harus mendapatkan kepastian bahwa model
yang dipelajari dan yang akan dibuatnya merupakan representasi akurat, realistik
dan informatif dari sistem sesungguhnya. Apabila kondisi di atas tersebut tidak

12
dapat dipenuhi, maka keluaran dari simulasi menjadi menyimpang dan tidak sesuai
dengan kenyataan yang dihadapi.
Di dalam analisis sistem, model yang digunakan adalah model matematis.
Model tersebut menggunakan formula atau persamaan matematika, sehingga
keluaran yang didapat bersifat kuantitatif. Keuntungan dari model matematis adalah
sifat presisinya yang dapat menjelaskan hubungan antar elemen baik untuk
persamaan berdimensi tunggal maupun lebih. Sebelum digunakan, model matematis
harus diuji terlebih dahulu agar benar-benar mewakili spesifikasi dan tingkahlaku
dari sistem yang sebenarnya.
Permasalahan dalam pemberian air irigasi merupakan suatu sistem yang
sangat kompleks karena banyaknya faktor yang terkait, sehingga penggunaan model
untuk memecahkan permasalahan akan sangat membantu. Dalam hubungannya
dengan perencanaan pemberian air irigasi menggunakan pendekatan sistem,
kedudukan model adalah sebagai referensi yang sangat prinsipil untuk menetapkan
keputusan penggolongan setiap unit irigasi.

Kebutuhan Air Tanaman
Jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman selama masa pertumbuhannya
disebut dengan kebutuhan air tanaman. Air tersebut dipergunakan untuk
evapotranspirasi, perkolasi, dan penyiapan lahan. Khusus untuk tanaman padi,
diperlukan pula sejumlah air untuk pergantian lapisan air atau penggenangan .

Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan gabungan kehilangan air yang terjadi dari tanah
(evaporasi) dan dari tumbuhan (transpirasi). Faktor iklim yang mempengaruhi
kebutuhan air akan tanaman adalah (Tabel 1):
-

lama penyinaran oleh matahari

-

kecepatan angin

-

kelembaban udara relatif

-

suhu

Tabel 1. Indikasi kebutuhan air oleh tanaman dalam berbagai kondisi iklim

13
Faktor Iklim

Kebutuhan air tanaman
Tinggi
Rendah
Suhu
Panas
Dingin
Kelembaban relatif
Rendah (kering)
Tinggi (basah)
Kecepatan angin
Berangin
Sedikit berangin
Lama penyinaran
Terang (tidak berawan)
Gelap (berawan)
Sumber: Brouwer dan Heibloem (1986)
Nilai kebutuhan air oleh tanaman yang tinggi akan ditemukan pada daerah
yang suhunya tinggi, kelembaban udaranya rendah, berangin dan kondisi langit tidak
berawan. Untuk nilai kebutuhan air oleh tanaman yang rendah akan ditemukan pada
daerah bersuhu rendah, kelembaban relatifnya tinggi, sedikit berangin dan kondisi
langitnya berawan.
Pengaruh iklim terhadap tanaman dinyatakan dengan evapotranspirasi acuan
(ETo) dan diekspresikan dalam milimeter per satuan waktu misalnya mm hari -1, mm
bulan-1 atau mm musim-1. Allen et al. (1998) menyatakan rumput hipotetis sebagai
evapotranspirasi acuan bukan tanaman rumput hidup. Kesulitan dalam menetapkan
ETo dengan menggunakan tanaman rumput hidup dikarenakan bervariasinya jenis
rumput dan morfologinya sehingga mengakibatkan perbedaan dalam penghitungan
ETo. Definisi untuk permukaan acuan tersebut adalah : tanaman rumput hipotetis
dengan asumsi tinggi 0,12 m, mempunyai resistansi permukaan yang tetap sebesar
70 dtk m-1 dan albedo sebesar 0,23. Permukaan acuan ini mendekati gambaran
sebidang rumput dengan ketinggian yang sama, tumbuh subur, menutupi permukaan
tanah secara penuh dengan ketersediaan air yang cukup. Adanya kebu