Keefektifan Jaringan Komunikasi Agribisnis Petani Ikan Hias (Kasus di Kabupaten Bogor)

KEEFEKTIFAN JARINGAN KOMUNIKASI
AGRIBISNIS PETANI IKAN HIAS
(KASUS DI KABUPATEN BOGOR)

OLEH :
KURNIA SUCI INDRANINGSIH

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
KURNIA SUCI INDRANINGSIH. Keefektifan Jaringan Komunikasi
Agribisnis Petani Ikan Hias (Kasus di Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh
RICHARD W.E. LUMINTANG, SUTISNA RIYANTO dan M. ZAIRIN JR
Aliran informasi secara vertikal yang berupa pesan dari para pelaku
agribisnis ikan hias sangat diperlukan petani dalam mengelola usahatani ikan has,
terutama yang terkait dengan aspek teknologi dan bisnis. Keragaan jaringan
komunikasi baik secara vertikal maupun horizontal perlu diketahui untuk
menelusuri lebih lanjut keefektifan jaringan komunikasi.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan keragaan jaringan komunikasi

agribisnis ikan hias, keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias,
hubungan antara karakteristik individu dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias, hubungan antara karakteristik usaha dengan keefektifan
jaringan komunikasi agribisnis ikan hias, serta hubungan keefektifan jaringan
komunikasi agribisnis ikan hias dengan tingkat penguasaan teknologi dan bisnis.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2001 di Kecamatan
Ciampea dan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengambilan contoh
dilakukan secara acak berlapis dengan metode survai. Jurnlah responden dari
setiap kecamatan sebanyak 30 petani sehingga jumlah seluruh responden
sebanyak 60 petani. Data dianalisis menggunakan korelasi Tau-b Kendall ( 7 )
untuk menjelaskan hubungan antar variabel yang diteliti.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jaringan komunikasi horizontal lebih
dominan dibanding dengan jaringan komunikasi vertikal. Secara keseluruhan
jaringan komunikasi agribisnis petani ikan hias tidak efektif dan hanya efektif
pada perolehan informasi bisnis. Faktor karakteristik petani yang berhubungan
dengan keefektifan jaringan komunikasi adalah tingkat keberanian beresiko.
Faktor karakteristik usaha yang berhubungan dengan keefektifan jaringan
komunikasi adalah tenaga kerja dan pemilikan saprokan. Keefektifan jaringan
komunikasi berhubungan dengan tingkat penguasaan teknologi dan bisnis.

KEEFEKTIFAN JARINGAN KOMUNIKASI

AGRIBISNIS PETANI IKAN HIAS
(KASUS DI KABUPATEN BOGOR)

KURNIA SUCI INDRANINGSIH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Tesis

:

Keefektifan Jaringan Komunikasi Agribisnis Petani Ikan Hias
(Kasus di Kabupaten Bogor)


Nama

:

Kurnia Suci Indraningsih

NRP

:

99529

Program Studi

:

Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Ir. Richard W.E. Lumintang, M.SEA.
Ketua

Ir. ~ u t i s n d y a n t oM.
, S.
A~ggota

Dr.Ir. M. Zairin Jr., M.Sc.
Awgota
Mengetahui,

2. Ketua Program Studi
Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan

3. Direktur Program Pascasarjana

Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis, M. ~ & k m & p d Manuwoto,

a
M.Sc.
\--.

Tanggal Lulus : 26 Agustus 2002

-

"~""TSEP 2032

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:
KEEFEKTIFAN JARINGAN KOMUNIKASI AGRIBISNIS PETANI IKAN
HIAS (KASUS DI KABUPATEN BOGOR)
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah
dipublikasikan. Semua sumber data dan inforrnasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas clan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 9 September 2002


4/

Kurnia Suci Indraninasih
NRP.99529/KMP

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekalongan, Jawa Tengah pada tanggal 7 Oktober
1963, merupakan anak keenam dari enam bersaudara dari ayah R. Sjafei
Kartosoebroto dan ibu Sutji Sulastri.
Pada tahun 1981, penulis lulus dari SMA Negeri Pekalongan dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Proyek
Perintis 11. Penulis memperoleh gelar Sarjana Perikanan (Manajemen Sumberdaya
Perairan) dari Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 1986.
Sejak tahun 1987-1991 penulis bekerja di Direktorat Bina Prasarana,
Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta. Tahun 1991 sampai sekarang bekerja di
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Pada tahun 1999 penulis memperoleh
kesempatan mengikuti pendidlkan Program Magister Sains pada Program Studi
Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Program Pascasarjana,

Institut Pertanian Bogor dengan dukungan dana dari Proyek ARM (beasiswa on
going).

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT atas selesainya penyusunan tesis dengan
judul Keefektifan Jaringan Komunikasi Agnbisnis Petani Ikan Hias (Kasus di
Kabupaten Bogor) yang merupakan tugas akhir bagi mahasiswa Program Studi
Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Atas terselesaikannya tulisan ini, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih setulusnya kepada:
1. Bapak Ir. Richard W. E. Lumintang, M.SEA. sebagai Ketua Komisi; Bapak Ir.

Sutisna Riyanto, M.S. dan Bapak Dr. Ir. M. Zairin Jr., M.Sc. sebagai Anggota
Komisi Pembimbing serta Bapak Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. selaku
Penguji Luar Komisi.

2. Bapak Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian
yang telah mengijinkan penulis untuk mengikuti Program Pascasarjana, dan

Pemimpin Proyek ARM yang telah memberikan beasiswa on going.
3 . Rekan-rekan mahasiswa KMP Angkatan '99 atas kebersamaan dan bantuan

selama masa kuliah, Rivelino Rizky serta Afriadi Murwanto yang telah
membantu dalam pengurnpulan data.

4. Bapak Adang, Bapak Abdul Mukti dan Bapak Edi Hakim yang telah
memberikan banyak informasi selama kegiatan penelitian.
5. Ir. Tatag Budiardi, M.Si. (swami) dan dua anak penulis (Titania Aulia dan

Diardian Febiani) yang telah memberi semangat dan dorongan moril.

5. Ibu, mbak Adjeng, mas Santo, mas Agus dan mas Soes yang telah banyak

berdoa untuk keberhasilan penulis.
6. Ayah (almarhum) dan mas So (almarhum) yang telah memberikan motivasi

kepada penulis. Doa tulus penulis, semoga beliau berdua memperoleh
kedamaian dan kebahagiaan di sisi Allah, SWT.
Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada, penulis berharap hasil

penelitian ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, September 2002

Penulis

DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ..............................................................

...

vili

DAFTAR GAMBAR .............................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................


xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ...............................................................

1

Perurnusan Masalah .........................................................

3

Tujuan Penelitian ............................................................

5

Kegunaan Penelitian .........................................................

6

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka
Jaringan Komunikasi ....................................................
Keefektifan Komunikasi .................................................
Karakteristik Petani dalam Menerima Informasi .....................
Paradigma Agnbisnis ....................................................
Jaringan Agnbisnis Ikan Hias ..........................................
Teknologi Budidaya Ikan Hias .........................................
Kerangka Pemikiran .........................................................
Hipotesis .......................................................................
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian ............................................................

21

Definisi Operasional ........................................................

21

Waktu dan Lokasi Penelitian ..............................................

28

Metode Pengambilan Contoh ..............................................

30

................................................

30

Kesahihan dan Keterandalan ...............................................

30

Metode Pengolahan Data dan Analisis Data ............................

32

Metode Pengumpulan Data

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian .......................................

33

Karakteristik Petani Ikan Hias ..............................................

36

Karakteristik Usaha Ikan Hias ..............................................

44

Jaringan Komunikasi Agribisnis Ikan Hias ..............................

51

Keefektifan Jaringan Komunikasi
Partisipasi ................................................................
Perolehan Infonnasi ......................................................

62
71

Tingkat Penguasaan Teknologr dan Bisnis ...............................

74

Hubungan Karakteristik Petani dengan Keefektifan Jaringan
Komunikasi ................................................................

86

Hubungan Karakteristik Usaha dengan Keefektifan Jaringan
Komunikasi ...................................................................

94

Hubungan Keefektifan Jaringan Komunikasi dengan Dampak
Keefektifan ..................................................................

99

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................

104

DAFTAR PUSTAKA

...........................................................

106

DAFTARTABEL
Halaman
Definisi operasional dan pengukuran variabel penelitian ......

21

Jumlah petani, luas areal kolam dan produksi ikan hias di
Kabupaten Bogor pada tahun 1999 .................................

29

Karakteristik responden di lokasi contoh, Kabupaten Bogor,
200 1 ....................................................................
Tingkat pendidikan formal responden berdasarkan umur di
lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 200 1 ...........................
Karakteristik usahatani ikan hias di lokasi contoh, Kabupaten
Bogor, 200 1 ...........................................................
Tingkat keterpaparan petani terhadap permasalahan dalam
usahatani ikan hias di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 2001
Pihak yang dihubungi petani jika menghadapi permasalahan
dalam usaha tani ikan hias di lokasi contoh, Kabupaten Bogor,
200 1 .....................................................................
Skor indikator tingkat keefektifan jaringan di lokasi contoh,
Kabupaten Bogor, 200 1 ..............................................
Distribusi responden menurut tujuan dalam memperoleh informasi usahatani ikan hias di lokasi contoh, Kabupaten Bogor,
200 1 ....................................................................
Distribusi responden menurut frekuensi informasi yang diperoleh per bulan dalam usahatani ikan h a s & lokasi contoh,
Kabupaten Bogor, 200 1 ...........................................
Distribusi responden berdasarkan sumber informasi yang diperoleh dalam usahatani ikan h a s di lokasi contoh, Kabupaten
Bogor, 2001 ............................................................
Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan budidaya
ikan hias di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 2001 ...............
Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan bisnis
ikan hias di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 200 1 .............
Distribusi responden berdasarkan tingkat penerapan budidaya
ikan hias di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 2001 ..............
Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan dan
tingkat penerapan teknologi budidaya ikan hias di lokasi
contoh, Kabupaten Bogor, 200 1 .....................................
Nilai korelasi Tau-b KendalI (7)dan probabilitas (P) antara
karakteristik responden dengan tingkat keefektifan jaringan

Distribusi responden berdasarkan umur clan tingkat keefektifan
jaringan komunikasi di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 2001
Distribusi responden berdasarkan pendidikan dan tingkat
keefektifan jaringan komunikasi di lokasi contoh, Kabupaten
Bogor, 200 1 ............................................................
Distribusi responden berdasarkan pengalaman usahatani dan
tingkat keefektifan jaringan komunikasi di lokasi contoh,
Kabupaten Bogor, 200 1 ..............................................
Distribusi responden berdasarkan keberanian beresiko dan
tingkat keefektifan jaringan komunikasi di lokasi contoh,
Kabupaten Bogor, 200 1 ..............................................
Distribusi responden berdasarkan keterdedahan terhadap media
dan tingkat keefektifan jaringan komunikasi di lokasi contoh,
Kabupaten Bogor, 200 1 ..............................................
Nilai korelasi Tau-b Kendall(7) dan probabilitas (P) antara
karakteristik usaha dengan tingkat keefektifan jaringan ........
Distribusi responden berdasarkan modal usaha dan tingkat
keefektifan jaringan komunikasi di lokasi contoh, Kabupaten
Bogor, 200 1 ............................................................
Distribusi responden berdasarkan skala usaha dan tingkat
keefektifan jaringan komunikasi di lokasi contoh, Kabupaten
Bogor, 200 1 ............................................................
Distribusi responden berdasarkan tenaga kerja dan tingkat
keefektifan jaringan komunikasi di lokasi contoh, Kabupaten
Bogor, 200 1 ............................................................
Distribusi responden berdasarkan pemilikan saprokan dan
tingkat keefektifan jaringan komunikasi 1 lokasi contoh,
Kabupaten Bogor, 200 1 .............................................
Nilai korelasi Tau-b Kendall(7) dan probabilitas (P) antara
tingkat keefektifan j aringan dengan dampak keefektifan .........
Distribusi responden berdasarkan tingkat keefektifan jaringan
komunikasi dan tingkat pengetahuan di lokasi contoh,
Kabupaten Bogor, 200 1 ...........................................
Distribusi responden berdasarkan tingkat keefektifan jaringan
komunikasi clan tingkat penerapan di lokasi contoh, Kabupaten
Bogor, 200 1 .............................................................

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Jaringan agribisnis ikan hias .......................................

2.

Kerangka pemikiran keefektifan jaringan komunikasi
agribisnis petani ikan hias ..........................................

3.

Jaringan komunikasi agribisnis petani ikan hias ................

15

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Peta lokasi penelitian ................................................

2.

Perhitungan nilai reliabilitas .......................................

3.

Hasil uji korelasi Tau-b Kendall antara umur dengan tingkat
pendidikan formal ...................................................

4.

Skor tingkat keefektifan jaringan komunikasi pada indikator
tujuan di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 200 1 ...............

5.

Skor tingkat keefektifanjaringan komunikasi pada indikator
frekuensi di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 200 1 ............

6.

Skor tingkat keefektifan jaringan komunikasi pada indkator
perolehan inforrnasi di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 2001

7.

Jenis ikan hias yang dibudidaya responden di lokasi contoh,
Kabupaten Bogor, 200 1 .............................................

8.

Hasil uji Tau-b Kendall ..............................................

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan perolehan devisa di sektor non-migas, sekaligus
meningkatkan pendapatan petani dan nelayan serta memperoleh kesempatan
kerja, maka Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan
Pemasaran (PUP) telah mencanangkan program peningkatan ekspor perikanan
dari dua milyar dolar menjadi lima milyar dolar pada tahun 2004 (Direktur
Jenderal PK2P, 2002).
Ikan hias merupakan salah satu komoditas ekspor yang diunggulkan karena
memiliki nilai ekonomis dan berpotensi tinggi untuk dikembangkan, mengingat
Indonesia memiliki sumberdaya alarn yang memungkinkan ha1 tersebut dilakukan.
Namun potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal. Ikan hias Indonesia baru
dapat merebut 9 % pangsa pasar Eropa, padahal ikan hias air tawar yang telah
dibudidayakan Indonesia dan sudah dipasarkan berjumlah sekitar 240 jenis. Di
pihak lain, Singapura telah menjadi negara pengekspor ikan hias nomor satu di
dunia, yang menguasai 25% dari total pangsa pasar masyarakat Eropa. Padahal
90% pasokan ikan hias Singapura berasal dari Indonesia (Kusumaatmadja, 2000).
Posisi Indonesia yang menduduki peringkat kedua sebagai pemasok ikan
hias di tingkat pasar dunia, masih menghadapi berbagai kendala, terutama yang
berkaitan dengan ketersediaan produk (stok), kontinuitas serta transportasi
(Raharjo clan Untung, 2000). Selain kontinuitas produksi yang masih sulit

dikendalikan petani (karena pengaruh iklim dan hama penyakit), keterbatasan
penerbangan ke mancanegara, mengakibatkan pengiriman produk ke importir
tidak sesuai dengan permintaan.
Apabila ditinjau dari letak geografis, komoditas ikan hias yang dihasilkan
petani jauh dari lokasi konsurnen. Hal ini akan mengakibatkan adanya tambahan
biaya, baik untuk ongkos angkut (transportasi) maupun untuk perbaikan
penanganan ikan selama transportasi. Tarnbahan biaya tersebut secara langsung
akan dibebankan pada harga jual. Pada akhirnya, peningkatan harga jual tersebut
akan dapat menurunkan daya saing bagi komoditas ikan hias. Untuk itu
diperlukan perbaikan manajemen pemasaran yang didasarkan pada peningkatan
mutu ikan hias serta meminimalkan biaya pascapanen dan transportasi. Hal ini
diperlukan untuk menjaga kredibilitas Indonesia di mata importir yang pada
akhirnya diharapkan dapat meningkatkan daya saing bagi komoditas ikan hias.
Seiring dengan arus liberalisasi dan globalisasi pasar dunia, maka
komoditas ikan hias menunjukkan persaingan yang ketat dibandingkan dengan
pasar domestik. Konsekuensinya, aspek mutu produk menjadi sangat penting dan
perlu mendapat lebih banyak perhatian. Oleh karena itu, peranan mutu produk
dalam perilaku perrnintaan hams lebih didahulukan dan lebih banyak
diperhatikan. Analisis ini dipelopori oleh Armington (1969 dalam Simatupang et
al., 1997) dengan mengembangkan permintaan impor yang mampu membedakan

produk menurut asal negara eksportirnya. Dengan kata lain, mutu produk berbeda
menwut negara pengekspor atau asal komoditas tersebut.

Dengan karakteristik mutu produk yang merupakan faktor utama penentu
harga dan permintaan produk, baik domestik maupun ekspor, maka kemampuan
untuk menjamin mutu sesuai dengan preferensi konsumen merupakan faktor
kunci bagi keunggulan kompetitif dan perolehan laba. Mutu produk ikan hias
baik dari hasil tangkapan maupun budidaya sangat ditentukan oleh faktor
penggunaan teknologi termasuk didalamnya masukan (input) sarana produksi dan
penanganan produk dalam alur vertikal rantai agribisnis mulai dari tingkat
usahatani hingga eksportir. Bila eksportir terkoordinasi secara vertikal dengan
pedagang (supplier), maka informasi kunci mengenai ketentuan-ketentuan yang
diinginkan konsumen di tingkat pasar internasional akan ditransmisikan secara
cepat dan sempurna melalui penyampaian pesan secara berurutan dari eksportir
kepada pedagang mitra usahanya. Bila pedagang juga terkoordinasi secara vertikal
dengan petani, maka informasi tersebut akan ditransmisikan secara cepat dan
sempurna kepada petani mitra usahanya.
Perurnusan Masalah
Para eksportir memperoleh pasokan ikan hias dari supplier yang merupakan
pedagang perantara antara petani ikan hias dengan eksportir. Umurnnya supplier
mendapatkan produk dari petani skala kecil, sehingga jumlah permintaan produk
yang berasal dari eksportir dikumpulkan dari beberapa petani dengan ukuran yang
beragam. Hal ini mengakibatkan produk yang dihasilkan petani tampak bersifat
asalan, yaitu tanpa adanya kontrol mutu (quality control). Kondisi ini terjadi
karena aliran informasi dari importir luar negeri tidak diketahui petani secara

lengkap dan baik, misalnya tentang jenis, mutu dan jumlah ikan yang
dikehendaki, harga, serta waktu pengiriman produk yang dikehendaki. Kondisi
tersebut menyebabkan posisi tawar petani lemah, sehingga supplier dengan
leluasa dapat menentukan harga jual di tingkat petani.
Jika dirunut secara vertikal, maka aliran pesan dimulai dari importir yang
memberi order kepada eksportir dan disampaikan kepa'da supplier yang akan
mencari barang ke para petani ikan hias. Adapun hasil yang dicapai secara urnum:
(1) jumlah barang yang didapat tidak menentu, terkadang mencukupi, tetapi
sering pula kurang dan terkesan apa adanya, (2) mutu produk menjadi beragam,
mengingat ikan hias dari beberapa petani dicampur menjadi satu, belurn lagi jenis
dan ukuran ikan yang terbagi atas S (small), M (medium) ataupun L (large) yang
hams sesuai dengan perrnintaan. Supplier yang berperan sebagai jembatan antara
eksportir dan petani ikan hias seharusnya berlaku informatif. Dalam ha1 ini,
informasi mengenai produk yang diperlukan oleh importir sebagai hasil
pemantauan eksportir dari luar negeri perlu diolah lebih lanjut dan disampaikan
kepada para petani.
Melalui jaringan agnbisnis ikan hias yang ada, maka akan terjadi proses
komunikasi yang menyampaikan pesan, baik yang terkait dengan informasi
mengenai perolehan sarana produksi, teknologi budidaya, penanganan produk
maupun pemasarannya. Dengan demikian, petani ikan hias yang bergabung
dalam kelompok tani akan saling berinteraksi satu dengan yang lain, sehingga
terjalin jaringan komunikasi yang memungkinkan terjadinya tukar menukar
informasi diantara sesama petani, atau adanya pesan dari pelaku agribisnis di

atasnya (supplier dan eksportir). Dengan beragamnya karakteristik petani,
tentunya tidak semua petani mempunyai akses terhadap jaringan tersebut. Selain
itu juga tidak semua petani ikan hias yang telah mempunyai akses terhadap
jaringan dapat memanfaatkannya dengan baik.

Sampai saat ini belum ada

informasi yang rinci mengenai keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan
hias, baik itu yang menyangkut keterlibatan atau partisipasi petani dalam jaringan
tersebut, perolehanan informasi maupun faktor-faktor yang berhubungan dengan
keefektifan jaringan komunikasi serta tingkat penguasaan teknologi dan bisnis.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, beberapa perrnasalahan dapat
diidentifikasi sebagai berikut :
1) Bagaimana keragaan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias?
2) Bagaimana keefektifan jaringan komunikasi agnbisnis ikan hias?

3) Bagaimana hubungan antara karakteristik individu dengan keefektifan jaringan

komunikasi agribisnis ikan hias?
4) Bagaimana hubungan antara karakteristik usaha dengan keefektifan jaringan
komunikasi agribisnis ikan hias?
5) Bagaimana hubungan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias

dengan tingkat penguasaan teknologi dan bisnis?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perrnasalahan yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk menjelaskan:
1) Keragaan jaringan komunikasi agnbisnis ikan hias.

2) Keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.
3) Hubungan antara karakteristik individu dengan keefektifan jaringan

komunikasi agribisnis ikan hias.
4) Hubungan antara karakteristik usaha dengan keefektifan jaringan komunikasi

agribisnis ikan hias.
5) Hubungan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias dengan tingkat

penguasaan teknologi dan bisnis.
Kegunaan Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pembangunan perikanan dan pedesaan pada umumnya, khususnya yang terkait
dengan

keefektifan jaringan

komunikasi

agribisnis

ikan

hias

dalam

menyebarluaskan informasi kunci. Ketentuan-ketentuan yang diinginkan
konsumen pada pasar internasional dapat diterima petani dengan baik untuk
meningkatkan daya saing dan pendapatan petani ikan hias. Selanjutnya, hasil
penelitian juga diharapkan dapat digunakan sebagai :
1) Bahan informasi bagi pemecahan masalah program peningkatan produksi ikan

hias dan penyusunan peraturan yang terkait dengan kebijakan bagi eksportir
ikan hias.

2) Dasar penelitian lanjutan tentang jaringan komunikasi agnbisnis ikan hias.
3) Bahan kajian yang memperluas analisis keefektifan jaringan komunikasi.

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka
Jaringan Komunikasi
Fisher (1986) menyatakan bahwa penelitian tentang jaringan komunikasi
hampir seluruhnya bersifat mekanistis. Suatu jaringan secara jelas mempunyai
fokus pada saluran yang memungkinkan komunikasi mengalir diantara individu.
Oleh karena itu, kombinasi tertentu dari penghubung saluran diantara para
komunikator merupakan struktur jaringan komunikasi. Sebagian besar penelitian
tentang jaringan komunikasi telah dilakukan dalam setting kelompok dan
organisasi.
Menwut DeVito (1997), jaringan adalah saluran yang digunakan untuk
meneruskan pesan dari satu orang kepada orang lain. Selain itu, jaringan dapat
dilihat dari dua perspektif. Pertama, kelompok kecil sesuai dengan sumberdaya
yang dimiliki akan mengembangkan pola komunikasi yang menggabungkan
beberapa struktur jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi ini kemudian
merupakan sistem komunikasi umurn yang akan digunakan oleh kelompok dalam
mengirimkan pesan dari satu orang kepada orang lain. Kedua, jaringan
komunikasi dapat dipandang sebagai struktur yang diformalkan dan diciptakan
oleh organisasi sebagai sarana komunikasi organisasi.
Gonzalez (dalam Jahi, 1993) mengemukakan bahwa dalam komunikasi
terdapat transaksi atau saling tukar informasi di antara para partisipan, yang
dengan caranya sendiri telah memberikan kontribusi pada proses tumbuhnya

pengertian. Berkaitan dengan proses komunikasi tersebut, Rogers dan Rogers
(1976) menjelaskan bahwa peran sumber dan penerima saling berganti-ganti
dalam pertukaran pesan yang terus-menerus.
Menurut Rogers dan Kincaid (1981), model konvergen memandang
komunikasi antar manusia bersifat dinamis dan berulang terhadap waktu, yang
dicirikan oleh: (1) saling menjadi penyebab dan (2) hubungan antar partisipan
yang saling tergantung satu sama lain, bukan pada kesalahan pandangan terhadap
komunikator, komunikan maupun pesan. Model komunikasi konvergen mengarah
kepada suatu perspektif hubungan komunikasi antar manusia yang bersifat
interpersonal. Hubungan-hubungan yang terbentuk merupakan suatu rangkaian
jalinan yang interaktif Dengan kata lain, interaksi komunikasi antar manusia/
individu dalarn sistem sosial (kelompok) akan membentuk suatu jaringan
komunikasi.
Rogers dan Kincaid (1981) mendefinisikan jaringan komunikasi sebagai
kumpulan hubungan antar individu yang dihubungkan oleh pola aliran informasi.
Beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan, bahwa pengertian jaringan
komunikasi adalah rangkaian hubungan diantara individu-individu dalam satu
sistem sosial sebagai ahbat dari terjadinya pertukaran inforrnasi diantara individuindividu tersebut sehingga membentuk pola-pola atau model-model jaringan
komunikasi tertentu. Selanjutnya menurut Rogers (1983), jaringan komunikasi
adalah suatu jaringan yang terdiri dari individu-individu yang saling berhubungan
dan dihubungkan oleh arus komunikasi yang terpola.

Pengumpulan data jaringan komunikasi dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan sosiometri, yaitu pertanyaan dari siapa seseorang mendapatkan
informasi tertentu.

Menggunakan data sosiometri yang telah disusun secara

matrik dapat dibentuk sosiogram yang digunakan untuk melihat pemuka pendapat,
liaisons, bridges, isolated dan jumlah klik yang terbentuk dalam suatu jaringan,
arah arus informasi, bentuk jaringan (roda, jari-jari, rantai, Y, semua saluran),
serta kepadatan atau frekuensi hubungan (Rogers dan Kincaid, 1981; DeVito,
1997; Pace dan Faules, 1998).
Hasil penelitian Setyanto (1993) mengemukakan bahwa jaringan
komunikasi dibedakan menjadi dua, yaitu formal dan informal. Jaringan
komunikasi formal lebih bersifat hirarkis, sehingga arus informasi mengalir secara
vertikal. Sementara itu jaringan komunikasi informal lebih bersifat horizontal,
arus informasi mengalir dari berbagai arah karena terjadi secara interpersonal.
Informasi yang didapatpun sesuai dengan kebutuhan, bahkan dalam jaringan
komunikasi informal individu-individu yang terlibat didalamnya menentukan
sendiri siapa yang menjadi partner komunikasinya.

Keefektifan Komunikasi
Menurut DeVito (1997), komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu
orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh
gangguan, terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu,
dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Lebih lanjut, diungkapkan
pula bahwa lingkungan (konteks) komunikasi setidak-tidaknya memiliki tiga
dimensi: fisik, sosial-psikologis, dan temporal. Lingkungan fisik, apapun

bentuknya, mempunyai pengaruh tertentu atas kandungan pesan (apa yang
disampaikan) selain juga bentuk pesan (bagaimana menyampaikannya). Dimensi
sosial-psikologis meliputi tata hubungan status diantara individu yang terlibat,
peran dan permainan yang dijalankan orang, serta aturan budaya masyarakat
dimana mereka berkomunikasi. Adapun dimensi temporal atau waktu, mencakup
waktu dalam sehari maupun waktu dalam hitungan sejarah hmana komunikasi
berlangsung. Ketiga dimensi tersebut akan saling mempengaruhi satu sama lain.
Berlo (1960) berpendapat bahwa keefektifan komunikasi berhubungan
dengan gangguan dan ketepatan serta unsur-unsur komunikasi yang berada di
dalamnya. Unsu-unsur dalarn komunikasi meliputi komunikator, encoder, pesan,
saluran, decoder, dan komunikan. Baik dari unsur komunikator maupun
komunikan, faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian untuk meningkatkan
ketepatan adalah: (1) kemampuan berkomunikasi, (2) sikap, (3) tingkat pengetahuan, serta (4) posisi dalam suatu sistem sosial-budaya. Setidaknya terdapat tiga
faktor dalam suatu pesan, yaitu: (1) kode pesan, (2) isi pesan, serta (3) perlakuan
pesan. Kode pesan didefinisikan sebagai beberapa kelompok simbol yang dapat
distruktur dalam suatu cara yang berarti untuk beberapa orang.

Isi pesan

merupakan materi pesan yang telah dipilih oleh komunikator untuk
menyampaikan tujuannya; sedangkan perlakuan pesan merupakan suatu
keputusan dimana komunikator melakukan pemilihan dan penyusunan, baik kode
maupun isi pesan.
Pemilihan saluran yang tepat dapat didekati dengan: (1) ketersehaan media,
(2) jumlah biaya yang diperlukan, serta (3) preferensi komunikator. Ketentuan

lain dalam pemilihan media adalah jenis media yang dapat: (1) diakses oleh
sebagian besar komunikan dengan biaya paling rendah, (2) mempunyai dampak
yang paling besar, (3) diadaptasi sebagian besar dari tujuan komunikator, serta (4)
diadaptasi sebagian besar dari isi pesan (Berlo, 1960). Sementara itu, Level (1972
dalam Face dan Faules, 1998) mengemukakan, bahwa terdapat enam knteria yang

sering digunakan dalam memilih metoda penyampaian informasi, yaitu:
(1) ketersediaan, (2) biaya, (3) pengaruh, (4) relevansi, (5) respons, serta
(6) keahlian.
Suatu meQa untuk sekedar menyampaikan informasi dapat dilakukan
dengan cara: (1) mengasumsikan seorang penerima pasif, (2) mengabaikan
konsteks-konteks lokal dalam menentukan makna setiap komunikasi yang
dilakukan, serta (3) mendukung gagasan bahwa kejelasan dan keterbukaan harus
disamakan dengan keefektifan. Pemilihan media dapat didasarkan pada
pertimbangan sifat-sifat meha, hasil-hasil yang diinginkan, faktor biaya dan
waktu, dan konteks budaya di tempat terjadinya pertukaran informasi tersebut
(Face dan Faules, 1998).
Bila mengacu pada pendapat Tubbs dan Moss (1996), komunikasi Qnilai
efektif jika pesan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh komunikator
akan ditangkap dan dipahami oleh komunikan, sebagaimana rumusan berikut:
R

-

- -

S

makna yang ditangkap komunikan
=

makna yang dimaksud komunikator

dimana: R

=

receiver (komunikan)

S

=

source (komunikator).

1

Nilai 1, yang menunjukkan kesempurnaan penyampaian dan penerimaan
pesan jarang diperoleh. Kenyataannya, nilai tersebut tidak pernah dicapai hanya
mendekati saja. Semakin besar kaitan antara yang dimaksud dengan respon yang
diterima, maka semalun efektif komunikasi yang dilakukan. Selanjutnya
dikemukakan pula, bahwa ada lima ha1 yang dapat dijadikan ukuran bagi
komunikasi efektif, yaitu: (1) pemahaman, (2) kesenangan, (3) pengaruh pada
sikap, (4) hubungan yang semakin baik, serta (5) tindakan.
Schramm dalam Effendi (1993) berpendapat bahwa untuk mewujudkan
komunikasi yang efektif, maka pesan yang dikemas hams:
1) Dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga menarik komunikan.
2) Menggunakan lambang-lambang yang mengarah pada pengalaman yang sama
antara komunikator dengan komunikan, sehingga diperoleh satu pengertian
yang sama.
3) Mampu menimbulkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan bebe-

rapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
4) Mampu memberi saran untuk memperoleh kebutuhan tersebut yang layak bagi
situasi kelompok dimana komunikan berada pada waktu digerakkan untuk
memberikan tanggapan yang dikehendaki.
Selain itu, menurut DeFleur dan Rokeach dalam Effendi (1993) efek yang
ditimbulkan dalam berkomunikasi dapat dikelompokkan dalarn efek: (1) kognitif,
yang terkait dengan pikiran atau penalaran, (2) afektif, yang berkaitan dengan
perasaan, serta (3) konatif atau behavioral, yang berkaitan dengan perilaku,
berupa tindakan atau kegiatan.

Karakteristik Petani dalam Menerima Informasi
Hasil penelitian Setyanto (1993) mengungkapkan bahwa karakteristik
petani menentukan pemahaman petani terhadap informasi-informasi pertanian
serta akan menentukan pula terhadap kemampuan mereka mengadopsi inovasiinovasi pertanian. Karakteristik tersebut meliputi tingkat pendidikan, pendapatan
(status ekonomi), luas dan status lahan garapan, serta keterdedahan terhadap
media komunikasi.
Hasil penelitian Djamali (1999) menyatakan bahwa karakteristik individu
seperti umur, pengalaman berusahatani, tingkat keberanian menghadapi resiko,
kekosmopolitan dan skala usaha, menentukan keikutsertaan dalam jaringan
komunikasi wirausahawan agribisnis sarang burung walet.

Paradigma Agribisnis
Secara historis, Davis (1957 dalam Simatupang, 1997) berpandangan bahwa
paradigma agribisnis muncul sebagai alternatif terhadap paradigma usahatani
(farming) klasik. Dalam paradigma agribisnis ditekankan bahwa keragaan
usahatani hams dianalisa dalam konteks sistem komoditas (Drilon, 1971 dalarn
Simatupang, 1997). Adapun paradigma agribisnis dapat dikelompokkan dalam
pemikiran berikut:
1) Petani sebagai wirausahawan, yaitu petani sebagai pengusaha swasta (enterpreneur) yang memiliki kebebasan dalam mengarnbil keputusan manajemen
usahataninya dan menerima konsekuensi yang ditimbulkan oleh keputusan
tersebut, baik dampak yang menguntungkan maupun yang merugikan.

2) Usahatani sebagai perusahaan komersial, dalam arti usahatani modern yang
dicirikan oleh: (1) bersifat komersial, berusaha memaksimwnkan laba; (2)
berorientasi pasar: sebagian besar hasil produksinya dijual ke pasar, sebagian
besar sarana produksi dibeli dari pasar, serta responsif terhadap perubahan
harga; (3) progresif: responsif terhadap perubahan teknologi.
3) Agribisnis sebagai suatu sistem organik, dalam arti agribisnis terpadu dalam
suatu sistem organik dengan usahatani sebagai intinya, yang dikelompokkan
menjadi 4 sub sistem, yaitu: (1) pengadaan sarana produksi, (2) produksi,
(3) pengolahan, serta (4) disttibusi/pemasaran.

Jaringan Agribisnis Ikan Hias
Jaringan agribisnis ikan h a s dapat ditelusuri sebagaimana &tampilkan pada
Gambar 1. Aliran pesan yang berupa order dari importir diteruskan melalui mitra
usahanya pada alur vertikal di bawahnya. Lebih lanjut pada Gambar 1 terlihat,
bahwa terdapat tiga pola pernasaran yang berlaku pada agribisnis ikan hias, yaitu:

(1) importir

+ eksportir + supplier + raiser + breeder;

(2) importir

+

eksportir + supplier + breeder; (3) importir + eksportir + breeder.
Menurut Saksono (2000), yang berperan dalam jaringan agribisnis ikan hias
adalah importir -+ eksportir

-+

raiser

+ breeder, tidak ada supplier.

Bila di

Indonesia memililu raiser yang baik dan besar niscaya siap bersaing dengan
negara lain yang juga mengekspor ikan hias. Raiser berperan menyiapkan barang
yang diminta eksportir dan bertanggungjawab dengan kualitas serta kuantitas ikan
yang dibutuhkan. Lebih lanjut dikemukakan, bahwa syarat untuk menjadi raiser

antara lain memiliki kredibilitas yang baik, reputasi baik di bidang ikan, diakui
keahliannya serta telah lama berkecimpung dalam mengelola ikan has.

...........t =

aliranpesan

-=

aliran responslproduk

Gambar 1. Jaringanagribisnis ikan hias

Teknologi Budidaya Ikan Hias
Pada umumnya, teknologi budidaya ikan dikelompokkan dalam 3 kategori,
yaitu ekstensif (tradisional), semi-intensif (madya), serta intensif (maju).
Budidaya ekstensif (tradisional) merupakan budidaya dalam kondisi lingkungan
alami tanpa pemberian pakan dan aerasi dari luar. Dalam sistem budidaya ini, air

hams memenuhi beberapa fungsi, yaitu: (1) memberi ruang untuk hidup ikan, (2)
memasok oksigen terlarut dari atmosfer, (3) melarutkan buangan metabolik
beracun, serta sekaligus (4) sebagai media bagi pertumbuhan pakan alami yang
diperlukan bagi organisme yang dibudidayakan. Sistem budidaya semi-intensif
merupakan peralihan dari sistem ekstensif ke intensif yang dicirikan oleh
penambahan pakan alami melalui pemupukan atau melalui pemberian pakan
buatan. Sistem budidaya intensif dicirikan oleh: (1) air hanya digunakan sebagai
media fisik bagi hidup ikan sehingga diperlukan pengelolaan yang intensif, (2)
pemberian pakan secara intensif karena tidak lagi dapat mengandalkan pakan
alami, (3) pengendalian penyakit yang intensif akibat kondisi ikan yang padat,
serta (4) biaya operasional yang lebih besar sebagai konsekuensi dari pengelolaan
budidaya yang intensif tersebut (Wedemeyer, 1996).

Kerangka Pemikiran
Dengan didasari teori Rogers dan Kincaid (1981) mengenai jaringan
komunikasi, maka jaringan komunikasi agribisnis ikan hias dapat diartikan
sebagai hubungan yang berlangsung pada beberapa tingkatan baik dengan
eksportir, supplier, raiser maupun sesama breeder yang terbentuk oleh pola aliran
informasi.
Eksportir yang merupakan penerima pesan dari importir, sekaligus juga
sebagai sumber informasi, yang mengetahui informasi kunci ketentuan-ketentuan
yang diinginkan konsumen pada pasar internasional. Informasi tersebut dapat
berupa kuantitas maupun kualitas produk ikan has, diantaranya adalah jumlah

yang dibutuhkan pembeli di suatu negara tertentu, jenis, harga jual berdasarkan
kategori mutu, dan kriteria mutu yang diinginkan konsumen serta ketentuan waktu
kapan produk tersebut hams sampai pada importir. Informasi tersebut dapat
diteruskan sampai ke tingkat produsen, dalam ha1 ini breeder maupun raiser.
Dalam upaya mengetahui keefebfan jaringan komunikasi agnbisnis ikan
hias, pengukuran dapat dilakukan dengan melihat keterlibatan breeder, yang
didekati melalui tingkat partisipasi breeder yang terkait dengan kegiatan usaha
ikan hias dan perolehan inforrnasi. Informasi tersebut dikelompokkan dalam
teknologi budidaya (ekstensif atau tradisional, semi-intensif dan intensif) dan
bisnis ikan hias (harga, jenis, mutu, jumlah, waktu, pemasaran serta harga
saprokan). Sampai sejauh mana keefektifan jaringan dapat diindikasikan dari
tingkat pengetahuan yang diperoleh petani dan bagaimana tingkat penerapannya,
yang juga terkait dengan teknologi budidaya dan bisnis ikan hias. Pada tingkat
breeder diduga partisipasi dan perolehan informasi berhubungan dengan
karakteristik individu (urnur, pendidikan, pengalaman usaha ikan hias, keberanian
beresiko dan keterdedahan terhadap media) serta karakteristik usaha (modal, skala
usaha, tenaga kerja dan pemilikan saprokan).
Dikaitkan dengan teori Berlo (1960) mengenai keefektifan komunikasi,
maka jika tingkat pengetahuan yang diperoleh petani tinggi dan penerapannya
juga tinggi, dapat diartikan jaringan komunikasi yang terbentuk efektif.
Sebaliknyajika ditemui kondisi breeder yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi
dengan tingkat penerapan rendah ataupun pengetahuan rendah dan penerapan
rendah dapat dikatakan jaringan komunikasi tersebut tidak efektif

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka disusun kerangka alw pikir seperti
yang ditampilkan pada Gambar 2.

Karakteristik individu (XI)

I

X12= pendidikan
X13= pengalaman

X14= keberanian
beresiko
XI5= keterdedahan

I

I

terhadap media

I

I

h

IKeefektifan Jaringan I

II I
I

I 1

+

1

Komunikasi

I

Partisipasi

I

- Tujuan
- Frekuensi
Perolehan inforrnasi

- Teknologi
- Ekstensif
- Semi-intensif

- Intensif

Tingkat
Penguasaan
Teknologi
dan Bisnis

I

Pengetahuan

lr
-

- Bisnis
t
Karakteristik usaha (X2)
X21= modal
X22= skala usaha
X23= tenaga kerja
X24= pemilikan
saprokan

-

- Harga
- Kriteria mutu

- Jumlah & w a k t ~
- Pemasaran
- Harga saprokan

- Bisnis

Gambar 2. Kerangka pemikiran keefektifan jaringan komunikasi
agribisnis petani ikan hias

Hipotesis
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan
hipotesis mayor dari penelitian, yaitu:
1) Terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik individu dengan keefektifan

jaringan komunikasi agribisnis ikan hias; yang dirinci dalam hipotesis minor
sebagai berikut:
a. Terdapat hubungan yang nyata antara umur petani dengan keefektifan
jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.
b. Terdapat hubungan yang nyata antara pendidikan petani dengan keefektifan
jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.
c. Terdapat hubungan yang nyata antara pengalaman usahatani petani dengan
keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.
d. Terdapat hubungan yang nyata antara keberanian beresiko petani dengan
keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.
e. Terdapat hubungan yang nyata antara keterdedahan petani terhadap media
dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.

2) Terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik usaha dengan keefektifan
jaringan komunikasi agribisnis ikan hias; yang dirinci dalam hipotesis minor
sebagai berikut:
a. Terdapat hubungan yang nyata antara modal usaha yang dimiliki petani
dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.
b. Terdapat hubungan yang nyata antara skala usaha yang dikelola petani
dengan keefehfan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.

c. Terdapat hubungan yang nyata antara tenaga kerja yang dikaryakan petani
dalam mengelola usaha dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis
ikan hias.
d. Terdapat hubungan yang nyata antara pemilikan saprokan oleh petani
dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.
3) Terdapat hubungan yang nyata antara keefektifan jaringan komunikasi agribis-

nis ikan hias dengan penguasaan teknologi dan bisnis yang berupa pengetahuan
dan penerapan petani tentang teknologi budidaya dan bisnis ikan hias; yang
dirinci dalam hipotesis minor sebagai berikut:
a. Terdapat hubungan yang nyata antara keefektifan jaringan komunikasi
agribisnis ikan hias dengan tingkat pengetahuan petani.
b. Terdapat hubungan yang nyata antara keefektifan jaringan komunikasi
agribisnis ikan hias dengan tingkat penerapan petani.

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian
Penelitian dirancang dengan metoda survai yang bersifat deskriptif
korelasional. Sebagai variabel bebas adalah karakteristik individu dan karakteristik usaha dengan variabel tak bebas berupa keefektifan jaringan komunikasi
serta tingkat penguasaan teknologi dan bisnis (tingkat pengetahuan dan penerapan
petani terhadap teknologi budidaya serta bisnis ikan hias).

Definisi Operasional
Alur pikir yang digambarkan dalam kerangka pemikiran terdiri atas empat
variabel utama, yaitu karakteristik individu, karakteristik usaha, keefektifan
jaringan komunikasi serta tingkat penguasaan teknologi dan bisnis. Adapun
definisi operasional dan cara pengukuran ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Definisi operasional dan pengukuran variabel penelitian
No.

Variabel

Definisi operasional

Pengukuran

(1)

(2)

(3)

(4)

Lama tahun hidup
sejak responden lahir

1.

Umur

Lama tahun hidup sejak responden lahir

2.

Pendidikan

Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh oleh responden
yang meliputi pendidikan
formal dan non formal.
a. Pendidikan formal: lama pen- Jumlah tahun sukses
yang berhasil diperodidikan yang ditempuh di
leh responden
bangku sekolah

Tabel 1. Lanjutan

Jumlah mengikuti
b. Pendidikan non formal: frekuensi mengikuti pendidikan kegiatan kursusllatihanlpenataran di bidang
di luar bangku sekolah
usahatani ikan hias
dalam periode waktu
tima tahun terakhir
(1996-2001)
Pengalaman
usahatani

Lama responden dalam melakukan usahanya dari awal hingga
pada saat penelitian dilakukan

Jumlah tahun usaha
dari awal usaha
hingga pada saat
penelitian dilakukan

Keberanian
beresiko

Tingkat keberanian petani dalam
pengambilan keputusan yang
terkait dengan usahatani.
Pertanyaan yang diajukan
kepada responden berkaitan
dengan:
a. Tingkat kelayakan usaha yang
didekati dengan perolehan
keuntungan dari usaha ikan
hias, sehingga dapat dijadikan sumber pendapatan
utama keluarga.
b. Beralih dari komoditas ikan
hias ke komoditas lain.
c. Berrnaksud menambahl
mengganti jenis ikan hias.
d. Mengembangkan skala usahatani ikan hias.
e. Mengambil kredit dari bank
untuk menarnbah modal
usahatani ikan hias.

Pemberian skor 1
untuk responden yang
menyatakan 'ya', dan
skor 0 untuk responden yang menjawab
'tidak', kecuali untuk
butir b, skor berlaku
kebalikan, yaitu skor
1 untuk jawaban
'tidak' dan skor 0
untuk jawaban 'ya'.

Keterdedahan Frekuensi keterjangkauan pesan melalui media massa dalam
terhadap
media massa satu bulan terakhir saat penelitian dilakukan, untuk mendapatkan informasi dari media massa,
yang dibedakan atas:

Tabel 1. Lanjutan

a. Media elektronik: televisi,
dan radio.
b. Media cetak: surat kabar,
buletin, brosur, buku petunjuk teknik ikan hias maupun
majalah.
Modal usaha

Besarnya biaya dari berbagai
sumber yang dikeluarkan untuk
usaha ikan hias sampai saat
penelitian dilakukan dan dinyatakan dalam satuan rupiah, yang
dibedakan atas:
a. Modal investasi: biaya yang
dikeluarkan untuk pembelian
atau penyewaan lahan clan
saranaJperalatan serta material lain.

b. Modal operasional:biaya
yang dikeluarkan untuk
pembelian sarana produksi
perikanan (saprokan)

Skala usaha

Jumlah ikan hias yang diusahakan petani sampai saat penelitian dilakukan yang diukur dalam
satuan ekor, dibedakan'atas:

Jumlah jam dalam
satu bulan yang dibutuhkan untuk mendapatkan informasi dari
media massa, baik
elektronik maupun
cetak

Jumlah uang (Rp)
yang digunakan untuk
pembelian atau penyewaan lahan, pembuatan kolam, akuarium,
pembelian blower,
aerator, tabung oksigen, serok, selang dan
alat lain.
Jumlah uang (Rp)
yang digunakan untuk
pembelian induk ikan,
benih ikan, pupuk,
pakan, obat-obatan,
wadah pengemasan:
plastiklsteroform,
oksigen, pembayaran
pajak tanah/PBB dan
upah tenaga kerja LK

Tabel 1. Lanjutan
(1)

8.

9.

(2)

Tenaga kerja

Pemilikan
sarana produksi perikanan (sapro
kan)

10. Jaringan
komunikasi
agribisnis
petani ikan
hias

(3)

(4)

a. Induk ikan hias

Jumlah induk dalam
satuan ekor

b. Benih ikan hias

Jumlah benih dalam
satuan ekor

Banyaknya pekerja yang aktif
terlibat dalam kegatan usaha
ikan hias, yang dibedakan atas:
a. Tenaga kerja dalam keluarga
(TKDK)

Jurnlah orang dalam
anggota keluarga
yang aktif bekerja
mengelola usaha ikan
hias.

b. Tenaga kerja luar keluarga
(TKLK)

Jumlah orang yang
diupah baik harian
maupun bulanan yang
aktif bekerja mengelola usaha ikan hias.

Jenis-jenis saprokan yang dimiliki responden dalam usahatani
ikan hias yang berupa induk,
benih, pupuk, pakan, clan obatobatan.

Skor 1 diberikan pada
responden untuk
pemilikan setiap jenis
saprokan dan skor 0
untuk yang tidak
memiliki. Dengan
demikian, skor 5 diberikan kepada responden yang memiliki 5
jenis saprokan.

Hubungan yang dapat
berlangsung, baik antara
sesama breeder, raiser,
supplier, maupun eksportir.
a. Breeder: petani ikan hias
yang melakukan kegiatan
pembenihan.

Pernyataan responden
mengenai interaksi
dengan sesama breeder, raiser, supplier,
maupun eksportir
pada waktu menghadapi kesulitan dalam

Tabel 1. Lanjutan

b. Raiser: petani ikan hias yang
melakukan kegiatan pembesaran ikan
c. Supplier: pedagang perantara
atau pedagang yang menghubungkan antara eksportir
dengan breeder ataupun
eksportir dengan raiser.

mengelola usaha ikan
hias, yang dihitung
berdasarkan persentase responden.

d. Eksportir: perusahaan (badan
usaha) yang melakukan kegiatan ekspor ikan hias ke luar
negeri.
Keefektifan
jaringan
komunikasi
ikan hias

Tingkat partisipasi petani dalam
jaringan komunikasi agribisnis
ikan hias dan perolehan
informasi.

Partisipasi
petani

Keikutsertaan petani dalam jaringan komunikasi yang diukur
dari frekuensi dan tujuan petani.

I

. Frekuensi: mengetahui inten-

sitas keterlibatan petani dalam
mencari infromasi.

Pengukuran tingkat
keefektifan di hitung
berdasarkan total skor
seluruh variabel keefektifan jaringan.
Skor 1 dinilai tidak
efektif, skor 2: efektif
dan skor 2,5-3: sangat
efektif. Persentase
skor jaringan komunikasi: (1) tidak efektif
0,O-66,6; (2) efektif
66,7-83,2; (3) sangat
efektif 83,3-100,O.

Berapa kali petani
dalam satu bulan
mengikuti berbagai
kegiatan yang terkait
dengan usaha ikan
hias.

Tabel 1. Lanjutan

Perolehan
infomasi

b. Tujuan: dari informasi tentang usahatani ikan hias responden memanfaatkannya
sebagai tujuan

(1) Tingkat 1: sekedar
sebagai pengetahuan
saja, (2) tingkat 2:
sebagai pengetahuan
dan telah dilakukan
ujicoba dan (3) tingkat 3: sebagai pengetahuan, telah dilakukan uji coba dan telah
diterapkan dalam pengelolaan usahatani.

Semua infomasi yang didapat
petani mengenai teknologi
budidaya dan bisnis ikan hias.
a. Teknologi budidaya, semua
infomasi yang didapat responden mengenai berbagai
tingkatan teknologi:
1 ) Teknologi budidaya
ekstensif (tradisional):
budidaya dalam kondisi
lingkungan alami tanpa
pemberian pakan dan
aerasi dari luar, penggunaan wadah tidak terkontrol (kolarn tanah), kualitas air diperbailu dengan
pergantian air, pakan
mengandalkan pakan
alami di kolam, pemijahan
dilakukan di kolam, dan
umumnya ikan bernilai
ekonomis rendah.

Pengukuran terhadap
perolehan infomasi
didekati dengan melihat seberapa