Strategi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar Dalam Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor

(1)

DALAM MENINGKATKAN EKONOMI WILAYAH KOTA BOGOR

SONI GUMILAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan HEDI MUHAMMAD IDRIS.

Ikan hias air tawar mempunyai peranan dalam aspek pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dalam perkembangannya dapat dijadikan sebagai media pertumbuhan ekonomi sehingga sangat perlu untuk dieksplorasi potensinya. Penelitian ini menganalisis tentang keunggulan daya saing ikan hias di wilayah Kota Bogor memakai metode Porter (Porter’s Diamond Theory). Analisis manfaat dan biaya dari usaha ikan hias yang dilakukan pembudidaya ikan hias di Kota Bogor, menggunakan Net Present Value (NPV), Net B/C Ratio dan Internal Rate of Return (IRR). Analisa terhadap persepsi stakeholders dalam pengembangan agribisnis ikan hias metode yang digunakan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP).

Keunggulan daya saing ikan hias air tawar di Kota Bogor lemah, ini disebabkan sarana dan prasarana seperti pakan masih didatangkan dari luar Kota Bogor selain kurangnya sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi ikan hias. Tingkat kelayakan usaha dari skala usaha kecil, menengah dan besar layak dikembangkan namun hasil uji analisis sensitivitas usaha kecil beresiko tinggi. Berdasarkan persepsi stakeholders pengembangan ikan hias air tawar di Kota Bogor pemasaran menjadi prioritas terpenting dengan jalur pasar internasional. Strategi yang dirumuskan adalah : 1) Menumbuh kembangkan jaringan pasar; 2) Optimalisasi sumberdaya pendukung ikan hias; 3) Peningkatan Skala Usaha Kecil Menjadi Skala Usaha Menengah; 4) Optimalisasi produksi; 5) Meningkatkan

pasar; 6) Menentukan kebijakan yang kondusif terhadap usaha ikan hias;

7) Peningkatan Sumberdaya manusia pembudidaya ikan hias; dan 8) Memperkuat modal usaha


(3)

SONI GUMILAR. Strategi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar dalam Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan HEDI MUHAMMAD IDRIS.

Ikan hias air tawar mempunyai peranan dalam aspek pemberdayaan ekonomi masyarakat di Kota Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keunggulan daya saing ikan hias air tawar di wilayah Kota Bogor dengan menggunakan Porter’s Diamond Theory. Metode analisis yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Net B/C Ratio, Internal Rate of Return (IRR) dan Analytical Hierarchy Process (AHP).

Ditemukan bahwa secara ekonomi ikan hias air tawar layak diusahakan, namun analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha kecil berisiko tinggi untuk dikembangkan. Menurut persepsi stakeholders prioritas utama pengembangan ikan hias air tawar adalah pengembangan pemasaran, terutama pasar internasional. Oleh karena itu langkah strategis pengembangannya adalah : menumbuhkembangkan jaringan pasar, optimalisasi sumberdaya pendukung, peningkatan skala usaha, optimalisasi produksi, memperluas pasar, membuat kebijakan yang kondusif, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan memperkuat modal usaha.


(4)

therefore it is necessary to explore their potencies. This research analizes the stakeholder perception of ornamental fish business in economy development by using Analytical Hierarchy Process (AHP) method, the competitiveness of ornamental fish business of Bogor mucipality by using Porter’s Diamond Theory method, and the level of benefit and cost of ornamental fish agriculture in Bogor by using Net Present Value (NPV), Net B/C Ratio dan Internal Rate of Return (IRR).

The result of the research show the most important factors of the development of ornamental fish business in Bogor municipality is the marketing , mean while the businessman of ornamental fish have a most role among other stakeholders, and the bigges opportunity for the marketing is international marketing. The strategy that should taken is developing network of agribusiness information. That condition of fishery and human resources support the development of enviromental fish business, as well as the banking that provides financial capital, the government and the availabilities of science and technology Bogor municipality has also a strategic geography position. Thes business enviromental fish that are developing in Bogor municipality very in many scales, and they have a big potencies to develop more and to enhance the economy of community.


(5)

DALAM MENINGKATKAN EKONOMI WILAYAH KOTA BOGOR

SONI GUMILAR

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm, dan sebagainya.


(7)

Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi

: : :

Soni Gumilar A.155030241

Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec

Ketua

Dr. Ir. Hedi Muhammad Idris, M.Sc

Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D

Dekan Pascasarjana

Prof.Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.


(8)

Dengan ini saya yang menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS IKAN HIAS AIR TAWAR DALAM MENINGKATKAN EKONOMI WILAYAH KOTA BOGOR

adalah benar merupakan hasil kerja saya dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2007

SONI GUMILAR A.155030241


(9)

(10)

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkah dan karunia-Nyalah sehingga Tesis yang berjudul “Strategi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar Dalam Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor” ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyusunan Tesis ini Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Hedi Muhammad Idris, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan yang berarti bagi penyelesaian Tesis ini.

Terima kasih disampaikan kepada Bapak Walikota dan Ibu Kepala Dinas Agribisnis Kota Bogor yang telah memberikan kesempatan penulis mengikuti pendidikan Pascasarjana di IPB Bogor dalam rangka peningkatan kapasitas diri.

Terima kasih juga Penulis sampaikan rekan-rekan PWD, rekan sejawat khususnya Seni Susanto atas dukungan dan bantuannya. Kupersembahkan khusus kepada istri dan anak-anakku tercinta Nela Aldriani, Hazarani Sari dan

Rafi Al-Ghani Gumilar juga atas dorongan moril, kanggo Mamah, Ema Panggugah, dan Keluarga Besar yang telah memberikan dorong doa.

Semoga Tesis ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca, terutama kepada Pemerintah Daerah sebagai masukan dalam pengambilan keputusan.

Bogor, Agustus 2007


(11)

DALAM MENINGKATKAN EKONOMI WILAYAH KOTA BOGOR

SONI GUMILAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan HEDI MUHAMMAD IDRIS.

Ikan hias air tawar mempunyai peranan dalam aspek pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dalam perkembangannya dapat dijadikan sebagai media pertumbuhan ekonomi sehingga sangat perlu untuk dieksplorasi potensinya. Penelitian ini menganalisis tentang keunggulan daya saing ikan hias di wilayah Kota Bogor memakai metode Porter (Porter’s Diamond Theory). Analisis manfaat dan biaya dari usaha ikan hias yang dilakukan pembudidaya ikan hias di Kota Bogor, menggunakan Net Present Value (NPV), Net B/C Ratio dan Internal Rate of Return (IRR). Analisa terhadap persepsi stakeholders dalam pengembangan agribisnis ikan hias metode yang digunakan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP).

Keunggulan daya saing ikan hias air tawar di Kota Bogor lemah, ini disebabkan sarana dan prasarana seperti pakan masih didatangkan dari luar Kota Bogor selain kurangnya sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi ikan hias. Tingkat kelayakan usaha dari skala usaha kecil, menengah dan besar layak dikembangkan namun hasil uji analisis sensitivitas usaha kecil beresiko tinggi. Berdasarkan persepsi stakeholders pengembangan ikan hias air tawar di Kota Bogor pemasaran menjadi prioritas terpenting dengan jalur pasar internasional. Strategi yang dirumuskan adalah : 1) Menumbuh kembangkan jaringan pasar; 2) Optimalisasi sumberdaya pendukung ikan hias; 3) Peningkatan Skala Usaha Kecil Menjadi Skala Usaha Menengah; 4) Optimalisasi produksi; 5) Meningkatkan

pasar; 6) Menentukan kebijakan yang kondusif terhadap usaha ikan hias;

7) Peningkatan Sumberdaya manusia pembudidaya ikan hias; dan 8) Memperkuat modal usaha


(13)

SONI GUMILAR. Strategi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar dalam Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan HEDI MUHAMMAD IDRIS.

Ikan hias air tawar mempunyai peranan dalam aspek pemberdayaan ekonomi masyarakat di Kota Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keunggulan daya saing ikan hias air tawar di wilayah Kota Bogor dengan menggunakan Porter’s Diamond Theory. Metode analisis yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Net B/C Ratio, Internal Rate of Return (IRR) dan Analytical Hierarchy Process (AHP).

Ditemukan bahwa secara ekonomi ikan hias air tawar layak diusahakan, namun analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha kecil berisiko tinggi untuk dikembangkan. Menurut persepsi stakeholders prioritas utama pengembangan ikan hias air tawar adalah pengembangan pemasaran, terutama pasar internasional. Oleh karena itu langkah strategis pengembangannya adalah : menumbuhkembangkan jaringan pasar, optimalisasi sumberdaya pendukung, peningkatan skala usaha, optimalisasi produksi, memperluas pasar, membuat kebijakan yang kondusif, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan memperkuat modal usaha.


(14)

therefore it is necessary to explore their potencies. This research analizes the stakeholder perception of ornamental fish business in economy development by using Analytical Hierarchy Process (AHP) method, the competitiveness of ornamental fish business of Bogor mucipality by using Porter’s Diamond Theory method, and the level of benefit and cost of ornamental fish agriculture in Bogor by using Net Present Value (NPV), Net B/C Ratio dan Internal Rate of Return (IRR).

The result of the research show the most important factors of the development of ornamental fish business in Bogor municipality is the marketing , mean while the businessman of ornamental fish have a most role among other stakeholders, and the bigges opportunity for the marketing is international marketing. The strategy that should taken is developing network of agribusiness information. That condition of fishery and human resources support the development of enviromental fish business, as well as the banking that provides financial capital, the government and the availabilities of science and technology Bogor municipality has also a strategic geography position. Thes business enviromental fish that are developing in Bogor municipality very in many scales, and they have a big potencies to develop more and to enhance the economy of community.


(15)

DALAM MENINGKATKAN EKONOMI WILAYAH KOTA BOGOR

SONI GUMILAR

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(16)

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm, dan sebagainya.


(17)

Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi

: : :

Soni Gumilar A.155030241

Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec

Ketua

Dr. Ir. Hedi Muhammad Idris, M.Sc

Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D

Dekan Pascasarjana

Prof.Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.


(18)

Dengan ini saya yang menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS IKAN HIAS AIR TAWAR DALAM MENINGKATKAN EKONOMI WILAYAH KOTA BOGOR

adalah benar merupakan hasil kerja saya dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2007

SONI GUMILAR A.155030241


(19)

(20)

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkah dan karunia-Nyalah sehingga Tesis yang berjudul “Strategi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar Dalam Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor” ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyusunan Tesis ini Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Hedi Muhammad Idris, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan yang berarti bagi penyelesaian Tesis ini.

Terima kasih disampaikan kepada Bapak Walikota dan Ibu Kepala Dinas Agribisnis Kota Bogor yang telah memberikan kesempatan penulis mengikuti pendidikan Pascasarjana di IPB Bogor dalam rangka peningkatan kapasitas diri.

Terima kasih juga Penulis sampaikan rekan-rekan PWD, rekan sejawat khususnya Seni Susanto atas dukungan dan bantuannya. Kupersembahkan khusus kepada istri dan anak-anakku tercinta Nela Aldriani, Hazarani Sari dan

Rafi Al-Ghani Gumilar juga atas dorongan moril, kanggo Mamah, Ema Panggugah, dan Keluarga Besar yang telah memberikan dorong doa.

Semoga Tesis ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca, terutama kepada Pemerintah Daerah sebagai masukan dalam pengambilan keputusan.

Bogor, Agustus 2007


(21)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Mei 1967 dari ayah bernama H. Ganda Sasmita (alm) dan Ibu bernama Hj. Siti Yayah Rukoyah. Penulis adalah anak keempat dari tujuh bersaudara.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Gang Aut Bogor pada tahun 1980, Sekolah Menengah Pertama Negeri I pada tahun 1983 dan Sekolah Pertanian Pembangunan Sekolah Peternakan Menengah Atas Negeri Bogor diselesaikan pada tahun 1986. Selanjutnya meneruskan di Fakultas Peternakan Universitas Islam Malang dan Lulus pada tahun 1991. Pada tahun 2003 penulis di terima di Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan IPB.

Pada tahun 1991-1993, penulis bekerja di PT. Hybrida Niaga Putra yang bergerak di bidang perunggasan komersil. tahun 1993-1996 bekerja di PT. Agriphar Graha Farma yang bergerak di bidang obat hewan disamping itu secara sambilan juga sebagai peternak ayam broiler. Pada tahun 1996-1997 penulis diangkat sebagai PNS di Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur di Surabaya. 1997-2000 bertugas di Dinas Peternakan Kabupaten Kediri Propinsi Jawa Timur. Selanjutnya pada tahun 2000-2001 bekerja di Dinas Peternakan Kota Bogor dan 2001-2004 bekerja di Dinas Pertanian Kota Bogor, dan pada tahun 2004-sekarang bekerja di Dinas Agribisnis Kota Bogor. sejak tahun 2001 penulis dipercaya untuk membidangi perikanan dan pada tahun bersamaan sampat saat ini penulis juga melakukan kegiatan agribisnis yaitu sebagai pembudidaya ikan hias.


(22)

Pemakalah dilahirkan di Majalaya. Pada tahun 1991-1993, Pemakalah bekerja di PT. Hybrida Niaga Putra yang bergerak di bidang perunggasan komersil. tahun 1993-1996 bekerja di PT. Agriphar Graha Farma yang bergerak di bidang obat hewan disamping itu secara sambilan juga sebagai peternak ayam broiler. Pada tahun 1996-1997 Pemakalah diangkat sebagai PNS di Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur di Surabaya. 1997-2000 bertugas di Dinas Peternakan Kabupaten Kediri Propinsi Jawa Timur. Selanjutnya pada tahun 2000-2001 bekerja di Dinas Peternakan Kota Bogor dan 2001-2004 bekerja di Dinas Pertanian Kota Bogor, pada tahun 2004-sekarang bekerja di Dinas Agribisnis Kota Bogor. sejak tahun 2001 Pemakalah dipercaya untuk membidangi perikanan dan pada tahun bersamaan sampat saat ini Pemakalah juga melakukan kegiatan agribisnis yaitu sebagai pembudidaya. Pada tahun 2003 Pemakalah di terima di Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Institut Pertanian Bogor.


(23)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN ... vi I. PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 3 Tujuan Penelitian ... 6 Kegunaan penelitian ... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Pembangunan Berkelanjutan ... 7 Dimensi Pembangunan Berkelanjutan ... 8 Pembangunan Kota Berkelanjutan ... 9 Strategi ... 11 Teori Daya Saing ... 13 Teori Berlian Porter (Diamond’s Porter Theory) ... 15 Kondisi Faktor Sumberdaya ... 16 Kondisi Permintaan ... 18 Industri Pendukung dan Industri Terkait ... 19 Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan ... 19 Agribisnis Perkotaan ... 20 2.71 Peranan Agribisnis dalam Pembangunan ... 22 2.72 Pembangunan Indonesia sebagai Strategi Pembangunan ... 24 Kebijakan Pemerintah Daerah ... 29 Pendapatan dan Sektor-sektor Ekonomi ... 36 2.10 Agribisnis Perikanan ... 37 2.11 Ikan Hias ... 40 2.12 Kajian Penelitian Terdahulu ... 48 III. METODOLOGI PENELITIAN ... 50

Kerangka Penelitian ... 50 Lokasi Pengumpul Data ... 54 Metode Penarikan Sampel ... 54 Data Primer ... 54 Data Skunder ... 56

Motede Analisa ... 56 Analisis Deskriptif ... 56 Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 57 Penghitungan Niilai Manfaat dan Biaya ... 66 IV. KEUNGGULAN IKAN HIAS SEBAGAI DAYA SAING INDUSTRI

PERIKANAN ... 70 Kondisi Faktor Sumberdaya ... 70 Sumberdaya Ikan Hias Air Tawar ... 70 Sumberdaya Manusia ... 73 Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ... 74 Sumberdaya Modal ... 76 Sumberdaya Infrastruktur ... 77


(24)

Kondisi Permintaan ... 77 Industri Pendukung ... 81 Industri Terkait ... 81 Industri Pendukung ... 82 4.4 Peran Pemerintah Kota Bogor ... 83 4.5 Peran Kesempatan ... 83 4.6 Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan ... 84 4.6.1 Persaingan Domestik... 84 4.6.2 Struktur dan Strategi Industri Ikan Hias ... 84 4.7 Strategi Peningkatan Daya Saing ... 86 4.7.1 Menumbuh Kembangkan Jaringan Pasar ... 86 4.7.2 Pengoptimalan Sumberdaya Pendukung Ikan Hias ... 87 V. ANALISA MANFAAT DAN BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS ... 88

Analisa Manfaat dan Biaya Ikan Hias ... 88 Analisa Usaha Ikan Hias Skala Kecil ... 89 Analisa Usaha Ikan Hias Skala Menengah ... 91 Analisa Usaha Ikan Hias Skala Besar ... 95 Strategi Pengembangan Dalam Meningkatkan Usaha ... 98 Peningkatan Skala Usaha ... 99 Pengoptimalan Produksi ... 100 VI. PERSEPSI STAKEHOLDERS DALAM PENGEMBANGAN

IKAN HIAS DI KOTA BOGOR ... 101 ... Ikan

Hias Kota Bogor ... 101 ... Fakt

or-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Agribisnis

Ikan Hias ... 102 ... Stak eholders yang Berperan ... 106 ... Strat egi Terhadap Persepsi Stakeholders ... 116 6.4.1 Meningkatkan Pasar ... 116 6.4.2 Menentukan Kebijakan Terhadap Usaha Ikan Hias ... 116 6.4.3 Peningkatan SDM ... 117 6.4.4 Memperkuat modal usaha ... 117 VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 118 7.1. Kesimpulan ... 118

7.1.1. Keunggulan Daya Saing Ikan Hias ... 118 7.1.2. Analisa Manfaat Dan Biaya Budidaya Ikan Hias ... 119 7.1.3. Persepsi Stakeholders ... 119 7.2. Saran ... 120 DAFTAR PUSTAKA


(25)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Matriks Perbandingan/Komparasi Berpasangan ... 61 2. Matriks Perbandingan Berpasangan ... 62 3. Jumlah RTP Ikan Hias di Kota Bogor ... 70 4. Jumlah Produksi Ikan Hias Kota Bogor Tahun 2006 ... 72 5. Lembaga Pengembangan Ikan Hias ... 75 6. Jumlah Permintaaan Ikan Hias di Kota Bogor ... 78 7. Volume dan Nilai Ekspor Ikan Hias Tahun 2005 ... 78 8. Potensi Pasar Internasional Ikan Hias... 80 9. Pasar Epektif Ikan Hias ... 80 10. Eksportir Ikan Hias di Wilayah Bogor ... 82 11. Analisis Kelayakan Usaha Skala Kecil ... 89 12. Analisis Kelayakan Usaha Skala Menengah ... 92 13. Analisis Kelayakan Usaha Skala Besar... 96 14. Jumlah RTP Pembudidaya Ikan Hias Kota Bogor ... 101 15. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias

di Kota Bogor ... 102 16. Tingkat Pengaruh Pasar Ikan Hias ... 103 17. Pengaruh Kriteria SDM dalam Pengembangan Ikan Hias ... 104 18. Modal Usaha Pengembangan Ikan Hias ... 105 19. Aspek Penting dari Faktor Kebijakan Pemerintah ... 105 20. Stakeholder yang Berperan dalam Faktor Pemasaran ... 106 21. Stakeholder yang Berperan dalam Faktor Modal Usaha ... 107 22. Stakeholder yang Berperan dalam Pengembangan SDM ... 108 23. Stakeholder yang Berperan dalam Kebijakan Pemerintah ... 109 24. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Kelompok Pembudidaya ... 110 25. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Pelaku Usaha ... 111 26. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Dinas Agribisnis ... 111 27. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Dinas Perindagkop ... 112


(26)

28. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat BAPEDA... 113 29. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Perguruan Tinggi ... 113 30. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Lembaga Penelitian ... 114

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Konsep Pembangunan yang Berkelanjutan ... 2 Manfaat Strategi ... 3 Kawasan Agropolitan ... 4 Otonomi Daerah dalam Wadah NKRI (Indonesia-Incorporated) di Era

Global

5 Alur Pikir Penelitian... 6 “The National Diamond System ... 7 Skema Hirarki : Strategi Pengembangan Ikan Hias... 8 Grafik Perkembangan Pembudidaya... 9 Bagan Alur Usaha Ikan Hias... 10 Hasil Analisis Strategi Pengembangan Ikan Hias...

8 13 21

27 53 56 58 71 85 115


(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Teks Halaman 1. Analisa Manfaat dan Biaya Budidaya Ikan Hias Skala Kecil ... 123 2. Analisa Manfaat dan Biaya Budidaya Ikan Hias Skala Menengah ... 126 3. Analisa Manfaat dan Biaya Budidaya Ikan Hias Skala Besar ... 130 4. Hasil Analisa Persepsi Stakeholders ... 134


(28)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi menurut Arsyad (1999) dalam Rustiadi et al (2003) dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kemampuan ekonomi dan kualitas hidup masyarakatnya. Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana terdapat saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat diidentifikasi dan dianalisa dengan seksama sehingga diketahui runtutan peristiwa yang timbul yang akan mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya.

Pembangunan dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah dan perundang-undangan, otonomi daerah merupakan alasan mendasar sebagai kunci pokok konsep pengembangan dalam meningkatkan perekonomian rakyat ekonomi yang memanfaatkan keunggulan komparatif tersebut selama ini telah berkembang di Indonesia dalam bentuk pembangunan pertanian. Perubahan tata ekonomi dunia yang mengarah pada perdagangan bebas menuntut perubahan strategi kebijakan pembangunan ekonomi dari strategi substitusi impor menjadi strategi yang berorientasi ekspor. Kunci keberhasilan perdagangan internasional dalam era ini adalah merubah keunggulan komparatif di sektor agribisnis menjadi keunggulan kompetitif (Azis, 1993 dalam Fatchiya, 2002).

Pembangunan pertanian dewasa ini diarahkan pada pembangunan sistem agribisnis, dimana seluruh sub sistem agribisnis dikembangkan secara simultan dan harmonis dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang tersedia. Sektor pertanian, khususnya sub sektor perikanan sebagai bagian integral dari perekonomian Indonesia, harus mempersiapkan diri dan mengantisipasi kondisi liberalisasi perdagangan bebas.

Salah satu komoditas perikanan yang memiliki potensi sebagai produk unggulan ekspor adalah ikan hias. Perdagangan ikan hias memang bermuara pada pemberdayaan masyarakat karena belum diminati oleh pemodal besar. Hal ini disebabkan nilai potensi perdagangannya kecil. Meskipun perdagangan


(29)

ikan hias kecil namun justru usaha ini dapat digunakan sebagai pemberdayaan masyarakat lewat industri kecil atau industri rumah tangga yang bermuara pada ekspor.

Peredaran ikan hias dunia di tingkat grosir diperkirakan mencapai nilai lebih USD 1 miliar, sedangkan di tingkat eceran mencapai lebih dari USD 6 miliar, yaitu dari sekitar 1,5 miliar ekor ikan yang diperdagangkan. Apabila perdagangan aksesori pemeliharaan ikan hias air tawar harus ikut dihitung maka nilai uang yang berputar diperkirakan mencapai USD 14 miliar. Tentu ini angka tidak kecil, apabila Indonesia dapat ikut andil 1% saja dari perdagangan ikan hias dan aksesorinya maka kita akan bermain pada angka USD 140 juta.

Jumlah ikan hias yang diperdagangkan mencapai 1.600 jenis dan 750 diantaranya berasal dari air tawar (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003). Jumlah ini diperkirakan terus bertambah dengan semakin majunya teknik pembenihan, transportasi, dan pemeliharaan ikan hias. Hal ini juga terlihat permintaan akan ikan hias air tawar di Kota Bogor dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2004 Kota Bogor telah mengekspor ikan hias air tawar sebanyak 6.800.000 ekor dan tahun 2006 sebanyak 9.043.842 ekor dengan negara tujuan Timur Tengah, Chili, UAE, Srilangka, Singapura, Malaysia, Sudan, Muritius, Kuwait, Saudi Arab, Jepang, India, Yordan, Tasmania, Bangladesh, Korea, Afganistan, Libya, Philipina, Oman, Kenya, Yaman dan Zimbabwe. Selama dua tahun terakhir perkembangan ikan hias air tawar di Kota Bogor terus meningkat.

Selain faktor–faktor yang telah disebutkan di atas data pendukung lainnya bahwa Kota Bogor mempunyai keunggulan-keunggulan komparatif dalam rangka pengembangan agribisnis perkotaan, diantaranya posisi Kota Bogor yang strategis. Selain posisinya yang dekat dengan Ibukota Jakarta, juga berada pada jalur wisata utama Jawa Barat. Selain itu juga berada/berdekatan dengan kawasan andalan Bodebek, kawasan andalan Bopunjur serta kawasan andalan Sukabumi dan sekitarnya.

Dengan posisi yang dekat dengan Jakarta, maka Kota Bogor berfungsi pula sebagai daerah penyangga dalam berbagai aspek, baik aspek ketersediaan pangan, aspek permukiman dan lain-lain. Selain itu berbagai Badan/Lembaga Penelitian Pertanian, pakar-pakar perikanan berada di Kota ini sehingga akan


(30)

mempermudah dalam hal aksesibilitas informasi pertanian terkini (Pemerintah Kota Bogor, 2001)

Berdasarkan arah kebijakan pembangunan, pertanian di Kota Bogor diarahkan pada pengembangan pertanian yang terintegrasi dengan menetapkan komoditas unggulan yang didasarkan kepada potensi, agroklimat dan sosial budaya masyarakat. Dari hasil pertimbangan tersebut telah ditetapkan komoditas unggulan sebagai berikut:

1) Kecamatan Bogor Barat untuk komoditas talas beserta olahannya, tanaman hias dan itik.

2) Kecamatan Bogor Utara untuk komoditas ikan hias, domba/kambing dan agroornamental (daun potong).

3) Kecamatan Bogor Timur untuk komoditas palawija dan hortikultura buah-buahan (pepaya).

4) Kecamatan Bogor Selatan untuk komoditas hortikultura buah-buahan (durian Rancamaya) dan sayuran.

5) Kecamatan Tanah Sareal untuk tanaman berkhasiat obat, hortikultura buah-buahan (jambu) dan sapi perah.

Berdasarkan hasil pengkajian, komoditi ikan hias merupakan salah satu komoditi unggulan di Kota Bogor yang saat ini mendapatkan prioritas untuk dikembangkan melalui program pengembangan agribisnis perkotaan.

1.2. Perumusan Masalah

Saat ini salah satu program yang sedang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bogor dalam menggerakkan perekonomian masyarakatnya adalah mengembangkan agribisnis perkotaan. Dipilihnya kebijakan pengembangan agribisnis perkotaan di Kota Bogor karena masalah kepemilikan lahan yang sempit, mobilitas penduduk kota yang sangat tinggi, disamping posisi Kota Bogor yang sangat strategis bila ditinjau dari sudut pasar.

Tujuannya adalah meningkatkan ketahanan pangan dan pengembangan sektor perikanan berbasis agribisnis, sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya ketahanan pangan dan berkembangnya usaha agribisnis.

Kebijakan yang ditempuh adalah memantapkan ketahanan pangan serta mengembangkan agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan dan


(31)

berkelanjutan. Dengan memperhatikan hal tersebut, program prioritas yang dilaksanakan adalah Penanggulangan Kemiskinan. (Pemerintah Kota Bogor, 2004). Berbeda dengan kawasan/wilayah non perkotaan, pertanian di wilayah perkotaan seperti halnya di Kota Bogor mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1). Rata-rata pemilikan lahan yang relatif sangat sempit, seiring dengan

derasnya alih fungsi lahan dari lahan pertanian ke non pertanian.

2). Aktivitas petani (pelaku agribisnis) yang sangat tinggi disertai dengan keterdedahan informasi (information exposure) dari luar, sangat tinggi. 3). Menghendaki pengelolaan sumber daya alam dan faktor produksi secara

efisien.

4). Berorientasi pasar (kualitas, kuantitas, kontinyuitas) harus prima sesuai permintaan pasar.

5). Menghendaki pengelolaan yang ramah lingkungan.

Dengan memperhatikan ke lima ciri pertanian di wilayah perkotaan tersebut, maka pembangunan pertanian di Kota Bogor dilaksanakan melalui “Pengembangan Agribisnis Perkotaan”. Arah kebijaksanaannya adalah menuju agribisnis perkotaan yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan lokal spesifik.

Pembangunan sektor perikanan merupakan pembangunan seluruh aspek yang mencakup pembangunan sumberdaya manusia yang bergerak disektor perikanan. Pembangunan untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam tersebut harus lebih mengedepankan pengembangan dan pengelolaan pada keseimbangan aspek ekologi dan ekonomi secara berkelanjutan.

Alder et al 2001 dalam Mudzakir (2003) mengatakan bahwa menurunnya sumber daya perikanan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekologi tetapi juga oleh faktor sosial, ekonomi dan teknologi akibat rezim pengelolaan sumberdaya perikanan yang diterapkan. Agar pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat dilakukan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, maka perlu dilakukan upaya pengelolaan yang dapat menyeimbangkan tingkat pemanfaatannya. Upaya pengelolaan tersebut akan berjalan dengan baik apabila didukung dengan informasi kondisi perikanan secara lengkap dan akurat. Ada empat dimensi utama dalam penilaian kondisi perikanan yang perlu dipertimbangkan sebelum sampai kepada suatu keputusan strategi pengelolaan diterapkan, yaitu aspek ekologi, ekonomi, sosial dan teknologi.


(32)

Sektor perikanan dalam perekonomian Kota Bogor masih kecil kontribusinya, akan tetapi dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Peningkatan peran tersebut dilandasi oleh suatu pandangan bahwa pengembangan sektor perikanan sangat potensial untuk dikembangkan meskipun terjadi mutasi lahan sehingga menjadi industri ataupun jasa. Belum optimalnya pemanfaatan ikan namun kenyataan yang sebenarnya ikan hias mampu memberikan kontribusi yang besar bagi masyarakat dan secara tidak langsung dapat mengangkat dan mengurangi angka kemiskinan yang pada akhirnya menjadi masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Kurangnya motor penggerak di bidang perikanan menjadikan sektor perikanan tidak dapat bersaing dengan sektor lainnya. Namun walaupun demikian kontribusi yang diberikan oleh sektor pertanian dalam Produk Regional Domestik Bruto (PDRB) sebanding dengan sektor lainnya yaitu rata-rata sebesar 10 % per tahun.

Struktur perekonomian sektor perikanan belum mampu untuk mengangkat hajat hidup sebagian besar pembudidaya apalagi perekonomian secara keseluruhan. Sektor perikanan dalam perkonomian Kota Bogor selain menciptakan lapangan pekerjaan juga memiliki kontribusi dalam peningkatan PDRB, hal ini tidak lepas dari dukungan sumberdaya alam yang ada. Potensi perikanan yang ada di Kota Bogor menjadi catatan sendiri dalam upaya untuk meningkatkan peran yang lebih besar terhadap perekonomian Kota Bogor.

Berdasarkan perumusan masalah, sektor perikanan diharapkan mempunyai peranan yang cukup pada perekonomian Kota Bogor dan bagaimana dampak pengembangannya terhadap perubahan struktur ekonomi. Peran yang diharapkan akan memberikan kontribusi pada perekonomian Kota Bogor antara lain pertama, melalui peningkatan pendapatan masyarakat pembudidaya. Kedua, peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor perikanan yang pada akhirnya akan mengurangi jumlah pengangguran dan ketiga, mampu sebagai penggerak bagi sektor lain.

Kontribusi tersebut merupakan implikasi dari besarnya potensi perikanan yang dimiliki oleh Kota Bogor dan diharapkan potensi itu akan berdampak pada peran sektor perikanan dalam struktur perekonomian. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka permasalahan yang ingin dibahas adalah sebagai berikut : 1) Bagaimana keunggulan daya saing ikan hias air tawar sebagai industri


(33)

2) Bagaimana analisis manfaat dan biaya dari budidaya ikan hias air tawar di Kota Bogor.

3) Bagaimana persepsi stakeholders dalam pengembangan ikan hias air tawar di Kota Bogor.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1) Menganalisis keunggulan daya saing ikan hias air tawar di Kota Bogor sebagai industri perikanan.

2) Menganalisis manfaat dan biaya dari budidaya ikan hias air tawar di Kota Bogor.

3) Menganalisis persepsi stakeholders dalam mengembangkan ikan hias air tawar di Kota Bogor.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian tentang peranan komoditi ikan hias air tawar di sektor perikanan dalam Pengembangan Agribisnis Perkotaan di Kota Bogor ini diharapkan berguna bagi semua pihak terkait yaitu :

1) Memberikan informasi tambahan dalam penentuan kebijakan pembangunan sub sektor perikanan bagi instansi terkait baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi Jawa Barat maupun Pemerintah Kota Bogor, 2) Memberikan informasi pendahuluan kepada pihak-pihak yang


(34)

2.1 Pembangunan Berkelanjutan

Wolrd Comission on Environment and Development (1987) menyatakan bahwa Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai Pembangunan atau perkembangan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Tantangan pembangunan berkelanjutan adalah menemukan cara untuk meningkatkan kesejahteraan sambil menggunakan sumberdaya alam secara bijaksana, sehingga sumber daya alam terbarukan dapat dilindungi dan penggunaan sumber alam yang dapat habis (tidak terbarukan) pada tingkat dimana kebutuhan generasi mendatang tetap akan terpenuhi. Pembangunan berkelanjutan ini difokuskan pada dua kelompok, yaitu kemiskinan pada masa sekarang dan generasi masa depan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan mengurangi kemiskinan

Tiga hal yang paling mendasar dalam pembangunan berkelanjutan adalah :

1. Bernilai ekonomis (economically viable) meliputi : pertumbuhan, keseimbangan dan efisiensi;

2. Bersahabat dengan lingkungan (environmentally sound) meliputi : ekosistem, keragaman hayati, Uni Eropa global, dan kapasitas tampung.

3. Berwatak sosial (socialy just) meliputi : partisipasi, mobilitas sosial, identitas budaya dan perkembangan kelembagaan.

Definisi lain menyebutkan bahwa pembangunan daerah merupakan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber-sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu. Salah satu ciri penting pembangunan daerah adalah upaya mencapai pembangunan berimbang (balanced development). Pembangunan yang berimbang adalah terpenuhinya potensi-potensi pembangunan sesuai dengan kapasitas pembangunan setiap wilayah/daerah yang jelas-jelas beragam sehingga memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat di seluruh wilayah.


(35)

Isu pembangunan wilayah/daerah menurut Murty (2000) tidak mengharuskan adanya kesamaan tingkat pembangunan antar daerah (equally development), tidak menuntut pencapaian tingkat industrialisasi wilayah/daerah yang seragam, bentuk-bentuk keseragaman pola struktur ekonomi daerah atau juga tingkat pemenuhan kebutuhan dasar (self sufficiency) setiap wilayah/daerah. Terjadinya perubahan baik secara incremental maupun paradigma menurut Anwar (2003) adalah mengarahkan pembangunan wilayah kepada terjadinya pemerataan (equity) yang mendukung pertumbuhan ekonomi (efficiency) dan keberlanjutan (sustainability) dalam pembangunan ekonomi.

Skala prioritas pembangunan yang cenderung mengejar sasaran-sasaran makro pada akhirnya menimbulkan berbagai ketidak seimbangan pembangunan berupa menajamnya disparitas spasial, kesenjangan desa-kota, kesenjangan struktural, dan sebagainya. Pendekatan makro juga cenderung mengabaikan plurality akibatnya keragaman sumberdaya alam maupun keragaman sosial budaya.

2.2 Dimensi Pembangunan yang Berkelanjutan

Serageldin and Steer (1994) menjelaskan bahwa konsep pembangunan yang berkelanjutan mengintegrasikan tiga aspek kehidupan (ekonomi, sosial dan lingkungan) dalam suatu hubungan yang sinergis. Ketiga aspek kehidupan dan tujuan pembangunan berkelanjutan tersebut dapat digambarkan sebagai

“a triangular framework” dengan tujuan masing-masing aspek yang berbeda, seperti terlihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 1 : Konsep pembangunan yang berkelanjutan (Serageldin and Steer, 1994)

Ekonomi

Tujuan: pertumbuhan, pemerataan dan efisiensi

Sosial

Tujuan: pemerataan, pemberdayaan masyarakat, keterpaduan sosial, partisipasi

masyarakat efisiensi

Ekologi

Tujuan: integritas ekosistem keanekaragaman hayati, daya dukung lingkungan


(36)

2.3. Pembangunan Kota Berkelanjutan

Untuk memahami konsep pembangunan kota berkelanjutan (sustainable city), tidak dapat dilakukan tanpa pembahasan yang kritis dan holistik tentang lingkungan kota itu sendiri. Memahami lingkungan kota secara holistik berarti melihat lingkungan kota sebagai satu kesatuan integral, dinamik dan kompleks antara lingkungan fisik-alamiah dengan manusia dan sistem sosialnya. Dengan kata lain, pemahaman ini mengandung konsekuensi bahwa kita harus memahami lingkungan secara holistik, tidak terbatas pada aspek fisik-alamiah semata, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, budaya, serta politik masyarakat dalam suatu sistem waktu dan tempat yang khusus (Roseland 1997).

Kebijakan pembangunan suatu kota tidak dapat dipisahkan dari keterpaduan antara perencanaan lingkungan, angkutan, dan penggunaan lahan. Terutama pada kota-kota yang pertumbuhannya sangat cepat dan padat serta sering dijumpai permasalahan mendesak dari penggunaan lahan, transportasi, dan lingkungan. Perbaikan pengelolaan kota dalam suatu wilayah memprioritaskan yang teratas adalah kekuatan kapasitas untuk perencanaan implementasi kebijakan melalui koordinasi terbaik yang terkait dengan pemerintahan.

Untuk mencapai tujuan pembangunan kota yang berkelanjutan, di negara maju perhatian banyak diberikan pada konservasi dan pemeliharaan baik lingkungan alamiah maupun buatan yang ada. Terdapat tiga hal yang merupakan prinsip perancangan kota yang berkelanjutan, yaitu: pertama, pemakaian kembali bangunan, jalan, infrastruktur yang sudah ada, serta komponen dan material bangunan yang telah didaur ulang. Kedua, konservasi sumberdaya alam, flora, fauna, dan tata ruang. Material bangunan harus didapatkan dari sumber-sumber yang berkelanjutan. Ketiga, pola dan konstruksi bangunan harus memakai energi seminimal mungkin.

Menurut Redelift (1987) secara umum ada lima syarat khusus yang harus dipenuhi agar tercapai pembangunan kota yang berkelanjutan, yaitu:

1). Pemerataan dalam distribusi keuntungan pertumbuhan ekonomi; 2). Akses terhadap kebutuhan dasar manusia;

3). Keadilan sosial dan hak-hak kemanusiaan; 4). Kepedulian dan integritas lingkungan; dan


(37)

Mitlin dan Satterwhite dalam Sustainable Seattle (1998) berpendapat bahwa untuk mencapai pembangunan kota yang berkelanjutan dipersyaratkan aksi pencegahan penurunan aset-aset lingkungan sehingga sumberdaya untuk kegiatan manusia dapat terus berlanjut. Aksi pencegahan tersebut meliputi: 1). Meminimalkan pemakaian atau limbah sumberdaya-sumberdaya yang tidak

dapat didaur ulang;

2). Pemakaian berkelanjutan dari sumberdaya-sumberdaya yang dapat didaur ulang, seperti air, tanaman pertanian, dan produk-produk biomas; dan 3). Meyakinkan bahwa limbah dapat diabsorbsi secara lokal dan global, seperti

oleh sungai, laut, dan atmosfer.

Haryadi dan Setiawan (2002) mengemukakan berbagai jenis indikator keberlanjutan pembangunan suatu kota yang dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok indikator ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pengelompokan tersebut didasarkan atas pengaruhnya terhadap keberlanjutan kesejahteraan masyarakat kota. Indikator-indikator dari masing-masing kelompok tersebut adalah sebagai berikut :

1) Indikator-indikator ekonomi

Indikator ekonomi ditujukan untuk mengukur tingkat kegiatan ekonomi atau produktivitas kota yang bersangkutan. Indikator ini meliputi antara lain jenis pekerjaan penduduk kota (termasuk yang mendukung kebutuhan dasar), tingkat pendapatan, cara mereka membelanjakannya (distribusi pendapatan). Distribusi pendapatan tersebut dapat berupa pengeluaran untuk kesehatan, pengeluaran untuk perumahan, pengeluaran untuk energi, dan investasi masyarakat. Di samping itu, kemudahan memperoleh rumah, jumlah anak miskin dan pengangguran, keanekaragaman industri dan tenaga kerja, kewirausahaan, dan inovasi teknologi dapat mengindikasikan keberlanjutan kesejahteraan masyarakat kota.

2) Indikator-indikator sosial-budaya

Indikator ini dirumuskan untuk mengukur aspek-aspek sosial-budaya dari suatu kota meliputi aspek-aspek demografi dasar (misalnya jumlah penduduk, mata pencaharian, struktur umur dan lain-lain) serta aspek-aspek kesejahteraan dan keadilan sosial. Termasuk dalam kelompok ini antara lain: tingkat kriminalitas, konflik sosial, tingkat partisipasi masyarakat, ketimpangan sosial, tingkat demokratisasi dalam pengelolaan kota, keadilan


(38)

dalam hukum, kemampuan membaca dan menulis pada orang dewasa, keikutsertaan pemilih, kesehatan fisik dan mental individu, jumlah lembaga swadaya masyarakat, dan bayi yang lahir dengan berat badan rendah. 3) Indikator-indikator lingkungan

Indikator lingkungan ini menggambarkan lingkungan yang sehat. Indikator-indokator aspek lingkungan dapat berupa indikator fisik seperti kualitas air, udara, tingkat pemanasan global, kebisingan, kerusakan tanah (erosi), kondisi permukaan tanah dan drainase, fasilitas kendaraan bukan bermotor (pedestrian, jalan untuk sepeda). Indikator flora dan fauna juga dapat mengindikasikan kesehatan kota seperti keragaman hayati dan ruang terbuka hijau.

2.4 Strategi

Strategi diartikan sebagai petunjuk umum dimana suatu organisasi merencanakan untuk mencapai tujuannya. Menurut Keneth R. Andrews; strategi adalah suatu proses evaluasi kekuatan dan kelemahan yang ada dalam perusahaan yang dilakukan oleh eksekutif puncak serta melihat kesempatan dan ancaman pada saat ini dan memutuskan strategi pemasaran produk yang cocok dengan kesempatan yang ada pada lingkungannya1.Definisi strategi yang lebih komprehensif dinyatakan oleh Hax dan Majluf (1984) yang memperhatikan dimensi-dimensi kritis yang mempunyai kontribusi terhadap strategi itu sendiri, yaitu :

a. Strategi adalah suatu pola pengambilan keputusan yang koheren dan kooperatif dan integratif;

b. Strategi adalah suatu penetapan tujuan jangka panjang organisasi, program, dan penetapan prioritas alokasi sumber daya;

c. Strategi sebagai suatu pendefinisian domain persaingan perusahaan; d. Strategi sebagai suatu tanggapan atas peluang dan ancaman eksternal

serta kekuatan dan kelemahan internal untuk mencapai keunggulan bersaing;

e. Strategi sebagai suatu jalur untuk melakukan pembagian tugas manajerial pada tingkat koorporat, tingkat bisnis dan tingkat fungsional;

1


(39)

f. Strategi sebagai suatu pendefisinian kontribusi ekonomi dan zona ekonomi di perusahaan.

Sudut pandang tersebut menjadikan strategi sebagai suatu kerangka kerja mendasar dimana suatu organisasi dapat menegakkan kelangsungannya dan pada saat yang bersamaan strategi dapat menpercepat adaptasi perusahaan terhadap perubahan lingkungan. Strategi mempunyai tujuan untuk mencapai keunggulan kompetitif pada tiap-tiap unit perusahaan.

Menurut David, Fred R (2002), strategi dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai dengan tingkatan dalam struktur organisasi yaitu :

a. Strategi Perusahaan (Corporate Strategi) yang terdiri dari beberapa unit bisnis. Strategi ini menggambarkan arah menyeluruh bagi suatu perusahaan dalam pertumbuhan dan pengelolaan berbagai bidang usaha untuk mencapai keseimbangan produk atau jasa yang dihasilkan. Strategi ini biasanya dibuat sebagai arahan dasar berbagai strategi pada unit usaha dan fungsional;

b. Strategi bisnis (Bussiness Strategy) yang terdiri dari satu bisnis unit. Strategi ini menekankan pada usaha peningkatan daya saing perusahaan dalam satu industri atau segmen pasar;

c. Strategi fungsional (Fungsional Strategy) yang terdiri dari unit-unit pendukung. Strategi ini berfungsi untuk menciptakan kerangka kerja untuk menejemen fungsional seperti produksi, pemasaran, keuangan dan sumber daya.

Pada bagian lain Porter (1995) menyatakan strategi adalah alat yang paling penting untuk mencapai keunggulan bersaing. Suatu perusahaan dapat mengembangkan strategi untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada.

Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus dan dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh pelanggan di masa depan (Hamel dan Prahalad, 1995 dalam Rangkuti, 2002). Strategi adalah pernyataan sederhana mengenai hasil akhir atau tujuan dan wadah untuk memperoleh hasil akhir. Strategi terdiri dari tujuan-tujuan, program-program strategi untuk mencapai tujuan dan alokasi sumberdaya untuk mengimplementasikan program-program tersebut (Chandler, 1962 dalam Shristava, 1994). Melalui strategi, perusahaan


(40)

memadukan organisasi dengan lingkungan. Manfaat strategi dapat dilihat dalam gambar 2.

Gambar 2. Manfaat Strategi (Pearce dan Robinson, 1997)

Tiga bahan pokok sangat penting bagi keberhasilan suatu strategi : pertama strategi harus konsisten dengan kondisi lingkungan persaingan. Tegasnya, strategi harus memanfaatkan peluang yang ada atau yang diperkirakan akan ada dan meminimalkan dampak dari ancaman-ancaman besar. Kedua, strategi harus realistik dalam hal kemampuan intern perusahaan. Dengan kata lain, pemanfaatan peluang pasar haruslah berdasarkan pada kekuatan intern perusahaan. Akhirnya strategi harus dilaksanakan secara cermat (Pearce dan Robinson, 1997).

2.5. Teori Daya Saing

Daya saing merupakan suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang cukup baik dan biaya produksi yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan memperoleh laba yang mencukupi sehingga dapat mempertahankan kelanjutan biaya produksinya. Dengan kata lain daya saing komoditas tercermin dari harga jual yang bersaing dan mutu baik.

Kejelasan Tujuan dan Arah Uraian Indentitas

dan Gambar

Menetapkan Persaingan

Antisipasi Peluang dan Ancaman

Standarisasi Pertunjukan Pemahaman Bisnis


(41)

Asumsi perekonomian yang tidak mengalami hambatan atau distorsi sama sekali sulit ditemukan pada dunia nyata, khususnya di Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang. Oleh karena itu keunggulan komparatif tidak dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur keuntungan suatu aktivitas ekonomi dari sudut pandang badan atau orang-orang yang berkepentingan langsung dalam suatu proyek. Konsep yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan secara finansial adalah keunggulan kompetitif.

Konsep keunggulan kompetitif dikembangkan pertama kali oleh Porter pada tahun 1980 bertitik tolak dari kenyataan-kenyataan perdagangan internasional yang ada. Porter menyatakan bahwa keunggulan perdagangan antar negara dengan negara lain didalam perdagangan internasional secara spesifik untuk produk-produk tertentu sebenarnya tidak ada. Fakta yang ada adalah persaingan untuk kelompok-kelompok kecil industri yang ada dalam suatu negara. Oleh karena itu keunggulan kompetitif dapat dicapai dan dipertahankan dalam suatu sub sektor tertentu di suatu negara dengan meningkatkan produktivitas penggunaan sumberdaya-sumberdaya yang ada. (Warr, 1994 dalam Suryana, 1995).

Keunggulan kompetitif diciptakan dan dipertahankan melalui proses yang sangat terlokalisir. Perbedaan dalam hal nilai-nilai, kebudayaan, struktur perekonomian, lembaga dan sejarah nasional semuanya memberikan kontribusi terhadap keunggulan kompetitif (Porter, 1990). Salah satu faktor penentu daya saing diukur dari kemampuan berinovasi baik secara regional maupun global. Inovasi adalah kata yang telah dikenal secara luas di pasar yang kompetitif (Schroeder, 1990), inovasi merupakan hal yang penting dalam ‘destroying’ hubungan dalam pasar melalui penghancuran kekuatan monopoli di pasar dan memungkinkan kekuatan baru muncul atau yang lebih dikenal ‘ creative destruction’ (Schumpeter, 1934). Inovasi yang terjadi secara bersamaan dan komunal akan membentuk interaksi lingkungan baru (Sange & Carstedt, 2001), namun juga bisa terjadi sebaliknya, dimana tekanan lingkungan (persaingan misalnya) akan memberikan dorongan bagi perusahaan untuk melakukan inovasi. Secara nasional Kota Bogor dapat bersaing namun secara internasional Indonesia tertinggal bila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, dan Malaysia.


(42)

Asian Development Bank (1993) dalam Suryana (1995) menyatakan bahwa dibawah asumsi adanya sistem pemasaran dan intervensi pemerintah, maka suatu negara akan dapat bersaing di pasar internasional jika negara tersebut mempunyai keunggulan kompetitif dalam menghasilkan suatu komoditas. Dengan demikian, keunggulan kompetitif mulai digunakan sebagai alat ukur kelayakan suatu aktivitas berdasarkan keuntungan privat (privat profitability) yang dihitung atas harga pasar dan nilai uang resmi yang berlaku.

2.6. Teori Berlian Porter (Diamond’s Porter Theory)

Keunggulan bersaing suatu perusahaan sangat tergantung pada tingkat sumberdaya relatif yang dimilikinya. Apabila para pesaing bertempat di negara-negara lain maka posisi sumber daya yang satu terhadap yang lain beragam, sesuai dengan kondisi pasokan sumber daya yang berbeda pada masing-masing lokasi.

Penelitian Porter tentang keunggulan bersaing negara mencakup tersedianya peranan sumber daya dan melihat lebih jauh pada keadaan negara yang mempengaruhi daya saing perusahaan-perusahaan internasional pada industri yang berbeda. Sebagian besar sumberdaya yang penting seperti keahlian tenaga kerja yang tinggi, teknologi dan sistem manajemen yang canggih diciptakan melalui investasi oleh orang-orang dan perusahaan-perusahaan.

Atribut yang merupakan faktor penentu keunggulan bersaing industri nasional, yakni kondisi faktor sumberdaya (resources faktor conditions), kondisi permintaan (demand conditions), industri pendukung dan terkait (related and suporting industries), serta persaingan, struktur dan strategi perusahaan (firms strategy, structure, and rivalry). Ke empat atribut tersebut di dukung oleh peranan kesempatan (chance) dan peranan pemerintah (goverment) dalam meningkatkan keunggulan daya saing industri nasional, dan secara bersama-sama membentuk suatu sistem yang dikenal dengan “the national diamond” .


(43)

2.6.1 Kondisi Faktor Sumberdaya

Strategy daya saing menurut Porter (1990) dalam rumusannya “the national diamond system” bahwa kondisi sumberdaya dalam sebuah wilayah menjadi faktor penentu kebijakan pengembangan get the way perikanan khususnya ikan hias. Indonesia adalah negara yang sangat kaya sumberdaya alam. Masalahnya adalah bagaimana mengelola, memanfaatkan secara optimal dan sekaligus memperluas “resource base” dari sumberdaya alam dimaksud, sebagaimana diisyaratkan oleh UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Secara hakiki, upaya pembangunan yang sedang ditempuh pada saat ini dapat dilakukan dengan mendayagunakan berbagai sumberdaya potensial yang tersedia di setiap wilayah maupun yang dapat diusahakan dari luar wilayah yang bersangkutan. Diantara sumberdaya potensial tersebut, ada yang berupa sumberdaya alam (natural resources), sumberdaya manusia (human resources) serta sumberdaya buatan (man-made resources).

Potensi sumberdaya alam yang cukup besar dan beragam dari tanah air Indonesia tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, perlu disadari bahwa pengelolaan sumberdaya potensial (“potential endowment resources”) semacam itu mempunyai sifat khas, yaitu keterkaitan (interdependency) yang kompleks dan rumit, yang pada gilirannya berpengaruh kepada kelestarian (sustainability) sumberdaya tersebut. Dengan demikian semakin jelas terlihat, bahwa dalam pemanfaatan sumberdaya pembangunan selalu terkait pada persoalan-persoalan spesifik dari sumberdaya. Selain sifat langka dan uniknya, pertimbangan perlu diberikan kepada adanya masalah eksternalitas, tidak terbelahkan atau indivisibility, public goods, property right, serta kelangkaan spasial yang merupakan sumber dari monopoli alami atau natural monopoly.

Kesemua gambaran tersebut pada dasarnya menunjukkan bahwa potensi sumberdaya pertanian, khususnya perikanan memberikan kesempatan yang sangat luas untuk mengembangkan prinsip-prinsip keunggulan kompetitif tanpa meninggalkan dua prinsip penting yaitu (a) wawasan agroekosistem dan (b) wawasan lokalita/wilayah/regional. Kedua wawasan tersebut pada dasarnya memberikan arah agar kegiatan agribisnis selalu memperhatikan kondisi dan potensi sumberdaya alam dan lingkungannya (Parwinia, 2001).


(44)

Posisi suatu bangsa berdasarkan sumberdaya yang dimiliki yang merupakan faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu. Faktor produksi tersebut digolongkan ke dalam lima kelompok yaitu :

a. Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia yang mempengaruhi daya saing industri nasional terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan menejerial dan keterampilan yang dimiliki, biaya tenaga kerja yang berlaku (tingkat upah), dan etika kerja (termasuk moral).

b. Sumberdaya Fisik/Alam

Sumberdaya fisik atau sumberdaya alam yang mempengaruhi daya saing industri nasional mencakup biaya, aksebilitas, mutu dan ukuran lahan (lokasi), ketersediaan air, mineral dan energi serta sumberdaya perikanan serta sumberdaya alam lainnya, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis, dan lain-lain.

c. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Sumberdaya IPTEK mencakup ketersediaan pengetahuan pasar, pengetahuan teknis, dan pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi barang dan jasa. Begitu juga ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian, asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan, dan sumber pengetahuan dan teknologi lainnya.

d. Sumberdaya Modal

Sumberdaya modal yang mempengaruhi daya saing nasional terdiri dari jumlah dan biaya (suku bunga) yang tersedia, jenis pembiayaan (sumber modal), aksebilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan, tingkat tabungan masyarakat, peraturan keuangan, kondisi moneter dan fiskal, serta peraturan moneter.

e. Sumberdaya Infrastruktur

Sumberdaya infrastruktur yang mempengaruhi daya saing nasional terdiri dari ketersediaan jenis, mutu dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi persaingan, termasuk sistem transportasi, komunikasi, pos


(45)

dan giro, pembayaran dan transfer dana, air bersih, energi listrik, dan lain-lain.

2.6.2 Kondisi Permintaan

Kondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu daya saing industri nasional, terutama mutu permintaan domestik. Mutu permintaan domestik merupakan saran pembelajaran perusahaan-perusahaan domestik untuk bersaing di pasar global. Mutu permintaan (persaingan yang ketat) di dalam negeri memberikan tantangan bagi setiap perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya sebagai tanggapan terhadap mutu persaingan di pasar domestik. Ada tiga faktor kondisi permintaan yang mempengaruhi daya saing industri nasional yaitu :

a. Komposisi Permintaan Domestik

Karakteristik permintaan domestik sangat mempengaruhi daya saing industri nasional. Karakteristik tersebut meliputi :

1) Struktur segmen permintaan merupakan faktor penentu daya saing industri nasional. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh daya saing pada struktur segmen permintaan yang lebih luas di banding dengan struktur segmen yang sempit.

2) Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan kepada produsen untuk menghasilkan produksi yang bermutu dan memenuhi standar yang tinggi, yang mencakup standar mutu produk, product features, dan pelayanan.

3) Antisipasi kebutuhan pembeli dari perusahaan dakam negeri merupakan pembelajaran untuk memperoleh keunggulan daya saing global.

b. Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan

Jumlah atau besarnya permintaan domestik mempengaruhi tingkat persaingan dalam negeri, terutama disebabkan oleh jumlah pembeli bebas, tingkat pertumbuhan permintaan domestik, timbulnya permintaan baru, dan kejenuhan permintaan lebih awal sebagai akibat perusahaan domestik melakukan penetrasi pasar lebih awal.


(46)

c. Internasionalisasi Permintaan Domestik

Pembeli lokal yang merupakan pembeli dari luar negeri akan mendorong daya saing industri nasional, karena dapat membawa produk tersebut ke luar negeri. Konsumen yang memiliki mobilitas internasional tinggi dan sering mengunjungi suatu negara juga dapat mendorong meningkatnya daya saing produk negeri yang dikunjungi tersebut.

2.6.3 Industri Pendukung dan Industri Terkait

Keberadaan industri pendukung dan industri terkait yang memiliki daya saing global juga akan mempengaruhi daya saing industri utamanya. Industri hulu yang memiliki daya saing global akan memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah sesuai dengan kebutuhan industri utama sehingga industri tersebut juga akan memiliki daya saing global yang tinggi. Begitu juga industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya. Apabila industri hilir memiliki daya saing global maka industri hilir tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh daya saing global.

2.6.4 Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan

Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu faktor pendorong bagi perusahaan-perusahaan yang berkompetensi untuk terus melakukan dan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu dan sebagai motor penggerak untuk memberikan tekanan pada perusahaan lain meningkatkan daya saingnya. Perusahaan-perusahaan yang telah teruji pada persaingan ketat dalam industri nasional akan lebih mudah memenangkan persaingan internasional dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang belum memiliki daya saing nasional atau berada dalam industri yang tingkat persaingannya rendah.

Struktur industri dan struktur perusahaan juga menentukan daya saing yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam industri tersebut. Struktur industri yang monopolistik kurang memiliki daya dorong untuk melakukan perbaikan-perbaikan serta inovasi - inovasi baru dibandingkan dengan struktur industri yang bersaing. Di lain pihak, struktur perusahaan yang berada dalam industri sangat berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan yang bersangkutan dikelola dan dikembangkan dalam suasana tekanan


(47)

persaingan, baik domestik maupun internasional. Di samping itu, juga berpengaruh pada strategi perusahaan untuk memenangkan persaingan domestik dan internasional. Dengan demikian secara tidak langsung akan meningkatkan daya saing global industri yang bersangkutan.

2.7 Agribisnis Perkotaan

Agribisnis perkotaan pada dasarnya tidak berbeda dengan konsep agribisnis pada umumnya, namun karakteristik agribisnis perkotaan itu sendiri dipengaruhi oleh karakteristik dari wilayah perkotaan. Agribisnis perkotaan adalah pengembangan usaha agribisnis sebagai suatu kesatuan system yang terpadu di wilayah kota (Krisnamurthi dan Tanjung, 2002 dalam Yuledyane, 2003).

Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan dan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintah, pelayanan social dan kegiatan ekonomi.

Daerah perkotaan adalah daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi dibandingkan dengan daerah disekelilingnya. Kota muncul karena masyarakat menemukan akan sangat menguntungkan bila bermacam kegiatan dapat dilaksanakan dalam suatu tempat yang terkonsentrasi. Kepadatan penduduk serta terkonsentrasinya suatu kegiatan membentuk karakterisktik dasar dari suatu daerah perkotaan yaitu kepadatan penduduk yang tinggi, tingginya rasio antara input dan lahan, dan tingginya nilai lahan (Sinclair, 1967 dalam Rustiadi et al, 2003) sehingga komoditi yang diproduksi dalam pertanian perkotaan adalah sudah seharusnya komoditi yang bernilai ekonomi tinggi serta berorientasi pasar (kuantitas, kontinuitas dan mutu produk harus prima, sesuai dengan permintaan pasar)

Kegiatan agribisnis di perkotaan arahnya lebih cenderung kepada sub system off farm karena kota berfungsi sebagai service centre bagi daerah sekitarnya. Melalui pendekatan agropolitan, kota difungsikan sebagai pusat kawasan agropolitan dimana produk pertanian dari kawasan produksi akan diolah terlebih dahulu sebelum dijual (diekspor) ke pasar yang lebih luas sehingga nilai tambah tetap berada di kawasan agropolitan.


(48)

Balai Penyuluhan Pembangunan

(Agribisnis) Kaji

Teknologi Agribisnis Sarana

Pertanian Pengolahan,

Jasa Penunjang

Lembaga Permodalan

Agribisnis

Pasar Hasil Pertanian

Pemasaran Hasil Pertanian Permodalan/Teknologi

/ Sarana Pertanian

Departemen Pertanian (2002) menyatakan bahwa kawasan agropolitan tidak ditentukan oleh batasan administrasi pemerintah (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota) tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan economic of scale dan economic of scope. Karena itu penetapan kawasan agropolitan hendaknya dirancang secara lokal dengan memperhatikan realitas perkembangan agribisnis yang ada disetiap daerah. Abstraksi kawasan agropolitan tersebut tergambar dibawah ini.

Gambar 3. Kawasan Agropolitan (Departemen Pertanian, 2002) Keterangan :

Lahan Pertanian (desa hinterland atau desa-desa sekitarnya) yang memasok produk segar dan produk olahan

Agropolitan

Irigasi Prasarana jalan

Batas wilayah


(49)

2.7.1 Peranan Agribisnis Dalam Pembangunan

Peran agribisnis dalam pembangunan daerah menurut Riyadi dan Dedi (2003) dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu peran dan manfaat di dalam suatu daerah (intra-region) dan peran dan manfaatnya terhadap beberapa perekonomian wilayah (inter-region). Secara intra agribisnis berbasis sumberdaya yang dimiliki oleh daerah termasuk sumberdaya manusianya (landless), agribisnis mencakup upaya diversifikasi usaha dan peningkatan nilai tambah bagi petani dan penduduk perdesaan, mengurangi tekanan terhadap lahan, karena merupakan perluasan dari usaha pertanian primer (on-farm), sehingga tekanan terhadap kelestarian alam dan lingkungan dapat dijaga. Sebagaimana diketahui, 66% penduduk Indonesia hidup di perdesaan (1994) dan 63,1%nya hidup dari pertanian (direct agriculture/farm), dan sisanya 36,9% hidup dari kegiatan non-farm (IFAD, 2002).

Hal ini berarti bahwa menjadikan pembangunan perdesaan melalui pengembangan agribisnis sebagai basis pembangunan ekonomi di daerah akan dapat memanfaatkan sumberdaya yang relatif banyak (abundant) di perdesaan, termasuk sumberdaya tenaga kerja, sehingga akan memberikan manfaat kepada 63,1% penduduk Indonesia. Selanjutnya, perluasan dari usaha pertanian primer ke ke non-farm dengan adanya pengembangan agribisnis akan memperluas cakupan pembangunan ke sepertiga penduduk perdesaan lainnya; mengingat berdasarkan data tersebut di atas, 36,9% penduduk yang hidup dari non farm mempunyai usaha di bidang manufaktur (23,8%), perdagangan (31,7%) dan jasa (24,2%) serta transportasi (8,2%).

Sebagai perbandingan, hasil penelitian IFAD menyatakan bahwa perluasan kegiatan non-farm telah berhasil meningkatkan kemiskinan di perdesaan di China. Ini berarti kegiatan yang mengalihkan dari keterkaitan langsung dengan tanah, yaitu kegiatan off-farm yang merupakan sub-sistem hilir dari sistem agribisnis perlu dikembangkan terutama untuk memberikan alternatif kegiatan usaha penduduk perdesaan dalam rangka meningkatkan pendapatan mereka. Sebagaimana data yang ada (IFAD, 2002) pada tahun 1990, 83,4% penduduk miskin Indonesia hidup di daerah perdesaan, dan hanya 16,6% hidup di perkotaan.

Secara inter pembangunan agribisnis memberikan manfaat lebih luas terhadap pembangunan wilayah dan pembangunan nasional, antara lain:


(50)

1) mengurangi dan mencegah urbanisasi; 2) mewujudkan sistem perekonomian daerah dalam kerangka NKRI; dan 3) memperkuat basis perekonomian dalam rangka globalisasi.

Peningkatan kegiatan ekonomi di perdesaan akan dapat menarik (kembali) sebagian masyarakat perdesaan yang telah bermigrasi ke kota, terutama yang pada umumnya hidup di bawah garis kemiskinan di perkotaan. Dengan demikian, pembangunan satu daerah akan dapat menekan angka urbanisasi secara nasional. Pembangunan perdesaan di suatu daerah juga akan meningkatkan PDRB dan pendapatan per kapita masyarakat di suatu daerah. Peningkatan pendapatan akan mendorong dan menciptakan pertumbuhan usaha lainnya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang semakin meningkat dan beragam.

Selain dampak langsung pada diversifikasi kegiatan ekonomi di suatu wilayah, akan menciptakan pula permintaan ke daerah lainnya, sehingga ada multiplier effect untuk pembangunan daerah di sekitarnya. Dampak terhadap peningkatan kegiatan usaha di daerah sekitarnya akan dapat menciptakan sistem perekonomian antar daerah dalam wadah wilayah kesatuan negara Republik Indonesia. Pengalaman di masa lalu, pemusatan pembangunan telah menciptakan beberapa titik pertumbuhan yang dikontrol dari Jakarta. Dengan penciptaan jaringan kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah, akan dapat menciptakan pusat-pusat pertumbuhan yang lebih banyak di daerah, sebagaimana yang telah lama dicita-citakan, yang masing-masing mempunyai tingkat otonomi namun tetap saling terkait dan mempunyai hubungan saling ketergantungan yang saling menguntungkan (mutual interdependency). Dengan adanya otonomi daerah maka kesempatan untuk mewujudkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di daerah akan tercapai, dan tercapai dengan upaya daerah secara otonomi dan bukan berdasarkan disain dari pemerintah pusat. Dengan demikian, partisipasi daerah dalam pembangunan pusat pertumbuhan dan sustainability dari tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan ini akan meningkatkan perdesaan yang pada akhirnya akan mempunyai dampak multiplier pada pertumbuhan daerah lebih lanjut.

Pertumbuhan sistem perekonomian yang terdiri dari simpul-simpul pertumbuhan di setiap wilayah akan memperkuat pula sistem perekonomian Indonesia dalam rangka menghadapi persaingan dengan adanya perekonomian


(51)

yang semakin mendunia (globalisasi). Dengan adanya pusat-pusat pertumbuhan tersebut, maka masing-masing pusat pertumbuhan akan dapat secara otonom meningkatkan daya saingnya dalam menghadapi persaingan global. Melalui pusat-pusat pertumbuhan ini pula upaya pemerintah untuk memfasilitasi peningkatan daya saing dan melakukan langkah-langkah keberpihakan akan dapat dilakukan dengan peran aktif daerah.

2.7.2 Pembangunan Indonesia Sebagai Strategi Pembangunan Daerah Berbasis Agribisnis di Era Global

Sebagai konsekuensi dari otonomi daerah dan globalisasi maka pembangunan agribisnis perlu mengalami re-orientasi, yaitu dari government driven ke society driven, dan dari centrally designed ke locally designed. Selama ini kebijakan (intervensi) pemerintah dalam pembangunan pertanian lebih bersifat langsung atau dapat disebut sebagai government driven. Intervensi pemerintah pada masa lalu lebih banyak dilakukan melalui berbagai program pengembangan komoditas yang diiringi dengan (kebijakan) penyediaan kredit program, bimbingan dan penyuluhan yang bersifat "mengharuskan" penanaman komoditas tertentu, subsidi input (pasar tertutup) untuk mempermudah petani mengintroduksi penanaman dan produksi komoditas yang dijadikan program pemerintah. Dirasakan bahwa program-program tersebut telah dapat meningkatkan produksi domestik dan mengembangkan kawasan/sentra produksi komoditas.

Namun demikian, pada era pasar terbuka seperti saat ini dimana peran pemerintah sudah terbatas pada faktor-faktor yang tidak dapat dilakukan pasar atau sering disebut market failure dan pada hal-hal yang bersifat intervensi publik, maka petani harus mampu menghadapi dinamika pasar. Dengan pengalaman selama 30 tahun dalam program yang bersifat government driven, petani kemudian berada pada masa transisi untuk dapat menyesuaikan dengan mekanisme pasar. Infrastruktur pendukung petani juga perlu disiapkan untuk dapat membantu petani menghadapi keadaan yang sudah, sedang dan terus akan berubah. Proses penyesuaian ini tidak dapat berjalan secara cepat/instant, namun baik dari sisi pemerintah maupun petani perlu ada penyiapan dan penyesuaian dengan mendasarkan pada mekanisme pasar. Dengan demikian, fungsi pemerintah adalah mempersiapkan petani untuk dapat menjadi aktor aktif dalam berusaha di bidang pertanian, mampu menghadapi pasar dan


(52)

mengidentifikasi fasilitasi yang diperlukan dari pemerintah untuk mampu menghadapi pasar (society driven).

Selanjutnya, pada masa lalu, konsep-konsep pembangunan pertanian banyak disusun di pusat dengan peran daerah sebagai lokasi dan pelaku konsep. Maka pada era otonomi daerah ini masyarakat di daerah dengan bimbingan pemerintah daerah bersama-sama menyusun konsep pembangunan sesuai kebutuhan dan keinginan masyarakat serta potensi dan kondisi daerah. Sebagai daerah otonom, masyarakat dengan bimbingan Pemda dapat menggunakan sumberdaya yang ada di daerah dan sumberdaya yang berasal dari pemerintah pusat dapat menyusun konsep pembangunan daerahnya masing-masing. Dengan konsep ini, maka pembangunan daerah berbasis agribisnis dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal dan spesialisasinya. Dengan spesialisasi, maka efisiensi sumberdaya dapat ditingkatkan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya dengan memanfaatkan pula cakupan (pasar) daerah lainnya.

Demikian pula daerah lain, dibangun dengan konsep sesuai dengan potensi sumberdaya lokal dan spesialisasi yang ada, dengan memperhatikan potensi pasar daerah di sekitarnya. Dengan demikian, pembangunan di setiap daerah akan spesifik dan memiliki keterkaitan dan saling-ketergantungan yang menguntungkan dengan daerah sekitarnya. Dengan pola semacam ini maka tercipta saling ketergantungan antar daerah dalam suatu wilayah dan antar wilayah dalam negara kesatuan Republik Indonesia (inter-region economic system/network). Prinsip pembangunan agribisnis yang diterapkan di daerahnya tetap berlandaskan pada kemampuan dan aktivitas masyarakat yang difasilitasi oleh fungsi-fungsi pemerintah serta mekanisme pasar. Dengan demikian, dinamika usaha dapat berjalan dengan baik dan keterhubungan dengan pasar dunia secara langsung (ekspor) dan tidak langsung melalui komoditas impor yang masuk dapat dilakukan dengan baik. Dengan keterhubungan ini maka sistem agribisnis di setiap daerah dapat meningkatkan daya saing usaha agribisnisnya sesuai dengan potensi dan kemampuan masyarakat dan wilayah masing-masing. Peran pemerintah pusat kemudian adalah menyediakan fasilitasi yang bersifat nasional, dalam hal ini adalah hubungan antar negara (langsung) dan hubungan antara pasar lokal dengan pasar internasional/global {tidak langsung, melalui mediasi pasar atau lembaga (kerangka perjanjian) internasional.


(53)

Dalam kaitan dengan globalisasi fungsi pemerintah pusat (nasional) bersama-sama dengan pemerintah daerah adalah menjamin bahwa inter-region economic system ini berjalan efisien sehingga daya saing seluruh sistem akan tinggi. Hal nyata yang perlu dilakukan adalah menghilangkan hambatan-hambatan hubungan ekonomi antar daerah sehingga arus output dari usaha agribisnis dari satu daerah ke daerah lain akan efisien sehingga sampai di tingkat konsumen dapat bersaing dengan barang dan jasa dari komoditas impor.

Hambatan-hambatan ini dapat dalam bentuk nilai uang, yaitu retribusi dan pajak perdagangan komoditas dan hasil usaha agribisnis maupun hambatan dalam bentuk peraturan dan standar kualitas lokal yang dapat menghambat arus dan daya saing barang sampai ke konsumen. Upaya pemerintah daerah dengan pemerintah pusat adalah menjamin terciptanya iklim usaha yang meniadakan hambatan dan perbedaan peraturan antar daerah yang seringkali secara relatif lebih mengikat dan lebih rinci daripada peraturan yang ada di pasar internasional atau yang diterapkan pada komoditas impor yang masuk ke pasar lokal. Efisiensi dan inter-region economic system sebagaimana digambarkan di atas kemudian dapat membentuk sistem yang disebut Indonesia Incorporated. Dengan demikian, konsep tersebut di atas dilakukan dengan prinsip Pembangunan Daerah berbasis Agribisnis sebagai bagian dari NKRI – Indonesian Incorporated (Gambar 4).

Istilah Indonesia Incorporated ini memang tidak baru, namun dalam konteks pembangunan daerah berbasis agribisnis terutama dalam kerangka otonomi daerah dan globalisasi, konsep menjadi lebih penting untuk dipikirkan kembali dan diterapkan karena dengan adanya otonomi daerah telah terjadi beberapa paradoks. Paradoks yang pertama adalah di satu pihak kita harus go-global/international, namun dalam otonomi daerah telah terjadi go-local, daerah dan bukan domestik/nasional, yang didukung dengan berdirinya tembok penghambat arus dan mobilitas sumberdaya. Yang terjadi kemudian adalah timbulnya paradoks yang kedua, pada saat perkembangan era yang menuntut adanya daya saing global dan keterhubungan pasar, otonomi daerah cenderung menghidupkan segmentasi pasar. Selanjutnya, paradoks yang ketiga adalah dengan bahwa sesuai dengan efisiensi, spesialisasi dapat meningkatkan efisiensi dan optimalisasi output, namun dengan otonomi


(54)

Gambar 4. Otonomi daerah dalam wadah NKRI (Indonesia- Incorporated) di Era Global (IFAD, 2002)

daerah, yang terjadi saat ini adalah setiap daerah ingin mengembangkan ragam usaha secara lengkap di wilayahnya masing-masing, dengan alasan memanfaatkan sumberdaya secara optimal untuk kepentingan daerahnya. Spesialisasi sesuai potensi sumberdaya fisik dan non-fisik seringkali dilupakan atau tertutupi oleh kepentingan lain yang seringkali bersifat jangka pendek. Fanatisme dan pandangan sempit semacam ini perlu dihilangkan dan dihindari untuk dapat memanfaatkan sumberdaya lokal dan nasional secara optimal. Dalam Gambar 4, hal ini dilambangkan pada garis putus-putus yang menggambarkan batasan daerah dan wilayah yang harus lebih tipis dari batasan nasional/negara dengan pasar global dan negara lain.


(1)

135

Sarana dan Prasarana ,338

Pelatihan K ,205

Pembinaan ,288

At uran Pem da ,169

I nconsist ency = 0,02 w it h 0 m issing judgm ents.

Kelompok Pembudidaya ,165

Pelaku Usaha ,370

Dinas Agribisnis ,162

Dinas Perindagkop ,158

Bapeda ,060

Perguruan Tinggi ,041

Lembaga Penelitian ,043 I nconsist ency = 0,04

w it h 0 m issing judgm ents.

Kelompok Pembudidaya ,212

Pelaku Usaha ,161

Dinas Agribisnis ,247

Dinas Perindagkop ,195

Bapeda ,090

Perguruan Tinggi ,046

Lembaga Penelitian ,051 I nconsist ency = 0,06

w it h 0 m issing judgm ents.

Kelompok Pembudidaya ,124

Pelaku Usaha ,093

Dinas Agribisnis ,182

Dinas Perindagkop ,110

Bapeda ,075

Perguruan Tinggi ,243

Lembaga Penelitian ,174 I nconsist ency = 0,05

w it h 0 m issing judgm ents.

Kelompok Pembudidaya ,087

Pelaku Usaha ,113

Dinas Agribisnis ,286

Dinas Peri ndagkop ,183

Bapeda ,196

Perguruan Tinggi ,074

Lembaga Penel iti an ,061

I nconsi st ency = 0,04 w it h 0 m issing judgm ents.

e. Komponen Kebijakan

f. Stakeholders yang berperan dalam pemasaran

g. Stakeholders yang berperan Permodalan

h. Stakeholders yang berperan Pengembangan SDM

i. Stakeholders yang berperan dalam kebijakan Pemerintah


(2)

Pengembangan Sent ra Agribisnis ,092

Mem bangun Kem it raan ,371

Pembinaan Terpadu ,195

Menum buhkan Jaringan I nf ormasi ,259

Opt im alisasi Pemanfaat an SD Pe ,083 I nconsist ency = 0,04

w it h 0 m issing judgm ents.

Pengembangan Sent ra Agribisnis ,145

Mem bangun Kem it raan ,268

Pembinaan Terpadu ,148

Menum buhkan Jaringan I nf ormasi ,295 Opt im alisasi Pemanfaat an SD Pe ,144 I nconsist ency = 0,08

w it h 0 m issing judgm ents.

Pengembangan Sent ra Agribisnis ,191

Mem bangun Kem it raan ,146

Pembinaan Terpadu ,191

Menum buhkan Jaringan I nf ormasi ,289

Opt im alisasi Pemanfaat an SD Pe ,182 I nconsist ency = 0,05

w it h 0 m issing judgm ents.

Pengembangan Sent ra Agribisnis ,213

Mem bangun Kem it raan ,299

Pembinaan Terpadu ,111

Menum buhkan Jaringan I nf ormasi ,257

Opt im alisasi Pemanfaat an SD Pe ,120 I nconsist ency = 0,06

w it h 0 m issing judgm ents.

Pengembangan Sent ra Agribisnis ,282

Mem bangun Kem it raan ,250

Pembinaan Terpadu ,194

Menum buhkan Jaringan I nf ormasi ,167 Opt im alisasi Pemanfaat an SD Pe ,106 I nconsist ency = 0,04

w it h 0 m issing judgm ents.

j. Strategi yang dikembangkan yang dikembangkan menurut pembudidaya

k. Strategi yang dikembangkan yang dikembangkan menurut pelaku usaha

l. Strategi yang dikembangkan yang dikembangkan menurut Dinas Agribisnis

m. Strategi yang dikembangkan yang dikembangkan menurut Dinas Perindagkop


(3)

137

Pengembangan Sent ra Agribisnis ,075

Mem bangun Kem it raan ,257

Pembinaan Terpadu ,325

Menum buhkan Jaringan I nf ormasi ,205

Opt im alisasi Pemanfaat an SD Pe ,138 I nconsist ency = 0,06

w it h 0 m issing judgm ents.

Pengembangan Sent ra Agribisnis ,168

Mem bangun Kem it raan ,130

Pembinaan Terpadu ,304

Menum buhkan Jaringan I nf ormasi ,251 Opt im alisasi Pemanfaat an SD Pe ,148 I nconsist ency = 0,04

w it h 0 m issing judgm ents.

o. Strategi yang dikembangkan yang dikembangkan menurut Perguruan Tinggi


(4)

7.1 Kesimpulan

7.1.1 Keunggulan Daya Saing Ikan Hias Air Tawar

Kondisi daya saing di Kota Bogor adalah keanekaragaman ikan hias cukup beragam tidak kurang dari 100 jenis ikan hias yang telah dibudidayakan oleh pembudidaya. Sumberdaya manusia yang bergerak disektor ikan hias khususnya pembudidaya cukup beragam mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Bahkan tidak sedikit para pembudidaya ini memperoleh pengetahuan tentang pengembangan budidaya ikan hias melalui pelatihan dan permagangan baik yang diselenggarakan oleh Dinas Agribisnis, Dinas Perindagkop, maupun Dinas Perikanan Propinsi melalui UPTD-UPTDnya. Sedangkan sumberdaya aparatur pemerintah maupun pendamping cukup banyak berasal dari sarjana perikanan baik dari Institut Pertanian Bogor maupun Sekolah Tinggi Perikanan Cikaret Departemen Kelautan dan Perikanan.

Lembaga keuangan yang tersebar di Kota Bogor mempermudah dalam permodalan, Kondisi infrastruktur baik sementara permintaan secara global pasar internasional masih berpeluang besar namun dirasakan oleh pembudidaya ikan hias pemasaran masih sulit untuk diakses ini dikarenakan suplier atau eksportir yang ada di Kota Bogor masih sedikit sehingga permintaan dari Kota Bogor masih sedikit.

Sumber pakan diperoleh dari luar Kota Bogor seperti halnya bloodworm didatangkan dari Bandung sedangkan cacing sutra didatangkan dari Jakarta dan Sukabumi. Pakan yang berasal dari Kota Bogor yaitu kutu air dan jentik nyamuk, jenis pakan ini mudah didapatkan atau banyak ditemukan pada lingkungan sekitar. Untuk jenis pakan bloodworm dan cacing hanya didapatkan pada suplier-suplier dan pedagang-pedagang kecil (retail), namun terkadang jumlah pakan yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan sehingga sering terjadi kekurangan pakan. Keberadaan lembaga IPTEK belum dimanfaatkan oleh para pembudidaya ikan hias maupun masyarakat pada umumnya. Strategi yang digunakan agar daya saing ikan hias di Kota Bogor menjadi lebih kuat adalah sebagai berikut : 1) Menumbuh kembangkan jaringan pasar; dan 2) Optimalisasi sumberdaya pendukung ikan hias.


(5)

119

7.1.2 Analisa Manfaat dan Biaya Budidaya Ikan Hias Air Tawar

Usaha ikan hias dikelompokan dalam tiga kelompok yaitu, kelompok usaha skala kecil memiliki akuarium 1 sampai dengan 30 buah, kelompok skala usaha menengah memiliki akuarium 31 sampai dengan 50 buah dan kelompok usaha skala besar lebih dari 51 akuarium. Berdasarkan analisa yang dilakukan pada saat penelitian skala usaha kecil NVP yang diperoleh Rp. 838.026,17,- skala usaha menengah memperoleh nilai NPV sebesar Rp. 60.535.960,04 dan skala usaha besar memperoleh NPV sebesar -Rp. 46.827.766,66. Maka skala usaha besar tidak layak dikembangkan sehingga perlu dilakukan upaya atau strategi. Strateginya adalah : 1). Peningkatan Skala Usaha Kecil Menjadi Skala Usaha Menengah; dan 2) Optimalisasi produksi

7.1.3 Persepsi Stakeholders Dalam Pengembangan Ikan Hias Air Tawar

Untuk mengembangkan agribisnis ikan hias Air Tawar di Kota Bogor, perlu memperhatikan faktor pemasaran, sebagai faktor utama sedangkan stakeholders yang berperan adalah pelaku usaha. Artinya jika pemasaran ikan hias dapat dikembangkan lebih baik. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa selama ini hambatan utama dalam pengembangan ikan hias di Kota Bogor yaitu pemasaran. Selanjutnya dari faktor pemasaran terlihat bahwa, pemasaran ikan hias yang paling dominan menentukan yaitu pemasaran di level internasional. Sehingga dalam mendorong peningkatan pangsa pasar ikan hias startegi alternatif pengembangan yang menurut pendapat responden adalah menumbuhkan jaringan informasi agribisnis.

Sumberdaya manusia dikembangkan melalui keterampilan selain itu stakeholders yang mempunyai peran dalam pengembangan sumberdaya manusia adalah perguruan tinggi. Modal adalah faktor ketiga terpenting dalam pengembangan ikan hias dan perbankan adalah lembaga permodalan yang berperan dalam pengembangan usaha ikan hias. Faktor keempat adalah kebijakan pemerintah yang harus mengutamakan pembinaan. Strategi yang dikembangkan adalah : 1) Menguatkan pasar; 2) Menentukan kebijakan kondusif terhadap usaha

ikan hias; 3) Peningkatan Sumberdaya manusia pembudidaya ikan hias; 4) Memperkuat modal usaha


(6)

7.2 Saran

Meningkatkan ekonomi masyarakat (pro growth), mengentaskan kemiskinan (pro poor) dan menciptakan lapangan kerja (pro job) dapat dilakukan melalui pengembangan usaha ikan hias. Namun permasalahan dan tantangan selalu akan terjadi bagi pembudidaya ikan hias. Sehingga perlu dilakukan tindaklanjut oleh Pemerintah Kota Bogor secara bertahap dan sesuai dengan prioritas, maka prioritas tersebut ditingkatkan sebagai berikut :

1. Strategi Menguatkan pasar, menentukan kebijakan kondusif terhadap usaha ikan hias, peningkatan sumberdaya manusia dan memperkuat modal usaha.

2. Menumbuh kembangkan pasar, dan Optimalisasi sumberdaya pendukung ikan hias air tawar; dan

3. Peningkatan skala usaha kecil menjadi skala usaha menengah, dan optimalisasi produksi.

Hasil penelitian dari lembaga penelitian yang tidak dapat diadopsi oleh pembudidaya secara langsung perlu dijembatani oleh Pemerintah Daerah agar dapat diserap dalam rangka mendukung peningkatan produksi ikan hias air tawar.