Teknik Osteotomi Segmental Anterior Untuk Memperbaiki Maloklusi Pada Pasien Protrusi Anterior Maksila

(1)

TEKNIK OSTEOTOMI SEGMENTAL ANTERIOR UNTUK MEMPERBAIKI

MALOKLUSI PADA PASIEN PROTRUSI ANTERIOR MAKSILA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

ABDUL HANIF GINTING NIM : 060600067

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2010

Abdul Hanif Ginting

Teknik Osteotomi Segmental Anterior untuk Memperbaiki Maloklusi Pada Pasien Protrusi Anterior Maksila

Vii + halaman

Teknik osteotomi segmental anterior merupakan teknik bedah ortognatik yang dilakukan untuk mengkoreksi anomali maloklusi khususnya anterior maksila pada kasus-kasus seperti gigitan terbuka (open bite) maupu n gigitan dalam (deep bite ). Teknik pembedahan ini merupakan salah satu modifikasi dari teknik pembedahan osteotomi total, namun dengan seiring perkembangan ilmu pengetahuan, sekarang dapat dilakukan pemotongan sebahagian tulang saja (segmen).

Teknik osteotomi segmental anterior ini bertujuan untuk mereposisi anterior maksila ke posterior, dengan melakukan pencabutan gigi premolar 1 bilateral untuk mendapatkan ruang. Indikasi teknik ini adalah adanya kelainan protrusi maloklusi pada regio anterior namun pada regio posterior tidak terjadi maloklusi dengan ditandai hubungan molar kelas I angle. Keadaan protrusi ini tidak lepas dari pengaruh faktor tumbuh kembang dari tulang rahang, lingkungan dan kebiasaan dari invidu. Pemeriksaan


(3)

fisik, rencana perawatan, serta persetujuan pasien adalah hal penting sebelum melakukan tindakan pembedahan yang berguna untuk membantu keberhasilan suatu pembedahan.

Dalam pembedahan ini pemakaian alat fiksasi digunakan setelah tindakan operasi. Piranti labial ortodonti digunakan seperti pemakaian splint metal yang disemenkan dengan cold-curing-acrylic. Sebahagian ilmuwan berpendapat pemakaian fiksasi intermaksilari dibutuhkan sebelum pemakaian interosseous metal tersebut yang bertujuan untuk mendapatkan dan menjaga hubungan interkuspal dan hubungan oklusi yang maksimal dan juga membantu mempercepat penyembuhan luka.

Komplikasi merupakan hal yang lazim dalam suatu tindakan bedah. Secara umum komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi , gangguan neurologi, perdarahan, malposisi dari hasil koreksi, kerusakan pada jaringan gigi dan periodontal.


(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini dipertahankan dihadapan tim penguji

Pada tanggal 09 Agustus 2010

TIM PENGUJI

KETUA : Suprapti Arnus, drg., Sp.BM

ANGGOTA : 1. Abdullah, drg


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari telah mendapatkan banyak petunjuk, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan hati yang tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dihaturkan kepada:

1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM sebagai Kepala Bagian Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM sebagai pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi petunjuk dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

3. Lidya Irani Nainggolan, drg sebagai pembimbing akademik yang telah member bimbingan kepada penulis dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan perkuliahan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. Ketua tim penguji (Suprapti Arnus, drg., Sp.BM) dan anggota tim penguji (Abdullah, drg., dan Indra Basar Siregar, drg., M.Kes) yang memberi masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Penghormatan penulis yang teristimewa kepada orang tua tercinta Ayahanda Drh. Abdul Jalin Ginting dan Ibunda Dra. Lily Khairuni Lubis serta kakanda Anestetika Ginting S. Farm., Apt yang telah mencurahkan kasih sayang, dukungan dan cinta serta doa yang tulus


(6)

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan.

7. Dhita Kartika Nasution atas motivasi dan nasehatnya dan selalu ada dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabat penulis (Fauzan, Yanci, Ryan, Sadli, Rozy, Geri, Anzari, Mita, Lita, Tika, Esti, Nanda, Noni dan sahabat-sahabat stambuk 06 FKG-USU, Sahabat kecil Pai, Obi, Yusuf, Agung)

9. Teman-teman di KRB Indonesia (Rifki Rahman, Herdin, Uyi, Bimo) Medan (Fahmi, Randa, Doni, Ade, Fajar) dan sebesar besarnya kepada Dhani Ahmad Prasetyo atas inspirasinya dan imaginasi akan karya-karyanya, Andra, Once, Yuke, Agung dan semua teman-teman KRB se-Indonesia.

10.Pegawai non-edukatif Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan juga petugas perpustakaan yang telah banyak membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa sepenuhnya skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, maupun referensi. Untuk itu semua saran dan kritik akan menjadi masukan yang berarti bagi pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat

Medan, 5 Agustus 2010 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB 1: PENDAHULUAN ... 1

BAB 2 :PROTRUSI ANTERIOR MAKSILA 2.1 Defenisi ... 4

2.2 Etiologi ... 4

2.2.1 Faktor Tumbuh Kembang ... 4

2.2.2 Faktor Kebiasaan ... 7

2.3 Gambaran Klinis ... 10

BAB 3: TEKNIK OSTEOTOMI SEGMENTAL ANTERIOR MAKSILA 3.1 Sejarah... 12

3.2 Indikasi ... 13

3.3 Perawatan ... 13

3.3.1 Prabedah ... 13

3.3.2 Prosedur Pembedahan ... 16

3.4.3 Pasca Bedah ... 19

3.3 Komplikasi ... 21

BAB 4: KESIMPULAN ... 23


(8)

DAFTAR GAMBAR Gambar

1. Skema pertumbuhan maksila ...6

2. Pergerakan dan tekanan hisapan jari ...8

3. Sefalometri sebelum maupun sesudah perawatan ...11

4. Anestesi nasoendotrakeal tube ...16

5. Pembukaan akses (insisi) ...17

6. Skema reposisi maksila ...17

7. Pemotongan tulang ...18

8. Pengambilan tulang keseluruhan ...19

9. Pemasangan fiksasi intraoseous ...20


(9)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2010

Abdul Hanif Ginting

Teknik Osteotomi Segmental Anterior untuk Memperbaiki Maloklusi Pada Pasien Protrusi Anterior Maksila

Vii + halaman

Teknik osteotomi segmental anterior merupakan teknik bedah ortognatik yang dilakukan untuk mengkoreksi anomali maloklusi khususnya anterior maksila pada kasus-kasus seperti gigitan terbuka (open bite) maupu n gigitan dalam (deep bite ). Teknik pembedahan ini merupakan salah satu modifikasi dari teknik pembedahan osteotomi total, namun dengan seiring perkembangan ilmu pengetahuan, sekarang dapat dilakukan pemotongan sebahagian tulang saja (segmen).

Teknik osteotomi segmental anterior ini bertujuan untuk mereposisi anterior maksila ke posterior, dengan melakukan pencabutan gigi premolar 1 bilateral untuk mendapatkan ruang. Indikasi teknik ini adalah adanya kelainan protrusi maloklusi pada regio anterior namun pada regio posterior tidak terjadi maloklusi dengan ditandai hubungan molar kelas I angle. Keadaan protrusi ini tidak lepas dari pengaruh faktor tumbuh kembang dari tulang rahang, lingkungan dan kebiasaan dari invidu. Pemeriksaan


(10)

fisik, rencana perawatan, serta persetujuan pasien adalah hal penting sebelum melakukan tindakan pembedahan yang berguna untuk membantu keberhasilan suatu pembedahan.

Dalam pembedahan ini pemakaian alat fiksasi digunakan setelah tindakan operasi. Piranti labial ortodonti digunakan seperti pemakaian splint metal yang disemenkan dengan cold-curing-acrylic. Sebahagian ilmuwan berpendapat pemakaian fiksasi intermaksilari dibutuhkan sebelum pemakaian interosseous metal tersebut yang bertujuan untuk mendapatkan dan menjaga hubungan interkuspal dan hubungan oklusi yang maksimal dan juga membantu mempercepat penyembuhan luka.

Komplikasi merupakan hal yang lazim dalam suatu tindakan bedah. Secara umum komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi , gangguan neurologi, perdarahan, malposisi dari hasil koreksi, kerusakan pada jaringan gigi dan periodontal.


(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

Ketidaknormalan maksila dapat mengganggu fungsi dan estetik, hal ini juga berpengaruh kepada ketidakseimbangan oklusi. Maloklusi merupakan bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang normal. Maloklusi dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial, ketidakseimbangan dentofasial, yang mana hal ini tidak disebabkan satu faktor saja melainkan beberapa faktor yang mempengaruhi satu sama lain seperti keturunan, lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan, ras, fungsionil serta patologi.5

Ada banyak cara yang digunakan dalam mengkoreksi kelainan maloklusi tersebut, salah satunya yaitu dengan menggunakan perawatan pembedahan atau lebih dikenal bedah ortognatik, sekitar tahun 1960an teknik pembedahan ortognatik ini sangat jarang dilakukan dalam praktik pendukung kedokteran gigi, namun pada tahun 1980 teknik pembedahan ini mengalami perkembangan, menurut data 5000 pasien maloklusi di Inggris mendapatkan perawatan pembedahan ortognatik sebagai koreksi dari hasil pertumbuhan dan perkembangan tulang rahang baik pada mandibula maupun maksila.8

Beberapa deskripsi tentang maloklusi sangat sulit, ini dikarenakan mengandung banyak variasi dari tipe maloklusi serta interpretasinya, desain dari klas tersebut ditetapkan dari relasi sagital antara molar I permanen atas dan bawah yang ditetapkan oleh Edward H angel. Menurut Paul Simon dalam diagnostic Gnathostatic mengatakan penting untuk mengetahui skletal dysplasia dari hubungan sagital antara maksila,


(12)

madibula dengan tulang kranial, artinya sangat penting menilai dari komponen vertikal dan horizontal malrelasi tersebut.6

Osteotomi segmental anterior merupakan salah satu teknik pembedahan ortognatik dalam mengkoreksi kasus prognasi dari maksila, khususnya pada bagian anterior yang mengalami prognasi dan dilakukan pembedahan pada segmen anteriornya. Bila protrusi maksila yang ada merupakan kelainan dento alveolar dan terjadi secara terpisah dengan kelainan lainnya, maka koreksi secara bedah yang dapat dilakukan adalah dengan teknik ini.3

Semenjak tahun 1947, teknik penanganan fraktur dengan osteotomi maksila diperkenalkan, yang merupakan prosedur standar dari perawatan pembedahan. Dahulu pembedahan dilakukan dengan osteotomi yang menyeluruh pada maksila, namun seiring perkembangan waktu saat ini dapat dilakukan pembedahan pada beberapa bagian kecil saja (segmen) dari maksila. Prosedur mobilisasi dari premaksila ini sendiri sudah populer dalam prosedur pembedahan dua tahun belakangan ini.1

Pada teknik osteotomi segmental anterior ini dilakukan pencabutan gigi premolar bilateral maksila dan dilakukan insisi untuk mendapatkan sebuah garis melintang lalu jaringan palatal dibalikkan ke posterior, pembuatan flap mukoperiosteal palatal anterior dan dilakukan osteotomi koronal sebagai penghubung pada palatal, kemudian bagian tersebut di reposisi ke posterior.3

Pada teknik osteotomi segmental anterior ini dipakai beberapa bahan penstabilan atau fiksasi, seperti penggunaan template splin ataupun dengan menggunakan arch wire labial yang dimodifikasi sesuai dengan bentuk rahang.1


(13)

Fase pemulihan setelah operasi membutuhkan waktu sekitar 4 sampai 6 bulan setelah pembedahan, hal ini dipengaruhi oleh motivasi dari pasien sendiri dan sifat kooperatif pasien yang akan menentukan waktu penyembuhannya. Penggunaan fiksasi rigid internal pada pasca operasi dapat dilakukan dengan pemakaian fiksasi interosseous wire dan untuk memperkuat stabilisasi dapat digunakan fiksasi intermaksilari.16

Ketelitian evaluasi dan diagnosis adalah salah satu hal yang terpenting dari manajemen pasien, kegagalan dapat berasal dari aspek fungsional maupun estetik, informed consent berperan penting. Evaluasi pasien untuk bedah ini dapat dibagi dalam beberapa faktor pendukung diantaranya keluhan utama pasien dalam menjalani perawatan, evaluasi klinik, radiograpi serta analisis model dari gigi geligi.13

Pembedahan ini juga mempunyai beberapa komplikasi yang biasa terjadi pada pembedahan ortognatik. Komplikasi dalam pembedahan ini yaitu komplikasi jalan nafas, gangguan aliran darah ke segmen,, perdarahan, neurologi, koreksi dari posisi segmen, sendi temporo mandibula, infeksi, serta pengaruh aspek gigi dan jaringan periodontal.16

Pada penulisan ini penulis bertujuan menguraikan secara garis besar mengenai defenisi perawatan osteotomi segmental anterior maksila dalam mengkoreksi kelainan oklusi pada bagian anterior rahang atas.


(14)

BAB 2

DEFENISI, ETIOLOGI DAN GAMBARAN KLINIS

Oklusi merupakan kontak maksimum antara gigi-geligi di rahang atas dengan rahang bawah dimana lengkung gigi atas dan bawah dalam keadaan tertutup. Namun dalam kenyataannya pada individu banyak terdapat penyimpangan-penyimpangan dari oklusi tersebut atau lebih dikenal dengan istilah maloklusi6. Salah satu contoh dari maloklusi tersebut adalah keadaan dimana adanya protrusi didaerah anterior maksila sehingga bagian depan maksila terlihat adanya penonjolan yang berlebih dalam arah horizontal5

2.1 Defenisi Protrusi Anterior

Protrusi anterior maksila merupakan posisi dimana bagian anterior dari gigi geligi maksila lebih protrusif namun dengan relasi molar kelas I, diikuti posisi inklinasi dari gigi geligi anterior mengalami proklinasi.5

Protrusi rahang secara umum adalah keadaan dimana posisi dari tulang rahang lebih maju dari normal, hal ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan, lingkungan serta kebiasaan individu tersebut.5

2.2 Etiologi

Menurut Angle maloklusi tidak terlepas dari pengaruh herediter, namun juga terkadang dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kebiasaan dari masing-masing individu yang berpengaruh pada susunan rahang dan gigi geligi .5


(15)

2.2.1 Faktor Tumbuh Kembang

Protrusi anterior maksila mempunyai hubungan dengan perkembangan tulang wajah khususnya basis kranium. Basis kranium tumbuh dengan cara endokondral yang dimulai dengan jaringan masenkim yang disebut matriks fungsional mengadakan proliferasi menjadi kartilago. Kemudian kartilago memperbanyak diri dengan cara interstitial dan aposisi, diikuti pengapuran yang menggantikan sel-sel kartilago yang rusak sehingga menjadi trabekula disekeliling kartilago tersebut. Pembentukan maksila pada postnatal seluruhnya dilakukan secara osifikasi intramembranosus dimana osteoblas tumbuh langsung dari sel-sel masenkim yang padat dan belum berdiferensiasi, kemudian jaringan dasar mesenkim atau matriks mengalami pengapuran dan selama proses pengapuran ini terjadi perubahan-perubahan organis yang sebahagian besar disebabkan karena enzim-enzim yang dikeluarkan oleh osteosit. Sebelum dilapisi oleh kartilago pertumbuhan dibagi dua yaitu : yang pertama oleh aposisi pada sutura yang menghubungkan maksila dengan basis kranium dan yang kedua adalah oleh adanya remodeling pada permukaan yang membedakannya dengan kranium. Maksila mempunyai hubungan dengan kranium yaitu pada sutura frontomaksilaris, sutura zigomatikomaksilaris dan sutura palatinalis.5,17,19

Pertumbuhan pada sutura menyebabkan maksila bergerak ke depan dan kebawah sehingga membuat kranium bergeser ke belakang dan ke atas.18 Pertumbuhan maksila ke arah depan disebabkan oleh aposisi tulang alveolar dimana pertumbuhan tulang alveolar tergantung dari fungsi gigi-geligi yang menempatinya. Tulang alveolar tumbuh sebagai akibat gigi yang erupsi dan menyesuaikan diri terhadap pergerakan gigi dan akan teresopsi kembali jika gigi tidak ada lagi. Pada waktu maksila tumbuh ke bawah terjadi


(16)

aposisi pada dasar orbita , dasar hidung dan permukaan bawah palatum. Pertumbuhan pada sutura palatina mediana, ethmoidalis, sutura zigomatikomaksilaris dan sutura pada tulang-tulang hidung mempengaruhi pertumbuhan maksila kearah lebar.18,19

Gambar 1 : Bentuk pertumbuhan maksila yang menurun (downward) and maju kedepan (forward) (William R.Proffit, Henry W.Fields Jr, David M.Sarver. Contemporary Ortodontics.Vol4, St Louis, Missouri: Mosby, 2007: 13)

Sutura terdapat pada bagian posterior dan superior maksila yang kemudian tumbuh maju dan menurun. Pada waktu pergerakan menurun dan maju terjadi, terdapat jarak peregangan sutura yang diisi oleh proliferasi tulang, sutura-sutura melebar dan tampak memanjang, aposisi tulang terjadi diantara dua sisi sutura, dengan kata lain pertumbuhan pada sutura tidak menyebabkan bagian-bagian yang berhubungan dengan sutura menjadi terpisah. Pelebaran sutura ini diikuti dengan penambahan jaringan matriks, selanjutnya terjadi proses penulangan pada matriks. Dengan demikian sutura menjadi sempit kembali dan terjadi penyatuan kembali dari bagian-bagian tulang, diikuti dengan pelebaran tulang-tulang lain yang melekat pada maksila.18

Keabnormalan pertumbuhan maksila tersebut salah satunya berasal dari ketidak seimbangan kerja kelenjar endokrin yang mempengaruhi pertumbuhan maupun


(17)

perkembangan postnatal. Lobus anterior hipofisi tidak hanya mengeluarkan hormon tiroid untuk mempercepat pertumbuhan akan tetapi juga sebagai sumber hormon lain pada seluruh kelenjar endokrin. Dengan kombinasi ini maka hipofisi merupakan faktor yang penting bagi perkembangan skleton (rangka) serta perkembangan alat pengunyahan. Hiperfungsi dari kelenjar tiroid ini menyebabkan pertumbuhan tubuh dan erupsi gigi menjado lebih cepat. 5

Ketidakseimbangan kelenjar endokrin tertentu mempengaruhi metabolik zat-zat yang ada didalam tubuh, sehingga gangguan metabolik yang disebabkan oleh hiper ataupun hipofungsi kelenjar endokrin akan menyebabkan gangguan metabolik. Kekurangan asupan nutrisi pada masa tumbuh kembang seperti fosfor, vitamin A,C, dan D, dapat menghambat pertumbuhan tulang.

2.2.2 Faktor Kebiasaan

Kebiasaan jelek mempunyai pengaruh yang besar pada maloklusi, khususnya pada masa periode gigi bercampur. Salah satunya adalah kebiasaan menghisap jari, kebiasaan ini menyebabkan protrusi insisivus permanen atas juga merintangi perkembangan lengkung mandibula.5,18

Kebiasaan menggigit bibir, meletakkan lidah diantara insisivus atas dan bawah selama periode gigi bercampur dapat mengganggu perkembangan tulang rahang dan gigi geligi apalagi kalau kebiasaan ini diteruskan sampai periode gigi permanen. Kebiasaan-kebiasaan menggigit kuku, pensil, cara tidur yang salah misalnya selalu tidur diatas lengan atau selalu memegang kepala dengan tangan, berbicara atau menelan yang


(18)

abnormal, dapat menimbulkan maloklusi. Kebiasaan jelek merupakan suatu hal yang sangat sukar dicegah dan membuat susah orang tua untuk menasehati anaknya, sehingga penghentian kebiasaan ini dapat menjadi mudah bila orang tua mencegah sedini mungkin sebelum menjadi kebiasaan pada anak. Sikap tubuh juga dapat menyebabkan maloklusi misalnya anak yang selalu menunjukkan sikap tubuh dengan bahu ke atas akan mengganggu pertumbuhan rahang.5

Pada kebiasaan menghisap jari tekanan langsung diduga berpengaruh terhadap perpindahan gigi seri, beberapa perubahan pada gigi tergantung pada jumlah gigi yang terlibat pada saat menghisap. Perpindahan gigi tersebut dipengaruhi oleh waktu atau berapa jam lama tekanan hisapan per hari yang dilakukan anak, dan besar tekanan penghisapannya. Anak-anak yang menghisap dengan penuh semangat namun dilakukan dengan waktu yang jarang tidak selalu menghasilkan perpindahan gigi yang begitu banyak, tetapi apabila dilakukan selama 6 jam dengan tekanan yang sedang terutama pada mereka yang tidur maupun istirahat dengan ibu jari berada diantara gigi (baik anterior maupun posterior) dapat menyebabkan maloklusi yang signifikan.

Gambar 2 : Skema pergerakan dan tekanan akibat menghisap jari (www.dokter_anda.com)


(19)

Ibu jari yang berada pada sela tengah anterior gigi seri secara langsung menghalangi erupsi gigi seri. Pada saat yang sama, terjadi pelebaran dan pemajuan rahang, sehingga mengubah keseimbangan vertikal pada gigi posterior, dan sebagai hasilnya terjadi erupsi berlebihan dari gigi posterior sehingga ini dapat berpengaruh pada perkembangan open bite anterior.

Meskipun tekanan negatif terjadi selama menghisap, namun belum tentu berpengaruh pada penyempitan tulang maksila yang biasanya terjadi seiring kebiasaan ini. Sebaliknya, bentuk lengkung dipengaruhi oleh adanya perubahan dalam keseimbangan tekanan pipi dan lidah. Jika ibu jari ditempatkan di antara gigi, lidah harus diturunkan, sehingga menurunkan tekanan lidah pada bagian lingual gigi posterior atas. Pada saat yang sama, tekanan pipi terhadap gigi tersebut juga meningkat. Meskipun kebiasaan mengisap dapat berperan kuat pada maloklusi, kebiasaan menghisap tidak membuat maloklusi menjadi parah kecuali kebiasaan ini bertahan lama hingga ke tahun pertumbuhan gigi campuran. Perpindahan ringan gigi geligi biasanya terjadi selama 3 sampai 4 tahun pada anak yang menghisap jari, namun jika diberhentikan kebiasaan tersebut disaat itu juga, maka bibir dan tekanan pipi secara normal dapat mengembalikannya ke posisi normal. Jika kebiasaan ini terus berlanjut hingga gigi seri permanen mulai erupsi, perawatan ortodonti mungkin diperlukan untuk mengatasi perpindahan gigi. Banyak kebiasaan-kebiasaan buruk lain yang dapat menyebabkan maloklusi seperti dijelaskan sebelumnya. Kebiasaan tidur yang menumpukan kepala di ujung dagu saat istirahat dianggap sebagai penyebab utama kelas 2 maloklusi.5,18

Kebiasaan mendorong lidah ke anterior dapat membuat maloklusi jika mendorong tidak pada saat menelan, namun pada saat-saat tertentu seperti istirahat dan


(20)

secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama sehingga membuat pergerakan pada tulang alveolar maupun susunan gigi geligi yang terlibat didalamnya berubah. Menelan bukanlah perilaku, tetapi terintegrasi pada pengendalian fisiologis involunter tubuh kita. Jadi, apa pun pola menelan, tidak dapat dianggap sebagai kebiasaan dalam arti biasa. Memang benar, bahwa individu yang memiliki maloklusi openbite anterior selalu menempatkan lidahnya di antara gigi anterior ketika mereka menelan, namun hal ini tidak dijumpai pada individu dengan hubungan insisivus yang normal.18

Jalan nafas mempunyai dua jalur yaitu rongga hidung dan rongga mulut, seseorang individu mempunyai variasi tersendiri dalam bernafas, salah satunya adalah dengan sering menggunakan rongga mulut daripada hidung. Bernafas dengan cara ini dapat mengubah postur tulang rahang , kepala dan lidah, dan hal ini dapat mengubah tekanan keseimbangan dari tulang rahang dan posisi gigi. Bernafas pada mulut dapat menurunkan posisi mandibula dan lidah, serta memperpanjang kepala, tinggi wajah akan meningkat dan gigi posterior akan mengalami super-eruption (erupsi yang berlebihan) sedikit terjadi pertumbuhan vertikal pada ramus mandibula, menyebabkan open bite anterior, overjet serta meningkatkan tekanan bidang otot dari bukal yang disebabkan oleh penyempitan pada lengkung maksila. Pernafasan dari hidung juga mempunyai resiko namun lebih bersifat infeksi kronik yang diakibatkan terlalu lamanya inflamasi dari nasal mukosa yang diakibatkan oleh bahan alergen.18

Teori keseimbangan mengatakan bahwa ukuran dan bentuk dari otot rahang dapat merefleksikan aktivitas individu. Teori ini juga mengatakan tekanan yang diberikan secara tidak teratur pada saat pengunyahan dapat mempengaruhi posisi gigi, oleh karena


(21)

itu ukuran maupun lengkung gigi dapat dipengaruhi oleh sistem fungsional pengunyahan tersebut.18

2.3 Gambaran Klinis

Protrusi anterior maksila merupakan keadaan dimana terlihat bagian anterior dari maksila tampak lebih maju dari normal, protrusi ini dapat terjadi secara terpisah, sebahagian mengatakan keadaan ini juga merupakan bagian dari hiperplastik atau

apertonatia, manifestasi klinisnya adalah adanya penonjolan bibir atas dan gigi anterior

serta gingiva rahang atas yang terlihat jelas.

Protrusi anterior melibatkan gigi-geligi, jaringan sekitar dan tulang alveolar pada bagian anterior saja yang mengalami kelainan protrusi namun hubungan molar I masih dalam keadaan normal kelas I Angle, jadi hanya kelainan dentoalveolar gigi anterior saja tanpa melibatkan gigi-geligi posterior. Salah satu contoh kasus yang sering terjadi pada protrusi anterior ini adalah over deepbite dan openbite.3,4,5

Gambar 3 : Sketsa sefalometri proses sebelum operasi dan tahap yang ingin dicapai (Graber M. Thomas, Thomas Rakosi, Petrovic Alexander G. Dentofacial ortophedics with functional appliances. Vol1.Toronto: Mosby company: 380


(22)

Kelainan pertumbuhan dari maksila bagian anterior ini terlihat seperti adanya penonjolan anterior maksila secara horizontal yang terkadang disertai dengan kenaikan posisi dari anterior maksila, sehingga terlihat inklinasi yang maju dan sedikit naik dari anterior maksila, namun bila variasi pertumbuhan secara horizontal ini disertai dengan gerakan turun dan maju (retroklinasi) dari maksila hal ini lah yang disebut dengan


(23)

BAB 3

PERAWATAN TEKNIK OSTEOTOMI SEGMENTAL

ANTERIOR MAKSILA

3.1 Sejarah

Banyak cara yang dilakukan untuk mengkoreksi kelainan oklusi (maloklusi). Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang paling utama, namun perawatan ortodonti tidak selalu berdiri sendiri melainkan dapat berkoordinasi dengan perawatan pembedahan. Hal ini berlaku jika perawatan ortodonti sangat sulit dilakukan, atau adanya keparahan dari hubungan dentofasial yang anomali. Istilah lain pembedahan dalam mengkoreksi maloklusi ini dinamakan bedah ortognatik. Sekitar tahun 1960an teknik pembedahan ortognatik ini sangat jarang dilakukan dalam praktik pendukung dibidang kedokteran gigi. Menurut Divisi Statistik Kesehatan Amerika, Dalam pembahasan studi epidemiologi maloklusi ( Kelly, Sanchez, dan Vankirk, 1973; Kelly dan Harvey, 1977) dari studinya terdapat gambaran akurat prevalensi maloklusi dari populasi masyarakat Amerika. Dari data ini bisa digunakan sebagai awal permulaan, kemungkinan dilakukan tindakan perawatan kombinasi ortodonti dan pembedahan (bedah ortognatik). Namun pada tahun 1980 teknik ini mengalami perkembangan , menurut data Departemen Kesehatan Inggris bahwa 5000 pasien maloklusi di Inggris mendapatkan perawatan pembedahan ortognatik sebagai koreksi dari hasil pertumbuhan dan perkembangan tulang rahang baik pada mandibula maupun maksila.8

Osteotomi segmental anterior merupakan salah satu teknik pembedahan ortognatik dalam mengkoreksi kasus prognasi dari maksila, terutama dilakukan bila


(24)

terdapat anomali pada bagian anterior sedangkan pada bagian posterior dalam keadaan normal kelas I. Semenjak tahun 1947 , teknik penanganan fraktur dengan osteotomi maksila telah dikenal sebagai salah satu standar pembedahan ortognatik, Dahulu pembedahan dilakukan dengan osteotomi yang menyeluruh pada maksila, namun seiring perkembangan waktu sekarang dapat dilakukan pembedahan pada beberapa bagian kecil saja (segmen) dari maksila.3,1

3.2 Indikasi

Berbagai macam bedah ortognatik dianjurkan pada pasien ortodonti dengan masalah pertumbuhan. Operasi untuk mengatur kembali rahang maupun segmen dentoalveolar dengan mereposisi adalah perlakuan yang dilakukan dalam kebanyakan kasus bedah ortognatik. Pembedahan bukan merupakan pengganti perawatan ortodonti pada pasien, melainkan harus dikombinasikan bersama.18

Pembedahan anterior maksila dilakukan, jika terjadi protrusi alveolar anterior pada rahang atas yang membutuhkan koreksi secara pembedahan. Ruang untuk reposisi didapat dari pencabutan gigi premolar I bilateral rahang atas yang mana hal ini memungkinkan pergeseran ke posterior dari segmen anterior. Koreksi fungsional dan kosmetik untuk pasien dengan skeletal displasia serta gigi yang parah dilakukan oleh ahli bedah maksilofasial dan ortodontis sebagai kerja tim dalam melengkapi kombinasi perawatan masing-masing.8

3,3 Perawatan

Perawatan dalam pembedahan ini memiliki 3 tahapan yang berguna untuk mengevaluasi keberhasilan pembedahan meliputi tahap pra-bedah, prosedur dalam


(25)

pembedahan dan pasca bedah, serta mengetahui komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi setelah dilakukan pembedahan.

3.3.1 Prabedah

Evaluasi menyeluruh dalam diagnosis merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam manajemen pasien. Kegagalan dalam mengenali masalah fungsional dan estetika dapat mengakibatkan komplikasi, serta hasil yang kurang baik. Evaluasi pasien pada bedah ortognatik dapat dibagi dalam empat bidang utama, yaitu persetujuan pasien, pemeriksaan klinis, radiografi, dan analisis model. Kriteria-kriteria diatas dapat mengidentifikasi jenis teknik bedah ortognatik yang akan dipakai. Pasien tersebut juga memerlukan evaluasi lebih lanjut seperti fonetik, audiometri, periodontal, keadaan gigi, psikologis, neurologis, penglihatan, kesehatan umum dan lainnya.1,3,12

Kepedulian yang besar dari seorang pasien pada hasil pengobatan seringkali tergantung pada perhatiannya terhadap keluhan utama. Walaupun perubahan dalam penampilan dapat di perbaiki oleh ahli bedah dan dapat menormalkan profil pasien sesuai dengan standar sefalometri, namun perubahan tersebut tidak selalu diterima oleh pasien. Pemahaman mengenai keluhan pasien, motivasi dan harapan dapat membantu dalam menentukan parameter pengobatan dan memberikan wawasan bagi kesehatan psikologis pasien. Pertanyaan khusus yang dapat membantu mengidentifikasi keluhan utama pasien adalah sebagai berikut: Apa kekhawatiran Anda? Apakah Anda sebelumnya pernah mengobati kondisi ini, dan apa hasilnya? Mengapa anda ingin melakukan perawatan? Apa yang anda harapkan dari perawatan ini?. Penilaian terhadap kekhawatiran pasien ini dapat membantu mengembangkan masalah awal dan membantu mengidentifikasi keluhan pasien. Pasien yang ragu harus diberi konseling agar mereka memahami


(26)

keterbatasan pengobatan dan kemungkinan hasil yang terjadi sebelum memulai pembedahan ortognatik. Pasien harus memahami secara menyeluruh semua pilihan perawatan serta hasil yang diharapkan dan potensi resiko komplikasi. Pasien yang kurang informasi seringkali menyebabkan ketidakpuasan, oleh karena itu dokter bedah dan dokter gigi harus berhati-hati pada persepsi pasien dalam mempersepsikan harapan perawatan yang ia akan dapat dikemudian hari. 12

Bedah ortognatik harus dilakukan pada pasien yang sehat, namun juga didukung dengan pentingnya evaluasi lain pada prabedah seperti riwayat medis, keadaan gigi geligi, pemeriksaan studi dan pemeriksaan laboratorium. Memperoleh riwayat medis yang sesuai dapat mempengaruhi perencanaan perawatan yang baik dan dapat membantu ahli bedah untuk menghindari komplikasi yang berpotensi mengancam kehidupan. Harus diperhatikan juga keadaan seperti pasien dengan gangguan pernafasan, menderita kelainan autoimun, gangguan perdarahan, atau kondisi patologis lainnya juga dapat menghambat jalannya operasi, dan juga sebaiknya melakukan penilaian sistemik yang tepat untuk setiap pasien. 12,16

Pasien dievaluasi dengan duduk di kursi, tegak dengan pemeriksa dan sejajar setingkat mata. Secara umum, memeriksa pasien harus sejajar dengan lantai, salah satunya menggunakan telinga untuk melihat kesejajaran dengan lantai. Orientasikan kepala pasien sehingga bidang frankfort terlihat horizontal, yang diartikan sebagai garis dari tragus telinga ke tepi infraorbital sejajar dengan lantai, hal ini terlihat seperti posisi pasien dengan postur kepala dalam keadaan tegak yang alami dengan struktur rahang normal. Posisi ini dapat digunakan untuk memperoleh pengukuran standar perawatan. Penyesuaian posisi merupakan hal penting dalam klinis dan radiografi.12


(27)

Koordinasi bedah dan perawatan ortodontik bertujuan memberikan tingkat optimal dari koreksi fungsional dan kosmetik untuk pasien dengan displasia tulang dan gigi yang parah, hal ini membuat ahli bedah maksilofasial dan ortodontists mengakui keterbatasan perawatan masing-masing, dan menyebabkan perkembangan diagnostik menjadi lebih luas. Perencanaan perawatan dan prosedur pengobatan yang memanfaatkan kombinasi dari kemampuan masing-masing ahli pada operasi bertujuan untuk memperbaiki hubungan skeletal dan ortodontik. Bentuk cacat dentofasial meliputi bagian anteroposterior, vertikal dan transversal, dan melibatkan gigi, tulang dan sistem jaringan lunak wajah. Bentuk-bentuk keadaan tersebut beserta hubungannya dapat membantu dalam hal diagnosa, namun lain halnya klasifikasi maloklusi (analisis sefalometri) belum tentu dapat digunakan sebagai panduan perencanaan perawatan dikarenakan memiliki nilai relatif yang terbatas dalam pengembangan diagnosis.3,12

Diagnosa yang mempunyai masalah sistemik biasanya harus dilakukan perawatan terlebih dahulu sesuai penyakit yang diderita pasien, hal ini penting untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan ketika dilakukan prosedur pembedahan. Dalam prosedur pembedahan ini juga harus ditinjau komplikasi ataupun penyimpangan pasca operasi sehingga rencana perawatan pembedahan ortognatik ini memiliki nilai negatif yang minimal dan mendapatkan hasil penyesuaian fisiologi pasca pembedahan yang sesuai dengan keinginan tim medis maupun dari pasien itu sendiri7

3.3.2 Prosedur Pembedahan

Dalam pembedahan ini digunakan teknik anestesi umum dan dapat dikombinasikan dengan anestesi lokal, yaitu dengan penggunaan anestesi dengan bahan


(28)

halotan melalui nasoendotrakeal tub. Kemudian rongga mulut pasien diolesi dengan zaphiran klorida dan pasien diisolasi.9,11

Gambar 4 : Skematis anestesi umum melalui

nasoendotrakeal tube

Gambar 5 : Pembukaan akses, tampak insisi bilateral vertikal dan sebuah insisi horizontal (www. Scielo.iscii.es/img)

Mobilisasi segmen maksila dilakukan dalam 1 tahap prosedur, dengan cara pengambilan jaringan lunak10, dilakukan insisi bilateral vertikal yang dibuat di mukobukal pada area premolar pertama, dimana telah dilakukan pencabutan sebelumnya (premolar 1 atas bilateral dicabut keduanya), kemudian insisi yang menembus subperiosteal dibuat lebih tinggi diatas akar gigi ke arah fosa nasal, gingiva margin


(29)

ditarik keatas sisi palatal dimulai dari sisi gigi yang telah dicabut, kemudian bagian subperiosteal terus diangkat dengan insisi hingga bertemu didaerah midline dari palatal, pada insisi didaerah palatal dibuat dengan membentuk seperti tapak kuda (horseshoe)

lebih kurang sepanjang 5mm.3,9

Sebelum dilakukan pemotongan tulang perlu diperhatikan jarak insisi (potongan) yang harus berada diatas apeks gigi anterior atas sekitar 4 sampai 5 mm dari ujung akar. Penembusan bagian subperiosteal tersebut menghasilkan akses yang baik dan tidak berhubungan dengan suplai aliran pembuluh darah. kemudian dilakukan pemotongan tulang didaerah subperiosteal, hal ini lah yang dinamakan dengan pemotongan osteotomi, tulang pada regio premolar yang diekstraksi dihilangkan untuk memungkinkan segmen dari tulang maksila direposisi ke bagian posterior. 2,3,9,11

Gambar 6: Premolar dicabut dan direposisi ke posterior. (Pederson GW.Buku ajar praktis bedah mulut (oral surgery), alih bahasa: Purwanto, Basoeseno. Jakarta: EGC.1996: 344)


(30)

Gambar 7: Pemotongan tulang maksilaa (www. Face.or.kr/grim/jpg)

Perlekatan vomeral pada langit-langit (palatum) dihilangkan melalui insisi vertikal yang berdekatan dengan dasar hidung , setelah itu segmen direposisi ke posterior beberapa millimeter sesuai dengan rencana perawatan sebelumnya. Potongan-potongan sisa reseksi juga dapat digunakan sebagai bahan cangkokan yang dapat membantu penyembuhan / penyatuan yaitu dengan menyelipkannya di ruang garis fraktur.11

Gambar 8 : Pengambilan tulang secara keseluruhan sampai bertemu di midline (Jhon P Kelly. Atlas of Oral Maxillofacial Surgery. W.B Saunders Company; 85)

Jika segmen telah lengkap dimobilisasi, aplikasi alat fiksasi dibutuhkan seperti fiksasi intermaksilari serta pelindung ortodonti, kemudian dilakukan penjahitan pada


(31)

jaringan mukosa dan submukosa untuk menutup bekas pembukaan operasi dengan jahitan sintetis yang absorbel.2,9,11,18

3.3.3 Perawatan pasca bedah

Perawatan yang dilakukan setelah tindakan operasi adalah dengan pemberian obat-obatan seperti antibiotik, hal ini untuk mencegah terjadinya infeksi dari paparan mikrooganisme patogen yang dapat menghambat proses penyembuhan, pemakaian analgetik, vitamin untuk cakupan nutrisi pasien dan menjaga fisik pasien pasca operasi serta melakukan kontrol setiap hari sampai pembukaan jahitan.9,11

Gambar 9: Pemakaian fiksasi intraoseous pada pasien setelah operasi (Joseph E.Van Sickels. Stability in orthognatic surgery. In: Booth Peter, Schendel Stephen A, Jarg-Erich Hausamen eds. Maxillofacial Surgery.vol2. St Louise, Missouri: Churcil Livingston Elsevier, 2007: 1247)

Pemakaian fiksasi intermaksilari sementara dibutuhkan serta interoseous metal, hal ini bertujuan untuk mendapatkan dan menjaga hubungan interkuspal dan hubungan oklusi yang maksimal dan juga dapat membantu mempercepat penyembuhan luka sehingga pasien menjadi nyaman. yang dipakai selama 4 sampai 6 bulan. Untuk membantu kemajuan penyembuhan pasien juga di instruksikan untuk menjaga pola


(32)

makan yaitu dengan memberi asupan makanan yang tidak keras melainkan lunak agar mudah ditelan dan tidak mengganggu pergerakan gigi geligi.2,9

Gambar 10 : Fiksasi intermaksilari untuk menjaga

hubungan gigi-geligi dan interkuspal (mm

F.C.Theisen, Guernsey L.H. Postoperative sequelae after anterior segmental osteotomies. 1976

3.3.4 Komplikasi

Mempelajari pencegahan komplikasi dan penanganan sangat penting dalam melakukan prosedur pembedahan ortognatik. Komplikasi pada teknik ini juga hampir sama dengan komplikasi pada teknik lainnya seperti Le fort I osteotomi, sagital split osteotomy, intra oral vertical sub sigmoid osteotomy, dan genioplasty.16

Komplikasi tersebut meliputi komplikasi pada jalan nafas (air way), gangguan suplai darah di segmen yang diosteotomi, perdarahan, komplikasi saraf, komplikasi sendi rahang, infeksi mikroorganisme, komplikasi pada jaringan periodontium dan gigi geligi.16,17

Aliran darah ke segmen pada saat dilakukan operasi sangat berkurang, namun hal ini bersifat sementara dan hanya sedikit memiliki efek klinis yang berpengaruh kepada jaringan lunak sekitar, yaitu periodontium serta jaringan keras yang meliputi tulang dan gigi. Iskemik ringan maupun berat biasanya terjadi, iskemik ringan menyebabkan cacat


(33)

periodontal, nekrosis pulpa, infeksi dan penghambatan penyatuan tulang. Sedangkan iskemik yang berat dan berkepanjangan dapat menyebabkan kehilangan tulang maupun gigi geligi. Hal ini disebabkan beberapa faktor seperti desain insisi, pembukaan serta pencabutan jaringan lunak, penempatan pemotongan tulang, mobilisasi dan sejauh mana gerakan reposisi dilakukan pada saat pembedahan.16

Pendarahan mayor yang terkait dengan operasi ortognatik jarang terjadi. Osteotomi rahang atas mempunyai risiko pendarahan lebih tinggi dibandingkan dengan osteotomi mandibula. Salah satu cara untuk menghalangi pendarahan ini adalah dengan pemakaian anestesi lokal dengan vasokonstriktor, pembedahan pada bidang subperiosteal, dan penggunaan pemotongan kauterisasi diatermi dan bipolar. 16

Komplikasi saraf (neurogical) biasanya terjadi akibat pengaruh pemakaian bahan atau perlengkapan fiksasi seperti pemakaian skrup kompresi pada plat bukal dan lingual yang dapat menekan saraf. Salah satu cara untuk mencegahnya adalah dengan penggunaan skrup bikortikal (non compression) sehingga dapat mengurangi beban dan tekanan jaringan. Saraf infraorbital dan persarafan pada langit-langit (palatum) dapat juga terjadi kerusakan biasanya pada saat kompresi langsung pada saat pencabutan jaringan lunak, mobilisasi maupun pemasangan plat.9,16

Manipulasi berlebihan pada fragmen proksimal dapat menyebabkan hematoma intraartikular, rasa sakit, dan pembukaan rahang yang tebatas. Pemakaian intermaksilari terbukti dapat menyebabkan gangguan pembukaan mulut, dan jika dipaksa digunakan untuk menggerakkan rahang maka TMJ akan terluka , serta dapat menyebabkan ankilosis intraartikular.4,1


(34)

BAB 4

KESIMPULAN

Peristiwa maloklusi banyak terdapat pada masing-masing individu, maloklusi merupakan bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang normal. Maloklusi dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial, perawatan ortodonti bukanlah satu-satunya perawatan yang dapat mengatasi permasalahan maloklusi tersebut, namun koordinasi dengan bidang pembedahan sangat perlu dalam menangani maloklusi.5,6

Protrusi anterior maksila merupakan salah satu bentuk maloklusi dimana terdapat penonjolan ujung maksila (protrusi di anterior) namun tidak melibatkan gigi-geligi posterior yang justru dalam keadaan normal kelas I. Etiologi maloklusi bentuk protrusi anterior ini terdiri dari beberapa faktor penyebab yaitu dari aspek faktor tumbuh kembang maksila itu sendiri dan keadaan lingkungan faktor kebiasaan yang mempengaruhinya. Hormon hipofisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan suatu tulang rahang sehingga jika terjadi gangguan pada hormon tersebut maka akan menimbulkan ketidakseimbangan tumbuh kembang dari rahang itu sendiri5. Faktor kebiasaan juga sangat berpengaruh terhadap maloklusi tersebut seperti menghisap ibu jari, cara bernafas, dorongan posisi lidah, cara penelanan/ pengunyahan yang tidak sesuai.5,18

Teknik ortognatik yang cocok untuk mengkoreksi hal ini adalah teknik osteotomi segmental anterior, dahulu pembedahan dilakukan dengan osteotomi yang menyeluruh pada maksila, namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan sekarang dapat dilakukan pembedahan beberapa bagian kecil saja (segmen) dari maksila yang kemudian dilakukan


(35)

reposisi ke posterior untuk mengkoreksi protrusi dari maksila tersebut.1 Pemakaian bahan fiksasi sejenis peralatan ortodonti pada maksila digunakan untuk menstabilkan pembedahan pasca operasi agar membantu proses penyembuhan. Serta pemakaian profilaksis antibbiotik dan vitamin sebagai obat yang dikonsumsi setelah dilakukan pembedahan juga dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang lunak agar tidak mengganngu stabilitas dari pembedahan yang telah terkoreksi tersebut.2,9

Komplikasi pada pembedahan hampir sama dengan bentuk komplikasi bedah ortognatik lainnya yang meliputi komplikasi pada jalan nafas (air way), gangguan aliran darah ke segmen, perdarahan, bentuk osteotomi yang kurang baik, komplikasi saraf, komplikasi sendi rahang, infeksi mikroorganisme, komplikasi pada jaringan periodontium dan gigi geligi.9,16


(36)

DAFTAR PUSTAKA

1. Jhon P. Kelly. Maxillary osteotomies. eds: David A.Keith. In. Atlas oral and

maxillofacial surgery. Vol 1. Philadelpia Pennsylvania: W.B Saunders Company,

1992: 75-85

2. El-danaf ahmad. Maxillofacial osteotomies A23 Case Series; Egypt,J.Plast.Reconsr.Surg 2005: 35-45

3. Pederson GW.Buku ajar praktis bedah mulut (oral surgery), alih bahasa: Purwanto, Basoeseno. Jakarta: EGC.1996: 337-354

4. Graber M. Thomas, Vanarsdall L.Robert. Orthodontic current principles and

techniques. Vol2: Mosby: 839-9

5. Tjut Rostina. Penuntunkuliah ortontodonti I oklusi, maloklusi, etiologi maloklusi.

Medan: USU press, 2007: 17-33

6. Graber M. Thomas, Thomas Rakosi, Petrovic Alexander G. Dentofacial

ortophedics with functional appliances. Vol1.Toronto: Mosby company: 347-377

7. Roger A.West, McNeill R.William. Cordinated surgery and orthodontics

treatment. eds: Levine Norman In. Current treatment in dental practice.

Philadelpia: WB Saunders Company,1986: 343-353

8. Raymond P.White Jr, Proffit R William. Surgical orthodontic a current perspective. eds: Lysle E.Jhonston J. In. New visitas in orthodontics. Philadelpia: Lea and Febiger,1985:261-293

9. F.C.Theisen, Guernsey L.H. Postoperative sequelae after anterior segmental osteotomies. eds: Robert B.Shira. In. Oral Surgery. Boston. Massachusets: Tufts University, 1976: 139-151

10.Hayward Jr. Surgical correction of anterior open bite. Int.Journal Oral surg.1978; vol7: 286-288

11.Taylor G.Richard, Bremer D.Lawrence. Maxillary and mandibular subapical

osteotomies for the correction of anterior open bite. Oral surgery, oral medicine,


(37)

12.Larry M.Wolford. Surgical planning in orthodontic surgery. eds: Ward Booth Peter, Schendel Stephen A, Jarg-Erich Hausamen. In. Maxillofacial Surgery.vol2. St Louise, Missouri: Churcil Livingston Elsevier, 2007: 1157-1209

13.Lindsay J.Winchester, David R.Young. Orthodontic role in planning clinical aspects. eds: Ward Booth Peter, Schendel Stephen A, Jarg-Erich Hausamen In.

Maxillofacial Surgery. ivol2. St Louise, Missouri: Churcil Livingston Elsevier,

2007: 1211-1223

14.David E.Frost. Orthognathic surgical Techniques. eds: Booth Peter, Schendel Stephen A, Jarg-Erich Hausamen In. Maxillofacial Surgery.vol2. St Louise, Missouri: Churcil Livingston Elsevier, 2007: 1224-1246

15.Joseph E.Van Sickels. Stability in orthognatic surgery. eds: Booth Peter, Schendel Stephen A, Jarg-Erich Hausamen In. Maxillofacial Surgery.vol2. St Louise, Missouri: Churcil Livingston Elsevier, 2007: 1247-1258

16.Richardson David. Avoiding surgical complication in orthognatic surgery. eds: Booth Peter, Schendel Stephen A, Jarg-Erich Hausamen In. Maxillofacial

Surgery.vol2. St Louise, Missouri: Churcil Livingston Elsevier, 2007: 1259-1274

17.Tucker Myron R, Mark W.ochs. Correction of dentofacial deformities. eds: Peterson Larry J, Ellis Edward, Tucker Myron R In. Contemporery oral and

maxillofacial surgery. Vol4. St.louis, Missouri: Mosby, 2003: 560-602

18.William R.Proffit, Henry W.Fields Jr, David M.Sarver. Contemporary

orthodontics.Vol4, St Louis, Missouri: Mosby, 2007: 130-161, 606-715

19.Mundiyah Mokhtar. Dasar ortodonti pertumbuhan dan perkembangan

kraniofasial. Vol2,Medan: Bina Insani; 2002: 2-1 - 2-32

20.Anonymous. Maxilla osteotomy. <


(1)

makan yaitu dengan memberi asupan makanan yang tidak keras melainkan lunak agar mudah ditelan dan tidak mengganggu pergerakan gigi geligi.2,9

Gambar 10 : Fiksasi intermaksilari untuk menjaga hubungan gigi-geligi dan interkuspal (mm F.C.Theisen, Guernsey L.H. Postoperative sequelae after anterior segmental osteotomies. 1976

3.3.4 Komplikasi

Mempelajari pencegahan komplikasi dan penanganan sangat penting dalam melakukan prosedur pembedahan ortognatik. Komplikasi pada teknik ini juga hampir sama dengan komplikasi pada teknik lainnya seperti Le fort I osteotomi, sagital split osteotomy, intra oral vertical sub sigmoid osteotomy, dan genioplasty.16

Komplikasi tersebut meliputi komplikasi pada jalan nafas (air way), gangguan suplai darah di segmen yang diosteotomi, perdarahan, komplikasi saraf, komplikasi sendi rahang, infeksi mikroorganisme, komplikasi pada jaringan periodontium dan gigi geligi.16,17

Aliran darah ke segmen pada saat dilakukan operasi sangat berkurang, namun hal ini bersifat sementara dan hanya sedikit memiliki efek klinis yang berpengaruh kepada jaringan lunak sekitar, yaitu periodontium serta jaringan keras yang meliputi tulang dan gigi. Iskemik ringan maupun berat biasanya terjadi, iskemik ringan menyebabkan cacat


(2)

periodontal, nekrosis pulpa, infeksi dan penghambatan penyatuan tulang. Sedangkan iskemik yang berat dan berkepanjangan dapat menyebabkan kehilangan tulang maupun gigi geligi. Hal ini disebabkan beberapa faktor seperti desain insisi, pembukaan serta pencabutan jaringan lunak, penempatan pemotongan tulang, mobilisasi dan sejauh mana gerakan reposisi dilakukan pada saat pembedahan.16

Pendarahan mayor yang terkait dengan operasi ortognatik jarang terjadi. Osteotomi rahang atas mempunyai risiko pendarahan lebih tinggi dibandingkan dengan osteotomi mandibula. Salah satu cara untuk menghalangi pendarahan ini adalah dengan pemakaian anestesi lokal dengan vasokonstriktor, pembedahan pada bidang subperiosteal, dan penggunaan pemotongan kauterisasi diatermi dan bipolar. 16

Komplikasi saraf (neurogical) biasanya terjadi akibat pengaruh pemakaian bahan atau perlengkapan fiksasi seperti pemakaian skrup kompresi pada plat bukal dan lingual yang dapat menekan saraf. Salah satu cara untuk mencegahnya adalah dengan penggunaan skrup bikortikal (non compression) sehingga dapat mengurangi beban dan tekanan jaringan. Saraf infraorbital dan persarafan pada langit-langit (palatum) dapat juga terjadi kerusakan biasanya pada saat kompresi langsung pada saat pencabutan jaringan lunak, mobilisasi maupun pemasangan plat.9,16

Manipulasi berlebihan pada fragmen proksimal dapat menyebabkan hematoma intraartikular, rasa sakit, dan pembukaan rahang yang tebatas. Pemakaian intermaksilari terbukti dapat menyebabkan gangguan pembukaan mulut, dan jika dipaksa digunakan untuk menggerakkan rahang maka TMJ akan terluka , serta dapat menyebabkan ankilosis intraartikular.4,1


(3)

BAB 4 KESIMPULAN

Peristiwa maloklusi banyak terdapat pada masing-masing individu, maloklusi merupakan bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang normal. Maloklusi dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial, perawatan ortodonti bukanlah satu-satunya perawatan yang dapat mengatasi permasalahan maloklusi tersebut, namun koordinasi dengan bidang pembedahan sangat perlu dalam menangani maloklusi.5,6

Protrusi anterior maksila merupakan salah satu bentuk maloklusi dimana terdapat penonjolan ujung maksila (protrusi di anterior) namun tidak melibatkan gigi-geligi posterior yang justru dalam keadaan normal kelas I. Etiologi maloklusi bentuk protrusi anterior ini terdiri dari beberapa faktor penyebab yaitu dari aspek faktor tumbuh kembang maksila itu sendiri dan keadaan lingkungan faktor kebiasaan yang mempengaruhinya. Hormon hipofisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan suatu tulang rahang sehingga jika terjadi gangguan pada hormon tersebut maka akan menimbulkan ketidakseimbangan tumbuh kembang dari rahang itu sendiri5. Faktor kebiasaan juga sangat berpengaruh terhadap maloklusi tersebut seperti menghisap ibu jari, cara bernafas, dorongan posisi lidah, cara penelanan/ pengunyahan yang tidak sesuai.5,18

Teknik ortognatik yang cocok untuk mengkoreksi hal ini adalah teknik osteotomi segmental anterior, dahulu pembedahan dilakukan dengan osteotomi yang menyeluruh pada maksila, namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan sekarang dapat dilakukan pembedahan beberapa bagian kecil saja (segmen) dari maksila yang kemudian dilakukan


(4)

reposisi ke posterior untuk mengkoreksi protrusi dari maksila tersebut.1 Pemakaian bahan fiksasi sejenis peralatan ortodonti pada maksila digunakan untuk menstabilkan pembedahan pasca operasi agar membantu proses penyembuhan. Serta pemakaian profilaksis antibbiotik dan vitamin sebagai obat yang dikonsumsi setelah dilakukan pembedahan juga dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang lunak agar tidak mengganngu stabilitas dari pembedahan yang telah terkoreksi tersebut.2,9

Komplikasi pada pembedahan hampir sama dengan bentuk komplikasi bedah ortognatik lainnya yang meliputi komplikasi pada jalan nafas (air way), gangguan aliran darah ke segmen, perdarahan, bentuk osteotomi yang kurang baik, komplikasi saraf, komplikasi sendi rahang, infeksi mikroorganisme, komplikasi pada jaringan periodontium dan gigi geligi.9,16


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Jhon P. Kelly. Maxillary osteotomies. eds: David A.Keith. In. Atlas oral and

maxillofacial surgery. Vol 1. Philadelpia Pennsylvania: W.B Saunders Company,

1992: 75-85

2. El-danaf ahmad. Maxillofacial osteotomies A23 Case Series; Egypt,J.Plast.Reconsr.Surg 2005: 35-45

3. Pederson GW.Buku ajar praktis bedah mulut (oral surgery), alih bahasa: Purwanto, Basoeseno. Jakarta: EGC.1996: 337-354

4. Graber M. Thomas, Vanarsdall L.Robert. Orthodontic current principles and

techniques. Vol2: Mosby: 839-9

5. Tjut Rostina. Penuntunkuliah ortontodonti I oklusi, maloklusi, etiologi maloklusi.

Medan: USU press, 2007: 17-33

6. Graber M. Thomas, Thomas Rakosi, Petrovic Alexander G. Dentofacial

ortophedics with functional appliances. Vol1.Toronto: Mosby company: 347-377

7. Roger A.West, McNeill R.William. Cordinated surgery and orthodontics

treatment. eds: Levine Norman In. Current treatment in dental practice.

Philadelpia: WB Saunders Company,1986: 343-353

8. Raymond P.White Jr, Proffit R William. Surgical orthodontic a current perspective. eds: Lysle E.Jhonston J. In. New visitas in orthodontics. Philadelpia: Lea and Febiger,1985:261-293

9. F.C.Theisen, Guernsey L.H. Postoperative sequelae after anterior segmental osteotomies. eds: Robert B.Shira. In. Oral Surgery. Boston. Massachusets: Tufts University, 1976: 139-151

10.Hayward Jr. Surgical correction of anterior open bite. Int.Journal Oral surg.1978; vol7: 286-288

11.Taylor G.Richard, Bremer D.Lawrence. Maxillary and mandibular subapical osteotomies for the correction of anterior open bite. Oral surgery, oral medicine, and oral pathology, 1967; vol 23: 141-147


(6)

12.Larry M.Wolford. Surgical planning in orthodontic surgery. eds: Ward Booth Peter, Schendel Stephen A, Jarg-Erich Hausamen. In. Maxillofacial Surgery.vol2. St Louise, Missouri: Churcil Livingston Elsevier, 2007: 1157-1209

13.Lindsay J.Winchester, David R.Young. Orthodontic role in planning clinical aspects. eds: Ward Booth Peter, Schendel Stephen A, Jarg-Erich Hausamen In.

Maxillofacial Surgery. ivol2. St Louise, Missouri: Churcil Livingston Elsevier,

2007: 1211-1223

14.David E.Frost. Orthognathic surgical Techniques. eds: Booth Peter, Schendel Stephen A, Jarg-Erich Hausamen In. Maxillofacial Surgery.vol2. St Louise, Missouri: Churcil Livingston Elsevier, 2007: 1224-1246

15.Joseph E.Van Sickels. Stability in orthognatic surgery. eds: Booth Peter, Schendel Stephen A, Jarg-Erich Hausamen In. Maxillofacial Surgery.vol2. St Louise, Missouri: Churcil Livingston Elsevier, 2007: 1247-1258

16.Richardson David. Avoiding surgical complication in orthognatic surgery. eds: Booth Peter, Schendel Stephen A, Jarg-Erich Hausamen In. Maxillofacial

Surgery.vol2. St Louise, Missouri: Churcil Livingston Elsevier, 2007: 1259-1274

17.Tucker Myron R, Mark W.ochs. Correction of dentofacial deformities. eds: Peterson Larry J, Ellis Edward, Tucker Myron R In. Contemporery oral and

maxillofacial surgery. Vol4. St.louis, Missouri: Mosby, 2003: 560-602

18.William R.Proffit, Henry W.Fields Jr, David M.Sarver. Contemporary

orthodontics.Vol4, St Louis, Missouri: Mosby, 2007: 130-161, 606-715

19.Mundiyah Mokhtar. Dasar ortodonti pertumbuhan dan perkembangan

kraniofasial. Vol2,Medan: Bina Insani; 2002: 2-1 - 2-32

20.Anonymous. Maxilla osteotomy. <