Dalam proses pengerjaan proyek ini, penyedia jasa harus tunduk dan mematuhi aturan yang telah ditentukan dalam Syarat Umum Perintah Kerja.
Dalam syarat umum SPK ini diatur berbagai hal yang berhubungan dengan pengerjaan kontruksi ini.
D. Kendala dan Upaya Penyelesaian Sengketa dalam Pelaksanaan
Perjanjian Pemborongan antara Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange
1. Kendala yang terjadi
Pelaksanaan suatu proyek pemborongan tidak selamanya dapat berjalan seperti yang direncanakan.Setiap rencana pembangunan yang dituangkan didalam
kontrak tidak selamanya berjalan seperti yang direncanakan.Banyak hal yang mempengaruhi terhambatnya pelaksanaan suatu kontrak atau bahkan
menyebabkan batalnya pekerjaan tersebut yang mengakibatkan tidak selesainya pekerjaan pemborongan tersebut.Terdapat berbagai hambatan yang mungkin
terjadi dalam pelaksanaan suatu perjanjian pemborongan. Munir Fuady, dalam bukunya menyebutkan berbagai hal-hal yang menjadi kendala sehingga
menyebabkan keetidakterlaksananya suatu kontrak kontruksi, yakni antara lain:
113
a. Keterlambatan, ketidakcocokan dan kegagalan,
b. Suspense
c. Repudiasi
d. Determinasi
e. force majeure
113
Munir Fuady, Op. Cit. hal. 198.
f. variasi
g. exempsi
h. hardship
i. terminasi
Secara garis besar dapat disimpulkan yang mungkin menjadi kendala dalam pengerjaan suatu proyek antara lain hambatan yang diakibatkan kontrak itu
sendiri, hambatan yang bersumber dari para pihak itu sendiri, dan hambatan yang berada diluar kekuasaan manusia force majeure.
a. Hambatan yang timbul dari kontrak itu sendiri
Hambatan yang timbul dari kontrak itu sendiri biasanya timbul dalam pengerjaan kontrak itu sendri, baik pada saat tahap pra kontrak,
tahap penandatangan kontrak, maupun tahap setelah pelaksanaan kontrak atau tahap pasca kontrak. Kontrak yang ditandatangani oleh Dinas Bina
Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange merupakan suatu kontrak baku, yang bentuk, isi, dan pelaksanaannya
berpedoman pada Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah. Perpres ini sendiri merupakan
pengganti dari Peraturan Presiden sebelumnya, yakni Peraturan Presiden No. 54 tahun 2010, yang mana Perpres ini juga telah mengalami beberapa
kali perubahan. Sampai dengan dikeluarkannya Perpres No. 4 Tahun 2015 ini, Perpres No. 54 Tahun 2010 telah mengalami empat kali perubahan.
Bahkan sampai dengan akhir tahun 2012 saja, Perpres 542010 sendiri
telah mengalami dua kali perubahan, yakni Perpres Nomor 35 Tahun 2011 dan Perpres Nomor 70 Tahun 2012.
Seringnya terjadi perubahan tentang tata cara pengadaan barangjasa pemerintah ini menimbulkan dua sudut pandang berbeda, di
satu sisi pemerintah dalam hal ini senantiasa melakukan perubahan ke arah yang lebih baik untuk memperbaiki tentang tata cara pengadaan
barangjasa pemerintah. Disisi lain, dengan perubahan-perubahan yang terjadi ini menunjukkan bahwa Peraturan Presiden ini ternyata belum
mampu menjawab kebutuhan akan pedoman pengadaan barangjasa pemerintah yang baik.
Kontrak yang dihasilkan dalam suatu perjanjian secara formal telah melalui prosedur-prosedur sebagaimana yang diatur dalam Perpres No. 4
Tahun 2015. Namun yang menjadi masalah adalah apa yang sebenarnya terjadi di lapangan atau di kenyataannya. Prosedur pengerjaan perbaikan
jalan dalam kontrak pemborongan ini dilakukan dengan prosedur Pengadaan Langsung.Prosedur pengadaan langsung dilakukan dengan
mengundang maksimal 2 dua calon penyedia jasa untuk kemudian dilakukan seleksi oleh panitia pengadaan jasa kontruksi.Yang bisa menjadi
permasalahan adalah pemilihan penyedia jasa tersebut.Oleh karena penyedia jasa dipilih dan ditentukan langsung oleh panitia pengadaan
secara sepihak, hal inilah yang dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan
kongkalikongpersekongkolan terhadap pemilihan calon penyedia jasa
tersebut.Besar kemungkinan peluang inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh oknum-oknum tersebut. Cara yang dilakukan umumnya dengan
menaruh janji akan memberikan hadiah supaya calon penyedia jasa yang diusungnya lah yang kemudian memenangkan seleksi tersebut. Oleh
karena itu, untuk menghindari kejadian-kejadian yang seperti ini, maka sangat dijunjung tinggi integritas dari panitia pengadaan jasa kontruksi dan
juga calon penyedia jasa tersebut. Selain itu, dalam mengadakan perjanjian dengan penyedia jasa, maka selalu diterterakan pakta integritas yang
ditandatangani oleh kedua pihak yang isinya antara lain menyatakan pertentangannya terhadap tindakan korupsi, pemberian hadiah atau
gratifikasi, dan berupaya bersikap jujur dan transparan dalam melaksanakan perjanjian pemborongan ini.
b. Hambatan yang bersumber dari para pihak
Hambatan yang bersumber dari para pihak yaitu, dalam hal ini pemborong dengan pihak yang memborongkan memiliki kedudukan yang
berbeda.Pihak pemborong hanya menandatangani kontrak tanpa ada negosiasi ataupun klausul-klausul yang terdapat dalam kontrak.Pemborong
tidak ikut serta dalam penyusunan kontrak, tetapi disusun sendiri oleh PPK untuk kemudian disesuaikan dengan pemborong. Dengan kondisi yang
demikian pemborong hanya menyetujui apa yang telah disusun oleh PPK baik mengenai kuantitas maupun kualitas dari harga barang itu sendiri dan
juga HPS yang telah ditetapkan pengguna jasa yang mana hal ini dapat menyebabkan tidak terpenuhinya rancangan pekerjaan sesuai dengan yang
telah ditandatangani dalam kontrak. Hal ini sangat mengurangi peran dari pihak pemborong.
c. Hambatan yang berasal diluar kekuasaan manusia force majeure
Hambatan-hambatan yang terjadi diluar kekuasaan manusia dalam kontrak pemborongan dikenal dengan istilah keadaan kahar. Menurut
Perpres No. 4 Tahun 2015 dalam Pasal 91 ayat 1 yang dimaksud dengan keadaan kahar adalah suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak para
pihak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehinga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi. Keadaan kahar
yang dimaksud dalam Perpres ini tidak lagi terbatas pada bencana alam, bencana non alam, bencana sosial, pemogokan, kebakaran, serta gangguan
industri lainnya seperti yang diatur pada Perpres No. 54 Tahun 2010. Bilamana terjadi keadaan kahar, penyedia jasa segera
memberitahukan peristiwa tersebut kepada PPK secara tertulis paling lama 14 empat belas hari kalender sejak terjadinya keadaan kahar
tersebut.Tidak semua peristiwa yang menyebabkan terhambatnya pengerjaan perbaikan jalan dinyatakan sebagai kadaan kahar.Setiap
perbuatan yang mengakibatkan rusaknya atau terhambatnya pekerjaan perbaikan jalan yang berasal dari kelalaian dari para pihak tidak dapat
dinyatakan sebagai keadaan kahar. Setelah terjadi keadaan kahar, para pihak dapat melakukan
kesepakatan mengenai biaya akibat terjadinya keadaan kahar tersebut, yang mana kesepakatan ini dituangkan dalam perubahan
kontrak.Keterlambatan pengerjaan kontruksi akibat keadaan kahar tidak dikenakan sanksi.
Dalam pelaksanaan perjanjian ini, sampai dengan selesainya pekerjaan perbaikan jalan di Jln. Perpasiran, Kecamatan Siantar
Simarimbun ini tidak pernah terjadi hambatan-hambatan seperti yang dimaksud dalam keadaan kahar tersebut.
2. Penyelesaian perselisihan
Pada dasarnya, para pihak yang terikat didalam perjanjian diwajibkan untuk memenuhi hak dan kewajibannya sesuai dengan klausul yang tertuang
didalam perjanjian dengan sebaik-baiknya tanpa ada itikad buruk untuk mengingkari atau tidak melaksanakan perjanjian tersebut yang mengakibatkan
terjadinya perselisihan diantara para pihak.Demikian juga halnya dengan perjanjian pemborongan suatu proyek, bisa saja timbul suatu masalah baik
yang bersifat teknis, administratif, yang disebut dengan sengketa kontruksi. Yang dimaksud dengan sengketa kontruksi adalah sengketa yang
terjadi sehubungan dengan pelaksanaan suatu usaha jasa kontruksi.Sengketa kontruksi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah sengketa perdata yang
penyelesaiannya dapat dilakukan melalui Arbitrase atau Alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 UU No. 30
Tahun 1999. Dalam UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi dijelaskan
mengenai penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh para pihak apabila terjadi perselisihan.Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui pengadilan
atau diluar pengadilan.penyelesaian sengketa diluar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana dalam pengerjaan kontruksi. Selain itu, apabila
penyelesaian sengketa diluar pengadilan tidak berhasil, maka dapat dilakukan melalui pengadilan.
Sesuai dengan kontrak pemborongan antara Dinas Bina Marga dan Pengairan dengan CV. Sibange-bange, penyelesaian sengketa yang terjadi
diantara para pihak diselesaikan secara musyawarah atau diluar pengadilan, yaitu melalui pengadilan arbitrase.Hal ini tercantum dalam kontrak perjanjian
pemborongan serta tercantum dalam syarat umum SPK poin 24. Penyelesaian sengketa yang dilakukan diluar pengadilan dikenal
dengan Arbitrase.Penyelesaian sengketa tersebut berpedoman terhadap UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis
oleh para pihak yang bersengketa. Pilihan terhadap penyelesaian sengketa yang akan ditempuh para pihak
dipilih langsung berdasarkan kesepakatan diantara para pihak yang kemudian tercantum dalam klausul perjanjian arbitrase. Para pihak yang bersengketa
menyelesaikan sengketa tersebut melalui lembaga arbiter, yaitu badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai
sengketa yang terjadi.Putusan yang dikeluarkan oleh lembaga arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat mengambil kesimpulan:
1. Hubungan hukum yang tercipta diantara para pihak dalam perjanjian
pemborongan yaitu apabila parapihak yang saling mengikatkan diri tersebut merupakan pihak pemerintah maka hubungan hukumnya disebut dengan
hubungan kedinasan, sedangkan apabila pihak yang memborongkan adalah pemerintah dan pihak pemborong itu adalah pihak swasta maka hubungan
hukum diantara para pihak tersebut disebut dengan perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta dibawah tangan, surat perintah kerja, surat perjanjian
kerjakontrak. Selain itu, dalam perjanjian pemborongan juga dikenal mengenai prinsip hubungan hukum, yaitu prinsip korelasi tanggung jawab
para pihak, prinsip ketegasan tanggung jawab pemborong, prinsip larangan perubahan harga perjanjian, prinsip kebebasan pemutusan perjanjian secara
sepihak. 2.
Perjanjian pemborongan pekerjaan program rehabilitasiperbaikan jalan di jalan Perpasiran 05010 Kelurahan Tong Marimbun, Kecamatan Siantar
Simarimbun merupakan perjanjian pemborongan pekerjaan antara Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange.
Proses pelaksanaan perjanjian pemborongan ini secara formal telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku serta telah melalui prosedur sesuai
dengan yang diatur dalam Perpres No. 4 Tahun 2015. Perjanjian pemborongan ini dibuat setelah melalui beberapa tahapan yang harus diikuti oleh para pihak
mulai dari pengumuman adanya pemborongan pekerjaan sampai pada pemilihan penyedia jasa.Adapun pemilihan atau penyaringan pemborong
dilakukan dengan metode pengadaan langsung, yaitu dengan mengundang maksimal 2 dua calon penyedia jasa yang dianggap mampu untuk kemudian
dilakukan seleksi dengan menggunakan system gugr oleh panitia pengadaan jasa kontruksi pada Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar.
Pengerjaan pemborongan program rehabilitasiperbaikan jalan ini mengunakan dana yang berasal dari Bantuan Daerah Bawahan BDB Tahun
Anggaran 2012. Selama pengerjaan pemborongan ini, berdasarkan survey yang dilakukan penulis tidak menemukan permasalahan-permasalahan yang
terjadi yang dapat menghambat pengerjaan pemborongan ini.Selain itu, juga didapati bahwa pengerjaan perbaikan jalan ini selesai dilakukan tepat pada
waktunya seperti yang sudah ditetapkan didalam kontrak perjanjian. 3.
Dalam perjanjian pemborongan perbaikan jalan ini secara umum tidak ditemukan kendala-kendala yang dapat menghambat pengerjaan pemborongan
ini dan yang mengakibatkan terjadinya sengketa. Semua kegiatan pekerjaan pemborongan ini diselesaikan dengan tepat waktu sesuai dengan yang tertuang
dalam kontrak. Dalam prakteknya, hambatan-hambatan yang mungkin terjadi dalam
perjanjian pemborongan ada tiga, yaitu hambatan yang berasal dari kontrak itu sendiri, hambatan yang bersumber dari para pihak, serta hambatan yang
berasal diluar dari kekuasaan manusia force majeure.Hambatan yang timbul dari kontrak itu sendiri terjadi pada saat pemilihan calon penyedia jasa oleh
pemerintah.Dengan metode pengadaan langsung, dimana pemerintah sendiri yang menentukan serta mengundang calon penyedia jasa untuk kemudian
dilakukan seleksi dan negosiasi, dalam hal inilah sering terjadi persetujuan- persetujuan tertentu yang terjadi untuk memilih calon penyedia jasa
tersebut.Dengan sistem yang demikian, terkadang dimanfaatkan oleh pihak- pihak tidak bertanggungjawab untuk mengambil keuntungan dari pelaksanaan
metode pengadaan langsung ini.Oleh karena itu, sangat diperlukan integritas dari tiap-tiap pihak demi kelancaran serta kejujuran dalam pengerjaan
pemborongan ini. Hambatan yang terjadi akibat keadaan dari para pihak tersebut.Dalam
prakteknya pihak pemborong tidak memiliki keadaan yang tidak seimbang dengan pihak yang memborongkan yang dalam hal ini adalah
Pemerintah.Pemborong dipilih oleh panitia pengadaan berdasarkan tawaran yang tida melebihi nilai HPS yang sudah ditetapkan PPK.Yang artinya,
pemborong tidak ikut serta dalam menyusun harga barang maupun kebutuhan yang dibutuhkan dalam pengerjaan pemborongan ini.Pemborong hanya
menandatangani kontrak tanpa ada negosiasi mengenai klausul-klausul yang terdapatdalam kontrak.
Hambatan yang diakibatkan oleh keadaan diluar kekuasaan manusia force majeure.Dalam syarat kontak Perjanjian Pemborongan Program
RehabilitasiPerbaian Jalan antara Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota
Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan keadaan kahar adalah suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak para
pihak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya sehingga kewajiban yang sudah ditentukan dalam kontrak tidak dapat dipenuhi.
4. Semua kegiatan pekerjaan pemborongan ini dilakukan sesuai dengan prosedur
hukum yang berlaku sehingga tidak menyebabkan perselisihan diantara para pihak. Adapun upaya yang ditempuh para pihak apabila terjadi sengketa dalam
kontrak pemborongan ini adalah dengan menyelesaikannya melalui musyawarah atau dengan melalui jalur non-pengadilan, yaitu dengan mediasi,
negosiasi, konsiliasi dan melalui lembaga arbitrase. Namun bila sengketa tidak dapat diselesaikan melalui jalur non-pengadilan, maka para pihak dapat
mengajukan gugatannya ke pengadilan. Hal ini sesuai dengan Syarat Umum Surat Perintah Kerja SPK yang dicantumkan dalam kontrak pemborongan
perbaikan jalan ini.
B. SARAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, maka penulis memberikan saran yang diharapkan dapat memberi manfaat bagi perkembangan perjanjian
pemborongan di Indonesia: 1.
Para pihak yang terlibat dalam proses pengerjaan pemborongan sebaiknya lebih memperhatikan prinsip-prinsip hubungan hukum dalam perjanjian
pemborongan diatas agar para pihak tidak dengan semena-mena melanggar perjanjian dan peraturan lainnya yang telah dituangkan dalam perjanjian.
Selain itu, hal ini juga dimaksudkan agar para pihak melaksanakan
kewajibannya masing-masing dalam proses pelaksanaan pembororngan tersebut.
2. Sebaiknya dalam proses pengerjaan pemborongan lebih melibatkan peran aktif
pemborong baik dalam tahap klarifikasi harga dan teknis sehingga kontrak yang akan ditandatangani para pihak nantinya akan memberikan kepastian,
kemanfaatan dan keadilan hukum bagi masing-masing pihak, mengingat kontrak pemborongan proyek pemerintah ini merupakan kontrak baku, dimana
pihak pemborong hanya menyetujui dan menandatangani kontrak yang telah dahulu disusun oleh pihak pemerintah, yang dalam hal ini Dinas Bina Marga
dan Pengairan Kota Pematangsiantar. 3.
Sangat diperlukannya integritas yang sangat tinggi dari masing-masing pihak yang ikut serta dalam perjanjian pemborongan ini. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari kemungkinan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum, norma dan kesusilaan seperti perbuatan kongkalikong dalam pemilihan
pemborong oleh pihak yang memborongkan. Mengingat dalam perjanjian pemborongan ini pemilihan penyedia jasa oleh pemerintah dilakukan dengan
metode pengadaan langsung, yaitu pemerintah sendiri yang memilih dan mengundang pihak penedia jasapemborong yang dirasa mampu untuk
mengerjakan proyek pemborongan tersebut.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN
A. Pengertian Perjanjian