Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Antara Dinas Bina Marga Dan Pengairan Kota Pematangsiantar Dengan Cv. Sibange-Bange Siantar Simarimbun (Studi: Dinas Bina Marga Dan Pengairan Kota Pematangsiantar)

(1)

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN PEMBORONGAN ANTARA DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN

KOTA PEMATANGSIANTAR

DENGAN CV. SIBANGE-BANGE SIANTAR SIMARIMBUN (STUDI: DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN KOTA

PEMATANGSIANTAR)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

NIM: 110200210 MARULI TUA SINAGA

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(2)

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN PEMBORONGAN ANTARA DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN

KOTA PEMATANGSIANTAR

DENGAN CV. SIBANGE-BANGE SIANTAR SIMARIMBUN (STUDI: DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN KOTA

PEMATANGSIANTAR) SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

NIM: 110200210 MARULI TUA SINAGA

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Disetujui/Diketahui Oleh:

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

NIP. 1966003031985081001 Dr. Hasyim Purba, S.H., M.Hum.

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Malem Ginting, S.H., M.Hum

NIP. 195707151983031002 NIP. 196012251987032001 Maria Kaban, S.H., M.Hum.


(3)

ABSTRAK

Malem Ginting * Maria Kaban ** Maruli Tua Sinaga ***

Kota Pematangsiantar adalah kota yang senantiasa melakukan pembangunan daerah di berbagai bidang perlu diimbangi dengan fasilitas sarana dan prasarana yang baik. Jalan merupakan salah satu sarana yang dapat menunjang pembangunan daerah. Kualitas jalan yang baik akan memperlancar kegiatan pembangunan di daerah tersebut. Salah satu bentuk realisasi dari pembangunan tersebut adalah adalah program perbaikan jalan yang dilaksanakan berdasarkan kontrak yang dibuat oleh pemerintah dengan pemborong. Adapun permasalahan yang dibahas adalah bagaimana hubungan hukum yang tercipta diantara para pihak dalam perjanjian pemborongan ini, apakah proses pelaksanaan perjanjian pemborongan tersebut telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, serta apa kendala dalam pelaksanaan proyek dan bagaimana upaya yang dilakukan oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa dalam perjanjian pemborongan tersebut.

Metode penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskiptif.Sumber data yang digunakan adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu penelitian dengan mengumpulkan data-data sebagai data pendukung.Penulis juga melakukan penelitian langsung ke lapangan guna mendapatkan data yang yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini dengan melakukan wawancara langsung dengan ketua panitia pengadaan barang dan jasa pada Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan hubungan hukum diantara para pihak disebut dengan perjanjian pemborongan yang berupa Surat Perintah Kerja, pelaksanaan perjanjian pemborongan antara Dinas Bina Marga Dan Pengairan kota Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange secara formal tidak mengandung cacat hukum dan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dimana pelaksanaan pemborongan ini dilakukan dengan metode pengadaan langsung yaitu dengan mengundang dan memilih secara langsung pihak pemborong yang dirasa mampu untuk melaksanakan pemborongan tersebut. CV. Sibange-bange telah memenuhi kewajibannya tepat waktu seperti yang ditentukan dalam kontrak sehingga tidak ditemukan kendala yang timbul dan juga tidak terjadi perselisihan diantara para pihak dalam melaksanakan perjanjian pemborongan ini. Saran dari skripsi ini adalah dalam proses pelaksanaan perjanjian pemborongan sebaiknya lebih melibatkan peran aktif dari pihak pemborong, serta sangat diperlukannya integritas dari masing-masing pihak untuk menghindari perbuatan kongkalikong dalam pemilihan pemborong pekerjaan.

Kata Kunci: Perjanjian, Perjanjian Pemborongan Jalan.

*Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Mahasiswa Fakultas Hukum


(4)

KATA PENGANTAR

Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya.Ia mau, supaya kita hidup didalamnya (Efesus 2:10).Segala puji dan hormat penulis panjatkan

kepada Allah Tritunggal yang memberikan kemampuan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan selama kurang lebih empat tahun samapai menyelesaikan penulisan skripsi ini.Bersyukur untuk setiap kasih, hikmat dan penyertaan-Nya yang dianugerahkan kepada penulis.Dialah Allah yang tetap setia kepada anak-anak-Nya.

Penulisan skripsi ini diberi judul :”Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Antara Dinas Bina Marga Dan Pengairan Kota Pematangsiantar Dengan CV. Sibange-bange Siantar Simarimbun (Studi: Dinas Bina Marga Dan Pengairan Kota Pematangsiantar)”. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, dengan kerendahan hati penulis akan sangat berterimakasih jika ada kritik maupun saran membangun guna kesempurnaan skripsi ini.

Pada kesempatan ini dengan segala hormat penulis juga rindu untuk mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.H., DFM., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, S.H., M.H., DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK Saidin, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 6. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen

Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara.

7. Terimakasih secara khusus untuk Bapak Malem Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Maria Kaban, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah menolong penulis dan yang telah banyak meluangkan waktunya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, bersyukur boleh menjadi mahasiswa bimbingan skripsi Bapak dan Ibu.

8. Bapak Dr. Faisal Akbar, S.H., M.Hum., selaku Dosen P.A dari penulis dari semester I sampai semester terakhir.

9. Seluruh dosen pengajar, yang mengabdikan diri mengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang turut mendukung segala pekuliahan penulis selama menjalani urusan perkuliahan.

10.Seluruh staff, dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk setiap pelayanan terbaik yang boleh diberikan.


(6)

11.Kepada Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar yang telah membantu penulis dalam menyediakan data-data serta waktu yang telah disediakan untuk melaksanakan wawancara demi kelancaran penulisan skripsi ini.

12.Ibunda tercinta penulis, R. Manihuruk yang sudah berada di surga, terimakasih untuk setiap kasih dan sayang mu.

13.Kepada oppung penulis T. Sirait yang sudah merawat dan menjaga penulis sejak lahir, terimakasih sudah menjadi inspirasi terbesar bagi hidupku.

14.Orang tua penulis, Delvin Sinaga dan Nelly Sihotang yang selalu memberikan motivasi, semangat kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan penulis di kampus ini.

15.Untuk abang-abang penulis, Erwin Sinaga, Mashot Wira Sinaga yang sudah berada di sorga, terimakasih untuk semangat dan nasehat yang kalian tinggalkan, selamat beristirahat bagi kalian. Dan untuk adik-adik penulis, Jecky Christian Sinaga, Defky Cristomi Sinaga, terimakasih atas setiap doa-doanya.

16.Saudara-saudara penulis, Lisfon Manurung, Nelwan Manurung, Kak Rimbun Sinaga, Kak Raya Sinaga, Kak Selvi Manurung, Desi Manurung, Irma Harianja, Tiurida Sinaga, Syahrul Sinaga dan keponakan penulis Theresia Harahap dan Dolly Harahap, terimakasih atas dukungan dan semangat yang sudah diberikan, mempunyai keluarga seperti kalian adalah anugerah terindah bagi penulis.


(7)

17.Kelompok kecilku Solafide dan Ozora (Bang Erikson, Kak Joice, Juanda, Daniel, Riki, Oktanta, Hengki, Kristi Emelia, Haritama), bersyukur boleh mengenal Allah bersama kalian, tetaplah belajar untuk setia kepada Tuhan dan layani lah Dia.

18.Adik-adik kelompok kecilku Mercia (Ana Maria, Brenada, Dian, Juniarti, Reni), dan adik-adik PIPA, Martin, Sarmeli, Dakka, Daniel kalian adalah berkat yang terindah yang Tuhan beri, tetaplah bertumbuh didalam imanmu kepada Tuhan dan kerjakanlah keselamatanmu, semoga Tuhan memberkati.

19.Pelayanan UKM KMK UP FH USU yang menjadi tempat bagi penulis belajar mengenal firman Tuhan dan melayani Tuhan, tetaplah menjadi saluran berkat.

20.Teman-teman Koordinasi 2013-2014, Panitia Retreat KMK UP FH terpujilah Tuhan boleh melayani Dia bersama kalian, terimakasih untuk setiapkebersamaan kita, tetaplah kerjakan keselamatanmu.

21.Teman-teman seperjuangan stambuk 2011, Nathan, Rena, Etha, Betari, Hadi, Sarah, Jaka, Jesika, ka Juli, Advent, Martin, Suspim, Efraim, Paul dan yang lainnya, terimaksih sudah memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan pendidikan penulis di kampus ini.

Medan, Agustus 2015 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Metode Penelitian ... 7

F. Keaslian Penulisan ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian ... 15

B. Unsur-unsur Perjanjian ... 19

C. Syarat Sahnya Perjanjian ... 22

D. Bentuk-bentuk Perjanjian ... 27


(9)

BAB III: TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PEMBORONGAN

A. Pengertian Perjanjian Pemborongan ... 51 B. Pengaturan Mengenai Perjanjian Pemborongan ... 54 C. Prosedur Perjanjian Pemborongan ... 57 D. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam

Perjanjian Pemborongan ... 73 E. Berakhirnya Perjanjian Pemborongan ... 75

BAB IV: TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN PEMBORONGAN

ANTARA DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN PEMATANG SIANTAR DENGAN CV.SIBANGE-BANGE DI SIANTAR SIMARIMBUN

A. Gambaran Umum tentang Dinas Bina Marga

dan Pengairan Pematangsiantar ... 77 B. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Pelaksanaan

Perjanjian Pemborongan pada Dinas Bina

Marga dan Pengairan Pematangsiantar ... 87 C. Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan antara Dinas

Bina Marga dan Pengairan Pematangsiantar

dengan CV.Sibange-bange ... 94 D. Kendala dan Upaya Penyelesaian Sengketa dalam

Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan antara Dinas Bina Marga dan Pengairan Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange


(10)

1. Kendala ... 105 2. Penyelesaian Sengketa ... 110

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 112 B. Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA ... ix LAMPIRAN


(11)

ABSTRAK

Malem Ginting * Maria Kaban ** Maruli Tua Sinaga ***

Kota Pematangsiantar adalah kota yang senantiasa melakukan pembangunan daerah di berbagai bidang perlu diimbangi dengan fasilitas sarana dan prasarana yang baik. Jalan merupakan salah satu sarana yang dapat menunjang pembangunan daerah. Kualitas jalan yang baik akan memperlancar kegiatan pembangunan di daerah tersebut. Salah satu bentuk realisasi dari pembangunan tersebut adalah adalah program perbaikan jalan yang dilaksanakan berdasarkan kontrak yang dibuat oleh pemerintah dengan pemborong. Adapun permasalahan yang dibahas adalah bagaimana hubungan hukum yang tercipta diantara para pihak dalam perjanjian pemborongan ini, apakah proses pelaksanaan perjanjian pemborongan tersebut telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, serta apa kendala dalam pelaksanaan proyek dan bagaimana upaya yang dilakukan oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa dalam perjanjian pemborongan tersebut.

Metode penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskiptif.Sumber data yang digunakan adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu penelitian dengan mengumpulkan data-data sebagai data pendukung.Penulis juga melakukan penelitian langsung ke lapangan guna mendapatkan data yang yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini dengan melakukan wawancara langsung dengan ketua panitia pengadaan barang dan jasa pada Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan hubungan hukum diantara para pihak disebut dengan perjanjian pemborongan yang berupa Surat Perintah Kerja, pelaksanaan perjanjian pemborongan antara Dinas Bina Marga Dan Pengairan kota Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange secara formal tidak mengandung cacat hukum dan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dimana pelaksanaan pemborongan ini dilakukan dengan metode pengadaan langsung yaitu dengan mengundang dan memilih secara langsung pihak pemborong yang dirasa mampu untuk melaksanakan pemborongan tersebut. CV. Sibange-bange telah memenuhi kewajibannya tepat waktu seperti yang ditentukan dalam kontrak sehingga tidak ditemukan kendala yang timbul dan juga tidak terjadi perselisihan diantara para pihak dalam melaksanakan perjanjian pemborongan ini. Saran dari skripsi ini adalah dalam proses pelaksanaan perjanjian pemborongan sebaiknya lebih melibatkan peran aktif dari pihak pemborong, serta sangat diperlukannya integritas dari masing-masing pihak untuk menghindari perbuatan kongkalikong dalam pemilihan pemborong pekerjaan.

Kata Kunci: Perjanjian, Perjanjian Pemborongan Jalan.

*Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Mahasiswa Fakultas Hukum


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, pemerintah senantiasa dituntut untuk memajukan kesejahteraan umum.Untuk mengemban kewajiban ini, pemerintah mempunyai kewajiban menyediakan kebutuhan rakyat dalam berbagai bentuknya baik yang berupa barang, jasa, maupun pembangunan infrastruktur.1

Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.Hasil-hasil pembangunan itu harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata.Sebaliknya, berhasil tidaknya pembangunan tergantung dari partisipasi seluruh rakyat, yang berarti pembangunan harus dilaksanakan secara merata oleh segenap lapisan masyarakat.

Indonesia sebagai negara yang berkembang, adalah negara yang sedang membangun (developing country), di mana pada saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan di bidang fisik maupun di bidang non fisik.

2

Pemerintah dalam rangka untuk mencapai pembangunan nasional itu telah melakukan berbagai usaha. Namun, pembangunan yang telah dicanangkan pemerintah selama ini hanya akan dapat berjalan apabila mayarakat pun turut

1 Y. Sogar Simamora, Hukum Kontrak Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

di Indonesia, (Surabaya: Kantor Hukum “WINS & Partners” 2013), hal. 1.

2Djumialdji, Hukum Bangunan Dasar-Dasar Hukum dalam Proyek dan Sumber Daya


(13)

serta dalam pembangunan nasional tersebut. Adapun peran pemerintah dalam proses pembangunan adalah sebagai perencana, pelaksana ataupun sebagai pengawas. Sedangkan peran masyarakat adalah turun aktif dalam mengisi dan melaksanakan pembangunan.

Kota Pematangsiantaridang ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan yang berkelanjutan dalam suatu daerah membuat daya dukung kota juga harus senantiasa dibarengi dengan pembangunan sarana dan prasarana baik di bidang fisik maupun di bidang non fisik. Buruknya keadaan infrastruktur daerah tentunya akan menghambat pertumbuhan daerah tesebut. Salah satu infrastruktur yang dapat mendukung pembangunan daerah tersebut adalah jalan.Jalan sebagai salah satu prasarana fisik atau infrastruktur dasar yang sangat penting untuk menunjang aktifitas manusia sehari-hari.Jalan dibutuhkan manusia untuk dapat melakukan pergerakan dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan. Kondisi jalan yang baik akan memperlancar aktivitas kita, sebaliknya kondisi jalan yang buruk akan menghambat lancarnya aktivitas kita.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2008, panjang jalan yang ada di Sumatera Utara adalah 3.048,50 km dengan rincian keadaan jalan di Sumatera Utara dalam keadaan baik (35%), sedang (22%), rusak (27%), rusak berat (20%), dan tidak terinci (6%).3

3http://bstp.hubdat.web.id/data/arsip/laporan%akhir%kajian%20MRRL%20 Sumut.pdf

diakses tanggal 13 Agustus 2015.

Kondisi jalan-jalan tersebut apabila tidak dilakukan pemeliharaan dan pembangunan tentunya akan menghambat proses pembangunan ekonomi di daerah.


(14)

Menurut UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (selanjutnya disebut UU No. 38 tentang Jalan), bahwa penyelengaraan jalan di Indonesia harus berdasarkan pada asas kemanfaatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keadilan, transparansi dan akuntabilitas, keberdayaan dan keberhasilgunaan, serta mewujudkan perkembangan antar daerah yang seimbang dan pemerataan hasil pembangunan. Agar diperoleh suatu penanganan jalan yang memberikan pelayanan yang optimal, diperlukan penyelengaraan jalan secara terpadu dan bersinergi antar sektor, antar energi, dan juga antar pemerintah daerah serta peran serta masyarakat termasuk para pelaku usaha.

Pembangunan dilakukan sebagai salah satu rangkaian usaha untuk pertumbuhan dan perubahan suatu daerah menuju ke arah yang lebih baik.Sebagai bentuk realisasi dari pembangunan daerah, pembangunan Kota Pematangsiantar memiliki dimensi yang luas, hal ini disebabkan oleh banyaknya tuntutan, kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Salah satu bentuk realisasi dari pembangunan sarana dan prasarana adalah dengan melaksanakan pembangunan proyek-proyek seperti pembangunan jembatan, rehabilitasi jalan, pembangunan saluran drainase, irigasi, permukiman, pelabuhan, kantor pemerintahan dan lain sebagainya.

Dinas Bina Marga dan Pengairan sebagai salah satu Dinas Daerah di lingkungan Pemerintahan Kota Pematangsiantar bertugas membantu penyelengaraan pemerintah dalam bidang pekerjaan umum yang meliputi jalan, jembatan, drainase, dan sumber daya air termasuk perawatan, pengawasan, dan pembangunan fisik untuk menunjang tercapainya kesejahteraan masyarakat dan


(15)

melaksanakan tugas pembangunan sesuai bidangnya. Rehabilitasi jalan atau kegiatan pemeliharaan jalan merupakan salah satu program pembangunan pemerintah yang dalam hal ini dilaksanakan olah Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar. Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar dalam melaksanakan pembangunan tersebut tidak secara langsung dapat melaksanakan rehabilitasi jalan, akan tetapi perlu mengadakan kerjasama dengan kontraktor/penyedia jasa yang persyaratannya diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pengaturan mengenai pengadaan barang/jasa untuk instansi pemerintah diatur dalam Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 (selanjutnya disebut Perpres No. 4 Thn 2015) yang merupakan perubahan keempat dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Selain perpres diatas, pengerjaan pemborongan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi (selanjutnta disebut UU No. 18 Thn 1999 tentang Jasa Kontruksi).

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pemerintah dalam hal ini Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar tidak dapat melakukan sendiri pembangunan daerah seperti kegiatan pemeliharaan jalan.Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar membutuhkan penyedia jasa atau kontraktor untuk melaksanakan kegiatan pemeliharaan jalan tersebut.Salah satu kontraktor atau penyedia jasa yang pernah melakukan kerjasama dengan Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar adalah CV. Sibange-bange.Hubungan kerja antara Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota


(16)

Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange dimuat dalam suatu perjanjian atau yang biasanya disebut dengan kontrak.Perjanjian yang dibuat Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange adalah perjanjian pemborongan pekerjaan. CV. Sibange-bange dalam melaksanakan pemborongan sebelumnya telah melalui tahapan-tahapan, yang mana dalam perjanjian pemborongan ini pengerjaan pemeliharaan jalan ini dilaksanakan dengan prosedur pengadaan langsung.

Dalam melaksanakan perjanjian pemborongan harus memperhatikan aspek-aspek hukum yang berlaku dalam pelaksanaannya.Hal ini dimaksudkan agar perjanjian pemborongan yang dilakukan para pihak pada nantinya tidak bertentangan dengan aspek-aspek hukum yang berlaku. Selain itu pemahaman yang baik akan aspek hukum yang berlaku juga akan menyesuaikan perjanjian pemborongan dengan aspek hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui, telah banyak para pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa pemerintah baik sebagai tergugat, terdakwa ataupun terpidana akibat pelanggaran hukum dalam pengadaan barang/jasa pemerintah tersebut.Demikianlah halnya juga dengan perjanjian pemborongan anatara Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange perlu memahami aspek hukum yang baik untuk menghindari kemungkinan terjadinya pelangaran hukum.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk membahas masalah perjanjian pemborongan tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul “ Tinjauan


(17)

Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange Siantar Simarimbun” (Studi : Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas maka penulis dapat merumuskan masalah yang ada antara lain sebagai berikut :

1. Bagaimana hubungan hukum para pihak yang terjadi di dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan tersebut?

2. Apakah proses pelaksanaan perjanjian pemborongan antara Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar dengan CV. Sibang-bange sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku?

3. Apa saja kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan tersebut serta upaya hukum manakah yang digunakan para pihak apabila terjadi sengketa?

C. Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang sudah disebutkan sebelumnya. Melalui penulisan ini yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hubungan hukum yang tercipta antara para pihak dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan tersebut

2. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pemborongan antara Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.


(18)

3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan tersebut serta mengetahui upaya hukum manakah yang ditempuh para pihak apabila terjadi sengketa.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

Pembahasan skripsi ini diharapkan akan memberikan pemahaman dan pengetahuan bagi pembaca mengenai hubungan hukum yang tercipta diantara para pihak, mengetahui apakah pelaksanaan perjanjian pemborongan tersebut telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, serta mengetahui kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan serta upaya hukum yang ditempuh para pihak dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ke arah yang lebih baik kepada seluruh masyarakat di Indonesia dalam mempelajari tentang perjanjian pemborongan pada khususnya.

2. Manfaat Praktis

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi, bahan masukan serta sumbangan pemikiran bagi para praktisi, Pemerintah, dan seluruh masyarakat Indonesia dalam mempelajari tentang perjanjian pemborongan.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu research.Kata


(19)

mencari kembali.Oleh karena itu, penelitian pada dasarnya merupakan “suatu upaya pencarian”.Apabila suatu penelitian merupakan usaha pencarian, maka timbul pertanyaan apakah yang dicari itu?Pada dasarnya yang dicari adalah pengetahuan atau pengetahuan yang benar.4

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala-gejala yang bersangkutan.5

1. Sifat / Jenis Penelitian

Penulisan skripsi ini didasari oleh suatu penelitian yang diadakan dengan metodologi penelitian tertentu untuk menemukan atau merumuskan, menganalisa dan memecahkan permasalahan dengan benar. Dalam penelitian hukum ini penulis akan menggunakan cara-cara atau metode-metode tertentu sebagai berikut:

Sifat/jenis penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Antara Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange Siantar Simarimbun “ ini adalah metode pendekatan hukum normatif yang bersifat deskiptif.. Pendekatan hukum normatif yaitu dengan meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi buku-buku serta

4

H. zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Hal. 1. 5


(20)

norma hukum yang terdapat pada perturan perundang-undangan, asas-asas hukum, kaidah hukum, dan sistematika hukum.Adapun sifat dari penulisan skripsi ini adalah deskriptif yaitu menggambarkan secara sistematis dan jelas dimana kita melakukan penelitian termasuk survey ke lapangan untuk memperoleh data.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder yang diperoleh, disusun secara sistematis dan kemudian dianalisis secara yuridis untuk memperoeh gambaran tentang pokok permasalahan. Adapun data sekunder adalah data yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan merupakan suatu bahan hukum yang mempunyai sifat mengikat atau memiliki otoritas. Bahan hukum dalam skripsi ini terdiri dari peraturan perundang-undangan seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang


(21)

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang diperoleh dari buku hukum yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil penelitian dan pendapat dari pakar hukum. Termasuk juga semua dokumen yang merupakan informasi atau merupakan kajian berbagai media seperti koran, majalah, artikel-artikel yang dimuat di berbagai website di internet.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan informasi hukum yang baik dan terdokumentasi atau tersaji melalui media, yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan sebagainya.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara:

a. Penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penulis mencari dan mengumpulkan serta mempelajari informasi sebanyak-banyaknya dengan melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan, buku, karangan para sarjana dan ahli hukum serta situs internet yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penulisan skripsi ini.

b. Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu penelitian yang dilakukan dalam bentuk studi kasus. Penulis melakukan studi kasus


(22)

terhadap permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan untuk melengkapi bahan yang diperoleh dalam penelitian kepustakaan diatas.

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis, diketahui bahwa skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Antara Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange Siantar Simarimbun “ belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Sumatera Utara. Penulis menyusun tulisan ini melalui media referensi buku-buku, media elektronik (internet) sebagain sarana penunjang informasi jaringan perpustakaan terluas, dan studi kasus pada data sekunder yaitu dengan menelaah pada dokumen surat perjanjian (kontrak) antara Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange, serta wawancara yang dilakukan penulis kepada para pihak.

Dari hasil penelusuran Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum/Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melalui surat tertanggal 25 Maret 2015 menyatakan bahwa tidak ada judul skripsi yang sama.

Adapun beberapa judul yang memiliki sedikit kesamaan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara antara lain:

1. Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Pembangunan Saluran Drainase Antara Dinas Bina Marga Kota Medan Dengan CV. Teratai 26


(23)

2. Tinjauan Yuridis Surat Perjanjian (Kontrak) Pemborongan Antara Dinas KIMPRASDA (Permukiman Dan Prasarana Daerah) Labuhanbatu Dengan CV. Raut Agung Group

Penulis juga menelusuri berbagai judul karya ilmiah melalui media elektronik, belum pernah dilakukan pembahasan skripsi yang berjudul diatas dan ini adalah murni hasil penelitian dan pemikiran dalam rangka melengkapi tugas memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, pembahasan secara sistematis sangat diperlukan untuk memudahkan dalam membaca dan memahami serta memperoleh manfaat dari penulisan skripsi tersebut. Untuk memudahkan hal tersebut, maka penulisan skripsi ini dibuat secara menyeluruh mengikat kerangka dasar yang terbagi dalam bab per bab yang saling berhubungan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I: PENDAHULUAN

Di dalam bab pertama skripsi ini akan membahas tentang latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, keaslian penulisan dan sistematika penulisannya.

BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PADA


(24)

Di dalam bab kedua skripsi ini berisi tinjauan umum tentang perjanjian pada umunya, dimana membahas tentang pengertian perjanjian, unsur-unsur perjanjian, syarat sahnya perjanjian, bentuk-bentuk perjanjian, lahir dan berakhirnya suatu perjanjian.

BAB III: TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PEMBORONGAN

Di dalam bab ketiga skripsi ini berisi tinjauan tentang perjanjian pemborongan, dimana sub pembahasan dari bab ketiga ini yaitu pengertian perjanjian pemborongan, pengaturan tentang perjanjian pemborongan, prosedur perjanjian pemborongan, hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pemborongan, dan berakhirnya perjanjian pemborongan.

BAB IV: TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN PEMBORONGAN

ANTARA DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN KOTA PEMATANGSIANTAR DENGAN CV. SIBANGE-BANGE DI SIANTAR SIMARIMBUN

Di dalam bab keempat skripsi ini berisi tinjauan yuridis tentang perjanjian pemborongan anatara Dinas Bina Marga Dan Pengairan Kota Pematangsiantar dengan CV. Sibange-bange dimana sub pembahasan dari bab keempat ini adalah pelaksanaan perjanjian pemborongan apakah telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, hubungan hukum para pihak dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan, kendala-kendala yang terjadi dalam proses perjanjian


(25)

pemborongan tersebut, dan upaya penyelesaian perselihan yang terjadi diantara para pihak dalam perjanjian pemborongan tersebut.

BAB V: PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi ini. Dimana bab ini berisi kesimpulan dan saran terhadap hasil analisa dari bab-bab sebelumnya.


(26)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian

Istilah perjanjian sudah lazim dipergunakan dalam lalu lintas hidup masyarakat.Istilah perjanjian berasal dari bahasa Inggris, yaitu

contracts.Sedangkan dalam bahasa Belanda, disebut dengan overeenkomst

(perjanjian) maupun “persetujuan”.6Mengenai istilah perjanjian dan persetujuan ini menurut ahli ada pendapat yang berbeda. Menurut Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro, SH., perjanjian dan persetujuan adalah berbeda. Beliau mengatakan

persetujuan dalam perundang-undangan Hindia Belanda dinamakan

“overeenkomst”, yaitu suatu kata sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai harta benda kekayaan mereka yang bertujuan mengikat kedua belah pihak, sedangkan perjanjian menurut beliau adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antar dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji untuk melakukan sesuatu hal sedangkan pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan perjanjian itu.7

Perjanjian diatur dalam Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, sumber perikatan yang lain adalah undang-undang. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum

6 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu

(Bandung: Sumur Bandung, 1981), hal. 11.

7 A. Qirom Syamsudin Meilala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya


(27)

Perdata Pasal 1313, disebutkan bahwa “perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.8

K.R.M.T Tirtodiningrat memberikan defenisi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh undang-undang.9 Subekti memberikan defenisi perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji pada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.10

Berdasarkan pengertian perjanjian diatas, maka dapat disimpulkan hal-hal yang diperjanjikan adalah :11

a. Perjanjian memberi atau menyerahkan sesuatu barang (misalnya: jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, hibah dan lain-lain)

b. Perjanjian berbuat sesuatu (misalnya: perjanjian perburuhan dan lain-lain) c. Perjanjian tidak berbuat sesuatu (misalnya: tidak membuat tembok yang

tinggi-tinggi, dan lain sebagainya).

Prof. Agus Yudha Hernoko SH, MH., dalam bukunya Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak yang mengutip pendapat Setiawan, yang menyatakan rumusan Pasal 1313 KUHPerdata selain tidak lengkap juga sangat luas. Dikatakan tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja dan dikatakan sangat luas karena dengan digunakannya perkataan “perbuatan”

8

I.G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, (Bekasi Timur: Kesaint Blanc, 2008), hal. 21.

9 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak

Komersil, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 15.

10Ibid. hal. 16.


(28)

tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum.12 Sehubungan dengan itu, menurut Setiawan perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai defenisi tersebut, ialah:13

a. Perbuatan tersebut harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum

b. Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313 KUHPerdata

c. Sehingga perumusannya menjadi, “perjanjian adalah perbuatan hukum,

dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Selain itu, terhadap defenisi perjanjian yang tecantum pada Pasal 1313 KUHPerdata ini dianggap kurang begitu memuaskan karena memiliki kelemahan. Kelemahan-kelemahan tersebut adalah sebagai berikut :14

a. Hanya menyangkut sepihak saja

Hal ini dapat disimak dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.Kata “mengikatkan” merupakan kata kerja yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak berasal dari kedua pihak.Sedang maksud perjanjian itu adalah para pihak saling mengikatkan diri, sehingga tampaklah kekurangannya.Seharusnya pengertian perjanjian itu ditambah dengan rumusan “saling mengikatkan diri”.

12

Agus Yudha Hernoko. Op. Cit, hal. 16.

13Ibid.


(29)

b. Kata perbuatan mencakup juga kata consensus/kesepakatan

Pengertian kata “perbuatan” berarti termasuk juga tindakan mengurus kepentingan orang lain (zaakwaarneming) dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Hal ini menunjukkan makna kata “perbuatan” itu sangatlah luas dan dapat menimbulkan akibat hukum.Seharusnya dalam kalimat tersebut dipakai kata “persetujuan”.

c. Pengertian perjanjian terlalu luas

Perjanjian yang dikehendaki dalam Buku Ketiga KUHPerdata adalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukanlah perjanjian yang bersifat personal.Sementara itu, pengertian perjanjian dalam pasal tersebut dianggap terlalu luas, karena mencakup juga perlangsungan perkawinan, janji kawin, yang dimana hal ini diatur dalam lapangan hukum keluarga. d. Tanpa menyebut tujuan

Dalam perumusan pasal itu tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga para pihak yang mengikatkan diri tersebut dianggap tidak jelas tujuannya saling mengikatkan diri.

Pengertian perjanjian diatas memiliki kelemahan-kelemahan, sehingga atas dasar tersebut perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian tersebut. Pengertian perjanjian yang dikemukakan para ahli diatas melengkapi kekurangan defenisi Pasal 1313 KUHPerdata, sehingga secara lengkap pengertian perjanjian adalah perbuatan hukum, dimana satu orang atau


(30)

lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.15

B. Unsur-unsur Perjanjian

Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi “suatu persetujan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”. Sehingga menurut Abdulkadir Muhammad dalam bukunya menyatakan unsur-unsur perjanjian sebagai berikut :16

1. Ada pihak-pihak

Dalam suatu perjanjian paling tidak terdapat pihak-pihak yang mana pihak-pihak inilah yang kemudian disebut dengan subjek perjanjian.Subjek perjanjian ini dapat berupa manusia pribadi dan badan hukum.Dalam melaksanakan suatu perjanjian para subjek hukum ini haruslah orang-orang yang cakap dalam melakukan perbuatan hukum seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang.Orang-orang yang dibawah umur, orang yang tidak waras dianggap tidak cakap hukum sehingga orang tersebut dianggap tidak boleh melaksanakan perjanjian. 2. Ada persetujuan antara pihak-pihak

Perjanjian baru disebut berlaku apabila terdapat persetujan diantara para pihak. Persetujuan disini bersifat tetap, bukan lagi disebut sebagai proses sedang berunding. Adapun yang dimaksud dengan berunding adalah tindakan-tindakan pendahuluan untuk menuju kepada adanya persetujuan.dalam hal ini, persetujuan tersebut ditunjukkan dengan

15 Agus Yudha Hernoko. Op. Cit.hal.18.


(31)

penerimaan tanpa syarat atas suatu tawaran, maksudnya adalah apa yang ditawarkan oleh pihak yang satu diterima oleh pihak yang lainnya. Dalam perundingan tersebut hal-hal yang dibahas umumnya tentang syarat-syarat dan mengenai objek perjanjian.Dengan disetujuinya oleh masing-masing pihak tentang syarat-syarat dan objek perjanjian itu, maka timbullah persetujan dan persetujuan ini yang kemudian menjadi salah satu syarat sahnya suatu perjanjian.

3. Ada tujuan yang dicapai

Setiap perjanjian yang lahir tentunya memiliki tujuan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak itu, yang mana kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi apabila mengadakan perjanjian dengan pihak lain. Perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh undang-undang.

4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan

Lahirnya suatu perjanjian mengakibatkan timbulnya kewajiban bagi para pihak untuk melaksanakan suatu prestasi.Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian, misalnya dalam hal jual-beli pembeli berkewajiban membayar harga barang dan penjual berkewajiban menyerahkan barang.Dalam Hukum Perdata prestasi diatur dalam Pasal 1234 KUHPerdata.

5. Ada bentuk tertentu

Dalam melaksanakan suatu perjanjian, bentuk dari perjanjian tersebut harus ditentukan, karena ada ketentuan undang-undang yang menyatakan


(32)

bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjnjian memilki kekuatan mengikat dan kekuatan bukti.Biasanya bentuk tersebut dibuat berupa akta.Selain perjanjian yang dibuat secara tertulis, ada juga perjanjian yang dibuat secara lisan, yaitu hanya dengan kata-kata yang jelas maksud dan tujuannya yang dapat dipahami oleh pihak-pihak, itu dirasa sudah cukup, kecuali para pihak yang menghendaki supaya dibuat secara tertulis (akta). 6. Ada syarat-syarat tertentu

Syarat-syarat tertentu yang dimaksud disini sebenarnya sebagai isi perjanjian, karena dari syarat-syarat inilah kemudian diketahui hak dan kewajiban pihak-pihak.Syarat-syarat yang dimaksud adalah syarat subjektif dan syarat objektif.

Dari penjelasan diatas, maka unsur-unsur yang ada dalam suatu perjanjian dapat dikelompokkan menjadi :17

1. Unsur essensialia

Unsur essensialia adalah unsur perjanjian yang selalu harus ada dalam setap perjanjian.Tanpa adanya unsur ini maka perjanjian tidak mungkin ada.Sebagai contoh, dalam suatu perjanjian jual-beli harus ada barang dan harga yang disepakati sebab tanpa barang dan harga yang disepakati sebelumnya maka perjanjian jual-beli tidak mungkin dapat dilaksanakan. 2. Unsur naturalia

Unsur naturalia adalah unsur perjanjian yang diatur dalam undang-undang, tetapi dapat diganti atau disingkirkan oleh para

17 Budiman N.P.D. Sinaga, Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa dari Perspektif


(33)

undang dalam hal ini hanya bersifat mengatur atau menambah (regelend/aan vullend).Sebagai contoh, dalam suatu perjanjian jual beli dapat diatur tentang kewajiban penjual untuk menanggung biaya penyerahan.

3. Unsur accidentalia

Unsur accidentalia adalah unsur perjanjian yang ditambahkan oleh pihak sebab undang-undang tidak mengatur tentang hal itu. Sebagai contoh perjanjian jual-beli rumah beserta alat-alat rumah tangga.

C. Syarat Sahnya Perjanjian

Suatu perjanjian dianggap sah, apabila perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga keberadaan perjanjian tersebut diakui oleh hukum (legally concluded contract).18 Sebagaimana telah disinggung mengenai syarat yang ditetapkan oleh Pasal 1320 KUHPerdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi, yaitu :19

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri

Syarat pertama untuk terjadinya perjanjian adalah “ sepakat mereka yang mengikatkan dirinya”. Adapun yang menjadi kesepakatan diantara para pihak tersebut adalah mengenai pokok-pokok perjanjian.Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain, artinya para pihak menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Sebagai hal mendasar yang harus diketahui adalah kesepakatan itu harus dicapai secara bebas, artinya berasal dari kemauan sukarela dari para

18 Abdulkadir Muhammad. Op. Cit.hal. 88.


(34)

pihak, tidak ada paksaan sama sekali dari pihak manapun dan tidak berada dibawah ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan upaya yang bersifat menakut-nakuti, misalnya mengancam akan membuka rahasia sehingga orang tersebut dengan terpaksa menyetujui perjanjian tersebut (Pasal 1324 KUHPerdata). Kesepakatan tersebut juga harus dicapai tanpa ada unsur kehilafan atau kekeliruan, artinya apabila salah satu pihak khilaf atau keliru tentang hal pokok yang diperjanjikan, atau yang berhubungan dengan objek perjanjian atau mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian maka orang tersebut dapat tidak menyetujui perjanjian tersebut.Hal ini diatur dalam Pasal 1321, 1322 dan 1328 KUHPerdata.20

Sebelum adanya kesepakatan diantara para pihak, biasanya para pihak terlebih dahulu mengadakan negosiasi atau komunikasi diantara para pihak.Sebab tidak mungkin ada suatu kesepakatan apabila tidak ada pihak-pihak yang saling berkomunikasi, atau menawarkan sesuatu yang kemudian diterima oleh pihak lainnya. Artinya, tawar-menawar merupakan proses awal yang terjadi sebelum terwujud kata sepakat diantara para pihak yang berjanji. Komunikasi yang mendahului itu bertujuan untuk mencari titik temu atau a meeting of the minds agar bisa tercapai kata sepakat secara bebas. Biasanya dalam komunikasi tersebut pihak yang satu memberitahukan kepada pihak yang lain tentang objek


(35)

perjanjian dan syarat-syaratnya dan pihak yang lain menyatakan kehendaknya, sehingga tercapailah kesepakatan diantara para pihak.21

2. Kecakapan untuk membuat perjanjian

Akibat hukum dari perjanjian yang timbul dengan karena adanya paksaan, kehilafan, atau penipuan adalah bahwa perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim. Menurut ketentuan Pasal 1454 KUHPerdata, pembatalan dapat dimintakan dalam tenggang waktu 5 (lima) tahun. Dalam hal ada paksaan dihitung sejak hari paksaan itu berhenti, sementara dalam hal terjadi kehilafan dan penipuan dihitung sejak hari diketahuinya kehilafan dan penipuan itu.

Cakap atau bekwaam menurut hukum adalah orang yang sudah dewasa, yaitu sudah berumur 21 tahun (Pasal 330 KUHPerdata). Pada dasarnya setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian apabila ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Menurut ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata, orang yang dinyatakan tidak cakap melakukan perjanjian adalah adalah orang yang belum dewasa, orang yang dibawah pengampuan, dan orang perempuan yang ditetapkan oleh undang-undang.Menurut hukum nasional, perempuan bersuami sudah dianggap cakap melakukan perbuatan hukum, sehinga tidak lagi harus seijin suaminya.Perbuatan hukum yang dilakukan perempuan tersebut sah menurut hukum dan tidak dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim. Hal ini sesuai dengan dikeluarkannya Surat


(36)

Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 (selanjutnta disebut SE MA No. 3 Thn 1963) Oleh karena itu, bagi mereka yang dianggap belum dewasa (minderjarig/underage) diwakili oleh walinya, sedangkan untuk orang yang tidak sehat pikirannya (mental incompetent/intoxicated person) diwakili oeh pengampunya karena dianggap tidak mampu (onbevoegd) untuk bertindak sendiri.22

3. Suatu Hal Tertentu

Syarat yang ketiga ini yaitu suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, yang melahirkan prestasi, yaitu merupakan sesuatu yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian yang mana prestasi ini merupakan objek perjanjian tersebut.Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan jenisnya. Maksudnya adalah apa yang diperjanjiakan harus cukup jelas, ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh tidak disebutkan asal dapat dihitung atau ditetapkan.

Dalam hal apabila objek yang dijadikan perjanjian tersebut jumlahnya belum tentu, menurut undang-undang tidak menjadi halangan, asalkan jumlah barang itu kemudian dapat dihitung atau ditentukan.Sebagai contoh, hasil panen sawah di musim yang mendatang. Hasil panen yang merupakan barang baru kemudian akan ada di musim yang akan datang dapat dijadikan objek perjanjian dan ini adalah sah. Akan tetapi, tentunya sawah yang dimaksud sekurang-kurangnya sudah ditentukan letak dan luasnya serta kapan panennya tiba sudah diketahui.

22


(37)

Syarat bahwa prestasi itu harus tertentu atau dapat ditentukan, gunanya ialah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak, yang apabila timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian.Jika prestasi itu kabur, sehingga perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap tidak ada objek perjanjian.Akibat tidak dipenuhi syarat ini, perjanjian itu batal demi hukum.23

4. Suatu Sebab Yang Halal (causa)

Kata “causa” berasal dari bahasa latin artinya “sebab”. Sebab adalah suatu alasan yang menyebakan orang membuat perjanjian, atau yang mendorong seseorang membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan “causa” yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata itu bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti “isi perjanjian itu sendiri”, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak.

Undang-undang tidak mempersoalkan apa yang menjadi sebab orang melakukan perjanjian. Yang diperhatikan ataupun yang diawasi oleh undang-undang adalah “isi dari perjanjian itu”, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai, apakah dilarang oleh undang-undang atau tidak, apakah bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak.

Menurut undang-undang, causa atau sebab itu halal apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan (Pasal 1337KUHPerdata).Perjanjian yang berisi causa atau


(38)

sebab yang halal diperbolehkan, sebaliknya perjanjian yang berisi causa atau sebab yang tidak halal, tidak diperbolehkan.

Perjanjian yang bercausa tidak halal (dilarang undang-undang) contohnya adalah jual-beli candu, ganja, dan lain-lain.Perjanjian yang bercausa tidak halal (bertentangan dengan ketertiban umum) misalnya perdagangan manusia sebagai budak, mengacaukan ajaran agama tertentu.Perjanjian yang ber causa tidak halal (bertentangan dengan kesusilaan) misalnya membocorkan rahasia perusahaan. Setiap perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum maupun kesusilaan akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum perjanjian yang berisi causa yang tidak halal ialah bahwa perjanjian itu batal demi hukum.Dengan demikian tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian di muka hakim, karena sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian. Demikian juga perjanjian yang dibuat tanpa sebab, ia dianggap tidak pernah ada (Pasal 1335 KUHPerdata).24

D. Bentuk-bentuk Perjanjian

Bentuk-bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan lisan.Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan.Sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak).25

24

Ibid. hal. 94.

25 Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta: Sinar


(39)

Ada 3 (tiga) bentuk perjanjian tertulis, yaitu sebagai berikut :26

1. Perjanjian dibawah tangan ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja. Perjanjian semacam itu hanya mengikat para pihak dalam perjanjian tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat pihak ketiga. Dengan kata lain, jika perjanjian tersebut disangkal oleh pihak ketiga maka para pihak atau salah satu pihak dari perjanjian tersebut, berkewajiban mengajukan bukti-bukti yang diperlukan. Hal tersebut bertujuan untuk membuktikan bahwa keberatan para pihak ketiga dimaksud adalah tidak berdasar dan tidak dapat dibenarkan.

2. Perjanjian dengan saksi notaris untuk menganalisir tanda tangan para pihak. Fungsi kesaksian notaris atas suatu dokumen semata-mata hanya untuk melegalisir kebenaran tanda tangan para pihak. Akan tetapi, kesaksian tersebut tidaklah mempengaaruhi kekuatan hukum dari isi perjanjian. Salah satu pihak mungkin saja menyangkal isi perjanjian. Namun, pihak yang menyangkal tersebut adalah pihak yang harus membuktikan penyangkalannya. 3. Perjanjian yang dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk

akta notariel. Akta notariel adalah akta yang dibuat dihadapan dan dimuka pejabat yang berwenang untuk itu.pejabat yang berwenang untuk itu adalah notaris, camat, Pejabat Pembuat Akta Tanah


(40)

(PPAT). Jenis dokumen ini merupakan alat bukti yang sempurna bagi para pihak yang bersangkutan maupun pihak pihak ketiga. Menurut Salim H.S, dalam kontrak Amerika, perjanjian menurut bentuknya dibagi menjadi dua macam yaitu :27

1. Informal contract, yaitu kontrak yang dibuat dalam bentuk yang

lazim atau informal.

2. formal contract, yaitu perjanjian yang memerlukan bentuk atau

cara-cara tertentu.

Formal contract dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

a. contracts underseal, yaitu kontrak dalam bentuk akta

autentik.

b. recognizance, yaitu acknowledgment atau pengakuan di

muka sidang pengadilan.

c. negotiable instrument, yaitu berita acara negosiasi.

Sedangkan menurut Muhammad Syaifuddin dalam bukunya Hukum Kontrak mengemukakan 3 (tiga) bentuk dari kontrak/perjanjian. Adapun ketiga bentuk kontrak/perjanjian tersebut adalah :28

1. Kontrak lisan

Kontrak lisan adalah suatu kontrak yang dibuat oleh para pihak secara lisan, tidak secara tertulis dalam akta dibawah tangan maupun akta otentik.Dalam kontrak lisan terkandung suatu janji

27Ibid. hal. 33. 28

Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak Memahami Kontrak dalam Perpektif Filsafat, Teori Dogmatik, dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum Perikatan), (Bandung: Mandar Maju, 2012), hal. 137.


(41)

yang mengungkapkan kehendak yang dinyatakan dan dianggap sebagai elemen konstitutif dari kekuatan mengikat kontrak.Namun demikian, adanya suatu janji bertimbal-balik tidak serta merta membentuk kontrak.Kontrak baru terbentuk jika ada perjumpaan atau persesuaian antara janji-janji yang ditujukan satu pihak terhadap pihak lainnya.

2. Kontrak tertulis dalam akta dibawah tangan

Menurut Pasal 1874 KUHPerdata, akta dibawah tangan adalah surat atau tulisan yang dibuat para pihak tidak melalui perantaraan pejabat yang berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti. Jadi, akta dibawah tangan semata-mata dibuat antara pihak yang berkepentingan.Semua kontrak yang dibuat dalam akta dibawah tangan bentuknya bebas, terserah bagi para pihak dan tempat mengadakan perjanjian juga dibolehkan dimana saja.

Yang terpenting bagi kontrak tertulis akta dibawah tangan itu terletak pada tanda tangan para pihak.

3. Kontrak tertulis dalam akta otentik

Akta otentik menurut Pasal 1868 KUHPerdata adalah akta dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berkuasa (pejabat umum) untuk itu, ditempat dimana akta dibuatnya. Suatu akta disebut akta otentik jika memnuhi syarat sebagai berikut :


(42)

a. Akta yang dibuat oleh atau akta yang dibuat di hadapan pejabat umum, yang ditunjuk oleh undang-undang.

b. Bentuk akta ditentukan oleh undang-undang dan cara membuat akta harus menurut persyaratan materil (substantive) dan persyaratan formil (procedural) yang ditetapkan oleh undang-undang.

c. Ditempat dimana pejabat berwenang membuat akta tersebut.

Selain bentuk-bentuk perjanjian yang telah disebutkan diatas, juga dikenal jenis-jenis perjanjian, yaitu diantaranya :29

1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

Perjanjian timbal-balik adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak.Perjanjian timbal-balik adalah pekerjaan yang paling umum terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, pemborongan bangunan, dan tukar-menukar.

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada salah satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah, dan hadiah.Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi objek perikatan, dan pihak lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu.


(43)

Salah satu kriteria ataupun ciri dalam perjanjian jenis ini adalah kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau salah satu pihak.Prestasi biasanya berupa benda berwujud baik bergerak maupun tidak bergerak, atau benda tidak berwujud berupa hak, misalnya hak untuk menghuni sebuah rumah.Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam praktek, terutama dalam soal pemutusan perjanjian menurut Pasal 1266 KUHPerdata.Menurut pasal ini salah satu syarat ada pemutusan perjanjian itu apabila perjanjian itu bersifat timbal-balik.

2. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani

Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada satu pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai, perjanjan hibah.Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak yang satu terhadap kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

Kontra prestasinya dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga bisa pemenuhan suatu syarat protestatif (imbalan). Misalnya A menyanggupi kepada B sejumlah uang, jika B menyerah-lepaskan suatu barang tertentu kepada A.

Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam soal warisan berdasarkan undang-undang dan mengenai perbuatan-perbuatan yang merugikan para kreditur (Pasal 1341 KUHPerdata).


(44)

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus , karena jumlahnya terbatas, misalnya jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, dan pertanggungan. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

4. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual-beli.Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligatoir.Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadi perjanjian, timbullah hak dan kewajiban paihak-pihak.Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga.

Pentingnya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan (levering) sebagai realisasi perjanjian, dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.

5. Perjanjian konsensual dan perjanjian real

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak.Perjanjian real adalah perjanjian disamping ada persetujuan kehendak jga sekalian harus ada penyerahan nyata atas barangnya, misalnya jual-beli barang bergerak, perjanjian penitipan, pinjam pakai (Pasal 1694, 1740, dan 1754 KUHPerdata).

Dalam hukum adat, perjanjian real justru yang lebih menonjol sesuai dengan sifat hukum adat bahwa setiap perbuatan hukum


(45)

(perjanjian) yang objeknya benda tertentu, seketika terjadi persetujuan kehendak serentak ketika itu juga terjadi peralihan hak.Hal ini disebut “kontan atau tunai”.

E. Lahir Dan Berakhirnya Suatu Perjanjian

1. Lahirnya perjanjian

Sesuai ketentuan dalam KUHPerdata, perjanjian timbul karena:30 a. Persetujuan (overeenkomst)

b. Dari undang-undang

a. Perjanjian yang lahir dari persetujuan (overeenkomst)

Persetujuan atau overeenkomst biasa disebut juga “contract”, yang artinya suatu tindakan atau perbuatan seseorang atau lebih yang mengikatkan diri kepada seseorang lain atau lebih (Pasal 1313 KUHPerdata). Tindakan/perbuatan yang menciptakan persetujuan, berisi “pernyataan kehendak” antara para pihak. Dengan demikian persetujuan tiada lain dari pada “persesuaian kehendak” antara para pihak. Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah sekalipun dalam Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan bahwa perjanjian atau persetujuan merupakan tindakan atau perbuatan, tetapi tindakan/perbuatan yang dimaksud dalam hal ini adalah perbuatan hukum (rechtshandeling). Sebab tidak semua tindakan/perbuatan mengakibatkan akibat hukum, hanya tindakan hukum sajalah yang menimbulkan akibat hukum.

30 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian (Bandung: Penerbit Alumni, 1986) hal.


(46)

Persesuaian kehendak atau pernyataan kehendak dapat dinyatakan dengan lisan, tulisan/surat dan lain-lain.Dalam melakukan perjanjian salah satu pihak menawarkan usulan, serta pihak yang lainnya menerima atau menyetujui usulan tersebut.Jadi dalam persetujuan terjadi acceptance/penerimaan atau persetujuan usul. Dengan adanya penawaran/usul serta persetujuan dari pihak lain atas usul, lahirlah persetujuan atau kontrak yang mengakibatkan akibat hukum bagi para pihak.

Pasal 1320 KUHPerdata telah menentukan syarat sahnya suatu persetujuan.adapun syarat-syarat tersebut adalah:

a. Kesepakatan dari para pihak

b. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukm c. Suatu haltertentu

d. Suatu sebab yang halal

Dari keempat syarat persetujuan yang disebut dalam Pasal 1320 KUHPerdata tersebut, ditinjau dari segi subjek/objek dapat dibedakan dalam dua golongan. Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus ”melekat pada diri persoon” yang membuat persetujuan atau yang disebut dengan syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat yang harus “terdapat pada objek” persetujuan atau syarat objektif.


(47)

Mengenai perjanjian yang lahir dari undang-undang diatur dalam Pasal 1352 KUHPerdata :

a. Semata-mata dari undang-undang

b. Dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia Persetujuan yang timbul semata-mata dari undang-undang pada umumnya telah diatur tersendiri dalam ketentuan-ketentuan yang jelas.Seperti kewajiban alimentasi yang diatur dalam ketentuan hukum kekeluargaan.Kewajiban alimentasi timbul akibat persetujuan yang telah ditetapkan oleh undang-undang sendiri.Juga mengenai hak ahli waris atau harta pewaris, merupakan persetujuan yang mengikat diantara ahli waris dan pewaris semata-mata oeh karena ketetapan undang-undang waris sendiri seperti yang telah diatur dalam hukum waris.Dalam semua hal ini dengan sendirinya telah timbul persetujuan yang mengikat, apabila terjadi suatu keadaan yang sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Mengenai perjanjian yang lahir dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia, sesuai dengan ketentuan Pasal 1353 KUHperdata dibedakan persetujuan yang timbul akibat dari perbuatan manusia yaitu :

1. Yang sesuai dengan hukum atau rechmatig

2. Karena perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau

onrechtmatige daad


(48)

1. Perbuatan yang sesuai dengan hukum atau rechtmatig

Perjanjian yang sesuai dengan hukum mirip seperti perjanjian semu. Perjanjian yang sesuai dengan hukum yaitu perjanjian yang lahir dari sepihak apabila dia telah mengikatkan diri karena perbuatan hukum yang sah atau dibenarkan, sekalipun tanpa persetujuan pihak yang lain. Maksudnya adalah, bahwa dengan sendirinya si pelaku tersebut telah mengikatkan diri melaksanakan maksud perbuatan hukum yang dibenarkan tadi, serta bertanggungjawab sepenuhnya atas kesempurnaan pelaksanaannya.Sebagai contoh, zaakwaarneming yang diatur pada Pasal 1354 KUHPerdata. Seseorang yang dengan sukarela mengurus kepentingan orang lain tanpa suatu kewajiban hukum yang dibebankan kepadanya serta perbuatan tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan atau persetujuan pihak yang diurusnya, maka secara diam-diam telah mengikatkan dirinya untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Sekalipun pada mulanya perbuatan pengurusan kepentingan orang lain tadi dilakukan secara sukarela, namun sejak semula dari perbuatan itu mengakibatkan atau menimbulkan “kewajiban” yang mengikat untuk dilanjutkan sampai sempurna.

2. Karena perbuatan yang bertentangan dengan hukum

Mengenai onrechtmatigedaad diatur pada Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan setiap perbuatan melanggar hukum


(49)

yang menyebabkan timbulnya kerugian terhadap orang lain mewajibkan si pelaku untuk membayar ganti kerugian. Setiap tingkah laku yang menimbulkan kerugian pada orang lain mewajibkan orang tersebut membayar ganti rugi sebagai akibat dari kerugian yang dilakukan oleh si pelaku. Kerugian tersebut haruslah kerugian yang timbul sebagai akibat langsung dari perbuatan melanggar hukum si pelaku. Dengan kata lain, didalamnya harus terdapat hubungan sebab-akibat.

Untuk melihat apakah ada hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian, harus memperhatikan teori ajaran kausalitet, antara lain teori sebab akibat yang serasi yaitu kerugian yang benar-benar serasi dengan akibat langsung yang ditimbulkan dari perbuatan melanggar hukum. Adapun yang menjadi batasannya adalah faktor kerugian.Kerugian yang dimaksud adalah segala kerugian yang dapat diperhitungkan, yaitu kerugian konkrit yang objektif sebagai akibat langsung dari perbuatan melanggar hukum.Kecuali tindakan yang disebabkan oleh keadaan yang

overmacht.Sebagai contoh, rumah tetangga menjadi rusak karena

terjadi kebakaran. 2. Hapusnya perjanjian

Mengenai hapusnya perjanjian diatur pada Titel ke 4 Buku III BW. Masalah hapusnya perjanjian (tenietgaan van verbintenis) biasa juga disebut hapusnya persetujuan (tenietgaan van overseenkomst).Dari kedua istilah ini,


(50)

maka yang dimaksud hapusnya perjanjian/hapusnya persetujuan yaitu menghapuskan semua pernyataan kehendak yang telah dituangkan dalam persetujuan bersama antara para pihak.31

Banyak cara dan macam yang dapat menghapuskan perjanjian. Misalnya dengan cara membayar harga barang yang dibeli, ataupun dengan jalan mengembalikan barang yang dipinjam. Bisa juga dengan pembebasan hutang dan sebagainya.32

Penghapusan perjanjian diatur dalam Pasal 1381 KUHPerdata. Dalam Pasal ini telah disebut satu persatu cara dan jenis penghapusan perjanjian. Adapun cara-cara penghapusan yang disebut dalam Pasal 1381KUHPerdata adalah :33

1. Karena pembayaran (betaling)

2. Karena penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan (konsignasi)

3. Karena pembaharuan utang (novasi, schuld verniewing) 4. Karena kompensasi atau perhitungan laba-rugi

5. Karena konfusi atau pencampuran antara hutang dan pinjaman 6. Karena penghapusan hutang

7. Karena pernyataan tidak sah atau terhapus 8. Karena daluwarsa atau verjaring

1. Pembayaran (Betaling)

31

M. Yahya Harahap, Op. Cit. hal. 106.

32Ibid.


(51)

Pemenuhan kewajiban merupakan salah satu cara untuk berakhirnya perikatan yang diatur dalam Buku ke 3 dan ke 4, tentang hapusnya perikatan-perikatan. Pemenuhan kewajiban (nakomen) dan pembayaran (betalen) serta pelaksanaan janji (vooldoen aan) menunjuk pada hal yang sama, yakni pelaksanaan prestasi sesuai dengan isi perjanjian.34

Yang dimaksud dengan pembayaran disini adalah pembayaran dalam arti luas, tidak boleh diartikan dalam ruang lingkup yang sempit, karena pembayaran bukan semata-mata berkaitan tentang pelunasan-pelunasan hutang.Karena apabila ditinjau dari segi yuridis-teknis, pembayaran tidak selamanya mesti berbentuk sejumlah uang atau barang.Bisa saja berupa dengan pemenuhan jasa, atau pembayaran dengan bentuk tak berwujud atau immaterial.35

Pembayaran itu sah apabila dilakukan oleh orang yang berhak menerimanya dan berkuasa atas pembayaran itu.Mengenai siapa yang harus membayar, pembayaran dilakukan oleh debitor dan dapat dilakukan oleh penanggung utang atau orang yang turut berutang. Perikatan bahkan dapat dilakukan oleh pihak ketiga-yang tidak mempunyai kepentingan, asal saja pihak ketiga tersebut bertindak atas nama debitor dan ketika bertindak atas namanya sendiri tidak menggantikan hak-hak si berpiutang (Pasal 1382 KUHperdata). Kemudian mengenai kepada siapa pembayaran itu dilakukan.Pasal

34

Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011), hal. 167.


(52)

1385 KUHPerdata menyebutkan kepada siapa pembayaran/pemenuhan kewajiban dilakukan.36 Pembayaran menurut ketentuan ini dapat dilakukan kepada :37

• Kreditor.

• Seseorang yang telah diberi kuasa oleh oleh kreditur menerima pembayaran.

• Atau kepada sesorang yang dikuasakan oleh hakim.

• Atau seseorang yang oleh undang-undang ditentukan menerima pembayaran bagi kreditor.

Pembayaran juga harus dilakukan pada tempat yang telah ditetapkan dalam perjanjian.Jika dalam perjanjian tidak ditetapkan suatu tempat, pembayaran harus dilakukan di tempat dimana perjanjian tersebut dibuat. Dalam hal-hal lain, pembayaran dapat dilakukan di tempat tinggal deditur, selama ia terus menerus berdiam dalam wilayah dimana dia membuat perjanjian itu. Sementara dalam hal pembayaran yang dilakukan di tempat kreditur, yaitu apabila pembayaran itu berupa uang atau barang yang dapat dihabiskan.38

Umumnya pembayaran ditujukan untuk mencapai suatu hasil tertentu, seperti menyerahkan benda atau melakukan suatu pekerjaan.Dengan demikian, ketika itu terjadi dikatakan bahwa perikatan telah dilaksanakan dan hasil atau tujuan telah tercapai.

36

Herlien Budiono, Op. Cit. hal. 169, 171.

37Ibid. hal.171.


(53)

Karena itu pula, tidaklah cukup jika debitor telah melakukan apa yang berada didalam kemampuannya atau memenuhi kewajibannnya. Apa yang utama apakah hasil atau tujuan yang diperjanjiakan telah tercapai. 2. Penawaran pembayaran tunai dengan konsignasi atau penitipan

Undang-undang memberi kemungkinan bagi debitur melunasi hutang perjanjian dengan jalan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan konsignasi atau penitipan.Hal seperti ini bisa terjadi apabila kreditur lalai atau enggan meminta pembayaran atau penyerahan benda prestasi.Dengan tindakan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan konsignasi, debitur telah dibebaskan dari pembayaran yang mengakibatkan hapusnya perjanjian. Ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1381, yang telah menetapkan bahwa salah satu cara hapusnya perjanjian ialah dengan tindakan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan konsignasi. Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan hanya mungkin terjadi dalam perjanjian yang berbentuk :

a. Pembayaran sejumlah uang, atau

b. Dalam perjanjian menyerahkan (levering) sesuatu benda bergerak

Akan tetapi, dalam perjanjian yang objek prestasinya melakukan atau tidak melakukan sesuatu, maupun levering/penyerahan benda tidak bergerak, maka penawaran dan penitipan/konsignasi tidak mungkin dilakukan. Hal ini dikarenakan, perjanjian yang objek


(54)

prestasinya melakukan atau tidak melakukan sesuatu, prestasi harus dilakukan sendiri oleh debitur, tidak boleh dengan carakonsignasi. Ketentuan mengenai penawaran pembayaran tunai yang diikuti penitipan terhadap perjanjian pembayaran uang dan penyerahan benda bergerak diatur dalam Pasal 1406, 1407 KUHPerdata.39

3. Pembaharuan utang

Novasi atau pembaharuan utang lahir atas dasar persetujuan. Para pihak membuat persetujuan dengan jalan menghapuskan perjanjian yang lama, dan pada saat itu juga perjanjian diganti dengan perjanjian baru dengan hakikat bahwa perjanjian yang lama dengan perjanjian yang baru tetap sama.40Dalam hal hutang lama diganti dengan hutang baru terjadilah pergantian objek perjanjian, yang disebut novasi objektif.Disini hutang lama menjadi lenyap.41

Menurut ketentuan Pasal 1413 KUHPerdata, novasi terjadi:42 a. Apabila debitur dan kreditur mengadakan ikatan perjanjian

hutang terhadap kreditur dengan tujuan menghapuskan dan mengganti perjanjian lama dengan perjanjian baru.

Dalam hal ini perjanjiannya yang diperbaharui, sedang pihak-pihak tetap seperti semula.inilah yang disebut dengan novasi objektif.

39 M. Yahya Harahap, Op. Cit. hal. 135.

40

Ibid. hal. 142

41 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit. hal. 64.


(55)

b. Apabila seorang debitur baru menggantikan debitur lama yang dibebaskan dari kewajiban pembayaran hutang oleh kreditur. c. Dengan membuat perjanjian baru yang menggantikan kreditur

lama dengan kreditur baru, dan kreditur lama tidak berhak lagi menuntut pembayaran dari ikatan perjanjian yang lama.

Point a, dan b yang disebut diatas disebut novasi subjektif, yaitu adanya pembaharuan terhadap subjek perjanjian. Apabila subjek (debitur) yang diperbaharui dengan debitur baru, maka disebut novasi subjektif passif.Dan kalau yang diperbaharui ialah pihak kreditur lama diganti dengan kreditur baru, maka disebut novasi subjektif aktif.43 4. Kompensasi atau penghitungan timbal-balik

Peristiwa kompensasi sebagai salah satu cara hapunya perjanjian diatur dalam Pasal 1426 KUHperdata.

Peristiwa kompensasi terjadi akibat berjumpanya dua pribadi yang sama-sama berkedudukan sebagai debitur antara yang satu dengan yang lain, yang mewajibkan mereka saling melunasi dan membebaskan diri dari perhutangan. 44

Supaya hutang-hutang itu dapat diperjumpakan, maka harus memenuhi syarat-syarat seperti yang telah ditentukan dalam Pasal 1427 KUHPerdata, yaitu :45

43

Ibid.

44Ibid. hal. 150. 45Ibid. hal. 151.


(56)

a. Adanya dua orang yang secara timbal-balik, masing-masing berkedudukan sebagai debitur antara yang satu dengan yang lain.

b. Objek perjanjian terdiri dari prestasi atas sejumlah uang atau barang yang dapat diganti atau habis terpakai dan yang sejenis. c. Tuntutan atas prestasi sudah dapat ditagih (opeisbaar) yang

mana hutang itu dapat ditentukan atau ditetapkan jumlahnya. Pada umumnya kompensasi terjadi tanpa mempersoalkan sebab peristiwa atau penyebab hutang-piutang bejumpa.Yang utama adalah berjumpanya hutang-piutang diantara para pihak. Akan tetapi tentu ada pengecualian, yaitu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1429 KUHPerdata :46

a. Apabila satu pihak dituntut menyerahkan kembali satu barang yang diperolehnya dari pihak lawan dengan cara melawan hukum.

b. Apabila satu pihak dituntut mengembalikan barang yang dititipkan atau dipinjamkan kepadanya oleh pihak lawan.

c. Apabila salah satu pihak dituntut membayar uang nafkah (alimentasi) yang tidak boleh disita.

Apa yang dihapuskan dalam peristiwa kompensasi diatur dalam Pasal 1426 KUHPerdata, yaitu :47

a. Semua hutang

46Ibid. hal. 156. 47Ibid.


(57)

Apabila hutang-piutang dari kedua belah pihak sama jumlahnya, maka terjadi kompensasi yang mengakibatkan hutang-piutang kedua pihak terhapus.

b. Sebahagian hutang

Yaitu samapi batas bahagian terkecil dari tagihan. Bila jumlah hutang-piutang kedua pihak tidak sama jumlahnya, maka hutang yang terhapus adalah hutang dengan tagihan yang terkecil.

5. Pencampuran utang

Pasal 1436 KUHPerdata mengatur tentang pencampuran hutang.Pencampuran hutang terjadi apabila kedudukan kreditur dan debitur menjadi satu, artinya berada dalam tangan satu orang.Pencampuran tersebut terjadi dengan otomatis yang mengakibatkan hutang-piutang tersebut menjadi lenyap.48

Selanjutnya dalam Pasal 1347 KUHPerdata ditentukan bahwa pencampuran hutang yang terjadi pada debitur utama berlaku juga untuk keuntungan bagi penjamin hutangnya.Sebaliknya pencampuran yang terjadi pada penjamin hutang tidak mengakibatkan hapusnya hutang pokok.49

6. Pembebasan hutang

Pembebasan hutang atau penghapusan hutang adalah tindakan kreditur membebaskan kewajiban debitur memenuhi pelaksanaan

48Ibid. hal. 157.


(58)

perjanjian.hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1438 KUHPerdata yang menyatakan pembebasan tidak boleh berdasarkan persangkaan, melainkan harus dibuktikan.Dalam pembebasan hutang hal yang sangat dibutuhkan adalah adanya kehendak kreditur membebaskan kewajiban debitur untuk melaksanakan pemenuhan perjanjian. Dengan demikian, pembebasan hutang sebagai tindakan hukum (rechtshandeling) tidak lain merupakan pernyataan kehendak (wilsverklaring) yang sepihak. Maksudnya adalah bahwa tindakan itu datangnya dari pernyataan kehendak dari kreditur.50

Jika ada beberapa debitur yang saling menanggung maka pembebasan hutang seorang debitur membebaskan pula debitur lainnya. Pembebasan terhadap debitur utama juga membebaskan penjaminnya, akan tetapi pembebasan penjamin tidak membebaskan debitur utama. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 1440 dan 1442 KUHPerdata.51

Ketentuan Pasal 1441 KUHPerdata menyebutkan pengembalian barang yang dijaminkan dalam gadai tidaklah cukup dijadikan persangkaan tentang pembebasan hutang.Hal ini memang sudah demikian keadaannya dikarenakan perjanjian gadai adalah perjanjian accessoir yang bersifat pelengkap saja dari perjanjian

50 M.Yahya Harahap, Op. Cit. hal 160.


(59)

pokok, yaitu perjanjian pinjam-meminjam uang.Pengembalian benda jaminan bukan berarti membebaskan hutang-piutang.52

7. Hapusnya barang-barang yang dimaksudkan dalam perjanjian Ketentuan Pasal 1444 KUHPerdata menyatakan apabila barang yang menjadi objek perikatan musnah, tidak dapat diperdagangkan atau musnah, terjadi diluar kesalahan debitur, sebelum ia lalai menyerahkan pada waktu yang telah ditentukan, maka perikatanya menjadi lenyap. Dalam pengertian diluar kesalahan debitur, telah tersimpul usaha-usaha dari debitur untuk menjaga barang tersebut.53

Akan tetapi tentang musnahya atau lenyapnya barang itu harus sesuai dengan ketentuan lebih lanjut pada Pasal 1444 tersebut, yaitu:54

a. Musnahnya barang itu harus diluar perbuatan dan kesalahan debitur. Kemusnahan barang tersebut akibat diluar dari kekuasaan debitur (overmacht).

b. Kemusnahan barang itu sendiri terjadi pada saat sebelum jatuh tenggat waktu penyerahan. Jika lewat tenggat waktu penyerahan, berarti debitur disebut lalai dan wanprestasi. Kemusnahan seperti itu tidak menghapuskan kewajiban debitur atas akibat-akibat wanprestasi.

c. Tentang musnahnya barang menjadi beban debitur untuk membuktikan kebenaran musnahnya barang yang disebabkan peristiwa yang beradadiluar perhitungan debitur.

52

Ibid. hal. 69.

53Ibid. hal. 70.


(60)

Bagi mereka yang mendapatkan barang itu dengan cara yang tidak sah, misalnya pencurian maka musnahnya barang itu tidak membebaskan debitur (orang yang mencurinya) untuk mengganti barang tersebut. Debitur yang memperoleh ganti kerugian atas perbuatan orang lain tersebut, maka ganti kerugian itu harus diserahkan pada kreditur, karena barang tersebut sedahulunya juga merupakan hak kreditur.55

8. Pembatalan perjanjian

Ketentuan mengenai pembatalan perjanjian ini diatur dalam Pasal 1446 KUHPerdata.Perjanjian dapat dibatalkan apabila dibuat oleh orang-orang yang menurut undang-undang tidak cakap untuk bertindak sendiri, karena paksaan, karena kekhilafan, penipuan/punya sebab yang betentangan dengan undang-undang, kesusilaan/ketertiban umum.Pembatalan diatas merupakan pembatalan yang terjadi karena tidak terpenuhinya syarat-syarat subjektif yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata.56

Perjanjian yang tidak sesuai dengan syarat subjektif menurut Subekti dapat diminta pembatalannya kepada hakim dengan dua cara, yaitu:57

a. Dengan cara aktif, yaitu menuntut pembatalan kepada hakim dengan cara mengajukan gugatan.

55

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit. hal. 70.

56 Lukman Santoso, Op. Cit. hal. 23.


(61)

b. Dengan cara pembelaan, yaitu menunggu sampai digugat didepan hakim untuk memenuhi perikatan, baru diajukan alasan tentang kekurangan perikatan itu.

Untuk pembatalan secara aktif, diberi tenggat waktu yaitu 5 (lima) tahun (Pasal 1445 KUHPerdata). Sedangkan pembatalan sebagai pembelaan tidak ada pembatasan waktu.58


(1)

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU

Ali Zainuddin, H. 2009. Metode Penelitian Hukum. Sinar Grafika: Jakarta.

Budiono, Herlien. 2011. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan. Citra Aditya Bakti: Bandung.

Djumialdji, F.X. 1995. Perjanjian Pemborongan. Rineka Cipta: Jakarta.

Djumialdji. 1996. Hukum Bangunan Dasar-Dasar Hukum dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia. Rineka Cipta: Jakarta.

H.S, Salim.2003. Perkembangan Hukum kontrak Innominaat di Indonesia. Sinar Grafika: Jakarta.

Haharap Yahya, M. 1986. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Penerbit Alumni: Bandung.

Hasyim, Farida. 2009. Hukum Dagang. Sinar Grafika: Jakarta.

Kadir Muhammad, Abdul. 1990. Hukum Perikatan. Citra Aditya Bakti: Bandung. Kurniawan. 2014. Hukum Perusahaan. Genta Publishing: Yogyakarta.

Masjchun Sofwan, Sri Soedewi. 1882. Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan. Liberty: Yogyakarta.

Meilala Syamsudin, A. Qirom. 1985. Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya. Liberty:Yogyakarta.

Fuady, Munir. 1998. Kontrak Pemborongan Mega Proyek. Citra Aditya Bakti: Bandung.

N.P.D. Sinaga, Budiman. 2005. Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa dari Perspektif Sekretaris. Rajagrafindo Persada: Jakarta.

Prodjodikoro, Wirjono. 1981. Hukum Perdata tentang Persekutuan-Persekutuan Tertentu. Sumur Bandung: Bandung.

Santoso, Lukman. 2012. Hukum Perjanjian Kontrak. Cakrawala: Yogyakarta. Simamora, Sogar Y. 2013. Hukum Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa

Pemerintah di Indonesia. Kantor Hukum “WINS & Partners”: Surabaya. Subekti, R. 1995. Aneka Perjanjian. Citra: Bandung.


(2)

Sutedi, Adrian. 2008. Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa.Sinar Grafika: Jakarta.

Syaifuddin, Muhammad. 2012. Hukum Kontrak Memahami Kontrak dalam Perspektif Filsafat, Teori Dogmatik dan praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum Perikatan). Mandar Maju: Bandung.

Widjaja Rai, I.G. 2000.Hukum Perusahaan. Kesaint Blanc: Jakarta.

Widjaya Rai, I.G. 2008.Merancang Suatu Kontrak. Kesaint Blanc: Bekasi Timur. Yudha Hernoko, Agus. 2010. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam

Kontrak Komersil. Kencana Prenada Media Group: Jakarta.

B. PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian sengketa.

Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

C. INTERNET

http://bstp.hubdat.web.id/data/arsip/laporan%akhir%kajian%20MRRL%20

Sumut.pdf, diakses tanggal 13 Agustus 2015.

HM. Hanafi Darwis, Hubungan Hukum dalam Perjanjian Pemborongan, Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara, Jakarta Raya. Tahun 2012.Diakses Tanggal 20 Agustus 2015.


(3)

PEDOMAN WAWANCARA

1. Bagaimana dengan prosedur pelaksanaan perjanjian pemborongan ini pak?

Perjanjian pemborongan ini dilakukan dengan prosedur Pengadaan Langsung yaitu dengan mengundang langsung penyedia jasa yang dirasa mampu untuk melaksanakan pemborongan ini untuk kemudian diadakan evaluasi dan negosiasi baik mengenai harga maupun proses pelaksanaannya. Dalam hal ini, CV. Sibange-bange merupakan penyeia jasa yang diundang tersebut.

2. Apa yang menjadi syarat-syarat ataupun kualifikasi dari pemborong yang

ingin melaksanakan perjanjian pemborongan ini?

Setiap pemborong yang ingin melaksanakan pemborongan proyek pemerintah haruslah memenuhi syarat-syarat dan kualifikasi yang telah ditentukan sebagaimana yang diatur dalam pasal Perpres No. 4 tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Penmerintah.

3. Darimanakah anggaran dana yang digunakan dalam proyek pemborongan

ini?

Anggaran dana yang digunakan berasal dari Bantuan Daerah Bawahan (BDB) Tahun Anggaran 2012.

4. Mengenai jangka waktu, berapa lamakah proses pengerjaan pemborongan

ini?

Berdasarkan tawaran yang diajukan CV. Sibange-bange dalam tahap negosiasi, CV. Sibange-bange mengajukan lamanya pengerjaan perbaikan


(4)

jalan ini selama 60 hari kalender, yaitu mulai tanggal 19 Oktober 2012 sampai dengan tanggal 18 Desember 2012.

Pengerjaan proyek pemborongan ini mulai dilaksanakan sejak dikeluarkannya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) oleh PPK yang ditandatangani oleh Pimpinan dari CV. Sibange-bange.

5. Selama proses pengerjaan yang dilakukan oleh pemborong, apakah

pekerjaan itu dapat dialihkan untuk dikerjakan oleh orang lain?

Pekerjaan pemborongan tidak dapat dialihkan kepada orang lain, kecuali pemborong meninggal, maka pengerjaan dilanjutkan oleh walinya atau perjanjian dapat dibatalkan berdasarkan kata sepakat diantara para pihak.

6. Dalam hal pemborong meninggal atau sakit yang menyebabkan

pemborong tidak dapat melanjutkan pekerjaan, siapakah yang bertanggung jawab atas kelanjutan pengerjaan ini?

Pemborong untuk pengerjaan kontruksi instansi pemerintah haruslah berbadan hukum, jadi apabila pemborong itu sakit ataupun meninggal, maka pengerjaan pemborongan dapat dilanjutkan pemborong lainnya seperti misalnya wakil direktur atau yang lainnya dari badan hukum tersebut.

7. Apabila dalam pengerjaan terjadi kerugian, siapakah yang bertanggung

jawab untuk mengganti kerugian tersebut?

Kerugian yang terjadi akibat kelalaian pemborong menjadi tanggung jawab pihak pemborong. Demikian juga halnya apabila kerugian tersebut yang diakibatkan oleh kelalaian pihak yang memborongkan, maka


(5)

kerugian akan menjadi tanggung jawab pihak Pemerintah yang dalam hal ini Dinas bina marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar. Dan bila kerugian tersebut diakibatkan terjadinya keadaan kahar, maka mengenai ganti rugi dapat dibicarakan kembali dengan pihak yang memborongkan.

8. Dalam hal pengerjaan pemborongan, pihak pemborong tidak

menyelesaikan pekerjaan sesuai jangka waktu yang ditetapkan, apakah ada pemberian perpanjangan waktu pengerjaan? Berapa lama biasanya dan siapakah yang menetapkan waktu tersebut?

Pekerjaan yang tidak diselesaikan tepat pada waktunya, akan dikenakan denda oleh panitia pengadaan sebesar 1/1000 dari nilai kontrak.

Untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, maka diberikan perpanjangan waktu sesuai dengan kesepakatan antara pihak yang memborongkan dengan pihak pemborong.

9. Dalam pengerjaan pemborongan ini, apakah pernah terjadi

kendala-kendala sehingga menghambat pengerjaan pemborongan ini? Jikalau ada, apakah yang menjadi penyebab terjadinya kendala tersebut?

Selama pengerjaan pemborongan ini secara umum tidak ditemukan kendala-kendala yang menghambat pengerjaan pemborongan ini, karena pengerjaan pemborongan ini juga diselesaikan tepat pada waktunya.Yang mungkin menjadi kendala adalah mengenai kedudukan pihak pemborong dan yang memborongkan yang mana pihak yang memborongkan dalam kontrak ini adalah adalah instansi pemerintah yaitu Dina Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar.Dalam hal pengadaan langsung, kontrak


(6)

sudah disusun terlebih dahulu oleh PPK yang mana pemborong hanya menyetujui kontrak yang telah ditentukan tersebut. Hal inilah yang kemungkinan besar membuat hasil pengerjaan tidak optimal karena pemborong akan mencari barang yang sesuai harga yangditentukan dalam kontrak tersebut yang terkadang kualitas dari barangtersebut kurang baik sehingga hasil pengerjaan menjadi kurang optimal.

10.Dalam pengerjaan pemborongan ini apakah pernah terjadi perselisihan?

Bila ada terjadi sengketa, bagaimana cara yang ditempuh para pihak dalam menyelesaikan masalah tersebut?

Selama pengerjaan pemborongan ini, tidak pernah terjadi perselisihan yang mengakibatkan terhambatnya pengerjaan pemborongan ini.

Apabila terjadi sengketa, maka akan diselesaikan secara musyawarah yaitu melalui pengadilan arbitrase. Hal ini tercantum dalam syarat umum SPK poin 24.