Efektivitas Pelaksanaan Pembelajaran Fiqh Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Efektivitas Pelaksanaan Pembelajaran Fiqh Melalui Model
Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
( Penelitian Tindakan Kelas di MTs. An-Nizhamiyyah Cileungsi Bogor)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd.I)

Oleh
ISMAWATI
NIM 108011000097

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2013

ABSTRAK

Efektivitas Pembelajaran Fiqh Melalui Model Pembelajaran Problem Based

Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa di MTs. AnNizhamiyyah Cileungsi Bogor.
Kata kunci : Efektifitas, model pembelajaran PBL, Hasil Belajar, Penelitian Tindakan
Kelas (PTK)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat efektivitas
pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) untuk
meningkatkan hasil belajar pada materi zakat siswa MTs An-Nizhamiyyah Cileungsi
Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan September hingga Oktober 2012 dengan
subyek penelitian berjumlah 30 orang. Metode penelitian yang digunakan adalah
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari tiga siklus. Setiap siklus terdiri
dari 2 pertamuan. Pengumpulan data dilakukan melalui pre test dan post test,
observasi, dan wawancara.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa penerapan model
pembelajaran PBL dapat meningkatkan efektivitas dan hasil belajar siswa. Hal ini
dilihat dari hasil post test yang meningkat dibanding pre test, dan juga tercapainya
nilai seluruh siswa di atas Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Dari hasil
penelitian ini disarankan agar guru dapat menerapkan model pembelajaran PBL ini
dalam belajar Fikih.
ISMAWATI (P. AGAMA ISLAM)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas Pembelajaran
Fikih Melalui

Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa.”
Shalawat dan salam penulis haturkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan sahabatnya yang telah memberikan petunjuk kepada umat
manusia kejalan yang benar.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa
adanya dukungan, bantuan dan bimbingan dari semua pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Bahrissalim, MA sebagai Dosen pembimbing yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan petunjuk dan nasehat
kepada penulis dengan ikhlas demi keberhasilan penulis.
4. Ibu Siti Khadijah, MA selaku Dosen penasehat akademik yang telah
memberikan bimbingan selama perkuliahan.
5. Bapak Ibu Dosen yang telah membimbing penulis selama kuliah di Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Drs. Uyun Rabaniyun, MA sebagai kepala MTs. An-Nizhamiyyah
Cileungsi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengadakan
penelitian di sekolah yang dipimpinnya.

7. Kedua orang tua ayahanda tercinta (Alm). Bapak Acep Suhendar dan Ibunda
tersayang Ibu Nyai Saeni, satu dari harapan beliau telah ananda penuhi,
semoga harapan-harapan kalian yang lain dapat ananda wujudkan. Tidak ada
kata yang pantas lagi ananda ucapkan selain ucapan terimakasih yang sedalam
dalamnya atas segala pengorbanan, kasih sayang, dukungan dan bimbingan
kalian serta kesabaran yang tak terhingga.
8. Saudara – saudaraku yang selalu memberikan dorongan kepada penulis,
khususnya buat kakandaku Rusdiana, SE terimakasih atas dukungan dan doa
yang diberikan.

9. Sahabatku yang selalu bersama teruntuk Anis Chaerunnisa, Mudzakir fauzi
dan Cindi Pratiwi terimakasih untuk semuanya yang selalu memberikan
bantuan, semangat dan dorongan dalam penyusunan skripsi ini.
10. Teman-teman seperjuangan PAI angkatan 2008 khususnya kelas C, yang tidak
dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, yang telah memberikan
semangat dan bantuannya selama ini. Semoga tali silaturahmi kita tetap
terjaga.
Akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan, semoga skripsi ini bermanfaat bagi
teman-teman mahasiswa umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Penulis sangat
berterimakasih untuk semuanya yang telah memberikan dukungan dan motivasinya,
semoga Allah SWt memberikan balasan yang berlipat ganda dan penulis berharap
skripsi ini dapat bermanfaat dan berkah bagi penulis dan pemabaca. Amin

Jakarta, 28 Desember 2012

Penulis

DAFTAR ISI
Abstrak ………………………………………………………………………. i
Kata pengantar ……………………………………………………………….. ii

Daftar Isi ……………………………………………………………………… IV
Daftar Tabel …………………………………………………………………... VI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………… 1
B. Identifikasi Area dan Fokos Penelitian ……………………………….. 5
C. Pembatasan Masalah Penelitian ………………………………………. 6
D. Perumusan Masalah Penelitian ……………………………………….. 6
E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian ………………………………. 6
BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI
TINDAKAN
A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti
1. Pengertian Efektivitas ………………………………………………

8

2. Model Problem based Learning (PBL) ……………………………... 12
3. Pembelajaran Fiqh …………………………………………………..

24


4. Hasil Belajar ………………………………………………………… 31
B. Bahasan Hasil-hasil Penelitian yang Relevan …………………………… 33
C. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan ………………………….. 34
D. Hipotesis …………………………………………………………………. 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu penelitian ……………………………………………. 37
B. Metode Penelitian Dan Desain Penelitian ………………………………... 37
C. Subjek Yang Terlibat dalam Penelitian ………………………………….. 38
D. Peran dan Posisi Peneliti ………………………………………………… 39

E. Tahapan Intervensi Tindakan ……………………………………………. 40
F. Hasil Intervensi Tindakan Yang Diharapkan ……………………………. 43
G. Data dan Sumber Data …………………………………………………… 43
H. Instrumen Pengumpulan Data ……………………………………………. 43
I. Teknik Pengumpulam Data ………………………………………………. 44
J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan …………………………………….. 46
K. Analisis data dan Interprestasi Hasil Analisis ……………………………. 48
L. Pengembangan Perencanaan Tindakan …………………………………… 49
BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI HASIL ANALISI,
DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data ……………………………………………………………. 50
B. Pembahasan Penelitian …………………………………………………… 68
C. Pemeriksaan Keabsahan Data ……………………………………………. 78
D. Analisis Data ……………………………………………………………… 79
E. Interpretasi Hasil Analisis ………………………………………………… 80
F. Pembahasan Temuan Penelitian ………………………………………….. 81
G. Keterbatasan Peneliti ……………………………………………………. 82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……………………………………………………………… 83
B. Saran …………………………………………………………………….. 84
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mapel Fiqih
Tabel 2. Jumlah Siswa MTs. An-Nizhamiyyah Cileungsi-Bogor
Tabel 3. Tindakan Siklus I
Tabel 4. Skor Hasil Belajar Pre Test dan Post Test Siklus I
Tabel 5. Refleksi Tindakan Pembelajaran Pada Siklus I

Tabel 6. Tindakan Siklus II
Tabel. 7. Skor Hasil Belajar Pre Test dan Post Test Siklus II
Tabel 8. Refleksi Tindakan Pembelajaran Pada Siklus II
Tabel 9. Tindakan Siklus III
Tabel 10. Skor Hasil Belajar Pre Test dan Post Test Siklus III
Tabel 11. Perhitungan Memperoleh “t” Untuk Menguji Perbandingan Hasil Belajar
Fiqih Antara Sebelum dan Sesudah Diterapkannya Model Pembelajaran
Problem Based Learning Siklus 1
Tabel 12. Perhitungan Memperoleh “t” Untuk Menguji Perbandingan Hasil Belajar
Fiqih Antara Sebelum dan Sesudah Diterapkannya Model Pembelajaran
Problem Based Learning Siklus II
Tabel 13. Perhitungan Memperoleh “t” Untuk Menguji Perbandingan Hasil Belajar
Fiqih Antara Sebelum dan Sesudah Diterapkannya Model Pembelajaran
Problem Based Learning Siklus III

i

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Islam merupakan syari’at Allah bagi manusia yang dengan bekal syari’at
itu manusia diperintahkan untuk beribadah. Agar manusia mampu memikul dan
merealisasikan

amanat

besar

itu,

syariat

membutuhkan

pengalaman,

pengembangan dan pembinaan.
Pengembangan dan pembinaan yang dimaksud adalah melalui pendidikan
Islam. Kerena pendidikan Islam itu merupakan upaya untuk menanamkan ajaranajaran Islam yang berisi tata hidup yang diturunkan Allah kepada manusia yang
intinya berupa pegangan hidup atau aqidah, jalan hidup atau syari’ah dan sikap

hidup yang mengarah pada perbuatan atau akhlak.
Hakikat pendidikan Islam adalah proses dan mengarahkan pertumbuhan
dan perkembangan anak didik agar menjadi manusia dewasa sesuai tujuan
pendidikan Islam.1

           

     
 

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,

1

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (IPI), (Bandung: CV, Pustaka setia, 1997), h. 10.

1

2


penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. { QS. An-Nahl(16) : 78}
Menurut Endang Saifudin Anshari sebagaimana dikutip oleh Azyumardi
Azra:
Pendidikan Islam sebagai proses bimbingan (pimpinan, tuntutan, dan
usulan) oleh subyek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan,
kemauan, intuisi, dan sebagainya), dan raga obyek didik dengan bahanbahan meteri tertentu, pada jangka waktu tertentu, dengan metode tertentu,
dan dengan alat perlengkapan yang ada kearah terciptanya pribadi tertentu
disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.2
Adapun tujuan pendidikan Islam menurut H.M. Arifin sebagaimana
dikutip oleh H.M Alisuf Sabri adalah:
Mengembangkan pola kepribadian manusia yang bulat yang mencakup
semua aspek baik aspek jasmaniah, spiritual, intelektual, ilmiah maupun
bahasa yang diperlukan untuk hidup sebagai individu maupun sebagai
anggota masyarakat. Dan pendidikan Islam mendorong agar semua aspek
dapat berkembang secara maksimal guna mencapai kesempurnaan hidup.
Adapun tujuan akhir pendidikan Islam adalah terbentuknya sikap
penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah baik secara perorangan,
masyarakat, maupun sebagai umat manusia secara keseluruhan. Hal itu
sejalan dengan ikrar setiap muslim dalam awal shalatnya sebagaimana
yang diajarkan oleh Allah SWT yang artinya : “sesungguhnya shalatku dan
ibadahku dan hidup serta matiku hanya untuk Allah, Tuhan sekalian
alam.”3
Salah satu usaha atau cara untuk membentuk sikap penyerahan diri
sepenuhnya kepada Allah guna mencapai kesempurnaan hidup yaitu melalui
pendidikan Agama.
Pendidikan Agama merupakan salah satu bidang studi yang diharapkan
dapat memberikan peranan dalam usaha menumbuh kembangkan sikap beragama
siswa. Sikap dan kemampuan siswa dalam beragama merupakan cermin dari
keberhasilan guru agama di sekolah dalam menyalurkan ajaran agama melalui
usaha pendidikannya.
Salah satu bidang studi yang masuk dalam pendidikan agama adalah Fiqh.
Secara umum fiqih merupakan salah satu sub bidang studi agama yang banyak
membahas tentang hukum-hukum yang mengatur pola hubungan manusia dengan
2

Azumardy Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Munuju Milenium Baru,
(Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 2003), cet.5, h. 6
3
Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV pedoman Ilmu Jaya, 1999), Cet. 1, h. 109

3

Allah, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungannya. Fiqih
diharapkan dapat menjadi alat kontrol bagi siswa dalam mengarungi
kehidupannya, sehinngga tercapai tatanan kehidupan yang harmonis. Dan dengan
materi fiqih diharapakan aktifitas siswa tidak lepas dari norma-norma agama yang
dimaksudkan sebagai upaya untuk membina prilaku dan kepribadian siswa
normatif.
Tentunya harapan-harapan yang ingin dicapai dari pengajaran fiqih ini
harus didukung oleh proses belajar mengajar yang efektif yang dapat
mempermudah pemahaman siswa terhadap bidang studi fiqih itu sendiri.
Berkaitan dengan ini maka sebenarnya guru mengemban tugas dan
tanggung jawab yang sangat berat untuk mengantarkan siswa pada arah dan tujuan
yang telah ditentukan. Sebagai pendidik guru harus mampu menempatkan dirinya
menjadi pengarah dan Pembina pengembang bakat dan kemampuan siswa. Guru
mempunyai posisi yang sangat penting dalam pendidikan. Untuk mencapai suatu
keberhasilan dalam proses belajar mengajar seorang guru diharapkan dapat
memilih suatu model pembelajaran yang tepat, karena model pembelajaran
merupakan komponen dari proses pendidikan yang harus dikuasai oleh seorang
guru dalam mengajar.
Adanya kesulitan atau kekurang senangan siswa terhadap pelajaran fiqh
dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang berasal dari dalam diri
siswa dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri siswa. Faktor internal ini
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor jasmani, faktor psikologi, dan faktor
kelelahan. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi siswa dalam kegiatan
belajar adalah faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.4
Hasil wawancara dengan siswa tentang permasalahan dalam mata
pelajaran fiqh, antara lain: kesulitan dalam memahami dan menghafal pelajaran
fiqh pada materi zakat mal, kesulitan dalam menghitungnya karena kurangnya
latihan soal dan kesulitan mengkaitkan konsep dengan kehidupan sehari-hari yang
mereka alami atau di lingkungan sekitar.
4

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2003), h. 54

4

Pelaksanaan pembelajaran saat ini harus mengalami perubahan, dimana
siswa tidak boleh dianggap objek pembelajaran semata, tetapi harus diberikan
peran aktif serta dijadikan mitra dalam proses pembelajaran sehingga siswa
bertindak sebagai agen pembelajar yang aktif sedangkan guru bertindak sebagai
fasilitator dan mediator yang kreatif.
Proses pembelajaran yang sesungguhnya ialah kegiatan belajar peserta
didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Belajar bukan hanya menghafal dan
bukan pula mengingat. Proses pembelajaran di kelas yang optimal dapat
menghasilkan hasil belajar yang optimal pula. Peningkatan hasil belajar peserta
didik selalu dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya ialah metode mengajar.
Seorang guru dituntut untuk pintar dalam memilih model pembelajaran yang tepat
untuk diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas. Guru sebagai seorang
pengajar kadang – kadang salah dalam menerapkan model apa yang seharusnya
digunakan dalam proses pembelajaran.
Pelajaran fiqh merupakan pelajaran yang sangat erat kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari. Salah satu model yang mendorong peserta didik untuk
memiliki kepekaan terhadap lingkungan dan berusaha untuk memecahkan
masalahnya adalah model pembelajaran Problem Based Learning. Model problem
based learning dapat melatih peserta didik untuk mengorganisasikan pengetahuan
dan kemampuan peserta didik, karena menggunakan pendekatan pemecahan
masalah. Pemecahan masalah akan mengembangkan motivasi, ketekunan, dan
kepercayaan diri peserta didik. Model pembelajaran ini menyajikan masalah,
mengajukan pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan dan mendiskusikannya untuk
menyelesaikan masalah.
Permasalahn tersebut dapat diatasi dengan melakukan terobosan dalam
pembelajaran fiqih sehingga tidak menyajikan materi yang bersifat abstrak, tetapi
juga harus melibatkan siswa secara aktif di dalam pembelajaran. Salah satunnya
adalah dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based-Learning (PBL).
Pembelajaran ini diharapkan dapat menarik minat dan keaktifan siswa untuk
belajar fiqih sehingga diharapkan hasil belajarnya akan meningkat, karena siswa
diajak untuk mencari informasi, untuk mengembangkan keterampilan pemecahan

5

masalah, melakukan penyelidikan atau percobaan untuk menemukan konsep
tentang meteri pelajaran. Dengan kegiatan ini diharapkan pemahaman siswa akan
meningkat yang berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul “Efektivitas Pelaksanaan Pembelajaran Fikih Melalui
Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat diidentifikasi permasalahan – permasalahan sebagai berikut:
1. Terdapat kesulitan peserta didik dalam memahami pembelajaran fikih
2. Kesulitan siswa dalam menerapkan hasil pembelajaran fikih dalam
kehidupan sehari – hari.
3. Rendahnya minat atau motivasi siswa untuk belajar fikih.
4. Terbatasnya model pembelajaran fikih.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas,
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dibatasi pada:
1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran
problem based learning (PBL).
2. Problem based learning (PBL) digunakan agar siswa dapat dengan
mudah memahami materi fiqh.
3. Problem based learning (PBL) sebagai metode yang diterapkan agar
hasil belajar siswa lebih optimal.
D. Perumusan Masalah.
Dari uraian identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang ada, maka
masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

6

1. Bagaimanakah

pelaksanaan

pembelajaran

Fikih

melalui

model

Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) di MTs An – Nizhamiyyah
Cileungsi?
2. Apakah pembelajaran Fikih melalui model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) dapat meningkatkan pemahaman siswa?
3. Apakah pembelajaran Fikih melalui model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa?

E. Tujuan penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui:
1. Seberapa besar peningkatan hasil belajar Fikih siswa melalui model
pembelajaran problem based learning (PBL.)
2. Keefektivan penerapan model pembelajaran problem based learning
dalam pembelajaran Fikih.

F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peserta didik, guru,
dan peneliti. Adapun manfaat penelitian ini bagi:
a. Peserta didik, penelitian ini diharapkan dapat mengatasi kesulitan peserta
didik dalam mempelajari fikih.
b. Guru, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan alternatif pilihan untuk
menggunakan model pembelajaran yang lebih efektif dalam pembelajaran
fiqih.
c. Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru dalam
bidang penelitian pendidikan dan model pembelajaran yang akan menjadi
bekal untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata setelah menyelesaikan
studinya.

BAB II
KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI
TINDAKAN
A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti
1. Pengertian Efektivitas
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia efektivitas berarti ada efeknya
(akibatnya, pengaruhnya, kesannya) manjur atau mujarab, dapat membawa hasil1.
Efektivitas menurut Mulyasa adalah adanya kesesuaian antara orang yang
melaksanakan tugas dengan sasaran yang ditunjukkan dan memanfaatkan sumber
daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional.2
Efektivitas dapat dijadikan barometer untuk mengukur keberhasilan
pendidikan. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam
mencapai tujuan atau sasarannya. Efektivitas sesungguhnya merupakan suatu
konsep yang lebih luas mencakup faktor di dalam maupun di luar diri seseorang.
Dengan demikian efektivitas merupakan suatu konsep yang sangat penting, karena
mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan seseorang dalam mencapai
sasaran.
Dalam dunia pendidikan, efektivitas dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu
dari segi efektivitas mengajar guru dan segi efektivitas belajar murid. Efektivitas
mengajar guru terutama menyangkut kegiatan belajar mengajar yang direncanakan
dapat dilaksanakan dengan baik. Efektivitas belajar murid terutama menyangkut
tujuan-tujuan pelajaran yang diinginkan telah dicapai melalui kegiatan mengajar

1
2

Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Moderen, h. 89
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hal. 82 .

7

8

dan belajar yang ditempuh. Mohammad Sjafei mengatakan, “ mengajar dan belajar
sangat erat kaitannya”.3
Untuk tercapainya pembelajaran yang efektif, perlu dipertimbangkan hal-hal
berikut:
a. Penguasaan bahan pelajaran.
b. Cinta kepada yang diajarkan.
c. Pengalaman pribadi dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
d. Variasi metode.
e. Seorang guru harus selalu menambah ilmunya agar dapat meningkatkan
kemampuannya mengajar.
f. Guru harus selalu memberikan pengetahuan yang actual, sehingga akan
menimbulkan rangsangan yang efektif bagi belajar siswa.
g. Guru harus berani memberikan pujian, karena pujian yang diberikan dengan
tepat dapat memotovasi belajar siswa dengan positif.
h. Guru harus mampu menimbulkan semangat belajar secara individual.
Untuk meningkatkan cara belajar yang efektif perlu diperhatikan beberapa
hal, yang menurut Slameto adalah sebagai berikut ini:
1. Kondisi internal yaitu kondisi (situasi) yang ada di dalam diri siswa itu
sendiri, contohnya kesehatan, keamanan, ketentraman, dan sebagainya.
Siswa dapat belajar dengan baik apabila kebutuhan-kebutuhan internalnya
dapat dipenuhi. Terdapat tujuh jenjang kebutuhan primer manusia yang
harus dipenuhi, yakni:
a) Kebutuhan fisiologis
b) Kebutuhan akan keamanan.
c) Kebutuhan akan kebersamaan dan cinta
d) Kebutuhan akan status (contohnya keinginan akan keberhasilan)
e) Kebutuhan self-actualisation
f) Kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti
g) Kebutuhan estetik.
2. Kondisi eksternal adalah kondisi yang ada di luar diri pribadi siswa. Untuk
dapat belajar yang efektif diperlukan lingkungan yang baik dan teratur.
3. Strategi belajar. Belajar yang efisien dapat tercapai apabila dapat
menggunakan strategi belajar yang tepat. Strategi belajar diperlukan untuk
dapat mencapai hasil belajar semaksimal mungkin.4

3

Mohammad Sjafei, Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Centre For Strategic And International
Studies, 1979), cet.2, h. 119

9

Mengajar adalah membimbing siswa agar mengalami proses belajar. Dalam
belajar, siswa menghendaki hasil belajar yang efektif bagi dirinya. Untuk tuntutan
itu guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai fasilitator untuk siswa, maka
ketika guru mengajar, guru juga harus mengajar dengan efektif.
Mengajar yang efektif adalah mengajar yang dapat membawa belajar siswa
yang efektif pula. Belajar yang dimaksud adalah suatu aktivitas mencari,
menemukan dan melihat pokok masalah.
Untuk melaksanakan mengajar yang efektif diperlukan syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Belajar secara aktif, baik mental maupun fisik.
b. Guru harus menggunakan banyak metode pada waktu mengajar.
c. Guru harus memberikan motivasi pada siswa.
d. Kurikulum yang baik dan seimbang.
e. Guru perlu mempertimbangkan perbedaan individual.
f. Guru harus mampu menciptakan suasana yang demokratis di sekolah.
g. Pada penyajian bahan pelajaran pada siswa, guru perlu memberikan
masalah-masalah yang merangsang siswa untuk berfikir.
h. Semua pelajaran yang diberikan perlu diintegrasikan.
i. Pelajaran di sekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan yang nyata di
masyarakat.
j. Dalam interaksi belajar mengajar, guru harus banyak memberi kebebasan
pada siswa untuk dapat menyelidiki sendiri, mengamati sendiri, belajar
sendiri, dan mencari pemecahan masalah sendiri.5
Fakta yang terjadi di kelas menuntut guru untuk tidak lagi mengajar dengan
system lama (konvensional). Kerena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
maka guru harus dapat memanfaatkan kemajuan iptek tersebut untuk meningkatkan
cara mengajar agar lebih efektif.
Berdasarkan

tujuan

pembelajaran

tersebut,

maka

suatu

kegiatan

pembelajaran dikatakan memiliki tingkat efektifitas yang baik apabila dapat
mencapai minimal 60% dari tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
Efektifitas merupakan suatu bagian yang sangat penting dalam proses
pembelajaran, karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan
seseorang dalam tujuannya atau suatu tingkatan terhadap tujuan-tujuan yang ingin
dicapai, yaitu peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan
sikap melalui proses pembelajaran. Hasil dari efektivitas pembelajaran dapat diukur
4

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003),
cet. 4, h. 74-76
5
Slameto, Belajar dan Faktor…, h. 92-95

10

dengan tercapai atau tidaknya Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) mata pelejaran
Fiqh yang telah ditetapkan di MTs. An-Nizhamiyyah Cileungsi Bogor, yaitu
sebesar 70. Tingkat efektivitas pembelajaran dibuat empat level, yaitu:
a. Di bawah KKM, yaitu < 70 tingkat efektivitasnya rendah.
b. Sesuai KKM, yaitu 70 – 75 tingkat efektivitasnya sedang.
c. Di atas KKM, yaitu 76 – 88 tingkat efektivitasnya tinggi.
d. Di atas KKM, yaitu 89 – 100 tingkat efektivitasnya sangat tinggi.
Efektivitas pembelajaran dalam penelitian ini juga diukur dari hasil pre test
dan post test. Pembelajaran dinilai efektif jika terdapat peningkatan antara hasil pre
test dan post test

2. Model Problem Based Learning (PBL)
Untuk meningkatkan hasil belajar Fikih peserta didik, diperlukan adanya
pendekatan pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara aktif dan
mendorong peserta didik untuk lebih berpikir kreatif dalam memecahkan berbagai
masalah yang berkenaan dengan materi pembelajaran fikih. Salah satu pendekatan
pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk lebih aktif dalam memecahkan
masalah ialah Model Problem Based Learning.
Problem Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang
merupakan bagian dari pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
CTL juga sering dikenal dengan istilah pendekatan kontekstual. Adapun yang
melandasi pengembangan pendekatan kontekstual adalah konstruktivisme, yaitu
filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal.
Peserta didik harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
Bahwa pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta atau proposisi
yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Konstruktivisme berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh John Dewey
pada awal abad 20 yang lalu.6

6

Yatim Riyanto, Paradigma Baru pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 166

11

Melalui landasan Konstruktivisme, CTL dipromosikan menjadi alternatif
strategi belajar yang baru. Melalui strategi CTL peserta didik diharapkan dapat
belajar melalui mengalami, dengan menghafal. Menurut filosofi konstruktivisme,
pengetahuan bersifat non-obyektif, temporer dan selalu berubah. Belajar adalah
pemaknaan pengetahuan, bukan perolehan pengetahuan dan mengajar diartikan
sebagai kegiatan atau proses menggali makna, bukan memindahkan pengetahuan
kepada orang yang belajar.
CTL itu sendiri merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara meteri yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik
dan mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini sangat diperlukan karena kebanyakan peserta didik tidak dapat
menerapkan pengatahuan yang dimilikinya dalam kehidupan mereka yang
disebabkan kurang menariknya metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru.
Untuk itu seorang guru harus jeli dalam menerapkan metode apa yang sesuai
untuk peserta didik dalam pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan. Peserta
didik tidak hanya dijadikan sebagai objek dalam pembelajaran, melainkan sebagai
subjek yang berperan dalam proses pembelajaran.
Sehubungan dengan itu maka pendekatan pengajaran kontekstual harus
menekankan pada hal – hal berikut:
1) Belajar berbasis masalah (problem-based-learning), yaitu suatu
pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata
sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang berpikir
kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari meteri pelajaran.
2) Pengajaran autentik (authentic intruction) yaitu pendekatan pengajaran
yang memperkenankan peserta didik untuk mempelajari konteks
bermakna.
3) Belajar berbasis inquiri (inquiry-based learning) yang membutuhkan
strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan
kesempatan untuk pembelajaran bermakna.

12

4) Belajar

berbasis

proyek/tugas

Learning)

(project-based

yang

mebutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif dimana
lingkungan belajar peserta didik didesain agar peserta didik dapat
melakukan

penyelidikan

terhadap

masalah

autentik

termasuk

pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan
tugas bermakna lainnya.
5) Belajar berbasis kerja (work-based learning) yang memerlukan suatu
pendekatan

pengajaran

yang

memungkinkan

peserta

didik

menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi
pelajaran

berbasis

sekolah

dan

bagaimana

materi

tersebut

dipergunakan kembali ditempat kerja.
6) Belajar berbasis jasa-layanan (service learning) yang memerlukan
penggunaan metodologi pengajaran yang mengkombinasikan jasa
layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk
merefleksikan jasa-layanan tersebut.
7) Belajar

kooperatif

(cooperative

learning)

yang

memerlukan

pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil peserta
didik untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan belajar.
Dari ketujuh kompenen tersebut, konsep Belajar Berdasarkan Masalah
termasuk di dalamnya. Maka dari itu jelaslah model pembelajaran berdasarkan
masalah merupakan bagian dari pembelajaran Contextual Teaching and Learning
yang berakar dari pembelajaran konstruktivisme.
Sebagaimana umumnya model-model pembelajaran lain, problem based
learning memiliki beberapa landasan teori khusus yang membedakannya dengan
model pembelajaran lain. Beberapa teori yang melandasi problem based learning
itu adalah sebagai berikut:7
1). Dewey dan Kelas Demokratis
Dewey menggambarkan suatu pandangan tentang pendidikan agar
sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas
7

Muslim Ibrahim dan Mohammad Nur, Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Buku Ajar
Mahasiswa) (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Press, 2001), h. 15-24

13

merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah kehidupan yang
nyata.8 Dewey juga menganjurkan guru untuk mendorong peserta didik
terlibat dalam proyek atau tugas berorientasi masalah dan membantu
mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual sosial.
Pembelajaran di sekolah seharusnya lebih memiliki manfaat daripada
abstrak dan pembelajaran yang memiliki manfaat terbaik dapat dilakukan
oleh peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil yang menarik dan
pilihan mereka sendiri. Visi pembelajaran yang berdaya guna atau berpusat
pada masalah digerakkan oleh keinginan bawaan peserta didik untuk
menyelidiki

secara

pribadi

situasi

yang

bermakna

secara

jelas

menghubungkan PBL kontemporer dengan filosofi pendidikan dan
pedagogi Dewey.
2). Piaget dan Vygotsky
Jean Piaget menyatakan bahwa setiap anak memiliki rasa ingin tahu
bawaan dan secara terus menerus berusaha memahami dunia di
sekitarnya.9 Rasa ingin tahu ini, memotivasi mereka secara aktif untuk
membangun tampilan dalam otak mereka tentang lingkungan yang mereka
hayati.
Pada semua tahap perkembangan, setiap anak perlu memahami
lingkungan mereka. Tugas pendidikan yang berkaitan dengan hal itu
adalah memotivasi mereka untuk menyelidiki dan membangun teori-teori
yang menjelaskan lingkungan itu. Peserta didik dalam segala usia secara
aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun
pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan tidak statis tetapi secara terusmenerus tumbuh dan berubah pada saat peserta didik mendapat
pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodifikasi
pengetahuan awal mereka.
Lev Vygotsky juga mengemukakan pendapat yang sama dengan
Piaget yaitu perkembangan intelektual terjadi pada saat individu
8
9

Ibid. hal 16
Ibid. hal 17

14

berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang ketika mereka
berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman
ini.10 Peserta didik mempunyai dua tingkat perkembangan, yaitu tingkat
perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Konsep ini
disebut dengan zone of proximal development. Tingkat perkembangan
aktual didefinisikan sebagai penggunaan fungsi intelektual individu saat
ini

dan

kemampuan

untuk

belajar

sesuatu

yang

khusus

atas

kemampuannya sendiri. Sedangkan tingkat perkembangan potensial
didefinisikan sebagai tingkat ketika seorang individu dapat memfungsikan
atau mencapai tingkat itu dengan bantuan orang lain, seperti guru, orang
tua, atau teman sejawat yang kemampuannya lebih tinggi.11
3). Bruner dan Pembelajaran Penemuannya
Jerome Bruner mengajukan sebuah model pembelajaran yang
menekankan pentingnya membantu peserta didik memahami struktur atau
ide kunci dari suatu disiplin ilmu.12 Hal ini akan menuntut peserta didik
untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Pembelajaran berdasarkan
masalah juga bergantung pada konsep lain dari Bruner, yaitu scaffolding.
Bruner memberikan scaffolding sebagai suatu proses ketika seorang
peserta didik dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas
perkembangannya melalui bantuan (scaffolding) dari seorang guru atau
orang lain yang memiliki kemampuan lebih.13

a. Pengertian Problem Based Learning dan Perkembangannya
Banyak pakar pendidikan mendefinisikan Problem Based Learning
diantaranya yaitu menurut Duch, Problem Based learning adalah metode
pendidikan yang mendorong peserta didik mengenal cara belajar dan bekerjasama
dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah – masalah di dunia nyata.
Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan peserta didik
10

Ibid, hal. 17
Ibid. hal. 19
12
Ibid. hal. 20
13
Ibid. hal 22
11

15

sebelum mulai mempelajari suatu objek. Model Problem Based Learning
memfokuskan pada peserta didik dengan mengarahkan peserta didik menjadi
pembelajar yang mandiri dan terlibat langsung secara aktif. Dalam pembelajaran
kelompok model ini dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan
kemampuan berpikir peserta didik dalam mencari pemecahan masalah.14
Pengajaran

berdasarkan

masalah

merupakan

suatu

pendekatan

pembelajaran dimana peserta didik mengerjakan permasalahan yang otentik
dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri mengembangkan
inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian
dan percaya diri.15
Memecahkan masalah adalah biasa dalam kehidupan. Ini memerlukan
pemikiran. Upaya pemecahan masalah dilakukuan dengan menghubungkan
berbagai urusan yang relevan dengan masalah itu. Dalam pemecahan masalah
diperlukan waktu, adakalanya singkat adakalanya lama. Juga seringkali harus
dilalui berbagai langkah, seperti mengenal tiap unsur dalam masalah itu, mencari
hubungannya dengan aturan (rule) tertentu.16
Menurut Arends salah satu model pembelajaran yang dapat membantu
peserta didik berlatih memecahkan masalah adalah model Problem BesedLearning. Model ini merupakan pendekatan pembelajaran peserta didik pada
masalah autentik (nyata) sehingga peserta didik dapat menyusun pengetahuannya
sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang tinggi dan inkuiri,
memandirikan peserta didik, dan meningkatkan keterpecayaan dirinya.17
Problem Based Learning salah satu model pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik dengan cara menghadapkan para peserta didik tersebut dengan
berbagai

masalah

yang dihadapi

dalam

kehidupannya.

Dengan

model

pembelajaran ini, peserta didik dari sejak awal sudah dihadapkan kepada berbagai
14

Yatim Riyanto, Op.cit, hal.288
Trianto, Model – Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivisme, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2007), hal.13
16
Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), hal. 53
17
Nurhayati Abas, “Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem BasedLearning) dalam pembelajaran Matematika di SMU”, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan,
No. 051, Th. Ke-10, November 2004, hal.833
15

16

masalah kehidupan yang mungkin ditemuinya kelak pada saat mereka sudah lulus
dari bangku sekolah.18
Problem

Based-Learning

merupakan

metode

instruksional

yang

menantang peserta didik agar mau belajar bekerja sama dalam kelompok untuk
mencari solusi masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa
keingintahuan serta kemampuan analisis peserta didik atas materi pelajaran.19
Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pembelajaran dengan
pendekatan kontruktuvis, sebab disini guru berperan sebagai penyaji masalah,
penanya, mengadakan dialog, pemberi fasilitas penelitian, menyiapkan dukungan
dan dorongan yang dapat meningkatkan inkuiri dan intelektual peserta didik.20
PBL merupakan suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah
dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berfikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensi dari materi pelajaran.21
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan
bahwa model problem based-learning memfokuskan peserta didik untuk aktif
dalam kegiatan pembelajaran dan mendorong peserta didik agar lebih kreatif
dalam

memecahkan

permasalahan-permasalahan

yang

dihadapinya.

Permasalahan-permasalahan ini tentunya ada kaitannya antara materi yang
diajarkan dengan kehidupan keseharian peserta didik. Selain itu, seorang guru
berperan sebagai fasilitator yang membantu peserta didik untuk memecahkan
masalah dalam pelaksanaan penerapan model problem based-learning tersebut.

b. Manfaat Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Problem Based-Learning tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik. Problem based-

18

Abuddin Nata, Prespektif Islam tentang strategi Pembelajaran, (Jakarta: Prenada Media
Group, 2009), hal. 243
19
M. Taufik Amir, Inovasi Pendidikan Melalul ProbleBased-Learning, (Jakarta:
Kencana,2009), h. 21
20
Nurhayati Abas, Penerapan Model Pembelajaran..., h. 834
21
Nurhayati Abas, Penerapan Model Pembelajaran..., h. 833

17

learning dikembangkan untuk membantu peserta didik mengembangkan
kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar
berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman
nyata atau simulasi, dan menjadi pembelajaran yang otonom dan mandiri.
Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah
metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para peserta didik
merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek
pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya.22

c.

Karakteristik dalam Problem Based Learnin
Problem Based-Learning memiliki karakteristik-karakteristik sebagai

berikut:23
1) Belajar dimulai dengan suatu masalah
2) Memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan
dunia nyata peserta didik.
3) Mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar
disiplin ilmu.
4) Memberikah tanggung jawab yang besar kepada pembelajar dalam
membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka
sendiri.
5) Menggunakan kelompok kecil.
6) Menuntut peserta didik untuk mendemonstrasikan apa yang telah
mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja.
d. Ciri-ciri pembelajaran Problem Based-Learning (PBL)
Nurhayati mengemukakan bahwa PBL memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Mengajukan pertanyaan atau masalah.

Anwar Holil, “Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah” dari
http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/model-pembelajaran-berdasarkan-masalah.html
23
I Wayan Sadia, “Pengembangan kemampuan Berpikir Formal Siswa SMA Melalui
Penerapan Model Pembelajaran “Problem Based-Learning” dan Cyle Learning” Dalam
Pembelajaran Fisika”, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Jakarta, No.1
Th.XXXX Januari 2007, h.3
22

18

2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin.
3) Penyelidikan autentik.
4) Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya.
5) Kerja sama.
e. Tahap – tahap pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Menurut Nurhayati, pelaksanaan model pembelajaran berdasarkan masalah
meliputi lima tahapan, yaitu:24
1) Orientasi siswa terhadap masalah autentik. Pada tahap ini guru
menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan,
memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah, dan
mengajukan masalah.
2) Mengorganisasikan peserta didik. Pada tahap ini guru membagi
peserta didik ke dalam kelompok, membantu peserta didik ,mendefinisikan
dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
3) Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Pada tahap ini
guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Pada tahap ini guru
membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang
sesuai.
5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada
tahap ini guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau
evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.
Langkah – langkah yang perlu diperhatikan dalam merancang program
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sehingga proses pembelajaran
benar – benar menjadi berpusat pada siswa (student center) adalah sebagai
berikut:25
24
25

Nurhayati Abas, Penerapan Model Pembelajaran..., h. 833
I Wayan Sadia, “Pengembangan kemampuan Berpikir…., h. 6-7

19

1). Fokuskan permasalahan, sekitar pembelajaran konsep-konsep sains
yang esensial dan strategis.
2). Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi gagasannya
melalui eksperimen atau studi lapangan. Siswa akan menggali data-data
yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
3). Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengelola data yang mereka
miliki yang merupakan proses latihan metakognisi.
4). Berikan kesempatan kepada siswa untuk mempersentasikan solusisolusi yang mereka kemukakan. Penyajiannya dapat dilakukan dalam
bentuk seminar atau publikasi atau dalam bentuk penyajian poster.

f. Kelebihan pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Kelebihan penggunaan pembelajaran berdasarkan masalah adalah:26
1). Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri
menemukan konsep tersebut.
2). Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut
keterampilan berfikir siswa yang lebih tinggi.
3). Pengetahuan tertanam berdasarkan skema yang dimiliki siswa sehingga
pembelajaran lebih bermakna.
4). Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah
yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini
dapat meningkatkan motivasi dan keterkaitan pembelajaran terhadap
bahan yang dipelajari.
5). Menjadikan siswa lebih mandiri dan lebih dewasa, mampu memberi
aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang
positif diantara pembelajar.
6) Pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi
terhadap pembelajaran dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan
belajar pembelajaran dapat diharapkan.
26

Abuddin Nata, Prespektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Prenada Medi
Group, 2009), hal. 250

20

g. Kekurangan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Kekurangan penggunaan model pembelajaran berdasarkan masalah
adalah:27
1). Untuk siswa yang males tujuan dari metode tersebut tidak dapat
tercapai.
2). Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3). Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.
3. Pembelajaran Fikih
a. Pengertian Fikih
Fikih menurut bahasa adalah mengetahui, paham, mengetahui dan paham
disini yang dimaksud adalah mengetahui dan paham tentang masalah-masalah
agama. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

            

 
           
Tak sepatutnya hai orang-orang mu’min pergi semuanya (kemedan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka
beberapa orang untuk memperoleh pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. AtTaubah: 122)
Pengertian Fikih seperti yang tergambar dalam ayat di atas merupakan

pengertian yang sebenarnya. Pengertian tersebut dalam perkembangan selanjutnya
mengalami penyempitan makna. Hal ini sebagaimana dikemukakan Quraish
Shihab bahwa “Fikih yang pada mulanya dimaksudkan sebagai pengetahuan yang
menyeluruh tentang agama, mencakup hukum, keimanan, akhlak, Al-Qur’an dan
Hadis. Tetapi istilah itu kemudian dipakai khusus menyangkut pengetahuan
tentang hukum agama saja”.28

27

Kiranawati, Pembelajaran Berdasarkan Masalah, dari http://gurupkn.wordpress.com
diakses Rabu 26 Juni 2012
28

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan,1994), cet. 6, h.383

21

Dalam peristilahan Syar’i, ilmu fikih dimaksudkan sebagai ilmu yang
berbicara tentang hukum-hukum Syar’i amali (praktis) yang penetapannya
diupayakan melalui pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalilnya yang
terperinci dalam nash (Al-qur’an dan Hadis).29
Secara istilah pengertian fikih sangat beraneka ragam tergantung terhadap
siapa yang memberikan pengertian dan sesuai dengan disiplin ilmu masingmasing. Menurut para Fuqaha Fikih berarti “ Ilmu yang menerangkan hukumhukum syarah yang diperoleh dari dalil-dalil yang rinci.30
Ulama Hanafiah memberikan batasan bahwa Fikih adalah “ Ilmu yang
menerangkan segala hak dan kewajiban yang berhubungan dengan amalan para
mukalaf.31 Para pengikut Asy-Syafi’i memberikan pengertian bahwa Fikih adalah
“ Ilmu yang menerapkan segala hukum agama yang berhubungan dengan
pekerjaan para mukallaf yang dikeluarkan (diistimbatkan) dari dalil-dalil yang
rinci.32
Dikaitkan dengan proses belajar mengajar di Madrasah Tsanawiyah adalah
bagian dari mata pelajaran pendidikan agama Islam yang diarahkan untuk
menyiapkan peserta didik mengenal, memahami, menghayati, dan mengamalkan
hukum Islam yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengamalan, dan keteladanan.

b. Tujuan dan Fungsi Pembelajaran fikih
Sebagai bahan pelajaran yang diberikan pada anak didik dalam proses
belajar mengajar, mata pelajaran Fikih tentu memiliki sasaran yang ingin dicapai
sebagai tujuan. Menurut Sidi Nazar Bakry, tujuan Fikih adalah “menerapkan
hukum Islam, terhadap seluruh tindakan maupun perbuatan, perkataan, tindak-

29

Alaidin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. 1,

h. 2
30

Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), cet. 8, hal. 17
Ibid. hal. 18
32
Hasbi ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), Cet. 6, hal 26
31

22

tanduk dan sebagainya, berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya”.33
Sedangkan rumusan tujuan Fikih menurut Abdul Wahab Khallaf adalah
“Menerapkan hukum-hukum syari’at Islam bagi seluruh tindakan dan ucapan
manusia”.34
Kedua rumusan Fikih tersebut tidaklah berbeda, keduanya menghendaki
penerapan hukum syarah pada setiap tingkah laku dan ucapan mukallaf di tengah
hidup dan kehidupannya.
Fikih di Madrasah Tsanawiyah bertujuan untuk membekali peserta didik
agar dapat: (1) Mengetahui, dan memahami pokok-pokok hukum Islam secara
terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan aqli. Pengetahuan dan
pemahaman tersebut diharapkan menjadi pedoman hidup dalam kehidupan pribadi
social. (2) Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar.
Pengalaman tersebut diharapkan dapat menumbuhkan ketaatan menjalankan
hukum Islam, disiplin dan tanggung jawab sosial yang tinggi dalam kehidupan
pribadi maupun sosialnya.35
Mengenai fungsi Fikih secara umum dapat disebutkan bahwa Fikih
berfungsi: “Sebagai rujukan bagi para mukallaf untuk mengetahui syariat Islam
se