Kebiasaan makanan kopepoda siklopoida Habitat Ekologi kopepoda Apocyclops sp.

14 Telur-telur kemudian menetas menjadi nauplii Gambar 6 dan akan melalui 12 tahap dalam siklus kehidupannya Goldman Horne 1983. Gambar 6. Nauplii kopepoda siklopoida http:www.uni-oldenburg.de zoomorphplogybiology 2000, downloaded, 12 Desember 2003.

2. Kebiasaan makanan kopepoda siklopoida

Kopepoda siklopoida umumnya memakan fitoplankton dengan menyaringnya melalui rambut-rambut setae halus yang tumbuh pada appendiks tertentu yang mengelilingi mulut maksilia, atau biasanya dengan cara langsung menangkap fitoplankton dengan kaki-kaki renangnya, seperti pada jenis Thermocyclops sp., Eucyclops sp. dan Apocyclops sp. Gambar 7. Gambar 7 Organ penyaring makanan filter pada kopepoda Raymont 1980. Nannochloropsis oculata Chaetoceros sp. Syracosphaera sp. 15

3. Habitat

Menurut Raymont 1980, dari total 70 species planktonik yang hidup di perairan 5 diantaranya adalah kopepoda siklopoida. Siklopoida tersebar hampir di seluruh perairan mulai dari kedalaman laut sampai pada ketiggian di gunung Himalaya Gambar 8. Peta penyebaran kopepoda siklopoida di laut, menurut Shuvalov 1975 dalam Raymont 1980 terdapat di seluruh perairan, dimulai dari laut Atlantik Utara, Pasifik Utara, Artic, Mediteranian, Laut Hitam, Laut Merah, dan wilayah lautan tropis, serta wilayah perairan laut bagian selatan bumi. Siklopoida dapat di temukan diseluruh lapisan air, sedangkan harpatikoida umumnya terdapat di dasar perairan dan kalanoida di bagian lapisan atas atau permukaan air.

4. Ekologi kopepoda Apocyclops sp.

Apocyclops sp. merupakan jenis kopepoda siklopoida yang banyak dijumpai di perairan tropis, khususnya tambak-tambak air payau di wilayah Kota Bitung sekitar 30 km arah Manado Sulawesi Utara Rumengan et al. 1998. Kondisi suhu perairan tambak berkisar antara 26 -27 o C di pagi hari pukul 02.00 WITA dan 32 o C – 34 o C di siang hari pukul 14.00 WITA. Sedangkan salinitas perairan berkisar antara 20 – 42 ppt Mogea 1995. Selanjutnya dikatakan oleh Mogea 1995, bahwa tingginya dataran tinggi sungai estuari Permukaan laut Laut dalam Gambar 8. Habitat kopepoda siklopoida Raymont, 1980 16 salinitas pada saat bulan mati disebabkan karena penguapan yang tinggi. Perbedaan kepadatan tertinggi kopepoda di lokasi perairan tersebut terjadi pada bulan November dan Desember yakni pada perbani akhir dan kepadatan terendah pada saat bulan mati. Kepadatan yang berbeda kopepoda di perairan muara Manembo-nembo Kota Bitung tersebut diduga disebabkan oleh faktor-faktor ketersediaan makanan, kondisi lingkungan perairan, dan kehadiran predator. Jenis-jenis fitoplankton yang umum ditemukan adalah dari jenis diatom dan dinoflagellata. Mikroalga Tetraselmis sp., Chlorella sp., dan Nannochloropsis oculata Mikroalga umumnya diproduksi masal sebagai pakan untuk zooplankton rotifer, kopepoda, Artemia dan lain-lain dan sebagai pakan alami pada tahap awal masa perkembangan larva ikan dan udang Coutteau dalam Lavens Sorgeloos 1996. Disamping penggunaannya dalam metode “green-water” untuk pemeliharaan larva dalam wadah tangki terkontrol, yang diyakini oleh para ahli memiliki kemampuan dalam mempertahankan kualitas air, penyumbang nutrisi bagi larva dan kontrol mikroba. Brown 2001 melaporkan bahwa di Australia penggunaan mikroalga menjadi faktor kunci dalam produksi larva tiram mutiara dan pasifik, udang, ‘barramundi’, dan juvenile abalone, serta species-species penting lainya. Selama bebrapa tahun terakhir, lebih dari seratus jenis mikroalga telah diuji coba sebagai pakan alami untuk larva, namun tidak lebih dari 20 jenis saja yang diketahui baik sebagai pakan dan secara luas digunakan pada pembenihan hatchery di seluruh dunia. Selanjutnya dikatakan oleh Brown 2001, bahwa mikroalga sebagai pakan memiliki syarat harus dapat dicerna paling tidak berukuran 1 – 15 mikron untuk jenis ‘filter feeder, mudah diserap, cepat bertumbuh, gampang dikultur masal, dan juga stabil dalam situasi fluktuasi suhu, cahaya dan faktor-faktor lainnya pada kondisi sistem atau model kultur yang dipakai di hatchery. Pada akhirnya, mikroalga pakan tersebut harus memiliki komposisi nutrisi atau zat gizi yang baik dan tidak mengandung atau membawa toksin racun. Sementara menurut Coutteau dalam Lavens Sorgeloos 1996, sampai saat ini telah lebih dari 40 jenis mikroalga yang telah dikultur secara intensif pada usaha pembenihan. Dari sekian banyak jenis mikroalga tersebut yang banyak digunakan sebagai pakan alami dalam skala usaha budidaya air laut komersil diantaranya adalah dari jenis diatom, dinoflagelata dan alga hijau Tabel 3. 17 Tabel 3 Mikroalga yang umum dikultur secara masal sebagai pakan alami di panti-panti pembenihan ikan Coutteau dalam Lavens Sorgeloos 1996; De Pauw Persoone 1988. Klas Genus Aplikasi • Bacillariophyceae Diatom • Haptophyceae • Chrysophyceae • Prasinophyceae • Cryptophyceae • Xantophyceae • Chlorophyceae • Cyanophyceae - Skletonema spp. - Thalassiosira - Phaedactylum - Chaetoceros - Cylindrotheca - Bellerochea - Actinocyclus - Nitzchia - Cyclotella - Isochrysis - Pseudoissochrysis - Dicrateria - Monochrysis - Tetraselmis sp. Platymonas - Pyramimonas - Micromonas - Chroomonas - Cryptomonas - Rhodomonas - Chlamydomonas - Chlorococcum - Olisthodiscus - Carteria - Dunaliella - Chlorella spp. - Nannochloropsis oculata - Spirulina - PL, BL, BP - PL, BL, BP - PL, BL, BP, ML, BS - PL, BL, BP, BS - PL - BP - BP - BS - BS - PL, BL, BP, ML, BS - BL, BP, ML - BP - BL, BP, BS, MR - PL, BL, BP, AL, BS, MR, SC - BL, BP - BP - BP - BP - BL, BP - BL, BP, FZ, MR, BS - BP - BP - BP - BP, BS, MR - BS, SC, MR - BS, SC, MR - PL, BP, BS, Keterangan : PL, Larva udang penaid; BL, larva moluska bivalve; ML, larva udang air tawar; BP, postlarva moluska bivalve; AL, larva abalone; MR, rotifer Brachionus; BS, Artemia; SC, kopepoda laut; FZ, zooplankton air tawar. Menurut Coutteau dalam Lavens Sorgeloos 1996, produksi mikroalga dalam skala besar kultur masal secara umum menggunakan beberapa metode berikut , yaitu : 1. Metode di dalamdi luar ruangan “indooroutdoor”; 2. Metode terbukatertutup “openclosed”; 3. Metode steril “AxenicNon-axenic”; 4. Metode batch; kontinu; dan semi-kontinu. 18 Adapun kelebihan dan kelemahan beberapa metode kultur mikroalga pakan disajikan pada Tabel 4 berikut ini : Tabel 4 Kelebihan dan kelemahan beberapa metode kultur mikroalga Coutteau dalam Lavens Sorgeloos 1996. Metode Kultur Kelebihan Kelemahan Indoor dalam ruangan Terkontrol Mahal Outdoor luar ruangan Murah Kurang terkontrol Terbuka open Murah Mudah terkontaminasi Tertutup closed Kontaminan dapat dideteksi terkontrol Mahal Axenic Terprediksi, Sukar, mahal Non-axenic Murah, mudah pengoperasiannya - Batch Mudah, Kurang efisien, kualitas kurang konsisten Kontinu Efisien, otomatis, laju produksi tinggi tiap skala waktu, kualitas sel yang dihasilkan sangat konsisten Sukar, biasanya hanya pada produksi skala kecil, peralatan yang digunakan mahal, kompleks. Semi-kontinu Mudah, efisien pada item tertentu Kualitas sel yang dihasilkan tidak menentu, kurang Namun, dari semua metode kultur mikroalga yang umum dipakai adalah “Batch- Culture”. Menurut Coutteau dalam Lavens Sorgeloos 1996, metode ini umum digunakan karena prosedur pengoperasiannya yang sederhana simpel. 19 Gambar 9 Metode Batch Untuk Kultur Mikroalga Lee Tamaru 1983 dalam Lavens Sorgeloos 1986. 1 . Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan mikroalga yang tergolong sebagai alga biru-hijau Cyanophyceae yang memiliki flagella sehingga dapat bergerak aktif Gambar 10. Menurut Isnansetyo Kurniastuty 1995 klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut : Filum : Chlorophyta Klas : Prasinophyceae Ordo : Pyramimonadales Genus : Tetraselmis Species : T. chuii, T. tetrathele, T. suecica. 2 5 0 m l 2 l l 1 0 0 l 1 0 l 2 5 0 l 5 0 0 l 20 Adapun morfologi dan karaketristik mikroalga Tetraselmis spp. antara lain adalah: • Merupakan alga bersel tunggal dengan empat buah flagella yang berwarna hijau green flagella sehingga mampu bergerak aktif. • Khlorofil merupakan pigmen yang dominan dikandungnya sehingga mikroalga ini berwarana hijau dengan dipenuhi plastida kloroplast. • Tetraselmis sp. memiliki ukuran sel sebesar 9 – 14 milimikron Marini 2002. • Dinding sel terbentuk dari selulosa dan pektosa. • pH optimum 6.9 – 8.0 Marini 2002 • Memiliki kisaran toleransi salinitas antara 15 – 36 ppt. • Kisaran suhu untuk pertumbuhannya adalah 15 o – 36 o C. Sedangkan optimum suhunya adalah 20° - 24 o C. • Kondisi pencahayaan berkisar antara 1.000 – 20.000 lux Marini 2002. • Reproduksi secara akseksual mitosis dan dapat juga secara seksual meosis. Gambar 10 Mikroalga Tetraselmis sp.

2. Chlorella sp.