Pengembangan kayu manis di daerah Sumatera Barat diarahkan pada perluasan areal penanaman kayu manis yang dikelola oleh rakyat. Akan tetapi
permasalahan yang dihadapi saat ini yaitu rendahnya mutu kulit kayu manis serta kurangnya informasi pasar pada tingkat petani, dan belum adanya industri
pengolahan kayu manis. Keadaan ini menyebabkan petani tidak menganggap tanaman kayu manis sebagai usaha yang produktif untuk meningkatkan
pendapatan dan devisa negara. Untuk memperluas daya saing komoditi kayu manis di pasar ekspor, maka
diperlukan usaha untuk diversifikasi produk dengan memproduksi kayu manis dalam bentuk olahan, sehingga tidak hanya diekspor dalam bentuk gulungan kulit
kering kayu manis seperti yang selama ini dilakukan. Karena itu pengembangan agroindustri pengolahan kayu manis menjadi strategis baik untuk menghadapi
persaingan pasar maupun untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi komoditi kayu manis. Sehingga pada akhirnya petani kayu manis akan semakin merasakan
manfaat kegiatan produksinya. Dengan berkembangnya industri makanan dan minuman maka telah
dikembangkan produk bubuk kayu manis, sedangkan minyak atsiri kayu manis telah lama diproduksi terutama di Ceylon dan Cina. Di Indonesia produksi minyak
atsiri kayu manis baru dalam taraf pengembangan. Harga minyak atsiri kayu manis selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun, namun harganya relatif tinggi
dibandingkan dengan minyak atsiri lainnya. Melihat besarnya potensi kulit kayu manis di daerah Sumatera Barat, maka
perlu dikaji kelayakan pendirian industri pedesaan untuk pengolahan minyak atsiri kayu manis. Dengan adanya industri olahan kayu manis, baik dalam bentuk
industri skala kecil atau menengah, akan memberikan kepastian pasar bagi petani sehingga akan mendorong petani untuk lebih meningkatkan produksi dengan
menambah luas areal penanamannya. Selain itu pihak industri juga dapat melakukan pembinaan mutu bagi petani dengan memberikan penekanan terhadap
standar mutu tertentu bagi kulit kayu manis yang dihasilkan oleh petani, sehingga diharapkan petani akan berusaha memenuhi spesifikasi mutu yang ditetapkan
dengan harga jual yang lebih baik.
Agar bisa berkembang, industri pedesaan sebagai industri kecil menengah yang berada di desa memerlukan dukungan teknologi yang baik. Pemilihan
teknologi yang sesuai dengan lingkungan sosial masyarakat akan sangat menunjang usaha tersebut. Tingkat teknologi yang dibutuhkan tergantung pada
sumberdaya alam dan manusia, kemampuan teknologi yang dimiliki oleh industri, modal dan keadaan sosial masyarakat sekitar. Dengan demikian
pendayagunaan potensi industri kecil dapat dilaksanakan sejalan dengan usaha pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah : 1.
Mengkaji potensi pengembangan industri pengolahan kulit kayu manis. 2.
Menentukan teknologi proses yang tepat untuk industri pengolahan kulit kayu manis.
3. Menetapkan tingkat kelayakan yang menguntungkan untuk pengembangan
industri pengolahan kulit kayu manis.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup kajian pengembangan industri pengolahan kayu manis di daerah Sumatera Barat meliputi :
1. Melakukan kajian diversifikasi produk kayu manis.
2. Analisis struktur biaya dalam usaha pengolahan kayu manis yaitu
pengkajian pada struktur biaya usaha tani dan pengolahan pasca panen kayu manis pada tingkat petani, analisis tata niaga dan harga pada tingkat
petani, pedagang pengumpul dan pihak eksportir. 3.
Kajian teknologi proses pengolahan kayu manis ditinjau dari segi teknis dan skala indsutri
4. Analisis finansial untuk mengetahui kelayakan pendirian industri
pengolahan kayu manis.
Hipotesis
Pengembangan industri pengolahan kayu manis pada skala kecil dapat meningkatkan pendapatan petani kulit kayu manis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Tanaman Kayu Manis Cinnamomum sp
Tanaman kayu manis Cinnamomum sp termasuk ke dalam famili Lauraceae yang terdiri dari 47 marga dan lebih dari 1900 species yang berbentuk
pohon-pohonan dan semak. Dalam perdagangan yang terkenal antara lain Cinnamomum zeylanicum
yang berasal dari pulau Ceylon Srilangka, Cinnamomum cassia
yang berasal dari Birma dan banyak ditanam di Cina dan Cinnamomum burmanii
yang berasal dari Indonesia, dalam perdagangan lebih dikenal sebagai casiavera eks Padang Rismunandar, 1993
Penanaman kayu manis yang terbesar di Indonesia adalah di daeah Sumatera Barat. Di daeah ini, tanaman ditemukan umumnya di ketinggian 600 –
1200 m dari permukaan laut. Meskipun begitu, di daerah dataran rendah masih ditemukan tanaman kayu manis. Pada umumnya tanaman yang ditanam di daerah
dataran rendah pertumbuhannya lebih cepat daripada tanaman yang ditanam di daerah dataran tinggi, tetapi tebal kulit dan aromanya tidak sebaik tanaman yang
ditanam di daerah dataran tinggi Muhammad, 1973. Tanaman ini tumbuh baik di daerah lembab, dengan curah hujan antara 2000-2500 mm per tahun, dan keadaan
tanah yang banyak mengandung humus, tanah gembur dan berpasir, serta tidak ada genangan air Rismunandar, 1993.
Daun kayu manis kecil dan kaku dengan pucuk berwarna merah. Umumnya tanaman yang tumbuh di dataran tinggi warna pucuknya lebih merah
dibanding di dataran rendah. Kulitnya abu-abu dengan aroma khas dan rasanya manis Rismunandar, 1993.
Perkembangbiakan tanaman kayu manis dapat dilakukan melalui biji dan sirung. Biji diperoleh dari pohon yang sengaja diperuntukkan sebagai pohon
induk. Sedangkan bibit yang berbentuk sirung adalah yang berasal dari tunas akar. Tunas diperoleh dari tunggul-tunggul bekas pemotongan batang pokok. Pada saat
nampak tumbuh tunas-tunas baru, tunggul ditimbun dengan tanah. Dengan penimbunan ini tunas-tunas tersebut akan mengeluarkan akar Rismunandar,
1993. Pemindahan tunas dilakukan pada umur 1-2 tahun setelah pemotongan.
Umumnya petani lebih banyak menggunakan bibit sirung dibandingkan dengan
bibit yang berasal dari biji, karena bibit sirung lebih cepat menghasilkan kulit pertama Gusmailina, 1995.
Waktu panen umumnya tergantung pada beberapa faktor antara lain kesuburan lahan, perkembangan iklim selama pertumbuhan awal dan ketinggian
tempat dari permukaan laut. Semakin muda tanaman dipanen, semakin rendah mutu kulit yang dihasilkan. Makin tua umur tanaman dipanen, makin tebal kulit
yang diperoleh, makin tinggi produksi dan makin tinggi pula mutu kulit yang dihasilkan. Tidak ada suatu kriteria yang menyatakan kapan suatu pohon kayu
manis dapat dipanen, salah satu syarat yang dapat dipakai adalah apabila kulit batang pada bagian luar sudah berwarna keabu-abuan maka pada saat itu kayu
manis telah dapat dipanen Gusmailina, 1995. Menurut anjuran Dinas Perkebunan Daerah Tingkat I Sumatera Barat,
pemungutan hasil dapat dilakukan sebagai berikut: pada umur 6 tahun dilakukan panen pertama yang diutamakan untuk penjarangan tahap pertama, pada umur 10
tahun dilakukan panen kedua yang dimaksudkan untuk penjarangan tahap kedua dan pada umur 15 tahun dilakukan panen yang sesungguhnya. Pohon yang
dipotong pada umur lebih dari delapan tahun hasilnya empat kali lipat dibandingkan dengan bila dipotong pada umur kurang dari delapan tahun
Rismunandar, 1993. Menurut Rismunandar 1993, sistem panen kayu manis yang biasa
dilakukan petani adalah : a.
Sistem tebang langsung. Pada sistem ini pohon ditebang langsung pada pangkal pohon kira-kira 5 cm dari permukaan tanah. Setelah itu baru
dikelupas kulitnya. b.
Sistem situmbuk. Pada sistem ini pohon dikuliti melingkari seluruh batang pada ketinggian 5 cm di atas leher akar. Kemudian seluruh kulit batang ini
dikelupas hingga setinggi 80 – 100 cm. Penebangan dilakukan dua bulan kemudian.
c. Sistem pohon dipukul. Pada sistem ini sekitar dua bulan sebelum
penebangan, kulit pohon dipukuli hingga memar. Sebagai reaksi akan tumbuh kulit baru yang akan menyambung retakan-retakan pada kulit. Hasil
dari pembengkakan karena dipukuli ini adalah kulit menjadi lebih tebal.
d. Sistem vietnam. Pada sistem ini kulit dikelupas bentuk bujur sangkar
berukuran 10 x 10 cm berselang seling. Setelah luka pada batang tertutup kembali oleh kulit baru, maka kemudian sisa kulit dapat diambil.
Cara panen dengan mengupas atau menguliti tanpa menebang pohon, memberikan dampak yang baik ditinjau dari sudut produksi. Panen dapat
dipersiapkan karena kulit akan menutup kembali setelah dua tahun sehingga panen dapat berkelanjutan. Hasil juga akan meningkat karena kulit batang selalu
bertambah, dan tidak diperlukan bibit baru. Setelah pohon mencapai umur lebih dari sepuluh tahun, panen dapat dilakukan dengan cara ditebang Towaha dan
Indriati, 2008. Saat yang paling baik untuk memotong batang kayu manis adalah pada
waktu kulitnya mudah mengelupas. Keadaan ini hanya bisa dicapai setelah pohon kayu manis mengalami kekeringan beberapa waktu yang disusul oleh musim
hujan Rismunandar, 1993. Kulit kayu manis yang terbaik diperoleh dari batang, makin besar batang makin banyak kulit kayu manis yang diperoleh. Sedangkan
kulit yang berasal dari cabang mempunyai kualitas yang lebih rendah, oleh karena itu diusahakan sedapat mungkin agar percabangannya sedikit Muhammad, 1973.
Tanaman kayu manis dengan batang yang sedang akan menghasilkan kulit batang sebanyak lebih kurang 3 kg dan ½ kg kulit cabang. Pada tanaman yang
berumur 10 tahun dapat menghasilkan lebih kurang 3 – 5 kg atau dengan jarak tanam 4x4 m akan menghasilkan lebih kurang 2000 kg kulit kayu manis kering
per hektar. Bobot kering kulit kayu manis adalah 50 dari bobot basar Muhammad, 1973.
Komposisi Kulit Kayu Manis
Kulit kayu manis kering pada umumnya mengandung minyak atsiri, pati, protein dan lain-lain. Aroma kulit kayu manis berasal dari minyak atsiri. Minyak
atsiri kayu manis berada di seluruh bagian tanaman, mulai dari akar, batang, hingga daun dan bunga. Pada kulit kayu manis masih banyak terdapat komponen
kimia seperti damar, pelekat, tanin zat penyamak, gula, kalsium, oksalat dan cumarin Rismunandar, 1993.