Neraca hayati dan pemangsaan curinus coeruleus mulsant pada kutu putih tanaman pepaya paracoccus marginatus williams

NERACA HAYATI DAN PEMANGSAAN Curinus coeruleus
Mulsant (COLEOPTERA: COCCINELLIDAE) PADA KUTU
PUTIH PEPAYA, Paracoccus marginatus Williams & Granara de
Willink (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE)

NUR PRAMAYUDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Neraca Hayati dan Pemangsaan
Curinus coeruleus Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae) pada Kutu Putih Pepaya,
Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera:
Pseudococcidae)” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2010

Nur Pramayudi
NRP A351070051

ABSTRACT

NUR PRAMAYUDI. Life Table and Predation of Curinus coeruleus Mulsant
(Coleoptera: Coccinellidae) on Papaya Mealybug, Paracoccus marginatus
Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae). Under direction of
DADAN HINDAYANA and AUNU RAUF.
Papaya mealybug, Paracoccus marginatus, is a new invasive pest causing
heavy damage on papaya in Indonesia since 2008. One of its natural enemies
found in the field was a lady beetle Curinus coeruleus. Studies were conducted in
laboratory with the objectives to determine life history and life table parameters as
well as predation rate on the papaya mealybug. Our studies revealed that eggs of
C. coeruleus hatched in 7,00 days. Development of larval instar I took 6,06 days,

instar II 5,5 days, instar III 6,11 days, and instar IV 8,43 days. The pupal stage
was 6,66 days. The longevity of male adult was 49,08 days, while of female was
76,99 days. Number of eggs laid by a single female averaged 145,68. The sex
ratio of male to female was 1 : 3. Life table study indicated gross reproductive rate
(GRR) was 101,934, net reproductive rate (Ro) 93,776, intrinsic rate of increase
(r) 0,073, mean generation time (T) 62,461 days, doubling time (Dt) 9,534
days, and finite rate of increase () was 1,075. In no-choice test, significantly (p <
0,001) higher number of nymphal instar I of mealybug were preyed as compared
to other instars. Similarly, in free choice test, the predator significantly preferred
nymphal instar I of mealybug. None of adult female of papaya mealybugs were
preyed by the predator in free-choice test. At the density of 1 ovisac per plant,
mortality of plants occurred 30 days after infestation; while at density of 4
ovisacs, plant mortality occurred 10 days after infestation. The presence of 1
larval predator instar IV could not prevent plant mortality. Study is needed to
determine the density of predator that could reduce pest infestation.
Key words: Papaya, predator, mealybug, Curinus coeruleus, Paraccocus
marginatus, life table.

RINGKASAN


NUR PRAMAYUDI. Neraca Hayati dan Pemangsaan Curinus coeruleus Mulsant
(Coleoptera: Coccinellidae) pada Kutu Putih Pepaya, Paracoccus marginatus
Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae). Dibimbing oleh
DADAN HINDAYANA dan AUNU RAUF.
Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink
(Hemiptera: Pseudococcidae) adalah hama pendatang baru, yang sejak tahun 2008
banyak menimbulkan kerusakan berat pada pertanaman papaya di Indonesia.
Salah satu musuh alami yang dijumpai di lapangan adalah kumbang predator
Curinus coeruleus Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae). Penelitian bertujuan
untuk mempelajari masa perkembangan, neraca hayati, serta perilaku pemangsaan
dari predator ini pada kutu putih pepaya. Untuk menentukan masa perkembangan
dan neraca hayati, 100 butir telur C. coeruleus hasil pembiakan pada kutu putih
pepaya dipelihara secara individu pada cawan petri. Setelah telur menetas, larva
dan dewasa yang terbentuk diberi mangsa kutu P. marginatus. Pengamatan
dilakukan setiap hari untuk menjaga agar mangsa tetap tersedia dalam jumlah
yang cukup, serta untuk mencatat saat penetasan telur, pergantian kulit,
pembentukan pupa, kemunculan imago, saat dan jumlah telur yang diletakkan,
serta saat kematian. Preferensi pemangsaan terhadap berbagai instar kutu putih
dikaji melalui uji tanpa pilihan dan uji pilihan bebas. Pada uji tanpa pilihan,
setiap cawan petri diinokulasi dengan nimfa instar I, II, III, dan imago P.

marginatus masing-masing 20 ekor. Pada uji pilihan bebas, setiap cawan petri
diinokulasi secara bersama dengan masing-masing 10 ekor nimfa instar I, II, III,
dan imago kutu putih. Kemudian kedalam tiap cawan petri dimasukkan masingmasing satu ekor instar I, II, III, IV, dan imago C. coeruleus. Sebelum percobaan
pemangsaan, predator dilaparkan terlebih dahulu selama 24 jam. Percobaan
diulang sebanyak 10 kali. Banyaknya kutu putih yang dimangsa dicatat pada akhir
percobaan. Perbedaan tingkat pemangsaan pada berbagai instar diperiksa melalui
analisis ragam.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa stadium telur C. coeruleus
berlangsung selama 7±0,55 hari, larva instar I 6,06±0,53 hari, instar II 5,5±0,52
hari, instar III 6,11±0,54 hari, instar IV 8,43±0,68 hari, dan pupa 6,66 ±0,89 hari.
Lama hidup imago jantan 49,08±2,02 hari, sedangkan betina lebih lama yaitu
76,99±4,99 hari. Semasa hidupnya, seekor betina mampu meletakkan sebanyak
145,68±21,73 butir telur. Masa pra-oviposisi 10,57±1,61 hari, masa oviposisi
30,26±2,91 hari, dan masa pasca-oviposisi 24,58±17,55 hari. Nisbah kelamin
jantan terhadap betina adalah 1:3. Penelitian neraca hayati menunjukkan laju
reproduksi kotor (GRR) kumbang C. coeruleus adalah 101,934, laju reproduksi
bersih (Ro) 93,776, laju pertambahan intrinsik (r) 0,073, rataan masa generasi (T)
62,461 hari, masa penggandaan (Dt) 9,534 hari, dan laju pertambahan terbatas
() 1,075.. Nilai reproduksi tertinggi (Vx) dicapai oleh betina dewasa pada umur
10 hari, dan jumlah total nilai reproduksi untuk seluruh umur adalah 1335,42.

Kurva sintasan (lx) tergolong tipe I. Pada uji tanpa pilihan, seluruh instar predator
secara nyata (P < 0,001) lebih banyak memangsa nimfa instar I. Begitu pula pada
uji pilihan bebas, nimfa kutu putih instar I lebih banyak yang dimangsa oleh setiap

predator dibandingkan nimfa instar lainnya (P < 0,001). Tingkat pemangsaan yang
lebih tinggi diperlihatkan oleh larva predator instar III dan IV. Kemampuan
memangsa menurun setelah larva predator berubah menjadi imago. Pada uji
pilihan bebas, tidak ada imago betina kutu putih pepaya yang dimangsa oleh
predator. Hasil pengamatan tambahan mengungkapkan bahwa predator C.
coeruleus dapat memangsa telur-telur yang terbungkus dalam ovisak. Pada
kerapatan 1 ovisak per tanaman, kematian tanaman terjadi dalam waktu 30 hari
setelah infestasi; sementara pada kerapatan 4 ovisak kematian tanaman terjadi
dalam waktu 10 hari setelah infestasi. Keberadaan 1 ekor predator larva instar IV
per tanaman tidak mampu menghentikan kerusakan dan kematian tanaman.
Kiranya perlu dilakukan penelitian untuk menentukan kerapatan predator yang
yang dapat menekan perkembangan populasi dan serangan kutu putih pepaya.
Kata kunci: Pepaya, predator , kutu putih pepaya, Curinus coeruleus, Paracoccus
marginatus, neraca hayati.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

NERACA HAYATI DAN PEMANGSAAN Curinus coeruleus
Mulsant (COLEOPTERA: COCCINELLIDAE) PADA KUTU
PUTIH PEPAYA, Paracoccus marginatus Williams & Granara de
Willink (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE)

NUR PRAMAYUDI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada

Mayor Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Ruly Anwar, MSi.

Judul Tesis

Nama Mahasiswa
NRP

: Neraca Hayati dan Pemangsaan Curinus coeruleus
Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae) pada Kutu Putih
Pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de
Willink (Hemiptera: Pseudococcidae)
: Nur Pramayudi
: A351070051


Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dadan Hindayana
Ketua

Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc.
Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Entomologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si.

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.


Tanggal ujian:

Tanggal lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian adalah Curinus coeruleus dan Paracoccus marginatus, dengan
judul Neraca Hayati dan Pemangsaan Curinus coeruleus Mulsant (Coleoptera:
Coccinellidae) pada Kutu Putih Pepaya, Paracoccus marginatus Williams &
Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae). Penelitian ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.
Bapak Dr. Ir. Dadan Hindayana sebagai ketua komisi pembimbing dan guru
yang telah memberikan keteladanan arti sebuah ilmu pengetahuan. Terima
kasih juga disampaikan atas segala arahan, bimbingan, motivasi, dan ide-ide
cerdas yang diberikan kepada penulis sejak penyusunan proposal sampai

selesainya penyusunan tesis.
2.
Bapak Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing,
yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi, dan
masukan selama penyusunan proposal sampai selesainya penyusunan tesis.
3.
Bapak Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si. yang telah bersedia menjadi dosen penguji
tamu dan banyak memberikan saran-saran pada perbaikan tesis.
4.
Bapak Wawan dan Bapak Sodik dari Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, yang telah banyak memberikan
pendidikan informal tentang pemeliharaan predator C. coeruleus dan
budidaya tanaman pepaya selama penelitian.
5.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, Istri tercinta,
anak-anakku Azizul Wustha dan Nurul Izzah serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya.
6.
Hendrival, Nuriadi, Dendi Juliandi, Rachmawati, Warastin Puji Mardiasih,
Lindung Tri Puspasari, Fairuz Nafiz, Wilna Sari, Lydia M Ivakdalam,

Rahmini, Bagus Kukuh Udiarto, dan Fardedi atas segala bantuan intelektual
dan teknisnya selama penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Mei 2010
Nur Pramayudi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Morawa pada tanggal 13 Oktober 1980,
merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Dirhamsyah dan
Ibu Yurni Idrus. Tahun 1998 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri I
Tanjung Morawa. Pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Syiah
Kuala Banda Aceh melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN)
di Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan dan selesai tahun 2004. Selama
perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan Himpunan Mahasiswa Perlindungan
Tanaman (HIMAPTA).
Pada tahun 2007 penulis memperoleh Beasiswa Pendidikan Pascasarjana
(BPPS) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan
Nasional Republik Indonesia untuk mengikuti pendidikan Pascasarjana (S2) di
Program Mayor Entomologi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Agroteknologi, Fakultas
Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh sejak tahun 2006.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................

xv

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................

xvi

PENDAHULUAN ........................................................................................

1

Latar Belakang ....................................................................................

1

Tujuan Penelitian.................................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................

4

Paracoccus marginatus .......................................................................

4

Curinus coeruleus................................................................................

6

Neraca Hayati ......................................................................................

7

Pemangsaan.........................................................................................

9

BAHAN DAN METODE .............................................................................

11

Survei Curinus coeruleues dan P. marginatus.....................................

11

Pembiakan Curinus coeruleues dan P. marginatus...............................

11

Perkembangan, Sintasan, dan Reproduksi Curinus coeruleues ............

11

Uji Preferensi Pemangsaan C. coeruleues terhadap berbagai Instar
P. marginatus ......................................................................................

12

Pengaruh Kehadiran Predator C. coeruleues terhadap Tanaman ..........

13

HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................

14

Hasil ....................................................................................................

14

Masa Perkembangan...................................................................
Neraca Hayati.............................................................................
Preferensi Pemangsaan ...............................................................
Pengaruh Kerapatan Ovisak terhadap Kematian Tanaman ..........

14
14
16
18

Pembahasan.........................................................................................

19

Masa Perkembangan...................................................................
Neraca Hayati.............................................................................
Preferensi Pemangsaan ...............................................................
Pengaruh Kerapatan Ovisak terhadap Kematian Tanaman ..........

19
19
22
24

SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................

26

Simpulan .............................................................................................

26

Saran ...................................................................................................

26

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

27

LAMPIRAN .................................................................................................

30

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6

Halaman
Peubah-peubah dalam neraca hayati.....................................................
8
Ciri-ciri jenis pemangsa ....................................................................... 10
Masa perkembangan (hari) C. coeruleus pada kutu putih pepaya .........
14
Parameter neraca hayati C.coeruleus pada mangsa P. marginatus ....... 15
Preferensi berbagai instar predator C. coeruleus terhadap berbagai
instar kutu putih pepaya pada uji tanpa pilihan..................................... 17
Preferensi berbagai instar predator C. coeruleus terhadap berbagai
instar kutu putih pepaya pada uji pilihan bebas .................................... 17

DAFTAR GAMBAR

1

2
3
4
5
6

Halaman
Kurungan pemeliharaan P. Marginatus (A). Lipatan kertas karton
tempat peletakan telur C. coeruleus (B). Susunan cawan petri pada
percobaan neraca hayati (C)................................................................. 13
Kurva sintasan spesifik umur (lx) jantan dan betina dewasa .................
15
Kurva nilai reproduksi spesifik umur (Vx) C. coeruleus .....................
16
Kurva produksi telur harian (mx) C. coeruleus .................................... 16
Hubungan antara kerapatan ovisak dan saat kematian tanaman ............
18
Larva C. coeruleus instar II sedang memangsa larva P. marginatus
(A) instar III. Kondisi tanaman pepaya 20 hari setelah aplikasi 1
ovisak (B) Kondisi tnaman pepaya 30 hari setelah aplikasi ovisak ..... 25

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Neraca hayati Curinus coeruleus pada Paracoccus marginatus.....................
31

1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink
(Hemiptera: Pseudococcidae), merupakan salah satu spesies serangga hama
penting pada berbagai jenis tanaman buah-buahan, sayuran, dan tanaman hias.
Kutu putih ini merupakan hama pendatang baru, yang sejak tahun 2008 banyak
menimbulkan kerusakan berat pada pertanaman papaya di Indonesia dan sangat
aktif pada cuaca panas dan kering. Tanaman inangnya meliputi tanaman pepaya
(Carica papaya L.), jeruk (Citrus sp. L.), alpukat (Persea americana P. Mill.),
terung (Solanum melongena L.), hibiskus (Hibiscus sp. L.), kamboja (Plumeria
sp. L.), dan ekor kucing (Acalypha sp. L.) (Miller & Miller 2002). Hama tersebut
mengisap cairan tanaman dengan cara menusukkan stilet ke dalam epidermis
daun, batang, dan buah. Selain itu, hama tersebut juga memasukkan substansi
racun ke dalam daun. Aktivitas hama tersebut mengakibatkan daun mengalami
klorosis, tanaman berhenti tumbuh, daun gagal terbentuk, daun dan buah gugur
dini, embun madu banyak ditemukan, dan tanaman kemudian mati. Infestasi yang
berat membuat buah tidak dapat dimakan karena terbentuknya lapisan lilin putih
yang tebal (Walker et al. 2003).
P. marginatus merupakan spesies asli Meksiko dan Amerika Tengah yang
dewasa ini sudah tersebar di beberapa negara tropis. P. marginatus dideskripsikan
pertama kali oleh Williams and Granara de Willink pada tahun 1992 dari kawasan
neotropis di Belize, Kosta Rika, Guatemala, dan Meksiko. Pada tahun 1994, P.
marginatus berkembang menjadi hama pepaya di empat belas negara di kawasan
Karibia, antara lain Guam dan Republik Palau. Sebaran hama tersebut meluas
sampai Florida pada tahun 1998 dan Illionis pada tahun 2001 (Miller et al. 1999;
Walker et al. 2003). Pada pertengahan tahun 2008 lalu, kasus serangan P.
marginatus pada tanaman pepaya tercatat di Indonesia, tepatnya di Kecamatan
Sukaraja, Kabupaten Bogor (Muniappan et al. 2008).
Pengendalian

P. marginatus yang dilakukan di negara-negara

benua

Amerika di atas adalah melalui metode kimiawi dan juga dengan musuh alami.
Metode kimiawi meliputi aplikasi insektisida dengan bahan aktif antara lain
asefat, karbaril, klorpirifos, diazinon, dimetoat, malation, dan minyak mineral.

2
Oleh karena timbulnya kekhawatiran terhadap dampak buruk insektisida,maka
pengendalian

secara

kimiawi

bukan

merupakan

pilihan

utama

dalam

mengendalikan hama kutu putih (Walker et al. 2003).
Metode pengendalian dengan musuh alami yang pernah diujicobakan antara
lain dengan parasitoid dari famili Encyrtidae (Hymenoptera) yaitu Acerophagus
papayae, Anagyrus loecki, Pseudleptomastix mexicana (Meyerdirk et al. 2004;
Muniappan et al. 2008). Selain parasitoid, kumbang predator, misalnya : Curinus
coeruleus Mulsant, juga dimanfaatkan sebagai musuh alami bagi berbagai hama,
antara lain kutu putih kelapa (Nipaecoccus nipae (Maskell)), kutuloncat
(Heteropsylla cubana Crawford), Diaphorina citri, bahkan telur Aedes albopictus
(Skuse) (Yang 2006, Hodek & Honěk 2009).
Studi mengenai potensi C. coeruleus sebagai agen pengendali hayati juga
telah dilakukan di laboratorium. Pemangsaan C. coeruleus terhadap H. cubana
ternyata lebih tinggi daripada terhadap Aspidiotus destructor (Hemiptera:
Diaspididae) dan Planococcus citri (Hemiptera: Pseudococcidae) (Yasin 2006).
Selain itu, untuk tujuan pembiakan massal, studi pemangsaan C. coeruleus juga
dilakukan terhadap telur Aedes albopictus (Diptera: Culicidae) (Yang 2006).
Curinus coeruleus berasal dari Kolombia, Trinidad. Spesies tersebut
diintroduksi pertama kali dari Hawaii ke Indonesia untuk mengendalikan populasi
hama H. cubana pada tahun 1986 dan dapat menetap dengan baik pada 1987
(USAID 1992). Di Indonesia, studi biologi spesies predator tersebut telah
dilakukan antara lain pada mangsa kutu loncat H. cubana (Rauf dkk. 1989), Aphis,
Planacoccus, Orthezia (Akhmad 1988). Sementara itu, Heu et al. (2007)
menyebutkan bahwa C. coeruleus juga ditemukan memangsa koloni kutu putih
papaya P. marginatus. Pengetahuan biologi dan potensi pemangsaan C. coeruleus
terhadap P. marginatus pada tanaman pepaya di Indonesia belum diketahui.
Dengan demikian, pengetahuan biologi dan perilaku serangga predator C.
coeruleus pada hama kutu putih pepaya P. marginatus sangat diperlukan dalam
upaya menyusun strategi pengendalian hama kutu putih pepaya di Indonesia.

3
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mempelajari masa perkembangan dan keperidian
serta menentukan parameter neraca hayati predator C. coeruleus pada mangsa
kutu putih pepaya. Selain itu, penelitian bertujuan untuk mengukur preferensi
predator terhadap berbagai instar kutu putih pepaya, serta mempelajari kehadiran
predator terhadap penekanan kerusakan tanaman.

3
TINJAUAN PUSTAKA
Paracoccus marginatus
Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink
adalah serangga dari Ordo Hemiptera Famili Pseudococcidae (Cerver et al. 1991).
Dua karakter penting untuk membedakan betina dewasa P. marginatus

dari

spesies Paracoccus lainnya adalah terdapatnya saluran tabung oral-rim pada
bagian dorsal yang hanya ada di pinggiran tubuh, serta tidak adanya pori-pori
pada tibia belakang. Jantan dewasa dapat dibedakan dari spesies kerabat dekatnya
dengan adanya seta yang besar dan kuat pada antena dan ketiadaan seta besar pada
tungkai. Kutu putih pepaya dapat dengan mudah dibedakan dari Maconellicoccus
hirsutus (Green), kutu merah jambu yang biasa dijumpai pada tanaman hibiskus.
Betina kutu P. marginatus memiliki 8 segmen antena, sementara M. hirsutus
hanya 9 segmen. Selain itu, spesimen kutu putih pepaya berubah warna menjadi
hitam kebiruan bila disimpan di dalam alkohol, yang merupakan karakter yang
membedakannya dari spesies lain dari genus Paracoccus (Miller & Miller 2002).
Betina dewasa berwarna kuning dan ditutupi oleh lapisan lilin putih. Panjang
tubuh betina dewasa 2,2 mm dan lebarnya 1,4 mm. Di sekitar tepi tubuh bagian
poterior terdapat sejumlah filamen pendek berlilin dengan panjang kurang dari ¼
kali panjang tubuhnya. Telur berwarna kuning kehijauan dan berada di dalam
kantung telur (ovisac) yang panjangnya dua kali lipat atau lebih daripada panjang
tubuhnya, dan keseluruhan kantung ditutupi oleh lilin putih. Ovisak terbentuk
secara ventral pada betina dewasa (Williams 1986 dalam Miller et al. 1999).
Jantan dewasa cenderung berwarna merah muda, terutama selama masa prapupa
dan pupa, namun berwarna kuning pada instar pertama dan kedua. Panjang tubuh
jantan dewasa hampir 1 mm, bentuk tubuh oval memanjang dengan bagian
terlebarnya ada pada bagian toraks (0,3 mm). Jantan dewasa memiliki antena 10
segmen, aedeagus terlihat jelas, sejumlah pori lateral, toraks dan kepala mengeras,
dan sayap berkembang baik (Miller & Miller 2002).
Keterangan lengkap mengenai biologi dan siklus hidup kutu putih pepaya
masih kurang. Secara umum, kutu putih memiliki tipe mulut menusuk mengisap
dan makan dengan cara menusukkan bagian mulutnya ke dalam jaringan tanaman
dan mengisap cairan tanaman. Kutu putih sangat aktif pada cuaca panas dan

5
kering. Betina tidak memiliki sayap, dan bergerak dengan cara merayap atau
terbawa angin. Betina biasanya meletakkan 100 sampai 600 telur dalam satu
ovisak, Beberapa spesies kutu putih tidak bertelur tapi melahirkan anak. Peletakan
telur biasanya berlangsung dalam 10 hari, dan nimfa, atau crawler, mulai aktif
mencari tempat makan. Betina memiliki 4 instar, dan untuk menyelesaikan satu
generasinya diperlukan waktu sekitar 1 bulan, tergantung pada suhu. Jantan
memiliki 5 instar, yang keempat dihasilkan di dalam kokon dan disebut sebagai
pupa. Dewasa jantan memiliki sayap yang berfungsi untuk terbang. Betina dewasa
memikat jantan dengan feromon seks. Di dalam rumah kaca, reproduksi
berlangsung sepanjang tahun, dan spesies tertentu dapat berkembang tanpa
fertilisasi (Walker et al. 2003).
Kutu putih pepaya menyerang beberapa genus tanaman, termasuk tanaman
buah dan hias yang bernilai ekonomi tinggi. Kutu putih pepaya merupakan spesies
polifag pada lebih dari 55 tanaman inang, lebih dari 25 genus tanaman. Tanaman
inang yang bernilai ekonomi antara lain pepaya, hibiskus, alpukat, jeruk, kapas,
tomat, terung, lada, buncis, dan kacang kapri/polong-polongan, ubi, mangga, ceri,
dan delima (Miller & Miller 2002, Walker et al. 2003). Infestasi kutu putih
pepaya diketahui dari adanya massa menyerupai kapas pada bagian tanaman yang
berada di atas tanah (daun, batang, buah) (Miller et al. 1999).
Kutu putih pepaya menghisap cairan tanaman dengan cara menusukkan
stilet ke dalam epidermis daun, buah dan batang. Selain itu, hama juga
memasukkan substansi beracun ke dalam daun. Akibat yang ditimbulkan antara
lain klorosis daun, pertumbuhan terhambat, gagalnya pembentukan daun, buah
dan daun gugur dini, banyak ditemukan embun madu, dan kematian tanaman.
Infestasi berat mengakibatkan buah tidak bisa dimakan karena terbentuknya
lapisan lilin putih tebal. Kutu putih pepaya hanya diketahui makan pada bagian
tanaman yang berada di atas tanah, yaitu daun dan buah (Miller et al. 1999,
Walker et al. 2003).
Kutu putih pepaya berasal dari Mexico dan atau Amerika Tengah. Hama
tersebut tidak pernah berstatus sebagai hama serius karena kehadiran musuh alami
asli yang kompleks. Spesimen pertama dikoleksi di Meksiko pada tahun 1955.

6
Kutu putih pepaya dideskripsikan pada tahun 1992 dari Kawasan Neotropik di
Belize, Costa Rica, Guatemala, dan Mexico (Williams & Granara de Willink 1992
dalam Walker et al. 2003). Ketika kutu putih pepaya menginvasi kawasan
Karibia, tidak lama kemudian spesies tersebut berkembang menjadi hama. Sejak
tahun 1994 hama tersebut tercatat di 14 negara di kawasan Karibia berikut: St.
Martin, Guadeloupe, St. Barthelemy, Antigua, Bahamas, British Virgin Islands,
Cuba, Dominican Republic, Haiti, Puerto Rico, Montserrat, Nevis, St. Kitts, dan
U.S. Virgin Islands. Baru-baru ini, hama tersebut muncul di kawasan Pasifik
Guam dan Republik Palau. Kutu putih pepaya ditemukan di Bradenton, Florida
pada tahun 1998 pada tanaman hibiskus. Pada bulan Januari 2002, hama tersebut
dikoleksi sebanyak 80 kali pada 18 spesies tanaman berbeda di 30 kota di
sepanjang kawasan Alachua, Brevard, Broward, Collier, Dade, Hillsborough,
Manatee, Martin, Monroe, Palm Beach, Pinellas, Polk, Sarasota, dan Volusia
(Walker et al. 2003).

Hama tersebut juga telah ditemukan di Texas dan

California, dan diduga bahwa kutu putih pepaya menetap dengan cepat di Florida
dan di negara bagian Gulf sampai California. Ditengarai bahwa tanaman rumah
kaca di daerah yang berada sejauh (ke selatan) Delaware, New Jersey, dan
Maryland beresiko terserang hama tersebut. Hama tersebut telah diketahui pada
pepaya di Garfield Conservatory di Chicago, Illinois pada akhir tahun 2001.
Program pengendalian hayati dilakukan sejak bulan Desember 2001 dengan
tingkat keberhasilan yang tinggi (Walker et al. 2003).
Curinus coeruleus
Curinus coeruleus Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae) memiliki ciri-ciri
tubuh berwarna hitam-kebiruan dan panjang 4,0–7,0 mm. Alat mulut kumbang
jantan berwarna coklat, sementara yang betina berwarna hitam. Telurnya
berbentuk lonjong, berwarna putih keruh, dan berukuran 1–1,2 mm. Larva terdiri
atas empat instar. Larva instar pertama berwarna putih kotor dan berduri coklat.
Larva instar kedua berwarna gelap berduri hitam. Larva instar ketiga berwarna
hitam. Larva instar keempat berwarna putih kotor dan memiliki bercak hitam di
bagian dorsal dari abdomen (Anonim 1987).

7
Pada kondisi laboratorium, tahapan telur C. coeruleus berlangsung selama
6–8 hari. Perkembangan larva instar pertama, kedua, ketiga, dan keempat
berturut-turut adalah selama 3,11, 2,89, 3,11, 6,41 hari, sehingga tahapan larva
keseluruhannya rata-rata berlangsung selama 15,53 (kisaran 13–17) hari. Tahapan
prapupa berlangsung selama 2,18 hari dan pupa selama 6–7 hari. Masa
praoviposisi berlangsung selama 14,75 hari, dan pascaoviposisi selama 11 hari.
Lama hidup kumbang betina rata-rata adalah 73,75 (kisaran 43–102) hari.
Sedangkan lama hidup kumbang jantan rata-rata 71,25 (kisaran 32–92) hari.
Seekor C. coeruleus betina mampu menghasilkan telur sebanyak 234–463 butir
(Wardojo & Sudarmadji 1986).
Sementara itu, studi neraca hayati C. coeruleus dengan mangsa Diaphorina
citri Kuwayama (Psyllidae) yang dilakukan oleh Soemargono et al. (2008)
menunjukkan bahwa perkembangan tahapan pradewasa berlangsung selama
19,1±0,3 hari, betina dewasa hidup selama 34,2±4,7 (kisaran 24–39) hari dan
masing-masing dapat menghasilkan rata-rata 80,3±13,6 keturunan selama periode
oviposisi selama 21,3±1,4 hari. Perbandingan jantan dan betina adalah 1 : 1,8.
Kumbang Curinus coeruleus dimanfaatkan sebagai musuh alami dari
berbagai hama, antara lain kutu putih kelapa (Nipaecoccus nipae (Maskell)),
kutuloncat (Heteropsylla cubana Crawford), kutu putih pepaya (Paracoccus
marginatus Williams and Granada de Willink), dan bahkan telur Aedes albopictus
(Skuse) (Yang 2006, Heu et al. 2007). Kemampuan memangsanya cukup tinggi.
Larva C. coeruleus mampu memangsa dengan baik telur dan nimfa kutuloncat
instar I. Sementara C. coeruleus dewasa memangsa lebih banyak telur daripada
nimfa kutuloncat instar I (Bahagiawati 1987). Di Thailand, C. coeruleus dewasa,
dengan kepadatan 10 ekor per meter persegi, dapat mengurangi kepadatan hama
H. cubana yang menyerang tanaman Leucaena varietas tahan hama (Attajarusit &
Nanta 2002).
Neraca Hayati
Neraca hayati merupakan studi yang memuat data sintasan dan keperidian
individu-individu dalam suatu populasi. Studi tersebut meliputi kuantifikasi dari

8
pola siklus hidup serta pengamatan pola perubahan dari mortalitas pada setiap
tahap kehidupan. Neraca hayati dapat digunakan untuk menentukan keperidian
dan laju mortalitas pada tahap perkembangan atau umur tertentu, sintasan, serta
laju reproduksi dasar (Tabel 1 ) (Begon et al. 2006).
Ketika suatu populasi telah digolongkan berdasarkan tahap perkembangan
atau kelompok umur dan jumlah individunya telah dihitung, kita dapat memulai
menghitung nila-nilai peubah neraca hayati. Peubah sintasan (lx) dihitung
berdasarkan jumlah individu pada tahap perkembangan atau umur tertentu.
Sintasan pertama (lo) selalu bernilai 1,0 atau dengan kata lain 100% individu
populasi teramati pada tahap awal tersebut. Nilai sintasan berikutnya dihitung
dengan cara membagi jumlah individu yang teramati pada tahap atau umur
tertentu dengan jumlah individu awal (a x/a o). Peubah mortalitas (dx) pada setiap
tahap atau umur tertentu dihitung berdasarkan pengurangan nilai sintasan (lx lx+1). Laju mortalitas (qx) pada setiap tahapan menggambarkan intensitas
mortalitas pada tahapan tersebut dan nilainya merupakan rasio mortalitas terhadap
sintasan (d x/lx). Killing power (kx) juga mencerminkan intensitas mortalitas, akan
tetapi nilai kx dapat dijumlahkan untuk semua tahapan atau umur. Nilai killing
power diperoleh dengan menghitung log10(ax/ax+1) (yang mana sama dengan
log10ax - log10ax+1) (Begon et al. 2006).
Tabel 1 Peubah-peubah dalam neraca hayati
peubah
Keterangan
Tahapan perkembangan atau umur
x
Jumlah total individu yang teramati pada setiap tahap atau umur
ax
Sintasan; proporsi jumlah individu awal yang sintas terhadap
lx
individu-individu sintas di tahap atau umur berikutnya
Mortalitas; proporsi jumlah individu awal yang mati pada setiap
dx
tahap atau umur
Keperidian total, atau hasil reproduksi pada populasi yang diamati
Fx
Keperidian pada umur x
mx
Jumlah keturunan yang dihasilkan per individu pada setiap tahap atau
lxmx
umur; hasil dari sintasan dan reproduksi
Laju reproduksi bersih
Ro
Laju pertambahan intrinsik
r
Nilai reproduksi
RV

9
Tiga peubah berikutnya yaitu Fx, mx, dan lxmx merupakan bagian dari neraca
hayati yang terkait dengan keperidian. Peubah Fx dan mx berturut-turut dihitung
dari jumlah total keturunan yang dihasilkan dan rata-rata jumlah keturunan per
individu pada setiap tahap atau umur. Peubah Fx dapat digunakan untuk
menghitung laju reproduksi bersih (Ro), tetapi yang lebih umum digunakan adalah
dengan menjumlahkan nilai dari jumlah keturunan yang dihasilkan per jumlah
individu pada setiap tahap atau umur (Σ lxmx). Laju pertambahan intrinsik (r)
dihitung berdasarkan proporsi (logaritma natural/ln) laju reproduksi bersih (Ro)
terhadap rataan masa generasi (T). Nilai reproduksi (RV)

dihitung dari nilai

keperidian individu (mx), sintasan individu (lx), dan laju reproduksi bersih (Ro)
(Begon et al. 2006).
Pemangsaan
Pemangsaan didefinisikan sebagai suatu kegiatan dimakannya suatu
organisme (mangsa) oleh organisme lainnya (pemangsa), pada saat mangsa berada
dalam kondisi hidup ketika pertama kali diserang oleh pemangsa. Dari definisi
tersebut, terdapat empat jenis pemangsa: pemangsa sejati, grazer, parasitoid, dan
parasit (Tabel 2) (Begon et al. 2006).
Berdasarkan jenis mangsanya, pemangsa (atau konsumen secara umum)
terbagi atas tiga macam: monofag (makan satu tipe mangsa), oligofag (makan
beberapa tipe mangsa), dan polifag (makan banyak tipe mangsa). Pemangsa
oligofag dan polifag memiliki kecenderungan (preferensi) untuk memilih tipe
mangsa tertentu. Hal tersebut dapat terjadi ketika proporsi tipe mangsa tertentu
pada diet pemangsa lebih tinggi daripada lingkungan pemangsa. Preferensi
tersebut dapat dilacak dari kandungan saluran pencernaan atau pun dengan cara
menilai ketersediaan tipe mangsa yang berbeda dilingkungannya (Begon et al.
2006).
Preferensi terhadap suatu mangsa dapat disebabkan oleh dua faktor. Faktor
pertama adalah berdasarkan pada ketersediaan mangsa menurut kuantitas atau
yang paling banyak tersedia (urutan preferensi/dapat tersubtitusi). Faktor kedua
adalah berdasarkan paduan campuran dan keseimbangan diet (keseimbangan

10
preferensi/pelengkap). Akan tetapi, alaminya, ketersediaan sering kali tidak sesuai
dengan kebutuhan, sehingga pemangsa menunjukkan preferensi kombinasi antara
urutan dan keseimbangan. Terlebih lagi, preferensi campuran lebih disukai karena
dua alasan: (1) kecenderungan pemangsa untuk memakan mangsa yang ada
dengan mengabaikan dan kemudian melanjutkan pencarian; (2) keuntungan bagi
pemangsa karena kandungan senyawa racun akan berbeda-beda pada tipe mangsa
yang berbeda. Pemangsa juga dapat saja mengalihkan preferensinya (switching)
jika:
1. Meningkatnya peluang orientasi kepada tipe mangsa yang ada, search image
pemangsa terhadap mangsa yang berlimpah.
2. Meningkatnya peluang mengejar tipe mangsa yang ada.
3. Meningkatnya peluang menangkap tipe mangsa yang ada.
4. Meningkatnya efisiensi dalam penanganan tipe mangsa yang ada.
Tabel 2 Ciri-ciri jenis pemangsa
Ciri-ciri
Jumlah mangsa
yang dimangsa
selama hidup
Bagian tubuh
mangsa yang
dimakan
Efek
mematikan
Contoh

Predator sejati
Grazer
Lebih dari satu Lebih dari satu

Parasit
Satu atau
beberapa

Parasitoid
Satu

Semua

Sebagian

Sebagian

Semua

Seketika

Tidak seketika

Tidak seketika

Tidak
seketika
Parasitoid
Hymeoptera
dan Diptera

Harimau, elang, Nyamuk, kutu,
etc.
kumbang
coccinelid, etc.

[Sumber: Begon et al. 2006]

Bakteri TBC,
virus, cacing
hati, etc.

BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi, Departemen Proteksi
Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli
2009 sampai dengan Januari 2010.
Survei Curinus coeruleus dan Paracoccus marginatus
Survei dilakukan dengan tujuan untuk memastikan jenis C. coeruleus dan
memastikan spesies P. marginatus pada tanaman pepaya. Kegiatan tersebut
dilakukan pada bulan April hingga Juni 2009. Sampel C. coeruleus dan P.
marginatus dikoleksi dari tanaman pekarangan rumah ataupun perkebunan buah
di sekitar Kecamatan Dramaga. Sampel yang ditemukan kemudian dikumpulkan
di dalam kantong plastik dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.
Selanjutnya sampel disimpan di dalam tabung film berisi alkohol 70%.
Pembiakan Curinus coeruleus dan Paracoccus marginatus
Paracoccus marginatus dikumpulkan dari tanaman pepaya di lapangan. P.
marginatus kemudian diinokulasi dan dipelihara pada bibit pepaya berumur 2
bulan yang ditumbuhkan di dalam polybag. Kemudian masing-masing tanaman
tersebut dikurung di dalam kurungan yang terbuat dari kayu/triplek, dimana untuk
tiap sisi dindingnya ditutup oleh plastik mika dan kain kasa.
Untuk pembiakan C. coeruleus dilakukan dengan mengambil 10 pasang
imago dari lapangan dan kemudian dibiakkan di dalam wadah plastik (tinggi 12
cm, diameter 15 cm). C. coeruleus diberi makan berupa larva P. marginatus yang
diganti setiap harinya. Untuk peletakan telurnya, disediakan kertas karton
berwarna hitam yang dilipat-lipat (Gambar 1 B). Pembiakan C. coeruleus dan P.
marginatus terus dilakukan sampai jumlahnya mencukupi kebutuhan penelitian.
Perkembangan, Sintasan, dan Reproduksi Curinus coeruleus
Seratus telur C. coeruleus dikumpulkan dari tanaman pembiakan di atas,
kemudian dipelihara masing-masing pada cawan petri. Larva dan imago diberi
makan P. marginatus yang ketersediaannya diperiksa setiap hari untuk
menghindari keterbatasan makanan. Setiap individu diperiksa setiap hari untuk
memastikan penetasan telur, pergantian kulit, pupasi, serta peletakan telur
berikutnya. Dari imago yang muncul pengamatan dilanjutkan dengan menghitung

12
reproduksi telur harian. Waktu perkembangan dicatat sejak masa inkubasi telur
hingga seluruh dewasa mati. Sintasan pada setiap tahap perkembangan, waktu
peletakan telur, serta jumlah telur dicatat.
Parameter-parameter neraca hayati dihitung berdasarkan persamaan berikut:
GRR =  mx
Ro =  lxmx
r = e-rx lxmx = 1
T = ln Ro/r
 = er
Dt = ln 2 / r
RVx = e–rx / lx .  e–ry ly my
Keterangan:
lx
mx
lxmx
GRR
Ro
T
Dt

r
RVx

Sintasan individu pada umur x
Keperidian individu pada umur x
Jumlah keturunan yang dihasilkan per individu pada setiap tahap atau
umur; hasil dari sintasan dan reproduksi
Laju reproduksi kotor
Laju reproduksi bersih
Rataan masa generasi
Masa ganda
Laju pertambahan terbatas
Laju pertambahan intrinsik
Nilai reproduksi

Uji Preferensi Pemangsaan Curinus coeruleus terhadap Berbagai Instar
Paracoccus marginatus
Percobaan preferensi dilakukan dengan dua metode yaitu uji tanpa pilihan
(no choice test) dan uji pilihan bebas (free choice test). Pada uji tanpa pilihan,
setiap cawan petri diinokulasi dengan nimfa instar I, II, III, dan imago P.
marginatus masing-masing 20 ekor secara terpisah. Kemudian 1 ekor larva dari
tiap-tiap instar: I, II, III, IV, dan imago dari C. coeruleus dilepaskan pada cawan
petri tersebut.

Pada uji pilihan bebas, setiap 10 ekor nimfa instar I, II, III, dan

imago P. marginatus diinokulasikan secara bersama ke dalam cawan petri.
Kemudian satu ekor larva dari tiap-tiap instar: I, II, III, IV, dan imago dari C.
coeruleus dilepaskan ke dalam cawan petri tersebut. C. coeruleus sebelumnya
tidak diberi makan selama 24 jam. Semua perlakuan pada uji tanpa pilihan dan uji

13
pilihan bebas diulang sebanyak 10 kali. Sebelum percobaan dimulai, predator
dilaparkan selama 24 jam. Pengamatan dilakukan 24 jam kemudian terhadap
banyaknya kutu putih yang ada dalam setiap cawan petri. Kutu putih yang hilang
dinyatakan sebagai dimangsa oleh predator. Pengaruh perbedaan instar kutu putih
terhadap tingkat pemangsan oleh predator diperiksa melalui analisis ragam
(ANOVA).
Pengaruh Kehadiran Predator Curinus coeruleus terhadap Kerusakan
Tanaman
Disediakan 12 batang tanaman pepaya yang berumur 2 bulan yang
dimasukkan ke dalam kurungan triplek yang telah dimodifikasi, setiap tanaman
diinokulasikan ovisac P. marginatus dengan jumlah yang berbeda (1, 2, 3, dan 4
buah). Kemudian 1 ekor larva instar terakhir dari C. coeruleus dilepaskan pada
tanaman pepaya tersebut. Semua perlakuan dalam percobaan diulang sebanyak 3
kali.

A

B

C

Gambar 1 Kurungan pemeliharaan P.marginatus (A). Lipatan kertas karton
tempat peletakan telur C. coeruleus (B). Susunan cawan petri pada
percobaan neraca hayati (C).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Masa Perkembangan
Masa perkembangan C. coeruleus dari telur hingga mencapai dewasa
disajikan pada Tabel 3. Telur melewati masa inkubasi selama 7 hari . Stadium
larva instar I sampai dengan instar IV masing-masing berlangsung selama 6,06.
5,5, 6,11, dan 8,43 hari. Stadium pupa berlangsung selama 6,66 hari.
Perbandingan antara jumlah jantan dan betina yang muncul adalah 1 : 2,8 ( n =
92). Jantan dan betina dewasa memiliki lama hidup yang berbeda, yaitu jantan
hidup selama 49 hari, sementara betina selama 77

hari. Imago betina yang

muncul tidak langsung meletakkan telur, tetapi terdapat masa praoviposisi sekitar
10 hari. Masa oviposisi berlangsung 30 hari dan masa pascaoviposisi 25 hari.
Seekor imago betina mampu meletakkan telur sekitar 145 butir selama hidupnya.
Tabel 3 Masa perkembangan (hari) C. coeruleus pada kutu putih pepaya
Fase perkembangan

n

x ± SD

Telur

100

7,00±0,55

Larva instar I

93

6,06±0,53

Larva instar II

92

5,55±0,52

Larva instar III

92

6,11±0,54

Larva instar IV

92

8,43±0,68

Pupa

92

6,66±0,89

Imago jantan

24

49,08±2,02

Imago betina

68

76,99±4,99

Pra-oviposisi

68

10,57±1,61

Oviposisi

68

30,26±2,91

Pasca-oviposisi

68

24,58±17,55

Keperidian (butir)

68

145,68±21,73

Pradewasa

Dewasa

15
Neraca Hayati
Curinus coeruleus yang memangsa P. marginatus memiliki laju reproduksi
kotor (GRR) sebesar 101,934 telur per betina; laju reproduksi bersih (Ro) sebesar
93,776 telur per betina; laju pertambahan intrinsik (r) sebesar 0,073 betina per
betina per hari; masa generasi rata-rata (T) selama 62,461 hari; masa ganda (Dt)
selama 9,534 hari; laju pertambahan terbatas () sebesar 1,075 per hari (Tabel 4).
Tabel 4 Parameter neraca hayati C. coeruleus pada mangsa P. marginatus
Parameter

Nilai

GRR

101,934

Ro

93,776

r

0,073

T

62,461

Dt

9,534



1,075

Kurva sintasan (lx) menunjukkan tipe I, yaitu mortalitas tinggi terjadi pada
imago (Gambar 2), baik jantan maupun betina. . Betina dewasa hidup lebih lama
daripada jantan (Gambar 2). Kurva nilai reproduksi Vx) menunjukkan bahwa
jumlah total nilai reproduksi untuk seluruh umur adalah 1335,42 dan periode
reproduksi terpenting terjadi pada hari ke-50 (betina dewasa umur 10 hari)
(Gambar 3), yaitu ketika dimulainya periode peletakan telur (Gambar 4)

Gambar 2 Kurva sintasan spesifik umur (lx) jantan dan betina dewasa

16

Gambar 3 Kurva nilai reproduksi spesifik umur (Vx) C. coeruleus
6
5
4

mx

3
2
1
0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

110

120

Umur (hari)

Gambar 4 Kurva produksi telur harian (mx) C. coeruleus
Preferensi Pemangsaan
Pada uji tanpa pilihan, jenis instar mangsa berpengaruh nyata (P < 0,001)
terhadap banyaknya yang dimangsa oleh setiap fase perkembangan predator
(Tabel 5). Tampak bahwa kutu putih yang paling banyak dimangsa adalah nimfa
instar I, disusul kemudian oleh instar II dan III, dan yang paling sedikit dimangsa
adalah imago betina. Perilaku pemilihan instar mangsa ini ditunjukkan oleh semua
fase predator, dari mulai larva instar I hingga imago. Lebih dipilihnya kutu putih
nimfa instar I oleh predator dipastikan berkaitan dengan ukuran tubuhnya. Nimfa
instar I kutu putih berukuran lebih kecil dibandingkan instar lainnya. Selain itu,

17
nimfa instar I ini lebih aktif bergerak dan tubuhnya tidak banyak diselimuti
lapisan lilin.
Tabel 5 Preferensi berbagai instar C. coeruleus terhadap berbagai instar kutu putih
pepaya pada uji tanpa pilihan
Fase
Predator

Rataan banyaknya yang dimangsa (x±SE)
Instar I

Instar II

Instar I

5,20±0,25a

Instar II
Instar III

F

db

P

Instar III

Imago ♀

3,70±0,15b

1,90±0,18c

0,60±0,16d

95,06

3, 39

< 0,001

4,60±0,16a

3,30±0,21b

2,70±0,15c

1,00±0,00d

115,51

3, 39

< 0,001

8,00±0,22a

5,90±0,23b

4,00±0,30c

1,30±0,15d

169,35

3, 39

< 0,001

Instar IV 11,00±0,33a

8,80±0,33b

6,00±0,26c

1,70±0,15d

267,89

3, 39

< 0,001

Imago

2,00±0,15b

1,40±0,16c

113,14

3, 39

< 0,001

2,70±0,15a

0

Pada uji pilihan bebas, seperti halnya pada uji tanpa pilihan, kutu putih
nimfa instar I lebih banyak (p < 0,001) dimangsa oleh semua fase predator,
tertinggi adalah 8 ekor yang dilakukan oleh larva instar IV predator (Tabel 6).
Kutu putih nimfa instar lainnya hanya sedikit yang dimangsa ( < 2 ekor), bahkan
imago betina kutu putih sama sekali tidak dimangsa.
Tabel 6 Preferensi berbagai instar C. coeruleus terhadap berbagai instar kutu putih
pepaya pada uji pilihan bebas
Fase
Predator

Rataan banyaknya yang dimangsa (x±SE)

F

db

P

0

150,76

3, 39

< 0,001

0

178,17

3, 39

< 0,001

0,20±0,13c

0

137,09

3, 39

< 0,001

0

0

268,60

3, 39

< 0,001

0

118,81

3, 39

< 0,001

Instar I

Instar II

Instar III

Imago ♀

Instar I

3,20±0,20a

0,30±0,15b

0

Instar II

4,60±0,22a

0,40±0,16b 0,10±0,10b

Instar III

6,90±0,23a 1,00±0,33b

Instar IV

7,90±0,23a

1,30±0,30b

Imago

3,80±0,25a

0,50±0,17b 0,10±0,10bc

Tabel 5 dan 6 juga menunjukkan bahwa tingkat pemangsaan oleh larva C.
coeruleus meningkat dengan makin besarnya ukuran tubuh predator. Tampak
bahwa banyaknya kutu putih yang dimangsa tertinggi dilakukan oleh larva instar
IV predator yang ukuran tubuhnya paling besar dibanding instar sebelumnya.

18
Dari penelitian ini juga terungkap bahwa imago predator C. coeruleus lebih
rendah tingkat pemangsaanya, terutama bila dibandingkan dengan larva instar III
dan IV.
Pengaruh Kerapatan Ovisak terhadap Kematian Tanaman
Pada awalnya percobaan ini dirancang untuk menguji pengaruh perbedaan
nisbah predator terhadap hama pada perkembangan populasi dan tingkat serangan
kutu putih. Namun, karena semua tanaman mati dalam waktu satu bulan, maka
analisis data diarahkan untuk memeriksa pengaruh kerapatan hama (ovisak)
terhadap kematian tanaman pada kondisi ada predator. Analisis ini dimungkinkan
karena pada semua perlakuan (kerapatan ovisak), jumlah predatornya sama yaitu
masing-masing satu ekor.
Analisis regresi mengungkapkan terdapat hubungan linier negatif antara
kerapatan ovisak dan selang waktu tanaman mati setelah infestasi. Pada kerapatan
1 ovisak/tanaman, kematian tanaman terjadi pada 30 hari setelah infestasi;
sedangkan pada kerapatan 4 ovisak/tanaman, kematian tanaman terjadi lebih cepat
yaitu dalam selang waktu 9 hari setelah infestasi. Dalam satu ovisak diperkirakan
terdapat rata-rata 300 butir telur, yang biasanya menetas serentak setelah 6-7 hari.
Nimfa-nimfa yang terbentuk kemudian mengisap cairan tanaman, yang pada
akhirnya menyebabkan tanaman mengering dan mati. Kematian tanaman
kemungkinan dapat lebih cepat terjadi seandainya dalam percobaan ini tidak
diintroduksikan predator.

Gambar 5 Hubungan antara kerapatan ovisak dengan saat kematian tanaman

19
Pembahasan
Masa Perkembangan
Masa perkembangan merupakan salah satu parameter dari sejarah
kehidupan yang dapat digunakan untuk mengukur karakteristik musuh alami yang
diinginkan (Olsen 2004). Ketika suatu predator berkembang lebih lambat daripada
mangsanya, maka predator tersebut bukan merupakan agen pengendali yang
efektif (Mills 1982). Menurut Dixon (2000), bila laju perkembangan predator
sama dengan atau lebih cepat daripada mangsanya, maka predator tersebut
berpotensi menekan populasi mangsanya dengan baik.
Masa perkembangan kumulatif P. marginatus pada empat tanaman inang
berbeda berkisar antara 24 dan 30 hari (Amarasekare et al. 2008). Sementara itu,
dalam kisaran waktu 30 hari, C. coeruleus yang memangsa P. marginatus baru
saja melewati masa pradewasa. Namun demikian C. coeruleus memiliki tahapan
dewasa yang panjang (Tabel 3), yang mana merupakan tahapan yang
menguntungkan dalam menekan populasi hama. Dengan demikian, kita dapat
mengambil keuntungan dari lama hidup dewasa C. coeruleus.
Pada kasus C. coeruleus dengan H. cubana, waktu perkembangan total C.
coeruleus yang memangsa H. cubana adalah 125 hari, sementara waktu
perkembangan total H. cubana adalah 195 hari (Geiger & Gutierrez 2000). Berarti
waktu perkembangan predator lebih cepat daripada mangsanya. Hal tersebut
menjadi salah satu alasan keberhasilan menetapnya agen pengendali tersebut
dalam rangka mengendalikan kutu lamtoro tersebut.
Neraca Hayati
Akan lebih baik bila kita membandingkan neraca hayati dan waktu
perkembangan antara C. coeruleus sebagai predator dengan P. marginatus sebagai
mangsanya yang hidup pada inangnya tanaman pepaya. Sehingga kita dapat
menilai kemampuan populasi predator tersebut dalam menekan populasi
mangsanya dengan tepat. Akan tetapi, karena informasi sejarah kehidupan P.
marginatus pada tanaman pepaya belum ada, maka kami menggunakan informasi
sejarah kehidupannya yang hidup pada tanaman inang yang lain: Acalypha,

20
Hibiscus, Parthenium, dan Plumeria (Amarasekare et al. 2008). Selain itu juga
akan dibahas perbandingan nilai-nilai parameter populasi C. coeruleus dengan
mangsa yang berbeda. Penelitian ini menggunakan mangsa P. marginatus, dan
sebagai pembandingnya kami menggunakan C. coeruleus yang memangsa H.
cubana (Rauf et al. 1989), D. citri (Soemargono et al. 2008), Aphis, Planacoccus,
dan Orthezia (Akhmad 1988).
Pakan, dalam hal ini mangsa, merupakan salah satu faktor penting dalam
menentukan nilai dari parameter neraca kehidupan dan waktu perkembangan.
Studi neraca hayati C. coeruleus kali ini menggunakan mangsa berupa P.
marginatus, yang mana berbeda dengan studi-studi serupa terdahulunya yang
menggunakan mangsa berupa H. cubana dan D. citri (Rauf et al. 1989,
Soemargono et al. 2008) . Sayangnya, sulit bagi kami untuk menilai kualitas dari
suatu jenis mangsa apakah lebih baik atau lebih b

Dokumen yang terkait

BIOLOGI HAMA KUTU PUTIH PEPAYA PARACOCCUS MARGINATUS PADA TANAMAN PEPAYA DAN ROSELA

0 12 46

BIOLOGI HAMA KUTU PUTIH PEPAYA PARACOCCUS MARGINATUS PADA TANAMAN PEPAYA DAN ROSELA

3 13 46

Biologi perkembangan dan neraca hayati kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus (Williams and Granara de Willink) (Hemiptera: Pseudococcidae) pada tiga jenis tumbuhan inang

1 10 93

Keefektifan tiga jenis insektisida nabati terhadap kutu putih papaya Paracoccus marginatus dan keamanannya terhadap kumbang predator Curinus coeruleus

0 5 69

Populasi Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) dan Musuh Alaminya pada Tanaman Pepaya di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur, Kabupaten Bogor

0 4 83

Insiden Cendawan Enthomopthorales Pada Kutu Putih Pepaya, Paracoccus Marginatus Williams & Granara De Willink (Hemiptera : Pseudococcidae) Pada Pertanaman Pepaya Di Bocor

0 6 21

Keefektifan Campuran Ekstrak Tumbuhan untuk Pengendalian Hama Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink

0 7 74

Biologi perkembangan dan neraca hayati kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus (Williams and Granara de Willink) (Hemiptera Pseudococcidae) pada tiga jenis tumbuhan inang

0 5 53

BIOLOGI DAN NERACA HAYATI KUTU PUTIH PEPAYA PARACOCCUS MARGINATUS WILLIAMS GRANARA DE WILLINK (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) PADA TIGA JENIS TUMBUHAN INANG

0 0 9

Bioesai bioinsektisida Beauveria bassiana dari Sumatera Selatan terhadap kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams Granara De Willink (Hemiptera: Pseudococcidae)

0 0 7