Quantity Increasing of Ketoprofen Loaded Chitosan Nanoparticles Based on Surfactant Type and Ultrasonication Condition.

PENINGKATAN JUMLAH NANOPARTIKEL KITOSAN
TERISI KETOPROFEN BERDASARKAN RAGAM
SURFAKTAN DAN KONDISI ULTRASONIKASI

LIDINIYAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan

ini

saya

menyatakan


bahwa

tesis

Peningkatan

Jumlah

Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen Berdasarkan Ragam Surfaktan dan
Kondisi Ultrasonikasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

Lidiniyah

ABSTRACT

LIDINIYAH. Quantity Increasing of Ketoprofen Loaded Chitosan Nanoparticles
Based on Surfactant Type and Ultrasonication Condition. Under direction of
PURWANTININGSIH SUGITA and LAKSMI AMBARSARI.
The objective of this study was evaluate the effects of ultrasonication and
surfactant type on the change in particle size of ketoprofen loaded chitosan
nanoparticles. Surfactant which was used in the synthesis of nanoparticles is oleic
acid and poloxamer 188. The ketoprofen loaded chitosan nanoparticles were
caracterized using PSA, SEM, FTIR, and XRD. Poloxamer 188 is the surfactant
that assist in nanoparticles formation. The result of synthesis of ketoprofen loaded
chitosan nanoparticles use poloxamer 188 as surfactant that ultrasonicated during
60 min at amplitude 40, has shown turbidity of formula P, A, and B was 6,68,
5,90, 5,42 NTU respectively. The nanoparticles quantity was resulted by this three
formulas was >95% with particles size diameter 70%. Under the SEM, nanoparticles seen spherical
stuctures. The FTIR and XRD analysis showed that all of compounds that used
has no damaged by ultrasonication process. The mean diameter decreased linearly
with increasing duration and amplitude of ultrasonication.
Keywords: Chitosan, nanoparticle, particle size, surfactant, ultrasonic.

RINGKASAN
LIDINIYAH. Peningkatan Jumlah Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen

Berdasarkan Ragam Surfaktan dan Kondisi Ultrasonikasi. Dibimbing oleh
PURWANTININGSIH SUGITA and LAKSMI AMBARSARI.
Ketoprofen merupakan obat yang sangat bermanfaat sebagai antiinflamasi,
analgesik, dan antipiretik, pada penyakit sendi, penyakit gigi dan mulut, pasca
bedah, pasca trauma dan pasca persalinan. Ketoprofen memiliki waktu eliminasi
yang sangat cepat, yaitu 1,5–2 jam sehingga obat tersebut harus sering
dikonsumsi. Namun, jika ketoprofen dalam tubuh telah terakumulasi sampai
dosis >300 mg akan mengakibatkan iritasi atau pendarahan pada lambung dan
atau pada usus. Penjerapan ketoprofen dengan menggunakan kitosan dalam
bentuk nanopartikel merupakan salah satu cara untuk mengatasi cepatnya waktu
eliminasi. Pembentukan partikel dalam ukuran nanometer diharapkan dapat
terserap dengan utuh pada saluran cerna setelah pemberian secara oral dan dapat
terpenetrasi diantara pembuluh kapiler maupun sel di dalam tubuh sehingga obat
dapat lebih tepat sasaran.
Komposisi material dan metode yang digunakan sangat mempengaruhi
keberhasilan pembentukan nanopartikel. Penggunaan surfaktan sering dilakukan
agar diperoleh jumlah partikel berukuran nanometer lebih banyak dan lebih stabil.
Perbedaan nilai hydrophilic-lipophilic balance (HLB) pada surfaktan
menghasilkan sebaran diameter partikel yang berbeda pula. Surfaktan yang
memiliki nilai HLB lebih tinggi menghasilkan nanopartikel lebih banyak. Asam

oleat (HLB=1) dan poloxamer 188 (HLB=29) dibandingkan peranannya dalam
pembentukan nanopartikel. Selain komposisi material, metode yang digunakan
juga mempengaruhi nanopartikel yang dihasilkan. Metode ultrasonikasi
merupakan metode yang efektif untuk pembuatan nanopartikel. Oleh karena itu
penelitian ini bertujuan meningkatkan jumlah nanopartikel kitosan terisi
ketoprofen berdasarkan jenis surfaktan (asam oleat dan poloxamer 188) dan
kondisi ultrasonikasi (waktu dan amplitudo), juga untuk pencirian nanopartikel
yang dihasilkan sebagai sediaan baru pengantaran obat ke dalam tubuh.
Pembentukan nanopartikel kitosan sebagai pengantar obat ketoprofen ini
terdidri atas beberapa tahap, yaitu pemilihan jenis surfaktan, optimasi kondisi
ultrasonikasi, pemilihan formula nanopartikel kitosan terisi ketoprofen terbaik,
pencirian nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dengan menggunakan particle size
analyzer (PSA), scanning electron microscopy (SEM), fourier transform infrared
(FTIR) serta X-ray diffraction (XRD) dan efisiensi penjerapan ketoprofen pada
nanopartikel kitosan.
Formula yang digunakan untuk pemilihan jenis surfaktan dan optimasi
kondisi ultrasonikasi adalah formula P. Tahap pemilihan surfaktan melibatkan
asam oleat dan poloxamer 188, dari kedua surfaktan tersebut ternyata polxamer
188 yang memiliki nilai turbiditas lebih rendah yaitu, 11,72 NTU dan dapat
menghasilkan 93,05% nanopartikel yang memiliki diameter rata-rata 700,2 nm.

Poloxamer 188 sebagai surfaktan terpilih kemudian digunakan dalam tahap
optimasi ultrasonikasi. Kondisi ultrasonikasi optimum adalah pada waktu 60
menit dan amplitudo 40 yang menghasilkan turbiditas 6,68 NTU dan 99,79%

nanopartikel dengan diameter rata-rata 355,3 nm. Surfaktan terpilih yaitu
poloxamer 188 dan kondisi ultrasonikasi optimum, yaitu pada waktu 60 menit dan
amplitudo 40 yang digunakan untuk mensintesis nanopartikel pada formula
lainnya. Hasil sintesis nanopartikel kitosan terisi ketoprofen menunjukkan bahwa
ketiga formula (P, A, dan B) memiliki nilai turbiditas rendah, yaitu berturut-turut
6,68, 5,90, 5,42 NTU. Ketiga formula tersebut menghasilkan jumlah nanopartikel
sebanyak >95% dengan rata-rata ukuran diameter partikel 70%. Nilai jumlah nanopartikel dari
penelitian ini mengalami peningkatan dari penelitian sebelumnya yang memiliki
jumlah nanopartikel tertinggi, yaitu 58% dengan rata-rata ukuran partikel 380–
900 nm. Peningkatan ini diduga dipengaruhi oleh jenis surfaktan, waktu dan
amplitudo ultrasonikasi, konsentrasi kitosan serta konsentrasi surfaktan yang
digunakan, Pencirian dilakukan pada salah satu formula nanopartikel kitosan terisi
ketoprofen, yaitu formula B dengan menggunakan SEM, FTIR, dan XRD untuk
mengetahui berturut-turut bentuk partikel, gugus fungsi, dan kristalinitasnya.
Hasil analisis SEM dari formula B menunjukkan bahwa bentuk partikel dari
formula B adalah sferis (bulat) dan tidak mengalami aglomerasi (penggumpalan),

sedangkan berdasarkan spektrum FTIR formula sebelum ultrasonikasi (formula
Bo) dan setelah ultrasonikasi (formula B) tidak terdapat perbedaan yang
mencolok, sehingga dapat disimpulkan bahwa proses ultrasonikasi tidak merusak
senyawa-senyawa yang ada dalam formula, sedangkan hasil analisis XRD
menunjukkan terjadinya kenaikan kristalinitas yang membuktikan bahwa terdapat
ketoprofen yang terjerap dalam nanopartikel kitosan-TPP.
Kata kunci: kitosan, nanopartikel, surfaktan, ukuran partikel, ultrasonikasi

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB

PENINGKATAN JUMLAH NANOPARTIKEL KITOSAN
TERISI KETOPROFEN BERDASARKAN RAGAM

SURFAKTAN DAN KONDISI ULTRASONIKASI

LIDINIYAH

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Suminar Setiati Achmadi, MSc.

HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian

Nama

NRP
Program Studi

: Peningkatan Jumlah Nanopartikel Kitosan Terisi
Ketoprofen Berdasarkan Ragam Surfaktan dan Kondisi
Ultrasonikasi
: Lidiniyah
: G451090191
: Kimia

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, M.S.
Ketua

Dr. Laksmi Ambarsari, M.S.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Kimia

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, M.S.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian: 05 Juli 2011

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Mei 2011 ini ialah
Peningkatan Jumlah Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen Berdasarkan Ragam
Surfaktan dan Kondisi Ultrasonikasi.

Ucapan terima kasih yang tulus kepada Ibu Prof. Dr. Purwantiningsih
Sugita, M.S selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ketua Program Studi S2
Kimia, dan Ibu Dr. Laksmi Ambarsari, M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing,
atas segala curahan waktu, bimbingan, arahan, serta dorongan moral kepada saya,
serta kepada Ibu Prof. Dr. Suminar Setiati Achmadi, M.Sc selaku penguji luar
komisi yang telah memberikan banyak saran untuk perbaikan tesis saya.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Umi, suami serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya dan kepada Kementerian Agama
Republik Indonesia yang telah mendanai pendidikan penulis selama menjalani
program pascasarjna Kimia.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Juli 2011

Lidiniyah

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 02 Agustus 1986 dari pasangan
Bapak H.Ubaidillah dan Ibu Hj. Hulduniyah. Penulis merupakan anak ketiga dari
tujuh bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciruas Serang dan pada tahun
yang sama lulus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Program
Studi Pendidikan Kimia Universitas Lampung dan lulus program S1 pada tahun
2008. Pada tahun 2009 penulis mengikuti seleksi Beasiswa Utusan Daerah (BUD)
yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia dan diterima
di Program Studi Kimia pada Program Pascasarjana IPB.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................xxiii
PENDAHULUAN .............................................................................................
Latar Belakang ..........................................................................................
Perumusan Masalah ...................................................................................
Tujuan Penelitian .......................................................................................
Hipotesis ....................................................................................................

1
1
3
4
4

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 5
Ketoprofen ................................................................................................ 5
Nanopartikel Kitosan ............................................................................... 6
Metode Pembuatan Nanopartikel ............................................................ 10
Sonokimia ................................................................................................ 11
BAHAN DAN METODE .................................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian....................................................................
Bahan dan Alat .........................................................................................
Metode Penelitian .....................................................................................

15
15
15
15

HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................
Jenis Surfaktan Terpilih ...........................................................................
Kondisi Ultrasonikasi Optimum ...............................................................
Formula Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen terbaik ......................
Karakterisasi Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen .............................
Efisiensi Penjerapan Ketoprofen pada Nanopartikel Kitosan ...................

19
19
22
24
30
35

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 37
Simpulan .................................................................................................. 37
Saran ......................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 39
LAMPIRAN ....................................................................................................... 43

DAFTAR TABEL

Halaman
1

Parameter mutu kitosan niaga .....................................................................

9

2

Kombinasi konsentrasi kitosan, TPP, ketoprofen dan surfaktan ................. 17

3

Hubungan jenis surfaktan dan kondisi ultrasonikasi dengan nilai turbiditas 20

4

Jumlah nanopartikel kitosan berdasarkan jenis surfaktan dan turbiditas ..... 21

5

Hubungan kondisi ultrasonikasi dengan nilai turbiditas formula PP ........... 23

6

Jumlah nanopartikel berdasarkan waktu, amplitudo, energi ultrasonikasi dan
turbiditas pada formula PP ........................................................................... 24

7

Hubungan konsentrasi material, viskositas, energi ultrasonikasi dan
turbiditas ...................................................................................................... 25

8

Jumlah nanopartikel dan indeks polidispersitas berdasarkan konsentrasi
material dan turbiditas ................................................................................. 27

9

Puncak serapan pada spektrum FTIR kitosan, ketoprofen formula Bo dan
formula B ..................................................................................................... 31

10 Hubungan ukuran partikel dengan efisiensi penjerapan ............................... 36

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1

Struktur kimia ketoprofen ...........................................................................

5

2

Beberapa tipe pemuatan obat dalam nanopartikel ......................................

6

3

Struktur kimia kitosan .................................................................................

7

4

Struktur kimia (a) asam oleat, (b) poloxamer 188 ...................................... 10

5

Teori Hot spot kavitasi akustik .............................................................................. 13

6

Strategi penelitian ....................................................................................... 18

7

Perbandingan turbiditas formula PP7 dan PO1 secara visual ...................... 19

8

Hubungan amplitudo dengan energi ultrasonikasi pada formula PP .......... 22

9

Tingkat kestabilan turbiditas formula P, A, dan B berdasarkan waktu
penyimpanan ............................................................................................... 29

10 Perbandingan turbiditas formula (a) sebelum penyimpanan (b) setelah
disimpan 20 hari .......................................................................................... 30
11 Foto bentuk partikel formula B dengan menggunakan SEM perbesaran
2.000× ......................................................................................................... 30
12 Spektrum FTIR (a) kitosan, (b) ketoprofen, (c) formula Bo serta (d) formula
B ................................................................................................................. 31







13 Difraktogram XRD ( ) kitosan, ( ) formula Bo, ( ) formula B ............. 34

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1

Penentuan mutu kitosan .............................................................................. 44

2

Optimasi formula PO .................................................................................. 49

3

Optimasi formula PP ................................................................................... 50

4

Perbandingan formula PO dan formula PP ................................................. 51

5

Pembuatan nanopartikel kitosan terisi ketoprofen ...................................... 52

6

Hasil SEM formula B .................................................................................. 54

7

Spektrum FTIR ........................................................................................... 55

8

Penentuan nilai evisiensi penjerapan ketoprofen pada nanopartikel kitosan. 56

9

Hasil analisis PSA ....................................................................................... 59

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketoprofen merupakan suatu obat antiinflamasi nonsteroid yang mempunyai
efek analgesik (penghilang rasa sakit), antipiretik (penurun panas), dan
antiinflamasi (menghilangkan pembengkakan) yang disebabkan oleh beberapa
kondisi, seperti osteoarthritis dan rheumatoid arthritis. Ketoprofen praktis tidak
larut dalam air serta kecepatan disolusi dan bioavilabilitasnya rendah (Alatas et al.
2006). Waktu eliminasinya sangat cepat, yaitu 1,5–2 jam sehingga obat tersebut
harus sering dikonsumsi. Namun, jika ketoprofen dalam tubuh telah terakumulasi
sampai dosis >300 mg akan mengakibatkan iritasi atau pendarahan pada lambung
(Yamada et al 2001; Patil et al. 2005). Salah satu cara untuk mengatasi kelemahan
tersebut ialah dengan menjerap ketoprofen dalam bentuk nanopartikel sebagai
sistem pengantaran obat yang terkendali dengan menggunakan biopolimer.
Biopolimer yang memiliki sifat biodegradabel dan biokompatibel adalah
kandidat tepat sebagai pengantaran obat. Kitosan merupakan salah satu
biopolimer yang banyak digunakan sebagai sistem pengantaran obat. Kitosan
mudah terdegradasi, biokompatibel, tidak beracun, memiliki aktivitas antibakteri,
mukoadesif, serta mudah diperoleh (Ru et al. 2009). Namun, kitosan merupakan
biopolimer yang rapuh sehingga perlu dilakukan modifikasi kimia dan modifikasi
fisik untuk meningkatkan kualitas kitosan. Salah satu modifikasi kimia yang
banyak dilakukan, yaitu dengan menambahkan senyawa pengikat silang seperti
tripolifosfat (TPP). Kekuatan mekanik gel kitosan meningkat dengan penggunaan
TPP karena TPP memiliki rapatan muatan negatif yang tinggi sehingga interaksi
dengan polikationik kitosan akan lebih besar (Shu & Zhu 2002).
Sistem pengantaran obat sebaiknya dapat melewati penghalang (barrier)
pada sistem metabolisme, dan dapat melepaskan zat aktif di lokasi yang spesifik
sebagai target pengobatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan modifikasi fisik
kitosan dengan cara pembentukan nanopartikel (Wahyono et al. 2010).
Nanopartikel kitosan diharapkan dapat terserap dengan utuh pada saluran cerna
setelah pemberian secara oral (Wu et al. 2005). Nanopartikel dapat berpenetrasi di
antara pembuluh kapiler maupun sel di dalam tubuh sehingga obat dapat lebih

2

tepat sasaran. Nanopartikel kitosan telah banyak diteliti untuk sistem pengantaran
obat antikanker, gen, dan vaksin dalam bentuk gel atau lembaran (Thassu et al.
2007).
Penelitian tentang nanopartikel kitosan sebagai pengantaran obat telah
banyak dilakukan. Kumar (2000) telah menghasilkan nanopartikel kitosan
poli(etilen oksida) dengan ukuran partikel 200-1000 nm. Ciri nanopartikel kitosan
terisi amonium glisirrizinat sebagai obat anti-hepatitis melalui proses gelasi ionik
dengan menggunakan TPP telah dipelajari oleh Wu et al. (2005). Hasil dari
penelitian tersebut adalah, ukuran nanopartikel yang diperoleh berkisar 20–80 nm
dan dapat digunakan sebagai sistem pengantaran amonium glisirrizinat.
Keberhasilan sintesis nanopartikel dipengaruhi oleh penggunaan surfaktan.
Perbedaan

nilai

hydrophilic-lipophilic

balance

(HLB)

pada

surfaktan

menghasilkan sebaran diameter partikel yang berbeda pula. Surfaktan yang
memiliki nilai HLB lebih tinggi menghasilkan nanopartikel lebih banyak (Sugita
et al. 2010a). Wahyono et al. (2010) menggunakan asam oleat (HLB = 1) sebagai
surfaktan dalam sintesis nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dan menghasilkan
58% nanopartikel dari pengukuran secara manual pada foto SEM. Jumlah
nanopartikel yang dihasilkan oleh Wahyono et al. (2010) masih sedikit dan
kurang akurat, karena hasil pengukuran ukuran partikel secara manual dengan
menggunakan foto SEM tidak dapat menggambarkan keadaan keseluruhan dari
kondisi sampel yang dianalisis. Oleh karena itu perlu dicoba penggunaan
surfaktan yang memiliki nilai HLB lebih besar dari asam oleat dan perlu
digunakan alat lain untuk mengetahui ukuran partikel yang lebih akurat seperti
particle size analyzer (PSA). Surfaktan lain yang digunakan dalam pembentukan
nanopartikel adalah poloxamer 188 (HLB = 29). Penggunaan poloxamer 188
dapat membantu menurunkan rata-rata diameter partikel (Memisoglu-Bilensoy et
al. 2006). Namun poloxamer 188 belum banyak digunakan dalam sintesis
nanopartikel kitosan.
Terdapat beberapa metode untuk mensintesis nanopartikel kitosan.
Penggunaan gelombang ultrasonik dalam pembentukan nanopartikel merupakan
salah satu metode yang efektif. Ultrasonik dengan frekuensi 20 kHz–1 MHz
banyak digunakan dalam bidang kimia yang biasa disebut dengan sonokimia

3

(Sonochemistry). Prinsip sonokimia sangat berkaitan dengan fenomena kavitasi
akustik yaitu pembentukan, pertumbuhan, dan pecahnya gelembung yang
terbentuk dalam medium cairan (Schroeder et al. 2009). Hielscher (2005)
berpendapat bahwa penggunaan gelombang ultrasonik dapat menghasilkan ukuran
partikel yang lebih kecil dan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
amplitudo, konsentrasi dan viskositas. Proses ultrasonikasi dengan amplitudo
yang tinggi dan waktu yang lama menghasilkan energi yang besar, energi yang
besar dapat menyebabkan proses kavitasi terjadi dengan baik (Tsai et al. 2008).
Wahyono et al. (2010) telah meneliti tentang pembuatan nanopartikel kitosan
sebagai penyalut ketoprofen. Nanopartikel dibuat dengan menggunakan metode
ultrasonikasi (130 Watt, frekuensi 20 kHz selama 30 menit) dan sentrifugasi
(kecepatan 20000 rpm selama 2 jam) yang menghasilkan 58% nanopartikel yang
memiliki ukuran 380–900 nm dengan efisiensi penyalutan terhadap ketoprofen
sebesar 72,48%. Dengan metode yang digunakan oleh Wahyono et al. (2010)
masih menghasilkan mikropartikel sebanyak 42% sehingga metode tersebut perlu
diperbaiki

agar

memperoleh

nanopartikel

yang

lebih

banyak

dengan

menggunakan ragam waktu dan amplitudo ultrasonikasi.
Pada penelitian ini akan dibuat nanopartikel kitosan sebagai penjerap
ketoprofen dengan menggunakan asam oleat dan poloxamer 188 melalui metode
ultrasonikasi dengan ragam waktu dan amplitudo. Komposisi material yang
digunakan mengacu pada tiga formula terbaik dari Wahyono et al. (2010) yang
menunjukkan ukuran nanopartikel serta efisiensi penjerapan >50%. Penggunaan
ragam surfaktan, dan kondisi ultrasonikasi diharapkan dapat mempengaruhi
proses kavitasi sehingga diperoleh ukuran nanopartikel kitosan terisi ketoprofen
yang lebih banyak dan seragam.
Perumusan Masalah
Ketoprofen merupakan obat yang sangat bermanfaat sebagai antiinflamasi,
analgesik, antipiretik, tetapi memiliki waktu eliminasi yang sangat cepat.
Penjerapan ketoprofen dengan kitosan sebagai salah satu cara untuk mengatasi
cepatnya waktu eliminasi telah berhasil dilakukan dan menghasilkan jumlah
partikel yang berukuran nanometer berdasarkan pengukuran manual dari foto
SEM sebesar 58% serta efisiensi penyalutan sebesar 72,48%. Oleh karena itu

4

diperlukan modifikasi metode untuk meningkatkan jumlah nanopartikel dan
efisiensi penjerapan, yaitu dengan menggunakan surfaktan asam oleat dan
poloxamer 188, dan kondisi ultrasonikasi dengan ragam waktu dan amplitudo
serta analisis ukuran partikel dilakukan menggunakan PSA.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan meningkatkan jumlah nanopartikel kitosan terisi
ketoprofen berdasarkan jenis surfaktan (asam oleat dan poloxamer 188) dan
kondisi ultrasonikasi (waktu dan amplitudo), juga untuk pencirian nanopartikel
yang dihasilkan sebagai sediaan baru pengantaran obat ke dalam tubuh.
Hipotesis
1. Penggunaan poloxamer 188 dapat meningkatkan jumlah nanopartikel kitosan
terisi ketoprofen yang dihasilkan.
2. Peningkatan waktu dan amplitudo ultrasonikasi dapat meningkatkan jumlah
nanopartikel kitosan terisi ketoprofen yang dihasilkan.
3. Efisiensi penjerapan ketoprofen dalam nanopartikel kitosan lebih besar dari
60%.

TINJAUAN PUSTAKA
Ketoprofen
Ketoprofen [asam 2-(3-benzoilfenil)-propionat; rumus kimia C16H14O3;
Mr=254,3 g mol-1] termasuk suatu obat anti inflamasi nonsteroid (AINS), derivat
asam propionat. Obat antiinflamasi nonsteroid merupakan obat yang mempunyai
efek analgesik (penghilang rasa sakit), antipiretik (penurun panas), dan
antiinflamasi (menghilangkan pembengkakan). Mekanisme kerjanya adalah
dengan cara menghambat sintesis prostaglandin, yang merupakan suatu zat yang
menyebabkan inflamasi (Alatas et al. 2006).
Ketoprofen (Gambar 1) diindikasikan untuk menekan berbagai reaksi
inflamasi yang dihubungkan dengan nyeri dan demam. Seperti pada penyakit
sendi (rematoid dan osteoarthritis), penyakit gigi dan mulut, paska bedah, paska
trauma dan paska persalinan (Valliappan et al. 2006). Dosis oral adalah 75 mg, 3
kali sehari atau 50 mg, 4 kali sehari. Akibat waktu paruh eliminasi yang cepat,
maka obat tersebut harus sering dikonsumsi. Namun, jika ketoprofen di dalam
lambung telah terakumulasi > 300 mg, maka akan mengakibatkan pendarahan
(Patil et al. 2005).
Ketoprofen praktis tidak larut dalam air, laju disolusi dan ketersediaan
hayatinya rendah (Alatas et al. 2006). Berbagai teknik seperti obat kering, dispersi
padat, bakal obat yang larut air atau kompleksasi telah diterapkan untuk
meningkatkan kelarutan. Salah satu cara agar ketoprofen tidak terlalu sering
dikonsumsi sehingga dapat mengakibatkan pendarahan lambung ialah dengan
menyalut ketoprofen sehingga pengantaran obat dapat terkendali. Penyalut yang
telah banyak digunakan untuk mengurangi kelemahan ketoprofen adalah kitosan,
baik yang termodifikasi maupun yang tidak. Yamada et al (2001) telah

Gambar 1 Struktur kimia ketoprofen (Valliappan et al. 2006).

6

menggunakan kitosan sebagai penyalut ketoprofen dalam bentuk mikropartikel.
Penelitian lain yang telah dilakukan yaitu mempelajari perilaku disolusi
ketoprofen tersalut gel kitosan gom-guar (Amelia 2007), perilaku disolusi
mikrokapsul ketoprofen tersalut gel kitosan-alginat (Sugita et al. 2010b) dan
penyalutan ketoprofen dengan kitosan dalam bentuk nanopartikel (Wahyono et al.
2010).
Nanopartikel Kitosan
Definisi umum dari nanopartikel adalah partikel padat dengan ukuran
sekitar 10–1000 nm (Tiyaboonchai 2003; Mohanraj & Chen 2006). Metode
preparasi sangat mempengaruhi pembentukan nanopartikel, baik itu dalam bentuk
nanosphere, atau nanokapsul (Gambar 2). Nanopartikel memiliki sifat yang baik
karena faktor peningkatan luas permukaan dan efek kuantum yang dapat
meningkatkan reaktivitas, kekuatan, sifat listrik, dan perilaku in vivo (Thassu et al.
2007).
Mohanraj & Chen (2006) berpendapat bahwa nanopartikel memiliki empat
kelebihan dalam penggunaannya sebagai pengantaran obat, yaitu: (1) dapat
dengan mudah memanipilasi ciri permukaan serta ukuran partikel sesuai dengan
target pengobatan; (2) pelepasan obat dapat diatur dan diperpanjang selama proses
transpor obat ke sasaran; (3) memasukkan obat ke dalam sistem nanopartikel
dapat dilakukan tanpa reaksi kimia. Hal ini merupakan faktor penting untuk
menjaga aktivitas obat; dan (4) berbagai jalur sirkulasi tubuh dapat menggunakan
sistem nanopartikel.
Polimer nanopartikel yang biodegradabel dan biokompetibel adalah
kandidat tepat sebagai pengantaran obat. Hal tersebut dikarenakan polimer
Nanosphere

Obat
terjebak

Obat
terjerap

Nanokapsul
Gambar 2 Beberapa tipe pemuatan obat dalam nanopartikel (Tiyaboonchai 2003).

7

nanopartikel diharapkan dapat terserap dengan utuh pada saluran pencernaan
setelah pemberian secara oral (Wu et al. 2005). Tujuan utama pembuatan
nanopartikel sebagai sistem pengantaran obat yaitu untuk mengatur ukuran
partikel, sifat permukaan, dan pelepasan zat aktif pada tempat yang spesifik di
dalam tubuh sebagai sasaran pengobatan yang tepat. Salah satu contoh polimer
nanopartikel biodegradabel dan biokompetibel yang banyak digunakan sebagai
sistem pengantaran obat adalah kitosan.
Kitosan (1,4)-2-amino-2-deoksi-β-D-glukosamin (Gambar 3) merupakan
biopolimer polikationik linear terdiri dari D-glukosamin dan N-asetil-Dglukosamin yang dihubungkan oleh ikatan β-(1→4) glikosidik (Prusty 2009).
Kitosan memiliki rumus molekul (C6H11NO4)n yang merupakan salah satu dari
polimer alam yang bersifat mudah terdegradasi, biokompatibel, tidak beracun,
memiliki aktifitas anti bakteri, mukoadhesif serta mudah diperoleh (Ru et al.
2009). Kitosan larut dalam asam dengan pH dibawah 6,0, yang umum digunakan
adalah asam asetat dengan pH sekitar 4,0. Pada pH tinggi, cenderung terjadi
pengendapan. Sifat-sifat kitosan dihubungkan dengan adanya gugus-gugus amino
dan hidroksil yang terikat. Adanya gugus tersebut menyebabkan kitosan
mempunyai reaktivitas kimia yang tinggi dan penyumbang sifat polielektrolit
kation dalam larutan asam organik (Sundar 2010).
Nanopartikel kitosan telah banyak diteliti untuk sistem pengantaran obat
pada obat antikanker, gen, dan vaksin (Thassu et al. 2007). Dari sudut pandang
biofarmasi, kitosan memiliki potensi melayani sebagai peningkat penyerapan di
epitel usus untuk mukoadhesif dan meningkatkan permeabilitas (Wu et al. 2005).
Kitosan dalam bentuk nanopartikel memiliki kekuatan mekanik dan keteruraian
hayati yang lambat sehingga dapat dipakai sebagai pengantar obat. Sebagai

Gambar 3 Struktur kimia kitosan.

8

pengantar obat antikanker kitosan biasanya dibentuk menjadi gel atau lembaran
(Thassu et al. 2007).
Agar keaktifan dan kualitas dari kitosan meningkat, maka perlu dilakukan
modifikasi dengan menggunakan zat pengikat silang. Zat pengikat silang yang
sering digunakan antara lain glutaraldehida dan tripolifosfat. Penggunaan
glutaraldehida sebagai zat pengikat silang untuk sistem penghantaran obat
umumnya dihindari karena bersifat toksik. Selain itu ikatan silang yang terjadi
melalui reaksi pembentukan basa Schiff antara gugus aldehida-ujung pada
glutaraldehida dengan gugus amino pada kitosan membentuk imina akan
menyebabkan ikatan kimia yang kuat antar polimer kitosan. Pada nanopartikel
kitosan sebagai sistem penghantaran obat, hal ini harus dihindari karena dapat
mengakibatkan sulitnya proses pelepasan obat dari dalam nanopartikel kitosan.
Umumnya pembentukan ikatan silang ionik antara polikationik kitosan dengan
senyawa polianion akan lebih disukai. Tripolifosfat (TPP) yang merupakan
senyawa polianion merupakan zat pengikat silang yang baik. Kekuatan mekanik
gel kitosan meningkat dengan penggunaan TPP karena TPP memiliki rapatan
muatan negatif yang tinggi sehingga interaksi dengan polikationik kitosan akan
lebih besar (Shu & Zhu 2002).
Nanopartikel kitosan terisi amonium glisirrizinat sebagai obat anti-hepatitis
melalui proses gelasi ionik dengan menggunakan TPP telah dipelajari oleh Wu et
al. (2005). Hasil dari penelitian tersebut adalah, ukuran nanopartikel yang
diperoleh berkisar 20–80 nm dan dapat digunakan sebagai sistem penghantaran
amonium glisirrizinat dengan pelepasan amonium glisirrizinat pada 1 jam pertama
sekitar 22,5%. Pelepasan amonium glisirrizinat tergolong sangat lambat hingga
mencapai 16 jam, yaitu 37,5%.
Modifikasi lain pada gel kitosan dengan penambahan hidrokoloid alami
diantaranya dengan gom guar (Amelia 2007) dan alginat (Sugita et al. 2010b)
telah digunakan sebagai matriks penghantaran ketoprofen sebagai obat anti
inflamasi. Kitosan juga dapat memperbaiki sistem pengantaran ketoprofen dengan
cara menyalut obat dalam mikrokapsul (Yamada et al. 2001).
Mutu kitosan niaga dapat dilihat dari parameter berikut: nilai viskositas,
derajat deasetilasi, kadar air, kadar abu, dan bobot molekul. Beberapa faktor yang

9

dapat mempengaruhi viskositas kitosan diantaranya suhu, konsentrasi pelarut,
derajat deasetilasi, dan bobot molekul. Kitosan niaga memiliki bobot molekul
berkisar antara 1 × 105 dan 1,2 × 106 g/mol. Parameter mutu kitosan niaga dapat
dilihat pada Tabel 1.
Keberhasilan pembentukan nanopartikel dipengaruhi oleh penggunaan zat
aktif permukaan (surfaktan) yang berfungsi untuk menurunkan energi antarmuka
larutan sehingga mencegah timbulnya agregat-agregat permukaan. Pada
pembuatan nanopartikel, surfaktan banyak digunakan karena rata-rata ukuran
partikel menurun dengan meningkatnya konsentrasi surfaktan. Konsentrasi tinggi
surfaktan menurunkan tegangan permukaan dan memudahkan partisi partikel
selama homogenisasi. Silva et al (2006) telah menggunakan surfaktan berupa
Tween 80, Span 80 dalam proses pembuatan mikrosfer kitosan untuk sistem
penghantaran hemoglobin ke dalam tubuh. Kedua surfaktan tersebut dapat
menurunkan rerata diameter mikrosfer kitosan, yaitu pada Span 80 dari 132,6 µm
menjadi 24,9 µm dan pada Tween 80 dari 198 µm menjadi 181,3 µm. Selain itu,
kedua surfaktan tersebut juga dapat menurunkan efisiensi enkapsulasinya. Sebagai
sistem pengantaran obat penggunaan surfaktan dengan penambahan zat kimia
tertentu memiliki kelemahan yaitu toksisitas yang tinggi (Tarirai 2005). Oleh
karena itu, sistem penghantaran obat harus dibuat dari material yang memiliki
tingkat toksisitas rendah. Senyawa yang tidak beracun dan dapat digunakan
sebagai surfaktan dalam pembuatan nanopartikel kitosan adalah asam oleat dan
poloxamer 188 (Gambar 4).
Tabel 1 Parameter mutu kitosan niaga (Wahyono et al. 2010)
Parameter
Ciri
Ukuran partikel
Serpihan sampai bubuk
Kadar air
≤ 10%
Kadar abu
≤ 2%
Derajat deasetilasi
≥ 70%
Warna larutan
tidak berwarna
Viskositas (cP):
ƒ Rendah
< 200
ƒ Medium
200–799
ƒ Tinggi
800–2000
ƒ Sangat tinggi
>2000

10

(b)

(a)

Gam
mbar 4 Strukktur kimia (a)
( asam oleeat, (b) polo
oxamer 188 (x = 80, y = 27, dan
z = 80).
Asam oleaat (C18H34O2) merupakkan salah saatu asam lem
mak tak jennuh. Bobot
moleekul 282,47 g/mol, titikk leleh 4oC, titik didih 286
2 oC, dan densitas 0,895 g/cm3.
Asam
m oleat mem
mbentuk sabbun jika dirreaksikan deengan basa dan sering digunakan
sebaggai zat penggemulsi (em
mulsifying aggent) pada makanan
m
daan dapat meemperbaiki
keterrsediaan obat-obat yanng kurang laarut di dalam
m air (Tarirrai 2005). A
Asam oleat
(Gam
mbar 4a) yang merupakan surfaktan
s
alami
a
jugaa digunakkan dalam
pembbentukan naanopartikel kitosan (Wahyono et al.
a 2010).
Poloksameer

188

(HO(CH2CH2O)80(C
CH2CH(CH3)O)27(CH2C
CH2O)80H)

meruupakan kopoolimer poliooksietilen-ppolioksiprop
pilen nonionnik yang denngan rantai
poliooksietilen bersifat
b
hidrofilik, seementara rantai
r
polioksipropileen bersifat
hidroofobik (Cheen et al. 20004). Poloxxamer 188 (Gambar
(
4bb) yang biaasa disebut
denggan pluronicc F 68 atau lutrol F 68 merupakan
n surfaktan nonionik
n
yaang banyak
diapllikasikan daalam bidangg farmasi sebagai
s
emu
ulsifier, soluubilizer dann penstabil
suspeensi dalam
m bentuk doosis liquid oral, topiccal dan parrenteral. Penggunaan
dalam
m bentuk padat berpperan sebaggai wetting
g agent, plasticizer, dan dapat
meniingkatkan kelarutan
k
serta bioaviilabilitas paada obat yaang memiliiki tingkat
kelarrutan yang rendah dalam air (Yeen et al. 2008). Peranaan penting poloxamer
188 atau pluronnic F 68 dallam sistem nanopartikeel yaitu sebbagai penstaabil sistem,
menuurunkan diaameter partiikel dan inddeks polidisspersitas (M
Memisoglu-B
Bilensoy et
al. 20006).
Mettode Pembuatan Nanopartikel
Nanopartikel dibuat dengan
d
tigaa teknik yaiitu dispersi polimer, poolimerisasi
monoomer, dan proses gelasi ionik (Mohanraj & Chen 20006). Tekniik dispersi
polim
mer dilakukkan dengann beberapa cara diantaaranya metoode evaporasi pelarut
dan metode
m
difuusi pelarut. Pada metode evaporasi pelarut polimer
p
dan obat yang
digunnakan

maasing-masinng

dilarutkkan

dalam
m

pelarut

organik

kemudian

11

ditambahkan surfaktan agar membentuk emulsi minyak dalam air, stelah itu
dilakukan penguapan pelarut. Pada teknik polimerisasi, monomer di polimerisasi
dalam larutan berair untuk membentuk nanopartikel. Kemudian suspensi
nanopartikel dipisahkan dari zat penstabil dan surfaktan dengan menggunakan
sentrifugasi. Pada teknik gelasi ionik dilakukan pencampuran antara polimer yang
bersifat polikation dengan polianion.
Menurut Tiyaboonchai (2003) nanopartikel dapat dibuat dengan empat
metode. Metode tersebut diantaranya gelasi ionik, mikroemulsi, difusi
emulsifikasi pelarut dan komplek polielektrolit. Metode yang berkembang luas
adalah metode gelasi ionik (Tiyaboonchai 2003; Mohanraj & Chen 2006) dan
metode pembentukan kompleks polielektrolit (Tiyaboonchai 2003). Pada metode
gelasi ionik, dilakukan pencampuran polikation kitosan dengan polianion sodium
tripolifosfat yang mengakibatkan interaksi antara muatan positif pada gugus
amino kitosan dan muatan negatif pada TPP. Beberapa peneliti yang
menggunakan metode gelasi ionik kitosan dengan TPP antara lain: Kumar (2000)
dalam pembentukan nanopartikel kitosan poli(etilen oksida), ukuran nanopartikel
yang diperoleh berkisar 200–1000 nm. Wu et al (2005) melakukan pembentukan
nanopartikel

kitosan

terisi

amonium

glisirrizinat

menghasilkan

ukuran

nanopartikel 20–80 nm. Proses homogenisasi pada metode gelasi inonik ini
dilakukan dengan menggunakan pengaduk magnetik pada suhu kamar. Wahyono
et al. (2010) melakukan proses homogenisasi material yang digunakan pada
pembentukan nanopartikel dengan menggunakan metode ultrasonikasi.
Sonokimia
Spektrum suara (Sonic) yang memiliki frekuensi sangat tinggi disebut
ultrasonik. Rentang frekuensi ultrasonik yaitu 20 kHz–10 MHz. Ultrasonik dibagi
menjadi tiga golongan utama: frekuensi rendah (20–100 kHz), frekuensi
menengah (100 kHz–1 MHz), dan frekuensi tinggi (1–10 MHz). Ultrasonik
dengan frekuensi 20 kHz – 1 MHz banyak digunakan dalam bidang kimia yang
biasa disebut dengan sonokimia (Sonochemistry). Frekuensi ultrasonik diatas 1
MHz banyak digunakan dalam bidang kedokteran seperti pencitraan, analisis
aliran darah, kedokteran gigi, sedot lemak, ablasi tumor, dan penghancuran batu
ginjal (Schroeder et al. 2009).

12

Prinsip sonokimia sangat berkaitan dengan fenomena kavitasi akustik yaitu
pembentukan, pertumbuhan, dan pecahnya gelembung yang terbentuk dalam
medium cairan (Schroeder et al. 2009). Pada fenomena kavitasi suara ultrasonik
yang menjalar di dalam medium cair memiliki kemampuan untuk membangkitkan
gelembung atau rongga (cavity) di dalam medium cair tersebut. Ketika gelombang
ultrasonik menjalar pada medium cairan terjadi siklus regangan dan rapatan.
Turunnnya tekanan mengakibatkan terjadinya regangan sehingga membentuk
gelembung yang akan menyerap energi dari gelombang ultrasonik, sehingga
gelembung tersebut dapat memuai sampai ukuran maksimum dan akhirnya pecah
(Hielscher 2005). Menurut Schroeder et al. (2009) pecahnya gelembung
mengakibatkan terjadinya kondisi ekstrem yaitu kenaikan suhu lokal mencapai
suhu 5000 K serta kenaikan tekanan mencapai 1000 atm dengan kecepatan
pemanasan sampai pendinginan >1010 K/s. Kondisi ekstrem ini menyebabkan
terjadinya pemutusan ikatan kimia yang disebut dengan teori Hot Spot (Gambar
5).
Kavitasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: amplitudo, suhu,
tekanan, konsentrasi dan viskositas (Hielscher 2005). Sedangkan menurut
Gronroos (2010) faktor yang mempengaruhi proses kavitasi adalah: frekuensi,
intensitas, pelarut, suhu, tekanan, penghancuran gas dan partikel, serta kelemahan
pada alat ultrasonik. Kenaikan frekuensi ultrasonik mengakibatkan menurunnya
pembentukan gelembung kavitasi. Dengan frekuensi tinggi maka periodenya lebih
pendek, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk proses kavitasi tidak mencukupi.
Pada frekuensi yang mendekati 10 MHz proses kavitasi tidak terbentuk (Gronroos
2010). Untuk ultrasonik seperti gelombang suara, panjang gelombang (λ)
berhubungan dengan cepat rambat suara (Vs) dalam medium dan frekuensi (f)
yang dinyatakan pada persamaan (1).
= λ …………………………………………………….(1)

Menurut Groonroos (2010) intensitas ultrasonik merupakan salah satu

faktor penting pada proses kavitasi. Intensitas diartikan sebagai jumlah energi
yang mengalir per luas area, yang dinyatakan dengan persamaan (2) berikut:
=

……………………………………………………(2)

13

dimana E adalah energi dan Vs adalah cepat rambat suara. Hielscher (2005)
menyatakan bahwa intensitas bergantung pada amplitudo (A), tekanan (P),
volume reaktor (VR), temperatur (T), viskositas (η) dan lain-lain yang
dinyatankan pada persamaan (3).
[ /

]=

A[μ ], P[

], V [

], T[ C], η[cP], …….(3)

Tang et al (2003) melakukan proses ultrasonikasi pada kitosan-TPP

dengan menggunakan ragam amplitudo (20, 40, 60 dan 80) selama (2, 5, 8 dan 10
menit), hasil yang diperoleh ternyata proses ultrasonikasi dapat menurunkan ratarata diameter partikel. Penelitian tersebut juga dapat membuktikan bahwa semakin
meningkatnya amplitudo dan waktu pada proses ultrasonikasi mampu
menurunkan rata-rata diameter partikel. Hal tersebut sesuai dengan hasil
penelitian Tsai et al. (2008), yaitu semakin lama proses ultrasonikasi pada
kitosan-TPP diameter partikel yang diperoleh semakin menurun.
Faktor lain yang akan mempengaruhi proses kavitasi, yaitu penambahan
surfaktan dalam medium cairan. Surfaktan akan terakumulasi di bagian antarmuka
antara gas dan cairan pada gelembung kavitasi yang akan menurunkan tegangan
permukaan gelembung. Turunnya tegangan permukaan akan mengakibatkan
bertambahnya kecepatan pembentukan gelembung. Namun, gelembung yang
terbentuk tidak stabil dan akhirnya pecah menjadi ukurang yang lebih kecil di
bandingkan gelembung dalam medium cairan tanpa penambahan surfaktan
(Schroeder et al. 2009). Gelombang kejut yang dihasilkan pada saat ultrasonikasi
dapat memisahkan gumpalan partikel dan terjadi dispersi sempurna dengan
penambahan surfaktan sebagai penstabil (Hielscher 2005).
Pada penelitian dengan efek ultrasonik banyak menggunakan peralatan yang
berbentuk probe. Alat tipe probe ini merupakan alat yang paling akurat dan efektif

Gambar 5 Teori Hot spot kavitasi akustik.

14

untuk skala laboratorium karena alat ini dapat menghasilkan gelombang ultrasonik
dengan intensitas tinggi yaitu 50 – 500 W/cm2 serta mudah dikontrol pada suhu
ruang dan tekanan atmosfer. Peralatan komersial lainnya yaitu tipe cleaning bath
yang memiliki intensitas rendah (~ 1 W/cm2). Oleh sebab itu peralatan ultrasonik
tipe probe banyak dingunakan dalam pembuatan nanopartikel (Wahyono et al.
2010).

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pelaksanaan penelitian dari bulan Januari sampai Mei 2011 yang dilakukan
di Laboratorium Kimia Organik IPB, Laboratorium Kimia Fisik IPB,
Laboratorium Biofisik IPB, Laboratorium Terpadu FKH IPB, Balai Inkubator
Teknologi (BIT) BPPT Gedung 410 ruang 129 Kawasan PUSPIPTEK Serpong,
PT BIN BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Pusat Antar Universitas (PAU)
IPB, Laboratorium Geologi Quarterner PPGL Bandung dan Pusat Laboratorium
Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya adalah kitosan udang
(C6H11NO4)n dari Bratachem (kadar air 9,94%, kadar abu 0,61%, derajat
deasetilasi 77,26%, dan bobot molekul 3×105 g/mol), ketoprofen (C16H14O3) dari
PT. Kalbe Farma, asam oleat, poloxamer 188, buffer fosfat pH 7,2, natrium
Tripolifosfat (STPP).
Alat yang digunakan di antaranya homogenyzer Ultra-Turax T8,
Turbidimeter jenis 2100 P, Viscometer TV-10, ultrasonic processor Cole Parmer
130 Watt 20 kHz jenis probe CV 18, sentrifusa kecepatan tinggi Himac CR 21G,
particle size analyzer Delsa Nano C, pengering semprot Buchi 190, FTIR jenis
Perkin Elmer seri SpectrumOne, spektrofotometer UV-Vis jenis UV-1700
PharmaSpec, pengocok, SEM JEOLJSM-6360LA, pH meter Toa HM-20S, dan
XRD PW 1710 Philips.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri atas lima tahap, yaitu pemilihan jenis surfaktan,
optimasi kondisi ultrasonikasi, pemilihan formula nanopartikel kitosan terisi
ketoprofen terbaik, pencirian nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dan efisiensi
penjerapan ketoprofen pada nanopartikel kitosan.
1. Pemilihan jenis surfaktan
Pemilihan jenis surfaktan dilakukan dengan menggunakan formula P (Tabel 2).
Surfaktan yang digunakan adalah asam oleat (formula PO) dan poloxamer 188

16

(formula PP). Kitosan dilarutkan dalam asam asetat 2%, ketoprofen dan asam
oleat dilarutkan dalam etanol, sedangkan TPP dan poloxamer 188 masingmasing dilarutkan dalam air bebas ion. Ke dalam 100 mL larutan kitosan
ditambahkan 40 mL TPP sambil dihomogenkan dengan kecepatan 13500 rpm
selama 5 menit untuk mendapatkan kitosan yang terikat silang dengan TPP,
kemudian ditambahkan 40 mL ketoprofen dengan konsentrasi 0,2 mg/mL dan
20 mL surfaktan (asam oleat atau poloxamer 188), lalu dihomogenkan kembali.
Formula yang telah homogen diukur nilai turbiditasnya (T0) dan viskositasnya.
Partikel yang ada dalam formula kemudian dipecah dengan proses
ultrasonikasi. Masing-masing formula diultrasonikasi pada kondisi yang sama
yaitu tiap 25 mL menggunakan gelas piala 50 mL selama 30 menit (Wahyono
et al. 2010) dengan amplitudo 20, 30 dan 40. Setelah diultrasonikasi, diukur
kembali nilai turbiditasnya (Ta) dan selanjutnya disentrifugasi selama 2 jam
dengan kecepatan 19900 rpm untuk memisahkan partikel yang masih
berukuran besar. Supernatan yang diperoleh diukur turbiditasnya (Tb) dan
formula yang memiliki turbiditas terkecil yang kemudian dianalisis dengan
menggunakan PSA untuk mengetahui ukuran partikelnya. Jenis surfaktan
terpilih adalah surfaktan yang menghasilkan nilai turbiditas terkecil dan dapat
membantu pembentukan nanopartikel.
2. Optimasi kondisi ultrasonikasi
Optimasi kondisi ultrasonikasi dilakukan dengan menggunakan formula P dan
surfaktan terpilih dari tahap 1. Proses yang dilakukan sama dengan tahap 1,
tetapi proses ultrasonikasi dilakukan pada kondisi yang beragam. Ultrasonikasi
dilakukan dengan ragam waktu (10, 20, 30, 45, dan 60 menit) dan ragam
amplitudo (20, 30 dan 40). Kondisi ultrasonikasi optimum adalah waktu dan
amplitudo ultrasonikasi yang menghasilkan nilai turbiditas terkecil dan jumlah
partikel berukuran 10-1000 nm terbanyak.
3. Pemilihan formula nanopartikel kitosan terisi ketoprofen terbaik
Pemilihan formula nanopartikel kitosan terisi ketoprofen terbaik ini
menggunakan tiga formula terbaik Wahyono et al. (2010) dengan komposisi
material terdapat pada Tabel 2. Pada tahap ini digunakan surfaktan terpilih
dengan kondisi ultrasonikasi optimum dari tahap 1 dan 2. Formula terpilih

17

adalah formula yang menghasilkan nilai turbiditas dan rata-rata diameter
partikel terkecil.
Tabel 2 Kombinasi konsentrasi kitosan, TPP, ketoprofen dan surfaktan
(Wahyono et al. 2010)
Kitosan
TPP
Ketoprofen
Surfaktan
Formula
% (b/v)
(mg/mL)
(mg/mL)
(mg/mL)
P
3,00
0,84
0,20
1,50
A
2,50
0,84
0,20
0,10
B
2,50
0,84
0,20
0,80
4. Pencirian nanopartikel kitosan terisi ketoprofen (Sundar 2010)
Ukuran partikel kitosan terisi ketoprofen dianalisis dengan menggunakan PSA.
Sedangkan karakteristik bentuk partikel, gugus fungsi dan kristalinitasnya
berturut-turut dianalisis dengan menggunakan SEM, FTIR dan XRD yang
menggunakan formula yang telah dikeringkan terlebih dahulu dengan
menggunkan pengering semprot.
5. Efisiensi penjerapan ketoprofen pada nanopartikel (Wahyono et al. 2010)
Sebanyak 25 mg nanopartikel kitosan ditimbang dan dilarutkan ke dalam 50
mL bufer fosfat pH 7,2. Campuran tersebut dikocok selama 24 jam lalu
disaring. Filtrat yang diperoleh dibaca absorbansnya dengan spektrofotometer
UV pada λmaks 259,8. Absorbans yang diperoleh digunakan untuk menentukan
konsentrasi ketoprofen dengan bantuan kurva standar. Kurva standar dibuat
dengan cara larutan ketoprofen dalam bufer fosfat pH 7,2 dengan konsentrasi
1-10 mg/L diukur absorbansnya pada λmaks 259,8. Data yang diperoleh
merupakan kurva hubungan antara konsentrasi ketoprofen dan absorbansnya.
Sebagai koreksi diukur juga nanopartikel kitosan kosong atau tanpa
penambahan ketoprofen. Efisiensi penjerapan dihitung dengan menggunakan
persamaan (4):
EP =

x mg⁄L × L⁄
mL × vol. ekstraksi × a mg⁄b mg
×
Massa ketoprofen awal mg

dengan:

%….

x = nilai konsentrasi ketoprofen dalam formula
a = massa total nanopartikel yang diperoleh
b = massa nanopartikel yang digunakan untuk penentuan efisiensi

.

18

Kitosan

TPP

Ketoprofen

+ Air bebas
ion

+ Asam
asetat 2%

+ Etanol

Poloxamer 188
+ Air bebas
ion

Kitosan terikat
silang dengan TPP
Homogenisasi
(13500 rpm, 5 mnt)
Viskositas
Ultrasonikasi
(t= 60 mnt, A= 40)

Turbiditas
Sentrifugasi
(19900 rpm, 2 jam)

Supernatan

PSA

Spray Dry

SEM

FTIR

Efisiensi Penjerapan

Gambar 6 Strategi penelitian.

XRD

HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Surfaktan Terpilih
Tahap awal penelitian ini dilakukan pemilihan jenis surfaktan. Pada tahap
pemilihan jenis surfaktan ini menggunakan formula yang sama yaitu formula P.
Surfaktan yang digunakan adalah asam oleat (formula PO) dan poloxamer 188
(formula PP). Surfaktan terpilih adalah surfaktan yang menghasilkan nilai
turbiditas terkecil dan dapat membantu pembentukan nanopartikel. Pembuatan
nanopartikel pada formula PO dan PP menggunakan metode homogenisasi,
ultrasonikasi dan sentrifugasi. Proses homogenisasi dengan kecepatan 13500 rpm
selama 5 menit dilakukan pada saat mencampurkan kitosan dengan TPP untuk
mempercepat terbentuknya ikatan silang kitosan-TPP, dan dilakukan pada saat
mencampurkan ketoprofen dan surfaktan (asam oleat atau poloxamer 188)
kedalam kitosan-TPP. Proses h