Characterization of Curcuminoids Loaded Solid Lipid Nanoparticles.

PENCIRIAN NANOPARTIKEL KURKUMINOID
TERSALUT LEMAK PADAT

MUSLIH ABDUL MUJIB

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini Saya menyatakan bahwa tesis Pencirian Nanopartikel
Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat adalah karya Saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011


Muslih Abdul Mujib

Abstract
MUSLIH ABDUL MUJIB. Characterization of Curcuminoids Loaded Solid Lipid
Nanoparticles. Supervised by LATIFAH K. DARUSMAN and LAKSMI
AMBARSARI.
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) is the Indonesian plant that widely used in
traditional medicine (Jamu). Its efficacy is associated with pharmacological
properties of curcuminoids, such as antioxidant, anti-inflammatory, and anticarcinogenic. Curcuminoids is safe even at high doses in human but weakly
soluble in water that restrict its bioavailability. This problems could be overcome
by incorporated curcuminoids into solid lipid nanoparticles (SLN) as colloidal
carriers system. The purpose of this study was to produce and characterize
curcuminoids loaded solid lipid nanoparticles (curcuminoids-SLN) as drug
delivery system. The ethanolic extract of Temulawak rhizome was analyzed by
HPLC and FTIR. The curcuminoid-SLN was produced using homogenizationultrasonication methods and characterized by particle size analyzer, FTIR, and
XRD. The entrapment efficiency was determined by spectophotometer-visible.
HPLC chromatogram has shown percentage of curcumin, demethoxycurcumin,
and bisdemethoxycurcumin were found to be 64, 28, and 3, respectively. The
FTIR spectral data of ethanolic extract generally as well as curcuminoids
standard, but have C-O primary alcohol stretching band and higher intensity on OH stretching region. The best ultrasonication condition was 20% amplitude and

120 min. The particle size was 165,8 ± 46,5 nm and polydispersity index was
0,296. The FTIR spectral data of curcuminoids-SLN was reflection of raw
materials spectrum and XRD measurement showed that crystallinity of
curcuminoids-SLN in the good aggrement with palmitic acid. The best
composition of palmitic acid:curcuminoids was 1:0,1 and 1:0,01 with entrapment
efficiency 78% and 87%, respectively. In conclusion, curcuminoids-SLN with
small and uniform particle size, good crystallinity, and high entrapment efficiency
can be obtained by homogenization-ultrasonication method with 20% amplitude
and 120 min.
Key words: Curcuma xanthorriza, curcuminoids, bioavailability, ultrasonication,
solid lipid nanoparticles.

RINGKASAN
MUSLIH ABDUL MUJIB. Pencirian Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak
Padat. Dibimbing oleh LATIFAH K. DARUSMAN dan LAKSMI AMBARSARI.
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) merupakan tanaman khas Indonesia
dan biasa ditanam di pulau Jawa. Rimpang merupakan bagian yang paling
berguna dari tanaman tersebut terutama untuk tujuan pengobatan tradisonal yang
dikenal dengan jamu. Warna kuning khas dan efek farmakologis rimpang
temulawak berkaitan erat dengan senyawaan kurkuminoid yang dikandungnya.

Kurkumin diketahui memiliki aktivitas antioksidan, antiinflamatori, antimikroba,
dan antikarsinogenik. Pengujian klinis memperlihatkan bahwa kurkumin aman
untuk manusia bahkan pada dosis tinggi (12 gram/hari) tetapi memilki
bioavailabilitas yang sangat rendah. Alasan utama yang menyebabkan rendahnya
bioavailabilitas kurkumin dikarenakan senyawa tersebut hampir tidak larut dalam
air pada pH asam dan netral sehingga sulit sekali terabsorpsi. Selain itu, kurkumin
mengalami metabolisme yang cepat, dan pengeluaran sistemik yang cepat.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut antara lain dengan
penyatuan kurkumin ke dalam sistem koloid pembawa (colloidal carrier system).
Di antara pembawa pengantaran obat modern, nanopartikel lemak padat (solid
lipid nanoparticle/SLN) telah menjadi sistem koloid pembawa yang menjanjikan.
Dibandingkan dengan partikel pembawa yang lain, SLN memiliki sejumlah
keuntungan sebagai sistem pengantaran obat, seperti tolerabilitas
(kedapattahanan) dan biodegradasi yang baik, bioavailabilitas yang tinggi, efisien
mengenai sasaran, dan mudah dipersiapkan dan disterilisasi dalam skala besar.
Keuntungan lain dari SLN sebagai sistem pengantaran obat adalah memungkinkan
pengendalian pelepasan dan pengarahan obat, meningkatkan stabilitas obat,
memungkinkan penyatuan obat-obat lipofilik dan hidrofilik, tidak beracun, dan
terbebas dari pelarut organik.
Teknik ultrasonikasi merupakan teknik yang banyak digunakan dalam

pembuatan nanopartikel lemak padat karena metodenya yang sederhana dan
efektif untuk menghasilkan SLN tanpa pelarut organik. Masalah dari metode ini
adalah distribusi ukuran partikel yang lebih besar dan dapat mencapai rentang
mikrometer. Kontaminasi logam yang disebabkan ultrasonikasi juga menjadi
masalah pada teknik ini. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, digunakan
penggabungan teknik pengadukan kecepatan tinggi (homogenisasi) dan
ultrasonikasi yang dilakukan pada suhu tinggi, yaitu diatas titik leleh lemak
padatnya.
Penelitian ini bertujuan membuat nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak
padat dengan metode homogenisasi dan ultrasonikasi, juga untuk pencirian
nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat yang dihasilkan sebagai sediaan
baru pengantaran obat ke dalam tubuh. Kurkuminoid diekstraksi dari rimpang
temulawak dengan metode maserasi dan Soxhlet yang selanjutnya dianalisis
dengan HPLC dan FTIR. Pembuatan nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak
padat dilakukan dengan metode homogenisasi dan ultrasonikasi. Sementara itu,
pencirian produk nanopartikel lemak padat meliputi analisis ukuran partikel
dengan metode Photon Correlation Spectroscopy (PCS), analisis gugus fungsi

karakteristik dengan FTIR, analisis kristalinitas dengan XRD, dan analisis
efisiensi penjerapan dengan metode spektrofotometer sinar tampak.

Total rendeman ekstak kurkuminoid yang diperoleh dengan mengekstraksi 1
kg serbuk temulawak dengan metode maserasi dan soxhlet menggunakan pelarut
etanol adalah 8%. Hasil analisis HPLC menunjukkan bahwa komponen utama
ekstrak etanol sampel adalah kurkumin dan demetoksikurkumin serta sedikit
bisdemetoksikurkumin dengan komposisi masing-masing 3%; 28%; dan 65%.
Perbedaan spektrum FTIR standar kurkuminoid dengan ekstrak etanol sampel
adalah puncak regangan O-H ekstrak etanol sampel memiliki intensitas transmitan
yang lebih besar, hal tersebut karena adanya ikatan hidrogen antar molekul dan
masih terdapatnya pelarut pada ekstrak tersebut. Adanya pelarut pada ekstrak
etanol sampel juga ditunjukkan oleh puncak pada bilangan gelombang 1010 cm-1
yang merupakan puncak regangan C–O alkohol primer.
Kondisi ultrasonikasi terbaik untuk membuat nanopartikel kurkuminoid
tersalut lemak padat adalah dengan amplitudo 20% dan waktu 120 menit yang
menghasilkan ukuran partikel dengan kisaran 165,8 ± 46,5 nm dan nilai indeks
polidispersitas 0,296. Hasil analisis FTIR menunjukkan bahwa puncak-puncak
spesifik pada spektrum produk nanopartikel lemak padat merupakan refleksi dari
puncak-puncak spesifik bahan baku (kurkuminoid, asam palmitat, dan poloksamer
188). Difraktogram sinar X produk nanopartikel lemak padat memperlihatkan
pola yang sama dengan asam palmitat tanpa terjadi pergeseran nilai 2θ pada
puncak-puncak spesifiknya yang menunjukkan proses rekristalisasi terjadi dengan

baik. Komposisi asam palmitat : kurkuminoid terbaik adalah 1:0,1 dan 1:0,01
yang menghasilkan nilai efisiensi penjerapan masing-masing 78% dan 87%.
Sebagai kesimpulan, nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat dengan
ukuran partikel yang kecil dan seragam, kristalinitas yang baik, dan efisiensi
penjerapan yang tinggi dapat diperoleh dengan metode homogenisasiultrasonikasi dengan amplitudo 20% dan waktu 120 menit. Optimasi komposisi
bahan baku untuk mendapatkan nilai efisiensi penjerapan yang lebih tinggi perlu
dilakukan pada kisaran komposisi antara formula II dan formula III.

Kata kunci: Curcuma xanthorriza, kurkuminoid, bioavailabilitas, ultrasonikasi,
nanopartikel lemak padat.

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


PENCIRIAN NANOPARTIKEL KURKUMINOID
TERSALUT LEMAK PADAT

MUSLIH ABDUL MUJIB

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Departemen Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Dyah Iswantini Pradono, M.Agr.

Judul Tesis
Nama
NIM


: Pencirian Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat
: Muslih Abdul Mujib
: G451090171

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS.
Ketua

Dr. Laksmi Ambarsari, MS.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Kimia

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, MS.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian: 21 Juli 2011

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Janauri 2011 ini ialah
sistem penghantaran obat, dengan judul Pencirian Nanopartikel Kurkuminoid
Tersalut Lemak Padat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman,
M.S. dan Dr. Laksmi Ambarsari, MS. selaku pembimbing, para dosen di
Departemen Kimia yang telah banyak memberi saran dan masukan. Disamping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Tim Penelitian Nanopartikel Tanaman
Obat khususnya temulawak Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB, Kementerian
Agama Republik Indonesia, dan PT. BASF Indonesia. Ungkapan terima kasih

juga disampaikan kepada orang tua, istri, serta seluruh keluarga, atas segala do’a
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2011
Muslih Abdul Mujib

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 13 September 1981 dari ayah
Tatang Mukhtar dan ibu Didah Faridah. Penulis merupakan putra pertama dari
empat bersaudara.
Tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Kotamadya Sukabumi dan
pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB. Penulis memilih Diploma III
program studi Analisis Kimia, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan
studi pada program studi S1 Kimia Industri, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran dan lulus pada tahun 2006.
Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister sains pada program studi
Kimia, Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2009. Beasiswa
pendidikan pascasarjana diperoleh dari Kementerian Agama Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai tenaga pengajar di Madrasah Tsanawiyah dan
Madrasah Aliyah YASMI Sukabumi sejak tahun 2003.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
PENDAHULUAN .............................................................................................
Latar Belakang ..........................................................................................
Perumusan Masalah ..................................................................................
Tujuan Penelitian ......................................................................................
Hipotesis ...................................................................................................

1
1
4
4
4

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 5
Kurkuminoid ............................................................................................. 5
Nanopartikel Lemak Padat ....................................................................... 7
Ultrasonikasi ............................................................................................. 12
BAHAN DAN METODE ..................................................................................
Bahan dan Alat .........................................................................................
Metode Penelitian .....................................................................................
Isolasi Kurkuminoid .............................................................................
Analisis Kurkuminoid dengan HPLC ..................................................
Pembuatan Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Asan Palmitat ..........
Efisiensi Penjerapan .............................................................................
Pencirian Struktur ................................................................................
Ukuran Partikel ....................................................................................

15
15
15
15
15
16
16
16
17

HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................
Ekstrak Rimpang Temulawak dan Hasil Pencirian Kurkuminoid.............
Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat ...................................
Pencirian Nanopartikel Lemak Padat .......................................................
Analisis Ukuran Partikel ......................................................................
Analisis FTIR .......................................................................................
Analisis Difraksi Sinar X .....................................................................
Efisiensi Penjerapan .............................................................................

19
19
21
24
24
27
29
30

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 35
LAMPIRAN ....................................................................................................... 37

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Sifat Fisikokimia Kurkuminoid ..................................................................

6

2

Puncak-puncak spesifik ekstrak etanol sampel .......................................... 21

3

Kondisi emulsi hasil ultrasonikasi Tahap I ................................................ 23

4

Kondisi emulsi hasil ultrasonikasi Tahap II ............................................... 24

5

Distribusi ukuran partikel ........................................................................... 26

6

Puncak-puncak spesifik nanopartikel kurkuminoid tersalut
lemak padat ................................................................................................. 28

7

Efisiensi Penjerapan ................................................................................... 32

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Rimpang Curcuma longa (a) dan Curcuma xanthorriza (b) ......................

5

2

Struktur Kurkuminoid ................................................................................

6

3

Struktur (a) nanoemulsi cair dan (b) nanopartikel lemak padat
yang distabilkan oleh lapisan surfaktan.......................................................

8

4

Model (a) matriks homogen, (b) kulit diperkaya obat, dan
(c) inti diperkaya obat ................................................................................. 11

5

Teori Hot spot kavitasi akustik ................................................................... 13

6

Kromatogram HPLC (a) Standar Kurkuminoid dan (b) Ekstrak Etanol
Sampel ....................................................................................................... 20

7

Spektrum FTIR standar kurkuminoid dan ekstrak etanol sampel .............. 20

8

Emulsi sebelum ultrasonikasi ..................................................................... 22

9

Emulsi hasil ultrasonikasi ........................................................................... 23

10 Spektrum FTIR (a) kurkuminoid, (b) asam palmitat, (c) poloksamer
188, dan (d) nanopartikel lemak padat ....................................................... 28
11 Difraktogram sixar X (a) kurkuminoid, (b) asam palmitat, dan (c)
nanopartikel lemak padat ............................................................................ 30
12 Emulsi (a) formula I, (b) formula II, dan (c) formula III ........................... 32

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Diagram Alir Penelitian .............................................................................. 41

2

Penentuan Kadar Air dan Rendemen Ekstraksi .......................................... 42

3

Hasil Analisis HPLC Ekstrak Etanol Temulawak ...................................... 43

4

Energi Hasil Ultraonikasi ............................................................................ 44

5

Hasil Analisis Ukuran Partikel .................................................................... 45

6

Penentuan Efisiensi Penjerapan .................................................................. 48

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) merupakan tanaman khas Indonesia
dan biasa ditanam di pulau Jawa. Rimpang merupakan bagian yang paling
berguna dari tanaman tersebut terutama untuk tujuan pengobatan tradisonal yang
dikenal dengan jamu. Rimpang temulawak selain kaya akan senyawaan
sesquiterpen

(seperti

xantorizol,

bisakumol,

bisakurol,

bisakurona,

dan

zingiberena), juga mengandung kurkuminoid (1–2%) (Duke et al. 2003). Warna
kuning khas dan efek farmakologis rimpang temulawak berkaitan erat dengan
senyawaan kurkuminoid yang dikandungnya. Kurkumin merupakan bubuk kristal
jingga-kuning yang tidak larut air. Struktur kurkumin (diferuloilmetana) pertama
kali digambarkan pada tahun 1910 oleh Lampe dan Milobedeska (Aggarwal et al.
2006). Kurkumin diketahui memiliki aktivitas antioksidan, antiinflamatori,
antimikroba, dan antikarsinogenik. Selain itu, kurkumin juga memiliki efek
hepato- dan nefroprotektif, antireumatik, dan hipoglikemik (Anand et al. 2007).
Pengujian klinis memperlihatkan bahwa kurkumin aman untuk manusia bahkan
pada dosis tinggi (12 gram/hari) tetapi memilki bioavailabilitas yang sangat
rendah. Kurkumin tidak terdeteksi pada hati hanya terdapat pada mukosa saluran
cerna dengan dosis oral mencapai 1000 mg/kg pada binatang pengerat (Bisht et al.
2011). Alasan utama yang menyebabkan rendahnya bioavailabilitas kurkumin
dikarenakan senyawa tersebut hampir tidak larut dalam air pada pH asam dan
netral sehingga sulit sekali terabsorpsi. Selain itu, kurkumin mengalami
metabolisme yang cepat, dan pengeluaran sistemik yang cepat (Anand et al. 2007;
Wang et al. 2008).
Beberapa cara untuk mengatasi masalah tersebut antara lain dengan
menggunakan adjuvan (untuk memblokir jalur metabolik kurkumin), kompleks
nanopartikel, liposom, misel, dan fosfolipid yang dapat menghasilkan sirkulasi
yang lebih lama, ketelapan (permeabilitas) yang lebih baik, dan tahan terhadap
proses metabolisme (Anand et al. 2007). Masalah tersebut juga diatasi dengan
penyatuan kurkumin ke dalam sistem koloid pembawa (colloidal carrier system).
Di antara pembawa pengantaran obat modern, nanopartikel lemak padat (solid

2
lipid nanoparticle/SLN) telah menjadi sistem koloid pembawa yang menjanjikan
(Yadav et al. 2008).
Nanopartikel lemak padat dikembangkan sebagai suatu alternatif untuk
nanopartikel polimer, liposom, dan emulsi. SLN memiliki sifat yang unik, yaitu
ukurannya kecil, luas permukaan besar, dan kapasitas pemuatan obat yang tinggi.
SLN merupakan koloid pembawa sub-mikron yang terdiri dari lemak fisiologis,
terdispersi dalam air atau dalam suatu larutan surfaktan berair (Kamble et al.
2010). Dibandingkan dengan partikel pembawa yang lain, SLN memiliki
sejumlah keuntungan sebagai sistem pengantaran obat, seperti tolerabilitas
(kedapattahanan) dan biodegradasi yang baik, bioavailabilitas yang tinggi, efisien
mengenai sasaran, dan mudah dipersiapkan dan disterilisasi dalam skala besar
(Pang et al. 2009). Keuntungan lain dari SLN sebagai sistem pengantaran obat
adalah

memungkinkan

pengendalian

pelepasan

dan

pengarahan

obat,

meningkatkan stabilitas obat, memungkinkan penyatuan obat-obat lipofilik dan
hidrofilik, tidak beracun, dan terbebas dari pelarut organik (Menhert & Mader
2001).
Secara umum, bahan-bahan untuk pembuatan SLN terdiri atas lemak padat
sebagai matriks, pengemulsi, dan air. Kelompok lemak yang digunakan antara lain
trigliserida (seperti tristearin, tripalmitin, trilaurin), gliserida parsial (seperti
gliseril monostearat), asam lemak (seperti asam stearat, asam palmitat, asam
oleat), steroid (seperti kolesterol), dan lilin (seperti setil palmitat). Semua jenis
pengemulsi (yang sesuai secara fisiologis, muatan, dan bobot molekul) dapat
digunakan untuk menstabilkan tebaran lemak, misalnya fosfolipid (lesitin kedelai,
lesitin telur, dan fosfatidilkolin), garam empedu (natrium taurokolat, natrium
glikolat), dan poloksamer (poloksamer 188, 182, 407). Pada beberapa kasus juga
digunakan pengemulsi pembantu (seperti butanol). Penggunaan pengemulsi
gabungan dapat mencegah terjadinya penggumpalan partikel secara lebih efisien
(Menhert & Mader 2001; Parhi & Suresh 2010).
Beberapa metode telah dikembangkan untuk pembuatan SLN, seperti
homogenisasi tekanan tinggi, mikroemulsi, difusi emulsi pelarut, evaporasi
emulsifikasi pelarut, pengadukan kecepatan tinggi, dan ultrasonikasi. Teknik baru
juga digunakan dalam pembuatan SLN, antara lain fluida superkritis, kontraktor

3
membran, injeksi pelarut, dan teknik emulsi ganda (Parhi & Suresh 2010). Teknik
tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Teknik ultrasonikasi
merupakan teknik yang banyak digunakan karena metodenya yang sederhana dan
efektif untuk menghasilkan SLN tanpa pelarut organik. Masalah dari metode ini
adalah distribusi ukuran partikel yang lebih besar dan dapat mencapai rentang
mikrometer. Kontaminasi logam yang disebabkan ultrasonikasi juga menjadi
masalah pada teknik ini. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, digunakan
penggabungan teknik pengadukan kecepatan tinggi (homogenisasi) dan
ultrasonikasi yang dilakukan pada suhu tinggi, yaitu diatas titik leleh lemak
padatnya (Mukherjee et al. 2009).
Berbagai penelitian untuk mengembangkan nanopartikel lemak padat
sebagai sistem pengantaran obat telah banyak dilakukan. Yadav et al. (2008)
melaporkan bahwa kurkumin yang dimuat dalam mikropartikel asam palmitat
melalui pengadukan kecepatan tinggi dan ultrasonikasi memiliki efisiensi
penjerapan yang tinggi (74,58%), bentuk yang membulat, permukaan yang teratur,
dan ukuran partikel kurang dari 312 µm. Abdelbary dan Fahmi (2009) melakukan
pencirian diazepam (senyawa aktif yang tidak larut air) yang dimuat dalam
nanopartikel lemak padat (gliseril behenat). Pushpendra et al. (2009)
mengembangkan formulasi dan pencirian nanopartikel lemak padat (natrium
taurokolat) yang mengandung nimesulid dengan metode pengadukan kecepatan
tinggi. Penelitian lain adalah pembuatan dan pencirian nanopartikel lemak padat
(gliseril kaprat dan mentega cokelat) yang memuat doksorubisin (Subedi et al.
2009).
Penelitian mengenai lemak padat sebagai bahan penyalut kurkuminoid
belum banyak dilakukan. Yadav et al. (2008) baru melakukan pengembangan
mikropartikel asam palmitat sebagai bahan penyalut kurkuminoid. Menurut
Khuwijitjaru et al. (2002), kelarutan asam lemak dalam air meningkat dengan
bertambahnya suhu dan menurun dengan bertambahnya jumlah atom karbon.
Polaritas asam lemak tersebut akan mempengaruhi interaksinya dengan
kurkuminoid dan mekanisme pelepasan obat. Semakin banyak jumlah atom
karbon maka interaksinya dengan kurkuminoid akan semakin kuat (interaksi
hidrofobik) tetapi akan mempersulit pelepasan kurkuminoid ketika mencapai

4
target di dalam tubuh. Dengan demikian, pemilihan asam lemak sangat
berpengaruh pada pelepasan zat aktif dan satabilitas nanopartikel lemak padat
yang dihasilkan.
Perumusan Masalah
Kurkuminoid memiliki manfaat yang besar dalam pengobatan tetapi
bioavailabilitasnya rendah (rendahnya absorpsi, metabolisme yang cepat, dan
pengeluaran sistemik yang cepat). Oleh karena itu diperlukan suatu metode untuk
mengatasi masalah tersebut, yaitu dengan menggunakan bahan penyalut berupa
lemak padat (asam palmitat) dalam ukuran nano. Asam palmitat sebagai bahan
penyalut kurkuminoid karena merupakan asam lemak yang secara fisiologis tidak
bebrbahaya bagi tubuh dan mudah diperoleh.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan membuat nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak
padat dengan metode homogenisasi dan ultrasonikasi, serta penciriannya sebagai
bentuk sediaan baru pengantaran obat ke dalam tubuh.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah metode homogenisasi
dan ultrasonikasi dapat digunakan untuk membuat nanopartikel lemak padat yang
menyalut kurkuminoid dengan efisiensi di atas 60%.

TINJAUAN PUSTAKA
Kurkuminoid
Temulawak dan kunyit merupakan tumbuhan tahunan, termasuk suku
Zingiberaceae. Di Indonesia khususnya di pulau Jawa, temulawak merupakan
tumbuhan yang biasa digunakan dalam pengobatan tradisional (jamu) dalam
bentuk tunggal maupun campuran sebagai obat penyakit dalam dan membersihkan
darah. Rimpang temulawak ternyata mampu berfungsi sebagai protektor terhadap
zat toksik yang berasal dari lingkungan (Khaerana et al. 2008). Penggunaan
temulawak dan kunyit dalam pengobatan berkaitan erat dengan senyawaan aktif
yang dikandungnya, yaitu kurkuminoid. Dalam beberapa dasawarsa terakhir, telah
dilakukan penelitian untuk menentukan aktivitas biologi dan farmakologi
kurkuminoid. Beberapa aktivitasnya antara lain antiinflamatori, antioksidan,
antidiabetes, antibakteri, antifungi, antiprotozoa, antivirus, antiborok, hipotensif,
dan hipokolesteremik (Chattopadhyay 2004). Menurut Bisht et al. (2007) Dalam
aktivitasnya sebagai antikanker, kurkumin menunjukkan potensi pada kebanyakan
sel kanker manusia dan model karsinogenesis hewan.
Kurkumin, suatu senyawa polifenol hidrofobik yang berasal dari rimpang
herba Curcuma longa dan C. xanthorrhiza (Gambar 1) memiliki kegunaan yang
luas dalam bidang biologi dan farmakologi. Kurkuminoid komersial mengandung
sekitar 77% diferuloilmetana (kurkumin), 17% demetoksikurkumin, dan 6%

a

b

Gambar 1. Rimpang Curcuma longa (a) dan Curcuma xanthorrhiza (b).
(koleksi pribadi)

6
bisdemetoksikurkumin (Gambar 2) (Anand et al. 2007). Menurut Kertia et al.
(2005) pada rimpang temulawak tidak ditemukan bisdemetoksikurkumin.
Kurkumin pertama kali diisolasi pada tahun 1815, diperoleh dalam bentuk kristal
pada tahun 1870, dan diidentifikasi sebagai 1,6-heptadiena-3,5-dion-1,7-bis(4hidroksi-3-metoksifenil)-(1E,6E) atau diferuloilmetana. Kerangka feruloilmetana
dari kurkumin ditetapkan pada tahun 1910 oleh Lampe. Kurkumin adalah serbuk
kuning-jingga yang tidak larut dalam air dan eter tetapi larut dalam etanol,
DMSO, dan aseton. Kurkumin memiliki titik leleh 183°C, rumus molekul
C21H20O6, dan bobot molekul 368,37 g/mol (Aggarwal et al. 2006). Sifat
fisikokimia dari tiga jenis kurkuminoid tersebut disajikan pada Tabel 1.
OH

O

R1

R2

HO

OH

Kurkumin
Demetoksikurkumin
Bisdemetoksikurkumin

R1
OCH3
H

R2
OCH3
OCH3
H

H

Gambar 2. Struktur Kurkuminoid (Aggarwal et al. 2006)
Tabel 1. Sifat Fisikokimia Kurkuminoid*
Sifat Kimia

Kurkumin

Demetoksikurkumin

Bisdemetoksikurkumin

Rumus molekul

C21H20O6

C20H18O5

C19H16O4

Bobot molekul

368,385

338,395

308,333

Titik leleh

183°C

168°C

224°C

Kristal

Jingga

Jingga-kuning

Kuning cerah

Air, heksana
Benzena, eter,
kloroform

Air, heksana
Benzena, eter,
kloroform

Air, heksana
Benzena, eter,
kloroform

- Sangat larut

Alkohol, aseton,
asam asetat glasial

Alkohol, aseton, asam
asetat glasial

Alkohol, aseton, asam
asetat glasial

Reaksi dengan
basa
Reaksi dengan
asam

Warna merah

Warna merah

Warna merah

Warna kuning
cerah

Warna kuning cerah

Warna kuning cerah

Kelarutan
- Tidak larut
- Larut sedang

* (Parthasarathy et al. 2008)

7
Secara spektrofotometri, kurkumin memiliki serapan maksimum (Ȝmaks)
dalam metanol pada 430 nm dan secara maksimal menyerap pada 415 sampai 420
nm dalam aseton dan larutan 1% kurkumin memiliki 1650 unit absorbansi.
Kurkumin juga berwarna kuning cerah pada pH 2,5 sampai 7 dan berubah menjadi
merah pada pH > 7 (Aggarwal et al. 2006). Intensitasnya juga berkurang ketika
pelarut diubah dari netral ke kondisi sangat asam (pH < 1,5) atau ke basa (pH >
8). Hal ini menunjukkan bahwa sifat spektrum dan fotofisika dari kurkumin secara
kuat dipengaruhi oleh pelarut, air, dan pH (Bong 2000).

Nanopartikel Lemak Padat
Nanopartikel didefinisikan sebagai partikel dengan ukuran 1 sampai 100
nm. Pada ukuran ini, sifat fisik, kimia, dan biologi nanopartikel berubah secara
mendasar dari sifat individual atom/molekul dan bahan ruahnya. Karena skala
ukurannya yang sangat kecil, nanopartikel memiliki luas permukaan per unit
volume yang besar sekali, perbandingan atom dalam lapisan permukaan yang
tinggi, dan kemampuan untuk menunjukkan efek kuantum. Faktor ini dapat
meningkatkan rektivitas, kekuatan, sifat listrik, dan perilaku in vivo (Thassu et al.
2007; Nagarajan 2008). Nanopartikel dapat dibuat dari berbagai bahan kimia
alami, yang paling umum adalah logam, oksida logam, keramik non-oksida,
organik, karbon, dan biomolekul. Nanopartikel berada dalam berbagai morfologi
berbeda seperti bola, silinder, platelet (pipih), tabung dan sebagainya (Nagarajan
2008).
Nanopartikel

biologi

sebagian

besar

dikembangkan

untuk

sistem

pengantaran obat sebagai alternatif dari teknologi liposom, untuk mengatasi
masalah yang berkaitan dengan stabilitas gelembung (vesikula) dalam fluida
biologi dan selama penyimpanan (Sundar et al. 2010). Nanopartikel sebagai
sistem pengantaran obat disintesis dari polimer sintetik atau alami dan sesuai
untuk

mengoptimumkan

pengantaran

obat

dan

menurunkan

toksisitas.

Keberhasilan penerapan nanopartikel sebagai sistem pengantaran obat bergantung
pada kemampuannya dalam menembus berbagai rintangan anatomis, pelepasan
muatan yang terus-menerus, dan stabilitasnya dalam ukuran nanometer. Namun
demikian, nanopartikel sebagai sistem pengantaran obat memiliki keterbatasan

8
dikarenakan biayanya yang tinggi dan kekurangannya dalam keamanan.
Nanopartikel lemak padat muncul sebagai alternatif dalam mengatasi kekurangan
tersebut (Kamble et al. 2010).
Nanopartikel lemak padat berbentuk padatan pada suhu ruang dan suhu
tubuh dengan rata-rata diameter antara 50 dan 1000 nm (Parhi & Suresh 2010).
Nanopartikel lemak padat terdiri atas bagian tengah lemak padat dengan senyawa
bioktif yang menjadi bagian dari matriks lemak. Partikel distabilkan dengan
lapisan surfaktan, yang bisa terdiri dari surfaktan tunggal atau campuran (Gambar
3). Secara umum, kegunaan dari nanopartikel lemak padat ini meningkatkan
pengendalian pelepasan dan stabilitas bioaktif. Hal ini karena mobilitas bioaktif
dapat dikendalikan dengan mengendalikan keadaan fisik matriks lemak. Partikel
ini merupakan generasi terakhir sistem penghantaran pada industri farmasi yang
menggabungkan kelebihan miniemulsi cair dan mikroemulsi, yaitu kecepatan
disolusi yang tinggi dan permeabilitas senyawa aktif yang tinggi melewati saluran
pencernaan (Weiss et al. 2008).
Nanopartikel lemak padat terbuat dari lemak padat, pengemulsi, dan air atau
pelarut. Lemak yang digunakan antara lain trigliserida (tristearin), gliserida parsial
(Imwitor), asam lemak (asam stearat, asam palmitat), steroid (kolesterol), dan lilin
(setil palmitat). Pengemulsi tunggal atau gabungan digunakan untuk menstabilkan
tebaran lemak. Gabungan pengemulsi dapat mencegah penggumpalan partikel
secara lebih efisien (Mukherjee et al. 2009; Kamble et al. 2010). Keuntungan
yang jelas dari nenopartikel lemak padat adalah matriks lemak yang terbuat dari
lemak fisiologis dapat menurunkan bahaya dari toksisitas akut dan kronis
(Mukherjee et al. 2009).

Gambar 3.
Struktur (a) nanoemulsi cair dan (b) nanopartikel lemak padat
yang distabilkan oleh lapisan surfaktan (Weiss et al. 2008)

9
Jenis bahan penyalut (lemak padat) merupakan salah satu parameter kunci
dalam mengendalikan sifat dan struktur nanopartikel lemak padat. Pertama,
pemilihan bahan penyalut menentukan kondisi pada saat pembuatan nanopartikel
lemak padat, misalnya suhu homogenisasi dan kecepatan pendinginan, dimana
campuran lemak-bioaktif dihomogenisasi pada saat meleleh kemudian dipadatkan
dengan cara didinginkan. Kedua, pemilihan lemak penyalut akan mempengaruhi
kapasitas penyalutan untuk senyawa bioaktif tertentu. Struktur kristal yang
dihasilkan memiliki daya muat (kapasitas) terbatas untuk menyalut senyawa
lipofilik kedua. Ketiga, suhu kristalisasi bioaktif-lemak akan mempengaruhi
struktur nanopartikel lemak padat yang dihasilkan. Sebaliknya, jika senyawa
bioaktif memiliki suhu kristalisasi diatas titik leleh penyalut, campuran matriks
kristal dapat terbentuk (Weiss et al. 2008).
Teknik yang dikembangkan untuk pembuatan nanopartikel lemak padat
antara lain homogenisasi cair dan dingin. Teknik homogenisasi cair dilakukan
dengan homogenisasi tekanan tinggi atau ultrasonikasi intensitas tinggi. Lemak
penyalut dicampurkan dahulu dengan bioaktif menggunakan pengaduk sederhana
di atas titik leleh lemaknya. Campuran didispersikan dengan peranti geser tinggi
(high shear device, misalnya Ultra Turrax) dalam larutan surfaktan berair pada
suhu yang sama. Emulsi yang diperoleh dihomogenisasi kemudian didinginkan
sampai suhu ruang. Pada suhu ruang, lemak akan kembali membentuk kristal dan
menghasilkan nanopartikel lemak padat (Weiss et al. 2008; Parhi & Suresh 2010).
Teknik homogenisasi dingin dikembangkan untuk mencegah terjadinya kerusakan
bioaktif akibat suhu, terpisahnya obat hidrofilik dari fase lemak ke fase berair.
Tahap pertama preparasi sama dengan homogenisasi panas, yaitu melarutkan
bioaktif dalam lemak yang dilelehkan. Campuran bioaktif-lemak didinginkan
secara cepat dengan nitogen cair atau es kering kemudian digiling dengan mortar
atau bola penggiling sehingga diperoleh ukuran mikron (50–100 mikron) dan
mikropartikel ini didispersikan dalam larutan pengemulsi yang didinginkan.
Suspensi selanjutnya dihomogenisasi bertekanan tinggi pada suhu ruang atau
lebih rendah (Weiss et al. 2008). Teknik pembuatan nanopartikel lemak padat
yang lain adalah teknik mikroemulsi, pengemulsian-penguapan pelarut, tebaran
leleh, emulsi ganda, fluida superkritis, dan ultrasonikasi (Parhi & Suresh 2010).

10
Menurut Anton et al. (2008), proses mekanik menghasilkan emulsi
nanometrik termasuk perubahan bentuk dan pengacauan partikel mikrometrik
awal, diikuti dengan adsorpsi surfaktan pada antarmukanya untuk menjaga
stabilitas sterik. Tantangan dari metode nanoemulsifikasi ini merupakan gabungan
dari dua tahap tersebut, agar terjadi nanoemulsi yang optimum. Tiga kelompok
peralatan utama yang biasa digunakan antara lain alat rotor/stator, alat berefisiensi
tinggi (ultrasonik), dan homogenizer bertekanan tinggi. Radas jenis rotor/stator
tidak memberikan dispersi yang baik dalam kaitannya dengan ukuran partikel
dibandingkan dengan dua jenis peralatan lain. Nanoemulsi yang dihasilkan
dengan ultrasonikasi secara umum berkaitan dengan mekanisme kavitasi
(peronggaan). Efisiensi nanoemulsifikasi dengan ultrasonikasi bergantung pada
komposisi emulsi dan daya/kekuatan alat. Penambahan surfaktan merupakan
parameter penting untuk menurunkan ukuran partikel secara efisien. Ultrasonikasi
menjadi cara paling terkenal untuk menghasilkan nanoemulsi dan nanopartikel
untuk tujuan penelitian. Homogenizer bertekanan tinggi dirancang untuk memaksa
makroemulsi untuk melewati celah-celah sempit, dengan memberikan tekanan
tinggi. Fluida bergerak cepat mencapai kecepatan 300 m/detik. Gaya tubrukan dan
kavitasi diterapkan pada volume yang sangat kecil dan menghasilkan partikel
nanoemulsi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan pengisian (loading capacity)
suatu obat dalam lemak antara lain kelarutan obat dalam lemak yang dilelehkan,
ketercampuran (misibilitas) obat cair dalam lemak cair, dan struktur fisik dan
kimia matriks lemak padat. Oleh karena itu, kelarutan obat merupakan suatu
faktor penting dalam pemilihan metode pembuatan nanopartikel lemak padat.
Teknik homogenisasi panas lebih cocok untuk obat-obat lipofilik, sementara
teknik homogenisasi dingin digunakan untuk obat-obat hidrofilik untuk mencapai
ketermuatan tertinggi dan untuk mencegah partisi obat ke fase berair selama
pembuatan nanopartikel lemak padat (Uner & Yener 2007). Ada tiga model
penyatuan obat pada nanopartikel lemak padat (Gambar 4), yaitu model matriks
homogen (Parhi & Suresh 2010) atau model larutan padat (Uner & Yener 2007),
model kulit diperkaya obat (drug-enriched shell), dan model inti diperkaya obat
(drug-enriched core) (Uner & Yener 2007; Parhi & Suresh 2010).

11

Gambar 4. Model (a) matriks homogen, (b) kulit diperkaya obat, dan (c) inti
diperkaya obat (Uner & Yener 2007)
Surfaktan

memiliki

peran

tambahan

yang

sangat

penting

dalam

mengendalikan proses kristalisasi nanopartikel lemak padat. Karena pada ukuran
nanoemulsi induk yang kecil, sejumlah molekul lemak yang berinteraksi dengan
gugus ekor pengemulsi hidrofobik cukup luas untuk mengatur proses kristalisasi.
Selain itu, surfaktan dapat memperbaiki stabilitas kinetik struktur kristal yang
dihasilkan (Weiss et al. 2008). Berbagai jenis pengemulsi telah digunakan untuk
membuat nanopartikel lemak padat, termasuk fosfolipid, garam-garam empedu,
poloksamer, dan surfaktan ionik dan anionik yang lain. Jenis pengemulsi yang
digunakan tidak hanya mempengaruhi stabilitas fisik tebaran tapi juga
mempengaruhi kristalisasi dan perilaku polimorf nanopartikel. Selama pembuatan,
dispersi emulsi harus didinginkan dibawah suhu kristalisasi kritis lemak (dibawah
titik lelehnya) (Bunjes et al. 2003). Konsentrasi pengemulsi berpengaruh terhadap
ukuran partikel nanopartikel lemak padat. Rata-rata ukuran partikel menurun
dengan meningkatnya konsentrasi penemulsi. Konsentrasi tinggi pengemulsi
menurunkan tegangan permukaan dan memudahkan partisi partikel selama
homogenisasi. Penurunan ukuran partikel berhubungan dengan peningkatan yang
besar pada luas permukaan. Proses peliputan utama pada permukaan baru bersaing
dengan penggumpalan permukaan lemak yang terbuka. Dispersi utama harus
mengandung molekul pengemulsi berlebih, yang meliput permukaan baru dengan
cepat (Menhert & Mader 2001).
Pada model larutan padat atau matriks homogen, obat terdispersi secara
molekuler dalam matriks lemak ketika partikel dihasilkan dengan teknik
homogenisasi dingin dan tidak menggunakan surfaktan. Pada model kulit
diperkaya obat, inti lemak padat terbentuk ketika suhu rekristalisasi lemak

12
tercapai (Uner & Yener 2007). Model kulit diperkaya obat diperoleh ketika obat
tepartisi ke fase air. ketika pendinginan, lemak mengendap terlebih dahulu
membentuk inti lemak tanpa obat karena pemisahan fase. Pada waktu yang sama,
obat terpartisi kembali pada fase cairan-lemak dan obat terkonsentrasi pada bagian
luar kulit (Parhi & Suresh 2010). Sedangkan pada model inti diperkaya obat,
pendinginan nanoemulsi menyebabkan penjenuhan obat yang terlarut dalam
lemak cair pada atau mendekati kelarutan jenuhnya dan obat mengendap tepat
sebelum rekristalisasi lemak (Uner & Yener 2007).

Ultrasonikasi
Ultrasonik merupakan bagian dari spektrum suara (sonic) dengan rentang
frekuensi dari 20 kHz sampai 10 MHz dan secara kasar dapat dibagi dalam tiga
daerah utama: frekuensi rendah/ultrasonik kekuatan tinggi (20–100 kHz),
frekuensi menengah/ultrasonik kekuatan menengah (100 kHz–1 MHz), dan
frekuensi tinggi/ultrasonik kekuatan rendah (1–10 MHz). Ultrasonik digunakan
dalam berbagai aplikasi kedokteran, seperti pencitraan, analisis aliran darah,
kedokteran gigi, sedot lemak, ablasi tumor, dan penghancuran batu ginjal.
Rentang frekuensi dari 20 kHz sampai sekitar 1 MHz digunakan dalam bidang
kimia (sonokimia), sedangkan frekuensi jauh diatas 1 MHz digunakan dalam
bidang kedokteran (Schroeder et al. 2009).
Prinsip dari efek sonokimia dalam cairan adalah fenomena kavitasi akustik,
yaitu pembentukan dan atau aktivitas rongga gas atau uap, seperti gelembung,
dalam suatu medium yang diarahkan ke suatu tekanan osilasi. Sumber untuk
gelembung seperti itu pada umumnya gelembung stabil yang ada sebelumnya
dalam cairan, atau gelembung yang terbentuk ketika tekanan diturunkan dibawah
tekanan uap cairan (Schroeder et al. 2009). Prinsip sonokimia adalah
pembentukan, pertumbuhan, dan pecahnya gelembung yang terbentuk dalam
cairan. Dalam suatu penangas ultrasonikasi, dengan daya 0,3 W/cm2, air telah
diubah menjadi hidrogen peroksida. Hal tersebut didasarkan pada adanya partikel
tidak terlihat, atau gelembung gas, yang menurunkan gaya intermolekular,
memungkinkan pembentukan gelembung. Tahap kedua adalah pertumbuhan
gelembung, yang terjadi melalui difusi uap terlarut ke volume gelembung. Tahap

13
ketiga adalah pecahnya gelembung yang terjadi ketika ukuran gelembung
mencapai

ukuran

maksimum

(Gedanken

2003).

Pecahnya

gelembung

menghasilkan pemanasan lokal hebat dan tekanan tinggi yang berumur pendek.
Spot kavitasi lokal ini dapat mencapai suhu 5000 K, tekanan 1000 atm, dan
memiliki kecepatan pemanasan dan pendinginan 1010 K/detik. Kondisi ekstrem ini
menyebabkan pecahnya ikatan kimia dan disebut teori Hot Spot (Gambar 5)
(Suslick 2001; Gedanken 2003). Kavitasi dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya: frekuensi ultrasonik, suhu, tekanan, konsentrasi dan viskositas
(Hielscher 2005). Hubungan antara frekuensi dengan energi dapat digambarkan
dalam persamaan berikut:

=

λ

dengan E (densitas energi), I (intensitas ultrasonik), λ (panjang gelombang) dan f
(frekuensi ultrasonik).
Ketika kavitasi terjadi dalam larutan berair yang diperkaya molekul aktif
permukaan (surfaktan), surfaktan terakumulasi pada antarmuka gas-cairan pada
gelembung kavitasi, dengan demikian menurunkan tegangan permukaan
gelembung. Tegangan permukaan lebih rendah berimbas pada naiknya kecepatan
pembentukan gelembung. Akan tetapi, gelembung ini kurang stabil dan pecah
pada ukuran yang relatif lebih kecil daripada gelembung dalam larutan berair
tanpa surfaktan (Schroeder et al. 2009).

Gambar 5.

Teori Hot spot kavitasi akustik (Gedanken 2003).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain rimpang temulawak
dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO) dengan kadar air
18,48% dab ukuran 40 mesh (Lampiran 2), kurkuminoid (Merck), asam palmitat
(Merck), poloksamer 188 (BASF), air deionisasi, etanol, n-heksana. Sedangkan
alat yang digunakan adalah pengaduk magnet, homogenizer (Ultra Turrax T18),
ultrasonic processor (130 Watt 20 kHz, Cole-Parmer), mikrosentrifusa (MIKRO
200R, Hettich Zentrifugen), kromatografi cairan kinerja tinggi (HPLC, Hitachi),
turbidimeter (2100P), spektrofotometer UV-Vis (UV-1700 Pharmaspec), particle
size analyzer (Delsa NanoC, Beckman Coulter), FTIR (Tensor 37, Bruker),
difraksi sinar X (PW1710, Philips).

Metode Penelitian
Isolasi Kurkuminoid
Isolasi kurkuminoid berdasarkan metode Sutrisno et al. (2008) dengan
modifikasi. Serbuk rimpang temulawak kering sebanyak 0,5 kg diekstraksi secara
maserasi dengan etanol hasil dua kali distilasi selama 48 jam. Ekstrak disaring dan
filtratnya dikumpulkan dalam labu ekstraksi. Residu diekstraksi ulang secara
Soxhlet dengan etanol. Ekstraksi Soxhlet dihentikan setelah pelarut tidak
berwarna. Ekstrak etanol (hasil maserasi dan Soxhlet) diekstraksi cair-cair dengan
n-heksana (1:1). Fraksi etanol kemudian dipekatkan dengan penguap putar.

Analisis Kurkuminoid dengan HPLC
Standar kurkuminoid ditimbang sebanyak 25 mg dan dimasukkan ke dalam
labu takar 25 ml kemudian dilarutkan dengan metanol dan ditepatkan. Prosedur
yang sama juga untuk sampel kurkuminoid hasil ekstraksi sebelumnya. Standar
dan sampel kurkuminoid dielusi secara gradien pada HPLC dengan kolom C-18,
laju alir 1 ml/menit, dan detektor UV 425 nm. Fase gerak terdiri dari metanol (A),
asam asetat 2% (B), dan asetonitril (C). Elusi gradien dilakukan dari 45–65% C

16
dalam B pada menit 0–15. Kemudian 65–45% C dalam B pada menit 15–20,
dengan A tetap pada 5% (Jayaprakasha et al. 2002).

Pembuatan Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Asam Palmitat
Fase lemak terdiri atas 1%(b/v) asam palmitat dan 1%(b/v) kurkuminoid
yang dipanaskan pada suhu 75˚C sambil diaduk. Fase berair terdiri atas 0,5%(b/v)
poloksamer 188 dan air deionisasi yang dipanaskan pada suhu yang sama (75˚C)
dengan fase lemak. Fase lemak didispersikan ke dalam fase berair sambil diaduk.
Emulsi yang dihasilkan kemudian dihomogenisasi dengan kecepatan 13.500 rpm
selama 1 menit, selanjutnya diultrasonikasi dengan amplitudo 30 dan 40 % selama
10–30 menit. Kurkuminoid-SLN yang diperoleh didinginkan pada suhu ruang
dengan cara ditempatkan pada penangas air sehingga dihasilkan kurkuminoidSLN dalam bentuk emulsi (Yadav et al. 2008; Esposito et al. 2008). Emulsi yang
diperoleh diukur turbiditasnya. Selanjutnya dipilih formula dengan turbiditas
terkecil untuk ditentukan pengaruh waktu ultrasonikasi terhadap turbiditas emulsi.

Efisiensi Penjerapan (Yadav et al. 2008)
Kurkuminoid-SLN yang dihasilkan disentrifugasi dengan kecepatan 14.000
rpm (18,626 ×G) pada suhu 4°C selama 40 menit dan supernatannya didekantasi.
Residunya dicuci dengan metanol untuk mengekstraksi kurkuminoid yang terjerap
dan disentrifugasi kembali. Serapan supernatan metanol diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 425 nm. Efisiensi penjerapan dihitung
dengan persamaan:
Efisiensi penjerapan =

×

%

Konsentrasi kurkuminoid terjerap diperoleh melalui perhitungan dengan
menggunakan persamaan regresi linear dari deret standar kurkuminoid.

Pencirian Struktur
Gugus fungsi penciri kurkuminoid hasil ekstraksi dianalisis dengan FTIR
dan dibandingkan dengan standar kurkuminoid. Sementara itu, struktur kristal
nanopartikel kurkumin tersalut asam palmitat juga danalisis dengan menggunakan

17
FTIR dan XRD setelah sebelumnya dikeringkan dengan freeze-drying (Subedi et
al. 2009).

Ukuran Partikel
Emulsi kurkuminoid-SLN yang dihasilkan diukur turbiditasnya. Selanjutnya
ukuran partikelnya ditentukan dengan menggunakan particle size analyzer
berdasarkan distribusi jumlah (Pang et al. 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstrak Rimpang Temulawak dan Hasil Pencirian Kurkuminoid
Ekstak kurkuminoid diperoleh dengan mengekstraksi 1 kg serbuk
temulawak dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol selama 48 jam.
Residu hasil maserasi diekstraksi kembali dengan metode Soxhlet menggunakan
pelarut etanol sampai pelarut tidak berwarna. Selanjutnya, ekstrak etanol dari
kedua metode ekstraksi tersebut diekstraksi cair-cair menggunakan pelarut
heksana untuk menghilangkan minyak atsiri (Jayaprakasha et al. 2002). Fraksi
etanol selanjutnya dipekatkan dengan penguap putar dan pelarut etanol
dihilangkan dengan pengeringan beku (freeze-drying). Hasil ekstraksi diperoleh
rendemen ekstrak sebesar 7,62% (Lampiran 2) dalam bentuk pasta.
Analisis HPLC dilakukan untuk memastikan komponen utama yang
terkandung pada ekstrak etanol rimpang temulawak adalah kurkuminoid, yang
menunjukkan bahwa ekstraksi sudah dilakukan dengan baik. Standar kurkuminoid
yang digunakan adalah standar kurkuminoid komersial yang diisolasi dari
rimpang kunyit (Curcuma longa) yang memiliki tiga komponen utama dengan
waktu retensi (Rt) 7,853 menit, 8,460 menit, dan 9,090 menit. Menurut
Jayaprakasha et al. (2002) bahwa ketiga puncak tersebut diidentifikasi secara
berturut-turut sebagai bisdemetoksikurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin.
Kromatogran HPLC (Gambar 6) memperlihatkan bahwa terdapat dua puncak
utama pada sampel dengan waktu retensi 8,423 dan 9,050 menit, juga terdapat
satu puncak dengan luas yang jauh lebih kecil dan memiliki waktu retensi 7,817
menit. Hasil analisis HPLC menunjukkan bahwa komponen utama ekstrak etanol
sampel

adalah

kurkumin

dan

demetoksikurkumin

serta

sedikit

bisdemetoksikurkumin. Hasil ini berbeda dengan yang dikemukakan Kertia et al.
(2005) bahwa kurkuminoid rimpang temulawak hanya mengandung kurkumin dan
demetoksikurkumin. Berdasarkan luas puncak pada kromatogram (Lampiran 3)
juga dapat diketahui kurkumin adalah komponen terbesar dalam ekstrak etanol
rimpang temulawak. komponen utama ekstrak etanol sampel adalah dua senyawa
kurkuminoid, yaitu demetoksikurkumin dan kurkumin dengan komposisi masingmasing 27,51% dan 65,42%.

20

a

b

Waktu (menit)

Gambar 6. Kromatogram HPLC (a) standar kurkuminoid dan (b) ekstrak etanol
l
Analisis FTIR dimaksudkan untuk melihat karakteristik gugus fungsi suatu
senyawa. Secara umum, spektrum FTIR dapat dibagi ke dalam empat daerah dan
gugus fungsi dapat ditentukan berdasarkan lokasi spektrumnya. Keempat daerah
tersebut antara lain daerah regangan X-H (4000–2500 cm-1), daerah ikatan
rangkap tiga (2500–2000 cm-1), daerah ikatan rangkap dua (2000–1500 cm-1), dan
daerah sidik jari (1500–600 cm-1) (Stuart 2004). Menurut Naama et al. (2010)
spektrum FTIR kurkuminoid memiliki puncak-puncak spesifik pada bilangan
gelombang 3200–3400 cm-1 (regangan O-H), 1420 cm-1 (regangan C=C
aromatik), 1500 cm-1 (regangan C=C olefin), 1618 cm-1 (regangan C=O), dan

Transmitan

regangan C=C-H aromatik pada bilangan gelombang 700, 720, dan 810 cm-1.

Bi