Analisis Pola Pertumbuhan Sapi Perah Fries Holland (Fh) Betina Sampai Kawin Pertama

ANALISIS POLA PERTUMBUHAN SAPI PERAH FRIES
HOLLAND (FH) BETINA SAMPAI KAWIN PERTAMA

SKRIPSI
AAB ABDULLAH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN
AAB ABDULLAH. D14062930. 2011. Analisis Pola Pertumbuhan Sapi Perah
Fries Holland (FH) Betina Sampai Kawin Pertama. Skripsi. Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr
Pembimbing Anggota : Ir. Andi Murfi, M.Si
Aspek petumbuhan pada pemeliharaan sapi perah merupakan suatu hal yang
sangat penting agar tercapai hasil produksi yang tinggi. Pencapaian pertumbuhan
yang baik dapat dilakukan dari mulai pemilihan bibit induk dan pejantan, sampai
manajemen pemeliharaan yang baik terutama dalam hal pemberian pakan.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Balai
Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP dan
HMT) Cikole Lembang, yaitu berupa data pertambahan bobot badan dan tinggi
pundak sapi perah FH betina sejak lahir (0 bulan) sampai umur 15 bulan dengan
jumlah 30 ekor dari tahun 2008 sampai 2009.
Berdasarkan data yang dianalisa hasilnya menunjukkan bahwa pola
pertumbuhan sapi perah FH betina sampai kawin pertama mengalami fase
percepatan, hal tersebut terlihat dari rataan bobot badan dan tinggi pundak yang
mengalami peningkatan setiap umurnya. Pertumbuhan relatif dengan persamaan
alometrik menunjukkan tinggi pundak mengalami pertumbuhan yang lebih dini,
sehingga pertumbuhan tinggi pundak lebih lambat dibandingkan bobot badan. Hal
tersebut terlihat dari nilai koefisien pertumbuhan relatif lebih besar daripada 3 (b>3).
Kata-kata kunci : Sapi FH betina, pertumbuhan, kawin pertama

ABSTRACT
Growth Pattern Analysis of Fries Holland (FH) Females
Up to First Mating
Abdullah, A., B. P. Purwanto, and A. Murfi
The objective of this research was to analyze growth pattern of Fries Holland
female up to first mating. Based on research results showing that the growth pattern

of dairy cows FH female up to first mating went through a phase of acceleration, it is
seen from the average body weight gain and high shoulders that have increased
significantly every age. Allometric growth equations showed relatively high with
shoulder suffered growth early, so growth the shoulder height is slower than of body
weight. It is seen from the value of the coefficient relative growth is more than 3 (b
>3).
Keywords : Fries Holland female, growth, first mating

ANALISIS POLA PERTUMBUHAN SAPI PERAH FRIES
HOLLAND (FH) BETINA SAMPAI KAWIN PERTAMA

AAB ABDULLAH
D14062930

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

Judul

: Analisis Pola Pertumbuhan Sapi Perah Fries Holland (FH)
Betina Sampai Kawin Pertama

Nama

: Aab Abdullah

NIM

: D14062930

Menyetujui,
Pembimbing Utama,


Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr)
NIP. 19600503 198503 1 003

(Ir. Andi Murfi, M.Si)
NIP. 19631229 198903 1 002

Mengetahui,
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc)
NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian: 7 Maret 2011

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 15 April 1988 di Karawang, Jawa Barat.
Penulis adalah anak keenam dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak H. Tabidin
dan Ibu Hj. Siti Aisyah.
Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di Sekolah Dasar
Negeri 1 Payungsari Pedes dan diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan lanjutan
tingkat pertama dimulai pada tahun 2000 di Sekolah Menengah Pertama Islam
Cipasung Tasikmalaya dan diselesaikan pada tahun 2003. Penulis melanjutkan
pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Cipasung Tasikmalaya pada tahun 2003 dan
diselesaikan pada tahun 2006.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2007. Penulis aktif dalam
organisasi Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim (FAMM) Al-An’aam Fakultas
Peternakan periode 2007-2008 dan 2008-2009 sebagai staff Divisi Syi’ar dan Ketua.
Penulis juga aktif di Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI)
Wilayah II Bagian Jawa Barat sebagai staff Politik dan Kajian Strategis
(POLKASTRA) periode 2007-2009. Selain itu, Penulis aktif juga di Organisasi
Mahasiswa Daerah (OMDA) Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (HIMALAYA)
sebagai Ketua Divisi Syi’ar periode 2007-2008.


KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT berkat qadha
iradat serta nikmat yang dikaruniakan oleh Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah
limpahkan kepada nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umat nya
hingga akhir jaman. Skripsi yang berjudul “Analisis Pola Pertumbuhan Sapi Perah
Fries Holland (FH) Betina Sampai Kawin Pertama” merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Sapi perah Fries Holland memiliki potensi besar untuk dibudidayakan di
Indonesia, hal tersebut dikarenakan tingginya permintaan susu, ketersediaan bahan
baku pakan yang melimpah, dan kondisi lingkungan yang sesuai di beberapa daerah
di Indonesia. Keberhasilan budidaya ternak sapi perah dapat dilihat dari
pertumbuhannya berdasarkan perlakuan pada saat ternak lahir sampai lepas sapih,
lepas sapih sampai penentuan kawin pertama, pada masa laktasi, dan pada saat ternak
dewasa. Pertumbuhan sapi perah FH pada masa lepas sapih sampai kawin pertama
sangat ditentukan oleh bobot lahir ternak dan kualitas serta kuantitas pakan yang
diberikan, terutama dalam hal pemberian konsentrat sebagai bahan penguat.
Penentuan umur dan bobot badan pada saat ternak dikawinkan pertama kali
berpengaruh terhadap umur ternak beranak pertama kali, bobot anak yang dilahirkan,

dan produksi susu pada masa laktasi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan
sederhana. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
Penulis, pembaca, dan kemajuan bidang peternakan sapi perah di Indonesia.

Bogor, Januari 2011

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ........................................................................................

i

ABSTRACT ..........................................................................................

ii

LEMBA PERNYATAAN ......................................................................


iii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................

iv

RIWAYAT HIDUP ................................................................................

v

KATA PENGANTAR ............................................................................

vi

DAFTAR ISI .........................................................................................

vii

DAFTAR TABEL .................................................................................


ix

DAFTAR GAMBAR .............................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................

xi

PENDAHULUAN .................................................................................

1

Latar Belakang ............................................................................
Tujuan ........................................................................................

1
1


TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................

2

Sapi FH ......................................................................................
Pertumbuhan ...............................................................................
Pertumbuhan Sebelum Lahir (Prenatal) ............................
Pertumbuhan Setelah Lahir (Postnatal) ..............................
Ukuran Tubuh...............................................................................
Bobot Badan ...............................................................................
Bobot Lahir ..................................................................................
Umur Kawin Pertama ...................................................................
Pengaruh Iklim Tropis ..................................................................
Pengaruh Pakan ............................................................................
Kurva Pertumbuhan ......................................................................
Titik Infleksi .................................................................................
Fase Percepatan.................................................................
Fase Perlambatan ..............................................................


2
3
3
3
4
5
6
6
6
7
7
8
8
8

MATERI DAN METODE .....................................................................

9

Waktu dan Lokasi .......................................................................
Materi .........................................................................................
Bahan .............................................................................
Analisis Data ..............................................................................

9
9
9
9

HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................

11

Kondisi Umum Lokasi ................................................................
Sejarah .............................................................................

11
11

Lokasi dan Iklim ...............................................................
Luas Lahan dan Pemanfaatannya .......................................
Populasi dan Produksi Susu ...............................................
Manajemen Pemeliharaan ..................................................
Perkandangan ...................................................................
Sifat Pertumbuhan ........................................................................
Pertumbuhan Alometri ..................................................................

11
12
13
13
14
15
21

KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................

23

Kesimpulan .................................................................................
Saran ..........................................................................................

23
23

UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................

24

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

26

LAMPIRAN ..........................................................................................

29

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Keadaan Iklim Desa Cikole Kecamatan Lembang ...............................

12

2. Formulasi Konsentrat Sapi Perah Dewasa ............................................

14

3. Kandungan Nutrisi Konsentrat Sapi Perah Dewasa .............................

14

4. Rataan Bobot Badan dan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Betina
Sebelum Penyapihan (umur 0-4 bulan) ..............................................

16

5. Rataan Bobot Badan dan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Betina Lepas
Sapih Sampai Kawin Pertama (umur 5-15 bulan) .................................

18

6. Persamaan Alometrik Pertumbuhan Relatif Tinggi Pundak (TP)
terhadap Bobot Badan (BB) Sapi Perah FH Betina ...............................

21

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Grafik Pertumbuhan Bobot Badan Sapi Perah FH Betina Sampai
Kawin pertama ....................................................................................

20

2. Grafik Pertumbuhan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Betina Sampai
Kawin Pertama ....................................................................................

20

3. Grafik Pertumbuhan Relatif Tinggi Pundak (cm) terhadap Bobot
Badan (kg) ..........................................................................................

22

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Data Riil Pertumbuhan Bobot Badan dan Tinggi Pundak Sapi FH
Betina Sampai Kawin Pertama ............................................................

30

2. Output Minitab 14 Analisis Regresi.....................................................

33

3. Dokumentasi Penelitian .......................................................................

34

4. Peta Lokasi Penelitian .........................................................................

36

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Produksi susu Indonesia hanya mencapai 30-35% dari permintaan domestik,
sehingga impor susu mencapai 70% kebutuhan nasional (Dirjen Peternakan, 2010).
Solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi impor bahan baku susu adalah
dengan meningkatkan populasi sapi perah dengan performa pertumbuhan dan
produktivitas yang baik. Sapi perah dengan kemampuan produksi susu yang tinggi
memerlukan replacement stock sapi dara dengan laju pertumbuhan yang baik. Dalam
pencapaian pertumbuhan yang baik dari ternak perah dapat dilakukan dari pemilihan
bibit induk dan pejantan, sampai manajemen pemeliharaan yang baik terutama dalam
hal pemberian pakan.
Pertumbuhan adalah salah satu sifat utama dari sesuatu yang hidup.
Pertumbuhan merupakan suatu proses nyata yang terlihat, tetapi sulit untuk
didefinisikan secara formal. Konsep sederhana pertumbuhan adalah bertambah besar
(Lawrence dan Fowler, 2002). Pertumbuhan ternak ternak perah

secara tidak

langsung berhubungan dengan umur ternak tersebut dikawinkan pertama kalinya,
karena menurut Losinger dan Heinrichs (1996), umur kawin pertama berhubungan
dengan bobot badan ternak saat mencapai kematangan tubuh dan kematangan
seksual. Umur beranak pertama di tentukan oleh umur kawin pertama dan
mempengaruhi bobot lahir anak. Pencapaian bobot badan umur beranak yang ideal
akan memungkinkan melahirkan anak dengan bobot lahir yang baik (Smierl et al.,
1990), sedangkan bobot lahir ternak biasanya di asosiasikan dengan kemampuan
bertahan hidup dan performa pertumbuhan dan produktivitas susu pada masa laktasi.
Sehingga evaluasi terhadap pola pertumbuhan menjadi penting dalam manajemen
ternak.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan sapi perah Fries
Holland (FH) betina sampai kawin pertama yang dilihat dari perubahan ukuran tubuh
(tinggi pundak) dan bobot badan berdasarkan penambahan umur sapi FH di BPT SP
dan HMT Cikole Lembang.

TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Fries Holland
Sapi Fries Holland atau FH berasal dari provinsi Belanda Utara dan Provinsi
Friesland Barat. Sapi ini di Amerika Serikat disebut Holstein Friesian atau disingkat
Holstein dan di Eropa disebut Friesian. Sapi FH adalah sapi perah yang produksi
susunya tertinggi dibandingkan dengan sapi perah bangsa lainnya, tetapi kadar lemak
susunya rendah. Sebagai gambaran, rataan produksi susu sapi FH di Amerika Serikat
rata-rata 7.245 kg/laktasi dengan kadar lemak 3,65%, sedangkan di Indonesia
produksi susu adalah 10 liter/ekor/hari atau kurang lebih 3.050 kg/laktasi (Sudono et
al., 2003).
Tyler dan Ensminger (2006) menjelaskan bahwa klasifikasi zoologi dari sapi
Fries Holland adalah :
Divisi

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Mamalia

Ordo

: Artyodactyla

Famili

: Bovidiae

Spesies

: Bos taurus

Tanda – tanda yang dimiliki bangsa ini antara lain memiliki warna putih
dengan belang hitam, dapat juga hitam dengan belang putih sampai warna putih. ekor
harus putih, warna hitam tidak diperkenankan, juga tidak diperbolehkan warna hitam
didaerah bawah persendian siku dan lutut, tetapi warna hitam pada kaki mulai dari
bahu atau paha sampai ke kuku diperbolehkan ( Syarief dan Sumopratowo, 1984).
Sutardi (1981) menyatakan bahwa sapi FH tergolong kedalam bangsa sapi
yang paling rendah daya tahan panasnya, sehingga perlu dipertimbangkan iklim yang
ada di daerah pemeliharaan. Cekaman panas dapat mempengaruhi suhu tubuh dan
metabolisme, yang selanjutnya dapat terjadinya penimbunan panas dalam tubuh
ternak. Jika panas dalam tubuh berlangsung terus maka proses pernapasan akan
tinggi, sehingga kebutuhan oksigen untuk metabolisme juga tinggi. Akibatnya jika
tidak diberikan pakan yang cukup maka akan terjadi penurunan pertumbuhan dan
produksi (Ungerer, 1985).

Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah pertambahan bobot badan atau ukuran-ukuran tubuh
sesuai dengan umur dan dapat dilukiskan sebagai garis atau gambaran kurva sigmoid
(Forrest et al., 1975) Pertumbuhan adalah pertambahan bobot badan atau ukuran
tubuh sesuai dengan umur, sedangkan perkembangan adalah perubahan ukuran dan
fungsi dari berbagai bagian tubuh mulai embrio sampai dewasa. Pertambahan bobot
badan pada hewan muda merupakan bagian dari pertumbuhan urat daging, tulang
dan organ-organ vital, sedangkan pertambahan bobot badan pada hewan tua berupa
penimbunan lemak. Bentuk pertumbuhan ternak biasanya mengikuti kurva sigmoid,
sehingga dapat diramalkan antara umur dan bobot hidupnya bagi ternak (Sugeng,
2002).
Menurut Forrest et al. (1975), potensi pertumbuhan seekor ternak sangat
dipengaruhi oleh faktor bangsa, jenis kelamin, pakan, lingkungan dan manajemen
pemeliharan.

Perbedaan

bangsa

memberikan

keragaman

dalam

kecepatan

pertumbuhan dan komposisi tubuh. Sementara Hafez dan Dyer (1969) menyatakan
bahwa pada semua jenis mamalia pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
pertama, pertumbuhan sebelum lahir (prenatal) dan kedua, pertumbuhan setelah lahir
(post natal).

Pertumbuhan Sebelum Lahir (Prenatal)
Salisbury dan VanDemark (1985) menjelaskan bahwa periode fetus sekitar
46-280 hari selama kebuntingan. Awal periode fetus terbentuk alis, dimulai
pengerasan tulang dan terjadi perubahan yang cepat dari bentuk kaki – kakinya.
Berat fetus pada mulanya berkembang lambat tetapi lebih daripada setengah
peningkatan berat fetus terjadi selama dua bulan terakhir masa kebuntingan. Pada
saat ini berat fetus mencapai hampir 60% daripada berat fetus pada waktu kelahiran.

Pertumbuhan Setelah Kelahiran (Postnatal)
Salisbury dan VanDemark (1985) menjelaskan bahwa dengan berakhirnya
masa kebuntingan, anak sapi yang normal telah berkembang sedemikian rupa,
sehingga dapat hidup diluar tubuh induknya. Pada saat itu, alat pencernaan maupun
pernafasannya telah siap berfungsi sebagaimana mestinya. Selama minggu – minggu

pertama setelah kelahiran sangat dibutuhkan penyesuaian fungsi faali anak sapi
tersebut yang membutuhkan perhatian peternak, sehingga anak yang lahir dapat
hidup dan tumbuh sempurna.
Lawrence dan Fowler (2002) menjelaskan bahwa periode postnatal biasanya
akan mengalami pertumbuhan dimulai saat lahir terjadi perkembangan jaringan di
otak, kemudian jaringan ditulang, lalu jaringan otot selanjutnya penimbunan lemak.
Berbagai proses yang bisa menjadi indikasi untuk melihat pertumbuhan dengan
bertambahnya ukuran – ukuran tubuh dan bobot badan sehingga mencapai dewasa
atau asimtot. Soeparno (1994) menjelaskan pula bahwa pertumbuhan postnatal,
tulang tumbuh lebih awal dibandingkan dengan pertumbuhan otot dan lemak.

Ukuran Tubuh
Pertumbuhan secara keseluruhan umumnya diukur dengan bertambahnya
bobot badan, sedangkan besarnya badan dapat diukur melalui ukuran – ukuran tubuh.
Kombinasi bobot dan besarnya badan, umumnya dipakai sebagai ukuran
pertumbuhan. Bobot badan adalah ukuran dari pertumbuhan secara keseluruhan yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk pemberian pakan dan minum sebelum
penimbangan dilakukan. Pengetahuan mengenai catatan bobot badan seekor sapi
dapat membantu program pemberian pakan dan pemberian obat-obatan sesuai dosis,
dapat mengetahui laju pertumbuhan sapi dan dapat dengan mudah menentukan harga
jual sapi tersebut (Sugeng, 2002).
Komponen tubuh yang berhubungan erat dengan bobot badan adalah lingkar
dada dan panjang badan (Dwiyanto, 1982). Williamson dan Payne (1993)
menambahkan bahwa pemakaian ukuran lingkar dada, panjang badan, dan tinggi
pundak dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor hewan dengan tepat.
Pengukuran panjang badan dilakukan pada sapi yang berdiri normal dengan keempat
kakinya dan kepala lurus kedepan, akan tetapi ukuran lingkar dada tidak dipengaruhi
oleh posisi hewan (Anderson dan Kiser, 1963).

Bobot Badan
Bobot badan adalah salah satu parameter genetik yang berhubungan dengan
produksi susu. Korelasi genetik produksi susu terhadap bobot badan bernilai positif

dan tinggi. Hubungan langsung kemampuan produksi sapi perah berkaitan erat
dengan bobot badan (Heidhues et al., 1961), Lingkar dada adalah salah satu
konformasi tubuh sapi secara visual yang digunakan untuk menghitung bobot badan
(Frey et al., 1972).

Bobot Lahir
Rataan bobot lahir anak sapi perah adalah seberat 41,4 kg. Bobot lahir anak
jantan 8,5% lebih berat daripada bobot lahir anak betina. Bobot lahir anak sapi betina
yang lahir dari induk pada kelahiran ketiga atau keempat lebih berat 7-8% daripada
anak betina yang lahir pada kelahiran pertama. Bobot badan anak sapi kembar rata rata lebih ringan 15% daripada anak sapi yang lahir tunggal (Kertz et al., 1997).
Bobot lahir yang berat biasanya diasosiasikan dengan kemampuan bertahan
hidup yang lebih baik. Hal tersebut disebabkan dengan bobot lahir yang besar
merupakan salah satu indikasi kematangan fisiologis, cadangan energi dan insulasi
yang lebih baik (Lawrence dan Fowler, 2002).
Rasio antara bobot badan anak dengan bobot badan induknya adalah 1:13,8
sehingga bobot lahir anak sebesar 40,3 kg harus dilahirkan oleh induk dengan bobot
badan 559,7 kg. Hal tersebut untuk mencegah kematian prenatal (Johanson dan
Berger, 2003).
Berdasarkan Lowrence dan Fowler (2002), faktor utama yang menyebabkan
perbedaan bobot lahir adalah (1) genetik dari pejantan dan induk, (2) umur dan
ukuran kondisi tubuh sapi ketika konsepsi, (3) kualitas dan kematangan sel telur saat
dibuahi, (4) jumlah anak yang lahir, (5) nutrisi dari induk selama bunting, (6) adanya
infeksi penyakit, dan (7) tingkat stress dari induk.

Umur Kawin Pertama
Secara tidak langsung umur kawin pertama berhubungan dengan bobot badan
ternak saat mencapai kematangan tubuh dan kematangan seksual (Losinger dan
Heinrichs, 1996). Secara teori, dengan mempercepat umur kawin pertama maka
jumlah anak dan laktasi meningkat. Penentuan umur kawin pertama dan beranak
pertama ternak mempengaruhi berbagai hal. Umur beranak pertama mempengaruhi

bobot lahir ternak, pencapaian bobot badan umur beranak yang ideal akan
memungkinkan melahirkan anak dengan bobot lahir yang baik (Smierl et al., 1990).
Pirlo et al. (2000) mengemukakan bahwa faktor - faktor yang menyebabkan
penundaan umur kawin pertama adalah (1) birahi yang terlambat, (2) kesalahan
dalam deteksi berahi, (3) kurangnya bobot badan, dan (4) faktor lingkungan.

Pengaruh Iklim Tropis
Iklim tropis dari permukaan wilayah / bagian bumi terletak diantara 23,50 LU
dan 23,50 LS. Dengan demikian, semua daerah yang terletak diantara lintang tropis
memiliki tipe iklim tropis. Iklim tropis merupakan suatu tipe iklim yang dicirikan
dengan suhu dan kelembaban yang tinggi sepanjang tahun. Menurut Sugeng (2002)
kelembaban udara rata-rata pada iklim tropis diatas 60% dan curah hujan rata-rata
diatas 1800 mm/tahun. Williamson dan Payne (1993), menyatakan iklim tropis
sangat bervariasi dan banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor tetap antara lain garis
lintang, ketinggian tempat, perbandingan antara permukaan luas air dan daratan,
keadaan tanah dan topografinya. Iklim juga dipengaruhi oleh beberapa faktor tidak
tetap, seperti arus laut, angin, curah hujan dan vegetasi tanaman. Interaksi antara
semua faktor diatas menyebabkan terbentuknya iklim mikro pada daerah tertentu.
Evaluasi hubungan antara performa fisiologi ternak dengan lingkungan
digambarkan berdasarkan konsep Thermoneutral Zone (TNZ). Nilai TNZ sebagai
suatu kisaran temperatur yang efektif bagi ternak ditandai dengan laju dan efisiensi
performa maksimum dan kesehatan. Menurut Yousef (1984) kisaran TNZ sapi perah
berada pada kisaran 0-160C. Pertanda umum tampak pada saat sapi perah tercekam
pada suhu sekitar 26,6-32,20C dan kelembaban udara berkisar 50-90%. Sudono et al.,
(2003) menyatakan bahwa syarat hidup sapi-sapi FH dan sapi perah di Eropa lainnya
adalah dataran tinggi yang bersuhu 15-210C. Sementara itu, sapi peranakan FH bisa
hidup di dataran rendah.
Pengaruh Pakan
Sapi dara diberi makan dan dipelihara dengan wajar, ia akan tumbuh sesuai
dengan sifat – sifat bangsanya. Kekurangan makanan akan memperlambat umur sapi
dara dalam pencapaian masak kelamin, tetapi setelah dewasa kelamin tercapai
fertilitasnya belum terpengaruh, karena rendahnya tingkat makanan yang diberikan.

Pemberian makanan yang berlebihan menyebabkan terjadinya pubertas yang lebih
awal dan tidak mengganggu fertilitas, tetapi tidak ekonomis. Kombinasi defisien
protein dan fosfor menyebabkan kelambatan pendewasaan kelamin dan menekan
gejala – gejala berahi normal, tetapi tidak mengganggu ovulasi normal atau
kemudahan konsepsi. Tingkat protein yang menunjang

pertumbuhan akan

menunjang reproduksi juga (Salisbury dan VanDemark, 1985).
Sesudah kelahiran, pengaruh besar tubuh sangat tergantung pada keadaan
makanan yang diberikan. Sapi dara yang memiliki ukuran tubuh lebih kecil, akan
mencapai bobot badan normal sesudah melahirkan, bila sapi itu diberi makan cukup
untuk tumbuh atau berproduksi susu (Salisbury dan VanDemark, 1985).

Kurva Pertumbuhan
Fitzhugh (1976) menyatakan bahwa kurva pertumbuhan merupakan
pencerminan kemampuan suatu individu atau populasi untuk mengaktualisasikan diri
sekaligus sebagai ukuran akan berkembangnya bagian – bagian tubuh sampai
mencapai ukuran maksimal (dewasa) pada kondisi lingkungan yang ada. Lingkungan
tersebut dapat berupa level produksi individu, kuantitas dan kualitas pakan, lokasi
dan lingkungan secara umum.
Pertumbuhan tiap- tiap individu secara umum diperlihatkan sebagai bentuk
sigmoid atau “S”. Kurva “S” ini menggambarkan suatu bentuk percepatan dan
bentuk perlambatan. Brody (1945) menjelaskan bahwa bentuk kurva pertumbuhan
menggambarkan perkembangan ternak dari lahir sampai mati. Lawrence dan Fowler
(2002) menjelaskan bahwa pola pertumbuhan sebagai bentuk yang sederhana dengan
laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada kehidupan awal, kemudian mengalami
peningkatan secara perlahan sampai mencapai konstan saat ternak tua. Ketika bobot
badan selama hidup

diplotkan sebagai fungsi dari umur dan waktu, ternak

memproduksi sebuah kurva karateristik pertumbuhan yang berbentuk kurva
pertumbuhan sigmoid karena menyerupai huruf “S”.
Fase percepatan dimulai dari lahir hingga mencapai

titik infleksi. Fase

percepatan ini ditandai dengan adanya perubahan bentuk, pertambahan bobot badan,
pertumbuhan ukuran tubuh. Sudono et al., (2003) menyatakan bahwa sapi perah
yang masih muda dapat berubah bentuknya, bertambah besar bobot badannya, dan

bertambah ukuran tubuhnya. Sugeng (2002) menambahkan bahwa pertambahan
bobot badan hewan muda merupakan bagian dari pertumbuhan urat daging, tulang
dan organ – organ vital.

Titik Infleksi
Titik infleksi merupakan titik mencapai kecepatan pertumbuhan maksimum
dan mencapai percepatan yang menurun. Brody (1945) dan menjelaskan bahwa titik
infleksi mengindikasikan (1) waktu mencapai pertumbuhan maksimum yakni
perubahan dari peningkatan percepatan menjadi penurunan kecepatan pertumbuhan,
(2) umur pubertas, (3) tingkat kematian spesifik yang terkecil, permulaan tahap
peningkatan kematian spesifik, dan (4) suatu referensi geometrik untuk determinasi
kesamaan umur antara ternak berbeda dan juga kesamaan umur pada pertumbuhan
populasi.

Fase Percepatan
Fase percepatan dimulai dari lahir hingga mencapai titik infleksi. Sudono et
al. (2003) menyatakan bahwa sapi perah yang masih muda dapat berubah bentuknya,
bertambah besar bobot badannya, dan bertambah ukuran tubuhnya. Sugeng (2002)
menambahkan bahwa penambahan bobot badan hewan muda adalah merupakan
bagian dari pertumbuhan urat daging, tulang dan organ – organ vital.

Fase Perlambatan
Fase pertumbuhan terakhir memasuki fase tahap dewasa atau fase
perlambatan. Menurut Sudono et al., (2003) ternak yang sudah dewasa dan
mengalami ketuaan ukuran tubuhnya tetap, bahkan cenderung berkurang baik bobot
badannya maupun ukuran tubuhnya dan kemampuan reproduksinya menjadi terbatas.
Soeparno (1994) menjelaskan bahwa setelah fase perlambatan atau penurunan
kecepatan pertumbuhan, kenaikan berat tubuh akan didominasi oleh peningkatan
deposisi lemak yang terjadi pada kira-kira sepertiga dari berat akhir. Bentuk sigmoid
memberikan penjelasan bahwa umur tidak menyebabkan berat tubuh, tetapi memberi
kesempatan pada ternak untuk tumbuh, mencapai dewasa dan berinteraksi dengan
lingkungan.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan
Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP HMT) Cikole Lembang Kabupaten Bandung
dengan jarak 22 km di sebelah utara kota Bandung atau 4 km dari ibukota kecamatan
Lembang
Penelitian ini dilakukan mulai dari tanggal 8-12 Februari 2010 di Balai
Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP HMT)
Cikole Lembang Kabupaten Bandung.

Materi
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekuder dari Balai
Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP HMT)
Cikole Lembang, yaitu berupa data pertumbuhan bobot badan dan tinggi pundak sapi
perah FH betina dari lahir (0 bulan) sampai umur 15 bulan dengan jumlah 30 ekor
dari tahun 2008 sampai 2009.

Analisis Data
Pola pertumbuhan dianalisis secara statistik untuk mengetahui nilai rataan
(X), simpangan baku (SB), nilai minimum (min), dan nilai maksimum (mak). Nilai
koefisien perumbuhan relatif (b) ukuran tubuh terhadap bobot badan ternak dianalisis
menggunakan persamaan alometrik (Ismayanti, 1994), yaitu :
Y = aXb
Keterangan :
Y : bobot badan (kg);
X : ukuran tubuh yang mengalami pertumbuhan (cm)
a : intersep;
b : koefisien pertumbuhan relatif, yang ditransformasikan kedalam bentuk persamaan
logaritma natural (Ln) menjadi

Ln Y = Ln a + b LnX. Transformasi ini dimaksudkan agar prosedur pendugaan dan
pengujian data dapat ditempuh dengan regresi linier. Program Statisik digunakan
dalam menghitung persamaan alometrik adalah Minitab 14.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi
Sejarah
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pengembangan Ternak Sapi
Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT SP dan HMT) Cikole berdiri sejak tahun
1952 dengan nama taman ternak yang diprakarsai oleh Drh. Soedjono
Kosoemowardjo (Kepala Jawatan Kehewanan Priangan Barat) dengan fungsi
utamanya budi daya ternak sapi perah serta pengembangan komoditi ternak lainnya.
Tahun 1983 seluruh tanggungjawab diserahkan kepada Dinas Peternakan Provinsi
DT I Jawa Barat, selanjutnya tahun 1984 berubah menjadi UPTD dengan nama Balai
Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-HMT) Cikole Lembang.
Pada tahun 1999 berubah kembali menjadi UPTD BPT-HMT Ternak Perah.
Kemudian pada tahun 2002 berubah menjadi UPTD Balai Pengembangan Perbibitan
Ternak (BPPT) Sapi Perah Cikole Lembang. Kemudian pada tahun 2010 berubah
kembali menjadi Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan
Ternak (BPT-SP dan HMT) Cikole Lembang berdasarkan PERDA No. 113 tahun
2009 tentang tugas pokok dan fungsi. Pada tahun 1997-2002, BPPT Sapi Perah
Cikole dijadikan main site pada kerjasama teknis “Peningkatan teknologi Sapi
Perah” cq. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian dengan Pemerintah
Jepang cq. Japan International Cooperation Agency (JICA).
Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPTSP dan HMT) Cikole Lembang mempunyai tugas pokok sesuai dengan PERDA
No.05 Tahun 2002, yaitu melaksanakan sebagian fungsi Dinas Peternakan Provinsi
Jawa Barat di bidang pengembangan perbibitan ternak. Fungsi operasional dari Balai
Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP dan
HMT) Cikole Lembang adalah pengelolaan bibit ternak sapi perah dan hijauan
makanan ternak, percontohan dan uji coba, pelatihan dan magang, dan sumber
pendapatan (PAD).
Lokasi dan Iklim
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pengembangan Ternak Sapi
Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP dan HMT) Cikole Lembang berada di

Desa Cikole Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung dengan jarak 22 Km di
sebelah Utara Kota Bandung atau 4 Km dari Ibukota Kecamatan Lembang dan
terletak di ketinggian 1.200 m di atas permukaan laut dengan jenis tanah andosol.
Berdasarkan kondisi geografis dan topografinya, merupakan dataran tinggi dan
beriklim dingin hingga sedang dengan data klimatologis, sebagaimana dipaparkan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Keadaan Iklim Desa Cikole Kecamatan Lembang
Kondisi Iklim

Keterangan

Temperatur Maksimal

24,6 0C

Temperatur Minimal

13,8 0C

Kelembaban

80,5 %

Curah Hujan

2.393 mm/tahun

Evaporasi

3,4 mm/hari

Radiasi

285 cal/cm

Sumber : http://disnak.jabarprov.go.id 10 Januari 2010].
Luas Lahan dan Pemanfaatannya
Luas lahan yang dimiliki hingga saat ini yaitu 61,54 hektar, dengan perincian
9,8 hektar di lokasi Cikole (tahun 1952) dan 51,74 hektar (pengembangan lahan
tahun 2002 dan 2003) di Instalasi Subang tepatnya di Desa Dayeuhkolot dan Desa
Sukamandi Kecamatan Sagalaherang serta Desa Bunihayu dan Desa Tambakmekar
Kecamatan Jalancagak Kabupaten Subang. Dari jumlah lahan tersebut, 56,74 hektar
diantaranya sementara ini dimanfaatkan untuk kebun rumput yaitu 5 hektar di Cikole
dengan produksi rumput 200-500 ton per ha/tahun dan 51,74 hektar di Instalasi
Subang dengan produksi rumput berkisar 90-140 ton per ha/tahun. Sisa lahan lainnya
merupakan bangunan (Disnak Prov. Jabar, 2009).

Populasi dan Produksi Susu
Populasi ternak sapi perah yang dikelola saat ini (per awal Januari 2010)
sebanyak 184 ekor, terdiri dari 61 ekor sapi perah dewasa (52 ekor laktasi dan 9 ekor
kering), 90 ekor sapi muda dan 33 ekor sapi anak. Jumlah produksi yang dihasilkan
± 520 liter per hari atau rata-rata produksi per ekor per hari 12 liter.

Manajemen Pemeliharaan
Arti pemeliharaan sebenarnya adalah penyelenggaraan semua pekerjaan yang
berhubungan dengan kehidupan dan kelanjutan hidup ternak sapi perah. Dalam
proses pemeliharaan diusahakan sapi selalu dalam keadaan sehat, tentram, makan
cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya, serta dapat menghasilkan anak secara
teratur setiap tahun dengan produksi susu yang cukup tinggi. Pemeliharaan ternak
sapi perah meliputi pemeliharaan umum dan pemeliharaan khusus. Pemeliharaan
umum meliputi kebersihan kandang, pengaturan pemberian ransum, pengaturan
pemberian air minum, dan penjagaan kebersihan sapi. Pemeliharaan khusus meliputi
pemeliharaan sapi bunting, pemeliharaan anak sapi, pemeliharaan sapi dara, dan
pemeliharaan sapi jantan (Syarief dan Sumopratowo, 1984).
Pemberian pakan di BPT SP dan HMT Cikole disesuaikan dengan umur dan
kondisi fisiologis ternak sapi perah. Pemberian kolostrum pada pedet dilakukan
selama tujuh hari, setelah itu diberikan pengganti kolostrum 2,5-8 liter sehari di
sesuaikan dengan kualitas keturunan pedetnya. Pemberian pakan pengganti di
lakukan sampai sapi berumur empat bulan, dan selama pemberian pakan pengganti di
barengi juga hay untuk merangsang kerja rumen sapi. Jumlah susu yang diberikan
kepada anak sapi selama masa preweaning (sebelum disapih) berpengaruh terhadap
konsumsi pakan, pertumbuhan, kesehatan, perkembangan kineja usus, perkembangan
kelenjar susu, dan kapasitas produksi susu (Khan et al., 2007).
Pada kondisi lepas sapih atau sekitar umur empat bulan, sapi diberikan pakan
hay dan digembalakan antara jam 08.00-11.00 WIB serta ditempatkan di kandang
exercise. Sapi dara diberikan pakan sebanyak tiga kali sehari, yaitu hijauan rumput
gajah ± 50 kg per hari. Sapi laktasi di BPT SP dan HMT Cikole, diberikan pakan
sebanyak tiga kali per hari yaitu berupa hijauan (rumput gajah), konsentrat, dan
ampas tahu. Pemberian konsentrat dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore
sebanyak ± 2% dari bobot tubuh, sedangkan rumput ± 10% bobot tubuh dan ampas
tahu diberikan tiga kali sehari yaitu pagi, siang dan sore hari. Formulasi dan
kadungan konsentrat yang di berikan pada sapi dewasa dan laktasi masing-masing di
perlihatkan pada Tabel 2 dan 3.

Tabel 2. Formulasi Konsentrat Sapi Perah Dewasa
No

Bahan

%

1

Pollard

40

2

Dedak

15

3

Jagung

20

4

Bungkil Kelapa

14

5

Bungkil Kedelai

9

6

Kapur

1

7

Ultra Mineral

1

Tabel 3. Kandungan Nutrisi Konsentrat Sapi Perah Dewasa
Zat Makanan

Kandungan (%)

Standar (%)

Bahan Kering

88,02

87

TDN

70,39

70

Protein

16,63

16

Serat

10,28

11

BETN

55,97

Lemak

6,46

6

11

11

Ca

1,79

1,2

P

1,18

0,8

Abu

Perkandangan
Berdasarkan fungsinya, perkandangan merupakan salah satu hal yang
berpengaruh terhadap berhasil tidaknya usaha ternak sapi perah. Perkandangan di
BPT SP dan HMT Cikole terdiri dari beberapa jenis kandang berdasarkan kondisi
fisiologis ternak. Jenis kandang tersebut yaitu kandang beranak, kandang exercise,
kandang dara dan kandang laktasi. Bahan lantai kandang terbuat dari semen dan di
tambah karpet karet untuk sapi laktasi. Penggunaan karpet karet dapat mengurangi
kejadian luka pada kaki bahkan kearah gejala mempercepat penyembuhan.
Penggunann karpet karet tidak berpengaruh buruk terhadap konsumsi pakan, berat
badan, produksi susu, status fisiologis, dan lama waktu membersihkan kandang

(Ma’sum, 1990). Atap kandang yang digunakan adalah genteng pada kandang dara
dan beranak, bahan asbes pada kandang laktasi, dan bahan fiber glass pada kandang
exercise.

Sifat Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah pertambahan bobot badan atau ukuran tubuh sesuai
dengan umur, sedangkan perkembangan adalah perubahan ukuran dan fungsi dari
berbagai bagian tubuh mulai embrio sampai dewasa. Pertambahan bobot badan pada
hewan muda merupakan bagian dari pertumbuhan urat daging, tulang dan organorgan vital, sedangkan pertambahan bobot badan pada hewan tua berupa penimbunan
lemak. Bentuk pertumbuhan ternak biasanya mengikuti kurva sigmoid, sehingga
dapat diramalkan antara umur dan bobot hidup ternak (Sugeng, 2002).
Lawrence dan Fowler (2002) menjelaskan bahwa pola pertumbuhan sebagai
bentuk yang sederhana dengan laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada kehidupan
awal, kemudian mengalami peningkatan secara perlahan sampai mencapai konstan
saat ternak tua. Ketika bobot badan selama hidup merupakan fungsi dari umur dan
waktu, akan menggambarkan sebuah kurva karateristik pertumbuhan yang berbentuk
kurva pertumbuhan sigmoid karena menyerupai huruf “S”.
Pertumbuhan secara keseluruhan umumnya diukur dengan bertambahnya
bobot badan, sedangkan besarnya badan dapat diukur melalui ukuran – ukuran tubuh.
Kombinasi bobot dan besarnya badan, umumnya dipakai sebagai ukuran
pertumbuhan. Bobot badan adalah ukuran dari pertumbuhan secara keseluruhan yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk pemberian pakan dan minum sebelum
penimbangan dilakukan (Sugeng, 2002).
Tabel 4 dan 5 memperlihatkan data ukuran tinggi pundak (TP) dan Bobot
Badan (BB) mulai umur 0-4 bulan (sebelum disapih) dan umur 5-15 bulan (lepas
sapih sampai kawin pertama) sapi perah FH betina di BPT SP dan HMT Cikole
Lembang.

Tabel 4. Rataan Bobot Badan dan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Betina Sebelum
Penyapihan (umur 0-4 bulan)
Umur
(Bulan)

Sampel
(Ekor)

Peubah

BB
TP
(Kg)
(Cm)
x ± SB
39,15 ± 2,22
55,67 ± 0,78
0
30
KK (%)
5,7
1,41
Min – Max
36-45
54,6-57,2
56,84 ± 0,86
47,15 ± 5,92
x ± SB
1,5
12,5
1
30
KK (%)
55,6-58,6
39,1-56,82
Min – Max
x ± SB
64,63 ± 5,24
60,92 ± 1,47
2
30
KK (%)
8,1
2,4
Min – Max
57,1-74,22
58,6-63,6
x ± SB
82,47 ± 5,36
65,71 ± 1,53
3
30
KK (%)
6,5
2,3
Min – Max
74,3-92,2
62,4-69,3
x ± SB
100,45 ± 5,40 70,85 ± 2,0
4
30
KK (%)
5,4
2,8
Min – Max
91,7-110,49
67-73,8
Keterangan : BB = bobot badan; TP = tinggi pundak; x = rataan; SB = simpangan
baku; KK = koefisien keragaman; Min = minimum; Max = maksimum
Berdasarkan data dari Tabel 4 terlihat, bahwa rataan dari bobot badan dan
tinggi pundak dari umur 0–4 bulan mengalami peningkatan, hal tersebut
menunjukkan adanya pertumbuhan dari bobot badan dan tinggi pundak tersebut.
Koefisien Keragaman (KK) bobot badan yang besar pada umur 1 bulan menunjukkan
bahwa beragamnya bobot badan. Sudono et al. (2003) dan Williamson dan Payne
(1993) menjelaskan bahwa pedet perlu diberikan kolostrum sejak kelahirannya agar
pertumbuhan dan kesehatannya tetap terjaga. Jumlah susu yang diberikan kepada
anak sapi selama masa preweaning (sebelum disapih) berpengaruh terhadap
konsumsi pakan, pertumbuhan, kesehatan, perkembangan kineja usus, perkembangan
kelenjar susu, dan kapasitas produksi susu (Khan, 2007).
Berdasarkan Lawrence dan Fowler (2002), faktor utama yang menyebabkan
perbedaan bobot lahir adalah (1) genetik dari pejantan induk, (2) umur dan ukuran
kondisi tubuh sapi ketika konsepsi, (3) kualitas dan kematangan sel telur saat
dibuahi, (4) jumlah anak yang lahir, (5) nutrisi dari induk selama bunting, (6) adanya
infeksi penyakit, dan (7) tingkat stress dari induk. Perubahan performa ternak mulai
dari kesehatan, tingkah laku, dan kesejahteraaan ternak dapat juga disebabkan oleh

lingkungan yang panas. Sapi perah pada daerah tropis, periode kebuntingan lebih
cepat dua minggu dan bobot lahir ternak menjadi rendah (Hahn, 1982)
Rata-rata bobot lahir anak sapi perah adalah seberat 41,4 kg. Bobot lahir anak
jantan 8,5% lebih berat dari pada bobot lahir anak betina. Bobot lahir anak sapi
betina yang lahir dari induk pada kelahiran ketiga atau keempat lebih berat 7-8%
daripada anak betina yang lahir pada kelahiran pertama. Bobot badan anak sapi
kembar rata - rata lebih ringan 15% daripada anak sapi yang lahir tunggal (Kertz et
al., 1997). Bobot lahir yang besar biasanya diasosiasikan dengan kemampuan
bertahan hidup yang lebih baik. Hal tersebut disebabkan karena dengan

bobot lahir

yang besar merupakan salah satu indikasi kematangan fisiologis, cadangan energi
dan insulasi yang lebih baik (Lawrence dan Fowler, 2002).
Bobot lahir sapi perah jenis Holstein menurut Syarief dan Sumopratowo
(1984) pada pertumbuhan normal adalah 41 kg dan dengan tinggi pundak sebesar 74
cm, sedangkan hasil penelitian di BPT SP dan HMT Cikole seperti terlihat pada
Tabel 4

menunjukkan bobot lahir berkisar antara adalah 36-45 kg dan Tinggi

Pundak 54,6-57,2 cm, sehingga data hasil penelitian untuk tinggi pundak lebih kecil
dan selang bobot lahir masih termasuk dalam bobot lahir rata-rata normal seperti
yang dijelaskan Kertz et al. Hal ini menunjukkan bahwa bobot lahir sapi perah di
BPT SP dan HMT Cikole Lembang cukup baik. Berdasarkan Tabel
pertumbuhan yang cukup cepat pada

4 terlihat

umur lahir (0 bulan) sampai umur disapih (4

bulan). Hal ini sesuai pernyataan Lawrence dan Fowler (2002) bahwa pola
pertumbuhan sebagai bentuk yang sederhana dengan laju pertumbuhan tertinggi
terjadi pada kehidupan awal. Pertumbuhan pedet yang cukup baik ini perlu dijadikan
pertimbangan dalam menentukan standarisasi bibit di BPT SP dan HMT Cikole
Lembang.
Sesudah kelahiran dan pada saat ternak ternak mengalami perkembangan
pubertas, pertumbuhan sangat tergantung pada beberapa faktor. Faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan sapi dara adalah (1) bangsa sapi dara, (2) besar anak
sapi waktu lahir, (3) pengaruh kebuntingan, dan (4) pengaruh ransum yang diberikan
(Syarief dan Sumopratowo, 1984). Rata-rata umur dewasa kelamin menurut
Salisbury dan VanDemark (1985) adalah 9 bulan, dengan kisaran 5-15 bulan dalam
kondisi pakan normal. Pirlo et al. (2000) mengemukakan bahwa faktor - faktor yang

menyebabkan penundaan umur kawin pertama adalah (1) birahi yang terlambat, (2)
kesalahan dalam deteksi berahi, (3) kurangnya bobot badan, dan (4) faktor
lingkungan.
Tabel 5. Rataan Bobot Badan dan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Betina Lepas Sapih
Sampai Kawin Pertama (umur 5-15 bulan)
Umur
(Bulan)

Sampel
(Ekor)

Peubah

BB
TP
(Kg)
(Cm)
117,34 ± 8,08 75,96 ± 2,79
x ± SB
3,7
6,9
5
30
KK (%)
69,5-79,8
93,99-128,49
Min – Max
134,38 ± 9,74 80,57 ± 3,90
x ± SB
4,8
7,2
6
30
KK (%)
112,59-147,09 72,6-85,4
Min – Max
x ± SB
150,12 ± 11,17 84,82 ± 4,93
7
30
KK (%)
7,4
5,8
Min – Max
128,18-164,79 75,3-91,4
x ± SB
167,90 ± 11,09 88,36 ± 5,92
8
30
KK (%)
6,6
6,7
Min – Max
146,78-183,03 77,8-96,4
184,52 ± 11,19 91,96 ± 6,63
x ± SB
7,2
6,1
9
30
KK (%)
164,48-201,32 79,9-100,6
Min – Max
x ± SB
199,91 ± 11,49 95,22 ± 7,14
10
30
KK (%)
5,7
7,5
Min – Max
178,58-219,55 82,4-105,6
x ± SB
215,07 ± 11,45 97,74 ± 7,08
11
30
KK (%)
5,3
7,2
Min – Max
198,68-237,84 84,9-108,6
x ± SB
230,16 ± 10,59 100,14 ± 6,97
12
30
KK (%)
4,6
7,0
Min – Max
214,22-252,89 87,4-110,2
x ± SB
245,36 ± 9,67 102,637 ± 6,98
13
30
KK (%)
3,9
6,8
Min – Max
230,12-271,18 89,5-112,5
259,50 ± 8,15 105,23 ± 7,09
x ± SB
6,7
3,1
14
30
KK (%)
246,32-287,98 91,5-112,6
Min – Max
274,41 ± 8,71 107,72 ± 7,06
x ± SB
6,6
3,2
KK (%)
15
30
261,62-306,58 94,2-118,1
Min – Max
Keterangan : BB = bobot badan; TP = tinggi pundak; x = rataan; SB = simpangan
baku; KK = koefisien keragaman; Min = minimum; Max = maksimum

Williamson dan Payne (1993) menjelaskan bahwa tujuan pemeliharaan sapi
dara adalah agar dapat mencapai pertumbuhan yang maksimum serta dewasa
kelamin awal dengan biaya paling rendah, sehingga keterlambatan dewasa kelamin
akan mengakibatkan penambahan biaya. Salisbury dan VanDemark (1985)
menyatakan bahwa perlu diperhatikan waktu memelihara sapi dara agar mencapai
pubertas dengan normal dan memiliki bentuk tubuh yang cukup besar sehingga dapat
melahirkan anak dengan normal pada umur yang cukup muda.
Sudono et al (2003) menyatakan sapi dara dapat dikawinkan untuk pertama
kali setelah sapi berumur 15 bulan dengan bobot badan ± 275 kg, hal tersebut agar
sapi dara dapat beranak pada umur dua tahun. Menurut Syarief dan Sumopratowo
(1984) sapi dara dapat dikawinkan untuk pertama kali pada umur antara 18-20 bulan.
Hal ini dilakukan dengan harapan sapi dara mulai beranak untuk pertama kali pada
umur 28-30 bulan.
Tabel 5 menunjukkan bahwa secara umum rataan pertumbuhan mengalami
peningkatan relatif lebih rendah

dengan koefisien keragaman lebih kecil

dibandingkan dengan rataan pertumbuhan dan koefisien keragaman pada kondisi
sebelum penyapihan. Hal ini dimungkinkan karena pada tahap lepas sapih sampai
kawin pertama hampir memasuki titik infleksi dan fase perlambatan, karena titik
infleksi mengindikasikan perubahan fase dari percepatan ke perlambatan.
Berdasarkan hasil penelitian, sapi perah FH betina di BPT SP dan HMT
Cikole Lembang dikawinkan pertama sekitar pada umur 15 bulan dengan bobot
badan 250 kg, sehingga umur kawin pertama di BPT SP dan HMT Cikole tersebut
sesuai dengan pernyataan Sudono et al. (2003) sapi dara dapat dikawinkan pertama
pada umur 15 bulan dengan bobot badan ± 275 kg. Rataan bobot badan sapi umur 15
bulan hasil penelitian adalah 274,41 kg dengan kisaran 261,62-306,58 kg, sehingga
hasil penelitian tersebut dapat dikatakan telah sesuai dengan standar BPT SP dan
HMT Cikole walaupun masih dibawah standar bobot badan yang dinyatakan Sudono
et al. (2003). Hal ini memperkuat pernyataan Salisbury dan VanDemark (1985)
mengenai umur

pubertas sapi FH betina yang dicapai saat umur 9-15 bulan

berdasarakan kecukupan nutrisi yang diberikan dengan umur kawin pertama
dilakukan setelah birahi pertama. Pemberian pakan yang baik dapat mempercepat

masak kelamin dan kawin
in pertama karena tubuh sudah dapat menerima
ma kelahiran

Bobot Badan (kg)

berdasarkan dari pertumbuh
uhan tubuh dan reproduksi yang baik.

Um
mur (Bulan)

Tinggi Pundak (cm)

mbuhan Bobot Badan Sapi Perah FH Betina Samp
mpai Kawin
Gambar 1. Grafik Pertumb
Pertama

Umur (Bulan)
mbuhan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Betina Sam
mpai Kawin
Gambar 2. Grafik Pertumbu
Pertama
Kurva pertumbuhan
an bobot badan (Gambar1) dan tinggi pundak (G
(Gambar 2)
memperlihatkan

peningka
katan

pertumbuhan

berdasarkan

umur

(bu
bulan)

dan

menunjukkan bentuk yang
ng sama yaitu pola sigmoid. Pada kehidupan awal
aw secara

umum terlihat terjadi laju pertumbuhan yang cepat, kemudian secara perlahan
mengalami penurunan laju pertumbuhan.
Ukuran tubuh dan bobot badan di awal kehidupan atau setelah lahir
mengalami pertumbuhan secara cepat, sehingga memerlukan perhatian yang lebih
dari peternak. Sebagaimana yang dinyatakan Salisbury dan VanDemark (1985)
bahwa dengan berakhirnya masa kebuntingan, anak sapi terus berkembang sehingga
dapat hidup diluar tubuh induknya. Selama minggu-minggu pertama setelah
kelahiran, anak sapi membutuhkan penyesuaian diri dalam fungsi faali, sehingga
anak sapi membutuhkan perhatian lebih dari peternak. Jika anak sapi tersebut
mempunyai performa pertumbuhan yang baik, maka anak sapi tersebut dapat
dijadikan bibit dalam peternakan.
Salisbury dan VanDemark(1985) menyatakan perlu perhatian pada sapi dara
untuk mencapai pubertas dengan baik dan memiliki bentuk tubuh yang besar agar
dapat melahirkan anak dengan selamat pada umur yang muda dan melahirkan ternak
dengan bobot badan yang baik.

Pertumbuhan Alometri
Gambaran pertumbuhan organ atau komponen tubuh secara kuantitatif dapat
dihitung dengan menggunakan rumus alometrik Y=aXb yang ditransformasikan ke
dalam bentuk persamaan garis regresi logaritma natural (Ln) menjadi Ln Y = Ln a +
b LnX, dengan sumbu Y (bobot badan), X (tinggi pundak), a (intersep atau
konstanta) dan b (koefisien pertumbuhan relatif). Pertumbuhan Alometri hasil
penelitian tercantum pada Tabel 6.
Tabel 6. Persamaan Alometrik Pertumbuhan Relatif Tinggi Pundak (TP) terhadap
Bobot Badan (BB) Sapi Perah FH Betina
Hasil Perhitungan
A
b
Y=aXb
-250
4,34
BB= -250TP4,34
Keterangan : Y= Bobot badan (kg); X= Tinggi pundak (cm); a= koefisien integral;
b= koefisien pertumbuhan relatif
Ismayanti

(1994)

menjelaskan

bahwa

apabila

nilai

b=3,

maka

pertumbuhannya isometrik, yaitu pertambahan tinggi pundak seimbang dengan
dengan pertambahan bobot badan sapi. Apabila nila