Pengaruh Selang Pemerahan Terhadap Produksi Susu Sapi Fries Holland (FH)

PENGARUH SELANG PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI
SUSU SAPI FRIES HOLLAND (FH)

SKRIPSI
YUNI RESTI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

RINGKASAN
YUNI RESTI. D14050133. 2009. Pengaruh Selang Pemerahan Terhadap
Produksi Susu Sapi Fries Holland (FH). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Bagus Priyo Purwanto
Pembimbing Anggota : Ir. Andi Murfi, MSi
Susu merupakan sumber protein, vitamin D, kalsium, fosfor, magnesium
yang penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Susu juga mengandung
imunoglobulin, vitamin A dan zinc yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh, dan
asam lemak esensial untuk kesehatan. Namun, dalam penyediaan pangan dan gizi

khususnya susu, Indonesia tergolong sebagai negara dengan tingkat konsumsi susu
paling rendah di kawasan Asia. Suplai susu saat ini hanya berkisar 30-35 persen dari
total kebutuhan susu di Indonesia, sehingga perlu peningkatan produksi susu secara
nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui selang pemerahan yang tepat
dalam memerah sapi agar didapat produksi susu yang optimal.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
menggunakan 2 perlakuan dan 4 kelompok. Penelitian ini menggunakan 4 ekor sapi
laktasi yang diperah dengan selang pemerahan 12:12 (A) dan 10:14 (B). Penelitian
dilakukan di kandang sapi perah, Fakultas Peternakan IPB. Produksi susu pada
perlakuan 12:12 adalah 4242,32 ± 1537,45 ml/hari dan perlakuan 10:14 didapat
produksi susu sebesar 4184,41 ± 1548,39 ml/hari. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata terhadap perlakuan yang
diberikan terhadap produksi susu. Secara deskriptif, dapat diketahui bahwa sapi yang
diperah dengan selang pemerahan 12:12 memiliki produksi susu yang lebih banyak
dibandingkan dengan sapi yang diperah dengan selang pemerahan 10:14.
Kata-kata kunci : selang pemerahan, produksi susu, sapi perah

ABSTRACT
Effect of Milking Interval on Milk Production of the Fries Holland (FH) Cows
Resti, Y., B. P. Purwanto and A. Murfi

The objective of this research was to know the right milking interval for maximum
milk production. Four of Fries Holland cows were milked at 12:12 and 10:14 daily
interval to determine the effect of milking interval on the milk production. The cows
were kept at Field Laboratory, Faculty of Animal Science. The data were analyzed
by randomize complete block design. The result showed that cows milked at 10:14
interval produce less milk than the cows milked at 12:12 interval, but it was not
significant (P>0.05). The milk production in10:14 interval were 1.37% less than that
of the cows milked at 12:12 interval. More milk secreted was observed at shorter
milking interval than that of longer milking interval. Udder pressure gradually
increased after milking it will make decreasing milk secretion rate due to increasing
milking interval.
Keywords: Milking Interval, Milk Production, Dairy Cattle

PENGARUH SELANG PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI
SUSU SAPI FRIES HOLLAND (FH)

YUNI RESTI
D14050133

Skipsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

PENGARUH SELANG PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI
SUSU SAPI FRIES HOLLAND (FH)

Oleh
YUNI RESTI
D14050133

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan
Komisi Ujian Lisan pada tanggal 5 Agustus 2009

Pembimbing Utama


Pembimbing Anggota

Dr. Bagus Priyo Purwanto

Ir. Andi Murfi, MSi

Dekan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

Ketua Depatemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Juni 1988 di Pariaman, Sumatera Barat.
Penulis anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Syahril dan Ibu
Jusra Anom. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SD N 04 Rawang,
Pariaman. Pendidikan lanjutan sekolah menengah pertama diselesaikan pada tahun
2002 di SLTP N 4 Pariaman, tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU
N 2 Pariaman. Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI) pada tahun 2005.
Penulis aktif di berbagai organisasi meliputi UKM Pramuka IPB, BEM TPB
IPB,

Himpunan

Mahasiswa

Ilmu

Produksi


dan

Teknologi

Peternakan

(HIMAPROTER), dan aktif pada berbagai kegiatan kampus. Penulis juga pernah
menjadi asisten mata kuliah pengelolaan kesehatan ternak tropis (2007-2008/20082009). Penulis memperoleh pendanaan program kreativitas mahasiswa dari
Departemen Pendidikan Nasional (DIKTI) bidang kewirausahaan tahun 2008, dan
bidang penelitian tahun 2009.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
Pengaruh Selang Pemerahan Terhadap Produksi Susu Sapi Fries Holland (FH).
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Susu merupakan sumber protein, vitamin D, kalsium, fosfor, magnesium
yang penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Susu juga mengandung

imunoglobulin, vitamin A dan zinc yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh, dan
asam lemak esensial untuk kesehatan. Namun, dalam penyediaan pangan dan gizi
khususnya susu, Indonesia tergolong sebagai negara dengan tingkat konsumsi susu
paling rendah di kawasan Asia. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium lapang,
Kandang sapi perah, Fakultas Peternakan IPB pada bulan Februari-April 2009.
Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui selang pemerahan yang tepat dalam
memerah sapi agar didapat produksi susu yang optimal.
Penulis menyadari adanya kekurangan-kekurangan dalam penelitian maupun
penulisan skripsi ini, walaupun demikian penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan pembaca.
Bogor, Agustus 2009

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ............................................................................................

i


ABSTRACT...............................................................................................

ii

RIWAYAT HIDUP ....................................................................................

v

KATA PENGANTAR ................................................................................

vi

DAFTAR ISI...............................................................................................

vii

DAFTAR TABEL......................................................................................

viii


DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................

x

PENDAHULUAN .......................................................................................

1

Latar Belakang .................................................................................
Tujuan ..............................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................


3

Sapi Fries Holland ............................................................................
Produksi Susu ...................................................................................
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu .........................
Selang Pemerahan ............................................................................
Sekresi Susu .....................................................................................
Mastitis .............................................................................................

3
3
4
5
6
7

METODE .....................................................................................................

9


Lokasi dan Waktu ............................................................................
Materi ...............................................................................................
Rancangan .......................................................................................
Prosedur .........................................................................................

9
9
9
10

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................

12

Uji Mastitis.......................................................................................
Variasi Produksi Harian ...................................................................
Variasi Perlakuan Terhadap Kelompok ...........................................
Pengaruh Selang Pemerahan Terhadap Produksi Susu ....................
Variasi Produksi Susu Masing-masing Waktu Pemerahan ..............

12
13
16
17
19

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................

22

Kesimpulan ......................................................................................
Saran.................................................................................................

22
22

UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................

23

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

24

L A M P I R A N ..........................................................................................

26

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Produksi Susu Berbagai Bangsa Sapi ..............................................

4

2. Tingkat Reaksi dan Interpretasi dari Reaksi Modified Aulendorfer
Mastitis Probe .................................................................................

8

3. Umur, Laktasi dan Masa Laktasi Sapi .............................................

9

4. Hasil Uji Mastitis Pertama pada Minggu Ke-6 ................................

12

5. Hasil Uji Mastitis Kedua pada Minggu Ke-8 ..................................

12

6. Protein dan TDN pakan, Kebutuhan Pokok dan Sisa Protein dan
TDN untuk Produksi Susu (kg) .......................................................

14

7. Nilai Rataan Produksi Susu Individu Per hari (ml) .........................

16

8. Nilai Rataan Produksi Susu Per hari (ml) .......................................

18

9. Nilai Rataan Produksi Susu Pagi dan Sore (ml) ..............................

19

10. Nilai Rataan Kecepatan Sekresi Susu Pagi dan Sore (ml) ...............

21

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Per hari ....................................

13

2. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Per hari Sebelum Hari ke-11
(Masa Adaptasi) ..............................................................................

15

3. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Per hari Setelah Hari ke-11
(Pengumpulan Data) .......................................................................

15

4. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Individu terhadap Perlakuan
Per hari ............................................................................................

17

5. Grafik Rataan Nilai Produksi Susu Per hari ....................................

18

6. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Pagi dan Sore ..........................

20

7. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Pagi dan Sore ..........................

21

PENGARUH SELANG PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI
SUSU SAPI FRIES HOLLAND (FH)

SKRIPSI
YUNI RESTI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

RINGKASAN
YUNI RESTI. D14050133. 2009. Pengaruh Selang Pemerahan Terhadap
Produksi Susu Sapi Fries Holland (FH). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Bagus Priyo Purwanto
Pembimbing Anggota : Ir. Andi Murfi, MSi
Susu merupakan sumber protein, vitamin D, kalsium, fosfor, magnesium
yang penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Susu juga mengandung
imunoglobulin, vitamin A dan zinc yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh, dan
asam lemak esensial untuk kesehatan. Namun, dalam penyediaan pangan dan gizi
khususnya susu, Indonesia tergolong sebagai negara dengan tingkat konsumsi susu
paling rendah di kawasan Asia. Suplai susu saat ini hanya berkisar 30-35 persen dari
total kebutuhan susu di Indonesia, sehingga perlu peningkatan produksi susu secara
nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui selang pemerahan yang tepat
dalam memerah sapi agar didapat produksi susu yang optimal.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
menggunakan 2 perlakuan dan 4 kelompok. Penelitian ini menggunakan 4 ekor sapi
laktasi yang diperah dengan selang pemerahan 12:12 (A) dan 10:14 (B). Penelitian
dilakukan di kandang sapi perah, Fakultas Peternakan IPB. Produksi susu pada
perlakuan 12:12 adalah 4242,32 ± 1537,45 ml/hari dan perlakuan 10:14 didapat
produksi susu sebesar 4184,41 ± 1548,39 ml/hari. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata terhadap perlakuan yang
diberikan terhadap produksi susu. Secara deskriptif, dapat diketahui bahwa sapi yang
diperah dengan selang pemerahan 12:12 memiliki produksi susu yang lebih banyak
dibandingkan dengan sapi yang diperah dengan selang pemerahan 10:14.
Kata-kata kunci : selang pemerahan, produksi susu, sapi perah

ABSTRACT
Effect of Milking Interval on Milk Production of the Fries Holland (FH) Cows
Resti, Y., B. P. Purwanto and A. Murfi
The objective of this research was to know the right milking interval for maximum
milk production. Four of Fries Holland cows were milked at 12:12 and 10:14 daily
interval to determine the effect of milking interval on the milk production. The cows
were kept at Field Laboratory, Faculty of Animal Science. The data were analyzed
by randomize complete block design. The result showed that cows milked at 10:14
interval produce less milk than the cows milked at 12:12 interval, but it was not
significant (P>0.05). The milk production in10:14 interval were 1.37% less than that
of the cows milked at 12:12 interval. More milk secreted was observed at shorter
milking interval than that of longer milking interval. Udder pressure gradually
increased after milking it will make decreasing milk secretion rate due to increasing
milking interval.
Keywords: Milking Interval, Milk Production, Dairy Cattle

PENGARUH SELANG PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI
SUSU SAPI FRIES HOLLAND (FH)

YUNI RESTI
D14050133

Skipsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

PENGARUH SELANG PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI
SUSU SAPI FRIES HOLLAND (FH)

Oleh
YUNI RESTI
D14050133

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan
Komisi Ujian Lisan pada tanggal 5 Agustus 2009

Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Dr. Bagus Priyo Purwanto

Ir. Andi Murfi, MSi

Dekan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

Ketua Depatemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Juni 1988 di Pariaman, Sumatera Barat.
Penulis anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Syahril dan Ibu
Jusra Anom. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SD N 04 Rawang,
Pariaman. Pendidikan lanjutan sekolah menengah pertama diselesaikan pada tahun
2002 di SLTP N 4 Pariaman, tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU
N 2 Pariaman. Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI) pada tahun 2005.
Penulis aktif di berbagai organisasi meliputi UKM Pramuka IPB, BEM TPB
IPB,

Himpunan

Mahasiswa

Ilmu

Produksi

dan

Teknologi

Peternakan

(HIMAPROTER), dan aktif pada berbagai kegiatan kampus. Penulis juga pernah
menjadi asisten mata kuliah pengelolaan kesehatan ternak tropis (2007-2008/20082009). Penulis memperoleh pendanaan program kreativitas mahasiswa dari
Departemen Pendidikan Nasional (DIKTI) bidang kewirausahaan tahun 2008, dan
bidang penelitian tahun 2009.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
Pengaruh Selang Pemerahan Terhadap Produksi Susu Sapi Fries Holland (FH).
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Susu merupakan sumber protein, vitamin D, kalsium, fosfor, magnesium
yang penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Susu juga mengandung
imunoglobulin, vitamin A dan zinc yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh, dan
asam lemak esensial untuk kesehatan. Namun, dalam penyediaan pangan dan gizi
khususnya susu, Indonesia tergolong sebagai negara dengan tingkat konsumsi susu
paling rendah di kawasan Asia. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium lapang,
Kandang sapi perah, Fakultas Peternakan IPB pada bulan Februari-April 2009.
Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui selang pemerahan yang tepat dalam
memerah sapi agar didapat produksi susu yang optimal.
Penulis menyadari adanya kekurangan-kekurangan dalam penelitian maupun
penulisan skripsi ini, walaupun demikian penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan pembaca.
Bogor, Agustus 2009

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ............................................................................................

i

ABSTRACT...............................................................................................

ii

RIWAYAT HIDUP ....................................................................................

v

KATA PENGANTAR ................................................................................

vi

DAFTAR ISI...............................................................................................

vii

DAFTAR TABEL......................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................

x

PENDAHULUAN .......................................................................................

1

Latar Belakang .................................................................................
Tujuan ..............................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................

3

Sapi Fries Holland ............................................................................
Produksi Susu ...................................................................................
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu .........................
Selang Pemerahan ............................................................................
Sekresi Susu .....................................................................................
Mastitis .............................................................................................

3
3
4
5
6
7

METODE .....................................................................................................

9

Lokasi dan Waktu ............................................................................
Materi ...............................................................................................
Rancangan .......................................................................................
Prosedur .........................................................................................

9
9
9
10

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................

12

Uji Mastitis.......................................................................................
Variasi Produksi Harian ...................................................................
Variasi Perlakuan Terhadap Kelompok ...........................................
Pengaruh Selang Pemerahan Terhadap Produksi Susu ....................
Variasi Produksi Susu Masing-masing Waktu Pemerahan ..............

12
13
16
17
19

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................

22

Kesimpulan ......................................................................................
Saran.................................................................................................

22
22

UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................

23

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

24

L A M P I R A N ..........................................................................................

26

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Produksi Susu Berbagai Bangsa Sapi ..............................................

4

2. Tingkat Reaksi dan Interpretasi dari Reaksi Modified Aulendorfer
Mastitis Probe .................................................................................

8

3. Umur, Laktasi dan Masa Laktasi Sapi .............................................

9

4. Hasil Uji Mastitis Pertama pada Minggu Ke-6 ................................

12

5. Hasil Uji Mastitis Kedua pada Minggu Ke-8 ..................................

12

6. Protein dan TDN pakan, Kebutuhan Pokok dan Sisa Protein dan
TDN untuk Produksi Susu (kg) .......................................................

14

7. Nilai Rataan Produksi Susu Individu Per hari (ml) .........................

16

8. Nilai Rataan Produksi Susu Per hari (ml) .......................................

18

9. Nilai Rataan Produksi Susu Pagi dan Sore (ml) ..............................

19

10. Nilai Rataan Kecepatan Sekresi Susu Pagi dan Sore (ml) ...............

21

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Per hari ....................................

13

2. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Per hari Sebelum Hari ke-11
(Masa Adaptasi) ..............................................................................

15

3. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Per hari Setelah Hari ke-11
(Pengumpulan Data) .......................................................................

15

4. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Individu terhadap Perlakuan
Per hari ............................................................................................

17

5. Grafik Rataan Nilai Produksi Susu Per hari ....................................

18

6. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Pagi dan Sore ..........................

20

7. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Pagi dan Sore ..........................

21

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Susu
Per hari ..............................................................................................

27

2. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Susu ..........

32

3. Produksi Susu Pagi dan Sore .............................................................

27

4. Data Bobot Badan Sapi ......................................................................

34

5. Perhitungan Komposisi Pakan dan Perkiraan Produksi Susu ............

35

6. Gambar Hasil Uji Mastitis Salah Satu Kuartir Ambing Sapi yang
Menderita Infeksi Ringan ..................................................................

36

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makanan yang berasal dari ternak termasuk susu menyediakan zat-zat
makanan yang lebih baik dan berimbang dibandingkan dengan makanan yang berasal
dari tumbuhan. Susu merupakan sumber protein, vitamin D, kalsium, fosfor,
magnesium yang penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Susu juga mengandung
imunoglobulin, vitamin A dan zinc yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh, dan
asam lemak esensial untuk kesehatan.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi penduduk terbesar di
dunia. Namun, dalam penyediaan pangan dan gizi khususnya susu, Indonesia
tergolong sebagai negara dengan tingkat konsumsi dan produksi susu paling rendah
di kawasan Asia.
Departemen Pertanian menyatakan, pada tahun 2006 tingkat konsumsi susu
per kapita per tahun hanya 7,7 liter. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan
dengan sejumlah negara lain di Asia diantaranya Malaysia (25 liter), Singapura (32
liter), Filipina (11 liter), dan China (13,2 liter). Bahkan, di Finlandia tingkat
konsumsi susu mencapai 183,9 liter per kapita per tahun. Berdasarkan data yang
dilansir PT Tetra Pak Indonesia tahun 2007, konsumsi susu di Indonesia adalah 9
liter per kapita pertahun, sedangkan Malaysia dan Vietnam tercatat 25,4 liter dan
10,7 liter per kapita per tahun (Pdpersi, 2008). Kebutuhan susu nasional mencapai
1,306 juta ton per tahun. Namun, hingga tahun 2007, produksi susu dalam negeri
baru sekitar 444,096 juta per tahun dari kurang lebih 400.000 ekor sapi perah. Suplai
susu ini hanya berkisar 30-35 persen dari total kebutuhan susu di Indonesia.
Nilai penjualan susu pada usaha ternak perah ditentukan oleh jumlah susu yang
dihasilkan, sedangkan harga dipengaruhi oleh kualitas susu. Oleh karena itu, total nilai
penerimaan usaha sangat tergantung pada kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan.

Produksi susu dipengaruhi oleh bangsa atau rumpun sapi, lama bunting, masa laktasi,
besar sapi, estrus atau birahi, umur sapi, selang beranak, masa kering, frekuensi
pemerahan, dan tata laksana pemberian pakan. Semakin sering sapi diperah, maka
hasil susu akan lebih banyak (Sudono et al., 2003). Pelepasan air susu saat
pemerahan disebabkan oleh adanya rangsangan yang dipengaruhi hormon oksitosin
yang menimbulkan beberapa kontraksi jaringan alveolus dan saluran-saluran kecil

sehingga mendorong susu untuk keluar. Ambing akan mengembang 1/3 bagian
selama periode antar pemerahan, sehingga menyebabkan meningkatnya tekanan.
Laju sekresi terus menurun hingga tercapai keseimbangan dan tekanan akan
meningkat melebihi 40 mmHg jika susu tidak diperah dan akan terjadi penyerapan
kembali air susu (Blakely dan Bade, 1994). Dengan demikian produksi susu
ditentukan oleh frekuensi pemerahan dan selang pemerahan. Hal inilah yang
mungkin menjadi salah satu penyebab rendahnya produksi susu sapi di Indonesia
disamping banyak faktor yang lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu
adanya penelitian untuk mencari dan mempelajari selang pemerahan dalam sehari
yang dapat memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap produksi susu.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui selang pemerahan yang tepat
dalam memerah sapi agar didapat produksi susu yang optimal.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Fries Holland
Bangsa sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah sapi
perah Fries Holland (FH) dan sapi perah persilangan FH dengan sapi lokal (Sapi
Grati) (Ungerer, 1985). Sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya terbanyak
dibandingkan dengan sapi perah lainnya, tetapi memiliki kadar lemak susu yang
rendah. Bobot jantan dewasa adalah 1.000 kg dan betina dewasa adalah 682 kg
(Sudono et al., 2003).
Bangsa sapi FH berasal dari negara Belanda tepatnya di Provinsi North
Holland dan West Friesland, kedua daerah tersebut memiliki padang rumput yang
bagus. Sapi ini berwarna hitam dan putih (ada juga Holstein yang bewarna merah
dan putih). Sejarah mencatat bahwa bangsa sapi ini ada sejak 2.000 tahun yang lalu
(Ensminger dan Tyler, 2006). Produktivitas susu yang dicapai sapi FH lokal masih
lebih sedikit dibandingkan dengan sapi-sapi perah FH daerah iklim sedang. Oleh
karena itu diperlukannya pengembangan pengetahuan budidaya sapi perah yang
mampu menghasilkan produktivitas secara maksimal (Soedjana, 1999).
Produksi Susu
Produksi susu di Indonesia sampai saat ini belum mencukupi kebutuhan dan
permintaan konsumen. Hal ini antara lain disebabkan jumlah/populasi ternak yang
masih kurang, selain daya produksi susu per ekor yang belum mencapai titik
optimum (Sudarwanto, 1999). Rataan produksi susu sapi FH adalah 10.209,96 kg per
laktasi. Total produksi susu umumnya bertambah untuk bulan pertama setelah
melahirkan, kemudian perlahan-lahan berkurang pada bulan laktasi berikutnya
(Ensminger dan Tyler, 2006). Sebagaimana dinyatakan Schmidt (1971) sebelumnya
bahwa produksi susu relatif banyak dan akan bertambah empat sampai enam minggu
setelah melahirkan, kemudian produksi susu menurun sampai berakhirnya periode
laktasi.
Menurut Sudono et al. (2003), produksi susu sapi FH di Amerika serikat ratarata 7.425 kg per laktasi dan di Indonesia 10 liter per ekor per hari atau lebih kurang
3.050 kg per laktasi. Produksi susu beberapa bangsa sapi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi Susu Berbagai Bangsa Sapi
Tahun Beranak
Bangsa

1980

Ayrshire
Brown Swiss
Guernsey
Holstein
Jersey
Milking Shorthorn

1990

1995

1999

2002

----------------------- (Pon) ----------------------13.114
14.799
15.684
17.424
17.880
14.172
16.250
17.493
20.148
20.869
11.666
13.297
14.051
15.963
16.398
17.566
20.178
21.618
24.380
24.996
11.437
13.407
14.812
16.940
17.663
11.560
14.011
15.341
16.704
17.144

Sumber : Ensminger dan Tyler, 2006

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu
Kemampuan sapi yang bervariasi dalam memproduksi susu merupakan
karakteristik dari keturunan dan ini berbeda pula di antara bangsa dan individu
(Ensminger dan Tyler, 2006). Produksi susu akan bertambah sampai kira-kira sapi
berumur delapan tahun (Bath et al., 1985). Menurut Sudono et al. (2003), faktor
yang mempengaruhi kualitas, kuantitas dan susunan susu sapi perah adalah bangsa
sapi, lama bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus atau birahi, umur sapi, selang
beranak, masa kering, frekuensi pemerahan, dan tata laksana pemberian pakan.
Campbell et al. (2003) menyatakan bahwa sapi yang bertubuh besar secara normal
mampu mensekresi susu lebih banyak dibandingkan dengan sapi yang berukuran
kecil, tetapi mereka tidak efisien dalam mengubah nutrisi pada susu. Secara normal,
sapi tidak akan mensekresi susu lebih dari 8-12% berat badannya, kambing bisa
mensekresi lebih dari 20% dari berat badannya.
Pakan dan manajemen juga akan berpengaruh terhadap kuantitas, komposisi
dan palatabilitas (rasa) terhadap susu (Acker, 1960). Pakan yang diberikan pada
seekor sapi perah dewasa digunakan untuk kebutuhan hidup pokok, produksi dan
pertumbuhan. Nutrisi yang digunakan untuk hidup pokok adalah sejumlah nutrisi
yang harus tersedia guna mempertahankan tubuh dalam keadaan normal seperti
bernafas, mencerna pakan, memperbaiki bagian tubuh yang aus, dan lain-lain (Foley
et al., 1973). Sapi perah mempunyai daya produksi yang tinggi sehingga jika tidak
mendapatkan makanan yang cukup sapi tersebut tidak akan dapat memproduksi susu
dengan baik (Ensminger dan Tyler, 2006).

4

Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10
bulan antara saat beranak dan masa kering kandang. Produksi susu per hari mulai
menurun setelah laktasi dua bulan. Menurut Calder (1996), laktasi merupakan proses
yang ditandai oleh sintesis dan sekresi senyawa organik dan anorganik, dan juga
darah secara aktif dan pasif oleh sel epitel khusus dari kelenjar susu. Sapi laktasi
yang sedang bunting akan mengurangi produksi susu karena adanya pengaruh
hormon yang akan mengurangi sekresi susu dan peningkatan kebutuhan zat-zat
makanan untuk pertumbuhan dan hidup pokok dari fetus.
Apabila interval antara pemerahan tidak sama, maka produksi susu akan lebih
banyak pada interval yang lebih lama, dan kandungan lemak akan lebih tinggi dari
hasil pemerahan dengan interval yang lebih singkat (Eckles dan Anthony, 1956). Jika
sapi diperah dua kali sehari dengan jarak waktu antar pemerahan sama akan sedikit
sekali perubahan susunan susu tersebut. Produksi susu akan meningkat tergantung
dari kemampuan sapi berproduksi, pakan yang diberikan, dan manajemen yang
dilakukan peternak (Sudono et al., 2003).
Beberapa faktor lainnya yang juga mempengaruhi produksi susu ialah
jaringan sekresi, umur, hormon, estrus dan ukuran tubuh. Produksi susu terbanyak
akan dicapai pada usia 7-8 tahun (McNeilly, 2001). Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa sapi-sapi yang badannya besar akan menghasilkan susu lebih
banyak daripada sapi yang berbadan kecil. Sapi yang sedang estrus juga akan
mengalami pengurangan produksi susu (Campbell et al., 2003). Produksi susu juga
akan berkurang selama ternak mengalami stres panas. Pengaruh langsung stres panas
terhadap produksi susu disebabkan meningkatnya kebutuhan maintenance untuk
menghilangkan kelebihan beban panas, mengurangi laju metabolis, dan mengurangi
konsumsi makanan (Anderson et al., 1985).
Selang Pemerahan
Produksi susu pada ambing dalam keadaan kosong akan bertambah setelah
diperah dengan memperlama selang pemerahan. Produksi susu di alveolus akan
bertambah dengan lama selang pemerahan setelah 20 jam (McKusick et al., 2002)
Selang pemerahan tetap, memiliki beberapa kepentingan untuk memperoleh produksi
susu yang optimal. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Woodward (dalam
Schmidt 1971) menunjukkan bahwa produksi susu sapi yang diperah selama tiga kali
5

dalam sehari dengan selang 6, 7 dan 11 jam per hari menghasilkan 3,9% susu lebih
banyak dan memiliki kadar lemak lebih besar dari 5,2% dibandingkan dengan sapi
yang diperah dengan selang yang berbeda. Pada waktu pemerahan lainnya, sapi yang
diperah dengan selang pemerahan 12:12 jam memproduksi susu 1,8% lebih banyak
dibandingkan dengan sapi yang diperah dengan selang pemerahan 15:9 jam
(Schmidt, 1971).
Efek lamanya interval antar pemerahan terhadap produksi susu akan banyak
dipengaruhi oleh karakteristik individu sapi seperti : kapasitas ambing, lama laktasi,
dan jumlah susu yang biasa diproduksi. Bila dihubungkan dengan laju sekresi susu
dan lemak maka pada interval yang lebih lama yaitu pemerahan pagi hari akan lebih
sedikit lemaknya bila dibandingkan dengan pemerahan sore hari (Smith, 1969).
Penelitian Schmidt dan Trimberger (1962) menyatakan bahwa selang pemerahan
yang lama akan memiliki sisa susu yang lebih banyak. Sapi yang diperah dengan
selang pemerahan 15:9 jam, dan 16:8 jam, memproduksi susu lebih rendah
dibandingkan dengan selang pemerahan 12:12 jam.
Sekresi Susu
Susu disekresikan oleh unit-unit sekretoris individual yang bentuknya
menyerupai buah anggur yang disebut alveolus. Unit kecil ini berukuran 0,1 sampai
0,3 milimeter dan terdiri atas suatu lapis dalam sel epitel yang menyelubungi suatu
rongga yang disebut lumen. Sel-sel tersebut mensekresi susu dengan cara menyerap
zat-zat dari dalam darah dan mensintesisnya menjadi susu (Blakely dan Bade, 1994).
Hal ini karena unsur dasar pembentukan susu adalah kandungan darah (Alim, 2002).
Interval yang lama akan mempengaruhi kecepatan jumlah sekresi. Penurunan
dalam sekresi susu terjadi setelah 12 jam dan akan memberikan pengaruh pada
interval pemerahan berikutnya. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa
sekresi susu dan lemak susu mengalami pengurangan dengan memperlama interval
pemerahan dengan jumlah yang lebih banyak untuk pengurangan susu dibandingkan
dengan lemak susu dan persentase lemak susu akan cenderung bertambah pada
interval pemerahan yang lama (Schmidt, 1971).
Rata-rata kecepatan sekresi susu mengalami pengurangan mulai 10-12 jam
setelah pemerahan sebelumnya, tetapi tidak langsung berkurang secara drastis.
Proses pelepasan air susu saat pemerahan disebabkan oleh adanya rangsangan pada
6

saat pemerahan yang mengakibatkan terlepasnya hormon oksitosin dari lobus
posterior kelenjar pituitary dan masuk ke dalam aliran darah. Oksitosin mencapai
ambing dalam beberapa detik dan menyebabkan timbulnya kontraksi jaringan
alveolus dan saluran-saluran kecil sehingga mendorong susu memasuki sistem
saluran yang lebih besar. Oleh karena pelepasan air susu hanya berlangsung 6 sampai
8 menit, maka pemerahan harus selesai dalam masa pelepasan itu agar diperoleh
hasil yang maksimum (Blakely dan Bade, 1994).
Mastitis
Mastitis adalah penyakit radang ambing yang merupakan radang infeksi.
Biasanya penyakit ini berlangsung secara akut, sub akut dan kronis. Mastitis ditandai
dengan peningkatan jumlah sel di dalam air susu, perubahan fisik maupun susunan
air susu yang disertai atau tanpa disertai perubahan patologis atau kelenjarnya
sendiri. Berdasarkan faktor penyebabnya, mastitis dapat disebabkan oleh bakteri
Streptococcus agalactiae, S. dysgalactiae, S. uberis, S. zooepidemicus, dan
Staphylococcus aureus, serta berbagai spesies lain yang juga dapat menyebabkan
terjadinya mastitis walaupun dalam persentase kecil (Admin, 2007).
Meskipun sering terlihat, penyakit ini dapat tersembunyi. Oleh karena itu
beberapa tes mastitis telah dikembangkan untuk mendeteksi adanya penyakit ini.
CMT (Califonia Mastitis Test) merupakan tes yang paling sering digunakan. Alat ini
menggunakan satu atau dua pancaran susu dari 4 puting ditambah dengan reagent
CMT dalam jumlah yang sama. Pembentukan jel menunjukkan sel somatik yang
banyak didalam susu (Ensminger dan Tyler, 2006).
Mastitis dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu : mastitis klinis, mastitis
subklinis, dan mastitis nonspesifik. Pada mastitis klinis ditemukan gejala kelenjar
ambing membengkak, berisi cairan eksudat disertai tanda-tanda peradangan lainnya
seperti suhu meningkat, kemerahan, rasa sakit dan penurunan fungsi (Sudarwanto et
al., 1993). Mastitis subklinis tidak menampakkan perubahan yang nyata pada ambing
dan susu yang dihasilkan, hanya produksi susu berkurang sehingga peternak kurang
menyadari kerugian yang diakibatkannya (Sudarwanto, 1999).
Suatu modifikasi terhadap Aulendorfer Mastitis Probe telah dilakukan
dengan menggunakan paddle yang biasa digunakan pada uji CMT. Pengembangan
metode ini adalah untuk mempercepat pembacaan hasil di lapangan dan hasil yang
7

didapat cukup akurat. Tingkat reaksi dan interpretasi metode ini dapat dilihat dalam
Tabel 2.
Tabel 2. Tingkat Reaksi dan Interpretasi dari Reaksi Modified Aulendorfer
Mastitis Probe
Tingkat

Arti

Reaksi yang Terlihat

Interpretasi

Reaksi
-

Negatif

Campuran tetap cair, tetap Tidak
homogen

±

Trace

dicurigai

adanya

mastitis

Terbentuk lendir tipis yang Dubius
cenderung

hilang

kembali

dengan menggerakkan paddle
terus menerus

+

++

Positif

Terbentuk lendir yang jelas, Infeksi ringan

lemah

tetapi jel tidak terbentuk

Positif

Campuran membentuk jel yang Mastitis
cenderung bergerak ketengah
jika paddle digerakkan. Jika
gerakan dihentikan, jel akan
kembali menyebar ke dasar

+++

Positif
kuat

Terbentuk jel yang cenderung Mastitis dan merupakan
melekat pada dasar paddle dan masalah peternakan
bila

digerakkan

menyebabkan

akan

permukaan

menjadi cembung
Sumber : Hartomo dalam Jaya,1992

8

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kandang sapi perah, Laboratorium Lapang IPT
Perah, Fakultas Peternakan IPB selama dua bulan dari bulan Maret-April 2009.
Materi
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah milk can, gelas ukur, pita ukur, alat tulis, paddle,
dan bahan reaksi untuk uji CMT dengan merk Bovi-Vet.
Ternak
Ternak yang digunakan adalah empat ekor sapi FH laktasi (Tabel 3) yang
diperah dengan dua kali pemerahan, dengan selang pemerahan yang berbeda yaitu
12:12 dan 10:14. Pakan diberikan dua kali dalam sehari yaitu sebanyak 12 kg rumput
lapang, 8 kg rumput gajah dan 3 kg konsentrat.
Tabel 3. Umur, Laktasi dan Masa Laktasi Sapi
Sapi

Umur

Laktasi

Masa Laktasi

1

3,5 tahun

Pertama

1 Bulan

2

4 tahun

Kedua

1 Bulan

3

4 tahun

Pertama

4 Bulan

4

3 tahun

Pertama

7 Bulan

Rancangan
Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan 2 perlakuan dan 4 kelompok. Peubah yang diamati adalah
produksi susu. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) model matematika dalam
rancangan percobaan adalah :

Y ij = μ + τ i + β j + ε ij
Keterangan :
Y ij

: pengamatan pada perlakuan ke –i dan kelompok ke -j

µ

: rataan umum

τi

: pengaruh perlakuan ke -i

βj

: pengaruh kelompok ke -j

ε ij

: pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke -j

j

: kelompok (1, 2, 3, 4)

i

: perlakuan

Analisis Data
Data berupa produksi susu yang diperoleh dari setiap perlakuan dianalisis
menggunakan sidik ragam (ANOVA).
Prosedur
Penelitian ini dilaksanakan dengan dua perlakuan waktu pemerahan yaitu
selang pemerahan 12 jam : 12 jam (Perlakuan A) dan 10 jam : 14 jam (Perlakuan B).
Perlakuan diberikan pada masing-masing sapi selama 27 hari (empat minggu). Sapi
dengan puting sebelah kanan diberikan perlakuan A, sedangkan puting sebelah kiri
diberikan perlakuan B. Selanjutnya dilakukan pergantian perlakuan, puting sebelah
kanan diberikan perlakuan B dan puting sebelah kiri diberikan perlakuan A.
Perlakuan diberikan sama pada tiga ekor sapi lainnya.
Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap adaptasi dan
pengambilan data. Seminggu sebelum pengambilan data dilakukan adaptasi terhadap
sapi, setelah itu dilakukan pengumpulan data selama tiga minggu. Lalu tahap
adaptasi kembali dilakukan selama satu minggu, dan setelah itu kembali dilakukan
pengambilan data selama tiga minggu. Produksi susu dari setiap perlakuan diukur
pada setiap pemerahan. Pemerahan dilakukan dua kali sehari dengan menggunakan
tangan yaitu pada pukul 05.00 WIB dan 17.00 WIB untuk perlakuan A, dan pukul
05.00 WIB dan 15.00 WIB untuk perlakuan B.
Tahap adaptasi merupakan masa pergantian perlakuan yang dilakukan agar
sapi dapat berproduksi normal untuk perlakuan selanjutnya. Tahap ini dilakukan
selama satu minggu sebelum data dianalisis untuk masing-masing perlakuan.

10

Produksi susu harian diperoleh dengan mengukur hasil pemerahan pagi dan sore
menurut waktu dan perlakuan selang pemerahan. Produksi susu dibedakan dalam
empat waktu, yaitu :
1. Produksi selama tahap pengambilan data 21 hari (untuk dianalisis).
2. Produksi selama 11 hari pertama (dalam pelaksanaannya, dibutuhkan waktu
adaptasi yang lebih lama dari waktu yang direncanakan).
3. Produksi selama 16 hari berikutnya (saat produksi mulai normal).
4. Produksi susu pagi dan sore (variasi kecepatan sekresi susu per jam).
Kecepatan sekresi susu per jam dihitung berdasarkan jumlah produksi susu
pada pagi/sore hari dibagi dengan lamanya interval pemerahan.

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Mastitis
Uji mastitis pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan CMT
(California Mastitis Test). Menurut Rice (1997), keuntungan menggunakan CMT
adalah mudah, murah, sederhana, membutuhkan sedikit peralatan, dan mudah
dibersihkan. Uji mastitis dilakukan pada masing-masing sapi pada minggu ke-6 dan
minggu ke-8 selama penelitian berlangsung. Hasil dari uji mastitis pada pengujian
pertama dapat dilihat pada Tabel 4, dan pengujian kedua dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 4. Hasil Uji Mastitis Pertama pada minggu ke-6
No. Sapi
1
2
3
4

A
-

B
-

C
-

D
+
-

Keterangan :
A = Kuartir Kanan Depan
B = Kuartir Kanan Belakang
C = Kuartir Kiri Depan
D = Kuartir Kiri Belakang

Tabel 5. Hasil Uji Mastitis Kedua pada minggu ke-8
No. Sapi
1
2
3
4

A
-

B
-

C
-

D
+
-

Keterangan :
A = Kuartir Kanan Depan
B = Kuartir Kanan Belakang
C = Kuartir Kiri Depan
D = Kuartir Kiri Belakang

Tingkat infeksi mastitis ditunjukkan dengan banyaknya jel yang terbentuk.
Berdasarkan pengamatan, diperoleh tanda positif 1 untuk sapi 3 pada kuartir kiri
belakang. Hasil ini didapatkan karena pada susu yang diuji terdapat lendir yang jelas,
tetapi jel tidak terbentuk sehingga sapi dideteksi menderita infeksi ringan.

Variasi Produksi Harian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap adaptasi dan tahap
pengambilan data. Tahap adaptasi dilakukan selama satu minggu dan pengambilan
data dilakukan selama tiga minggu. Namun, dalam pelaksanaannya, dibutuhkan
waktu adaptasi yang lebih lama dari waktu yang direncanakan (11 hari). Hal ini
disebabkan karena sapi memiliki produksi susu yang fluktuatif sehingga produksi
susu cenderung tidak sama setiap harinya (Gambar 1).

Gambar 1. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Per hari
Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi susu pada penelitian ini di
antaranya adalah pemberian pakan. Pemberian pakan dipengaruhi oleh ketersediaan
pakan dan frekuensi pemberian pakan. Pemberian pakan pada ternak dilakukan dua
kali dalam sehari. Pakan hijauan diberikan setelah pemerahan dalam bentuk
utuh/tidak dicacah. Hal ini kurang baik karena sapi hanya mengunyahnya sebentar
lalu dicerna lebih lanjut di dalam rumen yang akan berakibat pada kerja mikroba
rumen menjadi terlalu berat. Hijauan yang tidak dicacah terlebih dahulu akan
mengakibatkan sapi cepat kenyang sehingga konsumsi hijauan menjadi sedikit.
Pemberian konsentrat yang tidak teratur juga mengakibatkan produksi susu yang
tidak teratur pada sapi. Ensminger dan Tyler (2006) menyatakan bahwa sapi perah
mempunyai daya produksi yang tinggi sehingga jika tidak mendapatkan makanan
yang cukup sapi tersebut tidak akan dapat memproduksi susu dengan baik. Sapi
diberi pakan hijauan rumput lapang dan rumput gajah sebanyak 12 kg dan 8 kg setiap

13

hari, sedangkan konsentrat yang diberikan adalah 3 kg.

Komposisi pakan dan

perkiraan produksi susu sapi dalam sehari dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Protein dan TDN Pakan, Kebutuhan Pokok dan Sisa Protein dan
TDN untuk Produksi Susu (kg)
Komposisi Pakan

Kebutuhan Hidup Pokok

Sisa Produksi Susu

PK

TDN

PK

TDN

PK

TDN

0,656

4,522

0,349

2,934

0,307

1,588

Tabel 6 menunjukkan kebutuhan protein kasar (PK) untuk memenuhi
kebutuhan hidup pokok lebih tinggi dibandingkan untuk menghasilkan susu. Seperti
halnya PK, total nutrien tercerna (TDN) untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok
juga lebih tinggi dibandingkan dengan produksi susu. Hal ini menunjukkan bahwa
untuk memperbaiki produksi susu maka kebutuhan hidup pokok harus dipenuhi
terlebih dahulu. Oleh karena itu, pakan yang diberikan tanpa konsentrat akan
menyebabkan penurunan produksi susu, karena sapi kekurangan energi untuk
memproduksi susu.
Faktor lain yang menyebabkan rendahnya produksi susu ini adalah suhu
lingkungan. Suhu lingkungan yang berubah-ubah juga menjadi salah satu faktor
penyebab rendahnya produksi susu pada sapi ini. Menurut Smith (1969) konsumsi
pakan akan menurun apabila terjadi peningkatan suhu lingkungan dan ini akan
menyebabkan penurunan produksi susu.
Adanya tahap adaptasi sebelum penelitian dilakukan agar sapi dapat
berproduksi normal sehingga tidak mempengaruhi produksi susu selanjutnya.
Gambar 2 menunjukkan bahwa pada awal adaptasi terjadi peningkatan jumlah
produksi susu, meskipun pada hari berikutnya masih terdapat produksi susu yang
tidak stabil.

14

Gambar 2. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Per hari Sebelum Hari ke-11
(Masa Adaptasi)
Waktu adaptasi yang diperkirakan selama satu minggu ternyata tidak begitu
berpengaruh. Hal ini karena produksi susu yang dihasilkan sangat fluktuatif.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, hal ini disebabkan oleh pemberian pakan yang
tidak teratur dan suhu lingkungan yang sering berubah. Produksi susu yang relatif
stabil diperoleh setelah hari ke-11. Gambar 3 menunjukkan bahwa sapi menghasilkan
susu dengan produksi stabil beberapa hari setelah hari ke-12 dan perlahan-lahan naik
hingga mencapai puncak produksi pada hari ke-18. Peningkatan ini disebabkan
karena sapi diberikan konsentrat, sehingga sapi dapat memproduksi susu lebih tinggi
dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya.

Gambar 3. Grafik Nilai Rataan Produksi Susu Per hari Setelah Hari ke-11
(Pengumpulan Data)

15

Variasi Perlakuan Terhadap Kelompok
Nilai rataan produksi susu individu dihitung berdasarkan nilai produksi susu
selama penelitian yang disajikan dalam waktu yang berbeda (Tabel 7), yaitu produksi
selama pengambilan data (21 hari), produksi selama adaptasi (11 hari) dan produksi
setelah adaptasi (16 hari).
Tabel 7. Nilai Rataan Produksi Susu Individu Per hari (ml)
Sapi
Perlakuan

Hari
21 Hari

12:12

11 Hari
16 Hari
21 Hari

10:14

11 Hari
16 Hari

1
6564,52 ±
524,64
7153,75 ±
335,33
6398,13 ±
479,73
6540 ±
579,37
7290 ±
259,58
6301,88 ±
438,14

2
3119,52 ±
300,89
3385 ±
279,14
3054,38 ±
307,29
3060,95 ±
274,44
3290 ±
257,21
2998,13 ±
272,13

3
4442,38 ±
471,71
5047,5 ±
340,28
4249,38 ±
343,46
4303,81 ±
552,06
5045 ±
321,086
4048,75 ±
303,97

4
2842,86 ±
370,04
3375 ±
380,664
2673,75 ±
224,5
2832,86 ±
386,50
3375 ±
365,814
2657,5 ±
240,82

Secara umum, produksi susu terbanyak diperoleh pada sapi 1 dan produksi
susu yang paling sedikit diperoleh pada sapi 4. Hasil analisis yang dilakukan pada
pengamatan 21 hari menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap
produksi susu masing-masing kelompok sapi (P