Kemampuan Makan, Preferensi Pakan, Dan Pengujian Umpan Beracun PADA Bondol Peking (Lonchura punctulata L.) Dan Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore)

KEMAMPUAN MAKAN, PREFERENSI PAKAN, DAN
PENGUJIAN UMPAN BERACUN PADA BONDOL PEKING
(Lonchura punctulata L.) DAN BONDOL JAWA (Lonchura
leucogastroides Horsfield & Moore)

KURNIATUS ZIYADAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
KURNIATUS ZIYADAH. Kemampuan Makan, Preferensi Pakan, dan Pengujian
Umpan Beracun pada Bondol Peking (Lonchura punctulata L.) dan Bondol Jawa
(Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore). Dibimbing oleh SWASTIKO
PRIYAMBODO.
Padi merupakan bahan pangan dengan sumber karbohidrat yang berperan
penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Terdapat beberapa kendala dalam
peningkatan produksi padi, salah satu penyebabnya adalah serangan organisme

pengganggu tanaman (OPT). Vertebrata hama cukup penting pada tanaman padi
yaitu bondol peking (L. punctulata L.) dan bondol jawa (L. leucogastroides
Horsfield & Moore). Diperlukan cara pengendalian yang tepat untuk menekan
serangan hama tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
konsumsi burung bondol terhadap gabah dan beras merah, preferensi makan
burung bondol terhadap biji-bijian dan pakan buatan yang dapat digunakan
sebagai umpan dalam pemerangkapan maupun umpan beracun, serta mengetahui
jenis racun yang efektif dalam pengendalian burung bondol. Terdapat dua
pengujian dalam percobaan yaitu pengujian individu dan pengujian populasi.
Pada masing- masing pengujian terdapat tiga percobaan. Percobaan pertama yaitu
perlakuan kemampuan makan dengan memberikan pakan utama (gabah) pada
masing-masing pengujian. Tingkat konsumsi bondol peking dan bondol jawa
sebesar 2-2,8 gram/hari. Konsumsi bondol jantan dan betina menunjukkan hasil
tidak berbeda nyata. Percobaan kedua yaitu perlakuaan preferensi pakan dengan
metode pilihan (multiple choice) dengan meletakkan enam pakan (gabah, beras
merah, jewawut, milet, jagung pipil dan pelet) secara bersamaan pada setiap
kandang. Hasil percobaan menunjukkan tingkat konsumsi terhadap jenis pakan
alami (biji-bijian) lebih disukai dari pada pakan buatan. Percobaan ketiga yaitu
perlakuan preferensi racun dengan metode pilihan. Pada pengujian menunjukkan
pakan alami tanpa racun lebih disukai dari pada umpan beracun.


Kata kunci: Bondol peking, Bondol jawa, pakan burung, dan umpan beracun.

ABSTRACT
KURNIATUS ZIYADAH. The Ability of Eat, Feed Preference, and Poisons
Bait Testing on Scaly-breasted Munia (Lonchura punctulata L.) and Javan Munia
(Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore). Adviced by SWASTIKO
PRIYAMBODO.
Rice is the food sources of carbohydrates that important in life Indonesian
society. There are several constraints to increasing rice production, one of the
constraints is pest of plant attack. Vertebrate pest wich quite important in the rice
plant is scaly-breasted munia (L. punctulata L.) and javan munia (L.
leucogastroides Horsfield & Moore). The right way to control and press the pest
attack is necessary. This research aims to know the level of grain consumption of
bird, bird feed preference to the grain and artificial feed that can be used as bait in
entrapment and poisons bait, and to know what types of poisons that are effective
in controlling of bird. There are two test in the experiment such as individual
testing and population testing. In each test there are three experiments. The first
experiment is the ability of eat treatment with the primary feed grain as in each
tests. Consumption level of scaly-breasted munia and javan munia is 2-2,8 grams

of day. Consumption bird of males and females do not show significant different
result. The second experiment is feeding preferences treatment by the method of
choice (multiple choice) with placing six of feed (grain, brown rice, berley, millet,
corn grain, and pellet) simultaneously on each cage. The result show the
consumption of natural feed (grain) is more desirable than artificial feed. The
third experiment is poisons bait preference treatment by the method of choice. On
this examination show natural food without poison bait is more desirable than
poison bait.

Keywords: Scaly-breasted Munia, Javan Munia, feeds bird, and poisons bait.

KEMAPUAN MAKAN, PREFERENSI PAKAN, DAN
PENGUJIAN UMPAN BERACUN PADA BONDOL PEKING
(Lonchura punctulata L.) DAN BONDOL JAWA (Lonchura
leucogastroides Horsfield & Moore)

KURNIATUS ZIYADAH
A34070046

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi

Nama Mahasiswa
NRP

: Kemampuan Makan, Preferensi pakan, dan Pengujian
Umpan Beracun pada Bondol Peking (Lonchura punctulata

L.) dan Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield
& Moore)
: Kurniatus Ziyadah
: A34070046

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si
NIP 19630226 198703 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Dr. Ir. Dadang, M.Sc
NIP 19640204 199002 1 002

Tanggal Lulus: 23 Mei 2011

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pamekasan, Madura pada
tanggal 5 November 1988. Penulis merupakan putri kedua
dari tiga bersaudara pasangan Bapak Surodiyono dan Ibu
Nurhayati.
Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di
SMAN 2 Pamekasan pada tahun 2007. Pada tahun yang
sama penulis melanjutkan studinya di Institut pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut
pertanian Bogor (USMI) dengan Program Studi Proteksi Tanaman.
Selama kuliah penulis mengikuti beberapa organisasi kemahasiswaan,
yaitu Uni Konservasi Fauna IPB sebagai anggota Divisi Insekta (2007-2011),
anggota Pramuka IPB (2007-2008), Entomology Club Proteksi Tanaman (anggota
2008-2009; sekretaris 2009-2010), pengurus Himpunan Mahasiswa Proteksi
Tanaman (Himasita) bidang Facility and Property (2009-2010), Organic Farming
Club Himasita (anggota 2008-2009, bendahara 2009-2010, sekretaris 2010-2011).
Penulis pernah magang di Museum Serangga dan Taman Kupu di Taman Mini
Indonesia Indah (TMII) pada tahun 2008 dan magang di Balai penelitian Kacang
dan Umbi-umbian (BALITKABI) Malang pada tahun 2009. Penulis pernah
menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Hama Tumbuhan dasar (IHTD) pada
tahun 2009, Entomologi Umum pada tahun 2010 serta Pengelolaan dan

Pemanfaatan Pestisida pada tahun 2011. Penulis juga pernah mengikuti Program
Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKMP) pada tahun 2009 dan 2010.
Selain itu, pada tahun 2010 penulis pernah mengikuti lomba Spelling Bee yang
diadakan oleh museum Serangga Proteksi Tanaman sebagai Juara pertama.

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Kemampuan Makan, Preferensi Pakan, dan Pengujian Umpan Beracun pada
Bondol Peking
(Lonchura punctulata L.) dan Bondol Jawa (Lonchura
leucogastroides Horsfield & Moore)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata
Hama, Departemen Proteksi Tamanan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor dari bulan September 2010 sampai Desember 2010.
Dengan penuh rasa hormat penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini,
khususnya kepada:
1. Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis.
2. Dr. Ir. Giyanto, M.Si selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan
kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.
3. Bapak Tri Haryoko di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan
staf LIPI lainnya atas bantuan selama penelitian.
4. Bapak Surodiyono, BA.(Alm.), ibunda Nurhayati, S.Pd. , Abi Drs. Idrus
Lutfi SH, Lusiana Nuriati Amd.Kep, Moh. Nur Kholis dan keluargaku
yang telah memberikan dukungan moral maupun materil, kasih sayang
serta doa restu.
5. Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan arahan, masukan serta nasehat selama kuliah.
6. Bapak Ahmad Soban, dosen, serta staf dan administrasi Departemen
Proteksi Tanaman.
7. Dede Suryadi S.P. atas doa, dukungan, dan motivasinya.
8. Seluruh teman di Proteksi Tanaman khususnya DPT 44, Irma, Nurul, Ida,
Tika, Jezzica, Nurul, Taher, Anda serta kak Sifa, kak Udin, mas Eko, dan
kak Pringgo atas dukungan dan masukan yang telah diberikan.
9. Teman seperjuangan di Laboratorium Vertebrata Hama, Dwi Dinar
Murjani dan Ahmad Riyadi atas dukungan dan kerjasamanya.
10. Keluarga di UKM UKF, Himasita, OF Himasita, dan Ento-Club Himasita.

11. Teman-teman kos Do’i : sahabatku Dini, Fitri, Nuvi, Ulva, Desi, Melin,
Alim, mbak Reyta, dan Yuyun serta semua pihak yang telah memberikan
bantuan, dukungan, dan motivasi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan
penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, bagi penulis
khususnya dan pembaca umumnya.
Bogor, Oktober 2010

Kurniatus Ziyadah

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ .viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ .... x
PENDAHULUAN ....................................................................................... ... 1
Latar Belakang ......................................................................................


1

Tujuan Penelitian ....................................................................................

3

Manfaat Penelitian ..................................................................................

4

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................

5

Burung Pemakan Biji-bijian ...................................................................

5

Bondol Peking (Lonchura punctulata) ..............................................


6

Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides) .........................................

7

Pakan ......................................................................................................

8

Racun ......................................................................................................

12

Seng Fosfida (Zn3P2) .........................................................................

12

Bromadiolon (C30H23BrO4) ...............................................................

13

Kumatetralil (C19H16O3) ....................................................................

13

BAHAN DAN METODE ...........................................................................

15

Waktu dan Tempat .................................................................................

15

Bahan dan Alat .......................................................................................

15

Metode Penelitian ...................................................................................

17

Persiapan Kandang ............................................................................

17

Persiapan Hewan Uji .........................................................................

17

Pengujian Konsumsi Makan ..............................................................

18

Pengujian Preferensi Pakan ...............................................................

18

Pengujian Racun ................................................................................

19

Konversi Umpan ................................................................................

19

Analisis Data .........................................................................................

20

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................

21

Kemampuan Makan Bondol Peking dan Bondol Jawa ..........................

21

vii

Konsumsi Harian Bondol Peking dan Bondol Jawa
terhadap Gabah .................................................................................

21

Pengujian Individu terhadap Konsumsi Beras Merah .......................

22

Perbandingan Jenis Kelamin Burung terhadap Konsumsi .................

23

Pengujian Populasi Terhadap Gabah .................................................

24

Preferensi Pakan Bondol Peking dan Bondol Jawa ................................

25

Pengujian Individu .............................................................................

25

Konsumsi Harian Bondol Peking dan Bondol Jawa ..........................

26

Pengujian Populasi .............................................................................

28

Pengujian Racun terhadap Bondol Peking dan Bondol Jawa .................

29

Pengujian Individu .............................................................................

29

Konsumsi Harian Racun dan Kematian Burung pada
Pengujian Individu .............................................................................

31

Pengujian Populasi .............................................................................

33

Kematian Burung pada Pengujian Populasi ......................................

34

Gejala Keracunan pada Pengujian Racun Individu dan
Populasi .............................................................................................

35

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................

37

Kesimpulan .............................................................................................

37

Saran .......................................................................................................

37

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

38

LAMPIRAN .................................................................................................

41

DAFTAR TABEL

No.

Halaman

1. Kandungan gizi dan mineral pada milet ............................................

9

2. Kandungan gizi dan mineral pada beras ............................................

10

3. Kandungan zat gizi jagung tiap 100 gram berat yang dapat
dimakan ..............................................................................................

11

4. Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking serta bondol jawa
terhadap gabah pada pengujian individu ............................................

21

5. Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking serta bondol jawa
terhadap beras merah pada pengujian individu ..................................

22

6. Konsumsi terhadap gabah dan beras merah pada bondol
peking serta bondol jawa pada pengujian individu ............................

23

7. Konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap gabah
dan beras merah berdasarkan jenis kelamin .......................................

24

8. Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking dan bondol jawa
terhadap gabah pada pengujian populasi ............................................

24

9. Konsumsi pakan bondol jawa dan bondol peking .............................

25

10. Konsumsi pakan bondol jawa dan bondol peking .............................

28

11. Konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap racun
pengujian individu ...............................................................................

29

12. Konsumsi racun pada pengujian individu ..........................................

30

13. Konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap racun ................

33

14. Konsumsi racun pada pengujian populasi ..........................................

34

15. Gejala keracunan pada bondol peking dan bondol jawa
pada pengujian individu dan populasi ................................................

35

DAFTAR GAMBAR

No.

Halaman

1. Berbagai bentuk paruh burung ...........................................................

5

2. Bondol peking ....................................................................................

6

3. Bondol jawa .......................................................................................

7

4. Kandang individu dan kandang populasi ..........................................

15

5. Jenis pakan pada preferensi pakan; milet, jagung pipil,
jewawut, pelet, beras merah, dan gabah .............................................

16

6. Timbangan elektronik (electronic top-loading balance for
animal) ...............................................................................................

16

7.

Jenis racun yang digunakan dalam pengujian; kumatetralil
0,75%, seng fosfida 80%, dan bromadiolon 0,25% ...........................

17

8. Umpan pengujian racun; gabah tanpa racun, gabah dengan
racun b.a seng fosfida, gabah dengan racun b.a kumatetralil,
gabah dengan racun b.a bromadiolon ................................................

17

9. Konsumsi harian terhadap gabah (gram/ 10 gram bobot
tubuh) .................................................................................................

22

10. Konsumsi harian bondol peking dan bondol jawa terhadap
beragai jenis pakan .............................................................................

27

11. Konsumsi harian racun pengujian individu .......................................

31

12. Jumlah kematian harian pengujian individu ......................................

32

13. Jumlah individu yang mati terhadap konsumsi racun dalam
pengujian populasi .............................................................................

34

14. Gejala keracunan bondol peking dan bondol jawa ............................

36

DAFTAR LAMPIRAN

No.
1.

Halaman
Analisis ragam bobot tubuh bondol peking vs bondol jawa
perlakuan kemampuan makan pada gabah (pengujian individu) .......

42

2. Analisis ragam kemampuan makan gabah bondol peking vs
bondol jawa (pengujian individu) ......................................................

42

3. Analisis ragam bobot tubuh bondol peking vs bondol jawa
perlakuan kemampuan makan pada gabah (pengujian populasi) .......

42

4. Analisis ragam kemampuan makan beras merah bondol peking
vs bondol jawa (pengujian individu) ..................................................

43

5. Analisis ragam kemampuan bondol peking terhadap gabah dan
beras merah (pengujian individu) ......................................................

43

6. Analisis ragam kemampuan bondol jawa terhadap gabah dan
beras merah (pengujian individu) ......................................................

43

7.

Analisis ragam kemampuan makan gabah bondol peking
jantan vs betina (pengujian individu) .................................................

44

8. Analisis ragam kemampuan makan gabah bondol jawa
jantan vs betina (pengujian individu) .................................................

44

9. Analisis ragam kemampuan makan beras merah bondol peking
jantan vs betina (pengujian individu) .................................................

44

10. Analisis ragam kemampuan makan beras merah bondol jawa
jantan vs betina (pengujian individu) .................................................

45

11. Analisis ragam bobot tubuh bondol peking vs bondol jawa
perlakuan kemampuan makan pada gabah (pengujian
populasi) .............................................................................................

45

12. Analisis ragam kemampuan makan bondol peking vs bondol
jawa terhadap gabah (pengujian populasi) .........................................

45

13. Analisis ragam preferensi pakan bondol peking (pengujian
individu) .............................................................................................

46

14. Analisis ragam preferensi racun bondol jawa (pengujian
individu) .............................................................................................

46

15. Analisis ragam preferensi pakan bondol peking (pengujian
populasi) .............................................................................................

46

16. Analisis ragam preferensi pakan bondol jawa (pengujian
populasi) ............................................................................................. .... 47
17. Analisis ragam preferensi racun bondol peking (pengujian
individu) .............................................................................................

47

xi
18. Analisis ragam preferensi racun bondol jawa (pengujian
individu) .............................................................................................

47

19. Analisis ragam preferensi racun bondol peking (pengujian
populasi) .............................................................................................

48

20. Analisis ragam preferensi racun bondol jawa (pengujian
populasi) .............................................................................................

48

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang
peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional (Mubyarto 1989). Hal
ini ditunjukkan dari banyaknya penduduk yang hidup atau bekerja pada sektor
pertanian dan produk nasional yang berasal dari pertanian. Menurut BPS (2010a),
jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebesar 237.556.363 jiwa yang
tersebar dari Sabang sampai Merauke dengan struktur tenaga kerja didominasi
oleh sektor pertanian sebesar 42,83 juta jiwa.

Sektor pertanian terdiri atas

subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan
perkebunan (Rahim dan Diah 2008).
Subsektor pangan dikenal juga sebagai subsektor makanan pokok yang
dikonsumsi sebagian besar penduduk dalam jumlah yang cukup besar dan
merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi (Rahim dan Diah 2008).
Menurut Setiaji (1981), tanaman pangan utama Indonesia adalah beras, jagung,
ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, dan kedelai.

Konsumsi pangan

terbesar Indonesia sebagai sumber karbohidrat adalah beras. Konsumsi beras per
kapita sebesar 139,15 kg/tahun dan merupakan konsumsi terbesar di dunia dengan
rata-rata konsumsi dunia hanya 60 kg/kapita/tahun (BPS 2010b). Tidak hanya
Indonesia, bahkan hampir setengah penduduk dunia saat ini tergantung pada beras
sebagai makanan pokoknya.
Kebutuhan pangan beras semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah
penduduk. Pada tahun 1950 sampai 1960-an ketergantungan pangan masyarakat
Indonesia pada beras baru sebesar 53%, namun sampai tahun 2010
ketergantungan akan beras semakin tinggi hingga 92-95% (Purnomo 2010).
Mengingat kebutuhan pangan beras terus meningkat, maka usaha peningkatan
produksi beras terus dilakukan oleh pemerintah. Akan tetapi, upaya pemerintah
ini dihadapkan pada berbagai kendala dalam produksi beras Indonesia,
diantaranya alih fungsi lahan pertanian, degradasi lahan, dan serangan organisme
pengganggu tanaman (OPT).

2

Gangguan organisme pengganggu tanaman salah satunya disebabkan oleh
serangan hama. Hama merupakan masalah penting yang dihadapi petani dalam
usahatani padi. Hama yang menyerang tanaman padi dapat dikelompokkan dalam
avertebrata hama (hewan tidak bertulang belakang) dan vertebrata hama (hewan
bertulang belakang). Avertebrata hama yang sering menyerang tanaman padi
diantaranya penggerek batang padi putih, penggerek batang padi kuning, walang
sangit, wereng daun padi dan wereng batang cokelat yang menjadi serangga hama
utama di Jawa (Soehardjan 1971). Sedangkan

vertebrata hama yang

menyebabkan penurunan produksi padi diantaranya tikus, babi hutan, burung dan
beberapa hama lainnya (Matnawy 1989).
Burung dapat menyebabkan kerusakan tanaman di beberapa tempat di
dunia, seperti kerusakan pada jagung di Amerika Utara, gandum di Selandia Baru,
buah-buahan di Australia, dan padi di Afrika (Hone 1994). Jenis burung yang
dikenal sebagai hama padi secara umum adalah burung pipit, bondol, dan manyar.
Jenis-jenis burung ini mengonsumsi bulir padi yang sudah menguning dan
terkadang menyebabkan kerusakan tanaman pertanian yang parah. Selain ketiga
jenis burung di atas Beberapa jenis burung yang menjadi hama pertanian seperti
jenis mandar, merpati, dan betet yang juga mengonsumsi padi dan jagung
(MacKinnon & Phillips 1993).
Burung pipit dan bondol merupakan jenis burung pemakan biji yang dapat
menyebabkan kehilangan hasil produksi padi, jenis burung ini termasuk dalam
Famili Estrildidae (Balen & Burung Indonesia 2010). Terdapat 28 spesies burung
bondol diantaranya bondol peking (Lonchura punctulata) dan bondol jawa
(Lonchura leucogastroides) (Grzimek 1973). Jenis burung yang sering dijumpai
di lapangan dan sering diperdagangkan adalah bondol peking dan bondol jawa
(Iskandar 2000, Moreno 1997).
Serangan

burung pipit atau bondol terhadap tanaman

padi dua tahun

terakhir (tahun 2009 dan 2010) telah meresahkan beberapa petani di beberapa
tempat seperti Kabupaten Ciamis, Subang, Bogor, dan beberapa daerah di Aceh.
Akibat serangan burung tersebut produksi padi mengalami penurunan produksi
sebanyak 30-50 %. Burung pipit biasanya mulai memakan bulir padi yang sedang
memasuki masa masak susu atau padi dengan masa tanam 70 hari. Serangan

3

terjadi saat kondisi cuaca sedang teduh dan burung menyerang secara
bergerombol. Salah satu penyebab tingginya serangan burung terhadap tanaman
padi adalah penanaman dan pemanenan padi yang tidak serempak (Aceng 2009,
Bahri 2009, Nastain 2009, Susilo 2010).
Beberapa teknik pengendalian terhadap burung telah dilakukan di sawahsawah Pulau Jawa dan Bali, namun usaha yang dilakukan membutuhkan tenaga
dan waktu yang lama untuk mengusir burung-burung tersebut dari sawah.
Beberapa cara pengendalian telah dikembangkan seperti menggunakan tenaga
angin atau seorang anak kecil yang duduk dalam gubuk di tengah-tengah sawah
dan menggoncang-goncangkan tali untuk mengusir burung di sawah. Para petani
menggunakan beberapa cara tradisional sebagai upaya pengendalian serangan
hama burung yaitu menggunakan jaring, kaleng berisikan batu kerikil yang diikat
pada tali kemudian dibentangkan ke seluruh areal sawah, atau dengan membuat
orang-orangan sawah atau menjaga sawah dari pagi hingga sore dari serangan
burung (MacKinnon & Phillips 1993).
Tindakan khusus sebagai upaya dalam mengatasi masalah hama burung
belum banyak dilakukan oleh pemerintah, meskipun telah banyak laporan
mengenai serangan hama burung tersebut, sehingga diperlukan beberapa
rekomendasi pengendalian terhadap serangan hama burung tersebut. Penelitian
mengenai tingkat konsumsi hama burung pada padi dapat menggambarkan
estimasi kehilangan hasil produksi di pertanaman padi, dan penelitian berbagai
jenis pakan untuk mengetahui jenis pakan yang disukai bermanfaat dalam
pemerangkapan, serta uji racun untuk mengetahui jenis racun yang dapat
digunakan dalam upaya pengendalian.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat konsumsi burung bondol
terhadap gabah dan beras merah, preferensi makan burung bondol terhadap bijibijian dan pakan buatan yang dapat digunakan sebagai umpan dalam
pemerangkapan maupun umpan beracun, serta mengetahui jenis racun yang
efektif dalam pengendalian burung bondol.

4

Manfaat Penelitian
Hasil

penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

besaran konsumsi burung bondol terhadap gabah sebagai acuan dalam mengetahui
kerugian di lapangan, memberikan informasi mengenai jenis pakan yang disukai,
dan mengetahui jenis racun yang efektif untuk pengendalian burung.

5

TINJAUAN PUSTAKA

Burung Pemakan Biji-bijian
Burung pemakan biji memiliki ukuran tubuh kecil dan bergerak cukup gesit
serta lincah, sehingga susah ditangkap.

Beberapa jenis burung pemakan biji

antara lain jenis bondol seperti bondol jawa (Lonchura leucogastroides), cerukcuk
(Pycnonotus goiaver), dan burung cabe (Dicaeum trochileum) (Suaskara, Ginatra,
& Muksin 2010). Burung pemakan biji mengonsumsi biji sebanyak 10% dari
berat tubuhnya. Karena kesukaannya memakan biji-bijian terdapat beberapa jenis
burung yang menjadi hama tanaman. Burung- burung yang sering menjadi hama
pertanian seperti bondol, pipit, kakatua, nuri, dan gagak (Soemadi & Abdul 2003).
Burung pemakan biji umumnya mempunyai tembolok, yaitu bagian yang
membesar di bagian esofagus. Tembolok berguna sebagai penampung sementara
biji yang telah ditelan. Selain itu, burung pemakan biji memiliki paruh pendek,
kuat, dan tebal dengan ujung paruh sedikit bengkok. Paruh bagian atas burung
pemakan biji sedikit lebih panjang daripada bagian bawah (Gambar 1), namun ada
sebagian kecil burung pemakan biji dengan paruh yang sama panjang. Paruh
burung pemakan biji berbentuk kerucut yang digunakan untuk mematuk,
mengupas kulit biji, dan menghancurkan biji-bijian.

Sumber : Soemadi & Abdul 2003

Gambar 1 Berbagai bentuk paruh burung

6

Burung pemakan biji mengupas kulit biji dengan cara meremuk, memotong,
atau mengiris kulit biji dengan bantuan sisi paruh yang tajam. Selain itu, terdapat
beberapa burung yang langsung menelan biji tanpa mengupasnya terlebih dahulu
(Soemadi dan Abdul 2003).

Bondol Peking (Lonchura punctulata)
Bondol peking (L. punctulata) disebut juga bondol dada sisik, pipit pinang,
emprit, piit bondol atau Scaly-breasted munia termasuk dalam Famili Estrildidae
(Balen & Burung Indonesia 2010). Bondol peking merupakan burung dengan
tubuh berukuran kecil (11 cm). Bondol peking memiliki ciri-ciri tubuh berwarna
coklat pada dahi bagian atas sampai penutup ekor bagian atas. Pada bagian ekor
berwarna coklat kehitaman. Bulu penutup sayap dan bulu sayap berwarna coklat.
Selain itu, pada bagian dagu dan leher berwarna coklat tua. Dada sampai penutup
ekor bagian bawah berwarna putih dengan sisik-sisik hitam (Gambar 2). Bagian
iris berwarna coklat, dengan paruh berwarna abu-abu gelap pada bagian atas dan
coklat pada bagian bawah, sedangkan kaki berwarna hitam abu-abu (MacKinnon
1990, Sumaryati et al 2007, Davidson & Chew 2007, Novarino et al 2008,
Priyambodo 2009).

Menurut MacKinnon (1990), bondol peking yang belum

dewasa memiliki ciri tubuh bagian bawah berwarna kuning tua tanpa sisik.

Gambar 2 Bondol peking
Habitat bondol peking adalah lahan budidaya terbuka, lahan semi budidaya,
dan padang rumput (Coates & Bishop 2000). Kebiasaan burung ini hidup
berpasangan atau berkelompok dan mudah bercampur dengan bondol jenis lain.
Makanan utama burung ini adalah padi dan biji rumput. Suara bondol peking

7

ketika bersiul yaitu ”ki-dii, ki-dii” dan jika dalam bahaya ”tret-tret”. Bondol
peking umum dijumpai di Jawa dan Bali dan tersebar luas sampai pada ketinggian
1.800 m dpl (MacKinnon, Phillips, & Ballen 2010).
Seekor burung bondol peking dapat menghasilkan empat sampai enam butir
telur setiap peneluran dan telur berwarna putih. Telur diletakkan pada sarang
berbentuk botol yang khas terbuat dari rumput. Sarang diletakkan di atas semak,
pohon kecil atau palem dan tersembunyi pada tempat gelap (MacKinnon 1990,
Ichinose et al 2006, Sumaryati et al 2007, Priyambodo 2009, MacKinnon et al
2010).

Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides)
Bondol Jawa (L. leucogastroides) dikenal sebagai burung pipit jawa atau
javan munia dari Famili Estrildidae (Balen & Burung Indonesia 2010). Menurut
MacKinnon (1990), bondol jawa dikenal merupakan burung yang bertubuh padat
dan mempunyai ukuran kecil (11 cm). Bondol jawa memiliki ciri tubuh berwarna
coklat, hitam, dan putih . Ciri lain bondol jawa adalah tubuh bagian atas berwarna
coklat, tidak berburik, serta muka dan bagian dada atas berwarna hitam (Gambar
3). Pada bagian samping perut dan bagian rusuk bondol jawa berwarna putih,
sedangkan bagian ekor berwarna coklat gelap. Selain itu, bondol jawa memiliki
iris dan paruh berwarna coklat, serta kaki berwarna abu-abu. Bondol jawa yang
belum dewasa memiliki ciri tubuh bagian dada dan leher berwarna coklat, serta
tubuh bagian bawah berwarna kekuningan (Davidson & Chew 2007).

Gambar 3 Bondol jawa

8

Habitat bondol jawa adalah lahan pertanian dan padang rumput alami
(Sulistyadi 2010). Menurut Mackinnon (1990), Makanan utama bondol jawa
adalah padi dan biji rumput. Bondol jawa membentuk kelompok pada masa
pemanenan padi dan biasa hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil.
Kebiasaan bondol jawa yaitu makan di atas permukaan tanah atau mengambil biji
dari bulir rumput, menghabiskan banyak waktu dengan
membersihkan bulunya di pohon-pohon besar.

bersiul ribut dan

Bondol jawa memiliki suara

dengan bersiul halus ”cii-ii-ii” (MacKinnon, Philips, dan Ballen 2010).
Perkembangbiakan bondol jawa dengan membentuk sarang bola berongga
longgar yang terbuat dari potongan rumput dan bahan lain, diletakkan cukup
tinggi di atas pohon diantara benalu, ketiak tangkai palem atau tempat tertutup
lainnya (MacKinnon, Philips, dan Ballen 2010). Bondol jawa dapat berkembang
biak sepanjang tahun dan bertelur empat atau lima butir setiap kali peneluran
dengan telur berwarna putih (MacKinnon 1990, Priyambodo 2009). Bondol jawa
merupakan jenis burung endemik dataran rendah Jawa dan sangat umum ditemui
di Jawa, Sumatera, NTT, NTB dan Bali (Coates & Bishop 2000, Sulistyadi 2010).
Bondol jawa tersebar luas sampai ketinggian 1.500 meter (MacKinnon 1990,
Ichinose et al 2006).

Pakan
Milet
Milet (Pennisetum millet) termasuk dalam Famili Graminae (rumputrumputan) dan Ordo Poales. Milet merupakan salah satu jenis tanaman serealia
selain padi, gandum, sorghum dan jagung. Di Indonesia milet hanya dijadikan
sebagai pakan burung pemakan biji-bijan seperti bondol, pipit, gelatik, dan
perkutut.

Biji millet berbentuk bulat telur dan meruncing pada salah satu

ujungnya. Biji milet mengandung karbohidrat, protein, lemak dan lainnya.
Kandungan gizi milet dapat dilihat pada Tabel 1.
Secara umum milet dibagi dalam tiga jenis yaitu, milet putih, milet merah,
dan milet hitam. Dari ketiga jenis milet tersebut, milet putih yang lebih baik dari
segi ekonomis karena permintaan pasar yang tinggi dengan harga stabil. Milet
putih merupakan milet yang paling dikenal pecinta burung Indonesia. Biji milet

9

putih berwarna putih mengilat.
perkutut dan kenari.

Biji-biji ini, digemari burung gelatik, parkit,

Jenis burung yang sering menyerang pertanaman milet

antara lain, bondol, emprit, dan gelatik (Andoko 2001).
Tabel 1 Kandungan gizi dan mineral pada milet
Uraian

Jumlah

Karbohidrat (%)

63

Protein (%)

10,6

Lemak (%)

1,9

Serat (%)

2,9

Lain-lain (%)

21,6

Kalsium (mg/100 g)

440

Besi (mg/100 g)

7

Fosfor (mg/100 g)

156

Natrium (mg/100 g)

53

Kalium (mg/100 g)

398

Sumber: Andoko 2001

Gabah
Secara umum butir-butir padi yang masih ditutupi dan dilindungi oleh
sekam disebut sebagai gabah. Gabah sering dijadikan sebagai pakan burung pipit,
gelatik, kenari, merpati, puter, dan perkutut (Soemadi dan Abdul, 2003). Di
kalangan penggemar burung dikenal gabah lain yaitu gabah lampung. Gabah
lampung memiliki bentuk yang kecil dan agak bulat dengan kulit berwarna kuning
agak halus. Gabah yang baik dari segi kualitas adalah gabah yang berisi, terasa
padat ketika ditekan dengan jari tangan, dan tidak keropos.
Beras
Gabah yang digiling dan ditumbuk sehingga kulitnya terkelupas disebut
sebagai beras.

Permukaan beras ditutupi oleh selaput tipis yang dapat

menentukan warna dari butir beras. Selaput ini mengandung protein, vitamin,
karbohidrat, mineral, dan lemak. Berdasarkan warna selaputnya, beras dibagi
menjadi tiga macam yaitu beras putih, beras merah, dan beras ketan hitam. Ketiga

10

jenis beras tersebut memiliki warna bagian luar yang berlainan, tetapi ketiga jenis
beras tersebut memiliki warna bagian dalam yang sama yaitu putih bersih. Beras
secara umum berbentuk lonjong, agak mengilap dan sukar dipatahkan dalam
keadaan kering. Kandungan gizi dan mineral beras tertera pada Tabel 2.
Tabel 2 Kandungan gizi dan mineral pada beras
Uraian

Jumlah

Karbohidrat (%)

77

Protein (%)

8,9

Lemak (%)

2,0

Serat (%)

1,5

Lain-lain (%)

11,1

Kalsium (mg/100 g)

7

Besi (mg/100 g)

9

Fosfor (mg/100 g)

147

Natrium (mg/100 g)

10

Kalium (mg/100 g)

87

Sumber: Andoko 2001

Beras putih jarang digunakan sebagai pakan burung karena merupakan
makanan utama manusia. Penggunaan beras sebagai pakan burung hanya sebagai
pelengkap dalam bentuk campuran dengan biji lain. Pemberian beras putih yang
terlalu banyak akan menyebabkan burung mengalami diare. Beras merah dan
beras ketan hitam lebih banyak digunakan sebagai pakan burung. Beras merah
sangat baik diberikan kepada anak burung yang masih dalam pertumbuhan
(Soemadi dan Abdul, 2003).
Jagung pipil
Tongkol jagung muda sangat disukai oleh burung berparuh bengkok seperti
kakatua, nuri, parkit, dan bayan. Burung berparuh bengkok tersebut hanya
memakan sebagian kecil dari biji (lembaga) dan sisa bagian yang tidak
dikonsumsi akan dibuang. Sebaliknya, burung dengan paruh kerucut (pemakan
biji) lebih menyukai jagung berbentuk pipilan. Jagung pipilan yaitu biji jagung
yang sudah dipecah atau ditumbuk kasar.

11

Karbohidrat dalam biji jagung mengandung gula pereduksi (glukosa dan
fruktosa), sukrosa, polisakarida, dan pati (Penulis PS 2002). Kadar gula pada
endosperma jagung sebesar 2-3% (Koswara 1986). Kandungan gizi jagung dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kandungan zat gizi jagung tiap 100 gram berat yang dapat dimakan
Zat gizi

Jumlah

Satuan

Energi

129

kal

Protein

4,1

g

Lemak

1,3

g

Karbohidrat

30,3

g

Kalsium

5,0

mg

108,0

mg

Besi

1,1

mg

Vitamin A

117

SI

Vitamin B

0,18

mg

Vitamin C

9

mg

63,5

g

Fosfor

Air

Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan, 1979
Berdasarkan warna bijinya, jagung dibedakan menjadi jagung putih, jagung
kuning, dan jagung mosaik. Jagung yang sering digunakan sebagai pakan burung
adalah jagung kuning. Jagung disebut kuning apabila 90% biji berwarna kuning
dan sisanya berwarna lain. Jagung kuning atau jagung dengan endosperma kuning
mempunyai kandungan karoten tinggi yang dapat digunakan sebagai sember provitamin A. Semakin kuning warna biji menunjukkan banyaknya kandungan provitamin A, sehingga jagung dengan warna kuning tua mengandung pro-vitamin A
lebih banyak dibandingkan jagung dengan warna kuning muda akan tetapi dalam
keadaan tertentu tidak berlaku mutlak.
Pelet
Pelet merupakan pakan buatan berbentuk butiran. Pakan buatan dibuat dan
diramu untuk melengkapi kebutuhan pakan burung. Pelet dibuat dari campuran
berbagai bahan makanan dengan komposisi yang lengkap yang telah dihaluskan

12

dan terpilih yang dibentuk dan dipadatkan secara mekanis (Soemadi dan Abdul
2003). Selain itu, pelet lebih banyak digunakan sebagai pakanikan dalam bentuk
butiran. Pelet memiliki bahan pembentuk berupa tepung kering dan gumpalan
(pasta). Menurut Mujiman (1994), bahan dalam bentuk tepung kering terdiri dari
golongan berjumlah banyak (dedak, tepung ikan, tepung kedelai, gelatin, dan
lainnya) dan golongan dengan jumlah sedikit (vitamin dan mineral). Pelet yang
baik memiliki kekerasan yang tinggi karena bahan pembuat pelet berasal dari
bahan baku yang cukup halus.
Jewawut
Pakan jewawut (Panicum italia) sering diberikan pada burung dalam bentuk
malai atau pipilan. Biji jewawut memiliki bermacam-macam warna yaitu putih,
kuning, hijau, ungu tua, merah, atau warna campuran.

Jewawut memiliki

kandungan gizi yang hampir sama seperti jagung dan padi. Pemberian jewawut
sebagai pakan terhadap burung dalam jumlah banyak dapat menyebabkan burung
menjadi gemuk sehingga malas bergerak dan jarang berkicau (Soemadi dan Abdul
2003).

Racun
Seng Fosfida (Zn3P2)
Seng fosfida tergolong dalam jenis racun akut. Racun akut adalah racun
yang menyebabkan kematian setelah mencapai dosis letal dalam waktu 24 jam
atau kurang (Buckle & Smith 1996). Menurut Priyambodo (2003), racun akut
bekerja cepat dengan cara merusak sistem syaraf.
Seng fosfida berbentuk tepung dan berwarna hitam keabu-abuan, tahan lama
disimpan pada kondisi normal (Prakash 1988). Seng fosfida efektif dalam
mengendalikan tikus karena memiliki bau seperti bawang yang dapat menarik
tikus (Buckle & Smith 1996). Selain digunakan terhadap tikus, seng fosfida juga
efektif dalam mengendalikan mamalia dan burung (Ware 1978).
Racun

dengan bahan aktif seng fosfida banyak digunakan untuk

pengendalian tikus sejak Perang Dunia I. Cara kerja seng fosfida yaitu dengan
menghasilkan gas fosfin (PH3) yang bekerja di dalam perut sehingga

13

menyebabkan kerusakan pada jantung, hati, atau ginjal. Gejala keracunan dapat
terlihat dalam waktu kurang dari 25 menit setelah mengkonsumsi racun dalam
dosis yang tinggi, dan umumnya kematian terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam
(Prakash 1988, Ware 1978).
Toksisitas seng fosfida pada LD50 untuk tikus riul (Rattus norvegicus)
sebesar 40 mg/kg dan untuk bajing (Citellus spp.) sebesar 36 mg/kg. Beberapa
mamalia terutama burung sangat rentan terhadap seng fosfida (LD50 pada burung
sebesar 9 mg/kg) (Prakash 1988).
Bromadiolon (C30H23BrO4)
Bromadiolon merupakan jenis racun kronis (Priyambodo 2003).
kronis yaitu racun yang

Racun

bekerja secara lambat dengan cara mengganggu

metabolisme vitamin K serta mengganggu proses pembekuan darah.

Gejala

keracunan dapat terlihat dalam waktu 24 jam atau lebih dan kematian dapat
mencapai beberapa hari setelah aplikasi (Buckle & Smith 1996).
Bromadiolon ditemukan di Perancis pada pertengahan tahun 1970-an, dan
mulai dikomersilkan ke berbagai negara. Bromadiolon diproduksi dalam bentuk
tepung atau bubuk. Bromadiolon digunakan dalam bentuk umpan siap pakai
dengan konsentrasi rendah, yaitu sekitar 0,005% (Corrigan 1997).
Konsentrasi yang digunakan dalam umpan umumnya 50 ppm. Kematian
pada tikus riul (R. norvegicus) biasanya dapat dilihat setelah 24 jam aplikasi,
sedangkan pada tikus rumah (R. rattus) membutuhkan lima hari dan pada mencit
rumah (Mus musculus) membutuhkan waktu yang lebih lama. LD50 untuk tikus
adalah 0,99 mg/kg sedangkan untuk unggas sebesar 5 mg/kg (Prakash 1988).

Kumatetralil (C19H16O3)
Kumatetralil merupakan jenis racun kronis. Racun kronis (antikoagulan)
bekerja lambat dengan cara menghambat proses koagulasi atau penggumpalan
darah serta memecah pembuluh darah kapiler (Priyambodo 2003).
Kumatetralil ditemukan di Jerman dan telah digunakan selama bertahuntahun

di banyak tempat untuk pengendalian hewan pengerat.

Kumatetralil

14

berbentuk bubuk kristal berwarna biru. Kumatetralil tidak dapat larut dalam air,
tetapi dapat larut dalam aseton dan ethanol.
Formulasi yang digunakan pada umpan kering sebesar 0,0375% yang telah
dicampur dengan umpan dan 0,75% pada aplikasi tepung. LD 50 akut oral pada
tikus riul (R. norvegicus) adalah 16,5 mg/kg dan tikus betina lebih tidak rentan
dari pada tikus jantan. Toksisitas kronis dapat mencapai 5 x 0,3 mg/kg pada tikus
riul sedangkan pada unggas mencapai 8 x 50 mg/kg. Beberapa penelitian lain
juga menyebutkan bahwa kumatetralil sangat berbahaya terhadap unggas.
Kumatetralil digunakan dengan kandungan bahan aktif yang rendah. Resiko
keracunan terhadap organisme bukan sasaran termasuk manusia sangat kecil
(Prakash 1988).

15

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan
September sampai Desember 2010.

Bahan dan Alat
Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah bondol peking
(Lonchura punctulata) dan bondol jawa (Lonchura leucogastroides) yang
diperoleh dari penjual burung di Pasar Bogor, di simpangan Bogor Trade Mall,
dan di Ciampea. Burung yang digunakan sebanyak 195 ekor, dengan berat antara
8-14 gram.
Kandang Percobaan
Kandang yang digunakan dalam pengujian terdiri dari kandang individu dan
kandang populasi (Gambar 4). Kandang individu terbuat dari aluminium
berukuran 50 cm x 34,5 cm x 33 cm (p x l x t). Setiap kandang dilengkapi
peralatan tambahan yaitu tempat minum, tempat makan, kayu untuk bertengger,
dan penampung kotoran.

A

B

C

Gambar 4 Kandang individu (A dan B) dan kandang populasi (C)
Kandang populasi berbentuk balok dan dibuat dari kayu dengan lapisan
seng pada bagian dalam, dan ditutup dengan ram kawat. Kandang berukuran 400

16

cm x 100 cm x 50 cm (p x l x t). Setiap kandang memiliki tiga pintu yaitu pada
bagian kanan, tengah, dan kiri.
Pakan
Pakan yang digunakan pada pengujian kemampuan makan adalah gabah dan
beras merah pada perlakuan individu, sedangkan pada perlakuan populasi hanya
menggunakan gabah. Untuk pengujian preferensi pakan baik perlakuan individu
maupun populasi, pakan yang digunakan adalah gabah, milet, jewawut, pelet,
jagung pipil, dan beras merah (Gambar 5). Pada pengujian racun digunakan
gabah sebagai bahan dasar pakan.

A

B

C

D

E

F

Gambar 5 Jenis pakan pada preferensi pakan, A. Milet, B. Jagung pipil,
C. Jewawut, D. Pelet, E. Beras merah, dan F. Gabah.
Timbangan
Alat yang digunakan untuk menghitung bobot bahan dalam pengujian
adalah timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal) (Gambar
6). Timbangan digunakan untuk mendapatkan bobot burung sebelum dan sesudah
perlakuan serta mendapatkan besar pakan sebelum dan sesudah konsumsi pakan
hewan uji.

Gambar 6 Timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal)
Racun
Racun yang digunakan dalam pengujian bersifat racun akut dan racun
kronis. Racun akut yang digunakan berbahan aktif seng fosfida, racun kronis yang

17

digunakan berbahan aktif bromadiolon dan kumatetralil (Gambar 7). Ketiga jenis
racun yang digunakan berbentuk serbuk yang akan dicampur dengan bahan dasar
gabah pada pengujian (Gambar 8).

A

B

C

Gambar 7 Jenis racun yang digunakan dalam pengujian, kumatetralil 0,75%
(A), seng fosfida 80% (B), dan bromadiolon 0,25% (C).

A
Gambar 8

B

C

D

Umpan pengujian racun, gabah tanpa racun (A), gabah dengan
racun b.a seng fosfida (B), gabah dengan racun b.a kumatetralil (C),
gabah dengan racun b.a bromadiolon (D).
Metode Penelitian

Persiapan Kandang
Sebelum digunakan seluruh bagian kandang diperiksa dan dibersihkan
terlebih dahulu.

Setelah kandang pengujian layak digunakan, kemudian

diletakkan mangkuk tempat minum dan makan burung.
Persiapan Hewan Uji
Burung yang diperoleh dari pedagang diadaptasikan terlebih dahulu dalam
kurungan pemeliharaan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi
Tanaman selama 2-3 hari dengan diberi pakan gabah dan air setiap hari.

18

Penentuan bobot burung dilakukan dengan cara memasukkan seekor burung
ke dalam kantong plastik kecil kemudian plastik diikat dan ditimbang. Bobot
burung yang telah ditimbang kemudian dicatat dan dikurangi dengan berat plastik
sebelum menimbang burung dengan jenis timbangan yang sama.
Pengujian Konsumsi Makan
Pengujian konsumsi makan dilakukan untuk mengetahui besar konsumsi
burung bondol.

Pengujian dilakukan terhadap individu dan populasi.

Pada

perlakuan individu, pakan yang digunakan adalah gabah dan beras merah.
Pengamatan terhadap gabah dilakukan selama enam hari berturut-turut. Burung
ditimbang sebelum dimasukkan dalam kandang individu. Setiap hari konsumsi
burung terhadap gabah dihitung dan gabah diganti dengan yang baru. Pemberian
gabah setiap hari sekitar 15 gram. Pada akhir pengamatan, burung ditimbang
kembali dan dikembalikan ke kandang pemeliharaan. Pada perlakuan individu
dengan menggunakan beras merah pengamatan dilakukan selama lima hari
berturut-turut. Pada pengamatan ini masing-masing kandang individu disediakan
pakan sekitar 200 gram.

Penimbangan sisa umpan dilakukan pada akhir

pengamatan.
Pengujian populasi dilakukan selama lima hari berturut-turut menggunakan
pakan gabah. Sepuluh ekor burung bondol dimasukkan dalam kandang populasi.
Rasio perbandingan antara jantan dan betina yaitu 5:5 atau 4:6.

Sebelum

dimasukkan ke dalam kandang pengujian burung terlebih dahulu ditimbang untuk
mengetahui bobot awal. Konsumsi makan burung terhadap gabah diketahui dari
penimbangan gabah pada akhir pengamatan. Pada akhir pengamatan konsumsi
makan, burung yang berada dalam kandang populasi dilanjutkan untuk pengujian
preferensi makan dan selanjutnya pengujian racun.
Pengujian Preferensi Pakan
Pengujian dilakukan dengan metode pilihan (choice test) selama enam hari
berturut-turut untuk setiap hewan uji. Penempatan pakan dipisahkan dalam tempat
umpan (mangkuk) yang berbeda untuk masing-masing pakan. Pakan yang
diberikan ditimbang setiap hari dan diganti dengan yang baru.

Perhitungan

konsumsi pakan burung dengan cara menghitung selisih pakan sebelum dan

19

sesudah perlakuan. Konsumsi pakan yang diperoleh kemudian dikonversi ke 10
gram bobot tubuh.
Pengujian populasi dilakukan selama lima hari pengamatan menggunakan
enam jenis pakan yang sama seperti perlakuan individu yaitu gabah, beras merah,
milet, jewawut, pelet, dan jagung pipil. Besar konsumsi makan burung terhadap
berbagai jenis pakan ditimbang pada akhir pengamatan.
Pengujian Racun
Pengujian racun dilakukan untuk mengetahui jenis racun yang lebih disukai
dan menarik bagi burung.

Dalam aplikasi, racun yang digunakan dicampur

dengan bahan dasar gabah.

Metode yang digunakan adalah metode pilihan

(choice test) dengan menggunakan gabah tanpa racun, gabah dengan racun b.a
bromadiolon, gabah dengan racun b.a kumatetralil, dan gabah dengan racun b.a
seng fosfida. Pencampuran racun dengan bahan dasar gabah dilakukan dengan
perhitungan sebagai berikut:
b.a bromadiolon = jumlah umpan x

1
40

b.a kumatetralil = jumlah umpan x

b.a seng fosfida = jumlah umpan x

1
20
1
100

Pengamatan dilakukan terhadap konsumsi setiap jenis umpan perlakuan
(gabah tanpa racun dan gabah dengan racun) dengan cara perhitungan selisih
jumlah awal dan akhir racun yang diberikan.
Perlakuan populasi dilakukan selama lima hari pengamatan menggunakan
empat jenis umpan yang sama seperti perlakuan individu. Besar konsumsi makan
burung terhadap gabah diketahui dari penimbangan pada akhir pengamatan.
Konversi Umpan
Semua data yang diperoleh dari pengujian bondol peking dan bondol jawa,
dikonversi terlebih dahilu terhadap 10 g bobot burung, dengan rumus sebagai
berikut:

20
Bobot umpan/racun yang dikonsumsi (g)
Konversi umpan/racun (g =

x 10%
Rerata bobot burung (g)

Rerata bobot tubuh burung (g) = Bobot awal (g) + bob