Hubungan model arsitektur pohon roux jenis Koordersiodendron pinnatum Merr dan koriba jenis Pometia pinnata Forster terhadap parameter perimbangan air di hutan tanaman anggori Manokwari

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR POHON ROUX JENIS
Koordersiodendron pinnatum Merr DAN KORIBA JENIS Pometia
pinnata Forster TERHADAP PARAMETER PERIMBANGAN
AIR DI HUTAN TANAMAN ANGGORI MANOKWARI

HERU JOKO BUDIRIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Hubungan Model
Arsitektur Pohon Roux Jenis Koordersiodendron pinnatum Merr dan Koriba Jenis
Pometia pinnata Forster Terhadap Parameter Perimbangan Air di Hutan Tanaman
Anggori Manokwari adalah karya sendiri yang belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Juni 2011

Heru Joko Budirianto
G353070231

ABSTRACT

HERU JOKO BUDIRIANTO. Relationship of Tree Model Architecture Roux of
Koordersiodendron pinnatum Merr and Koriba of Pometia pinnata Forster to
Water Balance Parameters in Anggori Manokwari Research Plantation. Under
Direction of Prof. Dr. Ir. H. DEDE SETIADI, MS and Dr I. MUHADIONO, M.Sc.
Tree model architecture have an important role in water balance in forest
lands. The pattern of growth and development of the tree produces a stem,
branches and canopy that serves as the interception of rain water, produce organic
material, and increase soil infiltration. The whole function is important in water
storage in the forest. The research was conducted in Anggori Manokwari research
plantations. Water balance parameters such as precipitation, throughfall, stem
flow, soil moisture content, stem water content, and transpiration were measured
on two tree species, Koordersiodendron pinnatum Merr and Pometia pinnata

Forster.The results of Principal Component Analysis (PCA) showed a close
relationship with the whole tree architecture model parameters of water
balance. The same pattern of relationship shown by the two trees model
architecture with parameters of rainfall, throughfall, and stem the flow. While the
parameters of soil water content, stem water content, and transpiration showed a
different relationship. Tree model architecture Roux K. pinnatum Merr,
parameters of stem water content and transpiration have closer ties. Tree model
architecture Koriba P.pinnata Forster, parameters of stem water content and soil
moisture content has a closer relationship. These results illustrate that K. pinnatum
Merr was higher to store water in the trunk, while P. pinnata Forster was higher to
store water in the soil. Therefore, P. pinnata Forster is better to be planted in term
of environmental management through water-soil-reserve relationships.
Keywords: rainfall, water balance, tree model architecture

RINGKASAN
HERU JOKO BUDIRIANTO. Hubungan Model Arsitektur Pohon Roux jenis
Koordersiodendron pinnatum Merr dan Koriba jenis Pometia pinnata Forster
Terhadap Parameter Perimbangan Air di Hutan Tanaman Anggori
Manokwari. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. H. DEDE SETIADI, MS dan
Dr I. MUHADIONO, M.Sc.

Model arsitektur pohon memegang peranan penting dalam sistem
perimbangan air. Pengaruh penting tersebut antara lain, mempengaruhi tanah
memegang air, dan menambah kapasitas simpan air dalam tanah. Proses interaksi
antara pohon dengan tanah adalah untuk memperbaiki infiltrasi, struktur tanah dan
kapasitas memegang air, pengurangan laju aliran permukaan oleh serasah yang
dihasilkan pohon, dan keterikatan fisik tanah dengan akar tanaman. Sistim
perakaran dalam, pada pohon secara nyata memberikan simpanan air yang tinggi.
Bentuk morfologi pohon seperti bentuk tajuk, percabangan, dan tekstur kulit
batang berperan mengurangi energi kinetik dan energi potensial air hujan. Bila air
hujan tidak di intersepsi bagian morfologi pohon, tetesan air hujan itu dapat
merusak komponen tanah. Oleh karena itu, fungsi model arsitektur pohon adalah
melindungi tanah dari tumbukan air hujan secara langsung, meningkatkan intersepsi
tajuk terhadap air hujan, meningkatkan infiltrasi, mempengaruhi jumlah serapan air
atau jumlah air yang disimpan pada setiap kejadian hujan, serta drainase lansekap.
Tujuan penelitian adalah mengukur komponen perimbangan air curahan tajuk,
aliran batang, infiltrasi, persen berat basah kadar air tanah, persen berat basah kadar
air batang, transpirasi, dan pendugaan evaporasi serta mencari hubungan model
arsitektur pohon dengan komponen perimbangan air dari 2 model arsitektur pohon.
Dua jenis pohon dipilih yaitu Koordersiodendron pinnatum Merr dan
Pometia pinnata Forster. Jenis K. pinnatum Merr teridentifikasi model arsitektur

pohon Roux. Jenis P. pinnata Forster teridentifikasi model arsitektur pohon Koriba.
Parameter perimbangan air diukur langsung di lapangan, yaitu curah hujan, curahan
tajuk, aliran batang, infiltrasi, persen berat basah kadar air tanah pada kedalaman 0120 cm, persen berat basah kadar air batang pohon dengan jari-jari 18, 19, 21 cm,
dan laju transpirasi. Parameter evaporasi tidak diukur langsung di lapang melainkan
menggunakan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Rendani
Manokwari.
Seluruh paramater perimbangan air yaitu curahan tajuk, aliran batang,
persen berat basah kadar air tanah, Kadar air batang, transpirasi, dan evaporasi
mempunyai hubungan positif dengan curah hujan. Sedang infiltrasi mempunyai
hubungan negatif dengan curah hujan.
Curahan tajuk lebih tinggi pada model arsitektur pohon Roux jenis
K. pinnatum Merr 769.54 mm (89.67 %) daripada model arisitektur pohon Koriba
jenis P. pinnata Forster 747.87 mm (87.19 %). Aliran batang lebih tinggi model
arsitektur pohon Koriba 5.53 mm (0.64 %) daripada model arsitektur pohon Roux
4.06 (0.47 %). Infiltrasi lebih tinggi model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum
Merr 0.62 ml/cm2/menit daripada model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata
Forster 0.41 ml/cm2/menit. Persen berat basah kadar air tanah lebih tinggi model
arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster 27.93% daripada model arsitektur

pohon Roux jenis K. pinnatum Merr 24.34%. Persen berat basah kadar air batang

lebih tinggi model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr 53.77 % daripada
model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster 48.64 %. Laju transpirasi
lebih tinggi model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr dengan total 8.62
ml/gr/menit daripada model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster
dengan total 4.83 ml/gr/menit. Pendugaan evaporasi total lahan 149.76 mm
(17.46%).
Hasil analisis komponen utama pada model arsitektur pohon Roux jenis K.
pinnatum Merr, kadar air batang lebih dekat dengan transpirasi. Hal ini
menunjukkan bahwa, model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr banyak
menahan air pada batang pohonnya. Keadaan tersebut disebabkan oleh laju
transpirasi tinggi, sehingga dengan penyimpanan air pada batang pohon merupakan
strategi model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr saat menghadapi
musim kemarau. Hasil analisis komponen utama model arsitektur pohon Koriba
jenis P. pinnata Forster, kadar air batang lebih dekat dengan kadar air tanah. Hal
ini menunjukkan bahwa, model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster,
mampu menahan air lebih banyak pada tanah. Keadaan tersebut disebabkan oleh
tutupan tajuk yang besar, sehingga penguapan dari permukaan tanah dan laju
transpirasinya lebih kecil.
Model arsitektur pohon yang lebih baik ditanam adalah Koriba jenis P.
pinnata Forster karena mempunyai nilai curahan tajuk rendah, aliran batang tinggi,

infiltrasi rendah, kadar air tanah tinggi, penyerapan batang pohon rendah, dan
transpirasi rendah daripada model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr.
Kata kunci : curah hujan, perimbangan air, model arsitektur pohon.

ⒸHak cipta Milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penyusunan kritik atau tinjauan
suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR POHON ROUX JENIS
Koordersiodendron pinnatum Merr DAN KORIBA JENIS Pometia
pinnata Forster TERHADAP PARAMETER PERIMBANGAN
AIR DI HUTAN TANAMAN ANGGORI MANOKWARI


HERU JOKO BUDIRIANTO

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Magister Sains
Pada Mayor Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Sri Sudarmiyati T, M.Sc

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan
kelimpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah
dengan judul Hubungan Model Arsitektur Pohon Roux Jenis Koordersiodendron
pinnatum Merr dan Koriba Jenis Pometia pinnata Forster Terhadap Parameter
Perimbangan Air di Hutan Tanaman Anggori Manokwari. Perimbangan air pada

suatu lahan sangat penting diperhatikan sebagai upaya konservasi tanah dan air.
Sehubungan dengan masalah itu, peran model arsitektur pohon memegang peranan
penting untuk mencapai tujuan tersebut. Model arsitektur pohon berfungsi untuk
mengurangi daya kinetik hujan terhadap tanah. Diharapkan model arsitektur pohon
mampu menyimpan persediaan air tanah yang cukup dan mengurangi penguapan
air dari tanah. Oleh karena itu, perlu diketahui hubungan model arsitektur pohon
dengan parameter perimbangan air pada suatu lahan. Manfaat dari penelitian ini
diharapkan dapat menjadi data awal yang berkelanjutan untuk mempertimbangkan
model arsitektur pohon dalam penataan lansekap hutan.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. H. Dede Setiadi,
MS dan Dr. I. Muhadiono, M.Sc selaku komisi pembimbing yang memberikan
saran dan masukan yang sangat berharga hingga terselesaikannya karya tulis ini.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Laboratorium Biologi
Tanah Universitas Negeri Papua beserta staf yang telah membantu penulis selama
penelitian berlangsung. Penghargaan dan ucapan terimakasih penulis sampaikan
juga kepada semua pihak yang telah membantu baik moril, materil, dan tenaganya
selama proses dan penyelesaian penelitian ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat
bagi semua pihak.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyelesaian karya
tulis ilmiah ini. Penulis mengharapkan masukan dan saran dari semua pihak guna

sempurnanya karya tulis ini.
Bogor,

Juni 2011

Heru Joko Budirianto

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Oktober 1975 di Surabaya sebagai anak
pertama dari empat bersaudara dari Ayah (Alm.) Slamet Basuki dan Ibu Indah
Sudiastuti.
Tahun 2002 menyelesaikan studi di Universitas Negeri Manado pada
Fakulas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi. Tahun 2007
melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana, Departemen Biologi Mayor Biologi
Tumbuhan di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis adalah staf pengajar di
Universitas Negeri Papua (UNIPA) sejak tahun 2004.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xxi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xxiii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................

xv

PENDAHULUAN .....................................................................................
Latar Belakang ...................................................................................
Bagan Alur Penelitian ........................................................................
Tujuan Penelitian ...............................................................................
Manfaat Penelitian .............................................................................

1
1
5
6
6

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
Model Arsitektur Pohon ....................................................................
Parameter Perimbangan Air Dari Pohon ...........................................

Aliran Batang ......................................................................................
Curahan Tajuk ...................................................................................
Infiltrasi ...............................................................................................
Curah Hujan ........................................................................................
Kadar Air Tanah ................................................................................
Kadar Air Batang ...............................................................................
Transpirasi ..........................................................................................
Evaporasi ............................................................................................
Mekanisme Perimbangan Air Pohon .................................................

7
7
8
8
10
11
11
13
14
15
16
17

METODE ....................................................................................................
Waktu dan Tempat ..............................................................................
Alat dan Bahan ...................................................................................
Penentuan Lokasi dan Plot Pengamatan ............................................
Pengukuran Parameter Perimbangan Air ...........................................
Aliran Batang .....................................................................................
Curahan Tajuk ....................................................................................
Curah Hujan ........................................................................................
Infiltrasi ...............................................................................................
Evaporasi ............................................................................................
Transpirasi ..........................................................................................
Kadar Air Tanah .................................................................................
Kadar Air Batang ................................................................................
Identifikasi Model Arsitektur Pohon .................................................
Analisis Data .......................................................................................

21
21
21
21
22
22
22
22
23
23
23
24
24
25
25

HASIL ..........................................................................................................
Keadaan Umum Lokasi Penelitian .....................................................
Status Kawasan ..................................................................................
Luas Dan Batas Wilayah ....................................................................

27
27
27
27

Iklim Tanah dan Topografi .................................................................
Identifikasi Model Arsitektur Pohon Jenis P. pinnata Forster ..........
Deskripsi Pohon P. pinnata Forster ....................................................
Identifikasi Model Arsitektur Pohon Jenis K. pinnatum Merr ...........
Deskripsi Pohon K. pinnatum Merr ....................................................
Hasil Pengukuran Parameter Perimbangan Air ……………………
Curah Hujan ........................................................................................
Curahan Tajuk .....................................................................................
Aliran Batang ......................................................................................
Infiltrasi ...............................................................................................
Kadar Air Tanah .................................................................................
Kadar Air Batang ................................................................................
Transpirasi ...........................................................................................
Evaporasi .............................................................................................

28
28
31
32
34
35
36
37
38
39
39
40
42
42

PEMBAHASAN .........................................................................................

45

SIMPULAN DAN SARAN
...................................................................
Simpulan .............................................................................................
Saran ...................................................................................................

53
53
54

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

55

LAMPIRAN ……………………………………………………………..

61

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Hasil dan Analisis Pengukuran Parameter Perimbangan Air
Jenis P. pinnata Forster dan K. pinnatum Merr di
Lokasi Penelitian ...................................................................................
36

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Diagram alir penelitian .......................................................................

5

2.

Mekanisme perimbangan air pohon di lahan hutan ............................

19

3.

Identifikasi model arsitektur pohon Pometia
pinnata Forster .....................................................................................

29

(a) Anakan pohon P. pinnata Forster dengan pertumbuhan
simpodial , (b) Pohon P. pinnata Forster dengan cabang plagiotropik
sedikit, satu cabang membentuk pokok (trunk) teridentifikasi
sebagai model arsitektur pohon Koriba ..............................................

30

(a) Daun P. pinnata, (b) Tinggi akar banir pohon mencapai
ketinggian 4 m dari permukaan tanah, (c) Permukaan batang
pohon ....................................................................................................

31

6.

Identifikasi model arsitektur pohon K. pinnatum Merr .....................

32

7.

(a) Pola percabangan pohon K. pinnatum Merr plagiotropik
bukan karena aposisi, (b) Cabang pohon K. Pinnatum Merr dapat
bertahan lama (Long-Lived) teridentifikasi sebagai model
arsitektur pohon Roux .........................................................................

33

4.

5.

8.

9.

(a) Daun K. pinnatum Merr (b) Batang utama K. pinnatum Merr bentuk
silindris tidak berlekuk, mempunyai alur, warna coklat hingga
coklat keabuan ......................................................................................
34
(a) Berbanir sedang dengan ketinggian akar banir 0.50 meter,
(b) Getah menjadi berwarna hitam bila teroksidasi, dengan bagian
dalam keras warna kuning jingga .........................................................
35

10. Alat penakar hujan sederhana (Ombrometer) yang diletakkan
di lokasi penelitian, dengan luas penampang 113.04 cm2 ....................

37

11. (a) Tampilan fisik kayu jenis K. pinnatum Merr pada jari-jari 18.2,
21.0, dan 19.3 cm, (b) Tampilan fisik kayu jenis P. pinnata Forster
pada jari-jari 18.8, 21.0, dan 19.9 cm ..................................................

41

12. Biplot analisis komponen utama hubungan model arsitektur pohon Roux
jenis K. pinnatum Merr terhadap parameter perimbangan air .............
46
13. Biplot analisis komponen utama hubungan model arsitektur pohon
Koriba jenis pohon Pometia pinnata terhadap parameter
perimbangan air ...................................................................................

47

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

2.

Data Curahan Tajuk, Aliran Batang, Infiltrasi, Kadar Air Tanah,
Kadar Air Batang, Transpirasi, Model Arsitektur Pohon Koriba
Jenis Pometia pinnata Forster dan Model Roux
Jenis Koordersiodendron pinnatum Merr............................................

63

Data Pendugaan Evaporasi di Lahan Hutan Arboretum Anggori
Manokwari ............................................................................................

65

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peranan pohon dalam suatu lansekap memberikan dampak positif bagi
keseimbangan air. Secara umum peranan pohon dapat meningkatkan bahan organik
tanah yang penting untuk meningkatkan penyerapan air (Suharto 2006). Kondisi ini
sangat penting guna meningkatkan tangkapan air pada suatu lahan hutan sehingga
fungsi tanah dapat dioptimalkan (Hunt et al. 1998). Oleh karena itu diperlukan
suatu tatanan lansekap yang dapat menyimpan air besar dan penguapan relatif kecil.
Pohon mempunyai arti penting bagi konservasi tanah dan air. Bentuk
morfologi pohon seperti bentuk tajuk, percabangan, dan tekstur kulit batang
berperan mengurangi energi kinetik dan energi potensial air hujan. Bila air hujan
tidak di intersepsi bagian morfologi pohon, tetesan air hujan itu dapat merusak
komponen tanah (Suripin 2002). Kerusakan berupa penutupan pori-pori tanah.
Akibatnya, kemampuan tanah menyerap air berkurang. Masalah ini memicu air
limpasan yang menyebabkan erosi. Peristiwa selanjutnya dimana air membawa
komponen tanah hanyut bersama dengan air limpasan (Suprayogo et al. 2007).
Saat kejadian hujan, dengan adanya tajuk pohon, air ditahan oleh dedaunan
yang menyusun tajuk. Air hujan menetes melalui tajuk disebut sebagai curahan
tajuk. Selain menetes ke lapisan tajuk, air juga mengalir melalui batang pohon.
Peristiwa mengalirnya air tersebut disebut sebagai aliran batang (Williams 2004;
Bentley 2007). Jadi Fungsi pohon adalah melindungi tanah dari tumbukan air hujan
secara langsung, meningkatkan intersepsi tajuk terhadap air hujan, meningkatkan
infiltrasi, mempengaruhi jumlah serapan air atau jumlah air yang disimpan pada
setiap kejadian hujan, serta drainase lansekap (Van Noordwijk 2004).
Intersepsi yang dilakukan tajuk pohon, dan air yang mengalir ke batang
mempengaruhi kelembaban tanah. Tajuk pohon menghasilkan tutupan terhadap
permukaan tanah yang secara nyata turut membentuk kelembaban pada lantai hutan.
Selain itu produksi serasah yang berasal dari tajuk pohon dapat melindungi tanah
dari tumbukan air hujan secara langsung. Adanya serasah turut memacu proses
dekomposisi yang memperkaya bahan organik tanah. Aktivitas mikroba dalam
proses tersebut secara nyata meningkatkan kesuburan tanah di bawah tegakan

2
pohon. Proses tersebut membantu memperbesar pori-pori tanah yang memudahkan
air masuk ke dalam tanah. Adapun fungsi aliran batang berpartisipasi dalam
memberikan kontribusi masuknya air ke dalam tanah (Owens et al. 2006). Proses
masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan secara vertikal disebut infiltrasi.
Kapasitas infiltrasi lebih banyak dipengaruhi keadaan tanah. Tanah bertekstur kasar
memiliki kapasitas infiltrasi lebih besar dibanding tanah bertekstur halus. Peristiwa
infiltrasi penting dalam konservasi tanah dan air (Arsyad 2006).
Bagian morfologi seperti pola pertumbuhan dan perkembangan batang,
bentuk cabang dan tajuk pohon merupakan gambaran pertumbuhan nyata yang
dapat diamati setiap saat disebut sebagai model arsitektur pohon (Halle et al. 1978).
Model arsitektur pohon mempunyai peran besar dalam sistim perimbangan air pada
suatu lansekap hutan. Bentuk pertumbuhan batang, percabangan, dan bentuk tajuk
pohon mempengaruhi tangkapan air. Nugroho et al. (2004) menyatakan bahwa
dalam suatu lansekap hutan, susunan komposisi pohon seperti kerapatan tegakan
pohon, tajuk dengan bentuk tertentu, dan besar diameter pohon mempengaruhi
perimbangan air pada lansekap hutan. Pengaruh model arsitektur dalam
perimbangan air antara lain mempengaruhi tanah memegang air. Hubungan tersebut
bertujuan untuk menambah kapasitas simpan air dalam tanah. Suharto (2006)
menyatakan bahwa proses interaksi antara pohon dengan tanah antara lain adalah
untuk memperbaiki infiltrasi, struktur tanah dan kapasitas memegang air,
pengurangan laju aliran permukaan oleh serasah yang dihasilkan pohon, dan
keterikatan fisik tanah dengan akar tanaman. Sistim perakaran dalam, pada pohon
secara nyata memberikan simpanan air yang tinggi.
Sistem perimbangan air model arsitektur pohon pada suatu lahan, ada
hubungan dengan faktor lingkungan. Mekanisme evaporasi lahan dan transpirasi
melalui stomata daun, dipengaruhi suhu dan kelembaban yang terbentuk dari iklim
mikro akibat tutupan tajuk pohon (Hellie et al. 2002). Hubungan ini selanjutnya
mempengaruhi kondisi perimbangan air, baik pada lahan maupun individu pohon.
Banyak maupun sedikit air dalam tanah tergantung sifat fisik maupun kimia tanah.
Sifat tersebut mempengaruhi cepat atau lambat infiltrasi air ke dalam tanah. Banyak
air menguap dari tanah berupa evaporasi, sangat dipengaruhi oleh tutupan tajuk
pohon. Oleh karena itu, bila kerapatan tajuk rendah, maka suhu dan kelembaban

3
akan berbeda dengan tutupan tajuk yang lebih rapat. Adapun penguapan transpirasi
melalui stomata daun, diakibatkan oleh kecepatan transpirasi. Mekanisme ini
menyebabkan penyerapan air dari akar pohon pada kedalaman tanah menuju ke
daun. Kecepatan penyerapan tergantung susunan sel penyusun jaringan pohon,
seperti luas daun, jaringan penyusun batang terutama trakeid, dan kedalaman
perakaran pohon. Peran model arsitektur pohon diharapkan dapat memberi
simpanan air yang besar dalam suatu lahan, mengurangi air limpasan permukaan,
dan penguapan kecil.
Korelasi antara model arsitektur pohon, curah hujan, curahan tajuk, aliran
batang, infiltrasi, kadar air tanah, kadar air batang, evaporasi dan transpirasi
memiliki keterkaitan erat. Setiap model arsitektur dengan ciri tertentu memiliki
keeratan hubungan dengan parameter tersebut. Arijani (2006) menggambarkan
korelasi antar komponen tersebut pada DAS Cianjur Cisokan Tengah. Hasil
pengamatan 30 kali kejadian hujan diperoleh Model arsitektur Attims dan Rauh
berkorelasi erat dengan aliran batang dan produksi serasah. Model Prevost, Massart,
Petit, dan Fagerlind berkorelasi positif dengan curahan tajuk dan curah hujan netto.
Model Stone, Aubreville dan Scarrone berkorelasi positif dengan aliran permukaan
dan erosi.
Masalah utama dalam konservasi sumber daya air suatu lansekap adalah
orientasi yang kurang mempertimbangkan neraca air. Desain yang tidak
mempertimbangkan faktor tersebut menyebabkan air hilang secara potensial dari
suatu lahan. Sedang tujuan utama penataan suatu lansekap hutan adalah
mempertahankan kesuburan tanah dan sumber daya air secara lestari. Untuk tujuan
tersebut, mempertahankan air dalam tanah dan mengurangi penguapan sangat
penting. Model arsitektur pohon memiliki bentuk tertentu yang dapat
mentranslokasi air hujan, sehingga kekuatan mekanik air tidak merusak tanah.
Selain itu, produksi serasah memberikan andil besar dalam memperbaiki aerasi dan
menambah aspek kesuburan tanah.
Input air dalam lansekap hutan berasal dari curah hujan yang selanjutnya air
hujan ditranslokasi menjadi curahan tajuk, aliran batang, dan masuk ke dalam tanah
sebagai infiltrasi. Sedang output diuapkan melalui mekanisme intersepsi, evaporasi,

4
transpirasi dan gabungan keduanya. Fungsi arsitektur pohon sangat penting untuk
menjalankan fungsi menjaga neraca air pada suatu lansekap hutan.
Hutan tanaman dibuat untuk tujuan komersialisasi nilai ekonomi jenis kayu
tertentu, upaya perbaikan kawasan yang hampir rusak, peningkatan fungsi hidrologi,
penelitian, dan sebagainya. Jenis pohon biasa ditanam pada blok yang telah
ditentukan untuk memudahkan pemanfaatannya. Pengukuran curahan tajuk, aliran
batang, infiltrasi, kadar air tanah, kadar air batang, transpirasi, dan evaporasi pada
hutan tanaman penting dilakukan. Perbedaan model aristektur dan jenis yang
memiliki model sama perlu dibandingkan sebagai upaya mengetahui kisaran nilai.
Oleh karena itu, model arsitektur pohon tertentu dapat dimanfaatkan untuk menjaga
perimbangan air pada lahan hutan.
Salah satu hutan tanaman di Propinsi Papua Barat dimiliki oleh Universitas
Negeri Papua Manokwari, yaitu Arboretum Anggori Manokwari. Keberadaan hutan
tanaman ini mempunyai fungsi antara lain untuk kepentingan konservasi jenis,
monitoring perkembangan riap tumbuh jenis pohon, dan uji viabilitas benih. Pohon
yang dikembangkan merupakan jenis dominan di hutan alam Gunung Meja sebagai
sumber plasma nutfah. Jenis Pometia pinnata Forster dan Koordersiodendron
pinnatum Merr merupakan jenis yang dikoleksi di hutan tanaman (Arboretum)
Anggori Manokwari. Dua jenis pohon tersebut merupakan endemik Papua,
mempunyai nilai ekonomi penting bagi masyarakat, dan ekologi. P. pinnata Forster
merupakan jenis yang dapat dimanfaatkan baik pada buahnya maupun kayunya
yang biasa digunakan untuk bahan bangunan. Jenis K. pinnatum Merr kayunya
digunakan oleh masyarakat sebagai bahan bangunan dan perahu (Lekitto et al 2008).
Segi nilai Ekologi, dimana dua jenis pohon ini mempunyai akar banir yang penting
untuk menahan aliran permukaan sebagai penyebab erosi.
Mengingat jenis yang dikembangkan adalah jenis yang mempunyai nilai
ekonomi, komersial, dan penting bagi ekologi, maka perlu dilakukan pengamatan
model arsitektur pohon dan pengukuran curahan tajuk, aliran batang, infiltrasi,
kadar air tanah, kadar air batang, transpirasi, dan evaporasi 2 jenis pohon tersebut.
Dalam aplikasi, peranan model arsitektur pohon dapat dijadikan pertimbangan
untuk program konservasi tanah dan air yang berperan penting dalam upaya
reboisasi atau rehabilitasi kawasan hutan alam di Papua.

5
Bagan Alir Penelitian
Tahap-tahap penelitian dilakukan berdasarkan bagan alir seperti yang
tercantum pada Gambar 1 di bawah ini :
Angin

Curah Hujan

Transpirasi

Model Arsitektur
Pohon

Curahan Tajuk

Kelembaban
Udara

Aliran Batang

Kadar Air Batang

Infiltrasi

Permukaan/ Jenis
Tanah

Aliran
Permukaan

Kadar Air Tanah

Keterangan :
CH : Curah Hujan
CT : Curahan Tajuk

Evaporasi

Perimbangan Air Pohon
CH=CT + AB + INF + KA Tanah + KA
Batang + Transpirasi + Evaporasi

INF : Ifiltrasi
KA : Kadar Air
Gambar 1 Bagan Alir Penelitian

6
Tujuan Penelitian
1. Mengukur faktor perimbangan air (curah hujan, curahan tajuk, aliran batang,
infiltrasi, kadar air tanah, kadar air batang, dan transpirasi) dari 2 model
arsitektur pohon jenis pohon K. pinnatum Merr dan P. pinnata Forster sebagai
komponen sistem hidrologi di hutan tanaman Anggori Manokwari
2. Mencari Hubungan model arsitektur pohon dengan faktor-faktor perimbangan
air (curahan tajuk, aliran batang, infiltrasi, kadar air tanah, kadar air batang,
transpirasi, dan evaporasi) dari 2 model arsitektur pohon pada Jenis Pohon
K. pinnatum Merr dan P. pinnata Forster di hutan tanaman Anggori Manokwari
Manfaat penelitian
1. Sebagai data awal yang berkelanjutan untuk menduga perimbangan air pada 2
model arsitektur pohon jenis pohon K. pinnatum Merr dan P. pinnata Forster.
2. Sebagai masukan bagi pengelola Arboretum Anggori untuk mempertimbangkan
peranan model arsitektur suatu jenis pohon dalam konservasi tanah dan air.

7

TINJAUAN PUSTAKA
Model Arsitektur Pohon
Gambaran morfologi pohon memunculkan sifat pada waktu dan fase tertentu
dari suatu rangkaian seri pertumbuhan, nyata dan dapat diamati setiap waktu
disebut arsitektur pohon. Program pertumbuhan yang menentukan rangkaian fase
arsitektur disebut sebagai model arsitektur pohon. Halle et al. (1978) menyatakan
bahwa arsitektur tidak sama dengan bentuk karena bentuk biasa merujuk pada
ekspresi akhir organisme seperti herba, semak dan pohon serta merujuk pada suatu
ukuran. Elemen arsitektur pohon terdiri dari pola pertumbuhan batang, percabangan
dan pembentukan pucuk terminal. Pola pertumbuhan pohon berupa ritmik atau
kontinu. Pertumbuhan ritmik berarti memiliki suatu periodisitas dalam proses
pemanjangan secara morfologi ditandai ada segmentasi pada batang atau cabang.
Pertumbuhan kontinu tidak mempunyai periodisitas pemanjangan dan tidak ada
segmentasi pada batang atau cabang.
Birch et al. (2003) menyatakan ada 2 fungsi model arsitektur pohon yaitu :
1. Representasi hasil pertumbuhan dan perkembangan individu yang tampil dalam
suatu dimensi
2. Pertumbuhan dan perkembangan pohon diketahui perilaku organ atau bagian
morfologi individu seperti daun dan ruas.
Representasi pertumbuhan dan perkembangan menunjukkan fase tertentu
yang ada pada unit ekologi. Sehubungan dengan hal ini Setiadi (1998) membuat
pemetaan hutan hujan tropika berdasarkan unit ekologinya :
1. Tidak dijumpai kategori pohon atau pohon dengan tinggi kurang dari 2 meter
atau pohon yang telah mati dan mulai membusuk, disebut sebagai Reorganizing
eco-unit.
2. Pohon masa depan yaitu pohon yang telah mulai menunjukkan suatu model
arsitektur yang mengalami pengaturan pola pertumbuhan, disebut Aggrading
eco-unit.
3. Pohon masa kini yaitu pohon yang mengalami pertumbuhan stabil dan pola
percabangan dikenal dengan baik, disebut sebagai steady-state eco-unit.

8
4. Pohon masa lampau, yaitu pohon yang telah mati atau mengering atau pohon
yang sudah tua, disebut degrading eco-unit.
Elemen lain arsitektur pohon berupa pola percabangan, dimana menurut
Halle et al. (1978) membagi pola percabangan menjadi dua bagian yaitu pola
percabangan syllepsis dan pola percabangan prolepsis. Pola percabangan syllepsis
merupakan percabangan dibentuk dari meristem lateral dengan perkembangan
kontinu, pola percabangan prolepsis merupakan percabangan terbentuk diskontinu
dengan beberapa periode istirahat dari meristem lateral. Pertumbuhan tunas jenis
pohon dibedakan atas orthotropik dan plagiotropik. Tunas orthotropik dicirikan oleh
pucuk terbentuk berorientasi vertikal dan sering tidak berbunga. Sedang tunas
plagiotropik pucuk terbentuk berorientasi horizontal dan sering menghasilkan
bunga.
Halle et al. (1978) menyatakan bahwa berdasar keberadaan cabang dan aksis
vegetatif, model arsitektur pohon dibedakan 4 karakteristik utama, yaitu :
1. Pohon tidak bercabang yaitu bagian vegetatif pohon terdiri dari satu aksis dan
dibangun oleh meristem soliter. Contohnya model Holtum dan model Corner.
2. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif ekivalen dan orthotropik. Contohnya
model Tomlinson, model Chamberlain, model Leuwenberg dan model Schoute.
3. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif nonekivalen. Contohnya model Prevost,
model Rauh, model Cook, model Koriba, model Fagerlind, model Petit, model
Aubreville, model Theoretical, model Scarrone, model Attim, model Nozeran,
model Massart dan model Roux.
4. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif campuran antara ekivalen dan non
ekivalen. Contohnya model Troll, model Champagnat dan model Mangenot.
Parameter Perimbangan Air Dari Pohon
Aliran Batang
Aliran batang merupakan bagian curah hujan yang ditahan tajuk pohon,
kemudian mengalir melalui batang dan sampai ke permukaan tanah. Aliran batang
merupakan bagian hujan terintersepsi, berkumpul dan mengalir ke batang
selanjutnya mengenai permukaan tanah. Air hujan mengalir ke batang mempunyai
koefisien input batang. Sebelum mencapai permukaan tanah, aliran batang tersebut
akan mengisi celah batang yang disebut sebagai kapasitas batang untuk menyimpan

9
air. Penguapan dari batang hanya merupakan bagian kecil bila dibanding penguapan
tajuk sehingga sering diabaikan (Arijani 2006). Jumlah aliran batang pada banyak
jenis berkisar antara 2-5% dari seluruh jumlah curah hujan. Kuantitas aliran batang
yang mengalir ke permukaan tanah sangat kecil. Meskipun demikian secara ekologi
sangat penting karena aliran secara langsung masuk ke dalam zona perakaran pohon
(Bentley 2007).
Hasil studi Williams (2004) tentang persentase aliran batang berdasarkan
diameter batang pohon, tidak lebih dari 2%. Model arsitektur pohon dari jenis
Agathis damara Rich (model Massart) volume aliran batang 1.177%, Pinus
merkusii Jungh (Rauh daun jarum) 1.051%, dan Schima wallichii Kort (Rauh daun
lebar) 0.702% (Aththorick 2000). Begitu pula studi yang dilakukan pada Sub-DAS
Cianjur Cisokan Citarum Tengah. Berdasar 30 jenis pohon yang mewakili 12 model
arsitektur pohon volume aliran batang rata-rata kurang dari 1% (Arijani 2006).
Faktor yang mempengaruhi aliran batang antara lain arsitektur pohon, kulit
batang, struktur tegakan, ada dan tidaknya ephyphyt, komposisi jenis pohon,
kejadian hujan (frekwensi, lama hujan, besar curah hujan, dan intensitas) dan posisi
daun (Steinbuck 2002). Pengaruh angin juga mempengaruhi aliran batang (Xiao et
al. 2003; Levia 2003)
Model arsitektur yang berbeda mempunyai nilai aliran batang yang berbeda
pula. Model arsitektur dengan cabang plagiotropik memiliki aliran batang yang
rendah dibanding orthotropik. Pola percabangan orthotropik mempunyai sudut
percabangan yang sempit dari arah tumbuhnya ke batang pohon. Faktor ini
menyebabkan tajuk cepat jenuh dengan air. Kejadian ini mengakibatkan air hujan
lebih banyak dialirkan ke cabang yang selanjutnya mengalir ke permukaan batang
pohon (Aththorick 2006). Model arsitektur pohon percabangan orthotropik
berkorelasi erat dengan aliran batang adalah Model Attims dan Rauh (Arijani 2006).
Jenis pohon berbeda dengan model arsitektur sama mempunyai nilai aliran
batang berbeda pula. Hal ini dipengaruhi oleh karakter masing-masing jenis pohon,
seperti umur pohon, tekstur batang, dan diameter batang. Semakin tua umur pohon,
nilai aliran batang semakin besar. Hubungan antara nilai volume aliran batang
dengan umur pohon salah satunya dapat ditinjau dari besar diameter batang
(Bentley 2007). Lewis (2003) membuat suatu model hubungan antara diameter

10
batang dengan aliran batang. Pada model yang dibuat terdapat hubungan antara
besar diameter batang pohon dengan volume aliran batang. Semakin besar diameter
batang berbanding lurus dengan besar volume aliran batang. Hal ini berkaitan erat
dengan luas permukaan batang, dimana air hujan mengalir pada batang pohon
(Arijani 2006).
Curahan Tajuk
Bagian air jatuh ke atas permukaan tanah melalui celah tajuk dan atau berupa
limpasan dari daun, ranting atau cabang pohon disebut sebagai curahan tajuk
(Aththorick 2000; Williams 2004). Curahan tajuk adalah bagian dari curah hujan
yang mencapai lantai hutan setelah melalui struktur lapisan tajuk rapat, mulai dari
lapisan tajuk pohon dominan sampai ke lapisan semak belukar dan serasah. Aliran
tajuk yang sampai ke permukaan tanah dapat memperkaya kandungan mineral
tanah, dan berperan menambah kelembaban tanah (Levia & Frost 2006). Jumlah
aliran batang dan curahan tajuk merupakan curah hujan netto mencapai permukaan
tanah di bawah tajuk.
Jumlah aliran tajuk jenis pohon yang sampai ke permukaan tanah mempunyai
volume besar. Setiap jenis pohon memiliki jumlah curahan tajuk berbeda. Model
Arsitektur Pohon Rauh dengan Jenis P. merkusii Jungh dan S. walchii Kort pada
kelas kelerengan 20-30% memiliki persentase aliran tajuk masing-masing 71.216%
dan 77.968%. Model arsitektur Massart dengan A. dammara Rich persentase aliran
tajuknya 87.23% (Aththorick 2000). Hutan Pegunungan Tropis Equador memiliki
jumlah total aliran tajuknya 53% dari total curah hujan sebesar 2200 mm
(Zimmerman et al 2007). Jenis Pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) mampu
menghasilkan 57.32 % aliran tajuk dari curah hujan 1015.5 mm (Bentley 2007).
Data tersebut diatas dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi curah hujan setiap
kejadian hujan, akan berbanding lurus dengan jumlah volume tajuk yang dihasilkan.
Curahan tajuk dipengaruhi oleh tebalnya lapisan tajuk (strata), jenis-jenis
pohon yang membentuk tegakan, suhu, dan kecepatan angin. Unsur-unsur iklim
yang berpengaruh terhadap curahan tajuk adalah suhu dan kecepatan angin.
Curahan tajuk juga dipengaruhi oleh selisih waktu kejadian hujan dan waktu terjadi
hujan (siang atau malam). Levia dan Frost (2006) menyatakan bahwa volume air

11
tembus tajuk bisa dipengaruhi oleh jenis ephyfit yang tumbuh pada vegetasi, tipe
hujan, intensitas hujan, dan kejadian hujan yang memiliki nilai kecil.
Saat kejadian hujan, morfologi permukaan daun juga mempengaruhi laju
aliran tajuk. Permukaan daun yang kasar cenderung menahan air hujan lebih lama
dibanding permukaan daun yang halus. Hal ini disebabkan karena air hujan di
permukaan daun harus membasahi seluruh permukaan sebelum dialirkan ke cabang.
Pada daun permukaan halus, lebih cepat jenuh dengan air hujan yang diintersepsi
(Arijani 2006).
Infiltrasi
Infiltrasi diartikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah, umumnya
melalui permukaan tanah dan vertikal ke bawah (Iverson 2000). Infiltrasi
merupakan proses masuknya air ke dalam tanah dan pergerakannya dalam tanah.
Berdasar definisi ini, infiltrasi dibagi dalam tiga tingkatan proses, yaitu pertama,
Imbibisi, merupakan proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan atau
adsorbsi air oleh tanah; kedua, perkolasi atau filtrasi adalah infiltrasi dimana
imbibisi masih berlangsung; dan ketiga, redistribusi air dalam tanah setelah imbibisi
berakhir. Beberapa penulis atau peneliti lain membatasi infiltrasi hanya pada
tingkatan proses pertama (Asdak 2007).
Laju infiltrasi diartikan sebagai banyak air per satuan waktu yang masuk
melalui permukaan tanah. Sedang laju air memasuki tanah pada suatu saat disebut
sebagai kapasitas infiltrasi. Laju infiltrasi ditentukan oleh kapasitas infiltrasi dan
laju penyediaan air (Asdak 2007; Lee 1988). Selama intensitas hujan (laju
penyediaan air) lebih kecil dari kapasitas infiltrasi maka laju infiltrasi sama dengan
intensitas hujan. Tetapi jika intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi maka
terjadi genangan air di atas permukaan tanah atau limpasan permukaan (Arijani
2006). Sifat fisik tanah yang menentukan dan membatasi kapasitas infiltrasi adalah
struktur tanah disamping tekstur dan kandungan air tanah. Unsur struktur tanah
yang terpenting adalah ukuran dan kemantapan pori (Supardi 1983) .
Curah Hujan
Curah hujan adalah nama umum dari uap yang mengkondensasi dan jatuh
ke tanah dalam rangkaian proses hidrologi. Chang (2006) menyatakan bahwa
jumlah curah hujan selalu dinyatakan dengan dalamnya presipitasi (mm). Suroso

12
(2006) menyatakan bahwa presipitasi atau curah hujan dibagi atas Curah hujan
terpusat (Point Rainfall) dan Curah hujan daerah (Areal Rainfall). Curah hujan
terpusat (Point Rainfall) adalah curah hujan yang didapat dari hasil pencatatan
alat pengukur hujan atau data curah hujan yang akan diolah berupa data kasar atau
data mentah yang tidak dapat langsung dipakai. Curah Hujan Daerah (Areal
Rainfall) adalah curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan
pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir yaitu curah hujan rata-rata
diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu
curah hujan daerah ini disebut curah hujan wilayah atau daerah dinyatakan dalam
milimeter (mm).
Kelembaban udara merupakan satu faktor penting terjadinya hujan.
Kelembaban udara berfungsi menurunkan suhu dengan cara menyerap atau
memantulkan radiasi matahari. Sejalan dengan meningkatnya suhu udara,
meningkat pula kapasitas udara dalam menampung air. Sebaliknya, ketika udara
bertambah dingin, gumpalan awan menjadi besar, dan pada gilirannya akan jatuh
sebagai hujan. Uap air di atmosfer bergerak sebagai respons adanya beda tekanan
uap air antara dua tempat yang berbeda ketinggiannya. Laju gerakan air di
atmosfer berbanding lurus dengan beda tekanan uap air yang terjadi (Jensen 1991).
Di atas tegakan hutan, besarnya tekanan uap air di atmosfer biasanya berkurang
dengan bertambahnya ketinggian tempat. Dengan demikian, akan terjadi gerakan
uap air ke tempat yang lebih tinggi. Akumulasi uap air yang terjadi pada tempat
dengan ketinggian tertentu pada suhu udara yang rendah pada saatnya akan terjadi
proses kondensasi (Campbell et al. 2000). Air hasil proses kondensasi tersebut
pada gilirannya akan jatuh sebagai air hujan (Asdak 2007).
Curah hujan penting sekali peranannya dalam perimbangan air dan sebagai
sumber hara di suatu lahan hutan. Hubungannya dengan perimbangan air, hujan
adalah komponen utama sebagai energi masukan untuk lahan. Karena curah hujan
mengandung unsur pokok yang terlarut maupun sebagai partikel. Sedangkan
hubungannya dengan sumber hara, unsur-unsur terpenting seperti N, K, Ca, dan
Mg banyak diproduksi oleh serasah melalui pencucian hara yang masuk ke dalam
tanah (Cameron 2007). Kondisi ini sangat penting untuk memperbaiki sistim
infiltrasi tanah. Ada tiga hal yang perlu dipahami gerakan air di dalam dan antara

13
berbagai ekosistem yang merupakan landasan dalam siklus hara. Pertama,
tumbuhan memperoleh hidrogen untuk fotosintesis dari pecahnya molekulmolekul air. Kedua, tumbuhan menggunakan sebagian besar air guna
mempertahankan keadaan kerangka hidrostatis dan untuk menggerakkan bahan
kimia. Ketiga, tumbuhan mengambil unsur-unsur dalam larutan dari tanah. Tanpa
aliran ini tumbuhan tidak mampu mempertahankan keseimbangan mineral yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Owens 2006).
Kadar Air Tanah
Air tanah merupakan suatu fase dari daur air. Air yang masuk ke dalam
tanah akan tinggal di pori-pori tanah atau meresap melalui pori-pori tersebut ke
bagian bawah yang disebut sebagai perkolasi. Air ditahan oleh tanah (diantara poripori tanah) akan kembali ke udara dengan cara evaporasi dan evapotranspirasi.
Penahanan air oleh tanah dan gerakan air dalam tanah merupakan dua faktor
penting dalam hubungan antara air dan tanah (Libby 1981).
Air tanah biasanya hanya mengisi sebagian ruang pori tanah, dan keadaan
dimana seluruh ruang pori terisi jarang terjadi. Nisbah antara isi ruang pori dan isi
tanah seluruhnya disebut porositas, dan dinyatakan dalam persentase. Nilai ini
berubah sesuai dengan perbedaan sifat alami dari tanah dan kandungan airnya.
Porositas biasanya naik dengan naiknya kandungan air tanah (Tadjang 1980).
Kandungan air tanah dapat dinyatakan dalam satuan mutlak, biasanya
digunakan dalam bidang hidrologi dan keperluan neraca air. Kandungan air tanah
dinyatakan juga sebagai ukuran potensial dalam satuan tegangan air tanah. Hal ini
digunakan dalam fisiologi tumbuhan, dalam praktek irigasi dan dalam masalahmasalah hidraulik yang bersangkutan dengan aliran air dalam tanah tidak jenuh
(Suprayogo et al. 2007).
Air yang tertahan dalam tanah diakibatkan oleh adanya proses adhesi dan
kohesi, sehingga diperlukan tenaga untuk memperoleh air tersebut. Daya menahan
ini sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang terdapat pada suatu tempat. Makin
kurang air yang diperoleh makin besar tegangan dan gaya yang dibutuhkan untuk
memperoleh air lebih tinggi (Daniel et al. 1987). Tanah yang bertekstur halus akan
menahan air lebih banyak dalam seluruh selang energi dibandingkan dengan tanah
yang bertekstur kasar, karena tanah bertekstur halus mempunyai lebih banyak

14
bahan koloidal, ruang pori dan permukaan adsorptif. Air hujan tersebut sebagian
akan masuk ke dalam tanah dan membuat tanah menjadi lembab, tersimpan dalam
cekungan-cekungan di permukaan tanah, dan sebagian lainnya akan hilang sebagai
evaporasi (Supardi 1983) .
Pohon memerlukan tingkat kelembaban tanah tertentu. Artinya pada tingkat
tertentu dapat menentukan bentuk tata guna lahan. Sebab tujuan akhir dari penataan
lahan hutan adalah bagaimana lahan dapat memanen air hujan sebanyak-banyaknya
yang disimpan dalam tanah. Oleh karena itu menjaga kondisi tanah tetap dalam
keadaan lembab sangat diperlukan. Deng et al. (1987) menyatakan ada tiga proses
terbentuknya kelembaban tanah, yaitu kelembaban higroskopis, kapiler, dan
gravitasi. Kelembaban higroskopis terjadi karena air terikat pada lapisan tipis butirbutir tanah. Air yang dihasilkan tidak dapat digunakan oleh pohon. Kelembaban
kapiler terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara butir-butir tanah. Air yang
dihasilkan pada kelembaban ini dapat digunakan oleh pohon. Kelembaban gravitasi
terjadi akibat adanya gaya tarik bumi, yaitu air dalam posisi peralihan menuju poripori tanah yang lebih besar.
Tanah yang telah terisi oleh air akan mengalami tingkat kejenuhan.
Kandungan air tanah sangat penting diketahui untuk mengetahui jumlah air yang
ada dalam tanah. Tujuannya adalah sebagai bahan untuk mempertimbangkan
perubahan kapasitas kelembaban tanah suatu lahan (Suripin 2002).
Kadar Air Batang
Berat kadar air batang didefinisikan sebagai berat air yang dinyatakan dalam
persen terhadap berat kayu bebas air atau berat kering tanur (BKT). Nilai berat
basah kayu diperoleh dengan menimbang kayu langsung di lapang. Selanjutnya
Kayu dikeringkan dalam tanur pengering atau oven menggunakan suhu 700C
kemudian ditimbang hingga konstan. Perbandingan berat kayu basah dan kering
merupakan persen berat kadar airnya (Setiadi et al. 1989).
Perbedaan nilai kadar air disebabkan adanya perbedaan persentase jumlah
parenkim terhadap vascular bundle. Bagian ujung dan bagian pusat batang (core)
memiliki kemampuan untuk mengikat air lebih banyak dari bagian pangkal tepi
batang. Hal ini disebabkan karena jumlah parenkim pada bagian pusat batang
dibandingkan dengan jumlah vascular bundle namun pada bagian ujung batang

15
kadar air tetap tinggi dikarenakan pada bagian ujung tersebut merupakan pusat
pertumbuhan kayu pohon. Ikatan sel pembuluh atau disebut juga vascular bundle
mengandung phloem, xylem, parenkim dan serat berdinding tebal. Serat berdinding
tebal berfungsi sebagai pemberi tenaga mekanik pada batang. Dinding sel dari serat
ini bertambah tebal dari bagian tengah (core) ke bagian korteks batang. Xylem
diselimuti oleh sel-sel parenkim yang biasanya mengandung dua sel pembuluh yang
lebih dan besar, kombinasi dari sel pembuluh besar dan kecil atau kumpulan dari
beberapa sel pembuluh besar dan kecil (Kewilaa 2007).
Secara makroskopis diketahui adanya perbedaan kerapatan (penyebaran)
vascular bundle antar kedalaman maupun antar ketinggian dalam batang. Semakin
ke arah sentral kerapatan vascular bundle semakin berkurang, sedangkan ke arah
vertikal kerapatan vascular bundle semakin bertambah. Kemampuan vascular
bundle sebagai penyokong kekuatan kayu berkaitan erat dengan tebal dinding sel
serabut dan kandungan silika dalam sel (Daniel et al. 1987).
Transpirasi
Transpirasi adalah proses hilangnya air dari tumbuhan melalui permukaan
daun atau bag