Analisis Fenomena Oligopsoni dalam Distribusi Hortikultura dalam Pasar Modern: Perspektif Ekonomi Politik (Periode Januari – Mei 2013)

ANALISIS FENOMENA OLIGOPSONI KOMODITAS
HORTIKULTURA DALAM RANTAI DISTRIBUSI DALAM
PASAR MODERN: PERSPEKTIF EKONOMI POLITIK
(PERIODE JANUARI – MEI 2013)

ACHMAD RIVANO

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Fenomena
Oligopsoni dalam Distribusi Hortikultura dalam Pasar Modern: Perspektif
Ekonomi Politik (Periode Januari – Mei 2013 adalah benar karya saya dengan
arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Achmad Rivano
NIM H14090131

ABSTRAK
ACHMAD RIVANO. Analisis Fenomena Oligopsoni dalam Distribusi
Hortikultura dalam Pasar Modern: Perspektif Ekonomi Polik. (Periode Januari –
Mei 2013) Dibimbing oleh Prof. Dr. DIDIN S. DAMANHURI, S.E., M.S, D.E.A.
Distribusi Produk-produk pertanian merupakan hal penting dalam
penyampaian hasil produksi yang dilakukan oleh petani hingga ke tangan
masyarakat banyak untuk di konsumsi. Masuknya pasar modern mempengaruhi
proses distribusi. Penelitian ini memfokuskan kepada efisiensi pasar dan transmisi
harga dari enam komoditas hortikultura yang dihasilkan di dalam negeri, melewati
pasar induk kramat jati sebagai salah satu rantai pemasarannya, serta dijual di
empat pasar modern. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
margin pemasaran, transmisi harga, dan metode deskriptif kualititatif. Hasil dari
penelitian ini memperlihatkan adanya variasi diantara tiap-tiap tingkatan distribusi

dan adanya indikasi terjadinya fenomena oligopsoni dalam distribusi yang
dilakukan oleh pasar modern.
Kata kunci : Hortikultura, Distribusi pertanian, Struktur Pasar, Efisiensi
Pemasaran, Pasar Modern, Ekonomi Politik

ABSTRACT
ACHMAD RIVANO. Analysis of Oligopsony Phenomenom in Horticulture
Distribution in Modern Market: Economy Politic Perspective (January – May
2013 Period) Supervised by Prof. Dr. DIDIN S. DAMANHURI, S.E., M.S,
D.E.A.

Distribution of agriculture product is an important things in delivered
products that produce by farmers to the community to consume. The
infiltration that modern market do in distribution of agriculture products
affect the distribution process. This research was focusing in market
efficiency and price transmission of six horticulture products that produce
in Indonesia and sold by for big modern market. The methods that used in
this research are distribution’s margin analysis, price transmission, and
descriptive kualitative method. Result of this research show there is a
variance in market structure on each level of distribution and there is an

indication that oligopsony phenomenom happened in distribution in modern
market.
Keywords: Horticulture, Agriculture Distribution, Market Structure, Market
Efficiency, Modern Market, Economy Politic

ANALISIS FENOMENA OLIGOPSONI KOMODITAS
HORTIKULTURA DALAM RANTAI DISTRIBUSI DALAM
PASAR MODERN: PERSPEKTIF EKONOMI POLITIK
(PERIODE JANUARI – MEI 2013)

ACHMAD RIVANO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Analisis Fenomena Oligopsoni dalam Distribusi Hortikultura dalam
Pasar Modem: PerspektifEkonomi Politik (Periode Januari - Mei
2013)
Nama
: Achmad Rivano
: H14090131
NIM

Disetujui oleh

Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, S.E, M.S, D.E.A
Pembimbing

23 OCT 2013

Tanggal Lulus: (tanggal penandatanganan skripsi oleh ketua departemen)


Judul Skripsi : Analisis Fenomena Oligopsoni dalam Distribusi Hortikultura dalam
Pasar Modern: Perspektif Ekonomi Politik (Periode Januari – Mei
2013)
Nama
: Achmad Rivano
NIM
: H14090131

Disetujui oleh

Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, S.E, M.S, D.E.A
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dedi Budiman Hakim
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: (tanggal penandatanganan skripsi oleh ketua departemen)


PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan hidayahnya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Fenomena Monopsoni
Komoditas Hortikultura dalam Rantai Distribusi dalam Pasar Modern: Perspektif
Ekonomi Politik (Periode Januari – Mei 2013)” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen di
Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efisiensi pasar dari
distribusi hortikultura yang melalui pasar modern penyalurannya dari petani
hingga ke konsumen serta mengetahui bagaimana struktur pasar dalam prosess
distribusi produk hortikultura ini. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan
dari penulisan skripsi ini dana diharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan dari tulisan ini. Diharapkan skripsi ini dapat memberikan kontribusi
dalam pembangunan di Indonesia guna menuju kesejahteraan bersama.
Puji dan syukur serta terima kasih kepada Allah SWT atas segala yang
diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis sampaikan terima
kasih yang mendalam kepada orang tua penulis, Ayahanda Saimun Ferly Tuwow
dan ibunda Nurul Qomariah atas doa dan segala dukungannya selama penulis
menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor. Serta kepada kedua adik penulis,

Mochammad Risaldy Tuwow dan Trisa Amelia Tuwow.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak
yang telah membantu dalam persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini
baik berupa bimbingan, dukungan, dan masukan, terutama kepada: Prof. Dr. H.
Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A selaku dosen pembimbing skripsi atas
semua masukan, bimbingan, serta arahan yang sangat berharga dalam
penyusunan skripsi ini Para dosen, staf dan seluruh civitas akademik Departemen
Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada
penulis.
Teman-teman satu bimbingan, Qiki Qilang Syahbudi, Ridho Fuadi, Lira
Wigiana yang telah banyak memberikan bantuan, saran, kritik, motivasi dan
dukungannya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Sahabat penulis,
keluarga Kontri, Pondok Iona, teman-teman Kantin Metro, IE 46, AGRIC IPB,
seluruh keluarga besar HMI Cabang Bogor atas semua waktu selama di IPB
Bimo Widiatmoko, Vorega Badalamenti, Afri Ramdhani, Gita Aryanti, Nabila
Delaseptina, Novita Angela, Ratih Suryandari, Hadyan P., Reza Ryandika,
Anindya P.P, Taufan Ramdhani, Ajeng Listyani, Septyana Nataya, Adisty C.R.,
Adriano Bramantyo, Puji Rahmania, M. Ikhsan Kamal, Teuku Azwar, dan Dewi
Intan Permatahati. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Bogor, September 2013
Achmad Rivano

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR

ii

DAFTAR LAMPIRAN

iii

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

6

Tujuan Penelitian

7

Manfaat Penelitian

7

TINJAUAN PUSTAKA

7


Pendahuluan

7

Ekonomi Politik

8

Konsep Pasar

10

Struktur Pasar

11

Oligopsoni

12


Distribusi Pertanian

14

Efisiensi Pemasaran

15

Komoditi Hortikultura

17

Monopsoni dan Oligopsoni dalam Komoditi Hortikultura

18

Penelitian Terdahulu

19

Kerangka Pemikiran

20

METODOLOGI PENELITIAN

22

Pendahuluan

22

Jenis dan Sumber Data

22

Metode Analisis

23

Analisis Struktur Pasar

23

Analisis Efisiensi Pemasaran

24

Analisis Margin Pemasaran

24

Analisis Transmisi Harga

24

Analisis Ekonomi Politik Struktur Pasar Komoditas Hortikultura

25

GAMBARAN UMUM

26

Kontribusi Pertanian Indonesia

26

Produksi Hortikultura Indonesia

26

Perdagangan Hortikultura Indonesia

27

Harga Produsen Hortikultura

28

Profil Perusahaan Perdagangan Eceran

29

HASIL DAN PEMBAHASAN

31

Efisiensi Pasar Komoditas Hortikultura

31

Bawang Merah

31

Ketimun

33

Tomat

34

Kentang

36

Mangga

37

Semangka

39

Struktur Pasar Komoditas Hortikultura

41

Analisis Ekonomi Politik Distribusi Horikultura

43

SIMPULAN DAN SARAN

55

Simpulan

55

Saran

56

DAFTAR PUSTAKA

57

LAMPIRAN

60

RIWAYAT HIDUP

68

DAFTAR TABEL
1 Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan
Pekerjaan Utama 2004 dan 2011
2 Produksi Sayuran di Indonesia
3 Volume Ekspor sub Sektor Hortikultura 2007 – 2011
4 Kontribusi Pertanian Indonesia 2009 – 2011
5 Produksi Hortikultura Menurut Jenis Tanaman 2009 – 2011
6 Ekspor Hortikultura Indonesia 2009 – 2011 dalam ton
7 Harga Produsen Pertanian 2001 – 2012 (Rp/100 Kg)
8 Jumlah Perusahaan Perdagangan Menurut Sakernas 2006
9 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Bawang Merah
10 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Ketimun
11 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Tomat
12 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Kentang
13 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Mangga
14 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Semangka
15 Presentase Keuntungan Petani
16 Biaya Produksi Petani dan Presentase Keuntungan
17 Pendapatan Harian Petani dengan Lahan Dibawah 0.5 Ha
18 Kebutuhan Harian Rata-rata Keluarga di Perdesaan
19 Nilai Tukar Petani Tiap Komoditas
20 Presentase Keuntungan Pengumpul atau Tengkulak
21 Presentase Keuntungan Pedagang Pasar Induk
22 Presentase Keuntungan Pasar Modern
23 Kekuatan Pembelian yang Dilakukan Pasar Modern
24 Efek dari Abuse of Power Pasar Modern Kepada Konsumen

3
4
5
26
27
28
29
30
32
34
35
37
39
40
45
46
46
47
47
48
49
52
55
55

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Tata Niaga Bisnis Buah dan Sayur Penyaluran Tidak Langsung
Tata Niaga Bisnis Buah dan Sayur Penyaluran Langsung
Margin Pemasaran
Kerangka Pemikiran
Saluran Pemasaran Bawang Merah
Saluran Pemasaran Ketimun
Saluran Pemasaran Tomat
Saluran Pemasaran Kentang
Saluran Pemasaran Mangga
Saluran Pemasaran Semangka
Alur distribusi Komoditas Hortikultura
Kurva Konsentrasi Empat Pasar Modern

15
15
16
21
31
33
35
36
38
39
41
53

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Data Harga Sayur dan Buah di Empat Supermarket Terbesar
Perhitungan Margin Pemasaran dan Transmisi Harga
Informan yang diwawancara
Nilai Tukar Petani Tahun 2013

61
62
65
66

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan adalah suatu proses yang pasti dijalani oleh setiap Negara di
dunia ini. Proses pembangunan diartikan sebagai proses peningkatan kualitas serta
kemampuan dari suatu Negara dalam pergaulan dengan Negara-negara lain serta
kemampuan Negara dalam menciptakan kesejahteraan masyarakatnya. Dalam
bukunya, Todaro mendefinisikan pembangunan sebagai:
Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multi dimensional
yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap
masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar
akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta
pengetasan kemiskinan.1
Akan tetapi, sebelum adanya kesadaran pada negara-negara bahwa
pembangunan merupakan suatu hal yang menyeluruh yang mempengaruhi suatu
negara secara keseluruhan, pembangunan hanya diindikatorkan kepada Produk
Domestik Bruto suatu negara saja. Dimana suatu negara akan dikatakan sukses
atau berhasil apabila negara tersebut mengalami peningkatan Produk Domestik
Bruto-nya sehingga pada akhirnya meningkatkan pendapatan per kapita negara
tersebut. Ketimpangan menjadi suatu masalah yang muncul akibat anggapan
pentingnya indikator Produk Domestik Bruto tersebut.
Produk Domestik Bruto menjadi suatu ukuran yang digunakan di dunia
dalam penentuan kemajuan dan keberhasilan suatu Negara. Produk Domestik
Bruto merupakan suatu perhitungan nilai output suatu Negara berdasarkan jumlah
secara agregat dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, serta
perdagangan luar negeri dari suatu Negara.
Negara berkembang dalam perkembangan dalam memenuhi Produk
Domestik Bruto-nya sangat bergantung kepada sektor pertanian. Sektor pertanian
berperan besar pada kegiatan perekonomian dilihat dari penyediaan lapangan
kerja atau sumber pendapatan sebagian besar masyarakatnya. Peran sektor
pertanian dalam pembangunan ekonomi terdapat 5 (lima), yaitu: sektor pertanian
sebagai penyedia tenaga kerja dan lapangan kerja terbesar sehingga kelebihan
tenaga kerja dari sektor pertanian yang berpindah ke sektor industri adalah salah
satu sumber pertumbuhan ekonomi.
Sektor pertanian sebagai penyedia pangan dan bahan baku untuk sektor
industri dan jasa. Sektor pertanian sebagai pasar bagi produk-produk sektor
industri karena jumlah penduduk perdesaan yang sangat banyak, Sektor pertanian
sebagai penghasil devisa, serta sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang
diandalkan dalam mengurangi angka kemiskinan.2

1

Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (Jakarta:
Erlangga. 2003), h. 18
2

Steven Block dan C. Peter Zimmer, Agriculture and Economic Growth: Conceptual issues and
Kenyan Experience (Development Discussion Paper No 498 November 1994), h 1-1 Dalam paper
yang dibuat oleh Steven dan Zimmer pembahas mengenai sumbangan sektor pertanian dalam
pembangunan ekonomi merupakan tulisan dari Johnston dan Mellor pada tahun 1961

2
Pertanian merupakan sektor utama di negara berkembang yang berperan
dalam pertumbuhan ekonomisuatu negara. Pertumbuhan output petanian dapat
mendorong pertumbuhan di sektor ekonomi non-pertanian melalui mekanisme
langsung maupun tidak langsung. Sebagian besar negara menghasilkan sebagian
besar dari kebutuhan atas pangan mereka sendiri, hal inilah yang menyebabkan
sektor pertanian menjadi sebuah hal penting, dan menjadi faktor krusial secara
keseluruhan.3
Selama masa awal orde baru, pertanian merupakan sebuah sektor yang
dijadikan prioritas sebagai dasar dari pembangunan berkelanjutan. Besarnya
peranan sektor pertanian di Indonesia dapat menjadikan sektor ini menjadi sektor
utama dalam mencapai trilogi pembangunan, yaitu pembangunan yang
berlandaskan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.4 Hal ini dapat
dilihat dari pembangunan perekonomian Indonesia dari Pelita I hingga Pelita III
menintikberatkan pada pembangunan sektor pertanian. Baru kemudian pada Pelita
IV pembangunan diprioritaskan kepada sektor non pertanian, terutama industri
dan jasa. Semenjak Pelita IV, sektor pertanian dipandang lebih rendah
kontribusinya dalam pembangunan ekonomi.
Perubahan arah pembangunan ekonomi Indonesia ini disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain pengabaian sektor pertanian (the neglect of
agriculture) yaitu; pertama, sebagian besar para pengambil keputusan dan para
pakar di bidang ekonomi kurang memahami karakteristik sektor pertanian; kedua,
prioritas pembangunan diarahkankepada pentingnya akumulasi kapital yang
identik dengan pembangunan industri; ketiga, ada persepsi kuat yang memandang
pertanian sebagai penyedia surplus tenaga kerja yang dapat ditransfer ke sektor
industri tanpa membutuhkan biaya transfer; keempat, ada persepsi yang kuat
bahwa dalam proses pembangunan pertanian para petani tradisional tidak
responsif terhadap insentif pasar.5
Kondisi yang disebabkan faktor-faktor tersebut mendorong proses
industralisasi terjadi di Indonesia. sektor pertanian mengalami perubahan yang
drastis. Kontribusi sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto (PDB) nasional
telah turun drastis dari sekitar 47,6 persen pada tahun 1970 menjadi hanya 15,4
persen pada tahun 2004. Penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian juga semakin
turun hingga tenaga kerja di sektor pertanian pada tahun 2011 hanya sekitar 39,3
juta orang dari total 109,6 juta angkatan kerja di Indonesia.
Hal ini mencerminkan proses industrialisasi terjadi dalam perekonomian
nasional. Proses industralisasi yang terjadi di indonesia dilakukan dengan industri
substitusi impor dan promosi ekspor yang pada umumnya padat modal, yang tidak
berdasar kepada pemanfaatan yang optimal dari potensi sumberdaya dalam negeri.

3

Ibid. h 2-1
Achmad Zaini. [tesis].Peranan sektor Pertanian Sebelum dan pada masa krisis ekonomi di
Indonesia: pendekatan neraca sosial ekonomi. Institut Pertanian Bogor. 2003, h 2-3
5
ibid, h 3Pandangan mengenai pengabaian sektor pertanian ini merupakan pemikiran dari Lewis
pada tulisannya pada tahun 1954, dimana dia memandang telah terjadi pengecilan terhadap
peran sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi

4

3
Tabel 1 Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan
Utama 2004 dan 2011
No.
1

Lapangan
Utama

Pekerjaan

2004

Pertanian,
Kehutanan,
Perburuan dan Perikanan
2
Pertambangan
dan
Penggalian
3
Industri Pengolahan
4
Listrik, Gas, dan Air
5
Bangunan
6
Perdagangan Besar, Eceran,
Rumah Makan, dan Hotel
7
Angkutan, Pergudangan dan
Komunikasi
8
Keuangan, Asuransi, Usaha
Persewaan Bangunan, Tanah,
dan Jasa Perusahaan
9
Jasa Kemasyarakatan, Sosial
dan Perorangan
Total
Sumber: Unduhan dari bps.go.id. data
(SAKERNAS) 2004 dan 2011

2011 (Feb)

2011 (Agst)

40 608 019

42 475 329

39 328 915

1 034 716

1 352 219

1 465 376

11 070 498
228 297
4 540 102

13 696 024
257 270
5 591 084

14 542 081
239 636
6 339 811

19 119 156

23 239 792

23 396 537

5 480 527

5 585 124

5 078 822

1 125 056

2 058 968

2 633 362

10 515 665

17 025 934

16 645 859

93 722 036 111 281 744 109 670 399
Survei Angkatan Kerja Nasional

Proses industralisasi di indonesia menyebabkan semakin tingginya
ketimpangan yang terjadi antara wilayah kota sebagai pusat sektor industri dan
jasa dengan desa sebagai pusat dari sektor pertanian. Kondisi ini tercermin dari
masih tingginya kemiskinan yang terjadi di daerah pedesaan dibandingkan
wilayah kota.
Sektor pertanian yang kompetitif membutuhkan tidak hanya lebih banyak
lahan produktif dan pengolahan pertanian saja, akan tetapi juga membutuhkan
sistem distribusi yang lebih efisien.6 Pemerintah dalam melindungi petani sebagai
warga miskin desa adalah dengan mendirikan BULOG, yang memiliki tugas
untuk menjaga dan mengatur distribusi produksi sektor pertanian. Keberadaan
BULOG sebagai penjaga harga dan pengatur distribusi komoditas pertanian saat
ini hanya melingkupi komoditas pangan, khususnya beras.
Kebijakan sektor pertanian pada saat ini tidak hanya menjadi kewajiban
pemerintah pusat. Akan tetapi juga menjadi ranah dari pemerintahan daerah.
Kebijakan pengolahan sumberdaya lokal sesuai yang tercantum pada Undangundang 22 tahun 1999 dan Undang-undang 25 tahun 1999, memberikan
wewenang yang lebih luas kepada daerah, yang diwujudkan dengan wewenang

6

Ponciano S. Intal Jr. Dan Luis Osman Ranit, literature review of the agricultural distribution
service sector: performance, efficiency and research issues, (philippine institute for
development studier).,2001, h. 1

4
dalam pengaturan, pembangian dan pemanfaatan sumber daya nasional serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah.7

Tahun

Tabel 2 Produksi Sayuran Indonesia
Bawang
Daun
Kentang Kubis
Merah
Bawang
(Ton)
(Ton)
(Ton)
(Ton)

Wortel
(Ton)

1997

605 528

813 004

1 338 031

294 411

227 305

1998

599 203

997 579

1 458 629

287 500

332 841

1999

938 293

924 058

1 447 910

323 855

286 536

2000

772 818

977 349

1 336 410

311 319

326 693

2001

861 150

831 140

1 205 404

283 285

300 648

2002

766 572

893 824

1 232 843

315 132

282 248

2003

762 795 1 009 979

1 348 433

345 720

355 802

2004

757 399 1 072 040

1 432 814

475 571

423 722

2005

732 609 1 009 619

1 292 984

501 437

440 002

2006

794 931 1 011 911

1 267 745

571 268

391 371

2007

802 810 1 003 733

1 288 740

479 927

350 171

2008

853 615 1 071 543

1 323 702

547 743

367 111

2009

965 164 1 176 304

1 358 113

549 365

358 014

2010

1 048 934 1 060 805

1 385 044

541 374

403 827

2011
893 124
955 488 1 363 741 526 774
526 917
Sumber : unduhan dari BPS.go.id pada table Produksi sayuran Indonesia.
2012
Komoditas Hortikulura sebagai salah satu komoditi unggulan dari pertanian
saat ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Ketidakberpihakan
pemerintah dilihat dari tidak adanya regulasi yang secara khusus melindungi
produksi dari komoditas hortikultura itu sendiri. Secara menyeluruh dari sektor
hortikultura Indonesia saat ini mulai mengalami pertumbuhan yang dapat
dikatakan membaik.Rata-rata pertumbuhan volume ekspor dari komoditas
hortikultura Indonesia mengalami pertumbuhan dari tahun 2007 hingga 2011.
Hanya sub sektor sayuran dari komoditas hortikultura saja yang mengalami
pertumbuhan negatif sebesar 9% dari volume ekspor periode sebelumnya. Hal ini
menandakan pada dasarnya komoditas hortikultura Indonesia memiliki daya saing
lumayan baik, akan tetapi pertumbuhan volume ekspor tidak dicapai secara
signifikan.
7

Henny Mayrowani, Kebijakan Otonomi Daerah Dalam Perdagangan Hasil Pertanian, (Pusat
Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2006), h 1

5
Tabel 3 Volume Ekspor Sub-Sektor Hortikultura 2007-2011
Volume Ekspor (Ton)
N
o
1.
2.
3.
4.

Komoditas
2007

2008

2009

2010

2011

Rata-rata
pertumbuhan
tahun 20072011

Sayuran

211 906

172 733

195 533

138 106

133 948

-9%

Buah

157 629

323 844

224 332

196 341

223 011

19%

Florikultura

4 621

3 258

5 111

4 294

4 888

6%

T.Obat

7 685

14 670

13 088

13 468

243 162

7%

Total

381 840

514 505

438 065

352 209

605 009

1%

Sumber: kementan.go.id (diolah)

Perdagangan komoditas hortikultura di Indonesia memiliki sistem distribusi
yang panjang dimana banyaknya pelaku yang terlibat di dalam sistem
distribusinya. Sistem pasar yang ada pada komoditas hortikultura memiliki
kecenderungan bersifat monopsoni atau oligopsoni dimana terlihat memiliki pasar
persaingan sempurna dengan banyaknya jumlah pedagang padahal sebenarnya
dikuasai oleh beberapa pedagang besar saja.8
Pasar Modern memiliki sebuah sistem distribusi sendiri, dimana adanya
pembelian besar atas produk-produk oleh perusahaan induk lalu kemudian disebar
ke gerai-gerai pasar modern tersebut. Sistem distribusi yang dimiliki pasar modern
mendorong pasar tersebut untuk melakukan pembelian produk-produk yang
dijualnya dalam skala besar. Pembelian produk dalam skala besar yang dilakukan
oleh pasar modern merupakan usaha penghematan melalui penghematan melaluli
pembesaran skala (economies of scale).
Sejak tahun 2007 hingga tahun 2011, pasar modern di Indonesia tumbuh
rata-rata sebesar 17,57 % per tahun. Jumlah pasar modern tumbuh dari 10.365
gerai pada tahun 2007, menjadi 18.152 gerai pada tahun 2011. Kenaikan jumlah
gerai pasar modern tersebut merupakan akibat pertumbuhan franchise pasar
modern yang berbentuk minimarket, dimana total gerai minimarket pada tahun
2007 sebesar 8.889 gerai hingga menjadi 15.538 gerai pada tahun 2011.9
Menjamurnya franchise-franchise dari pasar modern dan meningkatnya
preferensi masyarakat untuk membeli produk di pasar modern menyebabkan
pangsa pasar modern meningkat. Pasar modern saat ini tidak hanya menyediakan
produk-produk kemasan, tetapi sudah merambah kepada produk-produk pertanian.
Secara tidak langsung, hal tersebut menjadikan pasar modern sebagai tujuan
utama produk-produk pertanian.

8

Bambang Irawan. Fluktuasi Harga, Transmisi Harga dan Marjin Pemasaran Sayuran dan Buah.
(analisis kebijakan pertanian, volume 5 no , Desember 2007) h 361 Pendapat mengenai
kecenderungan struktur pasar monopsoni pada komoditas hortikulturan merupakan pendapat
dari tulisan Sudaryanto tahun 1993
9
Indonesia Commercial Newsletter. Perkembangan Bisnis Ritel Modern. (Juni
2011)[datacon.co.id/ritel-2011profilindustri.html]

6
Perumusan Masalah
Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam
pembangunan ekonomi di negara berkembang. Pertanian diindetifikasikan
memiliki lima peran dalam pembangunan, yaitu menyediakan pangan untuk
konsumsi domestik, penyedia tenaga kerja bagi sektor industri, pasar bagi sektor
industri, meningkatkan penawaran dari tabungan domestik, serta pemasukan dari
nilai tukar asing.
Indonesia pada zaman orde baru masa awal mengkonsentrasikan
pembangunannya pada sektor pertanian. Akan tetapi pada masa berikutnya
konsentrasi pembangunan mengarah pada sektor industri.Proses industrialisasi ini
menyebabkan kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan menurun drastis.
Melihat mayoritas penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian, proses
industrialisasi yang membuat kontribusi pertanian menurun tanpa adanya
transformasi tenaga kerja yang berarti dari petani ke pekerja, berakibat pada
ketimpangan yang pada akhirnya menyebabkan angka kemiskinan semakin
meningkat.Kemiskinan yang terjadi di desa sebagai pusat produksi sektor
pertanian salah satunya disebabkan oleh proses distribusi hasil pertanian itu
sendiri. Proses distribusi hasil pertanian harus menjadi salah satu perhatian
pemerintah guna mencapai pembangunan yang berkelanjutan.
Hortikultura sebagai salah satu bahan pangan penting menjadi sebuah
komoditas yang kurang mendapatkan perhatian. Perhatian disini dapat dinilai dari
kalahnya produk komoditas dalam negeri dibanding impor komoditas hortikultura
itu sendiri.Produk hortikultura Indonesia sendiri ternyata memiliki harga yang
lebih mahal di dalam pasar domestik dibandingan harga produk hortikultura yang
diimpor. Hal tersebut muncul akibat kurangnya perhatian dari pemerintah dalam
permasalahan distribusi komoditas hortikultura itu sendiri.
Oligopsoni merupakan fenomena struktur pasar yang terjadi pada komoditas
hortikultura di Indonesia. Fenomena ini pada dasarnya merugikan petani sebagai
produsen utama serta konsumen yang membeli produk ini. Fenomena oligopsoni
ditenggarai akibat adanya penguasaan pasar yang dilakukan pelaku pasar modern
yang menguasai saluran distribusi dari komoditas melalui jalan integrasi
pemasaran dalam bentuk kemitraan atau kerjasama. Kondisi struktur pasar yang
demikian dapat menyebabkan inefisiensipemasaran di dalam distribusi komoditas
hortikultura. Menurut UU no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat kegiatan monopsoni dann oligopsoni adalah
termasuk kegiatan persaingan usaha yang tidak sehat dimana adanya pemusatan
kekuatan ekonomi serta posisi dominan suatu pelaku usaha dalam kegiatan
ekonomi.
Berkaitan dengan masalah di atas muncul pertanyaan mengenai pola
distribusi serta struktur pasar komoditas hortikultura yang merupakan salah satu
komoditas utama di sektor pertanian. Bagaimana kondisimargin keuntungan
antara petani, pengepul, grosir antara, serta pasar modern? Apakah marjin
keuntungan di antara pelaku dalam komoditas hortikultura tersebut seimbang atau
hanya menguntungkan salah satu pelaku saja. Serta bagaimana peran pemerintah
melalui regulasi yang dihasilkannya dalam menghadapi fenomena oligopsoni
tersebut.

7
Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah yang akan dikaji
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana struktur pasar komoditas hortikultura di Indonesia?
2. Bagaimana kondisi efisiensi pemasaran komoditas hortikultura di
Indonesia?
3. Bagaimana kondisi fenomena monoponi atau oligopsoni dalam pasar
komoditas hortikultura yang terjadi?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, tujuan dari
penelitian ini, yaitu:
1. Menganalisis struktur pasar komoditas hortikultura di Indonesia.
2. Menganalisiskondisi efisiensi pemasaran komoditas hortikultura di
Indonesia.
3. Menganalisis kondisi fenomena monopsoni atau oligopsoni dalam pasar
komoditas hortikultura yang terjadi.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi para akademisis, sebagai
proses pembelajaran bagi mahasiswa dalam meneliti proses
distribusiserta fenomena monopsoni atau oligopsoni dalam komoditas
hortikultura di Indonesia dan referensi bagi penelitian lebih lanjut dan
mendalam.
2. Berguna untuk mengevaluasi proses distribusi serta struktur pasar dan
sebagai rekomendasi kebijakan bagi pemerintah dalam mengatasi
masalah proses distribusi di indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Kegiatan ekonomi di suatu komoditas tidak terlepas dari tiga proses
ekonominya, yaitu produksi, distribusi, serta konsumsi. Dalam memproduksi
suatu barang dan jasa dibutuhkan suatu proses distribusi agar barang dan jasa hasil
produksi tersebut sampai di tangan konsumen untuk di konsumsi. Proses
terjadinya kesepakatan jual beli antara pembeli dan penjual atas suatu barang atau
jasa terjadi di dalam pasar.
Distribusi suatu komoditas menghadapi sebuah struktur pasar dalam
kegiatannya tergantung dari komoditasnya.Struktur pasar tersebut dipengaruhi
oleh banyak penjual atau pembeli atas komoditas tersebut di dalam pasar serta
kebijakan-kebijakan terkait atas komoditas tersebut.Komoditas hortikultura
sebagai salah satu produk pangan dihadapi oleh suatu fenomena di dalam struktur
pasarnya, yaitu fenomena oligopsoni. Fenomena struktur pasar monopsoni dan

8
oligopsoni pada komoditas hortikultura ini pada akhirnya dapat menyebabkan
inefisiensi pada proses distribusinya.
Ekonomi Politik
Sebelum menjelaskan mengenai ekonomi politik, ada baiknya pendefinisian
mengenai ilmu ekonomi dan ilmu politik dimengerti terlebih dahulu.Ilmu
ekonomi dalam pendefinisiannya memiliki tiga konsep, yaitu economically atau
ekonomi kalkulasi, provisioning atau kegiatan untuk mendapatkan kebutuhan atau
keinginan, dan ekonomi yang merupakan institusi-institusi pasar. Sedangkan Ilmu
politik didefinisikan dengan tiga konsep juga, yaitu politik sebagai pemerintahan,
politik sebagai publik, dan politik sebagai alokasi nilai oleh pihak yang
berwenang.
Ekonomi kalkulasi atau economically merupakan suatu pendekatan konsep
ekonomi dimana ekonomi diartikan sebagai tindakan manusia dalam mencapai
tujuan tertentu yang dibatasi oleh hambatan-hambatan. Pendekatan ini
mengutamakan efisiensi sebagai pokok pemikiran, dimana dalam mencapai tujuan
setiap manusia dihadapi oleh keterbatasan sumber daya, keterbatasan ini
mendorong manusia untuk melakukan pilihan yang paling baik untuk mencapai
kepuasan maksimal.10
Konsep berikutnya adalah Provisioning atau pemenuhan kebutuhan
merupakan suatu konsep dimana ekonomi merupakan suatu kegiatan produksi
yang bertujuan untuk penyediaan kebutuhan-kebutuhan manusia. Perbedaan
mendasar dari konsep ekonomi kalkulasi adalah pada ekonomi perhitungan secara
rasional untuk mencapai tingkat efisiensi dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu
tidak menjadi hal yang dipertimbangkan pada konsep pemenuhan kebutuhan ini.
Kebutuhan untuk mempertahankan hidup menjadi hal utama yang mendorong
manusia dalam melakukan produksi guna melakukan pemenuhan kebutuhan.11
Terakhir adalah konsep ekonomi institusi yaitu sebuah konsep yang
mengartikan bahwa ekonomi merupakan suatu institusi yang memiliki sifat dan
sejarah khusus, yang pada akhirnya mempengaruhi tiap pelaku ekonomi dalam
melakukan tindakan. Ekonomi di dalam konsep ini didefinisikan lebih lanjut oleh
Caporasso dan Levin
“sebuah struktur yang bersifat sui generis (“menciptakan diri sendiri”,
yaitu tercipta dengan sendirinya tanpa campur tangan manusia) yang di
dalamnya ada beberapa tuntutan struktural yang akan mendorong individuindividu untuk melakukan tindakan tertentu.”12
Politik sebagai pemerintah adalah konsep bahwa yang dikatakan politik
merupakan semua kegiatan dan proses yang terjadi di dalam institusi, undangundang, kebijakan publik pemerintahan. Konsep berikutnya adalah politik sebagai
publik, maksudnya adalah tindakan-tindakan manusia merupakan suatu hal yang
terkait dengan publik. Publik itu sendiri didefinisikan Caporasso dan Levine
sebagai wilayah atau kegiatan yang melibatkan orang lain..13
10

James A. Caporasso dan David P. Levine.Teori-teori Ekonomi Politik.2008. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar). h 39
11
Ibid. h 44-45
12
Ibid. h 61
13
Ibid. h. 4-10

9
Konsep politik yang terakhir adalah politik sebagai alokasi nilai oleh pihak
yang berwenang. Konsep ini memandang bahwa politik dan ekonomi adalah
sebuah konsep yang sama di dalam pelaksanaan alokasi sumber daya. Di dalam
konsep politik sebelumnya yang dipahami sebagai segala kegiatan dan proses
yang dilakukan pemerintahan berubah menjadi sebuah cara khusus untuk
membuat keputusan dalam memproduksi dan distribusi sumber daya dengan
melibatkan kewenangan sebagai alat politis.14
Konsep-konsep yang menjelaskan mengenai ekonomi diatas kemudian
digunakan dalam melakukan pendekatan atas ekonomi politik. Ekonomi politik
apabila menggunakan konsep ekonomi kalkulasi atau economically akan
didefinisikan sebagai sebuah tindakan politik seseorang merupakan hasil dari
perhitungan efisien dan rasional. Pandangan ekonomi tersebut dalam kaitannya
dengan politik masih memandang bahwa ekonomi merupakan pengatur segala
kegiatan politik.
Hal itu mengartikan bahwa di dalam pendekatan ekonomi tersebut, tidak
mengenal kekuasaan, dimana segala hal yang dilakukan hanya berdasarkan
perhitungan efisien dan rasional sehingga tidak memandang adanya hubunganhubungan akibat lingkup kegiatan yang berada di wilayah atau institusi tertentu
yang dinamakan perekonomian. Perbedaan itu menjadi dasar pada pendefinisian
ekonomi politik dengan ilmu ekonomi. Perbedaan tersebut didasari oleh
pandangan mengenai kekuasaan di dalam setiap individu dalam melakukan
kegiatan ekonomi. Pada pandangan konsep economically kekuasaan di dalam
masyarakat merupakan given atau terberi begitu saja sedangkan pandangan
ekonomi politik mengatakan bahwa kekuasaan dan ekonomi merupakan suatu
bentuk interaksi yang saling mempengaruhi.15
Definisi mengenai ekonomi politik dipaparkan oleh Ahmad Erani Yustika
sebagai:
“interelasi di antara aspek, proses, maupun kelembagaan dengan kegiatan
ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat maupun yang diintroduksi oleh
pemerintah.”
Definisi tersebut mengartikan bahwa kegiatan-kegiatan ekonomi yang
berada di wilayah politik. Dijelaskan lebih lanjut oleh Ahmad Erani Yustika
bahwa ekonomi politik merupakan sebuah pendekatan untuk menganalisis
kegiatan ekonomi dalam melakukan tindakan di ruang-ruang politik.16
Teori pendekatan ekonomi terhadap politik didefinisikan Caporasso dan
Levine sebagai suatu tindakan politis para pelaku ekonomi dalam mematuhi
aturan-aturan yang membatasi serta memberi peluang yang ada dalam kegiatan
ekonominya.Dalam menjalankan tindakannya tersebut, para pelaku ekonomi
dilandasi oleh konsep rasionalitas dan efisiensi. Konsep rasionalitas diartikan
dalam pengambilan keputusan dalam kegiatan ekonominya, para pelaku ekonomi
menyusun pilihan-pilihan yang ada sesuai tujuan dan keyakinan yang dimiliki
dengan mempertimbangkan batasan-batasan yang menghalangi tindakannya.

14

Ibid. h. 60-61
Ahmad Erani Yustika, Ekonomi Kelembagaan Definisi, Teori, & Strategi. (Malang: Alfabeta) 2006,
h 131
16
Ibid, h 134-135

15

10
Sedangkan konsep efisiensi adalah cara pelaku ekonomi dalam menghadapi
kelangkaan sumber daya untuk mendapatkan output sebaik mungkin.17
Dalam penerapannya teori pendekatan ekonomi terhadap politik dapat
berupa analisis ekonomi terhadap institusi. Institusi itu sendiri adalah
“pengaturan antara unit-unit ekonomi yang mendefinisikan dan
menspesifikasikan cara-cara yang digunakan unit-unit ini untuk bekerja sama
dan bersaing satu sama lain”.18
Sedangkan analisis ekonomi terhadap institusi merupakan suatu analisis
mengenai aturan-aturan atau prosedur yang ada mengenai proses produksi atau
pertukaran yang terjadi di suatu institusi serta analisis mengenai cara yang
digunakan institusi dalam menghambat atau memfasilitasi pemenuhan kebutuhan
pribadi para pelaku ekonomi.19
Dalam analisis ekonomi terhadap institusi, pasar merupakan suatu bentuk
institusi yang memiliki peluang serta batasan yang wajib dipatuhi. 20 Oligopsoni
merupakan suatu bentuk fenomena ekonomi politik, dimana struktur pasar
terkonsentrasi sedemikian rupa sehingga terciptanya perusahaan-perusahaan
dominan. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa ekonomi politik merupakan suatu
bentuk interaksi diantara kekuasaan dan politik. Terkait dengan oligopsoni,
Penson, Capps, dan Rosson menjelaskan bahwa munculnya perusahaanperusahaan dominan didasari oleh kepentingan untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya yang dilakukan melalui jalan mempengaruhi harga pasar.21
Kemampuan mempengaruhi harga pasar dapat dilakukan oleh perusahaanperusahaan dominan akibat adanya kekuasaan atas penjual-penjual sumber daya
yang bertransaksi dengan perusahaan-perusahaan tersebut akibat kurangnya
persaingan di tingkat pembeli serta adanya integrasi dalam bentuk kemitraan atau
kerjasama yang melibatkan perusahaan-perusahaan tersebut dengan penjual atau
penghasil sumberdaya. 22 Struktur pasar oligopsoni pada akhirnya akan
menyebabkan inefisiensi pemasaran akibat adanya perbedaan harga yang terlibat
dalam proses penyampaian sumberdaya dari produsen hingga ke konsumen.
Konsep Pasar
Pasar merupakan tempat bertemunya penjual barang atau jasa hasil produksi
dengan pembeli yang merupakan konsumen yang mengkonsumsi barang atau jasa
hasil proses produksinya tersebut. Proses bertemunya penjual dan pembeli
tersebut pada akhirnya terjadi kegiatan transaksi dimana kegiatan transaksi
17

James A. Caporasso dan David P. Levine, op.cit, h 304-318
Ibid, 361 definisi mengenai institusi merupakan pemikiran dari North dan Thomas tahun 1973.
Dilanjutkan lebih lanjut oleh North pada tahun 1984 institusi terdiri dari beberapa batasan
terhadap perilaku dalam bentuk aturan dan regulasi, beberapa prosedur untuk mendeteksi
penyimpangan dari aturan dan regulasi, dan yang terakhir, beberapa norma moral dan behavioral
yang mendefinisikan aturan dan regulasi dan membatasi cara pelaksanaan penegakan aturan dan
regulasi itu
19
Ibid, h 360-362
20
Ibid, h 363
21
John. P Penson, Jr. Oral Capps, Jr, C. Parr Rosson III, Richard T. Woodward. Introduction to
Agricultural Economies, 2010. (London, Pearson) h 161
22
Spencer Henson dan John Cranfield, Building the Political Case for Agribusiness in Developing
Country. (Cambridge, FAO and Unindo) 2009 h 29
18

11
tersebut merupakan tahap awal pembentukan harga dari barang atau jasa yang
diperjualbelikan tersebut.
Menurut peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53
tahun 2008 tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat
perbelanjaan dan toko modern, pasar didefinisikan sebagai,
Area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik
yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall,
plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lain.
Dalam pemaparan di peraturan tersebut ada pengelompokan dari bentuk
pasar itu sendiri. Pasar dibagi menjadi dua macam, yaitu pasar tradisional serta
pasar modern. Pasar tradisional didefinisikan di dalam Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan
Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern sebagai,
Pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk
kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan
tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya
masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan
proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.
Keberadaan pasar tradisional saat ini membutuhkan bantuan dari pemerintah.
Hal ini disebabkan pasar tradisional sebagai usaha kecil dan menengah sudah
semakin tersingkirkan oleh keberadaan retail atau pasar modern. Pasar modern
dengan skala usaha yang lebih besar dengan pilihan produk menyebabkan pasar
tradisional kalah bersaing. Retail atau pasar modern itu sendiri didefinisikan di
dalam Perpres no. 112 tahun 2007 sebagai toko modern, yaitu toko dengan sistem
pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk
Minimarket, Supermarket, Departement Store, Hypermarket ataupun grosir yang
berbentuk Perkulakan.23
Struktur Pasar
Stuktur pasar merupakan hal-hal yang terdapat di dalam pasar yang dapat
mempengaruhi persaingan antara pelaku ekonomi yang terlibat di dalamnya.
Struktur pasar menjadi penting karena mempengaruhi kinerja suatu industri, baik
dalam produksi dan distribusi, tetapi lebih lanjut lagi dapat mempengaruhi
kesejahteraan pelaku industri tersebut secara keseluruhan. Unsur-unsur dari
stuktur pasar itu sendiri didefinisikan oleh Jaya sebagai berikut:
Unsur – unsur struktur pasar meliputi: konsentrasi diferensiasi produk,
hambatan masuk ke dalam pasar, struktur biaya, dan tingkat pengaturan
pemerintah.24
Tipe struktur pasar itu sendiri dalam pelaksaanaanya baik dalam sudut
pandang pembeli ataupun penjual bisa dikatakan menyerupai, persamaan yang
paling mendasar terletak pada konsentrasi atau bentuk dari struktur pasar yang
dinilai berdasarkan banyaknya pembeli atau penjual yang terlibat di dalam pasar,
banyaknya pembeli dan/atau pangsa pasar yang dimiliki oleh perusahaan23

Peraturan Presiden nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,
Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
24
Wihana Kirana Jaya.ekonomi industri.(yogyakarta: PAU-Ekonomi UGM, 1997). h 4

12
perusahaan yang ada di dalam pasar tersebut. Pada posisi penjual, struktur pasar
dapat berupa monopoli (satu penjual), oligopoli (beberapa penjual), ataupun pasar
persaingan sempurna (banyak penjual), sedangkan untuk pembeli, struktur pasar
dapat berupa monopsoni (satu pembeli), oligopsoni (beberapa pembeli), ataupun
persaingan sempurna (banyak pembeli).25
Oligopsoni
Oligopsoni didefinisikan oleh Penson sebagai sebuah pasar dimana tersusun
oleh relatif sedikit perusahaan yang membeli sumberdaya yang pada akhirnya
dapat mempengaruhi harga pasar untuk sumber daya yang digunakan dalam
produksi. 26 Oligopsoni merupakan suatu tindakan dari perusahaan-perusahaan
yang dominan di dalam pasar untuk menghadapi strategi yang dijalankan
pesaingnya yang dalam pelaksanaanya memiliki dua macam tindakan yang
dilakukan oleh pelaksanannya yaitu:
1. Persaingan,
Perusahaan dalam kegiatannya akan mencari cara untuk mengalahkan
pesaingnya untuk meraih keuntungan yang maksimum, dan proses ini akan terus
menerus terjadi dengan setiap perusahaan menggunakan strategi masing-masing
untuk menjatuhkan pesaingnya
2. Kesepakatan,
Perusahaan terdorong melakukan kerjasama dilandaskan oleh kebutuhan
untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Dengan melakukan kerjasama
perusahaan akan dapat memaksimumkan keuntungan yang pada akhirnya akan
melampaui keuntungan perusahaan-perusahaan tersebut tidak bekerja sama.
Akan tetapi, apabila di dalam suatu kesepakatan diantara perusahaanperusahaan oligopsoni ini dapat terjadi dua kemungkinan, yaitu perusahaanperusahaan tersebut tetap bersaing secara diam-diam dengan berlomba-lomba
penetapan harga yang lebih tinggi agar produsen lebih memilih untuk menjual
produknya ke perusahaan tersebut atau berkerjasama dengan baik dan bergabung
serta bertindak seperti perusahaan monopsoni dengan menguasai teknologi yang
sedikit serta menetapkan harga beli produk yang rendah. Bentuk kemungkinan
yang terakhir merupakan suatu bentuk kolusi.Kolusi merupakan suatu bentuk
kerjasama illegal dimana adanya kesepakatan diantara perusahaan-perusahaan
oligopsoni dalam penentuan harga serta pembagian wilayah pangsa pasar masingmasing perusahaan yang pada akhirnya untuk meningkatkan keuntungan.27
Dalam permasalahan struktur pasar ini pemerintah memiliki hak untuk
melakukan intervensi.Intervensi pemerintah yang dapat dilakukan tersebut dapat
dalam bentuk regulasi.Intervensi pemerintah dalam hal regulasi sebagai
pengaturan terhadap pasar dan proses distribusi diperlukan karena adanya
kemungkinan adanya ketidakadilan yang terjadi pada kegiatan ekonomi yang
terjadi pada suatu komoditas. Struktur pasar merupakan refleksi dari kondisi serta
perilaku pasar yang dihadapi petani.Dalam hal ini perlunya peraturan dalam
stuktur pasar karena pada akhirnya sturktur pasar dapat mempengaruhi masalah
penentuan harga yang dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat.
25

Ibid, h 6-8
John. P Penson, Jr. Oral Capps, Jr, C. Parr Rosson III, Richard T. Woodward, op.cit, h 161
27
Wihana Kirana Jaya, op.cit, h 58-59

26

13
Regulasi pada pemasaran dibutuhkan guna mencegah terjadinya praktik
perdagangan illegal serta menjaga keadilan di dalam proses pemasaran sehingga
terciptanya kesejahteraan masyarakat. Dalam regulasi pada pemasaran, terdapat 5
(lima) tujuan utama yang ingin dicapai, yaitu:28
a) Melindungi petani atau konsumen dari kegiatan perdagangan yang
bersifat merugikan.
b) Menstabilisasi atau meningkatkan harga pada tingkat petani. Petani
sebagai produsen seringkali mengalami harga yang rendah dibandingkan
harga jual setelah proses distribusi yang pada akhirnya mempengaruhi
kesejahteraan petani.
c) Mengurangi marjin keuntungan yang terjadi
d) Meningkatkan kualitas dan standar dari hasil produksi pertanian
e) Meningkatkan ketahanan pangan
Pemerintah dalam intervensi terhadap distribusi komoditas pertanian ini
dapat menggunakan beberapa instumen.Instrumen ini berguna dalam
pengaplikasian dari regulasi yang telah dibuat. Instrument tersebut antara lain
adalah:29
a) Pemberian kebijakan monopoli
Instrument yang digunakan disini adalah pemberian hak monopoli dari
pemerintah kepada perusahaan-perusahaan milik pemerintah dalam hal
distribusi, pengolahan, dan penjualan dari produsen ke konsumen atas
suatu komoditi.Hal ini yang dapat diimplikasikan adalah meregulasi
harga ekspor terhadap sistem distribusi.
b) Kebijakan harga selain monopoli
Instrument dimana ada beberapa lembaga yang terlibat di dalam saluran
distribusi guna penentuan harga atas dan bawah atas suatu komoditas
pangan utama.
c) Koperasi petani
Instrumen ini berbeda dengan instrument yang lain dimana intervensi
pemerintah berkurang dalam sistem distribusi. Instrument ini dapat
digunakan dengan cara pengambilalihan pengumpul di tingkat daerah
dalam bentuk koperasi.
d) Lisensi perdagangan
Instrument ini dilakukan dengan cara pemberian lisensi kepada pedagang
yang dapat terlibat dalam suatu sistem distribusi suatu komoditas. Pada
akhirnya pemberian lisensi ini akan menyebabkan pemerintah
mendapatkan pendapatan dari lisensi yang akan diberikan kepada
distributor kecil.
e) Instrumen untuk meningkatkan pasar
Pemerintah mengambil keputusan serta menciptakan regulasi dalam
pelaksanaan distribusi komoditas dengan membangun infrastruktur yang
diperlukan dalam penyaluran komoditas tersebut.
f) Instrumen untuk meningkatkan struktur pasar

28

Frank Ellis, op.cit, h 100-101
Ibid. h 101-104

29

14
Pemerintah menggunakan kebijakan guna meningkatkan struktur pasar
dalam distribusi komoditas tertentu seperti pemberian kebijakan terhadap
hambatan perdagangan.
Distribusi Pertanian
Dalam kegiatannya pertanian membutuhkan proses pemasaran hasil-hasil
produksinya agar produk pertanian tersebut dapat sampai dan dinikmati oleh
konsumen. Pemasaran itu sendiri merupakan semua kegiatan yang mengarahkan
aliran barang-barang dari produsen kepada konsumen meliputi kegiatan operasi
dan transaksi yang terlibat dalam pergerakan, penyimpanan, proses, dan distribusi
barang. Sistem pemasaran terdiri atas perubahan komoditas dalam dimensi waktu,
tempat, dan bentuk.30
Perubahan komoditas ini sendiri pada dasarnya merupakan suatu kegiatan
dimana konsumen dapat mengkonsumsi produk tersebut. Distribusi atau
pemasaran merupakan suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pada akhirnya
konsumen dapat membeli produk saat waktu yang berbeda dari waktu produksi
produk tersebut, dapat membeli pada tempat yang berbeda dari tempat produksi
berlangsung, serta dapat mengkonsumsi produk tersebut dalam bentuk yang
berbeda hasil dari proses pengolahan.
Tujuan saluran distribusi adalah untuk mencapai pasar-pasar tertentu.
Alternatif saluran pemasaran yang digunakan dalam memasarkan produk kepada
konsumen yaitu didasarkan kepada jenis barang dan segmen pasarnya,yaitu:
saluran distribusi barang konsumsi yang ditujukan untuk segmen pasar konsumen
dan saluran distribusi barang industrii, ditujukan untuk segmen pasar industri
Dalam pemasaran hasil produksi dibutuhkan lembaga pemasaran serta
saluran pemasaran. Lembaga pemasaran merupakan perantara produsen dengan
konsumen dalam pendistribusian barang dan jasa.Lembaga pemasaran merupakan
suatu badan atau orang yang terlibat dalam penyaluran barang dan jasa atau
kehadirannya untuk menggerakkan barang dan jasa dari titik produsen ke titik
konsumen melalui berbagai kegiatan atau aktivitas.31
Untuk sektor pertanianpola penyaluran pemasaran produknya adalah
sebagai berikut32

30

Frank Ellis, agricultural policies in developing countries, (Cambridge University Press, 1996), h 96
Shanty Rosdiana Batubara, Analisis Pemasaran Sayuran Organik di PT Agro Lestari Ciawi Bogor
Jawa Barat. [skripsi]. Institut Pertanian Bogor,2009, hal 37. Pemaparan gambaran umum pola
penyaluran pemasaran produk pertanian di Indonesia berasal dari tulisan Limbong dan Sitorus
pada 1987
32
Ibid, hal 38.Pemaparan gambaran umum pola penyaluran pemasaran produk pertanian di
Indonesia berasal dari tulisan Limbong dan Sitorus pada 1987
31

15
Gambar 1 Tata Niaga Bisnis Buah dan Sayur Penyaluran Tidak Langsung
Produsen

Pengumpul

Konsumen

Pedagang
besar

Pedagang
pengecer

Sumber: Tim Penulis PS, Agribisnis Tanaman Buah dan Sayur. (Depok: Penebar Swadaya) h. 59
dan 60

Secara umum tahapan utama dalam proses distribusi melalui saluran
distribusi dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu pengepul yang
berada di wilayah tempat produksi dilakukan, tempat pengolahan dimana hasil
produksi mengalami perlakuan sedimikian rupa guna menjalani proses distribusi,
pusat grosir, serta pasar tempat komoditas langsung disalurkan kepada konsumen
untuk dikonsumsi.
Gambar 2 Tata Niaga Bisnis Buah dan Sayur Penyaluran Langsung
Produsen

Pengumpul

Sumber: Tim Penulis PS, Agribisnis Tanaman Buah dan Sayur. (Depok: Penebar Swadaya) h. 59
dan 60

Efisiensi Pemasaran
Permasalahan utama yang terjadi di Indonesia saat ini adalah rendahnya
efisiensi pemasaran. Pendapatan yang diterima oleh petani sebagai produsen tidak
seb