Penggunaan model ARIMA dalam peramalan suhu udara di sekitar Palangkaraya

ABSTRACT
AHMAD LUKY RAMDANI. ARIMA Model for Air Temperature Forecast around Palangkaraya.
Supervised by HARI AGUNG ADRIANTO and ERIANTO INDRA PUTRA
Recent forest and land wildfires in Indonesia not only result in ecosystem loss but also economic
loss and health and pollution effect. The other hand, fire weather is believed to be an important
aspects for fire occurrences. Fire weather directly affects fuel temperature, accelerating its easiness to
burn. Thus, it is important to clarify the effects of air temperature to forest fire incidence. A statistical
analysis and forecasting for air temperature is needed to predict the air temperature condition in the
future.
Thisstudyused AutoregressiveIntegratedMovingAverage(ARIMA) model for air temperature
forecasting in Palangkaraya, Central Kalimantan. Palangkaraya has become the fire dense areas due to
several high fire occurrences in recent years. The result showedthat theAR(5) model could be usedfor
daily airtemperaturemodeling foreight forecasting days with aMAPEvalue of3.11%. ARIMA(0,1,1)
could be usedfor weekly airtemperatureforecastingwith aMAPEvalue of2.1%. Therefore these models
could be used for air temperatureforecasting, althoughthey produced relativelyconstantvalueof
temperature forecastingon27oCand28oC. For the monthly temperature, model MA (1) could be used
with a MAPE value of 2.08%. Forecasting for the next 6 months also tend to resulta constant
temperature at 26.8 oC, but MA (1) has lowest MAPE value, indicating that MA(1) is the best model
for predicting the air temperature of Palangkaraya in the future.
Keywords: ARIMA, forest fires, airtemperature, time series, fuel.


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki
kekayaan alam yang beraneka ragam.
Keanekaragaman kekayaan alam ini hampir
sebagian besar dapat dijumpai di kawasan
hutan. Selain itu, hutan juga merupakan paruparu bumi tempat berbagai satwa hidup, pohonpohon, hasil tambang dan berbagai sumberdaya
lainnyayang tak ternilai harganya bagi manusia.
Hutan menurut Rahmawaty (2004) memiliki
beberapa manfaat di antaranya, adalah sebagai
produksi, sebagai hidrologi, sebagai ilmu
pengetahuan, sebagai wisata dan budaya serta
pertahanan
keamanan
suatu
negara.
Pemanfaatan hutan ini ditujukan antara lain
untuk peningkatan devisa negara dan
meningkatkan
kesejahteraan

masyarakat.
Melihat pentingnya manfaat dan peranan hutan
tersebut maka diperlukan usaha perlindungan
agar hutan tetap terjaga kelestariannya.
Dalam mengelola hutan, pihak pengelola
tidak akan lepas dari masalah gangguan
keamanan pada hutan. Pada hutan tanaman
industri, selain gangguan hama penyakit dan
pencurian, kebakaran hutan merupakan masalah
yang dapat mengakibatkan kerugian baik secara
ekonomi, sosial dan ekologi. Kebakaran hutan
yantg terjadai dalam waktu singkat dapat
mengakibatkan kerugian yang lebih besar
dibandingkan dengan faktor perusak hutan yang
lain. Dengan demikian kebakaran hutan
merupakan ancaman bagi kelestarian hutan.
Kejadian kebakaran hutan di indonesia
menurut data kementerian kehutanan dimulai
pada tahun 1984. Luas kebakaran hutan dengan
area lebih dari 1.000 km2 terjadi pada tahun

1991,1994, dan 1997. Kebakaran hutan pada
tahun 1997 merupakan kebakaran hutan yang
sangathebat, maka pemerintah Indonesia
menyatakan sebagai bencana nasional. Luas
lahan pada kebakaran tersebut mencapai luasan
9,7 juta Ha lahan dengan luasan area terbakar
tersebar di beberapa pulau yaitu 1,7 juta Ha di
Sumatera, 6,5 juta Ha di Kalimantan, 0,1 juta
Ha di Jawa, 0,4 juta Ha di Sulawesi dan1 juta
Ha di Irian Jaya. Dengan demikian dalam hal ini
Kalimantan menjadi wilayah yang mengalami
kebakaran terluas.
Menurut WWF bahwa kebakaran hutan
yang terjadi di Kalimantan Tengah tepatnya di
Palangkaraya, merupakan kejadian yang rutin
terjadi setiap tahun. Dengan demikian
pencegahan kejadian kebakaran hutan di

Palangkaraya merupakan salah hal yang harus
diperhatikan dengan serius.

Selama ini dalam proses pencegahan dan
peramalan kejadian hutan terdapat beberapa
variabel digunakan,di antaranya adalah curah
hujan, suhu udara, kelembaban udara, intensitas
cahaya matahari, dan kecepatan angin.
Variabel-variabel tersebut dinamakan cuaca
kebakaran hutan, karena berpengaruh pada
proses terjadinya kebakaran. Cuaca kebakaran
diperoleh dari stasiun klimatologi hasil
observasi lapangan yang diambil secara
berurutan berdasarkan interval hari. Salah satu
metode analisis statistik yang dapat dilakukan
menggunakan variabel-variabel tersebut adalah
analisis deret waktu. Adapun prosedur yang
sering
digunakan
ialahpemodelanAutoregressive
Integrated
Moving Average(ARIMA).
Thoha (2010) menyatakan bahwacuaca

kebakaran
hutan
secara
langsung
mempengaruhi terjadinya kebakaran hutan dan
faktor lain sepertijangka musim yang lama
berpengaruh pada pengeringan bahan bakar,
Dengan demikian secaratidak langsung dalam
jangka pendek maupun jangka panjang akan
mempengaruhi terjadinya kebakaran hutan.
Di sisi lain, suhu yang merupakan bagian
dari cuaca kebakaran hutan menurut Young dan
Giesse dalam Thoha (2010), merupakan faktor
cuaca penting yang dapat menyebabkan
terjadinya kebakaran hutan dan suhu udara juga
secara konstan merupakan faktor yang
berpengaruhpada suhu bahan bakar dan
kemudahan bahan bakar untuk terbakar. Melihat
hal tersebut maka diperlukan suatu analisi
statistik melalui peramalan suhu udaradengan

menggunakan ARIMA untuk memprediksi
keadaan suhu udara di masa mendatang. Hasil
prediksi suhu udara tersebut diharapkan dapat
digunakan sebagai salah satu parameter dalam
prediksi kejadian kebakaran hutan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menentukan
model ARIMA yang sesuai untuk peramalan
suhu udara di wilayah Palangkaraya,
Kalimantan
Tengah.
Wilayah
sekitar
Palangkaraya merupakan wilayah yang sering
mengalami kebakaran hutan yang besar.
Ruang Lingkup
Penelitian dibuat dengan batasan sebagai
berikut:
1. Implementasi dalam mengolah data deret
waktu mengunakan aplikasi R.


1

2. Menggunakan data suhu udara dari tahun
2000 sampai 2004.
3. Peramalan data deret waktu dengan
menggunakan model ARIMA univariate,
yaitu hanya menggunakan satu variabel.
4. Penelitian ini khusus dilakukan untuk
wilayah sekitar Palangkaraya, Kalimantan
Tengah.
5. Penelitian
ini
merupakan
peneltian
pendahuluan untuk menentukan model
ARIMA yang tepat bagi peramalan suhu
udara. Karenanya penelitian ini tidak
mencakup hubungan antara suhu udara
dengan kebakaran hutan.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan
informasi bagi instansi terkait dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan kebakaran
hutan di indonesia.

2. Pola seasonal terjadi apabila data
mengalamai peningkatan dan penurunan
secara teratur pada periode tertentu. Untuk
lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pola SeasonalPada Data Deret
Waktu (Cryer dan Chan 2008).
3. Pola trend terjadi bilamana terdapat
kenaikan atau penurunan data terus menerus
dalam jangka panjang. Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada Gambar 3.

TINJAUAN PUSTAKA
Suhu Udara

Handoko (1993) menyatakan bahwa, suhu
udara rata-rata harian di daerah tropika
termasuk Indonesia relatif konstan sepanjang
tahun. Sedangkan suhu udara akan berfluktuasi
dengan nyata selama setiap periode 24 jam.
Fluktuasi ini berkaitan erat dengan proses
pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer

Gambar 3 Pola TrendPada Data Deret
Waktu (Cryer dan Chan 2008).
4. Pola cyclical apabila data menunjukan
kenaikan dan penurunan tidak pada periode
yang tetap / acak. Untuk lebih jelas dapat
dilihat pada Gambar 4.

Eksplorasi Deret Waktu
Data deret waktu merupakan data hasil
pengamatan pada sebuah variabel (univariate)
yang terjadi dalam kurun waktu (Pankratz
1983). Dengan demikian hal yang perlu

diperhatikan dalam mengeksplorasi data deret
waktu adalah melihat pola data dengan cara
memplotkan data tersebut dengan waktu.
Menurut Ramasubramanian (2007), pola data
deret waktu dapat dibedakan menjadi empat
yaitu :
1. Pola stasioner terjadi bilanilai data
berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang
tetap.Untuk lebih jelas dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 4 Pola CyclicalPada Data
DeretWaktu(Cryer dan Chan
2008).
Model Deret Waktu dan Kestasioneran
Deret waktuadalah suatu gugus tatanan
nilai-nilai hasil pengamatan yang bersifat
kuantitatif pada suatu
individu atau
variabelyang diamati pada titik-titik waktu

berbeda (Douglas et al. 2008). Biasanya jarak
titik-titik waktu tersebut dibuat sama.
Model deret waktu secara umum terdiri dari
model rataan bergerak (moving average), model
regresi diri (autoregressive) dan proses
gabungan keduanya (autoregressive - moving
average).

Gambar 1 Pola Stasioner Pada Data Deret
Waktu (Cryer dan Chan 2008).

Model regresi diriadalahsuatu bentuk regresi
tetapi bukan yang menghubungkan variabel tak

2

2. Menggunakan data suhu udara dari tahun
2000 sampai 2004.
3. Peramalan data deret waktu dengan
menggunakan model ARIMA univariate,
yaitu hanya menggunakan satu variabel.
4. Penelitian ini khusus dilakukan untuk
wilayah sekitar Palangkaraya, Kalimantan
Tengah.
5. Penelitian
ini
merupakan
peneltian
pendahuluan untuk menentukan model
ARIMA yang tepat bagi peramalan suhu
udara. Karenanya penelitian ini tidak
mencakup hubungan antara suhu udara
dengan kebakaran hutan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan
informasi bagi instansi terkait dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan kebakaran
hutan di indonesia.

2. Pola seasonal terjadi apabila data
mengalamai peningkatan dan penurunan
secara teratur pada periode tertentu. Untuk
lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pola SeasonalPada Data Deret
Waktu (Cryer dan Chan 2008).
3. Pola trend terjadi bilamana terdapat
kenaikan atau penurunan data terus menerus
dalam jangka panjang. Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada Gambar 3.

TINJAUAN PUSTAKA
Suhu Udara
Handoko (1993) menyatakan bahwa, suhu
udara rata-rata harian di daerah tropika
termasuk Indonesia relatif konstan sepanjang
tahun. Sedangkan suhu udara akan berfluktuasi
dengan nyata selama setiap periode 24 jam.
Fluktuasi ini berkaitan erat dengan proses
pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer

Gambar 3 Pola TrendPada Data Deret
Waktu (Cryer dan Chan 2008).
4. Pola cyclical apabila data menunjukan
kenaikan dan penurunan tidak pada periode
yang tetap / acak. Untuk lebih jelas dapat
dilihat pada Gambar 4.

Eksplorasi Deret Waktu
Data deret waktu merupakan data hasil
pengamatan pada sebuah variabel (univariate)
yang terjadi dalam kurun waktu (Pankratz
1983). Dengan demikian hal yang perlu
diperhatikan dalam mengeksplorasi data deret
waktu adalah melihat pola data dengan cara
memplotkan data tersebut dengan waktu.
Menurut Ramasubramanian (2007), pola data
deret waktu dapat dibedakan menjadi empat
yaitu :
1. Pola stasioner terjadi bilanilai data
berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang
tetap.Untuk lebih jelas dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 4 Pola CyclicalPada Data
DeretWaktu(Cryer dan Chan
2008).
Model Deret Waktu dan Kestasioneran
Deret waktuadalah suatu gugus tatanan
nilai-nilai hasil pengamatan yang bersifat
kuantitatif pada suatu
individu atau
variabelyang diamati pada titik-titik waktu
berbeda (Douglas et al. 2008). Biasanya jarak
titik-titik waktu tersebut dibuat sama.
Model deret waktu secara umum terdiri dari
model rataan bergerak (moving average), model
regresi diri (autoregressive) dan proses
gabungan keduanya (autoregressive - moving
average).

Gambar 1 Pola Stasioner Pada Data Deret
Waktu (Cryer dan Chan 2008).

Model regresi diriadalahsuatu bentuk regresi
tetapi bukan yang menghubungkan variabel tak

2

bebas dengan variabel bebas,melainkan
menghubungkan nilai-nilai sebelumnya diri
sendiri pada timelag (selang waktu) yang
bermacam-macam. Menurut Shumway dan
Stoffer (2011), modelregresi diri berordo p atau
AR (p) secara umum mempunyai bentuk
sebagai berikut :
yt =θ1yt-1 + θ2yt-2 +…. θpyt-p+ et
Keterangan :
yt
yt-1...yt-p
θ1 …. θp
et

= Deret waktu stasioner.
= Nilai masa lalu.
= Parameter dari model regresi
diri dengan θp ≠ 0.
= Residual pada waktut dengan
rata-rata nol dan varian � 2 .

dengan rata-rata {yt} adalah nol dan θp≠ 0. Jika
rata-rata {yt} dan intercept (µ)tidak sama
dengan nol, maka model regresi diri menjadi
yt =α + θ1yt-1 + θ2yt-2 +…. θpyt-p+ et
dengan α = µ(1 - θ1– θ2 ....... θp).
Model rataan bergerak merupakan salah satu
metode analisis teknikal sederhana. Dilakukan
dengan cara mencari rata-rata bergerak dari
suatu variabel selama beberapa periode yang
dipengaruhi oleh unsur kesalahan pada saat ini
dan masa lalu. Secara umum model rataan
bergerak berordoq atau MA(q) mempunyai
bentuk sebagai berikut :
yt = et-Ø1et-1-Ø2et-2-…. Øqet-q
Keterangan :
yt
=
et
=
Ø1...Øq
=

et-1.....et-q

=

Deret waktu stasioner.
Residual pada waktu t.
Koefisien
model
rataan
bergerak. Nilai koefisien dapat
memiliki tanda negatif atau
positif,
tergantung
hasil
estimasi dan Øq≠ 0.
Residual yangdigunakan oleh
model,yaitu
sebanyak
q
menentukan
tingkatmodelini
rata-rata nol dan varian� 2 .

Selain model regresi diri dan rataan
bergerak, model deret waktujuga dapat
dijelaskan oleh model regresi diri dan rataan
bergerak secara bersamaan. Model yang
memuat kedua proses tersebutadalah model
ARMA (Autoregressive Moving Average).
Bentuk umum model ini adalah
yt =θ1yt-1 + θ2yt-2 +....θpyt-p + et - Ø1et-1 - Ø2et-2
- .... Øpet-p

dengan θp≠ 0, Øp≠ 0 dan� 2 > 0. Parameter p dan
q merupakan ordo dari fungsi regresi diri dan
rataan bergerak. Jika rata-rata {yt} tidak sama
dengan nol, maka model regresi diri menjadi
yt = α + θ1yt-1 + θ2yt-2 +…. θpyt-p + et - Ø1et-1 Ø2et-2 -…. Øpet-p
dengan α = µ(1 - θ1– θ2 ....... θp).
Pada pemodelan deret waktu diperlukan
pemenuhan asumsi tentang kestasioneran data.
Menurut Shumway dan Stoffer (2011), deret
waktu dikatakan stasioner kuat jika fungsi
sebaran bersama dari yt1,.....,ytn sama dengan
fungsi sebaran bersama dari yt1+ m ,....., ytn +m.
Dengan demikian
P

≥�

= P{

+

≥� }

untuk n = 1, 2, 3,… n, tnyang menyatakan index
waktu dan m adalah lag antar waktu yang dapat
bernilai 0,±1,±2,±3, ....
Di sisi lain deret waktu dikatakan stasioner
lemah, jika nilai tengah deret waktu konstan
sepanjang waktu(µ = µ) dan nilai fungsi
autocovarian konstan (γt,t+m = γ0, k) untuk semua
waktu t dan lag-m. Pada kenyataannya definisi
kestasioneran yang sering digunakan adalah
setasioner lemah. Dengan demikian, data deret
waktu dikatakan stasioner jika prilaku data
tersebut berfluktuasi di sekitar nilai tengah dan
ragam yang relatif konstan sepanjang periode
waktu.
Pada pemeriksaan kestasioneran deret waktu
dapat dilakukan dengan pendekatan informal
dan formal. Pendekatan informal dapat
dilakukan dengan eksplorasi plot deret waktu
dan pendekatan formal dapat dilakukandengan
mengunakan uji akar unit. Salah satu uji akar
unit untuk kestasioneran dalam nilai tengah
adalah uji Augmented Dickey-Fuller (ADF)
(Cryer & Chan 2008) dan uji untuk
kestasioneran dalam ragam adalah uji Bartett
dan Levene(Irianto 2004).
Uji ADF pertama kali diperkenalkan oleh
David Dickey dan Wayne Fuller. Model
sederhana yang digunakan pada uji ADF
adalah:
ΔYt = �1 + �� −1 +

dengan � = ρ-1. Hipotesis yang diuji dari
persamaan ini ialah:
H0 : � = 1 (Yt tidak stasioner)
H1: �< 1 (Yt stasioner)
Uji signifikansi untuk hipotesis di atas
menggunakan uji τ (tau), karena α berdistribusi

3

τ. Statistik ujinya adalah sebagai berikut (Harris
& Sollis 2003):
�−1
�=
�(�)

Dickey dan Fuller sudah menyusun tabel untuk
uji ini. Kaidah keputusan yang digunakan ialah
tolak hipotesis null jika τ lebih kecil dari nilai τ
pada ADF dengan taraf nyata tertentu.
Uji Bartett dan Levenedilakukan untuk
mengetahui apakah data percobaan yang
digunakan memenuhi asumsi kestasioneran
dalam ragam. Adapun hipotesis yang diuji pada
uji Bartett dan Levene adalah:
�12

�22

�32

�42

H 0:
=
=
=
= ….� = 0
H1: Paling sedikit ada satu pasang � 2 ≠ � 2′
untuk setiap i ≠ i’, dimana i = 1,2,3,4.....
2

Jika nilai-p yang dihasilkan pada uji Bartett dan
Levene> α, dapat disimpulkan bahwa sisaan
telah memenuhi asumsi kestasioneran dalam
ragam atau terima H0.
Ketika dalam pemeriksaan kestasioneran
deret waktu, diketahui bahwa data tidak
stasioner dalam nilai tengah, maka diperlukan
proses pembedaan (differencing). Pembedaan
menurut
Pankratz(1983)
adalahoperasi
sederhana
yang
melibatkan
perubahan
sukuensialdalam menghitung nilai suatu deret
waktu. Pembedaan dilakukan ketika data tidak
stasioner dalam nilai tengah (nilai tengah
berubah setiap waktu). Persamaan proses
pembedaan (Alan 1983) adalah
wt = yt - yt-1 t=2,3,4,5...
dengan wtmerupakan variabel yang menyatakan
selisih antara pengamatan dalam deret waktu.
Adapun transformsi Box-Cox dilakukan jika
ketidakstasioneran dalam ragam tidak dapat
diselesaikan dengan pembedaan. Transformasi
ini didefinisikan sebagai berikut (Cryer & Chan
2008).
=

=



− 1


�� ≠0
�� =0

Prilaku fungsi korelasi diri (Autocorelation
Function/ACF) juga dapat digunakan sebagai
dasar penentu kestasioneran deret waktu. Deret
waktu yang stasioner dapat dilihat dari pola
fungsi korelasi diri yang menunjukkan
penurunan nilai-nilai korelasi diri yang cepat
mendekati nol. Sebaliknya, deret waktu yang
tidak stasioner, jika penurunan nilai-nilai
korelsai diri yang lambat (Bowerman &
O’connell 1987).

ARIMA
ARIMA (Autoregressive Integrated Moving
Average)
merupakan
model
yang
dikembangkan secara intensif oleh George Box
dan Gwilyn Jenkins yang diterapkan untuk
analisis dan peramalan data kurun waktu (time
series), sehingga model ini sering dikenal
dengan model Box-Jenkins. ARIMA sebenarnya
adalah teknik untuk mencari pola yang paling
cocok dari sekelompok data (curve fitting),
dengan memanfaatkan sepenuhnya data masa
lalu dan sekarang untuk melakukan peramalan
jangka pendek yang akurat (Pankratz 1983).
Model ARIMA merupakan gabungan antara
model regresi diri (autoregressive) dan model
rataan bergerak (moving average) dengan data
yang telah mengalami proses differencing
(pembedaan) sebanyak d kali. Secara umum
model ARIMA (p,d,q)menurutJonathan dan
Kung-Sik (2008) adalah
wt =θ1wt-1 + θ2wt-2 +…. θpwt-p + et - Ø1et-1 Ø2et-2 -…. Øpet-p
dengan wt = yt – yt-1.
Metode Box-Jenkins
Salah satu metode yang bisa digunakan
untuk menduga model ARIMA adalah metode
Box-Jenkins. Selain itu metode ini dapat
digunakan hanya pada data deret waktu yang
stationer (Pankratz 1983). Metode ini terdiri
dari tiga langkah yaitu identifikasi model,
pendugaan parameter, dandiagnostik model
(Pankratz 1983).
Identifikasi model merupakan tahap untuk
menentukan model-model sementara, yaitu
dengan menentukan nilai p, q dan d. Penentuan
niali-nilai tersebut dilakukan dengan mengamati
grafik fungsi ACF (korelogram) dan PACF
(korelogram parsial). Nilai p (ordo proses AR)
dapat ditentukan dengan melihat nilai pada
grafik fungsi PACF dan nilai q (ordo proses
MA) dapat ditentukan dengan melihat nilai pada
grafik fungsi ACF. Adapun cara identifikasi
nilai ordo tersebut secara lengkap dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Tahap kedua adalah pendugaan parameter.
Pendugaan
parameter
bertujuan
untuk
menentukan apakah parameter sudah layak
digunakan dalam model. Pendugaan parameter
dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
metode, yaitu metode momen, kuadrat terkecil
dan
kemungkinan
maksimum
(likelihood).Pendugaan parameter untuk suatu
model dikatakan berpengaruhsignifikan,jika

4

nilai |t-hitung| lebih besar dari t-tabel (t(1-α/2);df =
taraf nyata (level of
significance)
yangdalam
bernilai
0,05
(5%).Freedom of degree(df) adalah tingkat
kepercayaan yang didapatkan dari operasi
pengurangan antara jumlah data dengan jumlah
perkiraan parameter.Persamaan t-hitung(Irianto
2004) adalah

n-np),denganαadalah



=


�(�)

dengan β adalah parameter dugaan, sedangkan
SE(β) adalah standar error dari setiap parameter
dugaan.
Setelah tahap pendugaan parameter,
diagnostik model dilakukan untuk melihat
model yang relevan dengan data. Pada tahap ini
model harus dicek kelayakannya dengan
melihat sifat sisaan dari sisi kenormalan dan
kebebasannya.
Secara umum pengecekan kebebasan sisaan
model dapat dilakukan dengan menggunakan uji
Q
modifikasi
Box-Pierce
(Ljung-Box).
Persamaan uji Q adalah (Jonathan & Kung-Sik
2008)
� ∗ = ( + 2)

=1

�2


dengan rkadalah nilai korelasi diri sisaan pada
lag ke-k, n banyaknya data yang diamati, dan
kadalah lagmaksimum.
Statistik uji Q*Ljung-Box menyebar
mengikuti sebaran γ2(K-p-q),dengan padalah ordo
AR dan qadalah ordo MA. Jika nilai Q* lebih
besar dari nilai γ2(k-p-q), untuk tingkat
kepercayaan tertentu (df = k-p-q) atau nilai
peluang statistik Q* Ljung-Box lebih kecil dari
taraf nyata (α), maka dapat dikatakan bahwa
sisaan tidak saling bebas.
Selain pengecekan kebebasan pada sisaan,
kenormalan pada sisaan dapat dilihat dari nialip hasil uji shapiro-wilk normality.Jika nilai-p
yang dihasilkan > α, maka dapat disimpulkan
bahwa sisaan telah memenuhi asumsi
kenormalan sisaan.
Setelah semua proses dalam metode BoxJenkis dilakukan tahap berikutnya adalah
melakukan
overfitting
model
yaitu
membandingkan model dengan model lain yang
berbeda satu ordo di atasnya. Hal yang di
bandingkan pada overfitting adalah signifikasi
parameter, pemenuhan asumsi sisaan, dan
Akaike’s Information Criterion (AIC).

Jika dalam proses overfitting didapatkan
model yang relevan dengan data, maka langkah
terakhir adalah proses peramalan. Peramalan
merupakan proses untuk menentukan data
beberapa periode waktu kedepan dari titik
waktu ke-t . Setelah peramalan, ketepatan
peramalan dapat dicari dengan menghitung nilai
Mean Absolute Percentage Error (MAPE)
dengan persamaan menurut Douglas et.al(2008)
sebagai berikut :
MAPE =

1

|�

(1)|

=1

dengan � 1 adalah relative forecast error.
Adapun persamaan � 1 adalah (Douglas
et.al2008)


1 =



100

dengan xt adalah data aktual pada waktu ke-t, n
adalah jumlah data yang diramal dan ft adalah
data hasil ramalan pada waktu ke-t. Semakin
kecil nilai MAPE menunjukan bahwa data hasil
peramalan mendekati nilai aktual.

METODE PENELITIAN
Langkah-langkah
penelitian ini adalah

analisis

data

dalam

1. Mempersiapkan data.Data terbagi menjadi 2
bagian. Pertama, data yang digunakan untuk
proses pendugaan model (training) dari
tahun 2000 sampai 2003. Kedua, data yang
digunakan untuk validasi model yaitu data
suhu udara tahun 2004. Data untuk proses
pendugaan model dan untuk validasi model
dikatagorikan menjadi 3 bagian, yaitu data
berdasarkan hari, minggu, dan bulan.
2. Melakukan pemodelan ARIMA dengan
menggunakan data training dengan langkahlangkah sebagai berikut :
a. Mengeksplorasi data dengan cara
membuat plot data deret waktu dan ACF
untuk mengetahui kestasioneran data.
b. Melakukan uji untuk mengetahui
kestasioneran data, yaitu dengan uji
Augmented Dickey-Fuller untuk nilai
tengah dan uji Bartett dan Levene untuk
ragam.
c. Jika data tidak stasioner dalam nilai
tengah
maka
dilakukan
proses
pembedaan, sampai data menjadi
stasioner. Jika data tidak stasioner dalam

5

nilai |t-hitung| lebih besar dari t-tabel (t(1-α/2);df =
taraf nyata (level of
significance)
yangdalam
bernilai
0,05
(5%).Freedom of degree(df) adalah tingkat
kepercayaan yang didapatkan dari operasi
pengurangan antara jumlah data dengan jumlah
perkiraan parameter.Persamaan t-hitung(Irianto
2004) adalah

n-np),denganαadalah



=


�(�)

dengan β adalah parameter dugaan, sedangkan
SE(β) adalah standar error dari setiap parameter
dugaan.
Setelah tahap pendugaan parameter,
diagnostik model dilakukan untuk melihat
model yang relevan dengan data. Pada tahap ini
model harus dicek kelayakannya dengan
melihat sifat sisaan dari sisi kenormalan dan
kebebasannya.
Secara umum pengecekan kebebasan sisaan
model dapat dilakukan dengan menggunakan uji
Q
modifikasi
Box-Pierce
(Ljung-Box).
Persamaan uji Q adalah (Jonathan & Kung-Sik
2008)
� ∗ = ( + 2)

=1

�2


dengan rkadalah nilai korelasi diri sisaan pada
lag ke-k, n banyaknya data yang diamati, dan
kadalah lagmaksimum.
Statistik uji Q*Ljung-Box menyebar
mengikuti sebaran γ2(K-p-q),dengan padalah ordo
AR dan qadalah ordo MA. Jika nilai Q* lebih
besar dari nilai γ2(k-p-q), untuk tingkat
kepercayaan tertentu (df = k-p-q) atau nilai
peluang statistik Q* Ljung-Box lebih kecil dari
taraf nyata (α), maka dapat dikatakan bahwa
sisaan tidak saling bebas.
Selain pengecekan kebebasan pada sisaan,
kenormalan pada sisaan dapat dilihat dari nialip hasil uji shapiro-wilk normality.Jika nilai-p
yang dihasilkan > α, maka dapat disimpulkan
bahwa sisaan telah memenuhi asumsi
kenormalan sisaan.
Setelah semua proses dalam metode BoxJenkis dilakukan tahap berikutnya adalah
melakukan
overfitting
model
yaitu
membandingkan model dengan model lain yang
berbeda satu ordo di atasnya. Hal yang di
bandingkan pada overfitting adalah signifikasi
parameter, pemenuhan asumsi sisaan, dan
Akaike’s Information Criterion (AIC).

Jika dalam proses overfitting didapatkan
model yang relevan dengan data, maka langkah
terakhir adalah proses peramalan. Peramalan
merupakan proses untuk menentukan data
beberapa periode waktu kedepan dari titik
waktu ke-t . Setelah peramalan, ketepatan
peramalan dapat dicari dengan menghitung nilai
Mean Absolute Percentage Error (MAPE)
dengan persamaan menurut Douglas et.al(2008)
sebagai berikut :
MAPE =

1

|�

(1)|

=1

dengan � 1 adalah relative forecast error.
Adapun persamaan � 1 adalah (Douglas
et.al2008)


1 =



100

dengan xt adalah data aktual pada waktu ke-t, n
adalah jumlah data yang diramal dan ft adalah
data hasil ramalan pada waktu ke-t. Semakin
kecil nilai MAPE menunjukan bahwa data hasil
peramalan mendekati nilai aktual.

METODE PENELITIAN
Langkah-langkah
penelitian ini adalah

analisis

data

dalam

1. Mempersiapkan data.Data terbagi menjadi 2
bagian. Pertama, data yang digunakan untuk
proses pendugaan model (training) dari
tahun 2000 sampai 2003. Kedua, data yang
digunakan untuk validasi model yaitu data
suhu udara tahun 2004. Data untuk proses
pendugaan model dan untuk validasi model
dikatagorikan menjadi 3 bagian, yaitu data
berdasarkan hari, minggu, dan bulan.
2. Melakukan pemodelan ARIMA dengan
menggunakan data training dengan langkahlangkah sebagai berikut :
a. Mengeksplorasi data dengan cara
membuat plot data deret waktu dan ACF
untuk mengetahui kestasioneran data.
b. Melakukan uji untuk mengetahui
kestasioneran data, yaitu dengan uji
Augmented Dickey-Fuller untuk nilai
tengah dan uji Bartett dan Levene untuk
ragam.
c. Jika data tidak stasioner dalam nilai
tengah
maka
dilakukan
proses
pembedaan, sampai data menjadi
stasioner. Jika data tidak stasioner dalam

5

ragam, maka dilakukan transformasi
Box-Cox.
d. Mengidentifikasi model. Dalam tahap ini
akan didapat model-model sementara,
dengan melihat plot ACF dan PACF.
e. Pendugaan parameter dari setiap modelmodel sementara dengan menggunakan
metode
kemungkinan
maksimal.
Kemudian
dilakukan
pengujian
parameter-parameternya. Model dengan
parameter-parameter yang |t-hitung| >t(1α/2);df = n-np diikutsertakan pada proses
berikutnya.
f. Diagnostik model dengan melakukan
pemeriksaan asumsi sisaan dengan
menggunakan uji Ljung-Boxdan uji
shapiro-wilk normality. Model-model
yang
memenuhi
asumsi
sisaan
dinamakan model yang layak dan
diikutsertakan pada proses berikutnya.
g. Overffiting.
Proses
ini
adalah
membandingkan model-model yang
diperoleh dengan model beda satu ordo
di atasnya. Model dengan nilai AIC
terkecil, memnuhi asumsi sisaan dan
semua parameternya signifikan, diikut
sertakan pada langkah berikutnya.
h. Melakukan
peramalan
dengan
menggunakan model-model yang layak
untuk beberapa waktu kedepan.
3. Melakukan validasi model.
4. Menetapkan model terbaik yang dapat
digunakan untuk prediksi beberapa waktu
kedepan dengan membandingkan nilai
MAPE dan AIC dari model-model yang ada.
5. Melakukan peramalan untuk beberapa waktu
kedepan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data Suhu Udara Rata-rata

20

22

24

suhu

26

28

30

32

Suhu Udara Rata-rata per Hari Palangkaraya

18

Metode penelitian dapat digambarkan
dengan diagram sebagai berikut :

0

500

1000

1500

index waktu

Gambar 5 Plot Data Suhu Udara Rata-rata Per
Hari.
Berdasarkan Gambar 5terlihat bahwa suhu
harian pada Januari tahun 2000 sampai
September 2004 di sekitar Palangkaraya adalah

6

ragam, maka dilakukan transformasi
Box-Cox.
d. Mengidentifikasi model. Dalam tahap ini
akan didapat model-model sementara,
dengan melihat plot ACF dan PACF.
e. Pendugaan parameter dari setiap modelmodel sementara dengan menggunakan
metode
kemungkinan
maksimal.
Kemudian
dilakukan
pengujian
parameter-parameternya. Model dengan
parameter-parameter yang |t-hitung| >t(1α/2);df = n-np diikutsertakan pada proses
berikutnya.
f. Diagnostik model dengan melakukan
pemeriksaan asumsi sisaan dengan
menggunakan uji Ljung-Boxdan uji
shapiro-wilk normality. Model-model
yang
memenuhi
asumsi
sisaan
dinamakan model yang layak dan
diikutsertakan pada proses berikutnya.
g. Overffiting.
Proses
ini
adalah
membandingkan model-model yang
diperoleh dengan model beda satu ordo
di atasnya. Model dengan nilai AIC
terkecil, memnuhi asumsi sisaan dan
semua parameternya signifikan, diikut
sertakan pada langkah berikutnya.
h. Melakukan
peramalan
dengan
menggunakan model-model yang layak
untuk beberapa waktu kedepan.
3. Melakukan validasi model.
4. Menetapkan model terbaik yang dapat
digunakan untuk prediksi beberapa waktu
kedepan dengan membandingkan nilai
MAPE dan AIC dari model-model yang ada.
5. Melakukan peramalan untuk beberapa waktu
kedepan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data Suhu Udara Rata-rata

20

22

24

suhu

26

28

30

32

Suhu Udara Rata-rata per Hari Palangkaraya

18

Metode penelitian dapat digambarkan
dengan diagram sebagai berikut :

0

500

1000

1500

index waktu

Gambar 5 Plot Data Suhu Udara Rata-rata Per
Hari.
Berdasarkan Gambar 5terlihat bahwa suhu
harian pada Januari tahun 2000 sampai
September 2004 di sekitar Palangkaraya adalah

6

26
22

24

suhu

28

30

relatif seragam di sekitar nilai rata-rata. Hal ini
juga ditunjukan dengan nilai simpangan baku
yaitu 0,96. Nilai simpangan baku yang kecil
menunjukkan bahawa jarak suatu nilai dengan
rataannya tidak berbeda jauh dan sebagian besar
data memiliki nilai yang hampir sama. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa sebaran deret
waktu untuk data suhu udara per hari
membentuk pola stasioner. Nilai tertinggi suhu
udara rata-rata per hari mencapai 29,6 oC,
terendah mencapai 23,6 oC, serta rata-rata dan
nilai tengahnya bernilai 26,79 oC, dan 26,80.

0

50

100

150

200

index waktu

Gambar 6 Plot Data Suhu Udara Rata-rata Per
Minggu.
Sama halnya pada Gambar 5, Gambar 6
yang memperlihatkan sebaran data suhu udara
rata-rata per bulan yang juga relatif seragam di
sekitar nilai tengahnya. Hal ini diperkuat juga
dengan nilai simpangan baku yang relatif kecil
yaitu 0,6. Dengan demikian pola sebaran deret
waktu untuk data suhu udara rata-rata per
minggu juga membentuk pola horizontal. Suhu
terendahnya mencapai 24,60 oC, sedangkan
tertinggi mencapai 28,20 oC yaitu pada bulan
Juni 2002. Rata-rata dan nilai tengahnya adalah
26,79 oC.

Pemodelan Suhu Udara Rata-Rata Per Hari
Pemodelan data suhu udara rata-rata per hari
dilakukan dengan menggunakan 1735 record.
Data tersebut terdiri dari 1705recorddari
tanggal 1 Januari 2000 sampai 31 Agustus
2004, yang kemudian akan digunakan sebagai
data training dan 30recorddari tanggal 1
September 2004 sampai 30 September 2004
digunakan untuk memvalidasi model yang
didapatkan.
Sebelum proses pendugaan model dengan
menggunakan
data
training,
dilakukan
pengecekan kestasioneran data untuk nilai
tengah dan ragamnya. Untuk mengetahui
kestasioneran dalam ragam dapat dilakukan
dengan menggunakan uji Bartett and Levene.
Nilai-p yang didapatkan, jika menunjukkan
lebih besar dari 0,05 berarti bahwa data tersebut
stasioner dalam ragam, akan tetapi jika lebih
kecil, berarti data tidak stasioner dalam ragam.
Hasil uji pada Lampiran 2, menunjukkan nilaiplebih besar dari 0,05. Dengan demikian bahwa
data stasioner dalam ragam.
Selain uji kestasioneran dalam ragam, uji
kestasioneran untuk nilai tengah harus
dilakukan pada data. Uji ini dapat dilakukan
dengan menggunakan uji Augmented Dickey
Fuller(ADF). Hasil uji ADF pada Lampiran 3
memperlihatkan bahwa data stasioner dalam
nilai tengahnyayang ditandai dengan nilai-p
yang lebih kecil dari 0,05. Akan tetapi, jika
dilihat dari plot ACF pada Gambar 8, menurut
Bowerman dan O’connell (1987)terdapat
indikasi ketidakstasioneran data, ini terlihat dari
adanya penurunan nilai AFC dengan perlahan.
Oleh karena itu pemodelan dilakukan dengan
dan tanpa proses pembedaan.
suhu_hari
1.0

Pada Gambar 7, merupakan sebaran data
untuk suhu udara rata-rata per bulan. Pada
gambar tersebut terlihat bahwa pola deret
waktu dengan frekuensi per bulan juga
membentuk pola stasioner karena nilai data
relatif seragam di sekitar nila rata-ratanya yaitu
26,82 oC. Hal ini juga diperkuat dengan nilai
simpangan bakunya yang realatif kecil yaitu 0,5
dan untuk nilai suhu tertinggi yaitu pada bulan
mei 2001, yang mencapai 28,40 oC dan terendah
pada bulan agustus 2001, yaitu mencapai suhu
26,00 oC.

Dengan demikian, dari ketiga jenis sebaran
deret
waktu
tersebut
memperlihatkan
bahwapola data suhu udara baik dengan
frekuensi per hari, minggu dan bulan,
cenderung stasioner pada nilai rata-ratanya.
Maka dengan demikian bahwa data suhu udara
rata-rata memiliki pola horizontal.

0.4
0.2

24

0.0

26

Suhu

28

ACF

0.6

30

0.8

Sebaran Suhu Udara Rata-rata Per Bulan

0

5

10

15

20

25

30

22

Lag

2000

2001

2002

2003

2004

Time

Gambar 7 Plot Data Suhu Udara Rata-rata Per
Bulan.

Gambar 8 Autocorrelation Function Untuk
Suhu Udara Rata-rata Per Hari Tanpa
Pembedaan.

7

15

20

25

30

Lag

Gambar 9 Parsial Autocorrelation Function
Untuk Suhu Udara Rata-rata Per Hari
Tanpa Pembedaan.
Model-model sementara yang didapatkan,
akan dilakukan pendugaan parameter dan uji
signifikansi parameter. Adapun hasil pendugaan
parameter untuk model-model tersebut disajikan
pada Lampiran 6. Pada Lampiran 6 terlihat
bahwa model dengan t-hitung lebih besar dari ttabelnya(1,960) untuk semua parameternya
adalah model AR(5). Dengan demikian, bahwa
hanya model AR(5) yang semua parameter
dugaannya signifikan terhadap nilai yt. Maka
model ini yang akan diikut sertakan pada proses
diagnostik model.
Pada proses diagnostik model dilakukan
pengecekan
kelayakan
model
dengan
menggunakan
asumsi
kebebasan
dan
kenormalan pada sebaran sisaannya. Uji LjungBox pada Lampiran 7, merupakan uji yang
bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya
korelasi antara sisaan (kebebasan sisaan). Pada
plot tersebut terlihat bahwa nilai-p model AR(5)
menunjukkan nilai-nilai yang signifikan pada
taraf 5% untuk semua lag. Hal ini dapat
dikatakan bahwa tidak ada korelasi antar sisaan
pada model tersebut. Maka dapat dikatakan
bahwa model AR(5) layak untuk data.

yt = 105,693+ 0.2712yt-1 + 0.1409yt-2 +
0.0753yt-3 + 0,0626yt-4 + 0,0554yt-5
Pemodelan Suhu Udara Rata-rata Per Hari
dengan Proses Pembedaan Satu Kali
Suhu rata-rata harian setelah di diff
4

10

2

5

0

0

suhu_hari

0.2
0.0

0.1

Partial ACF

0.3

Series data_hri

Model yang telah memenuhi proses
diagnostik model, selanjutnya akan dilakukan
overfitting. Model overfitting untuk AR(5)
adalah AR(6). Hasil pendugaan parameter
untuk model tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari t-tabelnya tidak pada
semua parameternya (ada parameter yang tidak
signifikan). Dengan demikiann model AR(6)
tidak relevan untuk data. Dengan demikian
hanya model AR(5) yang ditetapkan sebagai
model terbaik untuk pemodelan data suhu ratarata per hari di sekitar Palangkaraya tanpa
proses pembedaan. Secara matematis, model
AR(5) dapat ditulisakan sebagai berikut:

-2

Plot ACF pada Gambar 8 memperlihatkan
bahawa nilai korelasi diri yang nyata terdapat
pada lag ke-1 sampai ke-29. Dengan demikian
identifikasi
model
sementara
adalah
MA(29).Sedangkan plot PACF pada Gambar 9,
menunjukkan nilai korelasi diri parsial yang
nyata terdapat pada lag ke-1 sampai ke-5.
Dengan demikian dapat diidentifikasikan model
sementara kedua adalah AR(5). Jika melihat
plot ACF dan PACF secara bersamaan maka
dapat ditentukan sebagai model sementaranya
adalah ARMA(5,29). Dengan demikian
identifikasi model sementara tanpa proses
pembedaan adalah AR(5), MA(29) dan
ARMA(5,29). Adapun untuk plot ACF dan
PACF lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 4
dan 5.

Selain uji kebebasan sisaan, kenormalan
pada sisaan harus terpenuhi. Pengecekan
kenormalan sebaran sisaan dapat dilakukan
dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk yang
disajikan pada Lampiran 8. Pengujian
kenormalan sisaan pada model AR(5),
menunjukkan nilai-p yang lebih kecil dari 0,05
yang berarti bahwa sisaan tidak menyebar
secara normal. Akan tetapi sisaan yang tidak
menyebar normal dapat ditoleransi karena
didasarkan pada teorema dalil limit pusat yang
menyatakan bahwa suatu sebaran dapat didekati
dengan sebaran normal ketika jumlah contohnya
besar. Dengan demikian, model AR(5) dapat
dikatakan sisaannya menyebar normal dan
memenuhi proses dignostik model.

-4

Pemodelan Suhu Udara Rata-rata Per Hari
tanpa Proses Pembedaan

0

500

1000

1500

index waktu

Gambar 10 Plot Data Suhu Udara Rata-rata Per
Hari Setelah Proses Pembedaan
Satu Kali.
Pada Gambar 10 memperlihatkan grafik
sebaran data suhu udara rata-rata per hari yang
telah mengalami pembedaan satu kali. Adapun,
Identifikasi model sementar dapat dilakukan
dengan melihat plot ACF dan PACF dari data
yang telah mengalami proses pembedaan satu
kali, yaitupada Gambar 11 dan 12 yang lebih
jelas dapat dilihat juga pada Lampiran 9 dan 10.
Plot ACF pada Gambar 11, menunjukkan
bahwa nilai ACF yang nyata pada lag pertama.
Dengan demikian model sementara pertama

8

yang dilakuakn adalah dengan menggunakan
uji Ljung-Box untuk pengecekan kebebasan
sisaan. Hasil uji tersebut terlihat pada Lampiran
12 dan 13.Pada plot tersebut terlihat bahwa
model ARIMA(0,1,1) menunjukkan nilai-nilai
yang tidak signifikan pada taraf 5% pada semua
lag. Sama halnya pada model ARIMA(8,1,0)
yang menunjukkan nilai yang tidak signifikan
pada lag ke-8, ke-9 dan ke-10. Dengan
demikian bahwa sisaan pada kedua model
tersebut tidak saling bebas. Maka pada proses
pemodelan data suhu per hari dengan
pembedaan satu kali tidak terdapat model yang
layak untuk data.

adalah ARIMA(0,1,1).Selain itu, jika melihat
pada plot PACF pada Gambar 12, menunjukkan
bahwa nilai PACF yang nyata pada lagke-1,
sampai lag ke-8. Maka identifikasi model
sementara kedua adalah ARIMA(8,1,0).
ARIMA(8,1,1) juga dapat ditentukan sebagai
model sementara dengan melihat plot ACF dan
PACF secara bersama-sama. Dengan demikian,
model sementara data suhu udara rata-rata
melalui proses pembedaan satu kali adalah
model
ARIMA(0,1,1), ARIMA(8,1,0) dan
ARIMA(8,1,1).
1.0

suhu_hari

0

5

10

15

20

25

-0.2
-0.3

-0.5

Partial ACF

0.0

-0.1

ACF

0.0

0.5

Series data_hari.diff

30

-0.4

Lag

Gambar 11 Autocorrelation Function Untuk
Suhu Udara Rata-rata Per Hari
dengan Pembedaan Satu Kali.

0

5

10

15

20

25

30

Lag

Gambar 12 Partial Autocorrelation Function
Untuk Suhu Udara Rata-rata Per
Hari dengan Pembedaan Satu Kali.

Sama
halnya
dengan
model-model
sementara pada proses sebelumnya, modelmodel sementara pada proses ini juga harus
dilakukan pendugaan parameter dan uji
signifikasi
parameter.
Hasil
pendugaan
parameter untuk model-model sementara yang
disajikan pada Lampiran 11, menunjukkan
bahwa hanya model ARIMA(0,1,1) dan
ARIMA(8,1,0) yang memiliki t-hitung lebih
besar dari t-tabelnya(1,960) untuk semua
parameternya. Dengan demikian, hanya
ARIMA(0,1,1) dan ARIMA(8,1,0) yang akan
diikutkan pada proses diagnostik model.

Peramalan Suhu Udara Rata-rata Per Hari
Pada
proses
peramalan,
dilakukan
pendugaan nilai suhu udara rata-rata per hari
untuk 31 hari, dengan menggunakan model
yang didapatkan. Sebelum proses peramalan,
proses validasi model seharusnya dilakukan.
Akan tetapi model yang didapatkan pada proses
pemodelan dengan data suhu udara rata-rata per
hari hanya menghasilkan satu model yang layak
untuk data. Dengan demikian model AR(5)
akan digunakan langsung pada proses
peramalan beberapa waktu kedepan dengan
menggunakan 100% data.

Proses diagnostik model dilakukan dengan
pengecekan kebebasan dan kenormalan sisaan
pada model-model sementara. Salah satu hal

27
26
25
24

suhu_hari

28

29

sebaran Suhu dan hasil prediksinya

1400

1500

1600

1700

1800

Time Index

Gambar 13 Plot Sebaran Suhu Udara Rata-rataPer Hari Berserta Suhu Hasil Prediksi

9

Pemodelan
Minggu

Suhu

Rata-rata

Udara

Per

Pemodelan data suhu udara rata-rata
perminggu dilakukan dengan menggunakan 241
record. Data tersebut terdiri dari 208 record,
yang akan digunakan sebagai data training.
Sedangkan 33 record data sisanya digunakan
untuk validasi model.
Sebelum proses pendugaan model dengan
menggunakan data training, pengecekan
kestasioneran data dalam nilai tengah dan
ragamnya perlu dilakukan. Untuk mengetahui
kestasioneran dalam ragam, pengujian data
dapat dilakukan dengan menggunakan uji
Bartett dan Levene.Hasil uji pada Lampiran 15,
bahwa nilai-p menunjukkan nilai yang lebih
besar dari 0,05, dengan demikian data stasioner
dalam ragamnya. Selain itu, Uji kestasioneran
untuk nilai tengahnya dapat dilakukan dengan
menggunakan uji Augmented Dickey Fuller.
Hasil uji pada Lampiran 16 memperlihatkan
bahwa data stasioner dalam nilai tengahkarena
nilai-p lebih kecil dari 0,05. Akan tetapi jika
dilihat dari plot ACF pada Gambar 14, menurut
Bowerman dan O’connell (1987)ada indikasi
ketidakstasioneran data, ini terlihat dari adanya
penurunan nilai AFC dengan perlahan (tail off).
Oleh karena itu, kemungkinan pemodelan dapat
dilakukan dengan dan tanpa proses pembedaan.

ACF

0.4

0.6

0.8

1.0

ACF Suhu Per Minggu

0.2

Tabel 1 Perbandingan Data Ramalan Suhu Per
hari dengan Data Aktual
Selisih
Hari
Data
Ramalan
AktualkeAktual
Ramal
1
26,75
26,3
-0,4
2
26,76
27,4
0,6
3
26,76
27,3
0,5
4
26,75
26,5
-0,2
5
26,75
27,1
0,4
6
26,76
27,0
0,2
7
26,77
26,3
-0,5
8
26,78
27,0
0,2
9
26,77
28,1
1,3
10
26,77
28,0
1,2
11
26,77
27,9
1,1
12
26,77
27,6
0,8
13
26,77
27,4
0,6
14
26,77
27,3
0,5
15
26,78
27,1
0,3
16
26,78
26,8
0,0
17
26,77
27,3
0,5
18
26,77
28,3
1,5
19
26,77
27,4
0,6
20
26,78
28,2
1,4
21
26,78
26,8
0,0
22
26,78
28,7
1,9
23
26,78
27,8
1,0
24
26,78
27,9
1,1
25
26,78
27,8
1,0
26
26,78
28,2
1,4
27
26,78
28,2
1,4
28
26,78
27,7
0,9
29
26,78
29,0
2,2
30
26,78
28,3
1,5
31
26,78
27,8
1,0
MAPE
3,11%

Jika melihat pada Tabel 1, terlihat bahwa
model AR(5) baik untuk memprediksi data suhu
udara rata-rata harian hingga 8 hari pada
peramalan. Hal ini terlihat dari nilai selisih
antara nilai aktual dengan nilai hasil ramal di
antara 0,5 dan -0,5 walaupun untuk hari-hari
berikutnya terdapat nilai yang sama antara hasil
peramalan dan nilai aktualnya, akan tetapi
keadaan tersebut tidak terus menerus. Akan
tetapi,jika melihat keseluruhan hasil peramalan,
model AR(5) cukup baik dalam melakukan
peramalan, karena presentase kesalahan
peramalan yang dinyatakan dalam MAPE relatif
kecil yaitu sebesar 3,11%.

0.0

Nilai hasil peramalan untuk 31 hari di bulan
Oktober 2004 dengan dilengkapi selang
kepercayaan 95%dapat dilihat pada Gambar 13,
sedangkan lebih rinci dapat dilihat pada
Lampiran 14. Nilai ramalan ini dapat dijadikan
salah satu pertimbangan dalam menentukan
suhu udara rata-rata harian. Sementara selang
kepercayaan sebesar 95% menunjukkan tingkat
kepercayaanbahwa nilai aktual untuk suhu
udara hari tersebut akan berada pada selang
tersebut.Adapun untuk perbandingan antar data
hasil peramalan dengan data aktual dapat dilihat
pada Tabel1.

5

10

15

20

ACF

Gambar 14 Autocorrelation Function Untuk
Suhu Udara Rata-rata Per Minggu
Tanpa Pembedaan.

10

10

15

Lag

Gambar 15 Parsial Autocorrelation Function
untuk Suhu Udara Rata-rata Per
Minggu Tanpa Pembedaan.
Model-model
sementara
yang
telah
didapatkan, selanjutnya akan mengalami proses
pendugaan dan pengujian signifikansi nilai-nilai
parameternya. Adapun hasil pendugaan dan
pengujian parameter untuk model-model
tersebut disajikan pada Tabel 2. Pada Tabel 2
terlihat bahwa model dengan t-hitung lebih
besar dari t-tabelnya (1,984) untuk semua
parameternya adalah model MA(2). Dengan
demikian hanya model MA(2) yang akan
diikutkan pada proses diagnostik model.

Pemodelan Suhu Udara Rata-rata Per
Minggu dengan Proses Pembedaan Satu Kali

1

5

Sama halnyapada data harian, untuk proses
diagnostik model dilakukan
dengan
pengecekan kebebasan dan kenormalan sisaan
pada
model-model
sementara.
Untukpengecekan kebebasan sisaan model,
yang dapat dilakukan adalah dengan
menggunakan uji Ljung-Box yang hasilnya
terdapat pada Lampiran 19. Hasil uji ini
menujukan terdapat nilai yang tidak signifikan
pada taraf 5% pada lag ketiga.Hal ini dapat
dikatakan bahwa sisaan tidak saling bebas.
Dengan demikian, tidak ada model yang layak
untuk data suhu udara rata-rata per minggu
dengan pemodelan tanpa proses pembedaan.

0

0.1
-0.1

0.0

Partial ACF

0.2

0.3

PACF Data Perminggua Suhu Udara di Sekitar Palangkaraya

keterangan : t-hit = nilai t berdasarkan perhitungan (thitung), S.e = Standar Error, Para. = parameter

V1

Plot ACF pada Gambar 14 memperlihakan
bahawa nilai korelasi diri yang nyata terjadi
pada lag ke-1 sampai ke-3. Dengan demikian
identifikasi model sementara pada data suhu
udara rata-rata adalah MA(2). Plot PACF pada
Gambar 15, menunjukkan nilai korelasi diri
parsial nyata terjadi pada dua lagke-1 dan ke-2,
maka dari plot PACF dapat diidentifikasikan
model sementara kedua adalah AR(3).
Sedangkan jika melihat plot ACF dan PACF
secara bersamaan maka dapat ditentukan model
sementaranya adalah ARMA(3,2). Dengan
demikian identifikasi model sementara pada
data suhu udara rata-rata per minggu tanpa
proses pembedaan adalah AR(3), MA(2) dan
ARMA(3,2). Adapun untuk plot ACF dan
PACF lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran
17 dan 18.

Tabel 2 Nilai Parameter Dugaan Model-model
Sementara Pada Pemodelan Suhu
Udara Rata-rata Per Minggu Tanpa
Pembedaan
Model
Tipe
Para.
S.e
t-hit
AR(3)
AR 1 0,313
0,069
5,17
AR 2 0,111
0,073
1,57
AR 3 0,096
0,070
1,38
MA(2)
MR 1 0,302
0,071
4,25
MR 2 0,156
0,067
2,31
ARMA AR 1 -0,077
0,488
0,16
(3,2)
AR 2 -0,094
0,354
0,26
AR 3 0,267
0,179
1,49
MR 1 0,402
0,507
0,79
MR 2 0,341
0,433
0,79

-1

Per

-2

Pemodelan Suhu Udara Rata-rata
Minggu tanpa Proses Pembedaan

0

50

100

150

200

Time

Gambar 16 Plot Data Suhu Udara Rata-rata Per
Minggu Setelah Proses Pembedaan
Satu Kali.
Pada Gambar 16 terlihat bahwa sebaran data
suhu udara rata-rata per minggu yang telah
mengalami proses pembedaan satu kali dan
untuk lebih jelas bisa dilihat pada Lampiran 20.
Sama halnya dengan sebaran data sebelumnya,
identifikasi model pada data yang telah
mengalamai proses pembedaan, dapatkan
dengan melihat pola nilai ACF dan PACF. Plot
nilai ACF dan PACF untuk data suhu udara
rata-rata per minggu yang telah mengalami

11

proses pembedaan satu kalidisajikan Gambar 17
dan 18 yang lebih jelas dapat dilihat juga pada
Lampiran 21 dan 22.

-0.4

-0.2

0.0

0.2

ACF

0.4

0.6

0.8

1.0

ACF Dif.Data Perminggua Suhu Udara di Sekitar Palangkaraya

5

10

15

20

Lag

Gambar 17 Autocorrelation Function Untuk
Suhu Udara Rata-rata Per Minggu
dengan Pembedaan Satu Kali.
Pada plot Nilai ACF menunjukkan bahwa
nilai korelasi diri nyata terjadi pada lagke-1,
Dengan demikian model sementara pertama dari
data suhu udara rata-rata yang telah mengalami
proses pembedaan adalah ARIMA(0,1,1).
Sementara pada plot nilai PACF juga
menunjukkan nilai yang nyata pada lag ke-1
dan ke-2. Dengan demikian identifikasi model
sementara kedua adalah ARIMA(1,1,0) dan
ARIMA(2,1,0). Dengan demikian secara
keseluruhan identifikasi model sementara data
yang telah melalui proses pembedaan satu kali
adalah model ARIMA(0,1,1), ARIMA(1,1,0)
dan ARIMA(2,1,0).

Keterangan : t-hit = nilai t berdasarkan perhitungan
(t-hitungan), S.e = Standar Error, Para. = Parameter

Pada
proses
diagnostik
model,
dilakukanpengecekan kebebasan sisaan untuk
tiga model tersebut. Hal ini dilakuakn dengan
menggunakan dengan uji Ljung-Box dan hasil
uji disajikan pada Lampiran 23, 24, dan 25.
Pada Lampiran 23, terlihat bahwa nilai-p yang
signifikan pada taraf 5% terjadi pada semua lag.
Dengan demikian model ARIMA(0,1,1)
memiliki sisaan yang saling bebas, begitu pula
pada model ARIMA(2,1,0) yang dapat dilihat
pada Lampiran 25. Akan tetapi, berbeda halnya
dengan mode ARIMA(1,1,0). Pada model
ARIMA(1,1,0) terdapat nilai-p yang tidak
signifikan pada taraf 5%. Maka model
ARIMA(1,1,0) memiliki sisaan yang tidak
saling bebas. Dengan demikian secara
keeseluruhan hanya model ARIMA(0,1,1) dan
ARIMA(2,1,1) yang akan diikutsertakan pada
proses berikutnya.

-0.1
-0.4

-0.3

-0.2

Partial ACF

0.0

0.1

PACF Dif.Data Perminggua Suhu Udara di Sekitar Palangkaraya

Tabel 3 Nilai Parameter Dugaan ModelmodelSementara Pemodelan Suhu
Udara
Rata-rata
Per
Minggu
denganPembedaan Satu Kali
tModel
Tipe
Para. S.e
hit
ARIMA(0,1,1) MA 1 -0,65 0,07 9,29
ARIMA(1,1,0) AR 1 -0,41 0,06 6,83
AR 1 -0,52 0,08 6,5
ARIMA(2,1,0)
AR 2 -0,27 0,08 3,37

5

10

15

20

Lag

Gambar 18 Partial Autocorrelation Function
Untuk Suhu Udara Rata-rata Per
Minggu dengan Pembedaan Satu
Kali.
Model-model sementara yang didapatkan,
selanjutnya akan mengalami proses pendugaan
dan
pengujian
signifikansi
nilai-nilai
parameternya. Hasil pendugaan parameter untuk
model-model sementara disajikan pada Tabel 3.
Pada Tabel 3 terlihat bahwa model dengan thitung lebih besar dari t-tabelnya (1,984) untuk
semua
parameternya
adalah
model
ARIMA(0,1,1),
ARIMA(1,1,0)
dan
ARIMA(2,1,0). Dengan demikian model-model
inilah yang akan diikutsertakan pada proses
diagnostik model.

Selain kebebasan sisaan, kenormalan pada
sisaan model juga harus terpenuhi. Pengecekan
kenormalan sisaan dapat dilakukan dengan
menggunakan uji Shapiro-Wilk yang disajikan
pada Lampiran 26 dan 27. Pada Lampiran 26
dan 27, terlihat bahwa nilai-p lebih besar dari
0,