Analisis Spasial Hubungan Penggunaan Lahan dengan Suhu Udara di Kota Medan

(1)

ANALISIS SPASIAL HUBUNGAN PENGGUNAAN LAHAN

DENGAN SUHU UDARA DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Oleh:

CORRY YOSI PURBA 041201006/MANAJEMEN HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2009


(2)

ABSTRAK

CORRY YOSI PURBA: Analisis Spasial Hubungan Penggunaan Lahan dengan Suhu Udara di Kota Medan. Dibimbing oleh NURDIN SULISTIYONO

Penggunaan lahan perkotaan dalam rangka pembangunan kota mengakibatkan perubahan peningkatan suhu udara yang diakibatkan oleh penggunaan lahan bakar berlebih. Berdasarkan kondisi tersebut diperlukan suatu teknologi untuk mengetahui penggunaan lahan kota Medan pada tahun 2001 dan tahun 2006 serta untuk mengetahui suhu udara kota medan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sebaran suhu secara spasial dan hubungannya dengan penggunaan lahan di kota Medan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis citra satelit landsat TM 5 kota Medan, analisis regresi linear sederhana, analisis spasial sebaran suhu, analisis NDVI, dan analisis korelasi bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa band yang paling berpengaruh terhadap sebaran suhu pada tahun 2001 adalah band 7 sedangkan pada tahun 2006 adalah band 4. Dari model regresi yang terbentuk maka klasifikasi suhu udara kota Medan menjadi tiga kelas yaitu antara 26-280C; 28,1-300C; dan 30,1-320C. Korelasi Bivariat menunjukkan bahwa semakin kecil tutupan vegetasi kota Medan, maka semakin tinggi suhu udara kota Medan tersebut.


(3)

ABSTRACT

CORRY YOSI PURBA. Spatial analysis of land use relationship with the air

temperature in Medan. Guided by NURDIN SULISTIYONO.

Urban land use in the context of urban development cause changes in air temperature increase caused by the excessive burning of land use. Under these conditions required a technology to determine land use in Medan in 2001 and the year 2006 and to determine the temperature of the field .

This study aims to determine the spatial distribution of temperature and its relation with land use in Medan. The method of analysis used is image analysis of Landsat Satelite image TM 5 Medan, a simple linear regression analysis, analysis of spatial distribution of temperature, NDVI analysis, and bivariate correlation analysis. The results showed that the most influential bands of the distribution of temperature in 2001 was band 7 while the band in 2006 was the band 4. From the regression model that forms the temperature classification of the field into three classes, it between 26-280C; 28,1-300C; and 30,1-320C. Bivariate correlations showed that the smaller the vegetation cover of Medan, the higher of Medan Temperature.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabanjahe, Kabupaten Karo pada tanggal 9 Maret 1986 dari ayah Alm. K. Purba dan ibu R. Munthe. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri I Tigapanah dan pada tahun 2004 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih program studi Manajemen Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi salah satu anggota organisasi HIMAS (Himpunan Mahasiswa Sylva). Pada tahun 2006 Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Taman Nasional Batang Gadis (TNBG), Kecamatan Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan. Pada akhir studi penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah KPH Kedu Selatan. Untuk dapat menyelesaikan studi, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Spasial Hubungan Penggunaan Lahan dengan Suhu Udara di Kota Medan”.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Spasial Hubungan Penggunaan Lahan dengan Suhu Udara di Kota Medan”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibunda penulis R. Munthe, kakak dan abang serta keluarga yang selalu memberikan dorongan semangat serta doa yang tulus.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Nurdin Sulistiyono, S.Hut, M.Si selaku dosen pembimbing serta Bapak Achmad Siddik Thoha S.Hut, M.Si yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada sahabat-sahabat penulis: Selvi, Rumondang, Jenny, Yessi, Susi, Rinaldi, Welly, Josua, Okki, Dapot, Patiar, Saud, Nora, Julia, Sanusi, Rio, serta teman-teman stambuk 2004 lainnya yang telah banyak membantu penulis dalam meyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya. Terima kasih.

Medan, Januari 2010


(6)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Suhu ... 4

Fluktuasi Suhu Udara ... 5

Pengukuran Suhu ... 7

Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Suhu Udara ... 8

Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) Bagi Suhu Udara ... 10

Aplikasi Sistem Informasi Geografis Pada Pemetaan Suhu... 12

Analisis Citra Satelit ... 14

Normalized Difference Vegetation Index ... 15

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 16

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 18

Bahan dan Alat ... 18

Metode Penelitian ... 18

Pengumpulan Data ... 18

Analisis Citra ... 19

Penentuan Lokasi Pengukuran ... 24

Permodelan Sebaran Suhu ... 24

Analisa Data... 25

Uji Korelasi Bivariat ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Klasifikasi Citra Satelit Landsat TM ... 28

Penutupan Lahan Tahun 2001 ... 28

Penutupan Lahan Tahun 2006 ... 32


(7)

Pengujian Syarat Regresi pada Permodelan Sebaran Suhu Udara Tahun

2001 dan Tahun 2006 ... 39

Uji Normalitas... 39

Uji Multikolinearitas ... 40

Uji Heterokedasitas ... 40

Permodelan Sebaran Suhu ... 41

Normalized Difference Vegetation Index ... 48

Korelasi Bivariat ... 51

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 54

Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55


(8)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Luasan kota Medan hingga tahun 2005 ... 16 2. Hasil analisis akurasi tutupan lahan kota Medan tahun 2001... 29 3. Tipe tutupan lahan kota Medan tahun 2001 ... 31 4. Penyebaran penggunaan lahan tahun 2001 di kecamatan kota

Medan ... 32 5. Hasil analisis akurasi tutupan lahan kota Medan tahun 2006 ... 33 6. Tipe tutupan lahan kota Medan tahun 2006 ... 35 7. Penyebaran penggunaan lahan tahun 2006 di kecamatan kota

Medan ... 36 8. Luas penutupan lahan kota Medan tahun 2001 dan tahun 2006

serta perubahannya ... 36 9. Data koordinat X dan koordinat Y di lokasi pengukuran suhu ... 39 10. Luas penyebaran kelas suhu tahun 2001 pada penutupan

lahan kota Medan ... 44 11. Luas penyebaran kelas suhu tahun 2006 pada penutupan

lahan kota Medan ... 46 12. Luas suhu udara kota Medan tahun 2001 dan tahun 2006

serta perubahannya ... 47 13. Nilai korelasi bivariat antara Suhu dan NDVI tahun 2001 ... 51 14. Nilai korelasi bivariat antara Suhu dan NDVI tahun 2006 ... 51


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Diagram Alir Analisis Perubahan Lahan ... 23

2. Langkah-langkah penelitian ... 27

3. Peta Tutupan Lahan Kota Medan Tahun 2001 ... 30

4. Peta Tutupan Lahan Kota Medan Tahun 2006 ... 34

5. Peta Penyebaran Sampel Pengukuran Suhu di Kota Medan ... 38

6. Peta Sebaran Suhu Spasial Tahun 2001 ... 43

6. Peta Sebaran Suhu Spasial Tahun 2006 ... 45

7. Peta Sebaran Vegetasi Tahun 2001 di Kota Medan... 49


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Hasil Uji Normalitas Model ... 57

2. Hasil Uji Heterokedasitas Model ... 58

3. Hasil Uji Multikolinearitas Model ... 59

4. Hasil Pengukuran Suhu dan Digital Number pada Citra tahun 2001 ... 60

5. Hasil Pengukuran Suhu dan Digital Number pada Citra tahun 2006 ... 61

6. Hasil analisis regresi linear sederhana tahun 2001 ... 62

7. Hasil analisis regresi linear sederhana tahun 2006 ... 63

8. Hasil nilai kisaran NDVI tahun 2001 serta suhu udara ... 64

... 9. Hasil nilai kisaran NDVI tahun 2001 serta suhu udara ... 65

10.Dokumentasi pengambilan titik di lapangan ... 66


(11)

ABSTRAK

CORRY YOSI PURBA: Analisis Spasial Hubungan Penggunaan Lahan dengan Suhu Udara di Kota Medan. Dibimbing oleh NURDIN SULISTIYONO

Penggunaan lahan perkotaan dalam rangka pembangunan kota mengakibatkan perubahan peningkatan suhu udara yang diakibatkan oleh penggunaan lahan bakar berlebih. Berdasarkan kondisi tersebut diperlukan suatu teknologi untuk mengetahui penggunaan lahan kota Medan pada tahun 2001 dan tahun 2006 serta untuk mengetahui suhu udara kota medan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sebaran suhu secara spasial dan hubungannya dengan penggunaan lahan di kota Medan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis citra satelit landsat TM 5 kota Medan, analisis regresi linear sederhana, analisis spasial sebaran suhu, analisis NDVI, dan analisis korelasi bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa band yang paling berpengaruh terhadap sebaran suhu pada tahun 2001 adalah band 7 sedangkan pada tahun 2006 adalah band 4. Dari model regresi yang terbentuk maka klasifikasi suhu udara kota Medan menjadi tiga kelas yaitu antara 26-280C; 28,1-300C; dan 30,1-320C. Korelasi Bivariat menunjukkan bahwa semakin kecil tutupan vegetasi kota Medan, maka semakin tinggi suhu udara kota Medan tersebut.


(12)

ABSTRACT

CORRY YOSI PURBA. Spatial analysis of land use relationship with the air

temperature in Medan. Guided by NURDIN SULISTIYONO.

Urban land use in the context of urban development cause changes in air temperature increase caused by the excessive burning of land use. Under these conditions required a technology to determine land use in Medan in 2001 and the year 2006 and to determine the temperature of the field .

This study aims to determine the spatial distribution of temperature and its relation with land use in Medan. The method of analysis used is image analysis of Landsat Satelite image TM 5 Medan, a simple linear regression analysis, analysis of spatial distribution of temperature, NDVI analysis, and bivariate correlation analysis. The results showed that the most influential bands of the distribution of temperature in 2001 was band 7 while the band in 2006 was the band 4. From the regression model that forms the temperature classification of the field into three classes, it between 26-280C; 28,1-300C; and 30,1-320C. Bivariate correlations showed that the smaller the vegetation cover of Medan, the higher of Medan Temperature.


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan kota akibat bertambahnya populasi penduduk dan industrialisasi telah menyebabkan penggunaan bahan bakar yang meningkat, baik untuk proses industri, transportasi maupun keperluan rumah tangga. Disamping itu penggunaan lahan di perkotaan cenderung menambah jumlah gedung dan bangunan, serta panjang jalan akibat pembangunan yang pesat. Perkembangan ini mengakibatkan perubahan unsur-unsur iklim terutama di pusat kota akan berbeda dengan wilayah di sekitarnya. Untuk mengatasi kondisi lingkungan kota seperti ini sangat diperlukan Ruang Terbuka Hijau.

Ruang Terbuka Hjau (RTH) dari tahun ke tahun mengalami tren yang sangat negatif. Luas RTH dari tahun ke tahun semakin menurun. Selama 10 tahun terakhir ruang terbuka hijau di kota Medan cenderung terus menyusut. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan yang tipikal, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi sehingga menyebabkan pengelolaan ruang kota makin berat (Sinulingga, 1999). Perbandingan luas RTH dengan luas kota secara keseluruhan berkurang dari 30% di awal tahun 1970-an dan menjadi berkurang 10% hingga sekarang ini. Berkurangnya luasan RTH yang merupakan salah satu faktor meningkatnya suhu di kota Medan. Dengan adanya peningkatan suhu udara akan mengurangi kenyamanan.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan peningkatan suhu di kota medan, yang ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia atau


(14)

kombinasi keduanya. Pencemaran udara dapat mengakibatkan dampak peningkatan suhu yang bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global atau tidak langsung dalam kurun waktu kemudian. Pencemaran udara di antaranya disebabkan oleh kegiatan manusia yaitu transportasi, industri, pembakaran (perapian dan kompor) dan kebakaran hutan. Dampak yang terjadi akibat perubahan suhu yang terus meningkat yaitu, mewabahnya penyakit misalnya malaria dan demam berdarah, penurunan produktivitas lahan dan kualitas lahan, perubahan dan tata guna fungsi hutan, berkurangnya kuantitas dan kualitas air, kawasan pesisir tenggelam dan berubah fungsi, serta kepunahan spesies dan kerusakan habitat.

Berdasarkan kondisi diatas, mengingat semakin bertambahnya faktor-faktor peningkatan suhu yang berdampak pada kerusakan alam yang terjadi, maka dilakukan penelitian tentang hubungan penggunaan lahan dengan suhu udara di kota Medan. Untuk itu diperlukan informasi yang memadai yang bisa digunakan oleh pengambil keputusan khususnya informasi spasial. Sistem Informasi Geografis (SIG) akan mempermudah perencanaan penghijauan kota terutama dalam menentukan posisi geografis suatu lokasi dan menyajikan tampilan dari kawasan perkotaan tersebut. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) akan mendukung kelancaran perencanaan penghijauan kota, sehingga tujuan dan sasarannya akan tercapai.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sebaran suhu secara spasial dan hubungannya dengan penggunaan lahan di kota Medan.


(15)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi sebagai dasar pengambilan keputusan dalam perencanaan penghijauan kota bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan antara kondisi penggunaan lahan dan temperatur udara serta eksisting tutupan lahan kota Medan.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Suhu

Secara umum iklim sebagai hasil interaksi proses-proses fisik dan kimiafisik parameternya, seperti suhu, kelembaban, angin, dan pola curah hujan yang terjadi pada suatu tempat di muka bumi. Iklim muncul akibat dari pemerataan energi bumi yang tidak tetap dengan adanya perputaran/revolusi bumi mengelilingi matahari selama kurang lebih 365 hari serta rotasi bumi selama 24 jam. Hal tersebut menyebabkan radiasi matahari yang diterima berubah tergantung lokasi dan posisi geografi suatu daerah (Winarso, 2008).

Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata – rata dari pergerakan molekul – molekul. Suhu suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan benda tersebut, untuk memindahkan (transfer) panas ke benda – benda lain atau menerima panas dari benda – benda lain tersebut. Dalam sistem dua benda, benda yang kehilangan panas dikatakan benda yang bersuhu lebih tinggi (Yani, 2009).

Suhu merupakan karakteristik yang dimiliki oleh suatu benda yang berhubungan dengan panas dan energi. Jika panas dialirkan pada suhu benda, maka suhu benda tersebut akan turun jika benda yang bersangkutan kehilangan panas. Akan tetpi hubungan antara satuan panas dengan satuan suhu tidak merupakan suatu konstanta, karena besarnya peningkatan suhu akibat penerimaan panas dalam jumlah tertentu akan dipengaruhi oleh daya tampung panas (heat capacity) yang dimiliki oleh benda penerima tersebut (Lakitan, 2002).


(17)

Suhu udara akan berfluktuasi dengan nyata selama setiap periode 24 jam. Fluktuasi suhu udara (dan suhu tanah) berkaitan erat dengan proses pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer. Pada siang hari, sebagian dari radiasi matahari akan diserap oleh gas-gas atmosfer dan partikel-partikel padat yang melayang di atmosfer. Serapan energi radiasi matahari akan menyebabkan suhu udara meningkat. Suhu udara harian maksimum tercapai beberapa saat setelah intensitas cahaya maksimum tercapai. Intensitas cahaya maksimum tercapai pada saat berkas cahaya jatuh tegak lurus, yakni pada waktu tengah hari (Lakitan, 2002).

Permukaan bumi merupakan permukaan penyerap utama dari radiasi matahari. Oleh sebab itu permukaan bumi merupakan sumber panas bagi udara di atasnya dan bagi lapisan tanah di bawahnya. Pada malam hari, permukaan bumi tidak menerima masukan energi dari radiasi matahari, tetapi permukaan bumi tetap akan memancarkan energi dalam bentuk radiasi gelombang panjang, sehingga permukaan akan kehilangan panas, akibatnya suhu permukaan akan turun. Karena perannya yang demikian maka fluktuasi suhu permukaan akan lebih besar dari fluktuasi udara di atasnya (Lakitan, 2002).

Fluktuasi Suhu Udara

Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Seni dan Budaya (IPTEK) yang pesat telah menyebabkan peta ekonomi dan politik dunia berubah secara mendasar, membawa tantangan, masalah dan peluang, serta harapan baru. Semakin banyak bermunculan fenomena masalah lingkungan di perkotaan seperti suhu udara yang semakin meningkat, tingkat polusi udara semakin tinggi, rusak


(18)

atau hilangnya berbagai habitat yang diikuti menurunnya keanekaragaman flora dan fauna, hilang dan rusaknya pemandangan, serta berbagai macam masalah sosial. Setiap pembangunan lahan hijau atau vegetasi selalu menjadi korban. Padahal vegetasi mempunyai peranan penting dalam ekosistem (Irwan, 2005).

Di Indonesia, kurang lebih 70 % pencemaran udara disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang dapat menimbulkan dampak negatif, baik terhadap kesehatan manusia maupun terhadap lingkungan serta meningkatkan angka kematian bayi Indonesia (Susanta dan Hari, 2008). Di Indonesia, pembabatan hutan dan perubahan tata guna lahan memberikan kontribusi terbesar dalam peningkatan emisi rumah kaca (Irwan, 2005).

Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara, dan bahan bakar organik lainnya untuk menunjang aktivitas manusia. Di sisi lain, jumlah tumbuh-tumbuhan yang menggunakan CO2 hanya sedikit. Dengan demikian gas CO2 semakin meningkat (Susanta dan Hari, 2008).

Miller (1986) dalam Irwan (2005) mengemukakan bahwa bangunan beton dan jalan aspal menyerap panas sepanjang hari dan melepaskannya dengan lambat pada malam hari. Pusat kota tidak hanya lebih panas dari pinggir kota tetapi juga kurang nyaman, mengandung banyak polusi, kurang sinar matahari, kurang angin, dan kelembapannya rendah. Hasil penelitian Duckworth et al (1954) dalam Irwan (2005) menunjukkan kesan suhu udara kota yang lebih panas daripada lingkungan di sekitarnya, seolah-olah sebuah pulau panas terapung di atas media yang lebih dingin. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa suhu udara maksimum di


(19)

sebuah kota biasanya terletak di daerah padat penduduk yang merupakan pusat kota terpanas. Sedangkan suhu udara terendah terletak di tepi kota, dan dipinggir pulau panas. Kesan pulau panas terhadap wilayah di tepi kota, dan dipinggir pulau panas. Kesan pulau panas terhadap wilayah di tepi kota bergantung kepada besar dan luasnya kota. Fenomena suhu udara kota yang lebih panas di pusatnya menjadi masalah penting (Irwan, 2005).

Hal ini terjadi karena adanya penambahan panas yang berasal dari aktivitas manusia maupun polusi yang dihasilkan oleh pabrik dan dari kendaraan bermotor. Selain itu juga disebabkan karena permukaan jalan dan dinding bangunan yang menyimpan panas yang diterimanya mulai dari pagi hari hingga siang hari dan akan melepaskan panas tersebut kembali ke udara setelah matahari terbenam (Irwan, 2005).

Perubahan iklim yang terjadi akibat pemanasan global akan meningkatkan berbagai macam penyakit terhadap manusia, juga akan berpengaruh langsung terhadap ketahanan pangan karena tumbuhan terganggu. Selain itu, perubahan iklim juga berdampak negatif pada kehidupan di daerah pesisir pantai karena gelombang pasang dan banjir yang sering terjadi, hujan lebat, badai, kekeringan yang silih berganti, sulitnya ketersediaan air bersih, serta penyebaran berbagai penyakit (Susanta dan Hari, 2008).

Pengukuran Suhu

Termometer adalah alat untuk mengukur suhu. Termometer Merkuri adalah jenis termometer yang sering digunakan oleh masyarakat awam. Merkuri digunakan pada alat ukur suhu termometer karena koefisien muainya bisa


(20)

terbilang konstan sehingga perubahan volume akibat kenaikan atau penurunan suhu hampir selalu sama (Rotib, 2007).

Alat ini terdiri dari pipa kapiler yang menggunakan material kaca dengan kandungan Merkuri di ujung bawah. Untuk tujuan pengukuran, pipa ini dibuat sedemikian rupa sehingga hampa udara. Jika temperatur meningkat, Merkuri akan mengembang naik ke arah atas pipa dan memberikan petunjuk tentang suhu di sekitar alat ukur sesuai dengan skala yang telah ditentukan. Skala suhu yang paling banyak dipakai di seluruh dunia adalah Skala Celcius dengan poin 0 untuk titik beku dan poin 100 untuk titik didih (Rotib, 2007).

Termometer Merkuri pertama kali dibuat oleh Daniel G. Fahrenheit. Peralatan sensor panas ini menggunakan bahan Merkuri dan pipa kaca dengan skala Celsius dan Fahrenheit untuk mengukur suhu.

Cara kerja termometer Merkuri :

1. Sebelum terjadi perubahan suhu, volume Merkuri berada pada kondisi awal. 2. Perubahan suhu lingkungan di sekitar termometer direspon Merkuri dengan

perubahan volume.

3. Volume merkuri akan mengembang jika suhu meningkat dan akan menyusut jika suhu menurun.

4. Skala pada termometer akan menunjukkan nilai suhu sesuai keadaan lingkungan.

Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Suhu Udara

Adanya aktivitas manusia dalam menjalankan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya sehari-hari berdampak pada perubahan penutup/penggunaan lahan.


(21)

Diperkotaan, perubahan umumnya mempunyai pola yang relatif sama, yaitu bergantinya penggunaan lahan lain menjadi lahan urban. Sawah atau lahan pertanian umumnya berubah menjadi pemukiman, industri atau infrastruktur kota. Pola demikian terjadi karena lahan urban mempunyai nilai sewa lahan (land rent) yang lebih tinggi dibanding penggunaan lahan sebelumnya (Sitorus et al, 2006).

Penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan pada penutup lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Satuan-satuan penutup lahan kadang-kadang juga bersifat penutup lahan alami. Klasifikasi penutupan lahan adalah upaya pengelompokan berbagai jenis penutup lahan/penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutupan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan penutupan lahan. Banyak sistem klasifikasi penutup/penggunaan lahan yang telah dikembangkan, yang dilatarbelakangi oleh kepentingan tertentu atau pada waktu tertentu (Sitorus et al, 2006).

Beberapa penelitian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan menunjukkan bahwa bagian tengah kota menunjukkan suhu yang lebih tinggi 3-4° Celcius dibandingkan dengan wilayah sekitarnya (Caldwell, 1981 dalam Widyawati et al 2006). Perbedaan ini terjadi sepanjang tahun. Namun pada musim panas, perbedaan suhu tersebut nampak lebih tajam. Ada beberapa hal yang menyebabkan gejala ini terjadi. Hal utama yang ditemukan oleh Caldwell adalah luasnya tutupan lahan yang berupa pengerasan (seperti semen dan aspal). Semakin kering tanah, semakin sedikit panas yang dipancarkan melalui evaporasi.


(22)

Sementara itu, kota cenderung memiliki udara yang lebih buruk untuk melepaskan panas dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Hal ini terjadi karena luasnya daerah tutupan berupa pengerasan dan rapatnya bangunan. Hasil penelitian ini menunjukkan betapa pentingnya penataan ruang yang baik agar masyarakat dapat hidup nyaman (Widyawati et al, 2006).

Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) Bagi Stabilitas Suhu Udara

Kota membutuhkan vegetasi (tumbuhan), karena tumbuh-tumbuhan mempunyai peranan dalam segala kehidupan makhluk hidup selain nilai keindahan bagi masyarakat. Tumbuhan yang ada di pekarangan dan halaman bangunan kantor, sekolah, atau di halaman bangunan lainnya serta tumbuhan yang ada di pinggir jalan, baik jumlah dan keanekaragamannya semakin menurun. Sebagai akibatnya fungsi tumbuhan sebagai penghasil oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia untuk proses respirasi (pernafasan) serta untuk kebutuhan aktivitas manusia semakin berkurang, karena proses fotosintesis dari vegetasi semakin berkurang. Sebaliknya, keberadaan gas CO2 semakin tinggi karena semakin meningkatnya asap kendaraan bermotor, limbah industri, dan aktivitas lainnya dari penduduk kota semakin meningkat (Irwan, 2005).

Kehadiran tumbuhan sangat diperlukan di perkotaan mengingat proses fotosintesis tumbuhan yang terjadi apabila ada sinar matahari dan dibantu oleh enzim, yaitu suatu proses di mana zat-zat anorganik H2O dan CO2 oleh klorofil diubah menjadi anorganik, karbohidrat serta O2. Tumbuhan hijau akan menjaring CO2 dan melepas O2 kembali ke udara. Grey dan Deneke (1978) dalam Irwan (2005) mengemukakan bahwa setiap tahun tumbuh-tumbuhan di bumi ini


(23)

mempersenyawakan sekitar 150.000 juta ton CO2 dan 25.000 juta hidrogen dengan membebaskan 400.000 juta ton oksigen ke atmosfer, serta menghasilkan 450.000 juta ton zat-zat organik. Setiap jam 1 ha daun-daun hijau menyerap 8 kg CO2 yang ekuivalen dengan CO2 yang dihembuskn oleh napas manusia sekitar 200 orang dalam waktu yang sama. Pentingnya peranan tumbuhan di bumi ini dalam upaya penanganan krisis lingkungan terutama di perkotaan sehingga sangat tepat jika keberadaan tumbuhan mendapat perhatian serius dalam pelaksanaan penghijauan perkotaan/ hutan kota (Irwan, 2005).

Dengan adanya RTH sebagai paru-paru kota, maka dengan sendirinya akan terbentuk iklim yang sejuk dan nyaman. Kenyamanan ini ditentukan oleh adanya saling keterkaitan antara faktor-faktor suhu udara, kelembaban udara, cahaya, dan pergerakan angin. Hasil penelitian di Jakarta, membuktikan bahwa suhu di sekitar kawasan RTH (di bawah pohon teduh), dibanding dengan suhu di luarnya, bisa mencapai perbedaan angka sampai 2-4 derajat celcius. RTH membantu sirkulasi udara. Pada siang hari dengan adanya RTH, maka secara alami udara panas akan terdorong ke atas, dan sebaliknya pada malam hari, udara dingin akan turun di bawah tajuk pepohonan. Pohon, adalah pelindung yang paling tepat dari terik sinar matahari, di samping sebagai penahan angin kencang, peredam kebisingan dan bencana alam lain, termasuk erosi tanah. Bila terjadi tiupan angin kencang diatas kota tanpa tanaman, maka polusi udara akan menyebar lebih luas dan kadarnya pun akan semakin meningkat (Dwiyanto,2009).

Hutan kota sebagai unsur RTH merupakan subsistem kota, sebuah ekosistem dengan sistem terbuka. Pengertian hutan kota berbeda dengan


(24)

pengertian hutan yang dipahami selama ini. Hutan kota diharapkan dapat mengatasi masalah lingkungan di perkotaan dengan menyerap hasil negatif yang disebabkan aktivitas kota. Aktivitas kota dipicu oleh pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap tahun (Irwan, 2005).

Hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, meyebar, atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru (menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman dan estetis. Hasil negatif kota antara lain meningkatnya suhu udara, menurunnya kelembaban, kebisingan, debu, polutan lainnya, dan hilangnya habitat berbagai burung karena hilangnya berbagai vegetasi dan RTH. Dalam hal ini diharapkan hutan kota dapat menyerap panas, meredam suara bising di kota, mengurangi debu, memberikan estetika, membentuk habitat untuk berbagai jenis burung atau satwa lainnya (Irwan, 2005).

Aplikasi Sistem Informasi Geografis Pada Pemetaan Suhu

Geographic Information System atau Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengelola (input, manajemen, proses, dan output) data spasial atau data yang bereferensi geografis (Nuarsa, 2005) sedangkan menurut Husein (2006) SIG merupakan komputer yang berbasis pada sistem informasi yang digunakan untuk memberikan bentuk digital dan analisa terhadap permukaan geografi bumi. Defenisi SIG selalu berubah karena SIG merupakan bidang kajian ilmu dan teknologi yang relatif masih baru.


(25)

Manfaat utama penggunaan sistem informasi spasial dengan komputer dibandingkan dengan metode pembuatan peta tradisional dan masukan data manual atau informasi manual, adalah memperkecil kesalahan manusia, kemampuan memanggil kembali peta tumpangsusun dari simpanan data SIG secara cepat, menggabungkan tumpangsusun tersebut tetapi penggabungan batas agak sulit, dan untuk memperbaharui dengan memperhatikan perubahan lingkungan data statistik dan batas agak sulit, dan untuk memperbaharui dengan memperhatikan perubahan lingkungan data statistic dan batas-batas dan area yang Nampak pada peta (Howard, 1996).

Keuntungan utama dari SIG adalah memberi kemungkinan untuk mengindentifikasi hubungan spasial diantara data geografis dalam bentuk peta. SIG tidak hanya sekedar menyimpan peta menurut pengertian konvensional yang ada dan SIG tidak pula sekedar menyimpan citra atau pandangan dari area geografi tertentu. Akan tetapi, SIG dapat menyimpan data menurut kebutuhan yang diinginkan dan menggambarkan kembali sesuai dengan tujuan tertentu. SIG menghubungkan data spasial dengan informasi geografi tentang feature tertentu pada peta. Informasi ini disimpan sebagai atribut atau karakteristik dari feature yang disajikan secara grafik (Pardede, 2008).

SIG adalah sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk memetakan kondisi dan peristiwa yang terjadi di muka bumi dan dapat juga dipakai untuk menyimpan, memanipulasi, dan menganalisis informasi geografi. Teknologi ini berkembang pesat sejalan dengan perkembangan teknologi informatika atau teknologi komputer. Informasi permukaan bumi telah berabad-abad disajikan dalam bentuk peta. Peta-peta umum (general purpose)


(26)

menggambarkan suatu topografi suatu daerah ataupun batas-batas administratif suatu wilayah atau negara. Sedangkan peta tematik (thematic) secara khusus menampilkan distribusi keruangan (spatial distribution) kenampakan-kenampakan seperti geologi, geomorfologi, tanah, vegetasi, atau sumber daya alam lainnya (Nugrahani,2006).

Analisis Citra Satelit

Analisis citra visual atau interpretasi foto dapat didefenisiskan sebagai aktivitas visual untuk mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka bumi yang tergambar di dalam foto tersebut untuk tujuan identifikasi obyek dan menilai maknanya. Interprtasi visual merupakan kegiatan pemecahan masalah yang meliputi deteksi dan identifikasi obyek di muka bumi pada foto udara, dengan mengenali obyek-obyek tersebut melalui unsur-unsur utama spektral dan spasial, dan kadang-kadang di dalam kehutanan dengan melalui kondisi temporalnya. Adapun unsur-unsur pengenalan citra yang penting adalah enam buah, yakni rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, bayangan dan pola, tinggi, situs dan asosiasi serta adanya perubahan terhadap unsur waktu (Howard,1996).

Landsat TM (Thematic Mapper) dan SPOT (System Pour 1’Observation de la Terre) merupakan satelit yang sering digunakan dalam kegiatan perencanaan tata guna lahan dan tata ruang kota. Menurut Howard (1996), landsat TM memiliki kelebihan pada resolusi spektral dengan 6 saluran tampak/inframerah dan 1 saluran termal dengan resolusi spasialnya sebesar 30x30 m. Resolusi spasial yang semakin tinggi dengan dikombinasikan perluasan spektral ternyata sangat membantu dalam pemetaan tematik sumberdaya hutan.


(27)

Sistem citra Landsat TM meliput lebar sapuan (scanning) sebesar 185 km, direkam dengan menggunakan tujuh saluran panjang gelombang , yaitu tiga saluran panjang gelombang tampak, tiga saluran panjang gelombang inframerah dekat, dan satu saluran panjang gelombang inframerah termal. Panjang gelombang yang digunakan pada setiap saluran Landsat TM adalah saluran dengan gelombang biru (0,45-0,52) µm, saluran 2 dengan gelombang hijau (0,52-0,60) µ m, saluran 3 dengan gelombang merah (0,63-0,69) µm, saluran 4 dengan gelombang inframerah dekat (0,76-0,90) µm, saluran 5 dengan gelombang inframerah pendek (1,55-1,75) µm, saluran 6 dengan gelombang inframerah termal (10,40-12,50) µm, dan saluran 7 dengan gelombang inframerah pendek (2,08-2,35) µm. Satelit Landsat 7 akan dilengkapi dengan fasilitas penerima system posisi lokasi (Ground Positioning Sistem/GPS receiver) untuk meningkatkan ketepatan letak satelit didalam jalur orbitnya (Purwadhi, 2001).

Normalized Diferential Vegetation Index (NDVI)

Vegetasi perkotaan dapat mempengaruhi udara disekitarnya secara langsung maupun tidak langsung dengan cara merubah kondisi atmosfer lingkungan udara. PP RI No. 63/2002 menyebutkan bahwa fungsi vegetasi di perumahan ditekankan sebagai penyerap CO2, penghasil oksigen, penyerap polutan, penyerap kebisingan, penahan angina dan peningkatan keindahan. Kondisi dan keberadaan vegetasi di daerah perkotaan dapat diketahui dengan berbagai pendekatan, salah satunya adalah pemanfaatan penginderaan jauh dengan melihat nilai indeks vegetasi (Syakur dan Sandi, 2009).


(28)

Nilai indeks vegetasi dapat memberikan informasi tentang persentase penutupan vegetasi, indeks tanaman hidup. Indeks vegetasi adalah pengukuran kuantitatif berdasarkan nilai digital dari data penginderaan jauh yang digunakan untuk mengukur biomassa atau intensitas vegetasi di permukaan bumi (Tampubolon et al, 2008).

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km2) atau 3.6 % dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya, kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar (BPS, 2002). Secara geografis kota Medan terletak pada 3º 30' - 3º 43' Lintang Utara dan 98º 44' Bujur Timur dengan batas-batas sebagai berikut :

- Batas Utara : Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka - Batas Selatan : Kabupaten Deli Serdang

- Batas Timur : Kabupaten Deli Serdang - Batas Barat : Kabupaten Deli Serdang

Luas wilayah Kota Medan dapat dipersentasekan sebagai berikut Tabel 1. Luasan Kota Medan Hingga Tahun 2005

No Lokasi Luas sebenarnya

Luas (Ha) Luas (%)

1 Pemukiman 9.623 36,3

2 Perkebunan 822 3,1

3 Lahan Jasa 503 1,9

4 Sawah 1.617 6,1

5 Perusahaan 1.113 4,2

6 Kebun Campuran 12.035 45,4

7 Industri 398 1,5

8 Hutan Rawa 477 1,8

Total 26.510 100


(29)

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia pada tahun 2001 berkisar antara 23,2ºC - 24,3ºC. Suhu maksimum berkisar antara 30,8ºC - 33,2ºC serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 23,3ºC - 24,1ºC dan suhu maksimum berkisar antara 31,0ºC - 33,1ºC. Kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata berkisar antara 84-85%. Kecepatan angin rata-rata sebesar 0,48 m/sec, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 104,3 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2001 rata-rata per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya 226,0 mm (menurut Stasiun Sampali) dan 299,5 mm pada Stasiun Polonia (BPS, 2002).

Secara geografis, Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya (BPS, 2005).


(30)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Oktober 2009 di Kota Medan. Analisa data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah Citra satelit landsat TM 7 Kota Medan (path/row 129/57 dan 129/58) tahun 2001 dan tahun 2006, peta administrasi kota Medan, peta Rupa Bumi Indonesia.

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah, Personal Computer (PC) dengan perangkat lunaknya, perangkat SIG (Software Arc View 3,3 dan Erdas Imagine 8,5), Global Positioning System (GPS), kamera digital, Termometer.

Metode Penelitian

1. Pengumpulan Data

a. Data-data sekunder diperoleh dari berbagai instansi dan studi literatur, terdiri dari :

1. Citra Landsat TM 7 Kota Medan (path/row 129/57 dan 129/58) tahun 2001 dan tahun 2006.

2. Peta administrasi kota Medan. 3. Peta Rupa Bumi Indonesia.


(31)

b. Pengumpulan data primer diperoleh dari :

1. Pengambilan titik koordinat di kota Medan. Data ini diperlukan untuk mengetahui titik koordinat lokasi pengukuran suhu udara.

2. Pengukuran suhu dilakukan di setiap sampel lokasi. Lokasi yang mewakili areal bervegetasi seperti hutan kota, padang rumput dan mangrove serta areal non vegetasi seperti jalan raya, danau, gedung, dan lapangan udara.

2. Analisis Citra

Citra Landsat TM dianalisis dengan tujuan untuk memperoleh peta perubahan penggunaan lahan dari kawasan yang diteliti. Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), analisis citra dapat dilakukan dalam enam tahap yang digambarkan dalam diagram alir seperti gambar 1, yang mencakup :

1. Mosaik Image

Mosaik image adalah penggabungan dua citra yakni citra landsat 129/57 dan citra landsat 129/58 sehingga gambaran pada kedua citra tersebut bertampalan.

2. Subset Image

Subset image adalah memotong (cropping) citra untuk menentukan daerah kawasan yang diteliti dari kedua citra tersebut.

3. Koreksi Citra

Koreksi citra merupakan prosedur operasi agar diperoleh data yang sesuai dengan aslinya. Sebab citra hasil rekaman sensor penginderaan jauh mengalami berbagai distorsi yang disebabkan oleh gerakan sensor, faktor


(32)

media antara, dan faktor objeknya sendiri, sehingga perlu dibetulkan atau dipulihkan kembali.

Koreksi citra terdiri dari : a. Koreksi Geometris

Koreksi geometris dilakukan sesuai dengan atau penyebab kesalahannya, yaitu kesalahan sistematik dan kesalahan random dengan sifat distorsi geometrik pada citra. Tujuan koreksi geometrik antara lain :

- Melakukan rektifikasi (pembetulan) citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat geografi

- Mencocokkan (registrasi) posisis citra dengan citra lainnya ataua mentransformasikan sistem koordinat citra multispektral atau multitemporal

- Registrasi citra ke peta atau transformasi sistem koordinat citra ke peta, yang menghasilkan citra dengan sistem proyeksi tertentu.

b. Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik merupakan perbaikan akibat cacat atau kesalahan radiometrik, yaitu kesalahan pada sistem optik, kesalahan karena gangguan energi radiasi elektromagnetik pada atmosfer dan kesalahan karena pengaruh sudut elevasi matahari.

4. Klasifikasi Citra (Image classification)

Klasifikasi citra bertujuan untuk pengelompokan atau segmentasi terhadap kenampakan-kenampakan yang homogen dengan menggunakan teknik kuantitaif. Klasifikasi citra yang digunakan yakni klasifikasi terbimbing


(33)

pemilihan kategori informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk tiap kategori penutup lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi.

5. Uji Ketelitian

Uji ketelitian dilakukan dengan menggunakan metode maksimum likelihood.Uji ketelitian bertujuan untuk menguji kebenaran dari hasil interpretasi yang diperoleh dengan cara pengecekan di lapangan serta pengukuran beberapa titik (sampel area) yang dipilih dari setiap bentuk penutup/penggunaan lahan yang homogen. Besarnya tingkat akurasi akan diperoleh dari hasil uji ketelitian. Makin tinggi nilai akurasi maka makin baik klasifikasi yang dibuat dan makin mendekati kondisi sebenarnya di lapangan. Adapun diagram alir analisis perubahan lahan dapat disajikan pada Gambar 1. Besarnya tingkat akurasi dapat dihitung dari matriks analisis akurasi dengan formulasi sebagai berikut:

Producer’s accuracy = x100%

Xkt Xkk

User’s accuracy = x100%

Xtk Xkk

Kappa accuracy = 100%

. . . 2 x Xtk Xkt N Xtk Xkt Xkk N

− −

Overall accuracy = x100%

N Xkk

Keterangan :

N = Jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan r = Jumlah baris/lajur pada matriks kesalahan (jumlah kelas) Xkk = Jumlah piksel pada kelas bersangkutan (diagonal matriks)


(34)

Xkt = ΣXij (jumlah semua kolom pada baris ke i)


(35)

Gambar 1. Diagram Alir Analisis Perubahan Lahan Peta Penutupan

Lahan Tahun 2001

Peta Penutupan Lahan Tahun 2006

Uji Ketelitian Citra Landsat

129/57

Citra Landsat 129/58

Mosaik Image

Subset Image

Koreksi

Geometris Radiometrik

Klasifikasi Terbimbing (Supervised classification)


(36)

Penentuan lokasi pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan metode Purposive sampling. Menurut Soekartawi (1995), dalam purposive sampling, pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri atau sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya untuk mencapai tujuan tertentu dalam suatu penelitian. Mengingat populasi penelitian sangatlah luas/banyak, maka perlu dilakukan pengambilan sampel guna mengatasi keterbatasan sumber daya yang digunakan dalam penelitian ini (tenaga, waktu dan biaya).

Tahap-tahap penentuan sampel dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Menentukan areal/daerah yang bervegetasi dan non vegetasi sesuai dengan

perubahan penggunaan lahan pada peta di kota Medan. Areal yang bervegetasi meliputi hutan kota, lahan hijau (padang rumput dan sawah), dan mangrove. Untuk areal yang non vegetasi meliputi danau, sungai, industri, pemukiman dan lapangan terbuka yang mencakup landasan aspal serta lapangan udara. 2. Setiap areal yang terpilih merupakan daerah yang akan dilakukan pengukuran

suhu yang tersebar merata di kawasan kota Medan.

Pengukuran suhu yang dilakukan dengan menggunakan termometer. Pengamatan perubahan suhu yang terjadi pada termometer diamat pada pukul 07.00, pukul 13.00 dan pada pukul 18.00.

4. Permodelan Sebaran Suhu

Permodelan sebaran suhu yang akan dipetakan dibutuhkan dua variabel yaitu suhu dan digital number pada citra. Penggabungan kedua variabel tersebut dibutuhkan hubungan antara suhu dengan land cover. Hubungan yang didapat pada umumnya


(37)

dinyatakan dalam bentuk persamaan matematik yang menyatakan hubungan fungsional antara variabel-variabel.

Analisis regresi linear sederhana dilakukan apabila jenis variabelnya merupakan variabel bebas dan terikat. Pada umumnya variabel yang mudah didapat (diukur) dianggap sebagai variabel bebas (X), dan variabel lainnya yaitu variabel terikat (Y). Statistik melakukan analisis dan mengajukan bentuk formula (persamaan) yang menandai kualitas keterikatan antar variabel (Sudjana, 1997). Persamaan yang didapat menjelaskan hubungan fungsional antarvariabel, seperti hubungan antara suhu dengan

Digital Number (DN) yaitu nilai digital pixel yang terekam pada sensor satelit. Model

regresi linear sederhana dapat dinyatakan sebagai berikut : Y = a + bX

Keterangan : Y = Suhu (OC)

X = Digital Number (DN)

Analisis data yang dilakukan menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Program for Social Science) versi 15,0. Model ini dipilih karena ingin mengetahui hubungan antara land user (penggunaan lahan) dengan suhu udara di kota Medan.

5. Analisa Data

Data yang diperoleh melalui pengukuran suhu dan penentuan titik kordinat di lapangan dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) sehingga menghasilkan informasi spasial yang akan di overlay dengan peta perubahan lahan. Overlay tersebut akan menghasilkan peta sebaran suhu kota Medan.


(38)

6. Uji Korelasi Bivariat

Penentuan uji korelasi bivariat dibutuhkan hubungan antara dua variabel. Variabel pertama disebut sebagai variabel bebas yaitu kerapatan vegetasi sedangkan variabel kedua disebut variabel terikat yaitu suhu udara. Korelasi Bivariat ini dibutuhkan untuk mengetahui seberapa besarkah hubungan kerapatan vegetasi terhadap suhu udara. Untuk mengetahui kuat, sedang atau lemahnya hubungan diantara variabel maka digunakan suatu bilangan yang disebut koefisien korelasi (r). Besarnya koefisien korelasi bergerak antara 0 sampai +1 dan antara 0 hingga -1. Tanda + dan menunjukkan arah korelasi. Koefisien korelasi sebesar +1 atau -1 berarti memiliki korelasi yang sempurna sedangkan koefisien korelasi 0 menunjukkan tidak adanya korelasi (Tampubolon et al, 2008).


(39)

Langkah-langkah penelitian disajikan dalam gambar berikut :

Gambar 2. Langkah-langkah penelitian

Peta Sebaran Suhu Peta Land Cover

Hubungan Land Cover dengan Suhu

Klasifikasi Citra

Analisis Citra/ Permodelan Suhu

Ground Cek Peta Administrasi Citra Satelit Pengukuran Suhu


(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Klasifikasi Citra Satelit Landsat TM

Penutupan Lahan Tahun 2001

Data penutupan lahan kota Medan diperoleh dari hasil klasifikasi citra satelit landsat TM 7 tahun 2001 dan landsat TM 7 tahun 2006. Adapun kombinasi band yang umum digunakan pada klasifikasi citra yaitu 543 (kombinasi band yang biasa digunakan di bidang Kehutanan) dimana berbagai kenampakan vegetasi baik alami maupun yang ditanam serta mempermudah pengenalan tipe-tipe penutup lahan dapat terlihat dengan jelas. Citra yang telah terkoreksi tersebut diklasifikasikan dengan menggunakan metode supervised classification. Kenampakan citra dalam penyajian data dipengaruhi oleh resolusi. Citra landsat TM mempunyai resolusi 30 m x 30 m, oleh karena itu obyek yang ukurannya lebih kecil dari 30 m tidak dapat dikenali.

Kenampakan citra diidentifikasikan berdasarkan ukuran, bentuk, tekstur, pola bayangan dan asosiasinya. Hasil klasifikasi citra diperoleh enam jenis sebaran tutupan lahan di kota Medan yaitu awan, badan air, industri, Ruang Terbuka Hijau (RTH), lapangan terbuka, dan pemukiman yang diinterpretasikan secara visual.

Citra satelit landsat TM 7 tahun 2001 diklasifikasikan untuk menghasilkan penutupan lahan kota Medan pada tahun 2001. Citra yang telah diklasifikasikan secara supervised classification kemudian diuji ketelitiannya dengan menggunakan metode maximum likelihood. Uji ketelitian tersebut dilakukan


(41)

untuk menghasilkan areal tutupan lahan yang akurat. Hasil akurasi dapat ditampilkan pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis akurasi tutupan lahan kota medan tahun 2001

Kelas Awan Badan

air Industri

Lapangan

terbuka Pemukiman RTH Total PA (%) Awan 16.886 0 23 0 17 16926 16.931 99,73 Badan air 0 4.223 0 0 0 0 4.955 85,23 Industri 37 18 4.624 21 559 5220 5.401 85,61 Lapangan

terbuka 0 19 4 2.633 361 365 3.059 86,07 Pemukiman 3 23 47 104 10.582 10632 10.836 97,66 RTH 0 118 0 40 2 2 104.268 90,323 Total 9.976.3

67.718

9.543.7 06.742

9.842.48

6 9.410.293 9.184.967 104.108 7.570.551 705,54 UA (%) 94,63

KA (%) 94,40 OA (%) 91,16 PA (%) 90,66

Sumber : Hasil klasifikasi citra satelit landsat TM tahun 2001

Uji akurasi tutupan lahan kota Medan menunjukkan bahwa hasil klasifikasi citra satelit landsat TM tahun 2001 dapat terklasifikasi dengan baik. Hasil uji klasifikasi citra satelit dikatakan baik jika hasil uji contingency diatas 80%. Hasil perhitungan uji akurasi diperoleh tingkat akurasi keseluruhan (overall accuracy) sebesar 91,16 %, rata User’s accuracy (UA) sebesar 94,63%, rata-rata producer’s accuracy sebesar 90,66%, dan untuk Kappa accuracy sebesar 94,40 %. Hasil uji akurasi ini diketahui bahwa citra terklasifikasi dengan baik sehingga dapat diperoleh peta tutupan lahan kota Medan tahun 2001. Hasil klasifikasi citra satelit menunjukkan enam tutupan lahan di kota Medan yaitu awan, badan air, industri, lapangan terbuka, pemukiman dan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Hal ini dapat ditampilkan pada Gambar 3.


(42)

Gambar 3. Peta Tutupan Lahan Kota Medan Tahun 2001

Peta tutupan lahan kota Medan menunjukkan areal penggunaan lahan di kota Medan dengan luasan yang berbeda. Luas penutupan lahan kota Medan disajikan dalam Tabel 3.


(43)

Tabel 3. Tipe tutupan lahan kota medan tahun 2001

Tutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

Awan 797,51 2,99

Badan air 915,27 3,42

Industri 630,32 2,36

Lapangan terbuka 3.829,13 14,35

Pemukiman 9.183,59 34,38

RTH 11.354,53 42,51

Total 26.710,3 100

Sumber : Hasil klasifikasi citra satelit landsat TM tahun 2001

Luas tutupan lahan yang paling sedikit adalah industri dengan luas sebesar 630,32 Ha atau 2,36% dan tutupan lahan yang paling besar adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yaitu sebesar 11.354,53 Ha atau 42,51%. Citra yang diklasifikasi merupakan citra yang memiliki luasan RTH yang besar, sehingga tutupan lahan yang paling luas pada tahun 2001 adalah RTH. Pemukiman adalah tutupan lahan terbesar kedua yaitu seluas 9.183,59 Ha. Tutupan lahan non vegetasi dibagi menjadi tiga yaitu lapangan terbuka seluas 3.829,13 Ha (14,35%), badan air seluas 915,27 Ha (3,42%) dan awan.

Peta tutupan lahan menunjukkan bahwa citra satelit landsat TM tahun 2001 memiliki awan yang banyak. Awan tersebut menutupi sebagian kecamatan di kota medan, khususnya Medan Selayang. Penyebaran penggunaan lahan kota medan di seluruh kecamatan dapat dilihat pada Tabel 4.


(44)

Tabel 4. Penyebaran penggunaan lahan tahun 2001 di kecamatan kota medan Klasifikasi Awan Badan air Industri Lapangan terbuka Pemukiman RTH Total (Ha) Medan Amplas 0,147 2,259 19,953 263,045 513,198 728,262 1.526,864 Medan Area 0,021 - 8,928 45,386 763,956 18,194 836,485 Medan Barat 0,307 5,271 24,468 148,756 451,758 144,649 775,209 Medan Baru 0,114 - 3,151 56,788 596,62 24,188 680,861 Medan Belawan - 111,534 180,578 23,205 84,954 88,659 488,93 Medan Deli - 25,969 128,366 807,891 445,17 1.750,254 3.157,65 Medan Denai 0,419 0,992 13,509 118,932 700,787 273,081 1.107,72 Medan Helvetia - 6,448 5,034 335,902 23,483 428,03 798,897 Medan Johor 12,339 1,523 5,991 59,784 744,057 632,254 1.455,948 Medan Kota 0,447 - - 3,789 737,55 28,016 769,802 Medan Labuhan - 445,044 145,521 208,652 218,917 2807,043 3.825,177 Medan Maimun 0,416 - 2,019 3,401 455,117 21,645 482,598 Medan Marelan - 282,918 33,029 45,701 59,729 1.593,904 2.015,281 Medan Perjuangan 0,989 3,787 8,207 220,951 682,214 166,555 1.082,703 Medan Petisah 0,556 1,237 4,605 113,394 206,945 50,136 376,873 Medan Polonia 8,281 - 2,901 0,532 610,561 9,688 631,963 Medan Selayang 19,192 0,566 - 162,819 545,644 232,207 960,428 Medan Sunggal 1,037 5,162 16,031 448,254 543,636 325,784 1.339,904 Medan Tembung 4,42 0,588 1,927 49,179 253,264 756,278 1.065,656 Medan Timur 0,11 6,438 42,603 489,279 770,838 219,98 1.529,248 Medan Tuntungan 9,966 15,538 - 242,244 375,2 1.176 1.818,666 Total 58,761 915,274 646,821 3.847,884 9.783,598 11.474,525 26.710,3

Sumber : Hasil klasifikasi citra satelit landsat TM tahun 2001

Berdasarkan peta tutupan lahan kota Medan, lapangan terbuka, pemukiman dan RTH tersebar merata di 21 kecamatan yang ada di kota Medan. RTH pada peta tersebut terdiri dari tiga bentuk yaitu hutan kota, lahan hijau dan mangrove sedangkan pemukiman terdiri dari gedung, pertokoan, dan perumahan.

Penutupan Lahan Tahun 2006

Citra satelit landsat TM 7 tahun 2006 diklasifikasikan untuk menghasilkan penutupan lahan kota Medan pada tahun 2006. Sama halnya dengan penutupan lahan tahun 2001, klasifikasi citra tahun 2006 juga memiliki enam penutupan lahan yaitu awan, badan air, industri, lapangan terbuka, pemukiman dan RTH. Hal ini dapat ditampilkan pada Gambar 4. Uji keakurasian tersebut dilakukan untuk


(45)

menghasilkan areal tutupan lahan yang akurat. Hasil akurasi dapat ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisis akurasi tutupan lahan kota medan tahun 2006

Kelas Awan Badan air RTH Lahan

terbuka Pemukiman Industri Total Awan 1691 0 0 0 0 0 1691 Badan air 0 6168 17 2 0 0 6252 RTH 0 45 2249 0 41 0 2294 Lahan terbuka 24 0 263 3 0 302 Pemukiman 0 18 0 5 278 2 303 Industri 1 14 0 0 0 98 120 Total 1692 6425 2266 270 292 100 12931 PA 100 98,66 94,81 87,09 91,75 81,67 840,75 UA 99,94 96 97,96 97,41 95,21 98 876,56 PA (%) 93,42

UA (%) 97,40 OA (%) 97,73 KA (%) 96,76

Sumber : Hasil klasifikasi citra satelit landsat TM tahun 2006

Uji akurasi tutupan lahan kota Medan menunjukkan bahwa hasil klasifikasi citra satelit landsat TM tahun 2006 dapat terklasifikasi dengan baik. Hasil perhitungan uji akurasi diperoleh tingkat akurasi keseluruhan (overall accuracy) sebesar 97,73%, rata User’s accuracy (UA) sebesar 97,40%, rata-rata producer’s accuracy sebesar 93,42%, dan untuk Kappa accuracy sebesar 96,76%. Hasil uji akurasi ini diketahui bahwa citra terklasifikasi dengan baik sehingga dapat diperoleh peta tutupan lahan kota Medan tahun 2006.


(46)

Gambar 4. Peta Tutupan Lahan Kota Medan Tahun 2006

Peta tutupan lahan menunjukkan bahwa keberadaan mangrove hanya ada di sebelah utara kota Medan, yaitu kawasan yang dekat dengan pesisir pantai seperti kecamatan Medan Belawan, Medan Marelan, dan Medan Deli. Hutan


(47)

mangrove di kecamatan Medan Belawan ditetapkan sebagai hutan kota yang dapat berfungsi sebagai sarana rekreasi. Peta tutupan lahan kota Medan tahun 2006 juga menunjukkan areal penggunaan lahan di kota Medan dengan luasan yang berbeda. Luas penutupan lahan kota Medan disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Tipe tutupan lahan kota medan tahun 2006

Tutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

Awan 797,51 2,99

Badan air 1.367,84 5,12

Industri 766,45 2,87

Lapangan terbuka 3.815,53 14,28

Pemukiman 10.712,55 40,09

RTH 9.250,4 34,63

Total 26.710,3 100

Sumber : Hasil klasifikasi citra satelit landsat TM tahun 2006

Luas tutupan lahan yang paling sedikit adalah industri dengan luas sebesar 766,45 Ha atau 2,87% dan tutupan lahan yang paling besar adalah pemukiman yaitu sebesar 10.712,55 Ha atau 40,09%. Sedangkan tutupan lahan lain meliputi badan air seluas 1.367,84 Ha (5,12%), lapangan terbuka seluas 3.815,53 Ha (14,28%), awan dan RTH. RTH merupakan daerah tutupan lahan terbesar kedua setelah kawasan pemukiman yaitu seluas 9.250,4 Ha (34,63%). Penyebaran penggunaan lahan tahun 2006 di seluruh kecamatan kota medan dapat dilihat pada Tabel 7.


(48)

Tabel 7. Penyebaran penggunaan lahan tahun 2006 di kecamatan kota Medan Kecamatan Awan Badan air Industri Lapangan terbuka Pemukiman RTH Total (Ha) Medan Amplas 49,767 2,959 25,899 332,485 699,884 467,113 1.578,107 Medan Area 13,168 0,935 6,549 38,964 757,044 19,945 836,605 Medan Barat 61,997 6,11 29,658 106,879 422,977 150,468 778,089 Medan Baru 41,335 0,048 0,768 25,531 600,983 12,301 680,966 Medan Belawan 1,705 167,86 220,896 48,913 193,75 64,797 697,921 Medan Deli 3,249 50,779 144,332 956,735 972,276 1.181,351 3.308,722 Medan Denai 4,523 3,737 11,467 158,217 773,553 169,459 1.120,956 Medan Helvetia 3,336 7,578 5,337 228,494 205,669 358,508 808,922 Medan Johor 36,754 8,298 3,904 159,758 599,48 656,373 1.464,567 Medan Kota 13,607 0,238 3,436 5,97 736,949 9,631 769,831 Medan Labuhan 7,767 683,544 160,356 453,152 464,782 2.426,597 4.196,198 Medan Maimun 149,771 0,09 9,871 15,815 288,423 18,665 482,635 Medan Marelan 0,847 384,494 16,027 89,456 117,489 1.491,592 2.099,905 Medan Perjuangan 0,939 6,384 17,418 168,356 700,213 91,642 984,952 Medan Petisah 45,852 - 2,657 11,862 287,531 29,076 376,978 Medan Polonia 199,712 0,775 8,533 52,369 353,571 17,049 632,009 Medan Selayang 0,303 0,649 1,809 169,814 481,95 306,438 960,963 Medan Sunggal 100,5 7,623 5,056 196,593 714,313 223,617 1.247,702 Medan Tembung 1,743 7,498 21,176 225,544 233,88 585,81 1.075,651 Medan Timur 1,786 1,86 68,493 206,644 854,175 112,44 1.245,398 Medan Tuntungan 0,09 26,377 2,808 163,983 273,656 1.373,538 .1840,452 Total 738,751 1.367,836 766,45 3.815,534 10.732,548 9.289,181 26.710,3

Sumber : Hasil klasifikasi citra satelit landsat TM tahun 2006

Tabel 7 menunjukkan bahwa awan, industri, lapangan terbuka, pemukiman dan RTH tersebar merata di setiap kecamatan kota Medan. Pemukiman merupakan tutupan lahan yang terluas pada tahun 2006 di kota Medan. Perubahan luas tiap-tiap kelas tutupan lahan pada tahun 2001 dan tahun 2006 dicantumkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Luas penutupan lahan kota medan tahun 2001 dan tahun 2006 serta perubahannya

No Kelas Tutupan

Lahan Luas Tahun 2001 Luas Tahun 2006

Perubahan (Ha)

Persentase (%)

1 Awan 797,51 797,51 - -

2 Badan air 915,27 1.367,84 +452,57 10,69

3 Industri 630,32 766,45 +136,13 3,21

4 Lapangan terbuka 3.829,13 3.815,53 -13,60 0,32

5 Pemukiman 9.183,59 10.712,55 +1.528,96 36,10

6 RTH 11.354,53 9.250,4 -2.104,13 49,47

Total 26.710,3 26.710,3 4.235,39 100


(49)

Perubahan tutupan lahan yang paling besar terdapat pada tutupan lahan ruang terbuka hijau. Tahun 2001 ruang terbuka hijau memiliki luas sebesar 11.354,53 Ha, sedangkan tahun 2006 berubah menjadi 9.250,4 Ha, berarti perubahan tata guna lahan pada ruang terbuka hijau sebesar 2.104,13 Ha atau 49,47%. Begitu juga pada kelas tutupan lahan yang lain seperti badan air dan pemukiman terdapat perubahan tata guna lahan sebesar 10,69% dan 36,10%. Areal pemukiman juga memiliki perubahan yang cukup besar. Pada tahun 2001 pemukiman memiliki luas sebesar 9.183,59 Ha, sedangkan tahun 2006 menjadi luas 10.712,55 Ha, berarti perubahan tata guna lahan bertambah menjadi 1.528,96 Ha. Berarti perubahan areal pemukiman sebesar 36,10%. Hal ini berarti ruang terbuka hijau di kota Medan mengalami pengurangan dalam jangka lima tahun, baik itu mangrove, lahan hijau serta hutan kota.

Salah satu dampak negatif dari perubahan ruang terbuka hijau tersebut dapat meningkatkan suhu udara, kebisingan, debu polutan, dan menurunnya kelembaban. Sebaliknya jika ruang terbuka hijau tersebut dapat menyebar secara merata serta dapat memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau di setiap kecamatan kota Medan, maka suhu udara di kota Medan akan menurun.

Sebaran Suhu Udara di Kota Medan

Pengukuran suhu dilakukan secara menyebar di kota Medan. Ada 32 sampel titik penyebaran pengukuran suhu yang dilakukan. Sampel-sampel tersebut dapat ditampilkan pada Gambar 5.


(50)

Gambar 5. Peta Penyebaran Sampel Pengukuran Suhu di Kota Medan

Sampel-sampel tersebut dianggap sudah mewakili tiap-tiap areal penutupan lahan kota Medan seperti areal bervegetasi yaitu lapangan bola, sawah, taman, hutan kota dan mangrove, sedangkan untuk areal non vegetasi meliputi


(51)

landasan tanah, landasan aspal dan perumahan dan ruko. Adapun koordinat X dan koordinat Y pengukuran suhu dapat ditampilkan pada tabel 9.

Tabel 9. Data koordinat X dan koordinat Y di lokasi pengukuran suhu

No Lokasi Koordinat X Koordinat Y 1 Lapangan Bola Denai 98,719 3,560 2 Lapangan Bola Asrama Haji 98,679 3,542 3 Sawah Susuk 98,645 3,559 4 Sawah Cemara Air 98,677 3,630 5 Taman Kampus USU 98,653 3,560 6 Taman Kampus UNIMED 98,716 3,606 7 Hutan Kota Beringin 98,669 3,576 8 Kebun Binatang 98,642 3,523 9 Taman Kota Gajah Mada 98,659 3,584 10 Taman kota Ahmad Yani 98,677 3,577 11 Lapangan Udara 98,673 3,557 12 Amplas 98,718 3,561 13 Landasan Tanah Amplas 98,714 3,557 14 Landasan Tanah Helvetia 98,628 3,608 15 Dennaisquare 98,725 3,571 16 Perumahan 98,652 3,540 17 Mal Medan Fair 98,663 3,591 18 Plaza Millenium 98,645 3,601 19 Ruko Setabudi 98,639 3,563 20 Ruko Aksara 98,706 3,597 21 Pasar Sukarame 98,704 3,582 22 Pasar Melati 98,605 3,543 23 Berastagi Supermarket 98,683 3,733 24 Sungai Deli 98,654 3,590 25 Danau Siombak 98,611 3,553 26 Jalur Hijau Mansur 98,663 3,727 27 Ngumban Surbakti 98,654 3,568 28 Ringroad 1 98,652 3,540 29 Ringroad 2 98,625 3,548 30 Jembatan Beringin 98,626 3,568 31 Jembatan 98,669 3,576 32 Mangrove 98,721 3,568

Sumber : Data primer (2009)

Pengujian Syarat Regresi Pada Permodelan Sebaran Suhu Udara Tahun 2001 dan Tahun 2006

Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal, tidak jauh berada di bawah maupun di atas nilai rata-rata. Hasil pengujian


(52)

data sebaran suhu menunjukkan bahwa model berada di sekitar garis diagonal (Lampiran 1) sehingga dikatakan model regresi sebaran suhu yang diperoleh memenuhi syarat normalitas data yaitu data tersebar di sekitar nilai rata-rata. Syarat ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Santoso (2000) yang menyatakan bahwa syarat model penduga konsumsi air dikatakan baik apabila memenuhi syarat kenormalan yang ditunjukkan oleh tampilan plot yang menunjukkan penyebaran data di sekitar garis diagonal.

Uji multikolinearitas

Hasil analisis (Lampiran 2) menunjukkan bahwa band 7 pada tahun 2001 dan band 4 pada tahun 2006 memiliki nilai VIF sebesar 1,000, dengan nilai Tolerance masing-masing sebesar 1,000. Berdasarkan hasil analisis dan ketentuan pengujian multikolinearitas tersebut, diketahui kedua band tersebut memiliki nilai VIF disekitar angka 1 dan nilai Tolerance mendekati angka 1. Hasil analisis ini berarti band 7 dan band 4 tidak terdapat multikolinearitas.

Uji heterokedasitas

Hasil uji (Lampiran 3) diketahui bahwa titik-titik (data) band 7 dan band 4, tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian, maka berarti tidak terjadi heterokedasitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi variabel terikat (Santoso,2000).


(53)

Permodelan Sebaran Suhu

Permodelan sebaran suhu yang dibutuhkan dua variabel yaitu suhu dan digital number. Digital number yang digunakan merupakan digital number pada kombinasi seluruh band. Hasil pengukuran suhu dan digital number pada tahun 2001 disajikan pada Lampiran 2. Hasil pengukuran suhu dan digital number pada tahun 2001 disajikan pada Lampiran 4.

Band 7 merupakan band yang paling berpengaruh dalam permodelan sebaran suhu pada tahun 2001 karena band 7 merupakan band thermal. Band ini biasanya digunakan dalam pembuatan sebaran suhu udara dibandingkan dengan band-band lainnya. Sesuai dengan pernyataan Newcomer (2008) yang menyatakan bahwa band 7 merupakan thermal infrared yaitu band panas, yang terutama digunakan untuk aplikasi geologi tetapi kadang digunakan untuk mengukur stress panas tanaman, juga untuk membedakan embun dari lapisan tanah yang cerah karena embun cenderung sangat dingin. Sedangkan untuk tahun 2006, band 4 merupakan band yang paling berpengaruh dalam permodelan sebaran suhu udara pada tahun. Menurut Newcomer (2008) menyatakan bahwa band 4 merupakan band banyak mengandung biomassa dari vegetasi yang ada. Hal ini berarti pada citra tahun 2001, band 4 merupakan band yang paling menonjolkan vegetasi yang ada di tahun 2001 sehingga mampu digunakan dalam permodelan sebaran suhu udara dibandingkan dengan band-band lainnya.

Tingkat suhu udara tertinggi berada di landasan aspal amplas, lapangan udara serta jalan raya dengan suhu sebesar 320C. Suhu terendah berada pada taman kampus dan kebun binatang dengan suhu sebesar 270C.


(54)

Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS. Hasil analisis regresi pada tahun 2001 dan tahun 2006 menunjukkan bahwa model persamaan regresi yang diperoleh layak digunakan dalam pembuatan sebaran suhu secara spasial karena memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,000 dan 0,046. Menurut Priyatno (2008), bahwa tingkat signifikansi 0,05 atau 5 % berarti tingkat kesalahan dalam pengambilan keputusan sebanyak-banyaknya sebesar 5% dan tingkat kepercayaan sebesar 95 %.

Model regresi yang terbentuk tahun 2001 adalah Y = 31,249 – 0,026X, sedangkan untuk tahun 2006 model regresi yang terbentuk adalah Y = 20,567 + 0,036X. Model regresi yang diperoleh menunjukkan sebaran suhu spasial tahun 2001 seperti yang ditampilkan pada Gambar 6, dan sebaran suhu spasial tahun 2006 ditampilkan pada Gambar 7. Untuk hasil analisis regresi ditampilkan pada Lampiran 5 dan Lampiran 6.

Citra tahun 2006 menghasilkan hasil analisis regresi dengan nilai R Square rendah yaitu sebesar 0,131. Menurut Santoso (2002), semakin kecil angka R Square, maka semakin lemah hubungan kedua variabel. Hasil persamaan regresi tersebut memiliki nilai R Square yang rendah dikarenakan bahwa :

1. Citra landsat TM yang digunakan bukanlah citra landsat TM tahun 2009 melainkan tahun 2006 sedangkan pengukuran suhu dilakukan pada tahun 2009,

2. GPS yang digunakan memiliki tingkat akurasi yang relatif rendah. Pengukuran jarak menggunakan GPS Garmin CSx 60 sangat kurang akurat karena tingkat akurasi GPS sekitar 5 – 15 m.


(55)

Gambar 6. Peta Sebaran Suhu Spasial Tahun 2001

Hasil penelitian menunjukkan bahwa klasifikasi suhu di kota Medan terdiri dari tiga kelas yaitu antara 26-280C, 28,1-300C, 30,1-320C. Umumnya suhu 26-280C hampir menyebar di seluruh kecamatan kota Medan. Sementara itu untuk


(56)

suhu 28,1-300C sangat banyak terdapat di tengah kota Medan yaitu wilayah medan kota, medan polonia, medan area dan sebagain medan belawan. Suhu 30,1-320C banyak terdapat di sekitar mangrove medan labuhan dan medan marelan. Luas penyebaran suhu kota Medan terhadap kelas penutupan lahan dapat ditampilkan pada Tabel 10 .

Tabel 10. Luas penyebaran kelas suhu tahun 2001 pada penutupan lahan kota Medan

No Kelas Tutupan Lahan Luas Kelas Pada Suhu (Ha)

(26 – 28)0C (28,1 – 30)0C (30,1 – 32)0C Total

1 Badan air 853,65 128,98 1,17 983,8

2 Industri 33,7 291,46 34,58 359,74

3 Lapangan terbuka 112,13 3.079,45 744,02 3.935,6

4 Pemukiman 211,41 4.778,86 4.628,35 9.618,62

5 RTH 4.364,31 6.872,97 575,31 11.812,59

Total 5.575,2 15.151,72 5.983,43 26.710,35

Sumber : Citra satelit Landsat TM tahun 2001

Ketiga kelas tersebut menunjukkan bahwa kelas suhu udara antara 28,1-300C memiliki luas yang besar yaitu 15.151,72 Ha. Luasan terendah terdapat pada kelas suhu udara antara 26-280C yaitu sebesar 5.575,2 Ha. Penutupan lahan tahun 2001 menunjukkan bahwa RTH memiliki luas yang paling besar pada suhu 26-280C yaitu sebesar 4.364,31 Ha dan pada suhu 28,1-300C yaitu sebesar 6.872,97 dibandingkan dengan tutupan lahan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa RTH mampu menciptakan iklim mikro yang rendah. Sesuai dengan pernyataan Irwan (2005), ruang terbuka hijau mampu menciptakan iklim mikro dengan mengurangi suhu udara di sekitarnya berkisar 5-80C per tiap Ha.


(57)

Gambar 7. Peta Sebaran Suhu Spasial Tahun 2006

Hasil penelitian menunjukkan bahwa klasifikasi suhu di kota Medan terdiri dari tiga kelas yaitu antara 26-280C, 28,1-300C, 30,1-320C. Umumnya suhu berkisar 30,1-320C terdapat di sebelah utara peta kota Medan yaitu wilayah


(58)

kecamatan Medan Belawan yang terletak di pesisir pantai. Sama halnya dengan suhu antara 28,1-300C di kota Medan, sangat banyak terdapat di kecamatan Medan Belawan, dan umumnya terdapat di wilayah Mangrove. Untuk suhu berkisar antara 26-280C, hampir seluruh kecamatan kota Medan memiliki suhu yang berkisar antara 26-280C. Luas penyebaran suhu kota Medan terhadap kelas penutupan lahan dapat ditampilkan pada Tabel 11.

Tabel 11. Luas penyebaran kelas suhu tahun 2006 pada penutupan lahan kota Medan

No Kelas Tutupan Lahan Luas Kelas Pada Suhu (Ha)

(26 – 28)0C (28,1 – 30)0C (30,1 – 32)0C Total (Ha)

1 Badan air 21,33 411,94 941,25 1.374,52

2 Industri 55,04 371,37 47,82 474,23

3 Lapangan terbuka 378,75 3.344,59 310,34 4033,68

4 Pemukiman 318,84 6.674,31 3.309,90 10.303,06

5 RTH 3.456,99 5.721,77 606,14 9.784,90

Total 4.713,48 16.776,88 5.219,94 26.710,3

Sumber : Citra satelit Landsat TM tahun 2006

Ketiga kelas tersebut menunjukkan bahwa kelas suhu udara antara 28,1-300C memiliki luas yang besar. Luasan terendah terdapat pada kelas suhu udara antara 26-280C yaitu sebesar 4.713,48 Ha.

Berdasarkan enam tipe penggunaan lahan, badan air terdapat pada ketiga kelas suhu yang ada; yaitu 26-280C seluas 1.374,52 Ha merupakan badan air tawar yang terdapat pada kawasan bervegetasi rapat; pada suhu 28,1-300C merupakan badan air yang terdapat di sekitar kawasan mangrove yang suhunya lebih tinggi dari badan air tawar karena tumbuhan mangrove mengalami respon radiasi sinar matahari dan suhu yang tinggi (Onrizal, 2005); pada suhu 30,1-320C merupakan badan air asin atau laut yang memiliki tingkat penguapan lebih tinggi karena tidak ditutupi oleh vegetasi atau tutupan lahan lainnya.

Ruang Terbuka Hijau terdapat pada ketiga kelas suhu, pada suhu 26-280C memiliki tutupan vegetasi rapat, pada suhu 28,1-300C memiliki tutupan vegetasi


(59)

sedang dan pada suhu 30,1-320C memiliki tutupan vegetasi yang jarang. Pada tutupan lahan yang berupa lapangan terbuka pada suhu 26-280C adalah landasan tanah, pada suhu 28,1-300C adalah lapangan terbuka yang berupa lahan parkir dan pada suhu 30,1-320C adalah jalan raya (aspal). Tutupan lahan pemukiman dengan suhu 26-280C merupakan kawasan perumahan, pemukiman dengan suhu 28,1-300C merupakan kawasan gedung, ruko dan sejenisnya, sedangkan pemukiman dengan suhu 30,1-320C merupakan kawasan industri, gedung tinggi dan gedung-gedung berkaca. Perubahan luas pada suhu udara yang ada dari tahun 2001 hingga tahun 2006 kota Medan dapat ditampilkan pada tabel 12.

Tabel 12. Luas suhu udara kota medan tahun 2001 dan tahun 2006 serta perubahannya

No Kelas Tutupan Lahan

Luas Kelas tahun 2001 Pada Suhu (Ha)

Luas Kelas tahun 2006

Pada Suhu (Ha) Perubahan luas pada suhu (Ha)

(26-28)0C

(28,1-30)0C

(30,1-32)0C

(26 – 28)0C

(28,1 – 30)0C

(30,1 – 32)0C

(26-28)0C

(28,1-30)0C

(30,1-32)0C

1 Badan air 853,65 128,98 1,17 21,33 411,94 941,25 -832,32 +282,96 +940,08 2 Industri 33,70 291,46 34,58 55,04 371,37 47,82 +21,34 +79,91 +13,24 3 Lapangan

terbuka 112,13 3.079,45 744,02 378,75 3..344,59 310,34 +266,62 +265,14 -433,68 4 Pemukiman 211,41 4.778,86 4.628,35 318,84 6.674,31 3.309,90 +107,43 +1.895,5 -1.318,45 5 RTH 4.364,3 6.872,97 575,31 3.456,99 5.721,77 606,14 -907,32 -1.151,2 +30,83 Total 5.575,2 15.151,72 5.983,43 4.713,48 16.776,88 5.219,94 2.135,0 2.474,71 2.736,28

Sumber : Citra Landsat TM tahun 2001 dan tahun 2006

Penutupan lahan badan air pada tabel menunjukkan perubahan luas yang terbesar terletak pada suhu 30,1-320C yaitu meningkat sebesar 940,08 Ha. Pada suhu yang rendah yaitu 26-280C tahun 2001, badan air memiliki luas yang besar yaitu 853,65 Ha, sedangkan pada suhu yang sama tahun 2006 badan air mengalami pengurangan luas menjadi 21,33 Ha. Begitu juga terhadap industri, lapangan terbuka, pemukiman dan RTH. Pemukiman mengalami kenaikan suhu udara pada kelas suhu 26-280C yaitu sebesar 107,43 Ha dan kelas suhu 28,1-300C sebesar 1.895,5 Ha. Suhu udara kota semakin meningkat seiring dengan pembangunan kota Medan tersebut. Sementara itu, RTH mengalami pengurangan


(60)

luas. Pada kelas suhu 26-280C, RTH mengalami pengurangan luas yaitu sebesar 907,32 Ha. Sedangkan untuk kelas suhu 28,1-300C mengalami pengurangan luas sebesar 1.151,2 Ha. Hal ini menunjukkan semakin sedikitnya luas RTH di kota Medan yang mampu menciptakan iklim mikro untuk kota Medan itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa telah terjadi kenaikan suhu udara di berbagai areal di kota Medan akibat perubahan penggunaan lahan selama 5 tahun terakhir.

Normalized Differential Vegetation Index (NDVI)

NDVI merupakan suatu persamaan yang paling umum digunakan untuk mencari nilai indeks vegetasi dimana NDVI memiliki sensivitas yang tinggi terhadap perubahan kerapatan tajuk vegetasi. Hasil nilai kisaran NDVI serta suhu udara tahun 2001 ditampilkan pada Lampiran 7. Peta sebaran vegetasi di kota Medan tahun 2001 dapat ditampilkan pada Gambar 8. Hasil nilai kisaran NDVI serta suhu udara tahun 2006 ditampilkan pada Lampiran 8. Peta sebaran vegetasi di kota Medan tahun 2006 dapat ditampilkan pada Gambar 9.


(61)

Gambar 8. Peta Sebaran Vegetasi Tahun 2001 di Kota Medan

Hasil proses hitungan NDVI diperoleh nilai NDVI dengan rentang nilai antara -0,26 hingga 0,28, dengan rata-rata nilai rentang 0,09. Nilai NDVI tertinggi


(62)

terdapat di kawasan kecamatan medan selayang dan medan johor sedangkan nilai NDVI rendah terdapat di sekitar pinggiran pantai dan mangrove.


(63)

Hasil proses hitungan NDVI diperoleh nilai NDVI dengan rentang nilai antara -0,66 hingga 0,74, dengan rata-rata nilai rentang 0,23. Nilai NDVI tertinggi terdapat di kawasan kebun binatang sedangkan nilai NDVI rendah terdapat di sekitar pinggiran pantai.

Korelasi Bivariat

Korelasi negatif yang ditunjukkan oleh hasil penelitian antara nilai indeks vegetasi dengan suhu udara menunjukkan adanya hubungan antara indeks vegetasi dengan suhu udara di Kota Medan. Nilai korelasi/hubungan antara Suhu dan NDVI pada tahun 2001 dapat ditampilkan pada Tabel 13 dan untuk tahun 2006 dapat ditampilkan pada tabel 14.

Tabel 13. Nilai korelasi bivariat antara Suhu dan NDVI tahun 2001

Variabel Hubungan Suhu NDVI

Suhu Pearson Correlation 1 -,412(*)

Sig. (2-tailed) ,019

N 32 32

NDVI Pearson Correlation -,412(*) 1

Sig. (2-tailed) ,019

N 32 32

Tabel 14. Nilai korelasi bivariat antara Suhu dan NDVI tahun 2006

Variabel Hubungan Suhu NDVI

Suhu Pearson Correlation 1 -,262

Sig. (2-tailed) ,147

N 32 32

NDVI Pearson Correlation -,262 1

Sig. (2-tailed) ,147

N 32 32

Dengan menggunakan teknik korelasi bivariat dihasilkan nilai korelasi sebesar -0,412 pada tahun 2001 dan sebesar -0,262 pada tahun 2006. Hal ini berarti korelasi antara NDVI dengan suhu udara mempunyai hubungan terbalik dengan nilai signifikansi yang rendah. Sesuai dengan peryataan Tampubolon


(1)

Lokasi Suhu Digital Number Citra Satelit Landsat 2001

Band 1 Band 2 Band 3 Band 4 Band 5 Band 6 Band 7

Lapangan Bola Denai 30,3 99,00 78,00 72,00 73,00 91,00 134,00 58,00

Lapangan Bola Asrama Haji 30 99,00 79,00 74,00 76,00 103,00 133,00 66,00

Sawah Susuk 28 146,00 120,00 121,00 84,00 108,00 86,00 75,00

Sawah Cemara Air 28 98,00 79,00 76,00 60,00 76,00 129,00 53,00

Taman Kampus USU 27,5 132,00 107,00 104,00 84,00 90,00 76,00 61,00

Taman Kampus UNIMED 27 122,00 100,00 94,00 84,00 95,00 106,00 61,00

Hutan Kota Beringin 29,3 113,00 91,00 82,00 80,00 81,00 110,00 53,00

Kebun Binatang 27,5 134,00 109,00 106,00 93,00 103,00 91,00 62,00

Taman Kota Gajah Mada 29,5 119,00 97,00 98,00 79,00 103,00 113,00 71,00

Taman kota Ahmad Yani 28,5 131,00 107,00 109,00 69,00 99,00 101,00 76,00

Lapangan Udara 32 97,00 77,00 71,00 77,00 100,00 126,00 63,00

Amplas 32 116,00 96,00 100,00 84,00 155,00 130,00 131,00

Landasan Tanah Amplas 29,8 93,00 75,00 60,00 99,00 96,00 130,00 49,00

Landasan Tanah Helvetia 30,8 97,00 76,00 73,00 59,00 76,00 129,00 55,00

Dennaisquare 29,3 99,00 78,00 69,00 67,00 74,00 129,00 47,00

Rumah 27,3 114,00 90,00 88,00 73,00 90,00 115,00 63,00

Mal Medan Fair 31,8 132,00 105,00 108,00 64,00 95,00 110,00 78,00

Millenium 30,8 107,00 84,00 84,00 55,00 78,00 126,00 61,00

Ruko Setabudi 29,3 110,00 88,00 80,00 78,00 88,00 113,00 56,00

Pasar Aksara 30,5 126,00 104,00 105,00 63,00 89,00 116,00 71,00

Pajak Sukarame 30,3 141,00 117,00 121,00 68,00 100,00 110,00 84,00

Pajak Melati 31 104,00 82,00 81,00 67,00 82,00 122,00 57,00

Berastagi Supermarket 31,3 113,00 91,00 89,00 56,00 80,00 121,00 65,00

Sungai Deli 28,8 102,00 82,00 77,00 74,00 83,00 120,00 53,00

Danau Siombak 30 81,00 54,00 48,00 32,00 28,00 138,00 19,00

Jalur Hijau Mansur 28,5 135,00 107,00 105,00 82,00 99,00 95,00 67,00

Ngumban Surbakti 28,3 115,00 89,00 89,00 76,00 93,00 115,00 64,00

Ringroad 1 32 104,00 86,00 84,00 76,00 91,00 123,00 57,00

Ringroad 2 31,5 108,00 92,00 93,00 77,00 111,00 125,00 78,00

Jembatan Beringin 29,8 115,00 91,00 84,00 71,00 81,00 109,00 55,00

Jembatan 28,8 103,00 81,00 80,00 64,00 78,00 131,00 53,00

Mangrove 28,5 80,00 61,00 51,00 62,00 58,00 138,00 34,00


(2)

Lapangan Bola Asrama Haji 30 100 44 47 68 83 136 42

Sawah Susuk 28 84 35 33 92 73 128 28

Sawah Cemara Air 28 91 39 45 52 74 138 41

Taman Kampus USU 27,5 91 38 41 53 59 139 30

Taman Kampus UNIMED 27 84 38 36 79 109 134 43

Hutan Kota Beringin 29,3 98 40 45 52 98 131 37

Kebun Binatang 27,5 71 31 24 109 70 134 22

Taman Kota Gajah Mada 29,5 91 33 45 51 73 140 39

Taman kota Ahmad Yani 28,5 102 44 41 100 77 136 27

Lapangan Udara 32 84 36 36 73 76 134 28

Amplas 32 86 40 40 87 107 136 38

Landasan Tanah Amplas 29,8 84 36 39 41 58 140 37

Landasan Tanah Helvetia 30,8 81 32 32 52 63 135 28

Dennaisquare 29,3 83 36 37 63 57 141 23

Rumah 27,3 99 44 43 82 70 133 45

Mal Medan Fair 31,8 86 42 33 25 34 135 18

Millenium 30,8 96 41 43 47 55 139 31

Ruko Setabudi 29,3 89 37 39 51 65 140 36

Pasar Aksara 30,5 92 39 44 43 62 143 40

Pajak Sukarame 30,3 90 38 44 40 65 143 40

Pajak Melati 31 107 46 51 69 82 130 42

Berastagi Supermarket 31,3 100 39 39 54 65 139 31

Sungai Deli 28,8 95 41 41 79 81 129 35

Danau Siombak 30 71 27 26 28 10 132 18


(3)

62

Lampiran 6. Hasil analisis regresi linear sederhana tahun 2001

Variables Entered/Removed(a)

Model

Variabl

es

Entered

Variables

Removed

Method

1

7

.

Stepwise

(Criteria:

Probability

-of-F-to-enter <=

,050,

Probability

-of-F-to-remove >=

,100).

a Dependent Variable: Suhu

Model Summary

Model

R

R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1

,643(b)

,413

,372

1,17761

a Predictors: (Constant), 7

ANOVA(c)

Model

Sum of

Squares

df

Mean Square

F

Sig.

1

Regression

28,284

2

14,142

10,198

,000(b)

Residual

40,216

29

1,387

Total

68,500

31

a Predictors: (Constant), 7

b Dependent Variable: Suhu

Coefficients(a)

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

B

Std. Error

2

(Constant)

20,567

2,024

10,159

,000

7

,036

,012

,434

2,953

,006


(4)

Lampiran 7. Hasil analisis regresi linear sederhana tahun 2006

Variables Entered/Removed(a)

Model

Variables

Entered

Variables

Removed

Method

1

Band4

.

Stepwise

(Criteria:

Probability

-of-F-to-enter <=

,050,

Probability

-of-F-to-remove >=

,100).

a Dependent Variable: Suhu

Model Summary

Mode

l

R

R Square

Adjusted

R

Square

Std.

Error of

the

Estimate

Change Statistics

R Square

Change

F

Change

df1

df2

Sig. F

Change

R

Square

Change

F

Change

df1

df2

1

,362(a)

,131

,101

1,41910

,131

4,366

1

29

,046

a Predictors: (Constant), Band4

ANOVA(b)

Model

Sum of

Squares

df

Mean Square

F

Sig.

1

Regression

8,792

1

8,792

4,366

,046(a)

Residual

58,402

29

2,014

Total

67,194

30

a Predictors: (Constant), Band4

b Dependent Variable: Suhu

Coefficients(a)

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

B

Std. Error

1

(Constant)

31,249

,801

38,988

,000


(5)

64

Lampiran 8. Hasil nilai kisaran NDVI tahun 2001 serta suhu udara

No Lokasi Suhu 0C Nilai NDVI

1 Lapangan bola dennai 30,3 0,007

2 Lapangan bola asrama haji 30 0,013

3 Sawah susuk 28 0,180

4 Sawah cemara 28 -0,118

5 Taman Kampus USU 27,5 -0,106

6 Taman kampus Unimed 27 -0,056

7 Hutan kota Beringin 29,3 -0,012

8 Kebun Binatang 27,5 -0,065

9 Taman Gajah mada 29,5 -0,107

10 Tmn Ahmad Yani 28,5 -0,225

11 Lapangan Udara 32 0,041

12 Amplas 32 -0,087

13 Landasan tanah amplas 29,8 0,245

14 Landasan tanah helvetia 30,8 -0,106

15 Deenaisquare 29,3 -0,015

16 Rumah 27,3 -0,093

17 Mall Medan Fair 31,8 -0,256

18 Plaza Milenium 30,8 -0,209

19 Ruko Setiabudi 29,3 -0,013

20 Ruko aksara 30,5 -0,250

21 Pasar Sukarame 30,3 -0,280

22 Pasar melati 31 -0,095

23 Berastagi Supermarket 31,3 -0,228

24 Sungai Deli 28,8 -0,020

25 Danau Siombak 30 -0,200

26 Jalur hijau mansur 28,5 -0,123

27 Ngumban surbakti 28,3 -0,079

28 Ringroad 32 -0,50

29 Ringroad 2 31,5 -0,006

30 Jembatan beringin 29,8 -0,084

31 Jembatan 28,8 -0,111


(6)

Lampiran 9. Hasil nilai kisaran NDVI tahun 2006serta suhu udara

No Lokasi Suhu 0C Nilai NDVI

1 Lapangan bola dennai 30,3 0,161

2 Lapangan bola asrama haji 30 0,273

3 Sawah susuk 28 0,472

4 Sawah cemara 28 0,072

5 Taman Kampus USU 27,5 0,176

6 Taman kampus Unimed 27 0,374

7 Hutan kota Beringin 29,3 0,072

8 Kebun Binatang 27,5 0,639

9 Taman Gajah mada 29,5 0,161

10 Tmn Ahmad Yani 28,5 0,418

11 Lapangan Udara 32 0,339

12 Amplas 32 0,37

13 Landasan tanah amplas 29,8 0,025

14 Landasan tanah helvetia 30,8 0,238

15 Deenaisquare 29,3 0,165

16 Rumah 27,3 0,117

17 Mall Medan Fair 31,8 -0,121

18 Plaza Milenium 30,8 0,044

19 Ruko Setiabudi 29,3 0,133

20 Ruko aksara 30,5 -0,011

21 Pasar Sukarame 30,3 -0,024

22 Pasar melati 31 0,15

23 Berastagi Supermarket 31,3 0,011

24 Sungai Deli 28,8 0,25

25 Danau Siombak 30 -0,026

26 Jalur hijau mansur 28,5 0,068

27 Ngumban surbakti 28,3 0,063

28 Ringroad 32 0,316

29 Ringroad 2 31,5 0,101

30 Jembatan beringin 29,8 0,25

31 Jembatan 28,8 0,212