Pengembangan Minuman Emulsi Minyak Bekatul Berflavor Kaya Antioksidan untuk Pencegahan Penyakit Tidak Menular

PENGEMBANGAN MINUMAN EMULSI MINYAK BEKATUL
BERFLAVOR KAYA ANTIOKSIDAN UNTUK PENCEGAHAN
PENYAKIT TIDAK MENULAR

ILMA OVANI
I14080010

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan
Minuman Emulsi Minyak Bekatul Berflavor Kaya Antioksidan Untuk Pencegahan
Penyakit Tidak Menular adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 23 September 2013
Ilma Ovani
NIM I1408001

ABSTRAK
ILMA OVANI. Pengembangan Minuman Emulsi Minyak Bekatul Berflavor Kaya
Antioksidan untuk Pencegahan Penyakit Tidak Menular. Dibimbing oleh EVY
DAMAYANTHI.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan daya terima organoleptik
minuman emulsi minyak bekatul sebagai alternatif minuman fungsional tinggi
antioksidan. Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) dengan faktor yaitu konsentrasi flavor sebanyak tiga taraf: 0,1%, 0,3%,
dan 0,5%. Data organoleptik dianalisis secara statistik menggunakan uji KruskalWallis dan uji Dunn, sedangkan data lainnya dianalisis secara deskriptif.
Komposisi minuman emulsi minyak bekatul berflavor terdiri dari minyak bekatul,
air, sugar ester, CMC, sukralosa, garam, dan flavor. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa minuman emulsi minyak bekatul dapat dikembangkan dengan penambahan
flavor vanila 0,1%, cokelat 0,5%, stroberi 0,5%, sirsak 0,5% dan teh hijau 0,3%.

Minuman emulsi minyak bekatul terpilih yaitu minuman dengan flavor stroberi
0,5%. Berdasarkan bilangan TBA dan kandungan mikroba, minuman emulsi
minyak bekatul terpilih masih aman dikonsumsi setelah 8 hari disimpan dalam
kulkas.
Kata Kunci: minyak bekatul, emulsi, minuman fungsional, flavor, antioksidan
ABSTRACT
ILMA OVANI. The Development of Rich Antioxidant Flavored Emulsion Beverage
Based on Rice Bran Oil to Non Communicable Disease Prevention. Under the
guidance of EVY DAMAYANTHI.
The purpose of this study is to improve the organoleptic acceptability rice
brand oil (RBO) emulsion beverage as an alternative to high-antioxidant
functional beverage. The design of this study used a completely randomized
design (CRD) with a concentration factor of the flavor as much as three levels:
0,1%, 0,3%, and 0,5%. Organoleptic data were statistically analized using the
Kruskal-Wallis test and Dunn test, while the other data were analized
descriptively. Composition of RBO emulsion beverage comprising RBO, water,
sugar esters, CMC, sucralose, salt, and flavor. The results showed that RBO
emulsion beverage can be expended with the addition of 0,1% vanilla flavor,
0,5% chocolate flavor, 0,5% strawberry flavor, 0,5% soursop flavor, and 0,3%
green tea flavor. The selected RBO emulsion beverage is the most preferred by

0,5% strawberry flavor. Based on TBA numbers and microbial content, the
selected RBO emulsion beverage are safe to drink after 8 days stored in the
refrigerator.
Keywords: rice bran oil, emulsion, functional beverage, flavor, antioxidant

RINGKASAN
ILMA OVANI. I14080010. Pengembangan Minuman Emulsi Minyak Bekatul
Tinggi Antioksidan untuk Pencegahan Penyakit Tidak Menular. Di bawah
bimbingan EVY DAMAYANTHI
Penyakit tidak menular telah menjadi penyebab kematian utama di
Indonesia. Faktor utama timbulnya jenis penyakit tersebut adalah adanya radikal
bebas. Radikal bebas dapat ditangkal dengan antioksidan. Minyak bekatul bersifat
hipokolesterolemik dan mengandung antioksidan tinggi sehingga berpotensi untuk
mencegah penyakit tidak menular. Rachman (2013) telah mencoba memanfaatkan
minyak bekatul sebagai minuman fungsional dengan produk minuman emulsi
minyak bekatul-cokelat ready to drink. Produk tersebut secara signifikan mampu
menurunkan kadar kolesterol darah pada manusia (Nirmala 2012).
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan daya terima
organoleptik minuman emulsi minyak bekatul berflavor sebagai alternatif
minuman fungsional tinggi antioksidan. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah

sebagai berikut: 1) Mempelajari pembuatan minuman emulsi minyak bekatul
dengan penambahan lima jenis flavor; 2) Mengetahui konsentrasi flavor yang
tepat pada masing-masing flavor yang digunakan dalam pembuatan minuman
emulsi minyak bekatul berflavor; 3) Mengukur kandungan gizi minuman emulsi
minyak bekatul berflavor terpilih; 4) Mengetahui informasi nilai gizi dan klaim
produk minuman emulsi minyak bekatul berflavor terpilih; 5) Mengidentifikasi
senyawa volatil pembentuk flavor pada minuman emulsi minyak bekatul berflavor
terpilih; dan 6) Mempelajari sifat fungsional yaitu aktivitas antioksidan dengan
DPPH dan sifat kimia yang terdiri dari TBA (thio barbituric acid) dan TAT (Total
Asam Tertitrasi, serta kandungan mikroba (Total Plate Count) minuman emulsi
minyak bekatul berflavor terpilih selama 8 hari penyimpanan.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL). Faktornya adalah konsentrasi flavor dengan tiga taraf perlakuan, yakni
konsentrasi 0,1%, 0,3%, dan 0,5%. Minuman emulsi minyak bekatul berflavor
dibuat berdasarkan metode Rachman (2012) dengan modifikasi penambahan
flavor dan tanpa penggunaan cokelat bubuk. Digunakan lima jenis flavor, yaitu
flavor vanila, cokelat, stroberi, sirsak, dan teh hijau. Setiap formula diuji
organoleptik untuk memperoleh penggunaan konsentrasi flavor yang tepat dari
setiap jenis flavor yang digunakan dalam pembuatan minuman emulsi minyak
bekatul berflavor.

Minuman emulsi minyak bekatul dengan flavor terpilih (stroberi 0,5%)
dianalisis senyawa volatil pembentuk flavornya, kandungan gizi, serta daya
simpannya yang meliputi aktivitas antioksidan, bilangan TBA (thiobarbituric
acid), total asam tertitrasi (TAT), dan kandungan total mikroba. Data organoleptik
dianalisis secara statistik menggunakan uji Kruskal-Wallis dan analisis deskriptif,
sedangkan data senyawa volatil, kandungan gizi dan daya dimpan dianalisis
secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa minuman emulsi minyak bekatul
dapat dikembangkan dengan penambahan flavor vanila 0,1%, cokelat 0,5%,
stroberi 0,5%, sirsak 0,5% dan teh hijau 0,3%. Nilai tertinggi berdasarkan uji

hedonik keseluruhan terdapat pada minuman emulsi minyak bekatul berflavor
stroberi 0,5% yang selanjutnya dipilih untuk dianalisis lebih lanjut.
Setiap satu takaran saji minuman emulsi minyak bekatul berflavor terpilih
mengandung energi sebesar 75 kalori, 6,03 g karbohidrat, 6,06 g lemak, 1,17 mg
vitamin E, dan 0,03% oryzanol. Minuman ini dapat memberikan kontribusi 3,93%
terhadap kecukupan energi, 2,01% karbohidrat, 9,77% lemak, dan vitamin E
sebanyak 7,80%. Minuman ini dapat diklaim sebagai minuman bebas gula dan
dapat menurunkan kolesterol. Ditemukan 28 senyawa volatil pembentuk flavor
pada minuman.

Minuman emulsi terpilih dikemas dalam cup plastik lalu disimpan dalam
kulkas dengan suhu di bawah 0oC selama 8 hari. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa aktifitas antioksidan minuman emulsi minyak bekatul berflavor terpilih
(stroberi 0,5%) mengalami fluktuasi selama 8 hari penyimpanan. Aktivitas
antioksidan turun pada hari ke-2, kemudian naik pada hari ke-3 dan ke-4, lalu
turun lagi pada hari ke-8. Diduga fluktuasi aktivitas antioksidan selama
penyimpanan tersebut berkaitan dengan perubahan kadar oryzanol yang tidak
konsisten. Marsono (1997) menyebutkan bahwa penyimpanan selama tiga bulan
mengakibatkan kadar oryzanol minyak bekatul pada beberapa varietas mengalami
perubahan yang tidak konsisten, yaitu mula-mula naik kemudian turun, atau mulamula turun kemudian naik.
Bilangan thiobarbituric acid (TBA) merupakan salah satu parameter
kerusakan suatu produk pangan. Bilangan TBA menunjukkan ketengikan produk
pangan akibat terjadinya oksidasi atau hidrolisis komponen bahan pangan melalui
kandungan malonaldehida dalam produk pangan. Malonaldehida merupakan suatu
bentuk aldehida yang berasal dari degradasi lemak. Kerusakan lemak akan
meningkatkan nilai peroksida dan kandungan malonaldehida (Herawati 2008).
Dewi et al. (2011) menunjukkan bahwa batas maksimal bilangan TBA yaitu
antara 0,5-6,3 mg malonaldehid/kg sampel dan bilangan TBA minuman emulsi
minyak bekatul terpilih berada di bawah batas maksimal tersebut hingga hari
terakhir penyimpanan. Selaras dengan bilangan TBA, total asam tertitrasi (TAT)

mengalami peningkatan dari hari ke-0 hingga hari ke-2, lalu turun pada hari ke-4,
naik lagi pada hari ke-6, kemudian turun kembali pada hari ke-8. TAT berkaitan
dengan keasaman suatu bahan pangan yang erat hubungannya dengan
pertumbuhan mikroba.
Total Plate Count (TPC) merupakan suatu metode untuk mengetahui total
mikroba yang terkandung dalam suatu produk pangan. Menurut Buckle et al.
(2010), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme, antara lain suplai zat gizi, waktu, pH, air, dan tersedianya
oksigen. Total mikroba dalam minuman emulsi minyak bekatul berflavor terpilih
selama penyimpanan berkisar antara 3,5 hingga 7 koloni/ml. Berdasarkan SNI
7381:2008, batas aman kandungan mikroba yang dipersyaratkan pada produk
pangan adalah kurang dari 25 koloni/ml. Berdasarkan bilangan TBA dan
kandungan mikrobanya, produk minuman emulsi minyak bekatul terpilih masih
dalam batas aman untuk dikonsumsi setelah disimpan di kulkas selama 8 hari.

PENGEMBANGAN MINUMAN EMULSI MINYAK BEKATUL
BERFLAVOR KAYA ANTIOKSIDAN UNTUK PENCEGAHAN
PENYAKIT TIDAK MENULAR

ILMA OVANI

I14080010

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
pada Program Studi Ilmu Gizi
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini ialah
minuman fungsional, dengan judul Pengembangan Minuman Emulsi Minyak
Bekatul Berflavor Kaya Antioksidan untuk Pencegahan Penyakit Tidak Menular .

Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Ayah, mama, abang, kakak beserta seluruh keluarga besar atas setiap doa
dan kasih sayangnya.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS selaku Pembimbing dan Penguji,
yang telah membina, membimbing dan mendidik dengan penuh kesabaran
dan kasih sayang.
3. Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku Moderator dan Penguji, atas kritik
dan sarannya yang membangun
4. Bapak Mashudi, atas bimbingan dan nasihat-nasihatnya
5. Kak Deny, Kak Aris dan Ibu Ari, yang telah membantu terlaksananya
penelitian
6. Teman satu bimbingan : Rohman, Rahayu dan Alna; Teman seperjuangan
di lab. : Agus, Ai, Yusti, Lusi, Gian, Mely, Puspita, Azni; Teman di luar
departemen: Arif Rafi (PTN), Anom (KPM), dan Eka Setiyani (PTN);
serta adik-adik, kakak-kakak, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat
disebutkan satu per satu. Terima kasih atas setiap doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, 23 September 2013
Ilma Ovani


viii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Tidak Menular
Antioksidan
Bekatul dan Minyak Bekatul
Emulsi
Perisa Makanan
METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Prosedur

Penelitian pendahuluan
Penelitian lanjutan
Rancangan Percobaan
Pengolahan dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Minuman Emulsi Minyak Bekatul Berflavor
Konsentrasi Flavor yang Tepat pada Berbagai Flavor yang Digunakan
Minuman emulsi minyak bekatul berflavor teh hijau
Minuman emulsi minyak bekatul berflavor sirsak
Minuman emulsi minyak bekatul berflavor stroberi
Minuman emulsi minyak bekatul berflavor cokelat
Minuman emulsi minyak bekatul berflavor vanila
Informasi Nilai Gizi dan Klaim Produk
Senyawa Volatil Pembentuk Flavor
Daya Simpan Minuman Emulsi Minyak Bekatul Berflavor
Sifat fungsional
Sifat kimia
Kandungan mikroba
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
ix
x
1
1
2
3
4
4
4
5
5
7
9
9
9
9
9
11
15
15
16
16
17
18
18
18
19
20
21
22
23
23
24
26
28
28
28
29
33

ix

DAFTAR TABEL
1 Senyawa-senyawa flavormatik
2 Formulasi minuman emulsi minyak bekatul berflavor yang digunakan
dalam penelitian

8
10

3 Kontribusi energi dan zat gizi dalam 1 cup (200 ml) minuman emulsi
minyak bekatul berflavor

21

4 Senyawa volatil pembentuk flavor pada minuman emulsi minyak
bekatul berflavor stroberi 0,5%

22

5 Kandungan mikroba pada minuman emulsi minyak bekatul berflavor
stroberi 0,5% selama 8 hari penyimpanan

26

DAFTAR GAMBAR
1 Prinsip kerja emulsifier
2 Diagram prosedur pembuatan minuman emulsi minyak bekatul
berflavor
3 Penampakan hasil creaming dari minuman emulsi minyak bekatul :
sebelum (a) dan sesudah (b)

6
10

4 Hasil uji organoleptik terhadap minuman emulsi minyak bekatul
berflavor teh hijau
5 Hasil uji organoleptik terhadap minuman emulsi minyak bekatul

17

16

18

berflavor sirsak
6 Hasil uji organoleptik terhadap minuman emulsi minyak bekatul
berflavor stroberi

19

7 Hasil uji organoleptik terhadap minuman emulsi minyak bekatul
berflavor cokelat

19

8 Hasil uji organoleptik terhadap minuman emulsi minyak bekatul
berflavor vanila

20

9 Hasil uji hedonik keseluruhan terhadap minuman emulsi minyak
bekatul berflavor

21

10 Hasil analisis aktivitas antioksidan berdasarkan AEAC minuman
emulsi minyak bekatul berflavor stroberi 0,5% selama 8 hari
penyimpanan

24

11 Hasil analisis bilangan TBA (a) dan nilai TAT (b) minuman emulsi
minyak bekatul berflavor stroberi 0,5% selama 8 hari penyimpanan

25

x

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Form uji organoleptik
Hasil uji Kruskal-Wallis
Contoh perhitungan rumus
Kromatografi hasil uji GG-MS

42
46
51
52

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Data Riskesdas tahun 2007 (Departemen Kesehatan 2008) menunjukkan
bahwa penyebab kematian terbanyak di Indonesia adalah penyakit tidak menular.
Penyebab kematian utama di Indonesia yaitu stroke (15,4%), diikuti hipertensi
(31,7%), arthritis (30,3%), penyakit jantung (7,2%), dan cedera (7,5%).
Kemajuan teknologi seperti teknologi pengolahan pangan, teknologi transportasi,
serta teknologi informasi dan komunikasi, menjadikan masyarakat, khususnya di
Indonesia cenderung pasif.
Sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa wanita yang kurang aktivitas
fisiknya memiliki risiko dua kali lipat mengalami Penyakit Jantung Koroner (PJK)
(Rahmawati et al. 2009). Hal ini sejalan dengan pernyataan Hasibuan (2010) yaitu
rendahnya pergerakan (hypokinetic) berdampak pada timbulnya penyakit tidak
menular. Pola makan yang tidak baik seperti makan berlebihan, kebiasaan
mengonsumsi junk food, rokok, dan alkohol dapat meningkatkan risiko terjadinya
penyakit tidak menular.
Muwakhidah dan Tri (2008) menyebutkan bahwa salah satu faktor risiko
terjadinya penyakit tidak menular adalah obesitas. Tingginya kejadian penyakit
diabetes mellitus di Kota Padang Panjang juga diperkirakan berkaitan dengan
tingginya kegemukan (Supeni & Asmayuni 2007). Hasil penelitian Djaiman et al.
(2009) menunjukkan bahwa orang obese memiliki resiko 5,54 kali dibandingkan
orang normal untuk mengalami hipertensi. Penduduk di wilayah perkotaan lebih
berpotensi mengalami penyakit tidak menular dibandingkan penduduk di
pedesaan. Presentase obesitas pada orang dewasa di lima provinsi di Indonesia
(12,4%) menurut Sudikno et al. (2009) lebih tinggi di wilayah perkotaan (15,6%)
dibandingkan dengan perdesaan (9,3%).
Masyarakat di masa kini khususnya di negara-negara maju mulai
mengonsumsi makanan dan minuman yang terbukti bermanfaat bagi kesehatan
(Rahajoe 2007). Menurut Marsono (2008), pangan yang dapat meningkatkan
kesehatan atau mencegah timbulnya penyakit disebut dengan pangan fungsional.
Beberapa istilah lain dari pangan fungsional yaitu nutraceutical, vitafood,
phytofood, pharmafood, designer food, dan food for specified health use. Ingridien
yang memiliki ciri menyehatkan, nilai gizi dan sifat sensorik merupakan 3 faktor
yang berkaitan erat dengan pangan fungsional. Sifat fungsional dari pangan
fungsional ditentukan oleh komponen bioaktif yang terkandung di dalamnya,
misalnya serat pangan, inulin, FOS dan antioksidan.
Bekatul yang merupakan hasil samping dari penggilingan padi biasanya
digunakan sebagai pakan ternak. Namun, saat ini bekatul telah banyak diteliti dan
terbukti dapat berpengaruh dalam peningkatan kesehatan manusia. Bekatul sudah
dimanfaatkan sebagai bahan makanan maupun minuman, seperti roti, keripik
(Damayanthi & Listyorini 2006), biskuit (Sarbini et al. 2009), mantou (Cornelia et
al. 2009), dan sereal (Wirawati & Nirmagustina 2009; Nurcholis & Zubaidah
2011). Daya terima terhadap produk pangan berbahan dasar bekatul masih rendah
karena memiliki after taste sehingga perlu upaya pengembangan pada jenis
produk tersebut (Kustiyah et al. 2013). Walaupun begitu, manfaat dari bekatul
tetap dapat diambil dengan penggunaan bekatul yang telah diproses sedemikian
rupa menjadi minyak yang kemudian disebut minyak bekatul atau rice bran oil
(RBO).

2

Minyak bekatul dilaporkan memiliki kemampuan menurunkan kadar
kolesterol plasma darah yang disebut dengan efek hipokolesterolemik. Minyak
bekatul terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol plasma (Sugano & Tsuji
1997; Kuriyan et al. 2005). Hal ini dipertegas oleh Most et al. (2005) bahwa
konsumsi minyak bekatul secara signifikan mampu menurunkan kolesterol LDL
sebesar 7%. Selain itu minyak bekatul padi awet dan fraksinya juga telah terbukti
dapat menghambat oksidasi LDL manusia secara in vitro (Damayanthi et al.
2004). Kemampuan minyak bekatul padi menurunkan kadar kolesterol disebabkan
adanya oryzanol dan kemampuan dari bahan yang tidak tersabunkan lainnya.
Minyak bekatul cukup populer penggunaannya sebagai minyak makan di
beberapa negara, seperti Jepang, Korea, Cina, India dan beberapa negara di Asia
Tenggara (Kusum et al. 2011). Minyak yang mengandung lemak tak jenuh yang
biasanya dikonsumsi dalam diet sehat sebaiknya tidak digunakan untuk
menggoreng, tetapi langsung diminum atau sebagai dressing salad. Perlakuan
menggoreng dapat menjadikan kualitas lemaknya menurun. Pengolahan minyak
bekatul menjadi minuman fungsional dirasa dapat memaksimalkan pemanfaatan
minyak bekatul terhadap kesehatan.
Pemanfaatan minyak bekatul sebagai minuman fungsional telah dilakukan
oleh Rachman (2012) dengan produknya yaitu minuman emulsi minyak bekatulcokelat ready to drink. Penelitian Nirmala (2012) membuktikan bahwa produk
tersebut secara signifikan mampu menurunkan kadar kolesterol total dan
kolesterol LDL pada manusia. Penambahan cokelat bubuk dalam minuman emulsi
berbahan dasar minyak bekatul cukup diterima secara organoleptik (Rachman
2012). Namun pengembangan minuman emulsli minyak bekatul yang
menggunakan berbagai flavor belum berhasil. Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk melakukannya dengan harapan dapat meningkatkan daya terima konsumen
terhadap minuman emulsi minyak bekatul.
Tujuan
Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan daya terima
organoleptik minuman emulsi minyak bekatul berflavor sebagai alternatif
minuman fungsional tinggi antioksidan.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mempelajari pembuatan minuman emulsi minyak bekatul dengan
penambahan lima jenis flavor
2. Mengetahui konsentrasi flavor yang tepat pada masing-masing flavor yang
digunakan dalam pembuatan minuman emulsi minyak bekatul berflavor
3. Mengukur kandungan gizi minuman emulsi minyak bekatul berflavor
terpilih
4. Mengetahui informasi nilai gizi dan klaim produk minuman emulsi
minyak bekatul berflavor terpilih
5. Mengidentifikasi senyawa volatil pembentuk flavor pada minuman emulsi
minyak bekatul berflavor terpilih
6. Mempelajari sifat fungsional yaitu aktivitas antioksidan dengan DPPH dan
sifat kimia yang terdiri dari TBA (thio barbituric acid) dan TAT (Total

3

Asam Tertitrasi, serta kandungan mikroba (Total Plate Count) minuman
emulsi minyak bekatul berflavor terpilih selama 8 hari penyimpanan
Manfaat
Minuman emulsi minyak bekatul berflavor diharapkan dapat memperkaya
dunia keilmuan terkait minuman fungsional. Selain itu juga diharapkan dapat
meningkatkan pemanfaatan dan nilai ekonomis bekatul, serta dapat bermanfaat
dalam usaha peningkatan kesehatan masyarakat dengan pengendalian penyakit
tidak menular di masyarakat.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Tidak Menular
Riskesdas (2007) menunjukkan bahwa penyakit tidak menular menjadi
penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Penyebab kematian utama di
Indonesia adalah stroke (15,4%), diikuti hipertensi (31,7%), arthritis (30,3%),
penyakit jantung (7,2%), dan cedera (7,5%). Beberapa penyakit yang termasuk
jenis penyakit tidak menular yaitu stroke, penyakit jantung koroner, diabetes
melitus, dan kanker.
Penyebab utama timbulnya penyakit tidak menular adalah radikal bebas.
Keberadaan radikal bebas yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme di
dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis.
Aterosklerosis adalah keadaan dimana pembuluh darah mengalami penyempitan
akibat penumpukkan kolesterol. Kondisi tersebut yang akhirnya membuat
penyakit tidak menular terjadi. Selain dapat menyebabkan timbulnya penyakit
tidak menular, radikal bebas juga dapat menyebabkan terjadinya penuaan dini
(Zuhra et al. 2008; ).
Menurut Rahmawati et al. (2009), penyempitan pada arteri koronaria akan
mengganggu aliran darah ke otot jantung sehingga menimbulkan terjadinya
penyakit jantung koroner (PJK). Kolesterol terutama Low Density Lipoprotein
(LDL) menumpuk di dinding arteri sehingga pambuluh darah menyempit.
Pasokan oksigen dan darah ke jantung berkurang. Pada akhirnya kinerja jantung
manjadi terganggu dan menimbulkan nyeri dada. Marliyati et al. (2010)
menyebutkan bahwa apabila penumpukan kolesterol berlebihan hingga
memblokir aliran darah ke jaringan dapat menghentikan kerja jantung sehingga
menyebabkan kematian. Faktor risiko PJK berdasarkan usia yaitu pria > 45 tahun
sedangkan wanita > 55 tahun (Setianto 2009).
Radikal bebas yang menyerang sel pankreas akan menimbulkan terjadinya
penyakit diabetes mellitus. Fungsi pankreas rusak sehingga terjadi gangguan
produksi, sekresi insulin atau resistensi insulin (Widowati 2008). Kanker terjadi
apabila radikal bebas merusak DNA pada gen-gen pertumbuhan (Astutiningsih et
al. 2010).
Antioksidan
Menurut Marsono (2008), suatu senyawa yang dapat mencegah proses
oksidasi disebut dengan antioksidan. Di dalam tubuh terdapat antioksidan yang
berperan dalam melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat oksidasi. Antioksidan
dalam tubuh pada kondisi tertentu tidak mencukupi dalam melakukan perannya.
Kecukupan antioksidan dapat ditingkatkan dengan antioksidan sintesis atau
alamiah.
Antioksidan alamiah terdapat dalam beberapa bahan pangan. Pangan yang
disebutkan dalam Kamus Gizi mengandung antioksidan adalah sayuran, buahbuahan, ikan, rempah, dan biji-bijian. Selain itu, senyawa antioksidan juga
terdapat di dalam mikroorganisme, fungi, dan jaringan hewan. Yang termasuk
senyawa antioksidan alamiah yaitu senyawa fenolik, tokoferol, flavonoid, dan
asam fenolik (Arfan et al. 2009; Sundaryono 2011; Walia et al. 2011; Harikedua
2012).

5

Damayanthi et al. (2010) menyatakan bahwa antioksidan menghambat
aktivitas oksidan dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa
oksidan. Oksidan dan antioksidan yang seimbang sangat berperan dalam sistem
imunitas tubuh, terutama untuk menjaga integritas dan berfungsinya membran
lipid, protein sel dan asam nukleat serta mengontrol transduksi signal dan ekspresi
gen dalam sel imun.
Mengonsumsi makanan fungsional dengan kandungan antioksidan yang
cukup dapat membantu meningkatkan pertahanan tubuh terhadap timbulnya
penyakit. Namun, apabila dikonsumsi berlebihan justru dapat menimbulkan
penyakit. Kurahashi et al. (2008) mengungkapkan bahwa meskipun vitamin C
berperan sebagai antioksidan, namun dapat meningkatkan resiko terjadinya
kanker hati apabila dikonsumsi secara berlebihan. Hal ini karena vitamin C dapat
menstimulasi penyerapan zat besi di dalam tubuh.
Bekatul dan Minyak Bekatul
Proses penggilingan padi memiliki beberapa hasil sampingan yang salah
satunya dalah bekatul. Bekatul yang dihasilkan dari penggilingan padi dapat
mencapai 8-12% dari jumlah total padi. Hasil samping penggilingan padi lainnya
terdiri dari 15-20% sekam yang merupakan kulit luar dan 3% menir, yaitu bagian
beras yang hancur (Cahyanine et. al. 2008).
Menurut Zuhra (2006), bekatul mengandung berbagai zat gizi, yaitu
protein (11-17%), lemak (2,52-5,05%), karbohidrat (58-72%) dan serat.
Damayanthi et al. (2010) menambahkan bahwa bekatul juga mengandung vitamin
B dari golongan tiamin, riboflavin, niasin, dan pirodoxin. Komponen bioaktif
dalam bekatul terdiri dari tokoferol (vitamin E), tokotrienol, oryzanol, dan asam
pangamat. Selain itu, bekatul juga mengandung serat pangan yang sekitar 22,9%
yang bermanfaat bagi kesehatan (Nurcholis & Zubaidah 2011).
Penelitian Damayanthi et al. (2010) menunjukkan bahwa rata-rata dalam
100 gram bekatul mampu mereduksi radikal bebas DPPH yang setara dengan
kemampuan 28,74 mg vitamin C. Minuman bekatul memiliki total aktivitas
antioksidan hampir 15 kali jus tomat.
Minyak bekatul secara nyata mampu menurunkan kadar kolesterol darah,
LDL kolesterol, VLDL kolesterol, dan bisa meningkatkan HDL kolesterol darah.
Kemampuan minyak bekatul padi menurunkan kadar kolesterol disebabkan
adanya oryzanol dan kemampuan dari bahan yang tidak tersabunkan lainnya
(Sugano & Tsuji 1997; Damayanthi et al. 2004; Kuriyan et al. 2005; Most et al.
2005).
Emulsi
Air dan minyak adalah cairan yang tidak saling berbaur karena memiliki
berat jenis yang berbeda. Kedua jenis cairan tersebut dapat disatukan dalam suatu
sistem emulsi. Winarno (2008) menjelaskan bahwa emulsi merupakan suatu
dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain, yang molekul-molekul
kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik.
Menurut Estiasih dan Ahmadi (2011), makanan dalam bentuk emulsi ada
dalam bentuk semipadat seperti margarin dan mentega, atau dalam bentuk cair
seperti susu, saos, dan berbagai jenis minuman. Selain itu juga ada dalam bentuk

6

yang mengandung baik padatan maupun gas di samping mengandung dua fase
cairan, seperti es krim.
Suatu sistem emulsi memiliki tiga bagian. Bagian pertama yaitu bagian
yang terdispersi yang terdiri dari butir-butir yang yang biasanya terdiri dari lemak.
Bagian kedua disebut media pendispersi yang dikenal sebagai continuous phase,
yang biasanya terdiri dari air. Apabila minyak yang terdispersi dalam air maka
disebut emulsi minyak dalam air (o/w emulsion), sedangkan bila air yang
terdispersi dalam minyak disebut emulsi air dalam minyak (w/o emulsion).
Emulsifier adalah bagian ketiga dalam emulsi yang berfungsi menjaga agar butir
minyak tetap tersuspensi di dalam air. Emulsifier pada emulsi o/w lebih terikat
pada air atau lebih larut dalam air (polar), sedangkan pada emulsi w/o, emulsifier
lebih larut dalam minyak (nonpolar) (Winarno 2008; Estiasih & Ahmadi 2011;
Sidik et al. 2013).
Pengemulsi atau emulsifier terdiri dari gugus polar (hidrofilik) dan rantai
hidrokarbon (lipofilik). Emulsifier yang dimasukkan ke dalam campuran air dan
minyak, bagian hidrofiliknya akan mengikat air, sedangkan bagian lipofilik akan
mengikat lemak (Gambar 1). Sifat lipofilik antar emulsi dapat berbeda-beda.
Keseimbangan antara keduanya disebut dengan hydrophilic-lypophilic balance
(HLB). Nilai HLB berkisar antara 0 hingga 20. HLB 0 lipofilik sempurna
sedangkan 20 hidrofilik sempurna. Emulsifier dengan nilai HLB rendah (4-6) baik
untuk emulsi w/o. Emulsi w/o baik dibentuk oleh emulsifier dengan nilai HLB
tinggi (8-18). Salah satu emulsifier yang dapat digunakan dalam pembuatan
emulsi o/w yaitu sukrosa (gula) ester yang memiliki nilai HLB 1-16. HLB hanya
bermanfaat sebagai petunjuk jenis emulsi yang lebih berpeluang terbentuk, bukan
soal kestabilannya. Penggunaan pengemulsi untuk keperluan industri pangan,
harus diperhatikan beberapa hal seperti keamanan/kesehatan, kestabilan produk,
dan lain sebagainya (Hartono & Widiatmoko 1993; Anonim 2002).

Gambar 1 Prinsip kerja emulsifier (www.rikenvitamin.jp)
Emulsifier atau pengemulsi merupakan molekul yang mempunyai
kemampuan melapisi fase terdispersi dalam emulsi karena kemampuan untuk
berpartisi pada fase terdispersi dan pendispersi. Emulsifier mempunyai sifat
amphifilik, yaitu mempunyai gugus lipofilik dan hidrofilik dalam molekul yang
sama. Molekul emulsifier terkonsentrasi pada antarpermukaan minyak-air. Gugus
lipofilik berasosiasi dengan fase minyak, sedangkan gugus hidrofilik berasosiasi
dengan fase air (Estiasih & Ahmadi 2011). Emulsi dapat terurai dalam 5 menit,
atau bahkan 5 tahun. Jadi memilih pengemulsi mesti mempertimbangkan jangka
waktu kestabilannya, di samping faktor lainnya seperti cara pembuatan, sifat dan
nisbah fase-fasenya, ciri produk yang diinginkan, dan pengaruh atas kandungankandungannya (Hartono & Widiatmoko 1993).
Berdasarkan Winarno (2008), emulsifier terdiri dari dua jenis, yaitu
emulsifier alami dan buatan. Gelatin, albumen (putih telur), dan kuning telur

7

termasuk ke dalam emulsifier alami. Gelatin dan albumen adalah protein yang
bersifat sebagai emulsifier dengan kekuatan biasa, sedangkan kuning telur
mengandung lesitin dalam bentuk yang kompleks sehingga tergolong emulsifier
kuat. Emulsifier ada yang dibuat dari monogliserida misalnya gliseril monostearat
(GMS). SPANS adalah ester dari asam lemak sorbitan yang juga merupakan
emulsifier buatan dapat membentuk emulsi w/o. Selain itu ada pula ester dari
polioksietilena yang dikenal sebagai TWEEN dapat membentuk emulsi o/w.
SPANS dan TWEEN biasa digunakan dalam pembuatan kue. Ada juga emulsifier
gliseril laktopalmitat yang banyak digunakan dalam pembuatan cakes mixes.
Emulsi memiliki kecenderungan tidak stabil sehingga memerlukan bahan
penstabil untuk memantapkan emulsi. Bahan penstabil emulsi yang banyak
digunakan dalam makanan adalah dari senyawa hidrokoloid. Senyawa hidrokoloid
memiliki sifat sebagai pengental, berasal dari sumber alami atau yang
dimodifikasi secara kimiawi untuk mendapatkan sifat yang diinginkan. Senyawa
hidrokoloid memiliki sifat umum, antara lain memiliki kelarutan dalam air yang
tinggi, mampu meningkatkan viskositas, dan pada beberapa jenis mampu
membentuk gel. Sementara itu, fungsi khususnya adalah memperbaiki dan
menstabilkan tekstur, menghambat kristalisasi (misalnya gula dan es),
menstabilkan emulsi dan buih, memperbaiki kelengketan pada produk roti-rotian,
dan bahan untuk mengenkapsulasi cita rasa. Umumnya digunakan pada
konsentrasi 2% atau kurang karena mempunyai keterbatasan dispersibilitas dan
sifat fungsional yang diinginkan dapat tercapai pada konsentrasi tersebut (Estiasih
& Ahmadi 2011).
Menurut Estiasih dan Ahmadi (2011), kebanyakan penstabil dan pengental
adalah polisakarida, seperti gum arab, gum guar, karboksimetilselulosa (CMC),
karagenan, agar-agar, pati, dan pektin. Ada pula yang bukan polisakarida yaitu
gelatin yang berasal dari protein. Hidrokoloid yang banyak digunakan dalam
makanan adalah gum arab, pati yang dimodifikasi, selulosa yang dimodifikasi,
karagenan, pektin, dan beberapa galactomannans. Gum arab termasuk yang mahal
karena masih langka (Dickinson 2009; Achouri et al. 2012).
Emulsi yang telah terbentuk akan mengalami pemisahan perlahan-lahan
dalam jangka waktu tertentu. Pemisahannya bertahap, mulai dari terjadinya
creaming, koagulasi, lalu koalesensi. Menurut Hartono dan Widiatmoko (1993),
creaming adalah kecenderungan tetesan terkumpul di lapisan atas atau bawah
emulsi. Hal ini dipengaruhi oleh ukuran tetesan, selisih rapatan kedua fase serta
viskositas fase luarnya. Koagulasi ialah kecenderungan tetesan saling melekat saat
berkontak, tak lepas lagi, namun ciri individunya tetap dipertahankan. Koalesensi
yaitu bergabungnya dua atau lebih tetesan menjadi tetesan lebih besar akibat
pecahnya film pembatas tetesan yang mengakibatkan terbentuknya in.lapisan
minyak ruah bebas. Koalesensi selalu didahului koagulasi.
Perisa Makanan
Bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah atau
mempertegas rasa makanan adalah perisa makanan atau flavor enhancer. Flavor
merupakan salah satu produk yang bernilai ekonomis tinggi (Uju et al. 2008).
Perisa terdiri dari perisa sintetik dan perisa alami. Biasanya, senyawa aroma alami
yang digunakan adalah minyak atsiri dan oleoresin yang diekstrak dari tumbuhtumbuhan dan rempah-rempah. Senyawa aroma sintetik umumnya terdiri dari

8

ester-ester yang sebagiannya memiliki aroma yang menyerupai buah-buahan dan
disebut dengan senyawa flavormatik. Tabel 1 menunjukkan macam-macam
senyawa flavormatik.
Wijaya (2011) menyatakan bahwa konsentrasi perisa memiliki peran yang
cukup besar dalam memberikan profil flavor yang diinginkan. Konsentrasi yang
berbeda akan memberikan kesan yang berbeda. Selain itu, suatu perisa dapat
berinteraksi dengan baik dengan suatu sistem pemanis tertentu tetapi tidak dengan
yang lain. Misalnya penggunaan sakarin pada minuman lemonade bersoda akan
memberikan efek harshner atau nyegrak yang kuat, sementara gula memberi cita
rasa yang lebih utuh (rounder) dan lebih manis.
Tabel 1 Senyawa-senyawa flavormatik
Senyawa flavormatik
Vanilin
Benzaldehida
Aldehida sinamat
Mentol
Diasetil
Eugenol
Benzilasetat
Amil asetat
Amil kaproat
Sitronelal
Sumber: Winarno (2008)

Aroma
Panili
Cherry, almond
Kayu manis, cola
Mint
Mentega
Rempah-rempah
Strawberry, buah-buahan
Pisang TB+ buah-buahan
Apel, nenas
Bunga-bungaan (Ros)

Penggunaan
(ppm)
31,5
84,8
110,7
111,2
17,3
48,8
8,8
78,4
4,4
14,2

Titik didih
(0oC)
81,5
180
252
215
88
253
215
142
222,2
206

+TB: Titik Lebur
Perisa yang digunakan dalam produk minuman secara garis besar
sebaiknya memiliki karakteristik sebagai berikut. Berbentuk cair atau bubuk,
umumnya larut air/dapat dilarutkan dalam air, bukan senyawa flavor tunggal,
gabungan dari berbagai material berflavor, dan memiliki konsentrasi/kekuatan
intensitas flavor yang tepat untuk dapat digunakan secara langsung. Selain itu,
flavor yang digunakan juga perlu memiliki kestabilan yang cukup, bebas dari
mikroorganisme patogen dan perusak, serta terbukti secara legal aman bagi
konsumsi manusia (Wijaya 2011).

9

METODE
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar dengan judul
“Pengkajian Minuman Bekatul, Minyak Bekatul, dan Tomat untuk Kesehatan
Lipid dan Kadar Gula Darah serta Status Imun Orang Dewasa Gemuk” yang
diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS.
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei 2012 hingga Januari 2013.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium
Organoleptik, Laboratorium Analisis dan Kimia Pangan, dan Laboratorium
Biokimia Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor, serta Laboratorium Farmasi, Institut Teknologi Bandung dan
Laboratorium Saraswanti Indo Genetec.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian pendahuluan meliputi minyak
bekatul, air, sugar ester, karboksimetilselulosa (CMC), sukralosa, garam, dan
lima jenis flavor cair (vanila, cokelat, stroberi, sirsak, dan teh hijau), cup plastik,
plastik lid, dan formulir uji organoleptik. Alat-alat yang digunakan yaitu
homogenizer, kompor, wadah plastik, timbangan analitik, panci, dan termometer.
Peneltian lanjutan menggunakan bahan kimia, yaitu asam sulfat pekat,
indikator PP, NaOH, HCl, kertas lemak, n-heksan, etanol-askorbat, metanol-asam
askorbat, Methanol HPLC Grade, kertas saring Whatman 42, DPPH, etanol, dan
larutan TBA. Alat-alat yang digunakan adalah eksikator, spektrofotometer,
pemanas listrik, alat suling, sentrifuse, alat soxhlet, oven dan lain-lain.
Prosedur
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan minuman emulsi
minyak bekatul berflavor dan uji organoleptik. Penelitian lanjutan terdiri dari uji
kandungan gizi, aktivitas antioksidan, identifikasi senyawa volatil pembentuk
flavor, serta daya simpan minuman emulsi minyak bekatul berflavor terpilih.
Penelitian Pendahuluan
Pembuatan minuman emulsi minyak bekatul berflavor
Prosedur pembuatan minuman emulsi minyak bekatul adalah modifikasi
dari Rachman (2012). Modifikasi yang dilakukan adalah mengganti cokelat bubuk
dengan flavor cair. Minuman emulsi minyak bekatul dibuat dengan tiga tingkat
konsentrasi flavor. Formulasi minuman emulsi minyak bekatul berflavor
ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Minuman emulsi minyak bekatul berflavor
didominasi oleh air dengan konsentrasi lebih dari 90% sehingga dianggap
memiliki berat jenis sama dengan air.
Tabel 2 Formulasi minuman emulsi minyak bekatul berflavor yang digunakan
dalam penelitian
No.
1
2
3

Bahan
Minyak bekatul
Sugar ester
CMC

Flavor 0,1%
6,25
0,13
0,01

Komposisi (%)
Flavor 0,3%
6,25
0,13
0,01

Flavor 0,5%
6,25
0,13
0,01

10

4
Sukralosa
0,02
0,02
0,02
5
Garam
0,05
0,05
0,05
6
Air
93,45
93,25
93,05
7
Flavor cair
0,10
0,30
0,50
Ket.: konsentrasi flavor cair = berat flavor (g)/berat total minuman (g) x 100%

Prosedur pembuatan minuman emulsi minyak bekatul berflavor adalah
sebagai berikut. Pertama-tama dibuat larutan induk yang terdiri dari campuran
sugar ester, CMC, minyak bekatul dan air. Kemudian dihomogenisasi
menggunakan homogenizer dengan kecepatan 11000 rpm selama 10 menit.
Larutan induk diencerkan menggunakan air dengan perbandingan 1:3.
Setelah itu ditambahkan flavor cair, sukralosa dan garam pada larutan induk yang
telah diencerkan. Kemudian dihomogenisasi kembali dengan kecepatan 9000 rpm
selama 30 detik untuk mencampurkan bahan-bahan yang ditambahkan. Minuman
emulsi minyak bekatul yang sudah jadi dipasteurisasi pada suhu 60oC selama 30
menit. Setelah itu minuman dikemas dalam cup plastik tahan panas yang telah
disterilisasi pada suhu 90oC.
Gambar 3 menunjukkan cara pembuatan minuman emulsi minyak bekatul
berflavor. Minuman diperbanyak dengan berbagai jenis flavor untuk keperluan uji
organoleptik dan penelitian lanjutan terhadap minuman emulsi minyak bekatul
berflavor terpilih.
Minyak bekatul, air, sugar ester & CMC dicampurkan

Dihomogenisasi (11000 rpm; 10 menit) → larutan induk

Larutan induk diencerkan 1 : 3 (larutan induk : air)

Ditambahkan flavor, sukralosa, dan garam

Dihomogenisasi (9000 rpm; 30 detik)

Dipasteurisasi (60oC; 30 menit)

Dihomogenisasi (9000 rpm; 5 menit)

Dikemas
Gambar 2 Diagram prosedur pembuatan minuman emulsi minyak bekatul
berflavor (modifikasi Rachman et al. 2013)
Uji Organoleptik
Penerimaan minuman emulsi minyak bekatul berflavor ditentukan dengan
uji organoleptik yang terdiri dari uji hedonik dan mutu hedonik. Pengujian
dilakukan kepada 30 orang panelis berdasarkan tingkat kesukaannya terhadap
berbagai formula minuman emulsi minyak bekatul berflavor vanila, cokelat,
stroberi, sirsak, dan teh hijau. Masing-masing flavor terdiri dari tiga taraf
konsentrasi, yaitu 0,1%, 0,3%, dan 0,5%.
- Uji hedonik

11

Uji hedonik dilakukan dengan meminta panelis untuk memberikan
tanggapan pribadinya mengenai kesukaan dan/atau ketidaksukaannya terhadap
minuman emulsi minyak bekatul berflavor. Digunakan skor 1 hingga 5 yang
menunjukkan sangat tidak suka (1), tidak suka (2), biasa (3), suka (4), dan sangat
suka (5) berdasarkan atribut aroma dan rasa. Skor yang dikehendaki mulai dari 3
hingga 5, yaitu biasa hingga sangat suka.
-

Uji mutu hedonik
Uji mutu hedonik dilakukan dengan meminta panelis untuk memberikan
tanggapan pribadinya mengenai mutu atau kualitas minuman emulsi minyak
bekatul berflavor. Skor untuk parameter aroma dan rasa adalah 1-5. Skor mutu
hedonik atribut aroma yaitu 1 = sangat langu, 2 = langu, 3 = biasa, 4 = harum, dan
5 = sangat harum. Skor atribut rasa yaitu 1 = sangat pahit, 2 = pahit, 3 = biasa, 4 =
manis, dan 5 = sangat manis.
Penelitian Lanjutan
Uji Kandungan Gizi
1. Uji kadar air, metode oven (SNI 01-2973-1992)
Sampel sebanyak 1-2 g ditimbang menggunakan sebuah botol timbang
bertutup yang diketahui bobotnya, lalu dikeringkan pada oven suhu 105oC,
didinginkan dalam eksikator. Kemudian ditimbang hingga bobot tetap. Rumus
untuk menghitung kadar air yaitu : Kadar air =
Dimana :
W
adalah bobot sampel sebelum dikeringkan (gram)
W1
adalah kehilangan bobot setelah dikeringkan (gram)
2. Uji kadar abu (SNI 01-2973-1992)
Ditimbang dengan teliti 2-3 g sampel, dimasukkan ke dalam sebuah cawan
porselen yang telah diketahui bobotnya, kemudian diuapkan di atas penangas air
sampai kering. Diarangkan di atas nyala pembakar, lalu diabukan dalam tanur
listrik pada suhu maksimum 550oC sampai pengabuan sempurna (sekali-kali pintu
tanur dibuka sedikit, agar oksigen bisa masuk). Lalu didinginkan dalam eksikator,
lalu ditimbang sampai bobot tetap. Berikut ini adalah rumus perhitungan kadar
abu :
Kadar abu =

3. Uji kadar protein, metode semimikro kjeldhal (SNI 01-2973-1992)
Sebanyak 0,51 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl
100 ml. Ditambah 2 g campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat. Kemudian
dipanaskan di atas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan
larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam). Dibiarkan dingin, lalu
diencerkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml (sampai tepat pada garis).
Larutan dipipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam alat penyuling,
ditambahkan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP. Disuling selama ±
10 menit. Penampung yang digunakan adalah 10 ml larutan asam borat 2% yang
telah dicampur dengan indikator. Ujung pendingin dibilas dengan air suling.

12

Dititar dengan larutan HCl 0,01 N, lalu buat penetapan blanko. Perhitungan kadar
protein dengan metode tersebut ditunjukkan pada rumus berikut.
Kadar protein =
Dimana :
W
adalah bobot sampel
V1
adalah volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitaran sampel
V2
adalah volume HCl yang dipergunakan penitaran sampel
N
adalah normalitas HCl
f.k.
adalah protein dari makanan secara umum (6,25)
f.p.
adalah faktor pengenceran
4. Uji kadar lemak, metode hidrolisis (Weibull) (SNI 01-2973-1992)
Sampel ditimbang sebanyak 1-2 g, dimasukkan ke dalam gelas piala.
Ditambah 30 ml HCl 25% dan 20 ml air serta beberapa butir batu didih. Gelas
piala tersebut ditutup dengan kaca arloji dan dididihkan selama 15 menit. Dalam
keadaan panas disaring dan dicuci dengan air panas sehingga tidak bereakasi asam
lagi. Kertas saring beserta isinya dikeringkan pada suhu 100-105oC. Kemudian
dimasukkan ke dalam kertas saring pembungkus (paper thimble) dan diekstrak
dengan heksana atau pelarut lemak lainnya selama 2-3 jam pada suhu lebih
kurang 80oC. Larutan heksana atau pelarut lemak lainnya disuling dan
dikeringkan ekstrak lemak pada suhu 100-105oC. Lalu didinginkan dan
ditimbang. Proses pengeringan diulangi hingga tercapai bobot tetap. Di bawah ini
adalah rumus perhitungan kadar lemak :
Kadar lemak =
Dimana :
W
adalah bobot sampel (gram)
W1
adalah bobot labu sesudah ekstraksi (gram)
W2
adalah bobot labu lemak sebelum ekstraksi (gram)
5. Uji karbohidrat (by difference)
Kadar karbohidrat dihitung yaitu dengan cara pengurangan, seperti pada
rumus di bawah ini :
Kadar karbohidrat = 100% - % (air + protein + lemak + abu)
6. Uji vitamin E metode HPLC
Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dan dimasukkan ke dalam tabung
sentrifuge 50 ml. Kemudian ditambahkan dengan 5 ml etanol-askorbat 0,1% dan 4
ml KOH 50%. Campuran tersebut dipanaskan pada suhu 70oC selama 30 menit.
Lalu dikocok menggunakan vortex selama 10 menit. Kemudian didinginkan dan
setelah dingin ditambah 5 ml n-heksan lalu dikocok selama 5 menit. Didiamkan
beberapa saat hingga larutan terpisah.
N-heksan dipindahkan ke dalam gelas kimia dan ditambahkan dengan 1 ml
metanol-asam askorbat 0,1% atau larutan BHT 0,01%. Hal tersebut dilakukan
berulang-ulang hingga seluruh sampel terekstrasi. Setelah terkumpul, n-heksan
diuapkan sampai kering di ruangan atau tempat yang gelap. Hasil yang diperoleh
kemudian di larutkan dengan Methanol HPLC Grade. Larutan tersebut
dipindahkan ke dalam labu takar 50 ml dan dihimpitkan dengan metanol lalu
dihomogenkan. Setelah itu disaring dengan filter 0,45 µm. Hasil saringan

13

dimasukkan ke dalam vial autosampler, lalu disuntikkan 20 µl ke sistem
kromatografi pada kondisi oktadesilsilana (RP-18); laju alir μ 0.7 ml/menit; =
292 nm; FG = Methanol :dapar fosfat (4:96). Berikut perhitungannya:

Dimana :
Csp konsentrasi contoh µg/g (ppm)
Asp area contoh
Ast
area standar
Cst
konsentrasi standar µg/g (ppm)
Vsp volume pelarut sampel (ml)
Wsp bobot contoh (g)
7. Uji kandungan oryzanol metode Spektrofotometri
Larutan standar dipersiapkan dengan menimbang sejumlah standar
oryzanol dan dilarutkan dengan etanol sehingga diperoleh konsentrasi standar
oryzanol 10; 12,5; 15; 17,5; 20 ppm. Kemudian dibaca absorbansinya pada
panjang gelombang 328 nm.
Pengukuran pada sampel mula-mula dilakukan dengan menimbang
sejumlah sampel dan dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml. Kemudian
ditambahkan etanol sampai batas tera lalu dikocok. Larutan kemudian disaring
dengan kertas saring Whatman 42. Hasil saringan dibaca absorbansinya pada
panjang gelombang 328 nm.
Identifikasi Senyawa Volatil Pembentuk Flavor dengan Metode GC-MS (Gas
Chromatography-Mass Spectrometry)
Sampel dipipet sebanyak 10 ml dan ditambahkan 5 ml etil asetat pro
analisa. Kemudian sampel diekstraksi menggunakan alat rotary evaporator selama
30 menit dan disentrifuge selama 10 menit. Setelah itu diambil fase organiknya
dan diuapkan menggunakan gas nitrogen sampai kering, lalu dilarutkan dengan
200 L etil asetat pro analisa dan diinjek ke GC-MS. Berikut kondisi alat GC-MS
yang digunakan.
Instrument
: Agilent Technologies 6890 Gas Chromatograph
with Auto Sampler and 5973 Mass Selective
Detector and Chemstation data system.
Ionisation mode
: Electron Impact
Electron energy
: 70 eV
Coloumn
: HP WAX. Capilarry Coloumn Length (m) 25 X
0.25 (mm) I.D X 0.25 (µm) Film Thickness.
Oven Temperature
: Initial temperature at 60oC hold for 1 minute,
rising at 3oC/min to 150oC hold for 2 minutes and
finally rising 15oC/min to 240oC
hold for 20
minutes .
Injection port temperature
: 250oC; Ion Source Temperature
: 230oC
Interface Temperature
: 280oC; Quadrupole Temperature : 140oC
Flow Column
: 0.6 µl/menit; Injection volume
: 1 µL
Carrier gas
: Helium; Column mode
: Constant Flow

14

Split

: 250 : 1; Method File

: MGNONWAX

Uji Daya Simpan
Produk minuman emulsi minyak bekatul dikemas dalam cup plastik tahan
panas. Kemudian dianalisis dua hari sekali selama delapan hari (Nirmala 2012)
yang meliputi: uji aktivitas antioksidan dengan DPPH, penetapan bilangan TBA,
pH dan uji TAT serta uji mikroba dengan TPC. Metode yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Uji Aktivitas Antioksidan dengan DPPH (Blois 1958)
Aktivitas antioksidan ditentukan dengan sebuah metode reduksi radikal
bebas stabil 1,1-diphenyl-2-2pirylhydrazyl (DPPH). Bahan antioksidan pada
minuman akan bereaksi dengan DPPH. Reduksi pereaksi dimonitor dengan
mengukur penurunan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm. Digunakan
vitamin C sebagai pembanding atau disebut juga dengan Antioxidant Equivalen
Ascorbat Acid (AEAC). Aktivitas antioksidan (AA) dihitung menggunakan rumus
berikut ini:
AA (%) =
x 100%
AEAC (mg/L) =
AEAC (mg vit. C/100g) =
Dimana:
a
slope/gradient kurva standar vitamin C
b
intersept kurva standar vitamin C
2. Uji Bilangan Tiobarbituric Acid (TBA) (Apriyantono et al. 1988 dengan
modifikasi)
Bilangan TBA menentukan ketengikan sebuah produk pangan jika
memiliki sloop positif. Mula-mula 10 g sampel dimasukkan ke dalam labu
destilasi dan ditambahkan dengan 50 ml HCl 0,1 N. Kemudian didestilasi dengan
pemanasan tinggi sehingga diperoleh destilat 20 ml selama 15 menit. Destilat
diaduk hingga merata lalu dipipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Ditambahkan dengan 5 ml larutan TBA lalu divorteks. Setelah itu
dipanaskan dalam air mendidih selama 30 menit hingga berwarna merah jambu.
Dibaca absorbansinya pada ʎ = 533 nm. Bilangan TBA dinyatakan dalam mg
malonaldehid per kg sampel dengan rumus: Bilangan TBA = 7,8 x D.
3. Uji Total Asam Tertitrasi (TAT) (Apriyantono et al. 1988)
Total asam diukur dengan melarutkan sebanyak 25-50 gram sampel ke
dalam labu takar 250 ml dan diencerkan sampai tanda tera. Campuran tersebut
dikocok kemudian disaring. Filtrat sebanyak 25 ml ditetesi dengan indikator PP
dan dititrasi dengan NaOH 0,1 M. Hasilnya dinyatakan sebagai ml NaOH 0,1/ 100
gram. Total asam tertitrasi dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini:
TAT = Volume NaOH (ml) x faktor pengenceran x 100/berat sampel (gram)
4. Uji Mikroba dengan Metode Total Plate Count (TPC)

15

Total Plate Count (TPC) merupakan metode pendugaan jumlah
mikroorganisme secara keseluruhan dalam suatu bahan. Uji TPC menggunakan
media Plate Count Agar (PCA) dengan menanam satu gram sampel yang telah
diencerkan ke dalam cawan petri, kemudian diinkubasi. Hasil perhitungan berupa
koloni (cfu atau colony-forming unit) per ml/g.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Konsentrasi flavor sebagai faktor, dengan tiga taraf perlakuan yaitu 0,1%,
0,3%, dan 0,5%. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:
Yij = + τi + εij
Dimana :
Yij
adalah nilai pengamatan respon karena pengaruh jenis flavor ke-i pada
taraf ke-j
adalah nilai rata-rata umum
τi
adalah perlakuan pada jenis flavor ke-i (vanila, cokelat, stroberi, sirsak, teh
hijau)
εij
adalah kesalahan penelitian karena pengaruh jenis flavor ke-i pada taraf
ke-j

Pengolahan dan Analisis Data
Data uji organoleptik diolah menggunakan uji Kruskal-Wallis. Data
senyawa volatil, kandungan gizi dan daya simpan disajikan secara deskriptif.
Software yang digunakan yaitu Microsoft Excel 2007.

16

HASIL DAN PEMBAHASAN