Study of Water Consumption, Growth Responses and Production of Two Rice Varieties in Different Irrigation Systems

1

STUDI KONSUMSI AIR, RESPON PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI DUA VARIETAS PADI PADA BEBERAPA
SISTEM PENGAIRAN

AHMAD RIFQI FAUZI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

i

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Konsumsi Air, Respon
Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Padi pada Beberapa Sistem Pengairan
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2012
Ahmad Rifqi Fauzi
A252100031

i

ABSTRACT
AHMAD RIFQI FAUZI. Study of Water Consumption, Growth Responses and
Production of Two Rice Varieties in Different Irrigation Systems. Supervised by :
AHMAD JUNAEDI, ISKANDAR LUBIS, and HIROSHI EHARA.
Water is one of the important inputs to support the growth and
development of plants. Currently, water availability tend to be more limited due to
environmental quality degradation and global warming. This study was conducted
to determine the amount of water consumption of two rice varieties (IR-64 and
Jatiluhur) in four irrigation systems (conventional, water-saturated, intermittent,
and upland). The study was performed using a split block design with three

replications. Upland system planted with direct seeding, while for others system
transplanted at 12 days old seedling. Rice plants were grown under plastic house
with 3 m x 3 m area per experimental unit, and water volume recorded by
flowmeter in inlet systems. Observed variable consist of growth component,
stomatal charactheristics, productivity and production component. The results
showed that the conventional system consumed the highest volume of water
(426,768 l) in one seasson. The least consumption of water reached by upland
system (3,883 l),
while the water saturated system consumed 74.3% and
intermittent consumed 37.9% of conventional system water consumption. In the
other hand, the intermittent and conventional systems had higher productivity than
water saturated and upland sytems. There were no significantly different between
varieties in water consumption. However, the yields of Jatiluhur variety produced
higher grain per plot than IR-64 variety. The highest efficiency of water
consumption reached by upland system (0.531 g/l), the second was intermittent
system (0.020 g/l), and the lowest were conventional and water saturated systems
(0.008 g/l).
Keywords: production component, stomatal charactheristics, water use efficiency

i


RINGKASAN
AHMAD RIFQI FAUZI. Studi Konsumsi Air, Respon Pertumbuhan dan Produksi
Dua Varietas Padi pada Beberapa Sistem Pengairan. Dibimbing oleh AHMAD
JUNAEDI, ISKANDAR LUBIS, dan HIROSHI EHARA.
Air merupakan salah satu unsur penting dalam mendukung pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Peningkatan keterbatasan sumberdaya air saat ini
diperkirakan sebagai salah satu penyebab krisis pangan. Kelangkaan air yang
melanda saat ini dikarenakan meningkatnya kebutuhan air semua sektor
kehidupan juga adanya anomali iklim yang menyebabkan sumber air primer
(hujan) terbatas. Studi mengenai konsumsi air pada sistem budidaya dan
pengelolaan air tanaman pangan dibutuhkan untuk mengetahui efisiensi
penggunaan air dari tanaman tersebut. Hal ini untuk mendukung para pemulia
tanaman untuk mendapatkan informasi mengenai karakter tanaman yang mampu
beradaptasi pada kondisi ketersediaan air terbatas serta mempunyai efisiensi
penggunaan air yang tinggi.
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui konsumsi air, respon
pertumbuhan dan produksi dua varietas padi (IR-64 dan Jatiluhur) pada empat
sistem pengairan (konvensional, jenuh air, pengairan intermittent, dan sistem
gogo). Penelitian ini disusun dengan menggunakan rancangan petak terbagi

dengan tiga ulangan. Penelitian ini dilaksanakan pada petakan yang berada di
dalam rumah plastik Kebun Percobaan Sawah Baru IPB. Perhitungan konsumsi
air dilakukan dengan memasang flowmeter pada pipa saluran yang menuju
petakan percobaan. Jumlah air yang masuk tertera pada angka yang ada di
flowmeter dan diukur setiap minggu. Penanaman untuk sistem gogo (upland
system) dilakukan dengan tanam benih langsung sedangkan sistem pengairan
lainnya dengan pindah tanam menggunakan bibit berumur 12 hari. Petak tanam
berukuran 3 m x 3 m per unit percobaan. Parameter pengamatan pada penelitian
ini terdiri dari komponen pertumbuhan, karakteristik stomata, produktivitas dan
komponen hasil.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi air sistem pengairan
konvensional paling tinggi (426 768 l) dalam satu musim. Konsumsi air terendah
diperoleh dari sistem gogo (upland system) dengan 3 883 l, sedangkan sistem
pengairan jenuh air mengkonsumsi 74.3% dan intermittent mengkonsumsi 37.9%
dari konsumsi air sistem pengairan konvensional. Selain itu, sistem konvensional
dan intermittent menghasilkan produktivitas lebih tinggi dibandingkan sistem
jenuh air dan sistem gogo. Tidak ada perbedaan konsumsi air antara varietas
Jatiluhur dan IR-64. Namun demikian, varietas Jatiluhur memberikan hasil per
petak lebih besar dibandingkan IR-64. Efisiensi konsumsi air terbesar diperoleh
dari sistem gogo (0.531 g/l), diikuti oleh sistem intermttent (0.020 g/l), dan yang

terendah adalah sistem konvensional dan jenuh air (0.008 g/l).
Kata kunci : komponen produksi, karakteristik stomata, efisiensi penggunaan air

i

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan
suatu masalah; dan
b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

i

STUDI KONSUMSI AIR, RESPON PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI DUA VARIETAS PADI PADA BEBERAPA

SISTEM PENGAIRAN

AHMAD RIFQI FAUZI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

i

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Supijatno, M.Si

i


Judul : Studi Konsumsi Air, Respon Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas
Padi pada Beberapa Sistem Pengairan
Nama : Ahmad Rifqi Fauzi
NIM : A252100031

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi
Ketua

Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS
Anggota

Prof. Hiroshi Ehara, Ph.D
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr.

Tanggal Ujian : 11 Juni 2012

Tanggal Lulus :

i

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya
sehingga Tugas Akhir Tesis ini dapat diselesaikan. Penelitian untuk Tesis ini
berjudul Studi Konsumsi Air, Respon Pertumbuhan dan Produksi Dua
Varietas Padi pada Beberapa Sistem Pengairan. Penelitian telah dilaksanakan
pada bulan Mei - Oktober 2011. Penelitian dan penyelesaian tesis ini dibiayai oleh
Program I-MHERE B.2.C IPB.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus dari penulis kepada Dr.
Ir. Ahmad Junaedi, MSi, Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS, dan Prof. Hiroshi Ehara,
Ph.D selaku komisi pembimbing atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan
dalam mengarahkan dan membimbing penulis selama penelitian berlangsung dan
dalam penyusunan tesis ini.
Penghargaan yang setinggi-tingginya serta rasa terima kasih yang tulus
penulis sampaikan juga kepada :
1. I-MHERE B.2.C IPB yang telah membiayai seluruh biaya pendidikan Sekolah
Pascasarjana dan kegiatan penelitian penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S selaku Ketua Program Studi Agronomi
dan Hortikultura dan pimpinan sidang ujian atas saran serta koreksinya yang
sangat bermanfaat bagi perbaikan tesis ini.
3. Dr. Ir. Supijatno, M.Si yang telah berkenan menjadi dosen penguji luar komisi
dan atas saran serta koreksinya yang telah diberikan untuk perbaikan tesis ini.
4. Kepala dan Staf Kebun Percobaan Sawah Baru atas kerjasama dan bantuannya
selama penelitian berlangsung.
5. Pak Nandang Hasanuddin dan Mas Joko Mulyono atas kerjasama dan
bantuannya dalam penelitian ini.
6. Keluarga tercinta terutama Ayahanda H. Sabrawi (Alm) dan Ibunda Hj. Yoyoh
Juhaeriyah serta adik-adik (Moh. Rizza Ferdiansyah dan Hilda Fauziah) yang

telah memberikan doa, kasih sayang, dan dorongan semangat yang besar
sampai detik ini.
7. Mutiara Dewi Puspitawati yang telah memberikan doa, dorongan semangat dan
bantuannya selama penulis menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana
IPB.

ii

8. Rekan-rekan mahasiswa pascasarjana Departemen Agronomi dan Hortikultura
(AGH, PBT, ITB) yang telah memberikan dukungan serta kerjasamanya
selama penulis menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.
9. Rekan-rekan pengurus Forum Mahasiswa Pascasarjana AGH (FORSCA AGHIPB) atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis menempuh pendidikan di
Sekolah Pascasarjana IPB.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2012

Ahmad Rifqi Fauzi


i

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Pandeglang, Propinsi Banten, pada tanggal 27 Juli 1987.
Penulis

merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak

Sabrawi (Alm.) dan Ibu Yoyoh Juhaeriah.
Riwayat pendidikan penulis dimulai tahun 1991 di TK Pertiwi
Pandeglang. Tahun 1993 penulis masuk SD Negeri Karaton III Pandeglang.
Tahun 1999 penulis melanjutkan studi di MTs Negeri 1 Pandeglang sampai tahun
2002. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan studi di SMA Negeri 1 Pandeglang.
Tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI). Tahun 2006 penulis diterima di Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian dan lulus tahun 2010. Pada tahun yang sama
penulis diterima sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana IPB dengan dukungan
pembiayaan melalui Program I-MHERE IPB B.2.C.
Selama di IPB penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Pembiakan
Tanaman serta mata kuliah Tanaman Penyegar, Obat, dan Aromatik pada tahun
2009, Fisiologi Tumbuhan (D3) tahun 2010, dan Dasar-dasar Agronomi tahun
2011. Tahun 2005-2007 penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga
Mahasiswa Banten (KMB) dan pada tahun 2008 penulis menjadi staf Departemen
Eksternal (Januari-Juni) dan Ketua Departemen Eksternal Ad-interim (JuliDesember) pada Himpunan Mahasiswa Agronomi (Himagron) Faperta IPB.
Selama menjadi mahasiswa Pascasarjana IPB, penulis dipercaya menjadi Ketua
Departemen Informasi dan Komunikasi (2011) serta Sekretaris Bidang Informasi
dan Kerjasama (2012) Forum Mahasiswa Pascasarjana Departemen Agronomi
dan Hortikultura IPB (FORSCA AGH-IPB).

i

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL......................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR.................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................

xi

PENDAHULUAN
Latar Belakang ....................................................................................
Tujuan .................................................................................................
Hipotesis .............................................................................................

1
4
4

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Padi ..........................................................................
Peranan Air Bagi Tanaman ..................................................................
Produksi Padi dan Kebutuhan Air Tanaman Padi .................................
Sistem Pengairan Tanaman Padi ..........................................................
Respon Tanaman terhadap Kondisi Defisit Air ...................................

5
6
7
8
9

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Pelaksanaan ..........................................................
Bahan dan Alat ....................................................................................
Metode ................................................................................................
Pelaksanaan .........................................................................................
Pengamatan .........................................................................................

12
12
12
13
15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum ....................................................................................
Konsumsi Air ......................................................................................
Tinggi Tanaman ..................................................................................
Jumlah Anakan dan Jumlah Anakan Produktif .....................................
Jumlah Daun .......................................................................................
Kerapatan Stomata, Kerapatan Trikoma dan Warna Daun (SPAD) ......
Umur Berbunga, Komponen Hasil dan Hasil .......................................
Efisiensi Konsumsi Air ........................................................................

17
19
21
22
24
27
29
35

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .........................................................................................
Saran ...................................................................................................

38
39

DAFTAR PUSTAKA................................................................................

40

LAMPIRAN...............................................................................................

45

i

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Pengaruh sistem pengairan dan varietas padi terhadap jumlah anakan
dan jumlah anakan produktif..........................................................

24

2. Pengaruh sistem pengairan dan varietas padi terhadap kerapatan
stomata, kerapatan trikoma dan warna daun.....................................

27

3. Pengaruh sistem pengairan dan varietas padi terhadap umur
berbunga, panjang malai, jumlah gabah malai-1, dan kepadatan malai

30

4. Pengaruh sistem pengairan dan varietas padi terhadap bobot kering
tajuk, bobot kering akar, dan nisbah tajuk/akar.................................

31

5. Pengaruh sistem pengairan dan varietas padi terhadap jumlah gabah
isi rumpun-1, persentase gabah isi, bobot 1000 butir gabah, dan
indeks panen.................................................................................

32

6. Pengaruh sistem pengairan dan varietas padi terhadap produksi
gabah per rumpun..........................................................................

35

7. Pengaruh sistem pengairan dan varietas padi terhadap efisiensi
konsumsi air tanaman....................................................................

36

i

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Keragaan masing- masing perlakuan sistem pengairan : a.
Konvensional; b. Jenuh air; c. Intermittent; d. Sistem gogo................. 18
2. Konsumsi air kumulatif sistem pengairan (a) dan dua varietas padi (b)
selama satu musim tanam........................................................................ 19
3. Pertumbuhan tinggi tanaman pada beberapa sistem pengairan (a) dan
dua varietas padi (b)................................................................................ 22
4. Pertambahan jumlah anakan tanaman padi pada beberapa sistem
pengairan (a) dan dua varietas padi (b)................................................... 23
5. Pertumbuhan jumlah daun tanaman padi pada beberapa sistem
pengairan (a) dan dua varietas padi (b)................................................... 25
6. Keragaan pertumbuhan tanaman padi pada sistem pengairan berbeda :
(a & b) fase vegetatif (5 MST) pada lahan basah (lowland) & lahan
kering (upland); (c & d) fase generatif (11 MST) pada lahan basah
(lowland) & lahan kering (upland).......................................................... 26

i

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Deskripsi varietas padi IR-64.................................................................

46

2. Deskripsi varietas padi Jatiluhur............................................................

47

3. Lay out penelitian...................................................................................

48

4. Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah yang digunakan untuk
penelitian................................................................................................ 49
5. Keragaan suhu dan kelembaban di dalam rumah plastik selama
penelitian................................................................................................ 50
6. Data iklim bulanan..................................................................................

50

7. Rekapitulasi sidik ragam pertumbuhan vegetatif....................................

51

8. Rekapitulasi sidik ragam kerapatan stomata, kerapatan trikoma, warna
daun, komponen hasil dan hasil.............................................................

52

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketersediaan air untuk tanaman pertanian khususnya tanaman pangan akan
semakin langka pada masa mendatang. Hal ini disebabkan meningkatnya
kebutuhan air semua sektor kehidupan, sementara sumber-sumber air terutama air
tanah semakin berkurang seiring meningkatnya alih fungsi lahan. Hal ini juga
diperparah oleh adanya anomali iklim yang menyebabkan kekeringan sehingga
sumber air primer (hujan) menjadi terbatas (Setiobudi 2008). Untuk tanaman padi
sawah, kelangkaan air dapat berpengaruh negatif terhadap produksi padi. Sekitar
70% produksi padi nasional berasal dari padi sawah irigasi (Setiobudi & Fagi
2009).
Konsekuensi dari kelangkaan air diperkirakan dapat menurunkan produksi
padi karena luas areal tanam berkurang dan kebutuhan tanaman tidak terpenuhi.
Menurut Setiobudi dan Fagi (2009), kebutuhan air untuk satu musim tanam padi
berkisar antara 590 – 760 mm (5.9 x 106 – 7.6 x 106 l/ha/musim). Sedangkan
kebutuhan air harian untuk padi yang berumur genjah dan berumur panjang
mencapai maksimum pada fase reproduktif, yaitu antara fase berbunga sampai
50% pengisian gabah mencapai 8.0 – 8.8 mm/hari, kemudian menurun pada fase
pematangan menjadi 7.3 – 7.6 mm/hari. Semakin panjangnya periode kekeringan
dan semakin tidak pastinya musim mengisyaratkan pentingnya upaya melakukan
efisiensi penggunaan air, sebagai salah satu sumberdaya utama proses fisiologis
kehidupan tanaman.
Laporan FAO (2004) menunjukkan bahwa rata-rata pemakaian air untuk
satu kali musim tanam padi berkisar antara 900 - 2 250 mm (9 x 106 – 2.25 x 107
l/ha/musim), sementara menurut Bouman et al. (2007) rata-rata pemakaian air
untuk padi sawah mencapai 1 300 – 1 500 mm dimana 25 - 50% dari jumlah
tersebut hilang akibat perkolasi dan perembesan. Tingginya kebutuhan air untuk
budidaya padi sawah tersebut dihadapkan pada persolaan keterbatasan
sumberdaya air dan adanya anomali iklim yang menyebabkan terbatasnya sumber
air primer. Kelangkaan air dan kekeringan saat ini diidentifikasi telah mencapai
50% luas lahan padi dunia dan diperkirakan hingga tahun 2025 akan melanda 15 25 juta ha lahan padi pada beberapa sentra produksi padi di wilayah Asia

2

(Bouman et al. 2007). Sistem budidaya padi pada lahan sawah membutuhkan
ketersediaan air yang tidak sedikit. Kondisi penggenangan terus menerus selama
siklus pertumbuhan padi membutuhkan pasokan air dalam jumlah cukup secara
terus menerus dan membatasi tumbuhnya gulma non akuatik.
Besarnya kebutuhan air untuk satu kali produksi padi ditentukan oleh
teknik pengelolaan air yang efektif dan efisien. Pengelolaan air untuk produksi
tanaman harus memperhatikan sifat fisik dan kimia tanah, kondisi cuaca, jenis
tanaman (varietas), ketersediaan air dan sistem pengairan. Pengelolaan air untuk
mengantisipasi kelangkaan air dapat dilakukan melalui pengaturan sistem
pengairan dan varietas karena berhubungan dengan kebutuhan air untuk produksi
tanaman (Setiobudi & Fagi 2009).
Penelitian mengenai konsumsi air pada padi dan efisiensi penggunaannya
penting dilakukan karena semakin terbatasnya ketersediaan air sebagai faktor
penting bagi produksi padi. Informasi kebutuhan air tanaman padi diperlukan
untuk para peneliti maupun petani dalam menyeleksi varietas padi yang dapat
beradaptasi baik pada kondisi kekurangan air. Supijatno et al. (2012) telah
melakukan evaluasi volume konsumsi air pada beberapa genotipe padi. Konsumsi
air bervariasi dengan kisaran 15.93 - 24.13 l/tanaman. Perbedaan ini disebabkan
karena adanya perbedaan morfologi maupun karakter fisiologi antar genotipe.
Teknik penggenangan pada budidaya konvensional membutuhkan air dalam
jumlah sangat besar. Brown et al. (1978) melaporkan bahwa hanya 48% (566.4
mm) dari kebutuhan irigasi sebesar 1 180 mm yang digunakan untuk proses
evapotranspirasi. Kehilangan lain terjadi melalui run off dan infiltrasi.
Penugalan benih dan sistem budidaya aerobik pada sistem gogo
merupakan alternatif untuk penghematan air. De Datta (1975) melaporkan bahwa
sistem budidaya padi gogo sangat bergantung pada curah hujan. Produktivitas
padi gogo dilaporkan juga dapat mencapai lebih dari 7 t/ha. Hal ini menunjukkan
bahwa padi tidak memerlukan kondisi tergenang untuk mencapai produktivitas
tinggi. Peningkatan efisiensi penggunaan air juga dapat dilakukan dengan metode
budidaya jenuh air. Borrell et al. (1997) melaporkan bahwa peningkatan hasil dan
kualitas padi tidak selalu dengan menggunakan penggenangan yang terus
menerus. Hasil dan kualitas padi dengan budidaya jenuh air tidak berbeda nyata

3

dengan budidaya konvensional (penggenangan permanen), namun budidaya jenuh
air mampu menurunkan penggunaan air hingga 32% pada dua musim tanam.
Dengan demikian efisiensi penggunaan air pada teknik jenuh air menunjukkan
nilai yang lebih baik dibandingkan teknik konvensional. Pada metode jenuh air
diperoleh komponen kualitas hasil yang tidak berbeda dengan pengairan
konvensional. Hal ini mengindikasikan bahwa penghematan pemberian air tidak
menurunkan kualitas hasil tanaman padi. Pertumbuhan gulma secara keseluruhan
lebih tinggi pada metode jenuh air sehingga perlu ada pengendalian khusus
terhadap gulma apabila akan menggunakan metode jenuh air ini.
Pengairan berselang (intermittent irrigation) adalah pengaturan kondisi
lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian (BB Padi 2009).
Pengairan dilakukan secara periodik pada fase tertentu. Pada saat tanaman
memasuki fase berbunga, ketinggian air di areal pertanaman dipertahankan sekitar
2 - 3 cm (Badan Litbang Pertanian 2010). Hasil pengkajian Setiobudi dan Fagi
(2009) melaporkan bahwa pengairan intermittent setiap sembilan hari sekali
mampu menghemat air sebesar 40% tetapi tidak menurunkan hasil.
Pemilihan varietas juga menjadi hal penting dalam penerapan teknologi
produksi padi yang hemat air tetapi menghasilkan produksi yang tinggi. IR-64
merupakan salah satu varietas yang hemat dalam mengkonsumsi air. Berdasarkan
hasil penelitian Supijatno et al. (2012) dilaporkan bahwa varietas IR-64
mengkonsumsi air sebesar 15.93 l/tanaman dan konsumsi ini yang terendah
diantara varietas lain yang dicobakan. Varietas IR-64 sampai saat ini masih
merupakan varietas dengan luas areal tanam terluas di Indonesia. Menurut
Suprihatno dan Daradjat (2009), pada tahun 2006 luas areal tanam varietas IR-64
mencapai 45.51% dan menempati urutan pertama dari varietas unggul yang
ditanam di Indonesia.
Pengkajian mengenai morfologi dan fisiologi tanaman padi ditujukan
untuk mengetahui karakter tanaman padi yang efisien dalam menggunakan air.
Informasi dari hasil penelitian di bidang fisiologi merupakan informasi yang
penting bagi program pemuliaan untuk pengembangan varietas (Makarim &
Suhartatik 2009). Kunci perbedaan morfologi tanaman padi dengan beberapa
tanaman sereal lainnya adalah terletak pada anatomi daun dan akar, pola

4

pelepasan air, dan tingkat pertumbuhan yang lebih respon terhadap kondisi lahan
lebih kering dibandingkan kondisi lahan jenuh air (Lafitte & Bennet 2002). Pada
kondisi

air

terbatas

atau

di

bawah

kejenuhan,

maka

akan

terjadi

penurunan/pengurangan permukaan luas daun serta laju fotosintesis dan ukuran
sink (Bouman & Tuong 2001), menginduksi penggulungan pada daun (leaf
rolling) dan mempercepat pengguguran daun (Turner et al. 1986).
Tujuan
1. Mendapatkan informasi mengenai konsumsi air dua varietas padi dan sistem
pengairan yang berbeda.
2. Mendapatkan informasi mengenai respon pertumbuhan dan produksi dua
varietas padi pada setiap sistem pengairan.
Hipotesis
1. Terdapat perbedaan konsumsi air dua varietas padi dan perlakuan sistem
pengairan.
2. Sistem pengairan yang berbeda mempengaruhi respon pertumbuhan dan
produksi dua varietas padi.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Padi
Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk dalam famili Graminae yang
ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas ini
merupakan bumbung kosong yang ditutup oleh buku dan panjang ruasnya tidak
sama. Ruas yang terpendek berada di pangkal batang, ruas yang kedua dan
seterusnya lebih panjang dari ruas-ruas yang lebih bawah. Pada buku bagian
bawah dari ruas, tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian
atas. Tepat pada buku bagian atas ujung dari daun pelepah memperlihatkan
percabangan dimana cabang yang terpendek menjadi ligule (lidah) daun, dan
bagian yang terpanjang dan terbesar menjadi helaian daun. Dimana daun pelepah
itu menjadi ligule dan pada helaian daun terdapat dua embel sebelah kiri dan
kanan yang disebut auricular. Auricular dan ligule yang kadang - kadang
berwarna hijau dan ungu dapat digunakan sebagai alat untuk mendeterminasi dan
identifikasi suatu varietas (Siregar 1987).
Tanaman padi bersifat merumpun, artinya tanaman tersebut menghasilkan
anakan yang tumbuh dari tanaman induk. Dari satu batang bibit yang ditanam,
maka dalam waktu yang sangat singkat dapat terbentuk suatu rumpun yang terdiri
dari 20-30 atau lebih tunas baru atau anakan (Siregar 1987). Tanaman padi
mempunyai sistem perakaran serabut (De Datta 1981). Akar primer (radikula)
yang tumbuh sewaktu berkecambah bersama akar lain yang muncul dari embrio
dekat bagian buku disebut akar seminal, yang jumlahnya antara satu sampai tujuh
buah. Penyebaran sistem akar dapat mencapai kedalaman 20 - 30 cm. Meskipun
demikian, akar banyak mengambil zat makanan dari tanah dekat permukaan atas.
De Datta (1981) menyatakan bahwa stadia reproduktif tanaman padi
ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas pada batang yang
sebelumnya tertumpuk rapat dekat permukaan tanah. Stadia reproduktif juga
ditandai dengan berkurangnya jumlah anakan, munculnya daun bendera,
kebuntingan, dan pembungaan. Inisiasi primordial malai biasanya dimulai 30 hari
sebelum

pembungaan.

Stadia

inisiasi

ini

hampir

bersamaan

dengan

6

memanjangnya ruas - ruas yang terus berlanjut sampai berbunga. Oleh sebab itu
stadia reproduktif juga disebut stadia pemanjangan ruas - ruas.
Pembibitan padi umumnya dilakukan dengan cara menanam langsung
pada lahan tidak tergenang ataupun pada kondisi tanah yang digenangi air (Siregar
1987). Varieas padi Jatiluhur tumbuh dan berproduksi baik pada lahan tidak
tergenang (gogo). Varietas Ciherang tumbuh dan berproduksi baik pada lahan
tergenang maupun tidak tergenang. Varietas IR-64 tumbuh dan berproduksi baik
pada lahan genangan air dalam (Djunainah et al. 1993).

Peranan Air Bagi Tanaman
Air merupakan komponen utama dari tanaman, namun penggunaan air ini
berbeda untuk setiap jenis tanaman. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sifat
anatomi dan morfologi tiap spesies tanaman sehingga menyebabkan perbedaan
tingkat transpirasi (Monteith 1975).
Kekurangan air akan mempengaruhi fotosintesis tanaman, akibatnya dapat
menggangu produksi karbohidrat (Tisdale & Nelson 1975). Gupta (1979)
menjelaskan bahwa kekurangan air dapat mempengaruhi pertumbuhan pada
beberapa organ, antara lain: (1) penurunan nisbah tunas dan pertumbuhan akar, (2)
pengurangan akar lateral dan total panjang akar, dan (3) pengurangan pada nisbah
daun dan tangkai. Kebutuhan air tanaman menurut Doorenbos dan Pruitt (1977)
adalah air yang hilang oleh evapotranspirasi dari tanaman yang bebas penyakit,
tumbuh di lapangan luas pada keadaan tanah dengan air dan kesuburannya tidak
menjadi pembatas serta tanaman mencapai potensi produksi maksimum.
Kebutuhan air dari tanaman disediakan oleh lingkungan perakaran dan air
tersebut berasal dari air yang tertahan dalam tanah yang dapat dengan mudah
diserap tanaman (William & Joseph 1973). Jumlah air yang dapat ditahan oleh
tanah tergantung dari kadar bahan organik dan tekstur tanah (Tisdale & Nelson
1975). Makin rendah jumlah air tersedia, suplai air di daerah perakaran makin
berkurang, akibatnya absorpsi air oleh akar juga makin berkurang. Air yang
diserap akar dari tanah tidak seluruhnya dimanfaatkan tanaman untuk
menghasilkan bahan kering, karena sebagian besar (> 90%) dari total air yang
diserap akar hilang melalui transpirasi (Gardner et al. 1985).

7

Ketahanan pangan saat ini tergantung kepada kemampuan tanaman
meningkatkan produksi dengan penurunan ketersediaan air bagi pertumbuhan
tanaman pangan (Farooq et al. 2009). Oleh karena itu, saat ini, perakitan tanaman
khususnya tanaman padi diarahkan kepada kemampuan tanaman untuk mampu
beradaptasi terhadap kondisi ketersediaan air yang terbatas tetapi tetap
berproduksi tinggi. Padi sendiri merupakan tanaman yang memerlukan banyak air
untuk satu musim tanam. Untuk menghasilkan 1 kg beras, petani harus
memberikan air 2 – 3 kali lebih banyak dibandingkan tanaman serealia lainnya
(Barker et al. 1998). Hasil penelitian De Datta (1981) menunjukkan bahwa
pengurangan penggunaan air sebesar 56% ternyata proporsional dengan
pengurangan hasil sebesar 57%.

Produksi Padi dan Kebutuhan Air Tanaman Padi
Maclean (2002) melaporkan bahwa padi merupakan salah satu jenis bahan
pangan yang dikonsumsi oleh tiga milyar penduduk dunia sebagai bahan pangan
pokok. Luas lahan padi dunia diperkirakan mencapai 147 633 000 ha dengan
pencapaian produksi 577 971 000 ton, dimana 79 juta ha diantaranya merupakan
lahan padi dataran rendah bersistem irigasi dengan kapasitas produksi mencapai
75% dari total produksi dunia. Dari luas total lahan tanaman budidaya beririgasi di
dunia, 56% berada di wilayah Asia dimana 40 - 46% luas tersebut memiliki
tingkat penggunaan air dua hingga tiga kali lebih tinggi dibandingkan tanaman
budidaya lainnya (Dawe 2005; Tuong et al. 2005).
Laporan FAO (2004) menunjukkan bahwa rata-rata pemakaian air untuk
satu kali musim tanam padi berkisar antara 900 - 2 250 mm, sementara menurut
Bouman et al. (2007) menyatakan bahwa rata-rata pemakaian air untuk padi
sawah mencapai 1 300 - 1 500 mm dimana 25 - 50% dari jumlah tersebut hilang
akibat perkolasi dan perembesan. Tingginya kebutuhan air untuk budidaya padi
sawah tersebut dihadapkan pada persolaan keterbatasan sumberdaya air dan
adanya anomali iklim yang menyebabkan terbatasnya sumber air primer.
Kelangkaan air dan kekeringan saat ini diidentifikasi telah mencapai 50% luas
lahan padi dunia dan diperkirakan hingga tahun 2025 akan melanda 15 - 25 juta

8

ha lahan padi pada beberapa sentra produksi padi di wilayah Asia (Bouman et al.
2007).
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan dampak
kelangkaan air dan kekeringan terhadap sistem produksi padi antara lain
optimalisasi produksi tanaman per satuan unit evapotranspirasi melalui perbaikan
manajemen teknik agronomi, minimalisasi penggunaan air pada tahap persiapan
lahan dan persiapan tanaman, menekan kehilangan air akibat perkolasi,
perembesan, evaporasi, dan aliran permukaan, serta perbaikan kemampuan
varietas padi yang adaptif dan toleran kekeringan (Guerra et al. 1998).
Kebutuhan air untuk satu kali produksi tergantung jenis tanaman atau
varietasnya. Berdasarkan hasil penelitian Supijatno et al. (2012) bahwa konsumsi
air antar genotipe berbeda berkisar antara 15.93 – 24.13 l tanaman-1. Produksi
gabah yang dihasilkan dari penelitian tersebut juga berbeda antar genotipe.
Perhitungan efisiensi penggunaan air juga dilakukan dengan membandingkan
produksi terhadap jumlah air yang dikonsumsi selama siklus hidupnya. Jatiluhur
merupakan varietas yang paling banyak mengkonsumsi air tetapi hasil yang
diperoleh juga banyak sehingga efisiensi penggunaan airnya tinggi sebesar 0.997
g gabah kering giling/liter air.
Sistem Pengairan Tanaman Padi
Teknik penggenangan pada budidaya konvensional membutuhkan air
dalam jumlah sangat besar. Brown et al. (1978) melaporkan bahwa 48% (570
mm) dari kebutuhan irigasi (1 180 mm) hilang melalui proses evapotranspirasi
(ET). Kehilangan lain terjadi melalui run off dan infiltrasi. Teknik penggenangan
air merupakan suatu pendekatan pengelolaan, bukan sebagai pengelolaan khusus
dari tanaman padi.
Penugalan benih dan sistem budidaya aerobik merupakan alternatif metode
yang ideal untuk mengatasi permasalahan kerusakan tanaman. De Datta (1975)
melaporkan bahwa sistem budidaya padi gogo sangat bergantung pada curah
hujan. Produktivitas padi gogo dilaporkan juga dapat mencapai lebih dari 7 t/ha.
Hal ini menunjukkan bahwa padi tidak memerlukan kondisi tergenang untuk
mencapai produktivitas tinggi.

9

Peningkatan efisiensi penggunaan air dapat dilakukan dengan metode
budidaya jenuh air. Borrell et al. (1997) melaporkan bahwa peningkatan hasil dan
kualitas padi tidak selalu dengan menggunakan penggenangan yang terus
menerus. Meskipun hasil dan kualitas padi dengan budidaya jenuh air tidak
berbeda nyata dengan budidaya konvensional (penggenangan permanen), namun
budidaya jenuh air mampu menurunkan penggunaan air hingga 32% pada dua
musim tanam. Dengan demikian efisiensi penggunaan air pada teknik jenuh air
menunjukkan nilai yang lebih baik dibandingkan teknik konvensional. Hal ini
mengindikasikan bahwa penghematan pemberian air tidak menurunkan kualitas
hasil tanaman padi. Pertumbuhan gulma secara keseluruhan lebih tinggi pada
metode jenuh air sehingga perlu ada pengendalian khusus terhadap gulma apabila
akan menggunakan metode jenuh air ini.
Pengairan berselang (intermittent irrigation) adalah pengaturan kondisi
lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian sesuai fase
pertumbuhan tanaman dan kondisi lahan (BB Padi 2009). Menurut Badan Litbang
Pertanian (2008) pengairan berselang ditujukan untuk menghemat air irigasi
sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas, memberi kesempatan akar
tanaman mendapatkan udara agar dapat berkembang lebih dalam, mengurangi
kerebahan, memudahkan pembenaman pupuk, memudahkan pengendalian hama.
Pengairan dilakukan secara periodik pada fase tertentu. Pada saat tanaman
memasuki fase berbunga, ketinggian air di areal pertanaman dipertahankan sekitar
2 - 3 cm (Badan Litbang Pertanian 2010). Pengairan berselang setiap sembilan
hari sekali mampu menghemat air sebesar 40% dan tidak menurunkan hasil
(Setiobudi & Fagi 2009).

Respon Tanaman terhadap Kondisi Defisit Air
Morfologi suatu tanaman akan berpengaruh terhadap produktivitasnya.
Misalnya efektivitas dalam memanfaatkan ketersediaan air bagi tanaman akibat
perakarannya yang berbeda dalam penyebarannya. Pada saat terjadi defisit air
(cekaman kekeringan) maka organ yang berperan penting dalam penyerapan air
dan mendukung tersedianya air bagi tanaman adalah akar dan daun. Pada
tanaman, cekaman kekeringan

merupakan istilah untuk menyatakan bahwa

10

tanaman mengalami kekurangan suplai air akibat kelangkaan air dari
lingkungannya yaitu media tanam. Menurut Morgan (1984) tipe cekaman
kekeringan sangat beragam mulai dari adanya fluktuasi kelembaban udara, radiasi
matahari yang diterima tanaman cukup tinggi sampai pada lahan bermasalah yang
mengalami defisit air, dan kelembaban udara sangat rendah di lingkungan yang
kering. Kekurangan air secara internal pada tanaman berakibat langsung pada
penurunan pembelahan dan pembesaran sel. Pada tahap pertumbuhan vegetatif, air
digunakan oleh tanaman untuk pembelahan dan pembesaran sel yang terwujud
dalam pertambahan tinggi tanaman, perbanyakan daun dan pertumbuhan akar
(Kramer 1969).
Menurut Levitt (1980), cekaman kekeringan yang biasa disebut drought
stress pada tanaman dapat disebabkan dua hal yaitu (1) kekurangan suplai air di
daerah perakaran dan (2) permintaan air yang berlebihan oleh daun akibat laju
evapotranspirasi melebihi laju absorpsi air walaupun keadaan air tanah cukup
tersedia. Menurut Fitter dan Hay (1991), keadaan cekaman air menyebabkan
penurunan turgor pada sel tanaman dan berakibat pada menurunnya proses
fisiologi. Potensial turgor akan menurun hingga dapat mencapai nol dan
mengakibatkan kelayuan jika kehilangan air dari tanaman ini berlangsung terusmenerus di luar batas kendalinya (Naiola 1996).
Keadaan yang sangat kering pada tanaman akan dapat mempengaruhi fase
pertumbuhan dan produksi tanaman. Bila keadaan kering terjadi selama fase
vegetatif maka akan berpengaruh terhadap luas daun dan panjang batang sehingga
dapat menurunkan laju fotosintesis. Boyer (1970) menyatakan bahwa menurunnya
laju fotosintesis pada tanaman kedelai yang mengalami kekeringan terutama
disebabkan oleh meningkatnya resistensi stomata terhadap CO2, sedangkan
menurunnya fotosintesis secara langsung pada tanaman yang mengalami
kekeringan juga akibat protoplasma dan kloroplas mengalami dehidrasi sehingga
mempunyai kemampuan yang rendah untuk proses fotosintesis. Pada kondisi
kekeringan, stomata daun menutup atau menutup sebagian dan mengurangi
aktivitasnya, sehingga menghambat masuknya CO2 didalam ruang interseluler
daun yang secara langsung mengurangi aktivitas fotosintesis.

11

Kekurangan air pada tanaman yang menghambat terjadinya proses
fotosintesis juga diteliti oleh Gerik et al. (1996) yang telah membuktikan bahwa
kekurangan air pada tanaman kapas sangat berpengaruh terhadap kapasitas
fotosintesis. Terjadi penurunan kapasitas fotosintesis dan peningkatan penuaan
daun yang berpengaruh buruk terhadap produksi kapas. Pengaruh negatif lainnya
akibat kekurangan air adalah terjadinya penurunan pertumbuhan dan pembesaran
sel, perluasan daun, translokasi, dan transpirasi tanaman. Luasan daun pada 5 hari
cekaman memiliki luas daun sekitar 20.4 cm2, setelah mengalami cekaman yang
lebih lanjut sekitar 9 hari memiliki luas daun yang lebih kecil yaitu 16.5 cm2.
Cekaman

air

dapat

mempengaruhi

perangkat

fotosintesis

yaitu

menurunkan kandungan klorofil dalam kloroplas, mesofil pada sel yang aktif
berfotosintesis (Harjadi & Yahya 1988). Respon penurunan kandungan klorofil
yang diteliti oleh Yusnaeni (2002) pada tanaman Hoya (Asclepiadaceae) yang
menunjukkan bahwa, kandungn klorofil menurun sekitar 0.46 mg/g daun segar
(penyiraman setiap minggu) jika dibandingkan dengan penyiraman setiap hari
yang memiliki klorofil sekitar 0.54 mg/g daun segar.

12

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan mulai Mei – Oktober 2011. Penanaman dilakukan
di Kebun Percobaan Sawah Baru (06o33’ LS, 106o45’ BT, altitude 250 mdpl),
University Farm, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah 2 varietas padi yaitu IR-64 (padi sawah)
dan Jatiluhur (padi gogo). Deskripsi varietas padi yang digunakan disajikan pada
Lampiran 1 dan 2. Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36, dan KCl dengan
dosis sesuai rekomendasi yaitu masing - masing 250 kg/ha, 100 kg/ha, dan 100
kg/ha. Alat yang digunakan antara lain thermohygrometer, chlorophyll meter
(SPAD Minolta), mikroskop, penggaris, oven, timbangan analitik dan alat-alat
pertanian. Untuk pengukuran debit air digunakan flow meter yang dipasang pada
pipa-pipa saluran.

Metode
Percobaan yang dilakukan meliputi dua faktor yang disusun secara
faktorial. Rancangan lingkungan yang digunakan adalah split plot dengan tiga
ulangan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah sistem pengairan terdiri dari
4 sistem pengairan yaitu pengairan konvensional (kontrol),

pengairan

saluran/jenuh air, pengairan berselang (intermittent), dan gogo. Sedangkan faktor
kedua adalah varietas padi yang ditempatkan sebagai anak petak yang terdiri dari
IR-64 dan Jatiluhur. Dari kedua faktor tersebut diperoleh 8 kombinasi yang setiap
kombinasinya diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 24 satuan percobaan.
Volume air pada setiap pemberian air selama pertumbuhan padi dihitung setiap
minggu.
Model linear aditif dari rancangan perlakuan ini adalah sebagai berikut :
Yijk = µ + Kk + αi + Өik + βj +(αβ)ij + εijk
Keterangan :
Yijk

= Nilai pengamatan perlakuan sistem pengairan ke-i, varietas padi ke-j,
dan blok ke-k

13

µ

= Rataan umum

Kk

= Pengaruh blok ke-k

αi

= Pengaruh perlakuan sistem pengairan ke-i

βj

= Pengaruh perlakuan varietas padi ke-j

(αβ)ij = Interaksi perakuan sistem pengairan ke-i dengan varietas ke-j
Өik

= Galat petak utama

εijk

= Galat anak petak

Satuan percobaan terdiri atas petakan berukuran 3 m x 3 m yang
dilengkapi dengan pemasangan flow meter pada pipa inlet untuk mencatat volume
air yang masuk ke petakan. Denah (lay out) tata letak penelitian disajikan pada
Lampiran 3. Penanaman menggunakan jarak tanam 25 cm x 20 cm. Pengendalian
gulma, hama, dan penyakit disesuaikan dengan keperluan.

Pelaksanaan
1. Persiapan rumah plastik dan petak tanam. Ukuran rumah plastik 30 m x 12 m,
tinggi ± 4.5 m, dan dibuat bak tanam berukuran 3 m x 3 m sebanyak 24 bak.
Jarak antar bak tanam 35 cm, dan tiap bak tanam dilengkapi jaringan pipa
berdiameter 1.0 inchi untuk inlet yang dipasangi dengan flow meter dan pipa
out let berdiameter 2.0 inchi. Pengolahan lahan untuk metode konvensional,
intermittent, dan jenuh air dengan penggenangan dilakukan selama 5 hari
kemudian dilakukan pengolahan tanah 3 kali dan selanjutnya dilakukan
penanaman.
Pengolahan lahan untuk sistem gogo dilakukan dengan penyiraman air
sebanyak 60 liter air per hari/petak selama 5 hari dan selanjutnya dilakukan
penanaman pada hari ke-6. Aplikasi penyiraman didasarkan pada asumsi curah
hujan per bulan sebesar 200 mm. Jadi kebutuhan air per hari per petak dapat
dihitung sebagai berikut :
Curah hujan bulan-1
Jumlah air petak-1 hari-1

= 200 mm/30 hari
= 6.67 mm hari-1
= 6.67 x 10-2 dm hari-1 x 9 m2 x 102 dm2 m-2
= 60.03 dm3 hari-1
= 60 liter

14

2. Persiapan benih dan penanaman. Untuk keseragaman daya berkecambah, benih
dioven selama 72 jam pada suhu 430 C, selanjutnya ditimbang sebanyak 50
gram dan direndam dengan air selama 12 jam. Untuk sistem budidaya
konvensional, jenuh air/saluran, dan intermittent, benih disemai terlebih dahulu
hingga berumur 12 hari dan selanjutnya dipindah tanam ke petakan. Jumlah
bibit yang ditanam 1 bibit per lubang tanam. Sementara untuk metode gogo,
benih ditanam langsung di petakan dengan cara ditugal bersamaan dengan
penyemaian benih. Benih yang ditanam sebanyak 5 benih per lubang tanam.
Jarak tanam yang digunakan adalah 25 cm x 20 cm
3. Pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan pemupukan dalam tiga
tahap menggunakan pupuk dasar 37.5 kg N/ha (1/3 dosis), 36 kg P2O5/ha, dan
60 kg K2O/ha diberikan 1 minggu setelah tanam (MST) dan untuk pemupukan
kedua dan ketiga diberikan pupuk N saja dengan dosis 37.5 kg N/ha pada 5
MST dan 9 MST. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara kimia
sesuai kondisi dan kebutuhan di lapangan.
4. Pengairan dan pengukuran debit air.
Pemberian air antar sistem budidaya berbeda satu sama lain. Pengukuran
debit air dilakukan dengan melihat dan mencatat jumlah air yang masuk ke
petakan yang dilakukan setiap minggu. Angka jumlah air yang masuk tertera
pada flow meter yang terpasang di pipa.
Pengairan untuk sistem konvensional dilakukan dengan memberikan air
terus - menerus ke petakan sampai tergenang dan genangan dijaga sampai
ketinggian 5 cm dari permukaan. Pengairan untuk sistem jenuh air adalah
dengan terlebih dahulu dibuat saluran dipinggir areal tanam sedalam kurang
lebih 10 cm. Air diberikan di sepanjang saluran yang dibuat sampai areal tanam
jenuh air. Air pada saluran dijaga tetap tersedia sampai ketinggian 5 cm dari
permukaan saluran. Pengairan pada metode intermittent dilakukan dengan
menggenangi areal tanam setinggi 5 cm, selanjutnya pengairan dihentikan
sampai tanah pada areal tanam terlihat retak (pecah rambut). Frekuensi
penggenangan pada metode intermittent ini disesuaikan dengan kondisi yang
terjadi di lapangan. Pengairan pada metode gogo dilakukan dengan melakukan
penyiraman sebanyak 60 liter air/hari/petakan.

15

Pengamatan
Peubah pengamatan meliputi :
a. Konsumsi air. Perhitungan volume air (liter) yang masuk ke petakan
diukur dengan menggunakan flow meter yang terpasang di petakan.
b. Tinggi tanaman (cm) diukur dari permukaan tanah sampai ujung
daun/malai terpanjang, jumlah anakan, jumlah daun per rumpun (helai)
dihitung tiap minggu sejak 2 minggu sampai 10 minggu setelah tanam.
c. Umur berbunga (hari). Ditentukan pada saat 50% populasi telah
mengeluarkan malai.
d. Kerapatan stomata dan trikoma. Pengamatan untuk penghitungan
kerapatan stomata dan trikoma dilakukan pada stadia pertumbuhan
vegetatif tanaman padi (7 MST) dengan menggunakan mikroskop
perbesaran 40 x 10.
e. Warna daun diamati pada saat tanaman memasuki fase generatif (8 MST)
dengan menggunakan SPAD. Daun yang diamati adalah daun pertama
(daun bendera).
f. Komponen hasil dan hasil (panen pada kondisi masak kuning, waktu
panen tergantung varietas) :
- Jumlah anakan produktif ditentukan berdasarkan jumlah anakan yang
menghasilkan malai
- Bobot kering tajuk dan akar (g) diukur dengan dimasukkan ke dalam
oven pada suhu 800C selama 48 jam.
- Nisbah tajuk/akar dihitung dengan membandingkan bobot kering tajuk
dengan bobot kering akar.
- Panjang malai (cm) yang diukur dari pangkal sampai ujung malai
- Jumlah gabah malai-1 dilakukan dengan menghitung seluruh gabah
dalam satu malai
- Kepadatan malai (butir/cm) dihitung dengan menggunakan persamaan
jumlah gabah/panjang malai
- Jumlah gabah isi per rumpun (butir) dihitung dengan menjumlahkan
seluruh gabah isi setiap malai dalam satu rumpun

16

- Persen gabah isi (%) dihitung setelah panen dengan membandingkan
jumlah gabah isi terhadap total gabah per rumpun
- Bobot per 1000 butir (g) dilakukan dengan menimbang 1 000 butir
gabah yang telah dijemur sampai kadar air mencapai 14%.
- Indeks panen dihitung dengan membandingkan antara gabah kering per
rumpun dengan bobot kering tajuk.
- Produksi gabah rumpun-1 (g) ditentukan dengan menimbang total gabah
di setiap rumpun pada kadar air 14%.
- Produksi gabah petak-1 ditentukan dengan menimbang total gabah di
setiap petak pada kadar air 14%.
g. Efisiensi konsumsi air (g/l) dihitung dengan membandingkan antara
produksi gabah petak-1 dengan konsumsi air.
h. Pengamatan tambahan :
-

Suhu dan kelembaban relatif rata-rata/hari, diukur dengan merataratakan suhu dan kelembaban pada pagi (pukul 07.00 - 09.00), siang
(pukul 11.00 - 13.00), dan sore (pukul 15.00 - 16.00).

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan pengujian sidik ragam
pada selang kepercayaan 95%. Apabila hasil sidik ragam berpengaruh nyata,
maka dilakukan pengujian beda nilai tengah antar perlakuan dengan menggunakan
Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Sebelum penanaman dilakukan pengambilan contoh tanah untuk
dianalisis. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah memiliki tekstur 20%
pasir : 24% debu: 56% liat. Menurut Hardjowigeno (2007) jenis tanah tersebut
termasuk ke dalam tanah berliat (halus). Tekstur tanah yang demikian sesuai
untuk dijadikan lahan sawah (Djaenudin et al. 2003). Tanah memiliki pH (H2O)
4.7 (masam) dan kandungan bahan organik (C/N ratio) sedang (11%). Kandungan
N-total rendah (0.15%), P2O5 sangat tinggi (Bray 1; 37.6 ppm), K2O 17 mg/100 g
(HCl) berstatus rendah; kapasitas tukar kation (KTK) termasuk rendah (15.54
me/100g) dengan kejenuhan basa (KB) yang tinggi (64%). Hasil analisis tanah
lahan penelitian disajikan pada Lampiran 4.
Penelitian ini dilakukan pada petakan di dalam rumah plastik berukuran 30
m x 12 m x 4.5 m. Kondisi iklim mikro di dalam rumah plastik yaitu suhu udara
rata-rata pada pagi, siang, dan sore adalah 300C, 390C, dan 310C. Peningkatan
suhu diikuti oleh menurunnya kelembaban relatif. Selama penelitian rata-rata
kelembaban relatif pada pagi, siang, dan sore hari adalah 57%, 46%, dan 58%.
Rekapitulasi suhu dan kelembaban di dalam rumah plastik selama penelitian
disajikan pada Lampiran 5. Menurut Yoshida (1981), suhu antara 30 - 310C bukan
merupakan suhu optimum tetapi juga bukan merupakan suhu maksimum untuk
pertumbuhan padi. Suhu yang tinggi pada siang hari dikarenakan pada saat
penelitian masuk musim kemarau. Suhu tinggi mempengaruhi laju pertumbuhan
tanaman, proses pembungaan, penyerbukan dan produksi menurun.
Sumber air untuk perlakuan pengairan berasal dari reservoar yang
dibangun di samping rumah plastik. Air masuk dialirkan melalui pipa saluran
berdiameter 2 inchi. Tiap-tiap pipa di masing - masing petakan terpasang
flowmeter berdiameter ½ inchi untuk mengukur konsumsi air. Ketersediaan air
mengalami defisit pada fase vegetatif maksimum (7 - 8 MST) karena curah hujan
selama hampir satu musim tanam sangat sedikit. Data curah hujan dari Stasiun
Klimatologi Dramaga Bogor menunjukkan bahwa pada bulan Agustus September curah hujan di lokasi penelitian kurang dari 200 mm. Bahkan pada
bulan September (saat masuk fase pengisian gabah) curah hujan hanya 105.9 mm

18

(Lampiran 6). Rendahnya curah hujan ini menyebabkan pasokan air di bak
penampungan semakin sedikit.
Terdapat serangan hama pada penelitian ini. Pada awal tanam, terjadi
serangan hama keong di beberapa petakan. Keong ini merusak tanaman pada awal
pertumbuhan sehingga dilakukan penyulaman. Pada saat menjelang panen terjadi
serangan hama walang sangit. Hama walang sangit menyerang sebagian besar
perlakuan sistem gogo. Kerusakan yang ditimbulkan dari serangan hama ini
adalah bulir gabah menjadi cokelat dan banyak gabah yang hampa. Tidak ada
serangan penyakit selama satu musim tanam. Keragaan perlakuan sistem
pengairan ditunjukkan